• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH (HPL) DAN REALITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH (HPL) DAN REALITAS PEMBANGUNAN INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH (HPL)

DAN REALITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

Elit a Rahmi

Fakult as Hukum Universit as Jambi E-mail: elit a_rahmi@yahoo.co. id

Abst r act

Management Ri ght on Land (HPL) i s r i ght out si de i n Act No. 5 of 1960 on Basi c Regul at ion on Agr ar i an Pr i nci pl es (Undang-undang Pokok Agr ar i a/ UUPA) t hat gr ow and develop i n accor dance wit h t he demands of t he devel opment . Ri ght s t hat has exist ed since t he col oni al er a al r eady f or mul at ed i n a speci al r egul at ion, so t hat t he hol der s of HPL wi t h ar e t hir d par t ies who ut i l i ze HPL wi t hi n t he l aw and mor al s. Development hel d i n Indonesi a st i l l r equir es t he exi st ence of HPL, due t o l i mit ed gover nment f unds and t he empower ment of gover nment agenci es cent r al gover nment and local gover nment . HPL may become a t est of t he r i ght cont r ol of t he count r y. Ar e t he economi cal l y weak have a pl ace in exi st ence i n or der t o compensat e par t ies who HPL al ways "l and ekl poi t at ion " t he i nvest or s.

Key wor d: Management Right , val ue, devel opment .

Abst rak

Hak Pengelolaan At as Tanah (HPL) adalah hak di luar UUPA yang t umbuh dan berkembang sesuai dengan t unt ut an pembangunan. Hak yang t elah ada sej ak zaman penj aj ahan perlu dirumuskan dalam suat u perat uran perundang-undangan, sehingga ant ara pemegang HPL dengan pihak ket iga yang memanf aat kan HPL berada dalam koridor Kepast ian hukum, keadilan dan kemanf aat an. Pembangunan yang berlangsung di Indonesia masih membut uhkan eksist ensi HPL, akibat ket erbat asan dana pemerint ah, dan dalam rangka pemberdayaan Inst ansi Pemerint ah (pusat ) maupun Pemerint ah Daerah. HPL dapat menj adi alat uj i t erhadap hak menguasai dari negara. Apakah golongan ekonomi lemah t elah mendapat t empat dalam eksist ensi HPL guna mengimbangi pihak yang senant iasa “ mengeklpoit asi t anah” yait u pihak pemodal.

Kat a Kunci: Hak Pengelolaan, nilai, Pembangunan

Pendahuluan

Pro dan kont ra t erhadap eksist ensi Hak Pengelolaan at as Tanah (selanj ut nya disingkat HPL) t erus bergulir. Apabila kerancuan ini t e-rus berlangsung, maka akan berdampak kepa-da persoalan pert anahan yang t ikepa-dak kunj ung selesai.1 Suka at au t idak suka HPL adalah rea-lit as pembangunan Indonesia yang masyarakat sangat het erogen dan st rukt ur t anahnya sangat variat if . Di sisi lain, sist em pendaf t aran t anah

1 Sej ak 2000 Juni 2010, ada 1. 012 kasus yang mel ibat -kan pet ani dan nel ayan. Sebanyak 630 kasus t erkait penguasaan l ahan. Akar masal ahnya t idak merat anya penguasaan l ahan. Pet ani hanya menguasai rat a-rat a 0, 3 hekt ar. Lihat Kompas, 2010, Ref or ma Agr ar i a Unt uk Tunt askan konf l i k, t anggal 29 Jul i , hl m. 12.

belum maksimal,2 sehingga luas t anah negara akan lebih luas dibanding t anah hak, sebagai cont oh 85 j ut a bidang t anah di Indonesia, baru 31 persen yang t erdaf t ar, dibut uhkan wakt u paling cepat 20 t ahun unt uk pendaf t aran se-mua t anah.3 Akibat nya banyak t erj adi t anah t erlant ar.4

2

Lihat Mhd Yamin Lubis dan Rahim Lubis, Hukum Pendaf t ar an Tanah, Mandar Maj u Bandung 2008, hl m. 6. Bandingkan dengan Adr ian Sut edi, 2006, Pol i t i k dan Kebi j aksanaan Hukum Per t anahan Ser t a Ber bagai Per masal ahannya, Jakart a: BP. Cipt a Jaya, hl m. 1. 3 Tanah Negar a adal ah t anah yang dikuasai l angsung ol eh

negara (Pasal 1 ayat (1) PP No. 8 Tahun 1953 Tent ang Penguasaan Tanah Negar a), dengan kat a l ain t anah negara adal ah t anah yang bel um dil ekat i sesuat u hak. Sej at inya menurut hukum t anah negar a adal ah, t anah yang kont r as dengan t anah hak

4

(2)

ke-Pembangunan Indonesia menunt ut eksis-t ensi HPL perlu disempurnakan uneksis-t uk dikoreksi sesuai dengan hakekat dan prinsip-prinsip hukum baik it u segi f ilosof is, yuridis dan sosiologis. Fakt a hukum menunj ukkan pem-bangunan yang t engah berlangsung di Indo-nesia masih memerlukan keberadaan HPL se-bagai bagian dari hak menguasai dari negara, segera diat ur dengan t epat dalam rangka mengat asi persoalan kemiskinan, ket idak-merat aan penduduk, let ak geograf is Indonesia, pemusat an pembangunan, dan dampak dari t anah t erlant ar.

Penyeimbangan pengunaan HPL unt uk golongan ekonomi lemah dengan akses yang t erbat as adalah mimpi yang harus diwuj udkan negara. Kecenderungan t anah HPL pada komo-dit as ekonomi, dimana t anah dieksploit asi unt uk kepent ingan spekulasi dan pembangunan yang kurang berpihak kepada rakyat , harus diwaspadai baik secara prevent if dan ref resif oleh sist em perundang-undangan nasional.

Hak Pengelolaan At as Tanah adalah hak at as t anah di luar UU Nomor 5 Tahun 1960 Tent ang Perat uran Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanj ut nya disebut UUPA). Sekalipun para ahli banyak yang menyangsikan bahwa HPL bukanlah hak at as t anah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 UUPA (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Guna usaha, dan lain-lain) at au hak-hak Keperdat aan at as t anah. Namun Pasal 12 Perat uran Ment eri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tent ang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak At as Tanah t elah mengkont ruksikan HPL adalah hak administ rasi t anah. HPL merupakan salah sat u wuj ud nyat a bahwa hukum pert anahan adalah bagian hukum administ rasi.5

Ket idaksingkronan perundang-undangan mendudukkan eksist ensi HPL menimbulkan

bunan) Di Sat uan Wi l ayah Pengembangan (SWP) Jawa Ti mur (Disert asi), Mal ang: Universit as Brawi j aya, hl m. 1.

5 Ut recht mengat akan, Hukum Agrar ia (Hukum Tanah) adal ah menj adi bagian Hukum Administ r asi Negar a, yang mengkaj i hubungan hukum, t erut ama yang memungkinkan par a pej abat yang bert ugas mengur us soal -soal agrari a, pent ing sekal i hak-hak yang ber sif at agrari s diurus secar a baik. Dikut i p dari Al i Achmad Chomzah, 2003, Hukum Agr ar i a (Per t anahan Indonesi a), Jil id 1, Jakart a: Prest asi Pust akar aya, hl m. 1.

pendapat bahwa t elah t erj adi pergeseran sif at HPL cenderung ke arah Perdat a6. Puncak dari keinginan Pemerint ah unt uk mengiring HPL pada ranah privat t erakumulasi pada konsep Rancangan Perubahan UUPA “ pernah ada ke-inginan” unt uk memasukkan hak pengelolaan pada hak keperdat aan (Pasal 16 UUPA). Apa-bila keinginan ini t erwuj ud maka “asas do-mein” (negara pemilik t anah) sebagai polit ik penj aj ah akan kembali berkibar di Indonesia. Akibat nya banyak pihak yang kont ra t erhadap eksist ensi HPl. Diant aranya pendapat Soedj ar-wo Soeromihardj o “ Hak-hak pemegang HPL meningat kan kembali pada hak-hak pert uanan dalam t anah part ikelir, sehingga hak-hak yang bert ent angan dengan t uj uan UUPA hidup kembali7.

Ke depan HPL perlu dikembalikan pada khi t ohnya yait u hak publik at au bagian dari hak menguasai dari negara, perundang-un-dangan perlu menselaraskan f ungsi hak penge-lolaan baik secara vert ikal maupun horizont al, sehingga kehadiran HPL t idak mengacaukan sist em hukum pert anahan nasional. Pemegang HPL maupun pihak ket iga yang memanf aat kan t anah HPL t et ap dalam kerangka hukum dan moral8, bahwa t anah sebesar-besarnya unt uk kesej aht eraan rakyat bukan kemakmuran kelompok pemodal dan “ t uan t anah” .

Harus diakui bahwa sej arah HPL t elah ada sej ak Pemerint ahan Hindia Belanda de-ngan menggunakan ist ilah “i n beheer” , yang kemudian oleh pemerint ah Indonesia dit erbit -kan PP Nomor 8 Tahun 1953 Tent ang Pe-nguasaan Tanah Negara. Filosof i penj aj ah t er-hadap eksist ensi HPL adalah ingin menguasai t anah j aj ahan sedangkan pada masa peme-rint ah Indonesia eksist ensi HPL adalah j awab-an t erhadap kebut uhawab-an pembawab-angunawab-an dawab-an kondisi obyekt if bangsa dan negara Indonesia.

6

Mar ia S. W. Sumardj ono, 2008, Tanah Dal am Per spekt i f Hak Ekonomi Sosi al Dan Budaya, Jakart a: Kompas, hl m 203.

7 Soemar di j ono, 2006, Anal i si s Mengenai Hak Pengel ol an (HPL), Jakart a: Penerbit Lembaga Pengkaj i an Pert a-nahan (LPP), hl m Sampul Bel akang

(3)

Pembahasan

Pembaharuan Pengaturan dan Pergeseran Istilah sert a Subyek HPL

Hak Pengelolaan at as t anah yang sering disebut HPL. Hak Pengelolaan lahir bukanlah didasarkan at as undang-undang akan t et api di dasarkan at as Perat uran Ment eri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tent ang Pelaksanaan Konversi Hak Menguasai Negara dan Ke-t enKe-t uan-KeKe-t enKe-t uan TenKe-t ang Kebij aksanaan Se-lanj ut nya. Perat uran inilah yang pert ama kami mengunakan ist ilah hak pengelolaan, sebagai-mana disebut kan dalam Pasal 2 Perat uran Ment eri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tent ang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan At as Tanah dan ket ent uan-Ket ent uan t ent ang Kebi-j aksanaan yang menent ukan bahwa, “ Jika t anah negara sebagai dimaksud dalam Pasal 1, selain dipergunakan unt uk kepent ingan ins-t ansi-insins-t ansi iins-t u sendiri, dimaksudkan j uga unt uk dapat diberikan dengan sesuat u hak kepada pihak ket iga, maka hak penguasaan t ersebut di at as dikonversi menj adi hak penge-lolaan sebagai dimaksud dalam Pasal 5 dan 6, yang berlangsung selama t anah t ersebut dipergunakan unt uk keperluan it u oleh inst ansi yang bersangkut an”

Padahal UU No 5 Tahun 1960 Tent ang Perat uran Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Pada bagian Penj elasan Umum t idak menye-but kan dengan ist ilah “ hak pengelolaan” me-lainkan “ pengelolaan” . Hal it u dapat dit emui pada Penj elasan Umum II angka (2) yang menyebut kan bahwa dengan berpedoman pada t uj uan yang disebut kan di at as, Negara dapat memberikan t anah yang demikian (yang di-maksudkan adalah t anah yang t idak dipunyai dengan sesuat u hak oleh seseorang at au pihak lain)kepada seseorang at au badan-badan dengan sesuat u hak menurut perunt ukkan dan keperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan at au hak pakai at au memberikannya dalam pengelolaan ke-pada suat u badan Penguasa ((Depart emen, Ja-wat an at au Daerah SJa-wat ant ra) unt uk diper-gunakan bagi pelaksanaan t ugasnya masing-masing(Pasal 2 ayat 4) .

Dapat dikat akan bahwa Hak Pengelola-an dalam sist em hukum pert Pengelola-anahPengelola-an nasional t idak disebut dalam UUPA secara nyat a, t et api hanya t ersirat dalam penj elasan umum. Apa-bila diperhat ikan secara seksama ant ara pen-j elasan umum UUPA dan Perat uran Ment eri Ag-raria Nomor 9 Tahun 1965 Tent ang Pelak-sanaan Konversi Hak Penguasaan At as Tanah dan ket ent uan-Ket ent uan t ent ang Kebij ak-sanaan, t erdapat penambahan kat a “ Hak” didepan ist ilah “ Pengelolaan” . Perkembangan selanj ut nya “ f ungsi” at au aspek “ kewenang-an” pengelolaan t elah bergeser kepada “ hak” . Pergeseran subyek HPl t erj adi ant ara pasal dan Penj elasan UUPA. Perbedaan Pasal 2 ayat (4) dan penj elasan UUPA cukup dra-mat is. Pasal 2 ayat (4) hanya menyebut (2)dua subyek HPL yait u daerah swat ant ra dan ma-syarakat hukum adat9. Pada Penj elasan Subyek HPL dengan t iba-t iba muncul kat a “ Depar-t emen” , sedangkan kaDepar-t a-kaDepar-t a “ masyarakaDepar-t hukum adat ” hilang.10 Dengan demikian secara yuridis ant ara pasal dan Penj elasan UUPA t idak singkron, dalam memaknai subyek HPL, ada yang “ dikembangkan” dan ada bagian yang “ dihilangkan” . Dalam dinamikanya sub-j ek HPL semakin meluas ke badan prof it pemerint ah yakni BUMN dan BUMD.

Ist ilah “ hak pengelolaan” semakin sering dij umpai baik dalam prakt ik, maupun t eori hukum pert anahan, sebagaimana dit emui di dalam Pasal 1 ayat 3 Perat uran Ment eri Ne-gara Kepala Badan Pert anahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tent ang Tat a Cara Pemberian dan Pembat alan Hak At as Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yang memberi def inisi Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

9

Pasal 2 ayat (4) ber bunyi UU No 5 Tahun 1960 Tent ang UUPA menyat akan : Hak Menguasai dari Negara t er se-but di at as pel aksanaannya dapat dikuasakan kepada daer ah swat ant ra dan masyar akat -masyar akat hukum adat , sekadar diperl ukan dan t idak bert ent angan de-ngan kepent ide-ngan nasioal menurut ket entuan-ket ent uan Per at ur an Pemer i nt ah.

(4)

Ist ilah Hak pengelolaan t ernyat a t idak hanya dipergunakan oleh perat uran-perat uran yang dikeluarkan oleh Badan Pert anahan Na-sional selaku badan negara yang menyeleng-garakan bidang pert anahan, t et api t elah merambah kepada produk hukum berupa Per-at uran Pemerint ah (PP) sampai pada undang-undang. Hal t ersebut dapat dit emui pada Per t ama, Pasal 1 ayat (4) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tent ang Pendaf t aran Tanah, yang mem-beri def inisi bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pada Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tent ang pendaf t aran Tanah, j uga mengat ur bahwa hak pengelolaan me-rupakan salah sat u obyek pendaf t aran t anah; Kedua, PP Nomor 40 Tahun 1996 Tent ang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan hak Pakai at as Tanah, Pasal 1 ayat 2 menyebut kan hak pengelolaan adalah hak menguaai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya se-bagian dilimpahkan kepada pemegangnya; Ket i ga, Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 16 t ahun 1985 yang berbunj i: Rumah susun hanya dapat dibangun di at as t anah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai at as t anah negara at au hak pengelolaan sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang berlaku; Keempat , UU Nomor 21 Tahun 1997 Tent ang Bea Per-olehan Hak At as Tanah Dan Bangunan Pada Bab II Tent ang Obyek paj ak Pasal 2 ayat (3) huruf (f ), hak pengelolaan t ermasuk salah sat u obyek paj ak

Ist ilah “ hak pengelolaan” dari bebera-pa perundang-udangan di at as sudah demikian populer dalam perundang-undangan di Indo-nesia t idak hanya dalam bidang pert anahan, t et api j uga bidang-bidang Sumber Daya Alam dan perpaj akan, propert y, dan lain-lain. Se-mua produk perundang-undangan berkeinginan mengkont ruksikan kewenangan pengelolaan menj adi hak pengelolaan. Menurut hemat pe-nulis salah sat unya dipengaruhi oleh polit ik hukum sent ralisasi. Unt uk it u perlu diimbangi dengan polit ik hukum yang populis melalui pemberdayaan ot onomi (menginvent arisasi ulang hak-hak masyarakat adat ). Di masa

mendat ang “ desa” dirasa perlu unt uk di-j adikan subdi-j ek HPL.

Ist ilah hak pengelolaan dari kalangan para ahli, sering dilihat dari segi makna dan subt ansi yang diberikan perundang-undangan at as keberadaan hak pengelolaan, Per t ama, Maria S. W. Sumardj ono11, memaknai hak pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya (dalam hal ini pemegang HPL); Kedua, Boedi Harsono12, Hak pengelolaan sebagai gempit an Hak Menguasai dari negara; Ket i ga, A. P. Parlindungan adalah hak at as t anah di luar UUPA.13 Pendapat ahli di at as, sama-sama memberi art i bahwa HPL adalah bagian dari hak menguasai negara yang diat ur di luar UUPA. Padahal yang menarik dari HPL t idak hanya ari pergeseran kewenangan t et api “ meluas” dan “ menghilangnya” subyek HPL dalam UUPA it u sendiri.

Perkembangan kebij akan hak penge-lolaan at as t anah yang dikont ruksikan peme-rint ah, menggambarkan bahwa Hak Pengelo-laan sebagai suat u hak at as permukaan bumi yang didelegasikan oleh negara kepada suat u lembaga pemerint ah, at au pemerint ah daerah, badan hukum pemerint ah, at au badan hukum pemerint ah daerah, masyarakat hukum adat dengan kewenangan unt uk: merencanakan perunt ukan dan penggunaan t anah yang ber-sangkut an; Menggunakan t anah t ersebut unt uk keperluan pelaksanaan usahanya; menyerah-kan bagian-bagian dari t anah it u kepada pihak ket iga menurut persyarat an yang dit ent ukan oleh pemegang hak pengelolaan t ersebut , yang meliput i segi perunt ukkan, penggunaan, j angka wakt u dan keuangan, dengan ket en-t uan bahwa pemberi hak aen-t as en-t anah kepada pihak ket iga yang bersangkut an dilakukan oleh pej abat -pej abat yang berwenang menurut Perat uran Ment eri Dalam negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tent ang pelimpahan Wewenang

11 Mar ia S. W. Sumardj ono, op. ci t, hl m. 213.

12 Boedi Harsono, 2007, Hukum Agr ar i a Indonesi a Sej ar ah Pembent ukan Undang-Undang Pokok Agr ar i a, Isi dan pel aksanaannya, Jakart a: Dj ambat an, hl m. 277. 13

(5)

Pemberian Hak At as Tanah, sesuai dengan per-at uran perundang-undangan yang berlaku.

Keadaan semakin rumit dengan hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2004 Tent ang Perbenda-haraan Negara dan PP No. 6 Tahun 2006 Tent ang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah. Mendef inisikan Barang Milik Negara adalah barang yang dibeli at au diperoleh at as beban Anggaran Pendapat an dan Belanj a Negara (APBN) at au berasal dari perolehan lainnya yang sah. Apakah HPL aset at au t idak ? karena HPL bukanlah diperoleh dari dana APBN. Apakah HPL dapat dikat egorikan pada “ perolehan lainnya” . Lebih t egas lagi at uran PP Nomor 6 Tahun 2006 menegaskan bahwa pihak ket iga yang memperoleh hak at as t anah di at as HPL t idak diperkenankan menj adikan obj ek bangun, kelola, sewa, serah (Build, Operat e, and Transf er-BOT). Padahal di sebagian Daerah t elah mengat ur melalui Perda t ent ang kerj asama dengan pihak ket iga, sepert i Kot a Bandung melalui Perda Nomor 3 Tahun 2004.

Pert anyaan yang muncul adalah mampu-kah pemerint ah mengelola sendiri seluruh aset t anah yang dimilikinya? Dan bagaimana dengan HPL yang selama ini t elah dikerj a-samakan dengan pihak ket iga melalui per-j anper-j ian yang mengikat ?. Perundang-undangan di Indonesia t idak memberikan solusi yang cukup unt uk mengat ur masa t ransisi ini?.

HPL t idak dapat dilihat dari “ kaca mat a kuda” , t et api diperlukan pandangan yang kom-prehensif dan harmonis, karena HPL t erkait dengan persoalan pert anahan, khususnya pe-ngelolaan aset t anah pemerint ah, t idak dapat dipungkiri diperlukan kerj a sama dari pihak ket iga sebagai mit ra kerj a sama, karena t idak cukup t ersedia dana unt uk melakukan kegiat an operasional pembangunan maupun pemeliha-raannya. Pada sisi lain pihak ket iga t ersebut memerlukan bant uan dana at au j asa perbank-an unt uk membiayai kegiat perbank-an usahperbank-anya.

Indonesia sebagai penganut negara hu-kum mat erial (negara kesej aht eraan), dimana negara ikut campur dalam berbagai bidang t ermasuk t anah. Suat u negara kesej aht eraan menunt ut adanya kebebasan yang diberikan

kepada badan at au pej abat administ rasi dalam rangka penyelenggaraan pemerint ahan.14 Pe-ran seluruh lapisan masyarakat , badan usaha dalam upaya peningkat an kesej aht eraan rak-yat , t ak t erkecuali pihak swast a. Art inya pe-merint ah t idak dapat sendirian melaksanakan pembangunan “one man show” .

Persoalan hukum yang krusial adalah bagaimana caranya prinsip-prinsip hukum15 secara f ilosof is, yuridis dan sosiologis sebagai asas hukum yang obyekt if dit erj emahkan da-lam norma hukum dada-lam wuj ud Undang-Undang at au set idak-t idaknya Perat uran Pe-merint ah yang mengat ur aspek administ rasi sebagai asas obyekt if yang harus dipedomani dalam mengat ur dan mengurus HPL. Hak dan kewaj iban pemegang HPL, pihak ket iga (mit ra kerj a pemegang HPL) maupun hak pakai ruang yang biasanya t erj adi pada pemakai kios-kios HGB di at as HPL.

Pemegang HPL diharapkan “t i dak men-j adi t uan t anah” . Kasus yang t erj adi, peme-gang HPl, mengalihkan kewaj ibannya kepada pihak ket iga, sepert i pembuat an sert if ikat HPL, pengosongan penghuni liar dibebankan kepada pihak ke III (ket iga) dalam perj anj ian kerj a sama. Dibut uhkan t anggung j awab no-t aris dalam meleno-t akkan hak dan kewaj iban pemegang HPL dan pihak ket iga sesuai dengan prinsip-prinsip perj anj ian yang seimbang dan berit ikad baik. Secara yuridis pihak ket iga hanyalah pihak yang menumpang t anah. Se-pert i halnya hak at as t anah yang bersif at se-kunder yait u hak at as t anah yang bersif at sement ara, karena dinikmat i dalam wakt u t erbat as. Kedudukan ant ara pemegang HPL

14 Abdul Lat i ef , 2005, Hukum dan Per at ur an Kebi j ak-sanaan (Bel ei dsr egel ) pada Pemer i nt ahan Daer ah, Yog-yakart a: UII Press, hl m. xi.

15

(6)

dengan pihak ket iga harus t aat hukum dan t aat asas.

Eksist ensi HPL

Keberadaan HPl baik secara vert ikal maupun horizont al perlu diharmonisasikan. Secara vert ikal dan rorizont al perundang-un-dangan yang lebih rendah t idak boleh ber-t enber-t angan dengan yang lebih ber-t inggi. Demikian pula ant ara sesama undang-undang lainnya yang sederaj at . Bukankah Secara Filosof i UUPA bercit a-cit a bahwa t anah unt uk sebesar-besarnya unt uk kemakmuran rakyat ?. Oleh karena it u secara normat if hukum t idak boleh menut up peluang kepada siapapun yang ingin berpart isipasi dalam pembangunan. Juj ur, harus diakui bahwa pemerint ah “bel um pr o-f esional” memanf aat kan aset t anahnya yang demikian banyak dan demikian luas. Namun kunci dari aspek f ilosof is dan yuridis adalah harus ada asas keseimbangan at au keadilan dalam membagi t anah HPl, sudah seper-berapakah kebij akan pemerint ah “car e” t erhadap “ ekonomi lemah” . Bukankah HPL baru dinikmat i golongan pemodal ?.

HPL adalah “uj ung t ombak” hak me-nguasai dari negara. Art inya apabila pemegang HPl dapat mengsinergikan HPL unt uk golongan “ ekonomi lemah” yang dalam UUPA diist ilah-kan dengan “ masyarakat hukum adat ” dan go-longan “ ekonomi kuat ” . Cit a-Cit a Hak me-nguasai dari negara t erwuj ud, t api sebaliknya apabila HPL hanya unt uk kelompok pemodal yang mengeksploit asi t anah unt uk golongan t ert ent u, maka cit a-cit a hak menguasai dari negara “ gagal” . Dengan demikian asas kej elas-an t uj uelas-an; kelembagaelas-an at au orgelas-an pemben-t uk yang pemben-t epapemben-t ; kesesuaian anpemben-t ara j enis dan mat eri muat an; dapat dilaksanakan; kedaya-gunaan dan kehasilkedaya-gunaan; kej elasan t uj uan; dan ket erbukaan.16 Harus t ercermin dalam perundang-undangan yang mengat ur HPL .

16 Pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2004 Tent ang Pembent ukan Perat uran Perundang-Undangan. Bahkan menurut Pasal 6 pada mat eri muat an Perat ur an perundang-undangan mengandung asas : Pengayoman; kemanusiaan, kebangsaan; kekel uargaan; kenusant ar a-an da-an bhi nneka t unggal ika; keadil a-an da-an kesamaa-an kedudukan dal am hukum dan pemer int ahan; ket er iban

Program pemerint ah yang mendelega-sikan HPL pada golongan ekonomi lemah adalah program t ransmigrasi (set iap pesert a t ransmigrasi mendapat t anah sekit ar 2 (dua) hekt are yang t erdiri lahan usaha dan pe-mukiman. Tanah HPL Depart emen Transmi-grasi dapat dialihkan menj adi t anah hak milik bagi pesert a t ransmigrai. Program pemerint ah di bidang t ransmigrasi, j uga dimaksudkan pelaksanaan dari landref orm17. Unt uk bidang Perumahan peralihan hak milik melalui Hak Guna Bangunan(HGB) dengan seizin pemegang HPL, yang biasanya t erj adi dalam bidang propert y. Sepert i alih rumah perumnas.

Peralihan HPL menj adi hak milik, bukan lah t anpa persoalan, karena program t rans-migrasi di Indonesia merupakan program pemindahan penduduk t erbesar di dunia yang dikelola pemerint ah.18 Persoalan yang t erj adi diant aranya kecemburuan penduduk lokal de-ngan pendat ang (pesert a t ransmigrasi). De-ngan demikian asas hukum harus dipert im-bangkan dalam peralihan HPL menj adi hak milik adalah Per t ama, Asas kearif an lokal; Kedua, Asas Adat ist iadat set empat

Asas hukum yang dimaksud adalah lan-dasan at au lat ar belakang dari lahirnya per-at uran perundang-undangan, per-at au merupakan dasar-dasar pemikiran yang umum dan abs-t rak, serabs-t a di dalamnya abs-t erkandung nilai-nilai et is, sehingga perat uran yang lahir nant inya mengandung nilai-nilai et is pula.19 Formula asas, akan menent ukan norma hukum, dari abst rak menj adi konkrit . Norma yang t idak didasari asas hukum akan menj adi “ kering” dan “ t idak berwibawa” , akibat nya norma menj adi “ rapuh” dan t ak dipat uhi masyarakat .

dan kepast ian hukum sert a keseimbangan, keserasi an dana kesel arasan.

17

Pasal 2 Per at ur an Ment er i Dal am Neger i Nomor 6 Tahun 1972 Tent ang Pel i mpahan Wewenang Pemberi an Hak At as Tanah. Lihat j uga Pasal 23, 24 UU Nomor 29 Tahun 2009 Tent ang Perubahan At as UU Nomor 15 Tahun 1997 Tent ang Ket ransmigr asian.

18 Siswono Yudo Husodo, 2003, Tr ansmi gr asi (Kebut uhan Negar a Kepul auan Ber penduduk Het er ogen Dengan Per sebar an Yang Ti mpang}. Pener bi t PT Tema Baru. Jakart a, hl m 3. Banding Mirwant o Manuwi yot o, 2008, Mengenal dan memahami Tr ansmi gr asi . Jakart a: Pust aka Sinar Harapan, hl m. Xii i.

19

(7)

Sebut an masyarakat hukum adat da-lam lit erat ur adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara t urun menurun) di wilayah geograf is t ert ent u, sert a memiliki sist em nilai, ideologi, ekonomi, po-lit ik, budaya, sosial dan wilayah sendiri20. Pe-ngakuan hak-hak masyarakat adat secara uni-versal oleh PBB dimuat dalam Resolusi Sidang Umum PBB. Pasal 5, menyat akan: Masyarakat Adat berhak unt uk mempert ahankan dan memperkukuh lembaga-lembaga polit ik, hu-kum, ekonomi, sosial dan budaya mereka un-t uk mengambil bagian sepenuhnya, kalau me-reka j uga memilih, dalam kehidupan polit ik, ekonomi, sosial dan budaya dari negara.21 Resolusi ini menggambarkan bahwa dalam mempert ahankan kearif an lokal masyarakat adat perlu diberi ruang yang cukup oleh suat u kebij akan negara.

Pengakuan masyarakat adat dalam pro-gram-program pemerint ah sering kali j ust ru diabaikan, karena dinilai menghambat pro-gram pemerint ah. Padahal hukum adat adalah sumber hukum mat eriil yang dapat digunakan dalam dan bagi pembangunan nasional. Bukan-kah Mazhab sej arah t elah memberi pandangan bahwa hukum adat sebagai pencerminan dari nilai-nilai budaya asli penduduk pribumi. Bahkan dalam f ilsaf at hukum aliran “ socio-l ogi casocio-l j ur i spr udence” mangat akan bahwa hukum posit if yang baik dan ef ekt if adalah hukum posit if yang sesuai dengan l i vi ng l aw. Demikian urgennya peran hukum adat dalam pembangunan Indonesia, sehingga Sunaryat i mengist ilahkan dengan sebut an asas Bhineka Tunggal Ika. 22

Peralihan HPL menj adi Hak Guna Ba-ngunan adalah bidang t anah yang paling

20

Bambang Daru Nugroho, 2008, Pengel ol aan Hak Ul ayat Kehut anan Yang Ber keadi l an Dal am Kai t annya Pem-ber i an Izi n HPH Di hubungkan Dengan Hak Menguasai Negar a At as Sumber Daya Al am (Di sert asi), Bandung: Unpad, hl m. 199.

21 Sem Karoba (Penerj emah), 2007, Hak Asasi Masr akat Adat (Uni t ed nat i ons Decl ar at i on The Ri ght s Of Indi -genous Peopl es). Si dang Umum Per serikat an Bangsa-Bangsa Sesi ke-61 New York, Yogyakart a : Gal ang Press, hl m. 17.

22 Sunaryat i Hart ono, 2006, Bhi nneka Tunggal Ika Sebagai Asas Hukum Bagi Pembangunan Hukum Nasi onal, Ban-dung: Ci t ra Adit ya Bakt i, hl m. 23 – 35.

nyak menimbulkan persoalan baik bagi peme-gang HPL maupun bagi pihak ket iga. Bidang pembangunan yang memanf aat kan peluang ini diant aranya Perumnas; Indust ri; Pariwisat a, dll. Menurut Perat uran Ment eri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, memberi wewenang kepada pe-megang HPL unt uk menerima uang pemasukan dan/ at au uang waj ib t ahunan yang dit et apkan sesuai dengan perj anj ian, banyak kasus yang t erj adi ant ara pemegang HPL dengan pihak ket iga sering t erj adi perselisihan berkait an dengan uang pemasukan ini. Unt uk it u ke-hadiran perat uran perundang-undang menj adi demikian pent ing unt uk menent ukan pro-sent asi minimal dan maksimal penent uan uang pemasukan. Apakah st andar-st andar yang da-pat dij adikan da-pat okan penent uan uang pe-masukan (umpamanya Nilai Jual Obyek Paj ak-NJOP). Di samping it u pihak ket iga j uga di t unt ut unt uk membayar Bea Perolehan Hak At as Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai-mana diat ur dalam UU nomor 21 Tahun 1997. HPL memberi kont ribusi posit if t erhadap keuangan negara melalui paj ak.

HPL dan Realit as Pembangunan di Indonesia Fungsi hukum dalam proses pembangun-an adalah sebagai sarpembangun-ana pembpembangun-angunpembangun-an. Hukum merupakan sarana yang membuka j alan dan menyalurkan kehendak-kehendak dan kebut uhan masyarakat ke arah yang dikehen-daki23. Dalam Prespekt if masa depan, dunia akan menj adi sebuah perkampungan besar, sement ara bat as-bat as negara menj adi sangat kabur. Sement ara it u ekonomi global meng-ikut i logikanya sendiri24. Unt uk it u peran ne-gara dalam memprot ek warga nene-garanya men-j adi unsur pent ing, disamping mengakomodasi perubahan-perubahan yang t erj adi.

Prakt ik pemanf aat an HPl dalam pem-bangunan di Indonesia, dapat dikat egorikan pada 3 (t iga) bagian besar. yait u pemanf aat an

23 Mocht ar Kusumaat madj a, 1986, Pembi naan Hukum Dal am Rangka Pembangunan Nasi onal (Lembaga Pene-l it i an Hukum dan Kr iminoPene-l ogi, FH Unpad, Bandung: Bina-ci pt a.

(8)

HPL unt uk Golongan ekonomi menengah ke bawah, Pemanf aat an HPL unt uk Golongan ekonomi menengah ke bawah, Pemanf aat an Unt uk Fasilit as Umum.

Tanah adalah aset dan modal pem-bangunan sekaligus non ekonomi. Keduanya merupakan sat u kesat uan, dimana di at asnya t erdapat manusia sebagai penghuninya dan kandungan sumber kekayaan alam di dalam-nya. Indonesia merupakan negara kepulauan yang t erdiri dari 17. 508 dan bahkan dij uluki sebagai Benua Marit im. Seluruh wilayah yurisdiksinya 7, 8 j ut a Km2, t ermasuk luas darat an 2. 027. 087 Km2.25

Berdasarkan kondisi di at as, maka se-cara geograf i unt uk memaj ukan pulau-pulau di at as, perlu keikut sert aan swast a dalam upaya mempercepat pembangunan. Melibat kan ba-dan usaha swast a dalam suat u program pem-bangunan mengingat kan pada pemikiran David

Osborne, yang menggambarkan semangat

at au j iwa wirausaha (ent r epr eneur i al spir it) ke dalam birokrasi, menawarkan 10 (sepuluh) prinsip dalam menat a ulang birokrasi, yait u Per t ama, pemerint ahan yang kat alis, yait u mengut amakan pengarahan, daripada melak-sanakan sendiri (st eer i ng-r owi ng); Kedua, Pemerint ahan merupakan milik masyarakat , yait u lebih mengut amakan pemberian wewe-nang dibandingkan sekedar melayani (em-power i ng ser vi ce); Ket i ga, Pemerint ahan yang kompet it if , yait u menyunt ikkan unsur per-saingan di dalam memberikan pelayanan ke-pada masyarakat ; Keempat , Pemerint ahan yanag digerakkan oleh misi; Kel ima, Peme-rint ahan yang berorient asi kepada hasil dan mengut amakan penganggaran unt uk mem-biayai hasil dan bukan masukan (i nput); Ke-enam, Pemerint ahan yang beroriant asi pelang-gan, bukan sekedar memenuhi persyarat an birokrasi; Ket uj uh, Adanya pemerint ahan yang berj iwa wirausa, yait u lebih berorient asi pada pendapat an, bukan pengeluaran (belanj a);

25 Agum Gumel ar, Kebi j akan Agrar ia/ per t anahan dari Perspekt i f Pert anahan keamanan Dal am Kont eks negara Kesat uan Republ ik Indonesi a, dal am Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nat a Menggal a (Penyunt ing), 2002, Ref or masi Per t anahan, Bandung: Mandar Maj u, hl m. 13- 14.

Kedel apan, Pemerint ahan yang ant isipat if , yait u mengut amakan pencegahan, dibanding-kan pengobat an/ perbaidibanding-kan; Kesembi l an, Pe-merint ahan yang didesent ralisasi Kesepul uh, pemerint ahan yang beroriant asi pasar, dimana perubahan didorong melalui pasar.26

Ide Osborne di at as, menggambarkan bahwa pemencaran kekuasaan kepada sat uan yang lebih kecil akan mengef ekt if kan suat u pemerint ahan unt uk mengeksplorasi pot ensi t ugas dan t anggung j awab pemerint ah dalam melakukan pelayanan publik kepada masya-rakat . A pabila hal ini dihubungakan dengan HPL, maka pendelegasian hak menguasai ne-gara kepada badan pemerint ah akan men-dat angkan manf aat bagi pemegang HPL berupa prof esionalisme dalam menj alin kemit raan dengan pihak ket iga, yang dikenal dengan sebut an “ Prinsip ent er pr ener shi p ”

Pulau Bat am adalah salah sat u cont oh HPl “ sukses” . sej ak pemberian Hak Pengelo-laan at as seluruh wilayah di Pulau Bat am, di t et apkan berdasarkan Keput usan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 Tent ang Daerah Indust ri Pulau Bat am. dan Keput usan Ment eri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 Tent ang Penge-lolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Indus-t ri Pulau BaIndus-t am. Melalui KepuIndus-t usan Mendagri t ersebut , hak pengelolaan pulau Bat am di-serahkan kepada Ot orit a Pengembangan Dae-rah Indust ri Pulau Bat am (selanj ut nya disebut Ot orit a Bat am). Namun dengan hadirnya pemerint ah Kot amadya Bat am , dikhawat irkan banyak persoalan baru di bidang pert anahan yang muncul (Di Bat am ada t iga inst ansi yang mengurus t anah, Kant or Pert anahan, Dinas Pert anahan, ot orit a Bat am). Inilah bukt i t arik menarik kewenangan pemerint ah di urusan pert anahan ant ara pemerint ah (pusat ) dan

(9)

daerah masih menj adi persoalan besar di republik ini.27

Pulau Bat am adalah salah sat u pulau ke-banggaan di Indonesia karena menj adi kawas-an kompet it if di Asia Pasif ik28 at au disebut j uga “Bayi aj ai b Indonesi a” , dan mampu men-j adi “mesi n pencet ak uang” bagi Indonesia. HPL Pulau Bat am dapat menj adi inspirasi bahwa daerah-daerah kepulauan yang pada umumnya berbat asan dengan negara lain dapat menj adi pert umbuhan ekonomi baru bagi Indonesia.

Pelabuhan t ermasuk salah sat u t anah HPL. Bicara HPL Pelabuhan, mengingat kan kit a pada Kasus Mbah Priok yang cukup meng-hebohkan, (kerusuhan berdarah di kelurahan Koj a Jakart a Ut ara, pada Kamis 15 April 2010. Ant ara Sat pol PP yang menj alankan t ugas dari Walikot a berdasarkan inst ruksi dari Wakil Gubernur DKI Jakart a). Persengket aan ant ara PT Pelindo II (BUMN) Pengelola Pelabuhan Tan-j ung Priok dengan masyarakat lokal. Secara yuridis PT Pelindo II, merasa pihak yang paling berwenang memanf aat kan t anah HPL seluas 145 hekt ar. Dengan alas hak at as t anah berupa sert if ikat Hak Pengelolaan No. 1/ Koj a Ut ara yang t erbit t ahun 1987. Di sisi lain ahli waris Mbah Priok adalah pihak yang mempunyai hu-bungan bat hin dengan t anah makam yang dipersengket akan seluas 5, 4 hekt ar.

Kasus HPL Tanj ung Priok, mengindikasi-kan bahwa prinsip-prinsip HPL Pelabuhan perlu diperhit ungkan, diant aranyan adalah prinsip lingkungan hidup. Prinsip lingkungan hidup dianut oleh undang-undang agraria nasional. Misalnya Asas pelest arian Fungsi Lingkungan hidup, sayangnya asas ini t idak diuraikan da-lam penj elasan Umum (II) UUPA, akan t et api

27

El it a Rahmi , 2009, Tar ik Menarik Ant ara Desent r al i sasi dan Sent ral isasi Kewenangan Pemer int ah Daer ah dal am Urusan Pert anahan, Jur nal Hukum Vol 16 . UII Yogyakart a ISSN 0854-8498 , hl m 137.

28 Apul D. Maharaj a (Penyunt ing), 2003, Membanguan Indonesi a St udi Kasus Bat am, Jakart a : Pust aka Si nar Harapan, hl m 35. Lihat j uga Abdul Kar im Lesar, 2003 , FTZ Bat am Demi Kemakmur an Indonesi a, Jakar t a : UI Press, Jakart a, hl m. 12; Aksar a Karunia, Bat am Komi t men Set engah Hat i, Jakart a: Gramedia Pust aka Ut ama, hl m 63. Bandingkan. Devel opment Pr ogr ess of Bat am yang di t erbit kan Bat am Indust r ial Devel opment Aut hor it y.

norma hukumnya bahkan t elah t ert uangkan dalam Pasal 15 UUPA: “ Memelihara t anah, t er-masuk menambah kesuburannya sert a men-cegah kerusakannya, adalah kewaj iban t iap-t iap orang, badan hukum aiap-t au insiap-t ansi yang mempunyai hubungan hukum dengan t anah it u” .

Asas kearif an lokal t ermasuk hal yang cukup pent ing dalam pengembangan pelabuh-an. Mari kit a belaj ar dari Pelabuhan Kaohsiung di Taiwan, dimana Kuil keramat , bangunan t ua yang dihuni nelayan berikut t empat ibadah peninggalan nenek moyang berbaur dengan berbagai akt ivit as pelabuhan t ruk pengang-kut an pet i kemas, kapal cargo dan super t an-ker menj adi daya t arik pelabuhan Kaohsiung.29 Sebagaimana diakui Imam Koeswahyono30 bah-wa pengadaan t anah unt uk kepent ingan pem-bangunan megabaikan variabel non hukum yang j ust ru sangat besar relevansi dan pe-ngaruhnya t erhadap variabel hukum. HPl Pe-labuhan memegang peranan pent ing dalam mendorong t umbuhnya kot a-kot a pelabuhan, sepert i di Singapur, Hongkong, Tokyo, dll. Ko-t a pelabuhan merupakan pusaKo-t perKo-t umbuhan dengan penggerak ut ama j asa-j asa yang berkait an dengan perhubungan31. Indonesia sebagai negara marit im dapat mengembang-kan kot a-kot a pant ai berbasis pelabuhan se-bagai lokomot if ekonomi.

Penut up Simpulan

Eksist ensi Hak Pengelolaan sebagai hak publik merupakan bagian hak menguasaan dari negara. HPL adalah hak administ rat if , di mana pemegang HPl diberi kewenangan unt uk mengat ur dan mengurus t anah yang didele-gasikan negara. Ant ara pemegang HPL dan

29 Kompas, 16 April 2010, hl m. 25.

30 Imam Koesw ahyono, 2008, Mel acak Dasar Konst it usional Pengadaan Tanah Unt uk Kepent ingan Pembangunan Bagi Umum, Jur nal Konst i t usi, PPK-FH Univ. Brawi j aya Mal ang, hl m. 33.

(10)

pihak ket iga selaku mit ra kerj a, memiliki hak dan kewaj iban masing-masing. Perj anj ian se-bagai dasar peralihan HPL menunt ut t anggung j awab not aris dalam memberikan kedudukan yang proporsional. Ket idaksesuaian ant ara norma hukum Pasal 2 ayat (4) dengan Pen-j elasan UUPA. Mengindikasikan ada “ polit isasi” t erhadap masyarakat hukum adat dalam sist em hukum pert anahan di Indonesia.

Pembangunan hukum adalah pembaha-ruan hukum. Dalam hukum pert anahan HPL harus diberi t empat sebagai hak administ rasi dalam rangka mempercepat pembangunan Indonesia, t erut ama daerah-daerah perbat as-an, kepulauas-an, dan lain-lain. HPL t elah banyak memberikan kont ribusi posit if t ehadap pem-bangunan Indonesia. Cont oh bidang Transmi-grasi. Perumnas, Pelabuhan. Perkeret aapian, Pariwisat a. Sebagai negara hukum mat erial (negara kesej aht eraan), pemerint ah bersama badan usaha dan masyarakat , menggerakkan pemerint ahan melalui prinsip ent er pr ener shi p.

HPL adalah uj ung t ombak dari hak menguasai dari negara. Agar Hak menguasai dari negara t idak t erus menerus digugat sebagai hak yang t erlalu luas, maka HPL harus lebih dominan meningkat kan t araf hidup ekonomi lemah yang akses polit ik , sosial dan ekonominya sangat rendah.

Saran

Perint ah Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 5 Tahun 1960 Tent ang UUPA, bahwa pendele-gasian hak menguasai negara kepada badan pemerint ah berdasarkan Perat uran Pemerin-t ah, segera diPemerin-t indak lanj uPemerin-t i oleh pemerinPemerin-t ah. Hak dan kewaj iban ant ara pemegang HPl dan pihak ket iga maupun Hak pakai ruang menj adi mat eri hukum yang sangat diperlukan dalam prakt ek pengalihan HPL.

Pembangunan Indonesia, menunt ut ke-beranian pemerint ah membangun daerah st ra-t egis seperra-t i, daerah perbara-t asan, kepulauan (17. 508) melalui pemberian HPL pada t anah-t anah negara anah-t ersebuanah-t sesuai dengan poanah-t ensi yang dimiliki masing-masing wilayah. Mem-bangun berart i “ memperkecil” negara t

e-t angga une-t uk mencuri pulau yang ada. Belaj ar dari kasus Sipadan Lagit an.

DAFTAR PUSTAKA

Adhie, Brahmana dan Hasan Basri Nat a Menggala (ed). 2002. Ref or masi Per t a-nahan. Bandung: Mandar Maj u;

Chomzah, Ali Achmad. 2003. Hukum Agr ar i a (Per t anahan Indonesia) Ji l i d 1. Jakart a: Prest asi Pust akaraya;

Dalij o, JB. 1992. Pengant ar Il mu Hukum. Jakart a: PT. Prenhalindo;

Dimyat i, Khudzaif ah. 2005. Teor i sasi Hukum. St udi Per kembangan Pemi kir an Hukum Di Indonesi a 1945-1990. Surakart a: UMS Press;

Hart ono, Sunaryat i. 2006. Bhinneka Tunggal Ika Sebagai Asas Hukum Bagi Pemba-ngunan Hukum Nasional . Bandung: Cit ra Adit ya Bakt i;

---. 2007. Hukum Agr ar i a Indonesi a Sej ar ah Pembent ukan Undang-Undang Pokok A-gr ar i a, Isi dan pel aksanaannya. Jakart a: Dj ambat an;

Husodo, Siswono Yudo. 2003. Tr ansmi gr asi (Kebut uhan Negar a Kepul auan Ber pen-duduk Het er ogen Dengan Per sebar an Yang Ti mpang). Jakart a: Penerbit PT Tema Baru;

Ida Nurlinda. 2009. Pr i nsi p-Pr insi p Pembaha-r uan AgPembaha-r aPembaha-r i a (PPembaha-r espekt if Hukum). Ja-kart a: Raj awali Perss;

Jaya, Wihana Kirana. 1997. Visi Inst i t usi Bir o-kr asi Dal am Memandang Ker j asama de-ngan Pi hak Ket i ga. Makalah pada Ra-kor BUMD di Depdagri Jakart a 26-28 Feb-ruari 1997;

Kamaluddin, Laode M. 2002. Pembangunan Ekonomi Mar it i m di Indonesi a. Jakart a: Gramedia Pust aka Ut ama;

Karoba, Sem. 2007. Hak Asasi Masr akat Adat (Uni t ed nat ions Decl ar at ion The Ri ght s Of Indi genous Peopl es). Sidang Umum Perserikat an Bangsa-Bangsa Sesi ke-61 New York. Yogyakart a: Galang Press; Kusumaat madj a, Mocht ar. 1986. Pembi naan

Hukum Dal am Rangka Pembangunan Nasional . Bandung: Bina-cipt a;

(11)

Lesar, Abdul Karim. 2003. FTZ Bat am Demi Kemakmur an Indonesia. Jakart a: UI Press;

Lubis, Mhd Yamin dan Rahim Lubis. 2008. Hukum Pendaf t ar an Tanah. Bandung: Mandar Maj u;

Maharaj a, Apul D. (ed). 2003. Membanguan In-donesi a St udi Kasus Bat am. Jakart a: Pust aka Sinar Harapan;

Manuwiyot o, Mirwant o. 2008. Mengenal dan memahami Tr ansmi gr asi . Jakart a: Pus-t aka Sinar Harapan;

Nugroho, Bambang Daru. 2008. Pengel ol aan Hak Ul ayat Kehut anan Yang Ber keadi l an Dal am Kai t annya Pember i an Izi n HPH Di hubungkan Dengan Hak Menguasai Ne-gar a At as Sumber Daya Al am. Disert asi. Bandung: Unpad;

Osborne, David dan Ted Gaebler (Terj emahan Abdul Rosyid). 1992. Mewir ausahan Bi -r ok-r asi, Jakart a: Pust aka Binaman Press-indo;

Parlindungan, AP. 1994. Hak Pengel ol aan Me-nur ut Si st em UUPA. Bandung: Mandar Maj u;

Rahmi, Elit a. 2009. “ Tarik Menarik Ant ara Desent ralisasi dan Sent ralisasi Kewe-nangan Pemerint ah Daerah dalam Urus-an Pert Urus-anahUrus-an” . Jur nal Hukum. Vol 16. Jakart a: Fakult as Hukum Universit as Pancasila;

Suhariningsih. 2007. Aspek Yur i di s Tanah Ter l ant ar Dan Penyel esai annya (Kaj i an Teer hadap Tanah HGU (Per ekebunan) Di Sat uan Wi l ayah Pengembangan (SWP) Jawa Ti mur . Disert asi. Malang: Univer-sit as Brawij aya;

Sumardj ono, Maria SW. 2008. Tanah Dal am Per spekt i f Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya. Jakart a: Kompas;

Soemardij ono. 2006. Anal i si s Mengenai Hak Pengel ol aan (HPL). Jakart a: Penerbit Lembaga Pengkaj ian Pert anahan (LPP);

Supriadi. 2006. Et i ka dan Tanggung Jawab Pr o-f esi Hukum Di Indonesi a. Jakart a: Sinar Graf ika;

---. 2010. Aspek Hukum Tanah Aset Daer ah (Menemukan Keadi l an, Kemanf aat an dan Kepast ian At as Eksi st ensi Ta-nah Aset Daer ah). Jakart a: Prest asi Pus-t aka;

Sut edi, Adrian. 2006. Pol i t i k dan Kebi j ak-sanaan Hukum Per t anahan Ser t a Ber ba-gai Per masal ahannya. Jakart a: BP. Cipt a Jaya;

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuain diri dengan lingkungan nya3. Mampu menangani atau

(1) Dapat digunakan untuk membuktikan dua besaran fisika setara jika keduanya memiliki dimensi yang sama dan keduanya termasuk besaran skala atau keduanya termasuk

Definisi lain yang diberikan oleh Dendi Sudiana (1986:1), iklan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu

PENGARUHCUSTOMER EXPERIENCETERHADAP REVISIT INTENTION DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH PAPANDAYAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa tentang faktor resiko penularan HIV / AIDS di Fakultas Bisnis Program Studi Akuntansi

dibedakan antara jenjang sekolah menengah dan jenjang perguruan tinggi dengan tujuan pengajaran yang berbeda. Pada jenjang perguruan tinggi tujuannya adalah

JENIS SARUNG TANGAN YANG DIANJURKAN Pengukuran Tekanan.

The finding of response of compliment is all of the compliment response used by men to respond men compliment included in non- acceptance which is