• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian “Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.”

2.1 Konsep

Konsep merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (Soedjadi, 2000:14).

2.1.1 Antropolinguistik

Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika berbahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. (Sibarani, 2004:50)

2.1.2 Leksikon

Dalam kamus linguistik Kridalaksana leksikon adalah koleksi leksem pada suatu bahasa. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani ‘lexikon’ atau ‘lexikos yang kurang lebih bermakna perihal kata. Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan, dan penyimpanan

(2)

kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata, hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa.

Chaer (2007:5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari kata Yunani Kuno yang berarti ‘kata’, ‘ucapan’, atau ‘cara berbicara’. Kata “leksikon” sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya.

2.1.3 Makna

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Sassure bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-liguistik. Jika tanda-linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan morfem maka berarti makna itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks. (Abdul Chaer,2007: 287)

2.1.4 Pengobatan Tradisional

Menurut pendapat Organisasi Kesehatan Dunia (W.H.O) (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental. (Asmino, 1995).

(3)

2.1.5 Mantra

Mantra memiliki pengertian bahwa perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib (misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya, susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.(Laelasari, 2008:153)

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa mantra adalah kalimat yang diucapkan dengan diulang-ulang atau dilafalkan secara khusus untuk mendatangkan daya gaib, susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib (KBBI, 2005:713).

2.2 Landasan Teori

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal, makna gramatikal, dan makna kontekstual. Oleh karena itu, pada analisis makna akan dibahas makna berdasasrkan aspek leksikal. Analisis makna dari aspek leksikal merupakan hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis. Aspek leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu (1) repitisi (pengulangan), (2) antonimi (lawan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas bawah), (5) sinonimi (padan kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan) Sumarlam, 2010:55

(4)

1. Repitisi (pengulangan)

Repitisi yaitu pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks tuturan (Sumarlam, 2010:55).

a. Pengulangan Anafora

Pengulangan anafora merupakan pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam, 2010:56).

b. Pengulangan Anadiplosis

Pengulangan anadiplosis merupakan pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris berikutnya (Sumarlam, 2010:57).

c. pengulangan epistrofa

Pengulangan epistrofa merupakan pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris atau akhir kalimat secara berturut-turut.

2. Antonimi (lawan kata)

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain (Sumarlam, 2010:63).

3. Kolokasi (sanding kata)

Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu

(5)

ranah tertentu untuk mendukung suatu tema tertentu (Sumarlam, 2010:119)

4. Hiponimi

Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain.

5. Sinonimi

Sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.

6. Ekuivalensi

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma.

Sementara itu pada analisis nilai budaya, penulis menggunakn teori Antropolinguistik. Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika berbahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa (Sibarani, 2004: 50). Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat. Antropolinguistik juga mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang dimiliki oleh penuturnya serta mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan budaya penuturnya secara menyeluruh. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahawa bahasa sendiri tidak terlepas dari kebudayaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Kebudayaan merupakan seperangkat peraturan atau norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya, melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh seluruh anggota masyarakat tersebut. Dengan demikian, kebudayaan terdiri atas nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada dibalik, dan yang tercermin dalam perilaku manusia. Nilai budaya merupakan suatu gejala abstrak, ideal, dan tidak inderawi atau kasat mata. Nilai Budaya hanya bisa diketahui melalui pemahaman dan penafsiran tindakan, perbuatan, dan tuturan manusia. (Mahsun, 2001:2)

Foley (1997) mengatakan bahwa linguistik antropologi memandang bahasa melalui prisma konsep antropologi inti, yakni budaya, dengan demikian berusaha mencari “makna” (meaning) di balik penggunaan (use), kesalahpenggunaan (misuse), dan ketidakpenggunaan (non-use) bahasa, bentuknya yang berbeda, register dan gayanya. Linguistik antropologi merupakan disiplin ilmu interpretatif yang mengupas bahasa secara mendalam untuk menemukan pemahaman-pemahaman kultural. Foley mengangap antropolinguistik sebagai bidang ilmu untuk mencari makna (meaning) bahasa dan sekaligus sebagai metode untuk memahami budaya.

Dalam analisis nilai budaya teori C.Kluckhohn, sistem nilai budaya dalam setiap kebudayaan mengandung lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah, (1) masalah hakikat dari hidup manusia, (2) masalah hakikat dari karya manusia, (3) masalah hakikat dari kedudukan manusia

(7)

sekitarnya, (5) masalah hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. (Kridalaksana, 1989)

Mantra dalam pengobatan tradisional merupakan salah satu jenis kearifan lokal. Jenis kearifan lokal menurut Sibarani , (2012:133) mengandung nilai-nilai budaya antara lain: (1) “kesejahteraan” , (2) kerja keras, (3) disiplin, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6) gotong-royong, (7) pengelolaan gender, (8) pelestarian dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10) “kedamaian”, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13) kesetiakawanan sosial, (14) kerukunan dan penyelesaian konflik, (15) komitmen, (16) pikiran positif, dan (rasa syukur) (17) religi. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.

2.3 Tinjauan Pustaka

Surbakti (2014) dalam jurnalnya ‘Nilai Budaya Dalam Leksikon Erpangir

Ku Lau Tradisi Suku Karo(Kajian Antropolinguistik)’ menjelaskan bahwa

deskripsi leksikon erpangir ku lau terdiri dari dua kelompok yaitu (1) bahan dan alat (2) kegiatan pada saat proses erpangir ku lau. Leksikon kegiatan proses

erpangir ku lau mengandung a.prefiks er-, ng-, pe-, er- terdapat pada leksikon

ercibal ‘mempersembahkan’, ngilling ‘menggiling’, nimpa ‘membuat cimpa’,

penguras ‘air yang digunakan untuk mensucikan’, dan erpangir ‘berlangir’. b.

sufiks -en, dan -i terdapat pada leksikon pajuh-pajuhen ‘yang dipuja’, mangiri

‘melangiri orang lain’, pangiri ‘melangiri orang lain’. c. infiks –in- terdapat pada leksikon jinujung ‘ilmu atau pengetahuan magis yang di miliki’ dan d. konfiks

(8)

pe-na, ng-ken, n-i pada leksikon pemetehna “kemampuan magisnya’, ngampeken

‘meletakkan’ dan ngilingi ‘menggilingi’. Nilai budaya dalam leksikon erpangir ku lau tradisi suku Karo mengandung nilainilai budaya yaitu (1) nilai keharmonisan dan kedamaian, (2) nilai kesejahteraan, (3) nilaireligius, (4) nilai yang berorientasi dengan alam (lingkungan), dan (5) nilai sosial.

Reni (2015) dalam skripsinya ‘Leksikon Pengobatan Tradisional dalam

Bahasa Sunda (kajian antropolinguistik)’ menjelaskan bahwa Leksikon

pengobatan tradisional yang

digunakan dan dipakai dalam aktivitas pengobatan tradisional merupakan sebuah cerminan dari hasil pola pikir dan pandangan masyarakat tentang konsep ilmu kesehatan serta cerminan karakteristik cara hidup dan cara berpikir masyarakat tentang konsep ilmu kesehatan. Keberadaan konsep ilmu pengetahuan tentang kesehatan dalam leksikon pengobatan tradisional merupakan upaya pemeliharaan dan penjagaan lahiriah terhadap kondisi kesehatan dari penggunaan tumbuhan dan tanaman obat, serta upaya penguatan batiniah terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan dan kuasa Tuhan. Fungsi leksikon yang terdapat dalam pengobatan tradisional bahasa Sunda yaitu fungsi individual, fungsi sosial, fungsi keharmonisan alam dan tumbuhan, fungsi ketuhanan dan fungsi ekonomi.

Nurfadhilah, Rosi (2014) dalam tesisnya ‘Cermin Kearifan Lokal

Masyarakat Desa Mandalasari Dalam Mantra Pengobatan (Kajian

Antropolinguistik)’ menjelaskan pertama, struktur teks mantra pengobatan di Desa Mandalasari secara garis besar mencakup bunyi dan aspek leksikal berupa pengulangan, sinonim, antonim, dan kolokasi. Kedua, referensi leksikon dalam mantra pengobatan di Desa Mandalasari terdiri atas (1) permohonan, (2) manusia,

(9)

(3) bagian tubuh, (4) alam, (5) benda, (6) aktivitas, (7) keadaan, (8) waktu, (9) ketuhanan, dan (10) harapan. Ketiga, dari segi klasifikasi, mantra pengobatan di Desa Mandalasari terbagi dalam beberapa kategori, yaitu kategori kegiatan, kategori waktu, dan kategori pelaku. Keempat, cermin kearifan lokal masyarakat Desa Mandalasari dalam mantra pengobatan tercermin dalam beberapa kalimat dalam mantra yang dianalisis. Dari analisis tersebut terungkap cermin kearifan lokal masyarakat di Desa Mandalasari yang masih menjaga tradisi leluhurnya, menjaga hubungan harmonis antarsesamanya, serta tergambar pengetahuan masyarakatnya tentang hal-hal gaib yang masih melekat kuat di benak masyarakat di Desa Mandalasari.

Putra (2010) ‘Aspek-Aspek Budaya Dalam Komunikasi Bahasa Sebuah Tinjauan Antropolinguistik’ menjelaskan bahwa bahasa pada dasarnya tidak adapat di lepas dari konteks sosial budaya masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga merupakan fenomena budaya. Sebagai fenomena sosial , bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang peserta. Oleh karena itu, berbagai aspek-aspek budaya dalam komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa karena di dalam berbahasa seorang penutur tidak pernah lepas dari nilai-nilai budaya yang dimilikinya. Disamping hal itu juga karena bahasa merupakan salah satu unsur dari kebudayaan yang mempunyai fungsi sebagai alat untuk berkomunikasi.

Efrida Sinaga (2010) dalam skripsinya ‘Makna Nama Orang Pada

Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Balige’ menjelaskan bahwa pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Balige dilakukan dengan

(10)

cara adat istiadat (proses) berupa upacara penyambutan sampai kelahiran hingga pemberian nama. Upacara adat ini harus melalui tahapan dalam upacara khusus yang dilaksanakan oleh pihak hula-hula (pihak pemberi istri) baik itu pemberian nama orang maupun nama sebutan (nama panggilan) yang disandangnya. Jenis nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige yaitu: pranama, goar sihadakdanahon, panggoaran goar-goar dan marga. Nama-nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige mengandung makna pengharapan dan makna kenangan. Selanjutnya nama-nama orang pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige mengandung nilai pragmatis yaitu konotasi formal, konotasi non formal, konotasi kelaki-lakian dan konotasi kewanitaan sejalan dengan pendapat Van Buren.

Referensi

Dokumen terkait

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

File Transfer Protocol (FTP) adalah sebuah protokol Internet yang berjalan di dalam lapisan aplikasi yang merupakan standar untuk pengiriman berkas (file) komputer

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.. Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang

Performa reaktor berperan penting dalam operasional dan biaya operasi karena berpengaruh terhadap unit operasi yang lain (pemisahan, pengeringan, dan lain-lain). Reaktor

Penggantian anggota Depeprov yang diberhentikan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diusulkan oleh Pimpinan Satuan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi yang

Pertumbuhan produksi industri manufaktur Mikro dan Kecil ( y-on-y ) Provinsi Sumatera Barat pada triwulan I tahun 2014 mengalami pertumbuhan positif sebesar

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG RENCANA AKSI NASIONALPENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK.

Chaer (1984:74) mengatakan bahwa idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata, frase, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “diramalkan" dari makna