• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat adalah dokumen perencanaan tahunan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, merupakan dokumen perencanaan pembangunan peternakan di Jawa Barat sebagai penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 dan Rencana Kerja Kementerian Pertanian 2012.

Penyusunan Renja Dinas mengacu kepada kebutuhan dan permasalahan pembangunan peternakan di Jawa Barat sesuai dengan potensi sumber daya tersedia, dalam rangka mengakomodasikan pencapaian target dan sasaran yang tercantum didalam RKPD, serta dengan menjaga kesinambungan pembangunan sebagaimana yang diarahkan didalam RPJMD dan Renstra Dinas Peternakan 2008-2013.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki peluang yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi, karena memiliki potensi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang besar serta ditunjang dengan tersedianya Sarana dan Prasarana informasi dan kelembagaan serta informasi yang relatif lengkap. Namun walapun mempunyai peluang dan potensi yang lengkap tersebut, di dalam perspektif pembangunan ekonomi, terdapat beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa Jawa Barat masih sangat memerlukan upaya-upaya yang signifikan untuk mengakselerasi laju pembangunan dan pertumbuhan ekonominya.

Beberapa permasalahan pembangunan ekonomi yang masih dihadapi Jawa Barat pada saat ini direfleksikan oleh fakta yang menunjukkan bahwa; (1) masih rendahnya pencapaian pembangunan manusia (dengan

rendahnya pencapaian Indeks Pembangunan Manusia sebagai

indikatornya); (2) tingkat kemiskinan mencapai lebih dari 11 juta jiwa di antara 43 juta jiwa; dan (3) jumlah pengangguran terbuka yang mencapai lebih dari dua juta atau sebesar lebih dari 11 persen dari jumlah angkatan kerja total.

Fakta lain menunjukkan bahwa sekitar 40 persen dari jumlah total rumah tangga di Jawa Barat merupakan rumah tangga pertanian yang

(2)

sangat berkaitan dengan komponen-komponen permasalahan yang dominan. Proporsi rumah tangga pertanian yang cukup signifikan tersebut, maka diyakini bahwa dengan akselerasi pembangunan di sektor pertanian berpotensi dapat memperkuat fundamental ekonomi Jawa Barat melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat pertanian, penciptaan peluang kerja pedesaan dan reduksi tingkat kemiskinan struktural di dalam lingkup regional.

Besaran potensi kontribusi dari sektor pertanian di Jawa Barat terhadap pembangunan ekonomi tidak terlepas dari kontribusi subsektor peternakan di dalam struktur perekonomian. Kontribusi pertumbuhan ekonomi sektor peternakan terhadap pertanian dan regional ternyata menunjukkan kecenderungan yang selalu meningkat antar waktu, dibandingkan dengan sub sektor lainnya di rumpun pertanian. Hal ini dapat dilihat pada periode 1990-an kontribusi pembentukan PDB peternakan terhadap pertanian masih berkisar antara tiga dan lima persen; sementara pada periode tahun 2000 hampir mencapai 15 persen dari total PDB pertanian. Meskipun secara relatif pangsa output sektor peternakan terbilang masih cukup rendah, namun laju pertumbuhan ekonomi yang dimiliki merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan subsektor lainnya di dalam sektor pertanian Jawa Barat. Kecenderungan laju pertumbuhan yang selalu meningkat merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa sektor peternakan dapat berperan sebagai komponen pengungkit (leverage) yang signifikan bagi pertumbuhan perekonomian Jawa Barat.

Tingginya laju pertumbuhan PDB peternakan tersebut, antara lain ditunjang oleh peluang dan potensi pengembangan subsektor peternakan yang masih luas. Namun dalam implementasinya tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh subsektor ini yaitu sampai saat ini usaha sektor peternakan belum mampu secara optimal memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan produk peternakan yang dibutuhkan oleh masyarakat Jawa Barat sendiri, maupun dalam mensejahterakan para pelakunya. Adapun beberapa permasalahan umum yang menjadi kendala pembangunan subsektor peternakan di Jawa Barat antara lain :

(3)

1. Subsektor peternakan masih didominasi oleh para peternak kecil dengan skala usaha terbatas dan merupakan mata pencaharian salah satu dari sub sistem pertanian, kecuali pada komoditas usaha ternak sapi perah dan ayam ras yang sudah dijadikan usaha pokok keluarga.

2. Terbatasnya bibit serta rendahnya penguasaan teknologi dan informasi peternakan.

3. Terbatasnya alokasi permodalan yang murah dan mudah untuk usaha pengembangan peternakan dari lembaga keuangan.

4. Tingginya pemotongan hewan betina produktif tanpa dukungan upaya penyelamatan dan pencegahannya yang belum memadai.

5. Belum terintegrasinya usaha peternakan dari hulu sampai hilir, sehingga mengakibatkan mata rantai tataniaga peternakan panjang dan kurang efisien.

6. Belum jelasnya wilayah kawasan usaha peternakan

Berdasarkan kondisi permasalahan tersebut di atas, dalam rangka terwujudnya produk peternakan yang berdaya saing sekaligus dapat meningkatkan nilai tambah bagi para pelaku usaha peternakan (peternak dan swasta), serta dapat dicapainya kecukupan pangan protein hewani bagi masyarakat Jawa Barat, maka dirasakan masih diperlukan peran aktif pemerintah daerah untuk memfasilitasi para pelaku usaha peternakan.

Adapun dari hasil identifikasi permasalahan yang mendasar dalam penyusunan kebijakan dan program pembangunan peternakan adalah terbatasnya sumber daya yang dimiliki pemerintah serta kewenangan propinsi Jawa Barat. Dilain pihak dengan melihat karakteristik pelaku usaha peternakan di Jawa Barat yang sebagian besar adalah para peternak kecil, maka kebijakan dan program yang disusun harus mampu menjadi pelindung bagi peternak kecil tersebut dan memberikan akses yang sebesar-besarnya bagi para peternak yang berkeinginan untuk maju dan berkembang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam memotivasi dunia usaha dan investasi. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan fasilitasi dan regulasi dari pemerintah yang terintegrasi dan berkesinambungan namun harus dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999.

(4)

Begitu kompleksnya berbagai permasalahan yang dihadapi subsektor peternakan, dan terbatas sumber daya serta kewenangan provinsi serta tidak terprediksikan berbagai faktor luar yang yang menjadi penghambat pembangunan peternakan, maka perlu disusun Rencana Kerja (Renja) Pembangunan di bidang peternakan yang dapat digunakan dalam

menghadapi berbagai tantangan peternakan agar mampu

mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dalam menunjang pencapaian target dan sasaran Jawa Barat.

Untuk menunjang pencapaian target dan sasaran pemerintah provinsi Jawa Barat, melihat keterbatasan sumber daya yang tersedia maka diperlukan fokus-fokus prioritas kegiatan serta sinergitas berbagai sumber daya, secara komprehensif dituangkan didalam kegiatan-kegiatan baik tahunan maupun multiyears, yang diusulkan diakomodasikan untuk difasilitasi dari anggaran dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (APBN), APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten/Kota.

Prioritas pembangunan daerah tahun 2012, sebagaimana yang tercantum dalam RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, yang terkait pada pembangunan peternakan adalah (1) Kemandirian Pangan yang diifokuskan pada ketersediaan dan kecukupan aneka bahan pangan berbasis potensi lokal, yang berkualitas dan berkesinambungan, dan (2) Peningkatan Daya Beli Masyarakat dengan difokuskan pada Pengembangan aneka usaha yang bernilai tambah dan berdaya saing dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran melalui prinsip masyarakat bekerja.

1.2. Landasan Hukum

Dasar hukum penyusunan Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 adalah:

1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

(5)

Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4700);

4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4815);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4817);

9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 8 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 45);

10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D);

11. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 20 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 55);

(6)

12. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi

Jawa Barat Tahun 2008 – 2013 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat

Tahun 2009 Nomor 2 Seri E Tambahan Lembaran Daerah Nomor 59); 13. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 36 Tahun 2009 tentang Tugas

Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (Berita Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 Nomor 109 Seri D).

14. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor …… Tahun 2011 tentang

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.

1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran. 1. Maksud

Penyusunan Rencana Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 dimaksudkan sebagai pedoman bagi :

a. Penyusunan usulan fasilitasi pembangunan peternakan pada

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2012;

b. Dinas Peternakan atau instansi yang membidangi fungsi peternakan Kabupaten/kota se Jawa Barat dalam penyusunan pembangunan peternakan tahun 2012;

c. Penyusunan usulan fasilitasi pembangunan peternakan pada

Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN) alokasi Anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Departemen Pertanian Tahun 2012

2. Tujuan

Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat bertujuan untuk mewujudkan sinergitas antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan peternakan antar wilayah dan antar tingkat pemerintahan (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) serta mewujudkan efisiensi alokasi sumber daya dalam pembangunan regional dan nasional di sektor peternakan.

(7)

3. Sasaran

Sasaran Renja adalah menjadi acuan dan pedoman penyusunan fasilitasi pembangunan peternakan daerah Provinsi Jawa Barat, baik yang bersumber dari APBN maupun yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat.

(8)

BAB II

EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

2.1. Visi dan Misi Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat 2005-2025, tercantum visi jangka panjang Jawa Barat yaitu “Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia”. Pada tahapan kedua RPJPD tersebut (tahun 2008-2013), arah pembangunan ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan infrastruktur strategis, revitalisasi pertanian, perdagangan, jasa dan industri pengolahan yang berdaya saing, rehabilitasi dan konservasi lingkungan serta penataan struktur pemerintahan daerah untuk menyiapkan kemandirian masyarakat Jawa Barat.

2.2. Evaluasi Status dan Kedudukan pencapaian Kinerja Pembangunan Daerah

Dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan fasilitasi pembangunan Peternakan di Jawa Barat, Dinas Peternakan untuk tahun 2010 memperoleh anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 62.499.834.589,- sampai dengan bulan Desember tahun 2010, pencapaian fisik 99.62% dan keuangan sebesar Rp.

61.683.686.147,-Sedangkan untuk rincian pencapaian prosentase realisasi fisik dan keuangan dari masing-masing Belanja / Kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut :

(9)

Tabel 1. Pencapaian Realisasi Fisik dan Keuangan belanja / kegiatan APBD Dinas Peternakan tahun 2010

No. KEGIATAN PAGU

ANGGARAN Realisasi Keuangan (Rp.) (%) Fisik (%) 1 2 3 4 5 6

Belanja Tidak Langsung 23,390,184,484 23,301,295,589 99.62 99.63

1 Belanja Tidak Langsung 23,390,184,484 23,301,295,589 99.62 99.63

A Program Peningkatan Ketahanan Pangan 5,635,402,000 5,576,153,600 98.95 100.00

1 Program Jawa Barat Satu Juta Sapi Tahap I 5,635,402,000 5,576,153,600 98.95 100.00 B Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 500,000,000 462,011,005 92.40 96.76

2

Peningkatan Kesejahteraan dan Kemampuan Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

500,000,000 462,011,005 92.40 96.76 C Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 3,330,635,872 3,169,429,199 95.16 98.35

3 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran

Dinas Peternakan 2,106,935,872 2,040,633,755 96.85 97.57 4

Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih

161,300,000 149,453,847 92.66 100.00

5 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di

BPT Sapi Perah & HMT Cikole - Lembang 185,400,000 169,472,691 91.41 100.00 6 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di

BPPT Sapi Potong Ciamis 145,000,000 138,250,163 95.34 100.00 7 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di

BPPT Domba Margawati dan SPTD Trijaya 117,000,000 102,577,178 87.67 100.00 8 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di

BPPT Unggas Jatiwangi 140,000,000 136,424,752 97.45 100.00 9 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di

Balai Pelatihan Peternakan Cikole - Lembang 100,000,000 88,872,266 88.87 96.27 10 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di

BPMPT 75,000,000 73,413,278 97.88 100.00

11 Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran di BPPPHK Cikole - Lembang 300,000,000 270,331,269 90.11 100.00 D Program Peningkatan Sasarana dan Prasarana

Aparatur 309,536,160 297,381,750 96.07 100.00

12 Pengembangan Sarana dan Prasarana Aparatur Peternakan 309,536,160 297,381,750 96.07 100.00 E Program Pemeliharaan Sasarana dan Prasarana

Aparatur 1,855,406,125 1,806,044,064 97.34 99.08

13 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Dinas

Peternakan Provinsi Jawa Barat 689,108,125 667,707,300 96.89 98.46 14

Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di Balai Perbibitan dan Pengembangan

Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih

150,000,000 147,477,100 98.32 100.00

15 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

BPT Sapi Perah & HMT Cikole - Lembang 326,550,000 311,390,750 95.36 98.01 16 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

BPPT Sapi Potong Ciamis 130,000,000 128,434,000 98.80 100.00 17 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

BPPT Domba Margawati dan SPTD Trijaya 174,748,000 173,013,000 99.01 100.00 18 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

BPPT Unggas Jatiwangi 125,000,000 120,890,020 96.71 100.00 19 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

Balai Pelatihan Peternakan Cikole - Lembang 85,000,000 83,154,000 97.83 100.00 20 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

BPMPT 80,000,000 79,394,800 99.24 100.00

21 Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Kantor di

BPPPHK Cikole - Lembang 95,000,000 94,583,094 99.56 100.00

F Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan 50,000,000 49,811,500 99.62 100.00

22 Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Internal

(10)

No. KEGIATAN PAGU ANGGARAN Realisasi Keuangan (Rp.) (%) Fisik (%) 1 2 3 4 5 6

G Program Peningkatan Produksi Pertanian 23,722,859,948 23,446,073,850 98.83 99.86

23

Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Sapi Perah di Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih

805,018,150 802,773,500 99.72 100.00

24

Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Sapi Perah di BPT Sapi Perah & HMT Cikole - Lembang

886,850,950 874,889,960 98.65 100.00

25

Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Sapi Potong di BPPT Sapi Potong Ciamis

824,726,500 817,726,000 99.15 100.00

26

Pengembangan dan Penguatan Perbibitan Ternak Domba di BPPTD Margawati dan SPTD Trijaya

15,158,284,000 15,007,514,080 99.01 100.00

27 Pengembangan dan Penguatan Perbibitan

Ternak di BPPT Unggas Jatiwangi 475,843,500 468,471,400 98.45 100.00 28

Penguatan Peternak Sapi Perah Guna Meningkatkan Produktivitas dan Kelancaran Distribusi Susu Sapi Perah Lokal (Gerimis Bagus)

2,023,221,250 1,971,476,700 97.44 98.81

29

Pengendalian dan Pengujian Mutu Pakan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak Cikole - Lembang

300,000,000 266,849,000 88.95 96.83

30 Pengembangan Kawasan Usaha Ternak

Domba di Jawa Barat 3,248,915,598 3,236,373,210 99.61 100.00

H Program Pemberdayaan Sumber Daya Pertanian 1,205,810,000 1,163,044,400 96.45 99.94

31 Peningkatan Produktivitas SDM Peternakan di

Balai Pelatihan Peternakan Cikole - Lembang 300,000,000 298,454,500 99.48 100.00 32 Fasilitasi PHK-I dalam Pemberdayaan dan

Pembelajaran Masyarakat di Bidang Pangan 505,810,000 497,674,100 98.39 99.85 33 Pelatihan Inseminasi Buatan 400,000,000 366,915,800 91.73 100.00 I Program Pencegahan dan Penganggulangan

Penyakit Tanaman, Ternak dan Ikan 2,500,000,000 2,412,441,190 96.50 98.89

34

Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Bahan Asal Hewan di Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet Cikole - Lembang

450,000,000 430,995,690 95.78 100.00

35

Pengamatan, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan serta Fasilitasi Penerapan Keamanan Produk Asal Hewan

550,000,000 520,425,000 94.62 94.98

36 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Avian Influenza (Flu Burung) 1,500,000,000 1,461,020,500 97.40 100.00

Jumlah Anggaran APBD Tahun 2010 62,499,834,589 61,683,686,147 98.69 99.62

Dari pencapaian di atas terlihat bahwa pelaksanaan kegiatan fisik dari target yang ditetapkan telah seluruhnya dapat dilaksanakan (100 %), kecuali 14 (empat belas) kegiatan tidak tercapai, fisik (99,62%), sedangkan keuangan (98,69%) dari jumlah total alokasi anggaran Rp. 62,499,834,589 telah terserap sebesar Rp. 61.683.686.147 (98,69%). Serta kegiatan yang bersumber dari Dana APBN baik berbentuk Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan sebagai berikut sebesar Rp. 34.125.730.000,- realisasi keuangan terserap Rp. 30.590.405.184,- (89,64%), sedangkan kegiatan fisik dari target (92,30%). Secara rinci dapat terlihat pada tabel berikut:

(11)

Tabel 2. Pencapaian Realiasasi Fisik dan Keuangan Belanja / Kegiatan APBN Dinas Peternakan Tahun 2010

NO KEGIATAN Pagu Realisasi

Keu (Rp.) % Fisik % DANA APBN 2010 34,125,730,000 30,590,405,184 89,64 92.30 DANA DEKONSENTRASI 4,377,550,000 4,032,758,684 92.12 97.09

DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 3,187,550,000 2,927,101,534 91.83 96.01 PROG.PENGEMBANGAN AGRIBISNIS 245,000,000 233,268,300 95.21 100.00

1 Kegiatan Pengembangan Agroindustri

Perdesaan 245,000,000 233,268,300 95.21 100.00 PROG.PENINGK.. KETAHANAN PANGAN

2,942,550,000

2,693,833,234

91.55 95.67 2 Kegiatan pengendalian Organisme

667,950,000

540,655,200

80.94 80.94

Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit

Hewan, Karantina dan Peningkatan

Ketahanan Pangan

3 Pengembangan Perbibitan Sapi 262,000,000 250,983,250 95.80 100.00

4 Kegiatan Penanganan dan

160,000,000

145,893,200

91.18 100.00

Pengendalian Wabah Virus Flu Burung

pada Hewan dan Restrukturisasi

Perunggasan

5 Kegiatan Peningkatan Produksi , 1,077,600,000

997,932,000

92.61 100.00

Produktivitas dan Produk Pertanian,

serta Pengembangan Kawasan

6 Kegiatan Penyusunan Progran dan 775,000,000

758,369,584

97.85 100.00

Rencana Kerja Pembangunan

DITJEN PPHP 590,000,000 576,825,300 97.77 100.00 8 Kegiatan Pengembangan Agroindustri

590,000,000 576,825,300 97.77 100.00 Perdesaan DITJEN PLA 600,000,000 528,831,850 88.14 100.00 9 Pengendalian dan Perbaikan

600,000,000 528,831,850 88.14 100.00 Infrastruktur Pertanian

DANA TUGAS PEMBANTUAN

29,748,180,000 26.557.646.500

89.27 91.59

10 DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 20,424,180,000 17,998,964,000 88.13 89.56 PROG.PENGEMBANGAN AGRIBISNIS 1,475,000,000 1,473,870,000 99.92 100.00

a Integrasi tanaman Ternak Kompos dan 750,000,000 749,920,000 99.99 100.00 Biogas

b Kegiatan pengembangan agro industri 725,000,000 723,950,000 99.86 100.00 Terpadu

PROG. PENINGK. KETAHANAN PANGAN 18,949,180,000

16,525,094,000

87.21 88.75 a Kegiatan pengendalian Organisme

7,602,600,000

6,027,229,000

79.28 81.86

(12)

NO KEGIATAN Pagu Realisasi

Keu (Rp.) % Fisik %

Hewan, Karantina dan Peningkatan

Ketahanan Pangan

b Kegiatan Pengembangan Pembibitan 7,646,980,000 6,883,990,000 90.02 90.35 sapi

c Kegiatan Penanganan dan

1,933,600,000

1,911,030,000

98.83 99.22

Pengendalian Wabah Virus Flu Burung

pada Hewan dan Restrukturisasi

Perunggasan

d Kegiatan Peningkatan Produksi , 1,766,000,000

1,702,845,000

96.42 100.00

Produktivitas dan Produk Pertanian,

serta Pengembangan Kawasan

11 DITJEN PPHP 6,100,000,000 5,366,382,500 87.97 93.44 a Pengembangan Pertanian, Organik dan

4,600,000,000 4,048,303,500 88.01 91.30 Pertanian Berkelanjutan

Pengembangan Agroindustri Terpadu

b Peningkatan Pasca Panen dan 1,500,000,000

1,318,079,000

87.87 100.00

Pemasaran Komoditas Pertanian

12 DITJEN PLA 3,224,000,000 3,192,300,000 99.02 100.95

a Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur 3,199,000,000 3,176,000,000 99.28 100.95 Pertanian

b Peningkatan Sistem penyuluhan , SDM 25,000,000

16,300,000

65.20 100.00

Pertanian dan Pengembangan

Kelompok Tani

Melalui fasilitasi pelaksanaan DPA Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat tahun 2011 telah mendorong masyarakat dan swasta di Jawa Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap pencapaian keberhasilan sasaran program maupun kebijakan yang telah ditetapkan dapat dilihat sebagai berikut :

Populasi ternak di Jawa Barat pada tahun 2010 dibandingkan dengan target yang ditetapkan telah menunjukkan angka yang capaian dengan kisaran antara 1,47 – 25,93%, adapun pencapaian populasi ternak dibandingkan target secara rinci antara lain sapi potong 5,14%; sapi perah 1,47%; kerbau - 0,90%; kuda 0,71%; kambing 11,49%; domba 8,50%; babi 25,93%; ayam buras -2,57%; ayam ras petelur 6,69%; ayam ras pedaging 8,09%, dan itik -0,62%. Sejalan dengan pertumbuhan populasi ternak, maka produk hasil peternakan mengalami pencapaian yang cukup baik dalam tahun 2010 yaitu produksi

(13)

daging sebanyak 535.616 ton; produksi telur sebanyak 173.309 ton dan produksi susu sebanyak 253.664 ton.

Walau pun kegiatan sosialisasi serta cakupan vaksinasi Avian Influenza (AI) pada unggas, vaksinasi rabies pada HPR, vaksinasi anthrax pada ternak ruminansia, vaksinasi brucellosis pada ternak sapi perah dan eliminasi anjing liar/diliarkan belum optimal namun pengendalian PHMS di Jawa Barat tahun 2010 telah memperlihatkan hasil sebagai berikut :

- Penurunan kasus AI

- Penurunan kasus rabies

- Dipertahankannya nol kasus positif anthrax pada hewan,

- Masih terdapatnya kasus positif Brucellosis pada ternak sapi perah

2.3. Isu Strategis dan Masalah Mendesak

Dari berbagai potensi dan permasalahan peternakan yang muncul,

maka dapat ditarik permasalahan peternakan yang memerlukan

penanggulangan secara tepat dan konfrehensif, yaitu:

1. Peternakan dan perikanan darat merupakan corebisnis di lingkup pertanian yang masih mempunyai peluang pengembangan yang besar, dalam menggerakkan peningkatan pendapatan masyarakat khususnya di pedesaan.

2. Krisis Global yang berdampak terhadap supply dan demand peternakan, terutama pada komoditi Ayam Ras dan Sapi Potong yang sangat tergantung kepada komponen impor, serta harga produk susu yang rendah.

3. Potensi populasi ternak domba/kambing, belum mampu menjadi sumber pendapatan keluarga serta belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik maupun ekspor.

4. Masih merebaknya ancaman penyakit flu burung dan Penyakit Hewan Menular Strategis lainnya. Terutama untuk penyakit yang disebabkan oleh virus Avian Influenza tipe A (H5N1) dan virus H1N1 yang ditularkan melalui unggas dan babi, merupakan trans boundary dissease yaitu penyakit yang dapat menular secara luas tanpa dibatasi oleh batas-batas administrasi suatu daerah, provinsi, negara bahkan benua dan telah menjadi global concern.

(14)

5. Masih rendahnya produksi dan produktifitas peternakan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi Daging, Telur dan Susu

6. Masih tingginya tingkat kendala petenak dalam pengembangan budidaya ternak terhadap ketersediaan bibit, pakan dan pemasaran.

7. Masih belum terintegrasinya usaha peternakan dengan potensi lahan usaha yang tersedia, akibat belum terpadunya pengembangan wilayah dengan penetapan komoditas unggulan disetiap Kabupaten. sehingga input produksi menjadi relatif tinggi dan menurunkan daya saing produk. 8. Belum termanfaatkannya perfomance ternak hasil Inseminasi Buatan dalam menunjang peningkatan produksi dan produktifitas ternak sapi potong dan sapi perah, akibat tingginya tingkat migrasi di peternak. 9. Belum termanfaatkannya secara optimal potensi pengembangan ternak

domba di Jawa Barat

10. Belum tertatanya sistem data informasi dalam menunjang

pengembangan usaha peternakan di setiap Kabupaten/Kota.

11. Masih belum kondusifnya lembaga keuangan yang mudah dan murah diakses oleh para peternak dalam penyediaan sumber pembiayaan usaha peternakan.

12. Belum optimalnya lembaga pemerintah dalam melayani kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan teknis peternakan maupun bibit ternak.

(15)

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN KELEMBAGAAN

3.1. Kondisi Umum Daerah

Mengutip Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, kondisi umum daerah provinsi Jawa Barat dapat dilihat secara umum dari refleksi kondisi makro khususnya indikator makro yang berkaitan dengan pembangunan peternakan, adalah sebagai mana berikut :

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2010, berdasarkan angka sangat sementara Baban Pusat Statistik, mencapai 72,08 poin meningkat 0,44 poin dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 71,64 poin, yang berasal dari Indeks Pendidikan sebesar 81,67 poin, Indeks kesehatan 72,00 poin dan Indeks Daya Beli 62,57 poin. Dari ketiga indeks tersebut maka Indeks Daya beli masih menjadi titik lemah dalam pencapaian target IPM pada tahun 2010.

Laju Pertumbuhan Ekonomi, secara umum keberhasilan

pembangunan perekonomian Jawa Barat pada Tahun 2010, ditunjukan dengan adanya peningkatan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang mencapai 6,09% atau meningkat 1,8% dibandingkan dengan capaian LPE Tahun 2009 sebesar 4,29%. Angka tersebut telah melebihi asumsi LPE yang ditetapkan pada Kebijakan Umum APBD Perubahan Tahun 2010 sebesar 5,0 – 6,0%. Kenaikan LPE tersebut sejalan dengan meningkatnya nilai PDRB atas dasar harga konstan Tahun 2000 sebesar Rp. 321,87 Trilyun. Peningkatan tersebut didominasi oleh pertumbuhan sektor tersier terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 11,56%, dengan struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor sekunder terutama sektor industri pengolahan sebesar 37,73%.

Inflasi Tahun 2010 tercatat sebesar 6,46% sesuai dengan kisaran asumsi menurut APBD Tahun 2010 yaitu sebesar 6-7%. Sementara Laju inflasi nasional Tahun 2010 mencapai angka 9,96%. Laju inflasi gabungan tujuh kota di Jawa Barat pada Triwulan IV 2010 secara triwulanan dan tahunan mengalami perlambatan. Inflasi mencapai 2,00 % (qtq) dan 3,09 % (yoy) masih berada dalam kisaran target inflasi tahun 2010 sebesar 6,62 %.

(16)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), selama periode tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun dasar 2000 mengalami peningkatan sebesar 6,09% dari Rp. 303,40 trilyun pada tahun 2009 menjadi Rp. 321,87 trilyun pada tahun 2010.

Pencapaian PDRB tahun 2010 berdasarkan harga konstan tahun dasar 2000, kinerja sektor sekunder dan sektor tersier selama tahun 2010 menunjukan pertumbuhan yang pesat, sedangkan sektor primer mengalami pertumbuhan melambat. Kinerja kelompok sekunder mampu tumbuh sebesar 3,90% dari tahun 2009. PDRB sektor sekunder (Industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta bangunan) tahun 2009 sebesar Rp. 148,57 trilyun, tahun 2010 naik menjadi Rp. 154,38 trilyun. Kelompok sektor tersier (Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan komunikasi; keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan; serta jasa-jasa) tahun 2010 meningkat sebesar 11,56% dari tahun sebelumnya. Pda tahun 2009 PDRB sektor tersier sebesar Rp. 105,69 trilyun, meningkat menjadi Rp. 117,89 trilyun pada tahun 2010. Tahun 2010 sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) mengalami pertumbuhan relatif rendah hanya sebesar 0,93% dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2009, kelompok sektor primer sebesar Rp. 49,14 trilyun meningkat menjadi Rp. 49,60% trilyun tahun 2010..

Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Jawa Barat. Sebagai gambaran, meskipun kontribusi UKM saat ini sangat kecil, yaitu hanya 30-35% terhadap perekonomian nasional dan dalam ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja.

Nilai Tukar Petani (NTP) yang mencerminkan kondisi kualitas dan kesejahteraan petani dan nelayan dan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan, diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase),. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.

(17)

Jawa Barat secara umum yang terbentuk dari gabungan komoditas tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan. Pada bulan Desember 2010 mengalami kenaikan sebesar 3,45% atau sebesar 3,37 menjadi 101,16 dari Desember 2009 sebesar 97,79.

Kenaikan nilai tukar petani disebabkan oleh naiknya indeks harga yang diterima petani sebesar 12,28% dari 122,47 menjadi 137,51 dibandingkan kenaikan harga yang dibayar petani sebesar 8,22% yaitu dari 125,24 menjadi 135,53.

Jumlah penduduk pada Tahun 2010 sebesar 43.053.732 jiwa, dengan komposisi laki-laki 21.907.040 jiwa atau 50,88%, sedangkan perempuan 21.146.692 jiwa (49,12%), dengan kepadatan penduduk 1.159 orang per km persegi. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Provinsi Jawa Barat relatif terus menurun, pada periode 2010 LPP-nya mengalami penurunan menjadi 1,89 %. LPP periode 2010-2011 sebesar 1,77 - 1,99 %, lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 2,00%. Kondisi tersebut menunjukkan upaya pengendalian penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik.

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Daerah (Sakerda) tahun 2009, jumlah angkatan kerja mencapai 18.981.260 jiwa atau sebesar 62,88% dari total penduduk usia kerja. Jika dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi peningkatan sebesar 1,28% dengan komposisi angkatan kerja laki-laki sebanyak 66,43% dan angkatan kerja perempuan 33,57%. Kondisi ini menunjukkan kultur dan norma sosial yang terbangun di tengah masyarakat cenderung masih mengutamakan peran laki-laki di tengah keluarga daripada peran perempuan.

Dari lima lapangan usaha terbesar di Jawa Barat, ada 3 sektor lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Ketiga sektor ini masing-masing adalah sektor pertanian (25,03%), sektor industry (18,60%) dan sektor perdagangan (25,01%), sementara sisanya terserap di berbagai lapangan usaha lainnya.

3.2. Kondisi Umum Pelayanan OPD Dinas Peternakan

Pembangunan ekonomi regional di Jawa Barat sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi Pembangunan Provinsi dituntut untuk melakukan

(18)

business) perekonomian yang mempunyai prospek dalam skala regional maupun nasional. Salah satu core business Jawa Barat adalah bidang agribisnis. Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan agribisnis di Jawa Barat, yaitu dengan menetapkan fokus komoditas yang akan dikembangkan dengan menetapkan komoditas unggulan serta kawasan sentra produksinya berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatif yang dimiliki oleh setiap komoditas.

Salah satu subsektor unggulan dalam bidang agribisnis adalah subsektor peternakan. Dilihat dari sisi potensi, usaha peternakan sudah menjadi kebiasaan masyarakat perdesaan di Jawa Barat sebagai usaha sambilan ataupun sebagai usaha pokok keluarganya dan sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani di Jawa Barat. Selain itu, pengembangan di subsektor peternakan memberikan kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Produk utama yang dihasilkan oleh peternakan adalah daging, telur, dan susu. Bila kita lihat pencapaian norma gizi masyarakat Jawa Barat terhadap produk-produk peternakan tersebut memperlihatkan tingkat pencapaian yang kurang memuaskan untuk produk daging dan telur karena hanya mencapai 53% dari target yang ditetapkan. Tetapi untuk angka pencapaian norma gizi pada produk susu memperlihatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa produk peternakan belum sepenuhnya menjadi bahan makanan sehari-hari dari masyarakat Jawa Barat. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak tercapainnya angka norma gizi tersebut adalah produk peternakan masih menjadi produk istimewa karena harga yang relative mahal. Faktor lainnya adalah rata-rata tingkat pendapatan masyarakat masih rendah sehingga alokasi konsumsi masih terfokus pada produk peternakan yang relative terjangkau masyrakat.

Jawa Barat selain sebagai daerah konsumen produk peternakan, juga merupakan daerah penghasil utama produk peternakan, terutama untuk produksi susu Jawa Barat menempati urutan ke dua setelah Jawa Timur sedangkan ayam pedaging menduduki peringkat pertama. Produksi daging

(19)

di Jawa Barat di dominasi oleh produksi ayam ras pedaging, sedangkan daging yang berasal dari sapi potong baru mampu memberikan kontribusinya terhadap kebutuhan total daging sekitar 17,26 % pada tahun 2010.

Khusus komoditi susu, pada awal tahun 2010 terjadi permasalahan yang cukup mendesak yang diakibatkan oleh krisis global yang melemahkan serapan dunia terhadap produk susu berdampak terhadap harga susu dunia rendah, sehingga IPS lebih memilih susu impor yang mempunyai kualitas rendah dan harga yang murah sertta mengurangi pasokan susu rakyat atau menurunkan harga beli dari dari rakyat. Sedangkan pada komoditi daging apabila dilihat berdasarkan sasaran produksinya, ternyata telah terlampaui pada tahun 2005. Namun khususnya bagi komoditi daging sapi kenaikannya sangat tidak berarti bila dibandingkan dengan ayam ras pedaging serta peningkatan permintaan.

Tabel 1. Realisasi Produksi Daging Sapi, Ayam Pedaging dan Produksi Susu di Jawa Barat Tahun 2006 - 2009 (dalam ton)

No Komoditas Tahun/ton 2007 2008 2009 2010 A DAGING 469.912 480.057 498.784 535.616 Sapi 77.280 71.350 70.499 79.582 Ayam Pedaging 309.839 335.151 352.140 380.614 B SUSU 225.190 242.102 256.440 260.201

Sumber : Dinas Peternakan Prov. Jawa Barat

Tabel 2. Perkembangan PDRB Peternakan Tahun 2007 - 2010

(Berdasarkan Harga Berlaku)

Uraian Tahun 2007 2008 2009 2010 R (%) 1. Peternakan (juta rupiah) 8.074.429,00 9.851.784,00 11.902.686,00 2. Pertanian (Juta Rupiah) 62.894.902,00 67.849.463,00 79.896.246,00 3. Jawa Barat (Juta

Rupiah) 526.608.764,85 602.420.555,35 652.028.906,00 4. Peternakan terhadap

Pertanian (%) 12,84 14,52

5. Peternakan terhadap

Jawa Barat (%) 1,53 1,64

(20)

Berdasarkan kedua tabel di atas, maka Provinsi Jawa Barat mempunyai potensi dan prospek sebagai wilayah konsumsi dan wilayah produksi untuk produk-produk peternakan. Potensi dan prospek tersebut harus direspon oleh pemerintah Jawa Barat melalui upaya promosi guna mengundah investor untuk menginvestasikan dananya di kedua opportunity tersebut, yaitu sisi konsumsi dan produksi dari produk-produk peternakan.

Kontribusi sub sektor peternakan terhadap PDRB Jawa Barat setiap tahun terus meningkat, walaupun secara besarannya masih relatif kecil, namun dibandingkan secara keseluruhan PDRB Pertanian, sub sektor peternakan tersebut menjadi subsektor unggulan di dalam pembangunan Jawa Barat.

Gambaran perekonomian Jawa Barat ditinjau dari transaksi perdagangan, secara keseluruhan transaksi perdagangan seluruh sektor perekonomian Jawa Barat mengalami surplus perdagangan. Artinya total ekspor yang dikeluarkan melebihi impor yang dibutuhkan oleh seluruh sektor perekonomian oleh Provinsi Jawa Barat. Sektor-sektor yang mengalami surplus perdagangan adalah sektor jasa-jasa; industri; keuangan, usaha bangunan, dan jasa perusahaan; perdangangan, hotel dan restoran;

transportasi dan komunikasi; serta listrik, gas, dan air. Adapun sektor pertanian dan seluruh subsektornya mengalami defisit perdagangan, termasuk subsektor peternakan. Hal ini dapat membuktikan bahwa untuk memproduksi barang atau produk dari sektor pertanian diperlukan berbagai input produksi yang harus didatangkan dari luar negeri (import content). Artinya komponen impor masih mendominasi input produksi bagi subsektor peternakan. Di samping itu, produksi dari produk-produk pertanian termasuk subsektor peternakan lebih banyak dikonsumsi di dalam negeri dibandingkan dengan di ekspor. Di lihat dari sisi tersebut, maka Provinsi Jawa Barat termasuk wilayah konsumsi untuk produk-produk pertanian umumnya dan peternakan pada khususnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat memberi gambaran kepada kita bahwa komponen impor yang digunakan untuk proses produksi masih mendominasi input produksi subsektor peternakan. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan adalah mencari alternatif input produksi dari bahan baku lokal kuantitas dan kualitasnya menyamai dengan produk impor

(21)

tersebut melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Upaya penelitian dan pengembangan terhadap sumber daya lokal dilakukan agar ketergantungan kita terhadap bahan baku impor dapat dikurangi dari waktu ke waktu.

Di Jawa Barat saat ini tercatat 94 perusahaan yang bergerak di bidang sub system agribisnis hulu, antara lain industri obat hewan/vaksin 49 perusahaan, industri pakan konsentrat 10 perusahaan, industri pembibit ternak ayam ras 24 (PS) dan 11 (GPS) perusahaan, 45 perusahaan yang bergerak di bidang sub sistem agribisnis budidaya meliputi sapi perah 3 perusahaan; sapi potong 12 perusahaan; domba 1 perusahaan; ayam ras 29 perusahaan serta 586 perusahaan yang bergerak dibidang sub system agribisnis hilir berupa fasilitas pemotong Hewan/Unggas RPH/TPH sebanyak 216 buah TPH dan dan RPU/TPU sebanyak 356 buah serta industri pengolahan hasil 14 perusahaan.

Kelembagaan tani yang dikembangkan saat ini tercatat 1.515 kelompok tani ternak, dengan klasifikasi pemula 641 kelompok, lanjut 417 kelompok dan madya 64 kelompok dan utama 4 kelompok serta 389 kelompok yang belum dikukuhkan. Kondisi ini menggambarkan secara tidak langsung, baru 32,01% sumberdaya peternak yang dapat bermitra sejajar dan bersaing dengan perusahaan Peternakan dalam membangun agribisnis Peternakan.

Kelembagaan ekonomi berupa KUD/Koperasi Peternakan saat ini tercatat sebanyak 41 KUD/Koperasi yang terdiri dari KUD/Koperasi sapi perah 26 KUD/Koperasi, Koperasi perunggasan 13 koperasi dan 2 koperasi sapi potong. Keberadaan KUD/Koperasi ini baru terbatas dalam penyediaan sub system agribisnis hulu (pakan, pelayanan, fasilitas permodalan dan penyediaan sarana obat-obatan/vaksin) dan sebagian kecil sub system agribisnis hilir berupa channeling pemasaran dan pengolahan susu. Dilihat dari kelembagaan yang tersedia, komoditas ayam ras, sapi perah dan sapi potong merupakan komoditas yang siap untuk dikembangkan menjadi industri Peternakan yang berwawasan agibisnis.

Untuk Wilayah pengembangan agribisnis, tetap mengacu berdasarkan 8 (delapan) kawasan andalan yang telah ditetapkan, antara lain di kawasan andalan Ciayumajakuning, Bopuncur dan sekitarnya, Sukabumi, Cekungan

(22)

Bandung dan Priangan Timur, Purwasuka, Pangandaran dan Bodebek. Secara teknis wilayah pengembangan komoditas Peternakan yang cukup potensial, antara lain di Bagian Selatan Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur dan Sukabumi yang merupakan daerah berbukit dengan sedikit daerah pantai Lautan Hindia dengan luas area 9.091,79 km2 (26,74% dari luas Jawa Barat) merupakan daerah pengembangan sapi potong dan kerbau dengan daya tampung 2.165.945 Satuan Ternak. Di Bagian Tengah Kabupaten Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Majalengka, Kuningan, Tasikmalaya dan Garut merupakan daerah rangkaian pegunungan dengan suhu udara rata-rata 1800 C dengan luas area 16.551,85 km2 (48,80% dari luas Jawa Barat) merupakan daerah potensial pengembangan pengembangan sapi perah dan domba garut dengan daya tampung 1.664.297 ST (Satuan Ternak). dibagian Utara Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang dan Bekasi yang merupakan daerah berbukit dengan sedikit daerah pantai Laut Jawa dengan luas area 8.317,12 km2 (24,46% dari luas Jawa Barat) merupakan daerah potensial pengembangan domba/kambing priangan dan ternak unggas dengan daya tampung 870.890 ST (Satuan Ternak).

Potensi wilayah pengembangan tersebut, saat ini belum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan peternakan, baik skala rakyat maupun industri antara lain disebabkan (1) Prasarana jalan yang terbatas sumber produksi peternakan ; dan (2) Permodalan yang belum mendukung untuk alokasi usahapeternakan.

Bagi kalangan dunia usaha, baik peternak atau pemilik modal kesediaan untuk memilih peternakan sebagai suatu bentuk kegiatan investasi didasarkan kepada perhitungan jangka panjang maupun jangka pendek. Pertimbangan jangka pendek didasarkan kepada layak tidaknya dari segi imbangan arus pendanaan (cash flow), insentif bagi petani berupa pendapatan yang wajar atas korbanan pencurahan kerja (cost opportunity of farm labor), serta tingkat keuntungan usaha jangka pendek yang didasarkan kepada selisih antara total nilai penjualan dan biaya operasional.

Guna peningkatan nilai tambah pada masing-masing sub sistem, maka wilayah Jawa Barat yang secara geografis terbagi kedalam tiga wilayah yaitu Utara, Tengah dan Selatan. Di wilayah Utara dan Tengah,

(23)

sesuai dengan perkembangan saat ini, tampaknya harus dikukuhkan sebagai daerah subsistem pasca produksi. Sedangkan Selatan, merupakan wilayah sub sistem produksi. Peningkatan pendapatan masyarakat industri di wilayah Tengah dan Utara, telah mendorong sub sistem pasca produksi tumbuh subur. Kondisi ini, harus mampu menarik subsistem produksi dan sarana produksi di wilayah selatan. Sehingga pertumbuhan Jawa Barat dapat berkembang secara bersama.

Pembangunan peternakan yang berkelanjutan memerlukan kebijakan yang menyeimbangkan peranan keseluruhan subsistem agribisnis peternakan yaitu pra produksi, produksi atau budi daya, dan pasca produksi yang meliputi kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil. Ketiganya harus mampu berkembang secara terpadu, sehingga potensi sumber daya alam dan pertumbuhan pada salah satu subsistem pada gilirannya harus memacu pertumbuhan pada subsistem lainnya. Pemerintah berkepentingan dengan kesinambungan agribisnis peternakan tersebut, sehingga berperan dalam mendorong bekerjanya pasar yang efisien melalui pelayanan informasi, infrastruktur untuk memperlancar distribusi barang, stabilitas harga dan produksi, dan pengembangan pemanfaatan plasma nutfah.

(24)

BAB IV

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

4.1. Arah Kebijakan Pembangunan Daerah

Sebagai tahun pertama dari pelaksanaan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014, kebijakan

ekonomi makro tahun 2010 diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdimensi pemerataan untuk mencapai sasaran pengurangan kemiskinan menjadi 8,2 % dan pengurangan pengangguran menjadi 5,1 %. Pertumbuhf an ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan investasi dan ekspor pada komoditas non migas dan pertambangan, serta mendorong daya saing industri pengolahan. Investasi juga didorong dengan meningkatkan produktivitas dan akses UKM pada sumberdaya produktivitas. Dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi juga diberikan dengan mempercepat pembangunan infrastruktur dan penyediaan energi termasuk listrik. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.

Stabilitas ekonomi dijaga melalui pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta pelaksanaan kebijakan fiskal yang mengarah pada kesinambungan fiskal (Fiscal Sustainability). Dengan tetap memberi ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Stabilitas ekonomi juga akan didukung dengan reformasi struktural di berbagai bidang dan meningkatnya ketahanan sektor keuangan melalui penguatan dan pengaturan jasa keuangan, perlindungan dana masyarakat, serta peningkatan koordinasi dengan otoritas keuangan melalui jaring pengaman sistem keuangan. Stabilitas ekonomi juga ditingkatkan melalui penyediaan kebutuhan pokok rakyat dengan cadangan beras yang memadai.

Bagi Jawa Barat, tahun 2010 adalah tahun ketiga dalam pelaksanaan RPJMD 2008-2013. Pada tahap ini kebijakan ekonomi daerah diarahkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas

melalui pengembangan kegiatan utama (core businesses) dengan

mewujudkan tujuan bersama (Common Goals) dengan berdasarkan potensi

(25)

memantapkan infrastruktur wilayah dalam rangka mendukung pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah Jawa Barat diarahkan pada peningkatan nilai tambah segenap sumber daya ekonomi melalui pengembangan agribisnis, bisnis kelautan, industri manufaktur, jasa, dan pariwisata, yang ditunjang oleh pengambangan dunia usaha, investasi, infrastruktur dan keuangan daerah.

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas dilakukan melalui pengembangan industri input untuk memperkuat sisi hilir dan meningkatkan nilai tambah dan produktivitas baik di kegiatan agribisnis maupun industri pengolahan. Peningkatan kemitraan antar usaha kecil dan menengah dan jejaringnya merupakan kekuatan penggerak pertumbuhan ekonomi. Penguasaan teknologi informasi yang didukung pembangunan infrastruktur wilayah yang strategis merupakan upaya akselerasi perwujudan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat.

Proyeksi kondisi perekonomian regional makro tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Proyeksi Kondisi Perekonomian Regional Makro Tahun 2010

No INDIKATOR Target Tahun 2008 Rencana

Tahun 2009

Rencana Tahun 2010

1. a. Jumlah Penduduk 42,4 juta jiwa 43,24 juta jiwa 44,09 juta jiwa b. Laju Pertumbuhan Penduduk 1,99% 1,99% 1,99 % 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi 6,5% 6,30% -6,64% 4,6%-5,06% 3. Inflasi 6,5% - 6,9% 7,00%-7,50% 6 % - 7 % 4. PDRB adh Konstan tahun 2000 Rp 293,03 Trilyun Rp. 3.124,5 Triliun Rp. 314,67 – 316,19 Triliun 5. Jumlah Keluarga Miskin <21,20% (<9 juta) <21,20% (<9

juta) <21,20% (<9 juta) 6. Laju Pertumbuhan Investasi 14% >14% 12,43 7. IPM 73,05 75,91 73,51 a. Indeks Pendidikan 83,00 70,40 83,46 b. Indeks Kesehatan 70,68 84,30 73,79

c. Indeks Daya Beli 65,46 71,02 63,28

8. Proporsi Pengangguran 9,8% <9,8% <9,8% 9. Investasi Rp 96,57 Trilyun Rp. 110,08 Triliun Rp. 116,65 – 122,79 Trilyun 10. LP Pertanian 5,29% 3,20%-5,50% 2,8 % - 3,62 % 11. LP Industri 6,35% 6,52%-8,51% 5,3 % - 6,34 % 12. LP Perdagangan 7,47% 7,41%-9,24% 4,8 % - 6,17 %

(26)

Prioritas pembangunan daerah tahun 2010 merupakan penajaman, perlulasan cakupan, dan kelanjutan dari prioritas pembangunan periode 2008 – 2009. Prioritas pembangunan daerah tersebut ditetapkan dengan memperhatikan isu strategis dan aspirasi masyarakat yang telah disepakati dalam Musrenbang. Tema pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

adalah ”Mewujudkan satu kesatuan pembangunan Jawa Barat yang

bermutu dan akuntabel dalam rangka pencapaian Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera“ dengan prioritas pembangunan pada 10 aspek, yang ditindaklanjuti melalui berbagai program yang terkelompokan didalam strategi 10 “common goals” dan “non-common goals”.

Selanjutnya secara operasional dilakukan melalui pengaturan Arah Kebijakan Belanja Daerah dan Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah serta Arah Kebijakan Dana Masyarakat dan Mitra.

4.2. Kebijakan Pembangunan Peternakan

Sebagaimana Rencana Jangka Menengan Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 dan Rencana Strategis Dinas Peternakan Tahun 2008-2013, sebagai acuan pembangunan peternakan dengan visi dan misi Dinas Peternakan yaitu :

- Menjadi Dinas yang memberdayakan sumberdaya domestik menuju

ketahanan pangan asal ternak serta kesejahteraan masyarakat Jawa Barat

-Visi Dinas Peternak dirumuskan dengan tetap mengacu kepada visi Jawa Barat sebagai induk organisasinya. Di dalam pernyataan visi tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang dapat menjelaskan dengan rinci pencapaian organisasi Disnak di masa depan;

(1) Memberdayakan, merujuk kepada proses untuk membuat berdaya.

Salah satu arti dari berdaya adalah berkemampuan (KBBI, 2008). Maka dengan itu, Dinas akan menjadi lembaga yang dapat mengedepankan dan merangkum seluruh kemampuan yang dimiliki masing-masing komponen di dalam sektor peternakan demi tercapainya visi.

(27)

(2) Sumberdaya peternakan, mencerminkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang berada di dalam sektor peternakan Jawa Barat.

(3) Ketahanan pangan, mengandung arti kemandirian di dalam

menciptakan ketahanan dan keamanan pangan, khususnya pangan asal hewan.

(4) Kesejahteraan masyarakat menunjukkan bahwa keberhasilan

pembangunan di sektor peternakan diyakini akan memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat Jawa Barat, dan secara luas akan memberikan kontribusi yang signifikan kepada pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Dengan tiga misi utama yang diemban oleh Disnak; -

(1) Melayani masyarakat peternakan di Jawa Barat dengan profesional melalui kemitraan strategis. Dengan tujuan yang ingin dicapai adalah

terbentuknya kemitraan strategis diantara seluruh pemangku

kepentingan di dalam sektor peternakan Jawa Barat, serta

peningkatan profesionalisme aparatur didalam konteks

keberlangsungan kemitraan.

(2) Memfasilitasi pengembangan kawasan usaha peternakan yang berwawasan lingkungan. Dengan tujuan yang ingin dicapai adalah terdapatnya kawasan-kawasan peternakan yang telah terintegrasi kepada kebijakan tataruang Jawa Barat; terjaminnya ketersediaan bibit ternak unggul didalam kawasan pada jangka panjang; terpenuhinya kebutuhan pakan dan bahan pakan di kawasan dalam jangka panjang; terjaminnya ketersediaan dan sumber air di dalam kawasan

peternakan; terbentuknya kawasan dengan lingkungan yang

diperlukan untuk menjamin berlangsungnya proses produksi dan reproduksi; tersedianya sumber pendanaan bagi usaha ternak dan usaha lainnya yang berkaitan;

(3) Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan status kesehatan masyarakat veteriner, ketahanan dan keamanan pangan asal hewan. Dengan tujuan yang ingin dicapai adalah terjaminnya kualitas kesehatan dan keamanan pangan asal hewan; terciptanya pola dan sistem pasokan pangan asal hewan yang ter-standardisasi;

(28)

tumbuhnya iklim yang kondusif bagi usaha-usaha pengolahan pasca panen didalam kawasan; edukasi dan informasi

Sedangkan untuk sasaran yang tercantum didalam Renstra Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 - 2013 adalah sebagai berikut :

1. Terwujudnya mitra strategis diantara seluruh pemangku kepentingan disektor peternakan di Jawa Barat

2. Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan peternakan yang efektif

3. Terwujudnya keterkaitan kawasan peternakan dalam suatu system ekonomi yang saling menguntungkan

4. Meningkatnya ketersediaan bibit ternak

5. Terwujudnya ketersediaan pasokan pakan ternak sepanjang tahun 6. Meningkatnya produktifitas budidaya peternakan

7. Meningkatnya nilai tambah usaha peternakan 8. Terkendalinya Penyakit Hewan Menular Strategis 9. Terwujudnya sistem jaminan mutu pangan asal hewan

Indikator sasaran pembangunan peternakan tahun 2012 adalah sebagai berikut :

1. Tercapainya tingkat populasi dan ketersediaan produk ternak yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap kebutuhan Telur, Susu dan Daging Unggas dan ruminansia kecil, sedangkan untuk kebutuhan daging sapi dapat ditingkatkan kontribusinya dengan asumsi populasi ternak potong diharapkan memiliki laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,76 persen.

Tabel 4. Proyeksi Populasi Ternak Jawa Barat Tahun 2012

No Jenis Ternak Sasaran Populasi (Ekor)

2010 2011 2012 1 Sapi Perah 115.705 118.480 121.180 2 Sapi Potong 319.128 332.012 345.318 3 Kerbau 149.284 151.205 153.496 4 Kuda 13.069 13.166 13.283 5 Kambing 1.504.836 1.553.053 1.603.365 6 Domba 5.977.367 6.406.911 6.847.862 7 Babi 7.567 7.572 7.575 8 Ayam Buras 29.421.122 30.319.855 31.301.374

(29)

10 Ayam Ras Ped. 81.484.811 87.801.567 97.163.863

11 Itik 9.605.166 10.579.015 11.756.314

Keterangan : *) 1 periode (dalam 1 tahun 6 periode)

2. Tercapainya kecukupan konsumsi dan ketahanan pangan berbasis protein hewani asal ternak sesuai dengan norma gizi sebesar 6 gr prot/kap/hari (Widya Karya tahun 2004).

Tabel 5. Penyediaan Konsumsi Hasil Ternak di Jawa Barat Tahun 2010 (kg/kap/thn)

No Komoditas Norma Gizi 2009 2010 R/T (%) R(09 – 10)

(%)

1. Daging 10,10 7,46 7,48 74,06 0,27

2. Telur 4,70 6,87 6,89 146,60 0,29

3. Susu 6,10 5,80 5,88 96,39 1,38

Gr Prot/Kap/Hari 6,00 6,66 6,67 111,17 0,14

3. Tercapainya tingkat kontribusi sektor peternakan yang signifikan terhadap perekonomian Jawa Barat.

Untuk jangka pendek, PDRB sektor peternakan Jawa Barat diharapkan akan tumbuh sebesar 6.84 persen per tahun sampai 2015. Pertumbuhan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan (imbalan ekonomi) bagi peternak sebesar 4.96 persen per tahun dari baseline.

4. Terwujudnya agribisnis peternakan sebagai salah satu keunggulan kompetititf yang dimiliki oleh Jawa Barat.

Pada lima tahun pertama, sektor peternakan diharapkan telah memiliki model baku sistem kluster peternakan dan sistem rantai pasok produksi, terutama untuk komoditas sapi perah, sapi potong dan ayam ras pedaging dan petelur. Dalam jangka panjang, model-model ini diharapkan dapat menjadi suatu sistem agribisnis peternakan yang dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Selanjutnya dalam upaya memberikan kontribusi terhadap pencapaian keberhasilan pembangunan di Jawa Barat, sekaligus untuk menunjang sasaran-sasaran pemerintah pusat (Departemen Pertanian), maka telah ditetapkan Kebijakan Pembangunan Peternakan yang didasarkan atas kondisi dan sasaran pembangunan peternakan di Jawa Barat, maka

(30)

kebijakan dalam memanfaatkan potensi dasar wilayah secara optimal adalah sebagai berikut :

1) Mengurangi jumlah penduduk miskin melalui peningkatan aktivitas ekonomi berbasis sumberdaya lokal.

2) Perluasan lapangan kerja pada sektor sub sektor peternakan yang berbasis agribisnis

3) Meningkatnya produktivitas usaha ditingkat efisiensi

4) Meningkatkan nilai tambah dan Meningkatnya daya saing produk industri manufaktur yang bertahan baku lokal/komponen lokal.

5) Peningkatan profesionalisme dan kopetensi aparur peternakan yang terbebaskan dari KKN.

Untuk mendukung Tujuan sasaran pembangunan tersebut, terdapat 4 strategi pembangunan peternakan yaitu :

1. Arah pengembangan budidaya dan wilayah peternakan secara komprehensif.

Melalui penetapan wilayah pengembangan prioritas komoditas unggulan yang didukung melalui pengembangan sarana dan prasarana penunjang serta petugas teknis atau kader peternakan, sebagai wilayah-wilayah basis produksi peternakan yang terintegrasi dalam keselerasan sistem agribisnis, dari subsistem hulu sampai subsistem hilir.

2. Arah pengembangan kelembagaan peternakan.

Garis besar domain strategi yang relevan dengan tahapan

pengembangan ini meliputi komponen-komponen berikut ini:

- Pembentukan dan peningkatan kinerja serta peran kelompok ternak, gabungan kelompok ternak dan koperasi di dalam konteks peningkatan hubungan antara peternak, lembaga, pasar (linking farmers to market), jumlah permodalan.

- Peningkatan keragaan infrastruktur, terutama infrastruktur regulasi

dan informasi. Termasuk di dalamnya, upaya-upaya untuk

menciptakan status legalitas (legal framework) yang berkaitan dengan

pemanfaatan sumberdaya peternakan demi menjamin

keberlangsungan insentif.

(31)

Garis besar domain strategi yang relevan dengan arah pengembangan ini meliputi komponen-komponen berikut ini:

- Penginisiasian tumbuhnya pusat-pusat bisnis produk pangan berbasis ternak dengan tujuan mereduksi sekecil mungkin perdagangan ternak hidup antar wilayah.

- Memperluas upaya standarisasi produk-produk industri pengolahan pangan sesuai dengan standard mutu, kesehatan, dan keamanan pangan.

- Penumbuhan mekanisme market intelligence. Mekanisme ini

mencakup pemanfaatan sub terminal, terminal agribisnis, informasi pasar dan niche market.

4. Arah peningkatan profesionalisme dan kompetensi SDM peternakan diarahkan kepada peningkatan pengetahuan dan kompetensi untuk menunjang pelayanan pada masyarakat.

Selanjutnya operasional kebijakan pembangunan peternakan di Jawa Barat, dilaksanakan melalui program-program pembangunan, dimana program tersebut secara teknis sejalan dengan program Departemen Pertanian, serta program pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Adapun program tersebut adalah :

1. Program Peningkatan Produksi, bertujuan mendorong usaha peternakan untuk lebih produktif dan efisien, memiliki nilai tambah dan berdaya saing dipasar;

2. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak,

bertujuan untuk Pencegahan dan Pemberantasan penyakit hewan, terutama Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) yaitu Penyakit Flu Burung pada unggas, Brucellosis, Anthrax dan Rabies serta penyakit individual dan penyakit eksotik

3. Program Pemberdayaan Sumber Pertanian, bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya pertanian di Jawa Barat, guna mendukung daya saing daerah.

4. Program Pemasaran dan Pengolahan Hasil Peternakan,

bertujuan meningkatkan sarana pemasaran dan pengolahan hasil peternakan guna memperoleh margin pemasaran dan nilai tambah pengolahan hasil produk peternakan

(32)

5. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pemerintah yang memadai guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi.

6. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur

bertujuan Meningkatkan keahlian, profesionalisme, kompetensi dan kinerja aparatur.

7. Program Pelayanan Administrasi, dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar operasional unit kerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam mendukung tugas pokok dan fungsi.

8. Program Pemeliharaan sarana dan prasarana aparatur, bertujuan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana operasiona OPD guna mendukung terwujudnya kenyamanan dan pelayanan pada masyarakat.

9. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, tujuan tersedianya sistem pelaporan capaian kinerja pada OPD guna penyediaan dokumen operasional untuk mendukng capaian kinerja organisasi.

10. Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah,

Gambar

Tabel 1. Pencapaian Realisasi Fisik dan Keuangan belanja / kegiatan  APBD Dinas Peternakan tahun 2010
Tabel  2.  Pencapaian  Realiasasi  Fisik  dan  Keuangan  Belanja  /  Kegiatan  APBN Dinas Peternakan Tahun 2010
Tabel 3. Proyeksi Kondisi Perekonomian Regional Makro Tahun 2010
Tabel 4.  Proyeksi Populasi Ternak Jawa Barat Tahun 2012

Referensi

Dokumen terkait

adalah mahasiswa Fakultas Teknik dari 6 jurusan yang masing-masing diambil 15 orang. sehingga total sampel berjumlah 90

1) uang dan/atau setara uang, dalam hal ini termasuk tapi tidak terbatas pada voucher dan cek, yang diberikan kepada Pegawai Kementerian dan penyelenggara negara di

Lebih lanjut, Harimurti dalam Chaer (2002:110) menyatakan bahwa medan makna adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang

Berbagai masalah tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang terjadi belakangan ini terutama tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dimana dalam tahap penyidikan masih

90 Gagasan dan perjuangannya yang besar dalam mencapai kesetaraan dan kebebasan hidup, semakin menjadi penegas bahwa Hassan Hanafi merupakan intelektual kiri yang

Terkait dengan fenomena ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004

memberikan bantuan seperti yang dikehendaki oleh Sultan Abdullah kerana kerajaan Siam. lebih kuat berbanding

[r]