• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kritisnya lahan telah menyebabkan kerusakan fungsi DAS di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS melalui program reboisasi di kawasan hutan negara dan rehabilitasi pada lahan-lahan kritis di luar kawasan hutan negara. Di beberapa tempat upaya ini cukup berhasil dengan bertambahnya lahan hutan baik di hutan negara maupun di lahan milik masyarakat, termasuk Kabupaten Kulon Progo (Sumber: hasil pemantauan sumber daya hutan KLHK). Di sisi lain kejadian longsor tetap berlangsung dan mengancam kehidupan masyarakat.

Kabupaten Kulon Progo hanya memiliki kawasan hutan negara seluas 1.218,5 Ha atau 2.078% dari wilayah kabupaten seluas 58.627,512 Ha (586,27 km2), namun luas hutan rakyat terus meningkat hingga mencapai ± 20.608,41 Ha (35,15%) dari luas total wilayah (Gambar 1.1.).

Gambar. 1.1. Perkembangan Luas Hutan Rakyat Kulon Progo (Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2015). 15.000,00 16.000,00 17.000,00 18.000,00 19.000,00 20.000,00 21.000,00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Lu sa (Ha) Tahun

(2)

2 Mitigasi telah dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan penyusunan pemetaan kerawanan termasuk longsor di wilayah DAS Progo yang mengidentifikasi sampai wilayah desa yang rawan longsor di Kulon Progo (sumber: BPDAS-SOP, 2009). Kajian aspek bifisik kerawanan longsor juga telah dilakukan Pusat Studi Bencana UGM di tahun 2001. Kajian ini menyusun sistem penanggulangan bencana yang menggabungkan aspek biofisik, vegetatif dan aspek sosial. Aspek biofisik meliputi kondisi geologi dan geomorfologi serta iklim. Aspek vegetatif dapat diamati bahwa keberadaan pepohonan yang rapat dapat menjadi beban pada proses longsor. Aspek sosial meliputi mitigasi bencana alam secara sosial untuk pencegahan dan penanggulangan bencana. Ternyata upaya mitigasi ini belum cukup untuk mengatasi bahaya longsor dan masyarakat masih menjadi korban longsor. Sementara bantuan bibit terus berlangsung dan masyarakat terus menanam tanaman kehutanan di lahan miliknya. Beberapa lokasi longsor di tahun 2013, 2014 dan 2015 disajikan pada Gambar 1.2.

Penggunaan lahan dan perubahannya perlu memperhatikan pola dan struktur ruang pada suatu tingkat pengambilan keputusan. Karena itu kebijakan penggunaan lahan di Indonesia diatur secara hirarki dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota dalam peraturan perundangan tentang penataan ruang.

Penataan ruang diartikan sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Bab I Pasal 1 Ketentuan Umum. Dalam perencanaan tata ruang wilayah, tata ruang kehutanan berada pada rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung yaitu peruntukan bagi perlindungan DAS/tata air, konservasi keanekaragaman hayati beserta

(3)

3 ekosistemnya, dan fungsi budi daya bagi Hutan Produksi. Selain itu lahan hutan juga berada di lahan milik masyarakat.

Gambar 1.2. Beberapa Lokasi Kejadian Longsor Kulon Progo

Perencanaan penataan ruang akan berimplikasi pada pengelolaan sumber daya lahan di suatu wilayah yang dimaksudkan tidak hanya untuk menjamin kesejahteraan bagi masyarakat tetapi juga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Berbagai bencana yang terjadi pada sumber daya lahan mendorong diperlukannya pengendalian penggunaan lahan yang diawali dengan melakukan evaluasi lahan. Ketika longsor terjadi di lahan milik masyarakat, maka kondisi biofisik lahan dan peran masyarakat sebagai agen pengguna lahan dalam mengelola lahannya menjadi dua hal yang perlu dikaji secara terintegrasi.

2013: Pedukuhan Tegalsari, Desa Ngargosari Kecamatan Samigaluh.

2014: Pedukuhan Plampang II, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap

2015: Pedukuhan Puyang, Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh

(4)

4 Di sisi lain, respon manusia terhadap lahan memberi efek kepada bentuk penggunaan lahan yang dimiliki, dengan asumsi mereka sangat bergantung pada lahan, seperti umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia. Alternatif lahan yang dimiliki oleh seorang individu mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingannya dalam menjalankan kehidupannya .

1.2 Rumusan Masalah

Paradigma yang diyakini selama ini adalah bahwa hutan dapat mencegah erosi, longsor dan banjir. Kegiatan reforestasi di lahan kritis milik masyarakat di Kulon Progo sudah menjadi program rutin pemerintah dan tutupan lahan hutan pun bertambah. Tetapi dalam kenyataannya, peristiwa longsor terus terjadi, terkadang di tempat yang sama pada lahan milik masyarakat. Dari isu sentral bencana longsor tersebut, diidentifikasi pokok masalah sebagai berikut:

1. Kondisi lahan sudah terdegradasi kemampuannya dan pengelolaan lahannya sudah tidak sesuai. Lokasi longsor terjadi di lahan milik masyarakat yang merupakan target penanaman dalam program reforestasi. Tutupan hutan bertambah di lahan milik, namun longsor tetap terjadi.

2. Program reboisasi dan rehabilitasi lahan dari pemerintah yang berada di tingkat regional belum cukup memperhatikan peran agen pemilik lahan yang berada di tingkat tapak. Interaksi antara pemilik lahan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani menentukan pengelolaan lahan miliknya. Perilaku petani sebagai agen pengguna lahan untuk tanaman kehutanan di tingkat tapak yang rawan longsor dipengaruhi oleh faktor

(5)

5 internal dalam diri petani dan faktor ekternal agen lain baik individu maupun institusi.

3. Pemilik lahan memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan untuk mengelola lahan miliknya, termasuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pola tanam dalam kondisi rawan longsor. Pada pengambilan keputusan pemilik lahan di dalam pengelolaan lahan miliknya tidak banyak dibahas di dalam sistem evaluasi lahan hutan.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kemampuan lahan dan arahan fungsi kawasan serta kesesuaiannya sebagai dasar dalam menentukan arahan penggunaan dan pengelolaan lahan rawan longsor selanjutnya?

2. Bagaimana peran multi agen dalam pengelolaan lahan hutan di lahan milik masyarakat, interaksi antara faktor internal pemilik lahan dengan faktor eksternal baik di tingkat tapak maupun di tingkat regional dalam mengelola lahannya?

3. Bagaimana peran agen pemilik lahan di tingkat tapak dalam mengelola lahannya ketika menghadapi bencana longsor?

4. Bagaimana pandangan dan tindakan pemilik lahan dalam pengelolaan lahan hutan miliknya yang rawan longsor, serta strategi adaptasi yang diperlukan untuk mempertahankan hidupnya?

(6)

6

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menyusun model spasial arahan penggunaan dan pengelolaan lahan hutan rawan longsor berdasarkan hasil evaluasi lahan, yaitu kemampuan lahan dan kesesuaiannya serta arahan fungsi kawasan dan kesesuaiannya, 2. Menganalisis peran multi agen dan interaksi antara faktor internal agen utama pemilik lahan dengan faktor eksternal, baik di tingkat tapak maupun di tingkat regional.

3. Menyusun model semantik peran agen pemilik lahan dalam penggunaan dan pengelolaan lahan hutan miliknya.

4. Menganalisis daya adaptasi masyarakat dalam pengelolaan lahan hutan dan pemukiman di lahan rawan longsor.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi wilayah penelitian, obyek penelitian, metode dan analisis yang digunakan. Adapun wilayah penelitian meliputi wilayah administrasi Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai satu kesatuan pengambilan keputusan tata guna lahan. Obyek penelitian adalah agen yang berperan dalam penggunaan dan pengelolaan lahan hutan di wilayah Kulon Progo, baik pemilik lahan di tingkat tapak maupun agen yang mempengaruhi pemilik lahan. Agen yang mempengaruhi pemilik lahan dapat berupa individu maupun institusi. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan observasi partisipatif secara top-down dan bottom-up dalam pengamatan kondisi lahan, peran dan perilaku pengguna lahan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif

(7)

7 untuk model spasial penggunaan dan pengelolaan lahan. Analisis peran dan perilaku agen pengguna lahan dana agen yang mempengaruhinya dilakukan secara induktif berdasarkan data dan wawancara.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini bagi ilmu pengetahuan dan implementasi kebijakan adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Mengembangkan metode penelitian yang mengintegrasikan perencanaan penggunaan lahan di tingkat regional dengan perilaku pengguna lahan di tingkat tapak, dalam pengelolaan lahan hutan milik yang rawan longsor. 2. Memberikan dasar pertimbangan yang lebih realistik bagi kebijakan

penggunaan lahan hutan dan penanganan bencana longsor dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dalam penggunaan lahan miliknya.

1.7 Kebaruan Penelitian

Penelitian tentang lahan atau lanskap disajikan dalam model spasial telah banyak dilakukan, termasuk langkah evaluasi penggunaan lahan. Evaluasi lahan dilakukan melalui analisis kemampuan lahan dan kesesuaian lahan bagi jenis tanaman tertentu dalam rangka menilai kekritisan lahan atau langkah rehabilitasi yang diperlukan. Penelitian penggunaan lahan dalam rangka evaluasi lahan telah banyak dilakukan pada aspek biofisik lahan atau faktor abiotik dan biotik yang kemudian menyarankan pola tanam dan jenis tanaman yang sesuai.

Evaluasi lahan yang terkait dengan longsor lahan mulai dilakukan sejalan dengan semakin seringnya kejadian longsor di Indonesia. Terdapat pula penelitian pemodelan spasial ekologis sumber daya lahan, beberapa diantaranya

(8)

8 mengintegrasikan evaluasi lahan dan pola usaha tani untuk tata guna lahan optimal. Penelitian tentang pola tanam agroforestri dan analisis finansial produk agroforestri sudah banyak dilakukan dalam rangka menilai manfaat dari sistem agroforestri di lahan milik masyarakat. Studi pustaka terhadap penelitian-penelitian dengan topik-topik tersebut, khususnya yang telah dilakukan di Kulon Progo disajikan pada Tabel 1.1.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Kulon Progo dengan keunikan kondisi tutupan lahan hutan yang masif di wilayah perbukitan dan pegunungan, namun memiliki kerawanan longsor. Penelitian dilakukan dengan mengintegrasikan model spasial dan model semantik secara berurutan (sequential). Model spasial arahan penggunaan lahan melalui evaluasi lahan hutan yang rawan longsor di lahan milik masyarakat, kemudian model semantik peran pengguna lahan di tingkat tapak yaitu perilaku masyarakat pemilik lahan dalam mengelola lahannya. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan wilayah administrasi pemerintahan dan bukan pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk merespon pemahaman informan di lapangan.

(9)

9 Tabel. 1.1. Penelitian Terkait Topik Lahan hutan/Agroforestri dan Kerawanan Longsor Di Kulon Progo

No. Judul Penelitian (Nama dan Tahun) Metode Penelitian Hasil Penelitian

A Tema Entitas Lahan

1. Case Based Reasoning (CBR) Sebagai Prinsip Dalam Aplikasi Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Untuk Mengurangi Resiko Bencana Longsor Di Sub Das Tinalah, Kulon Progo, Yogyakarta

(Handoko, 2015)

Metode prinsip CBR untuk model penduga longsor MaMoLdans 1.0, dan AHP untuk pembobotan atribut.

Hasil dugaan tipe longsor: aliran tanah, jatuhan batu, longsoran, longsoran batu dan tanah, rayapan, longsor berputar dan longsor bergeser.

Institusi sebagai expert choice dalam AHP: BPBD, TAGANA, BPDAS, LITBANGHUT, BAPPEDA

2. Analisis Ekspresi Topografi Untuk Pemetaan Longsorlahan Di Wilayah Kabupaten Kulonprogo (Al Wahidy, 2013)

Metode survei dengan purposive sampling dan interpretasi ekspresi topografi, melalui bentuk dan kerapatan kontur.

Longsor paling banyak terjadi di Kecamatan Kokap 4 titik desa dengan kelerengan 65%, 90%, 65% dan 30%. Tipe longsor jenis

rotational slump di Samigaluh, dengan bentuk kontur "n" dan rapat.

3. Evaluasi Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai Serang Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Yamani, 2012)

Metode skoring Analisis kesesuaian terhadap Kemampuan Lahan & Arahan Fungsi Kawasan

Kesesuaian terhadap arahan fungsi dan kemampuan lahan adalah Sesuai (51,4% dan 83,93% ), Tidak Sesuai Negatif (32,02% dan 16,07%) dan Tidak 14,17% penggunaan diarahkan untuk ubah ke kebun campur/hutan rakyat (agroforestri)

4. Analyzing Dan Estimating Ldanslide Risk Impact To Road

A Case Study In Samigaluh District, Kulon Progo Regency, Yogyakarta Province (Nugroho, 2012)

Metode survey dan analisis spasial peta tematik lahan, analisis jaringan jalan dan persepsi komunitas

Dampak tertinggi longsor terhadap jalan di segmen 174 dengan kecuraman 86,88%, vegetasi dominan berakar serabut dengan kerapatan tajuk rendah, serta batuan breksi yang memiliki tingkat dekomposisi yang tinggi.

5. Pendugaan Erosi, Kemampuan dan Kekritisasn Lahan untuk Rehabilitasi Sub DAS Tinalah (Widarsih, 2012)

Metode matching dan pengharkatan tingkat kekritisan lahan

Erosi aktual rata-rata 405,81 ton/ha/thn, kelas kemampuan II, IV, V, VI & terluas VII (64,94%).

6. Arahan Penggunaan Lahan Optimal Berdasarkan Aspek Biofisik dan Kebutuhan Minimal Lahan Pertanian Untuk Pengendalian Erosi di DAS Serang (Santoso, 2012a)

Metode skoring evaluasi lahan, analisis usaha tani dan linier programming

Erosi aktual DAS Serang lebih besar dari erosi yang diperbolehkan dan berkurang 22,3% jika penggunaan lahan optimal.

7. Tingkat Kerawanan Longsorlahan Dengan Metode Weight Of Evidence Di Sub Das Secang Kabupaten Kulonprogo (Subekti dan Hadmoko, 2012)

Metode survei lapangan dan weight of evidence untuk tingkat

kerawanan longsor

Longsorlahan terjadi pada guna lahan kebun, pemukiman dan jalan lokal akibat pemotongan lereng. Tipe longsor jatuhan, longsoran dan nendatan. Tingkat kerawanan Rendah 1,37%, Sedang 63,60% & Tinggi 35,04%.

8. Tipologi Pedogeomorfik Kejadian Longsor-lahan di Pegunungan Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia (Priyono, 2012)

Metode survei, data sampling, analisis kualitatif dan kuantitatif.

Terdapat 7 kelompok tipologi pedogeomorfik kejadian longsor lahan dari 6 kelompok karakteristik bentuk-lahan, tiga jenis tanah dan tiga tingkat kerawanan longsorlahan

9. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Dan Potensi Terjadinya Lahan Kritis Di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (Edy Santoso, 2011)

Metode interpretasi citra runtun waktu dan survey lapangan

Lahan kritis di kawsan lindung bertambah karena hutan menjadi semak belukar, sawah tadah hujan dan tegalan, di kawasan budidaya karena terbentuknya pemukiman.

10. Analisis Ekologis Bencana Longsor Lahan Kasus Daerah Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta (Zaman, 2002)

Metode survey dan analisis aspek ekologis pada lokasi longsor

Secara ekologis lokasi longsor dikelompokkan dalam komponen abiotik, biotik dan kultural, yaitu pemotongan lereng, penambahan beban pada lereng dan tata guna lahan untuk budidaya vegetasi

(10)

10 Lanjutan Tabel 1.1....

No. Judul Penelitian (Nama dan Tahun) Metode Penelitian Hasil Penelitian

B Tema Entitas Petani dan Hutan Rakyat

1. Dinamika Agroforestri Tegalan Di Perbukitan Menoreh, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. (The Dynamics of Dry Ldan Agroforestri in Menoreh Hill,Kulonprogo,Yogyakarta). Hani, Aditya dan Priyono Suryanto, 2014

Metode survey jenis tanaman dalam sistem agroforestri di lahan masyarakat.

Terdapat 3 kategori komposisi jenis tanaman dari nilai INP tertinggi pola agroforestri awal (sengon, kelapa, coklat), menengah (sengon, mahoni, cengkeh), lanjut (cengkeh, sengon, kelapa)

2. Involusi Hutan Rakyat (Kasus Di Perbukitan Menoreh Kabupaten Kulon Progo) (Palmolina, 2013)

Metode penelitian etnografi Petani menempatkan tanaman kehutanan sebagai tabungan dan luas lahan > 5.000m2 belum mencukupi kebutuhan hidup subsisten 3. Pengetahuan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan

Pekarangan dan Tegalan Di Perbukitan Menoreh Kabupaten Kulon Progo (Budi, 2012)

Metode kualitatif fenomenologi dan survey dengan multistage sampling untuk penetapan lokasi obyek penelitian

Pengalolaan pekarangan dan tegalan: Di daerah rendah dilakukan secara sambilan; di daerah sedang dan perbukitan dilakukan secara intensif dengan jenis tanaman perkebunan, dengan tanaman kehutanan sengon dan mahoni lebih banyak di perbukitan

Gambar

Gambar 1.2. Beberapa Lokasi Kejadian Longsor Kulon Progo

Referensi

Dokumen terkait

Tehnik ini yang disusun dengan membandingkan kenaikan atau penurunan laporan keuangan pada suatu periode tertentu dengan periode lainnya dari masing-masing pos

Selain itu pengaruh kebijakan dan strategi organisasi adalah faktor – faktor lingkungan baik didalam maupun diluar organisasi mengakibatkan ketidakpastian lingkungan

Merujuk pada uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu masalah bagaimanakah profile UMKM Tenant Inkubator Bisnis Universitas Muria Kudus, bagaimana kinerja UMKM Tenant

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di- lakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan se- mentara bahwa kemampuan materi/subjek spe- sifik pedagogi calon guru biologi

(Abu Su’ud. Menurut sejarahnya, Agama Hindu mempunyai usia yang cukup tua dan panjang, dan merupakan agama yang pertama kali dikenal oleh umat manusia. Agama Hindu pada

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh tim pengabdi dengan bapak kepala sekolah SMK Dharma Utama, bahwa guru di SMK Dharma Utama khususnya guru bahasa

Oleh karena itu kartu DomiCa yang berbasis open ended dapat menjadi alat perantara untuk melatih dan mengasah konsep pecahan siswa SD pada berbagai alternatif

meninjau dan menyesuaikan tarif retribusi kebersihan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng Nomor 2 tahun 1995 tentang Retribusi