• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Dasar Ekonomi bank Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Dasar Ekonomi bank Syariah"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Kecil

Ekonomi Islam

لةماعما

ةي اݍܦقإلا

ل

ةيماسإلا

Konsep Dasar Ekonomi Syariah

Lembaga Keuangan Syariah

Akad-akad Keuangan Syariah

Hukum Perniagaan dalam Islam

Disertai Contoh Praktis

D.R. Hamdanny

(2)

م݁لالهلم݇ب

ل

مح݁لا

(3)

Pengantar

Alhamdulillah, shalawat dan salam

senantiasa terlimpah curah kepada

Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Melalui buku kecil ini, penulis mencoba

menguraikan materi yang sangat

kompleks dan lekat dengan keseharian ummat, yaitu ekonomi syariah dengan berbagai aspeknya.

(4)

A. Pengertian Ekonomi Syariah

Secara harfiah, ekonomi diambil dari kata oikos, berati rumah tangga (dalam arti yang luas), dan nomos berarti peraturan. Secara konseptual, ekonomi muncul karena adanya ketimpangan antara sumber daya yang terbatas dengan kebutuhan manusia yang cenderung terus meningkat. Maka diperlukan suatu aturan-aturan atau rumusan untuk memenuhi kebutuhan dimaksud dengan keterbatasan sumber daya guna mencapai kesejahteraan.

Adapun termin ‘syariah’ dalam frasa

‘ekonomi syariah’ merupakan istilah

populer di tanah air yang merujuk pada Islam atau islami. Sehingga ekonomi syariah adalah juga ekonomi Islam atau ekonomi islami.

Ekonomi syariah sebagaimana penulis maksud dalam buku kecil ini dibatasi pada

(5)

berusaha dan bekerjasama satu sama lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan, sesuai dengan prinsip-prinsip Al Qur’an dan sunnah”.

B. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah

Islam merupakan dien kamil mutakamil,

sebuah agama paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan

duniawi maupun ukhrawi. Karena

keparipurnaannya, Islam juga dapat dimaknai sebagai peradaban, budaya dan

sistem yang menawarkan world-view

tersendiri.

(6)

sosial-ekonomi yang dikenal dengan ahkam al mu’amalah.

Jika ditinjau secara komponensial, Islam memiliki dimensi aqidah, syariah atau mu’amalah, dan akhlaq. Aqidah adalah fondasi keyakinan seorang muslim untuk bertauhid secara benar. Aqidah memuat aspek pengakuan tentang keesaan Allah swt. sebagai Rabb Yang Memiliki, Merajai dan Mengatur alam semesta. Allah swt.

sebagai Ilâh yang kepada-Nya kita

bersandar, berharap dan mintai

pertolongan. Allah swt dengan asma dan

shifât kesempurnaan-Nya yang wajib

diimani.

Syariah mengatur hukum-hukum (ahkam) dalam keseharian kehidupan manusia

seperti ahkam jinayah,termasuk juga di

(7)

Dimensi ketiga adalah akhlaq yang merupakan simpul alasan di balik kenabian. Akhlaq adalah muara setiap

amal ibadah, sebagaimana shalat untuk

mencegah perbuatan keji dan munkar. Shaum untuk mencapai derajat ketakwaan. Zakat untuk membersihkan diri, serta ibadah Haji yang mengajarkan totalitas

beribadah, sikap persaudaraan dan

pengorbanan yang dicontohkan Nabi Ibrahim as.

Etos Kerja Ekonomi Syariah

Ekonomi Syariah berdiri di atas prinsip-prinsip yang telah digariskan di dalam Al-Quran dan sunnah.

Ekonomi Syariah merupakan sistem yang

terbebas dari unsur-unsur yang

(8)

dan komoditas non-halal. Sebagaimana penjelasan pada bab berikutnya.

Pelaku ekonomi syariah selalu menjadikan sikap & perilaku Nabi sebagai role model, khususnya etos kerja beliau sebagai pebisnis yang terpercaya.

Sikap dan Perilaku yang dikenal dengan istilah shidq (jujur), amanah (terpercaya), fathonah (cerdas, kreatif, inovatif), dan tabligh (informatif, menyampaikan kebenaran).

Karena ekonomi Syariah berorientasi pada tercapainya kesejahteraan dengan ridho

dan ampunan Allah swt. (baldatun

thayyibah wa rabbun ghafur), maka dalam praktika bisnis dan keuangan berbasis syariah selalu memperhatikan nilai-nilai budaya sebagai berikut:

(9)

Mashlahat

Kemaslahatan dan perbaikan di antara sesama manusia (QS 08:01) dan terhadap alam semesta (QS 07:56).

Hasanah

Kesejahteraan di dunia dan kemuliaan akhirat (QS 16:122).

Ukhuwwah

Menjalin persaudaraan atas landasan iman (QS 49:10)

Ri’ayah

Bertanggungjawab pada generasi yang akan datang (QS 04:09) dan Memelihara alam/lingkungan hidup (QS 07:56)

Ta’awun

Tolong menolong, saling

memberdayakan dalam kebajikan dan takwa (QS 05:02).

Tanmiyah

(10)

C. Lembaga Keuangan Islam

Untuk memahami ekonomi syariah secara praktis, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui serangkaian tinjauan praktika bisnis (perniagaan) dan jasa-jasa yang ditawarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Praktika bisnis sebagaimana dimaksud secara jelas diuraikan oleh para ahli ekonomi Islam, bahkan sejak era klasik, seperti tergambar jelas dalam Kitab Perniagaan (Kitab al Buyu’) dalam Bulughul Maram oleh Ibn Hajar, yang menjadi salah satu referensi utama dalam buku kecil ini.

Adapun tinjauan pada jasa dan

(11)

diawasi, baik secara operasional maupun jasa yang ditawarkan, wajib comply atau sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Dalam pengawasannya, DPS telah dibekali dengan berbagai fatwa, sekurangnya saat ini telah terbit 75 lebih fatwa yang berkaitan dengan keuangan syariah.

LKS secara kelembagaan di Indonesia terbagi ke dalam dua (3) kategori, yaitu Perbankan Syariah, Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) Syariah dan Lembaga Keuangan Nirlaba Syariah.

Adapun LKNB Syariah terdiri dari berbagai bagian sub-industri atau jasa

keuangan yang ditawarkan seperti

Lembaga Asuransi & Reasuransi,

Penjaminan, Pegadaian, Dana Hari

(12)

Adapun Lembaga Keuangan Nirlaba Syariah terdiri dari Lembaga Waqf, Lembaga Zakat, Infak dan Sedekah, Lembaga Penjaminan Syariah dan lain-lain.

Perbankan Syariah ( يملإا فرصملا)

Bank Syariah sebagaimana bank

konvensional merupakan lembaga

intermediary (perantara) antara pemilik

dana (shahibul mal) dan pihak yang

membutuhkan dana (mudharib,‘amil).

Bank Syariah melakukan fungsi

penyimpanan, penghimpunan,

pengelolaan (investasi) dan penyaluran dana nasabah dalam usaha atau kepada

pelaku usaha (sektor riil) untuk

(13)

Perbedaan signifikan Bank Syariah dari Bank Konvensional terletak pada aspek legalitas, struktur organisasi, prinsip bisnis, usaha yang dibiayai dan beragam jasa yang dimiliki.

Dalam Bank Syariah, payung hukum yang menjadi pijakan bukan hanya hukum positif, namun juga hukum syariah. Sehingga dalam struktur organisasi-nya diawasi oleh Dewa Pengawas Syariah (DPS) yang memastikan seluruh aspek usaha dijalankan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha Bank Syariah dijalankan dengan prinsip bagi-hasil, jual-beli atau sewa. Berbeda dengan Bank Konvensional yang menggunakan perangkat bunga (interest).

Bank Syariah tidak memandang uang

sebagai komoditas yang dapat

diperdagangkan, sebagaimana tak dikenal

(14)

dipahami sebagai alat tukar, yang diperoleh dengan adanya iwadl, baik itu berupa barang atau jasa. Itulah yang menyebabkan Bank Syariah sangat lekat dengan sektor riil.

Bank Syariah di Indonesia berbentuk Bank

Umum Syariah (full fledge), Unit Usaha

Syariah (UUS) dari Bank Konvensional, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Produk-produk Perbankan Syariah

Bank Syariah melakukan usaha

penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dana nasabah, serta usaha lainnya, seperti L/C Export & Import, penyediaan dana

talangan, jual-beli, pembayaran gaji

(15)

Berikut beberapa ragam produk dan akad yang populer dalam Bank Syariah:

- Tabungan

Tabungan di Bank Syariah dilakukan tanpa adanya unsur atau perhitungan bunga. Dan dilakukan berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.

Jika menggunakan prinsip mudharabah,

maka nasabah menjadi pemilik modal

(shahibul mal), sedangkan Bank menjadi

mudharib yang dapat melakukan berbagai usaha, termasuk bekerjasama dengan pihak lain. Keuntungan bagi keduanya

dihitung dengan nisbah atau prosentase

dari profit yang didapatkan.

(16)

Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:

..ٝهذبٜ لٜهل ٞ ذتٜيْلٜٖل،ٝهٜتٜناٜمَأل ٜ ٞ ٝتْؤالٗٞ ذَالٞ ٜؤٝيْلٜفلا ٙضْعٜبلْ ُٝ ٝضْعٜبلٜ ٞمَأل ْٔ

اٜف..

ِ

“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.

Dan Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

أ mengandung berkah: jual beli tidak secara

tunai, muqaradhah (mudharabah), dan

(17)

- Deposito

Deposito, sebagaimana tabungan

umumnya dilakukan dengan prinsip mudharabah.

Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

Dalam kapasitasnya sebagai mudharib,

bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain. Modal dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

(18)

- Jual-beli Murabahah

Jual Beli Murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya

kepada pembeli dan pembeli

membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan menyampaikan segala hal terkait pembelian, seperti

membelinya secara hutang dan

sebagainya.

(19)

Adapun nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Landasan hukum jual-beli murabahah adalah Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:

ل…

لٜعٞ ݁لالٜٓذٜ݁حٜٖلٜ ْيٜبْلالٝهلذ ٜحَأٜٖ

"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."

-Giro

Giro adalah simpanan dana yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.

Giro dilakukan tanpa perhitungan bunga,

(20)

wadi’ah, sebagaimana penjelasannya pada tabungan dan deposito.

- Letter of Credit (L/C) Ekspor

Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah

L/C Ekspor Syariah dalam

pelaksanaannya meng-gunakan

akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al-Bai’.

Akad untuk L/C Ekspor yang sesuai dengan syariah dapat berupa:

a. Akad Wakalah bil Ujrah dengan

ketentuan:

(21)

penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah. Adapun besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam prosentase.

b. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh

dengan ketentuan:

Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor, kemudian melakukan

penagihan (collection) kepada bank

penerbit L/C (issuing bank);

(22)

c. Akad Wakalah Bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:

Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir. Kemudian, Bank

melakukan pengurusan

dokumen-dokumen ekspor serta melakukan

penagihan (collection) kepada bank

penerbit L/C (issuing bank).

Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance);

Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk Pembayaran ujrah, Pengembalian dana mudharabah, Pembayaran bagi hasil.

(23)

d. Akad Musyarakah dengan ketentuan:

Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir. Kemudian Bank

melakukan pengurusan

dokumen-dokumen ekspor dan melakukan

penagihan (collection) kepada bank

penerbit L/C (issuing bank);

Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance);

(24)

e. Akad Al-Bai’ (Jual-beli) dan Wakalah dengan ketentuan:

Bank membeli barang dari eksportir. Kemudian Bank menjual barang kepada importir yang diwakili eksportir;

Bank membayar kepada eksportir setelah pengiriman barang kepada importir;

฀ LKNB Syariah

(25)

Berikut kilasan produk-produk dimaksud merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.

- Asuransi Syariah

Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau

Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam

bentuk aset dan/atau tabarru’ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Dalam akad tijarah (mudharabah),

perusahaan bertindak sebagai mudharib

(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis);

Sedangkan dalam akad tabarru’ (hibah),

peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain

(26)

perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Dasar hukum asuransi syariah, salah satunya adalah hadist Nabi saw. sebagai

“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada

hari kiamat; dan Allah senantiasa

menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

- Pegadaian Syariah (Rahn)

Pegadaian Syariah adalah pinjaman

(27)

barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang

Rahin (yang menyerahkan barang)

dilunasi.

Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak

mengurangi nilai Marhun dan

pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

Dasar hukum pegadaian syariah adalah Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:

لٚة ٜضْوٝبْ ٜملٚٔاٜهٜٞ݁فلاٙبٞت َٜلاَْٖٜٝܿٞلْمٜلٜٖلٜٛ݁ ٜسل َٜٜعلْ ُْٝنٝكل ْٔ

ِ

(28)

- Leasing (Ijarah)

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran

sewa/upah, tanpa diikuti dengan

pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Jika diikuti dengan pemindahan

kepemilikan, maka dinamai dengan ijarah

muntahiyah bit tamlik.

Dasar hukum ijarah, salah satunya adalah Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]: 32:

لٜٝت ٜ رْلٞعٜملْمٝ َْٜلٜبلاٜنْ ٜٜ݇قل ٝ ْ َٜل، ٜ ٞ بٜ ل ٜبٜ ْمٜ لٜٔ ْوٝ ْٜٞ݇يلْ َُٝأ

لٞ اٜيٜيْلال ِٞلْم

ل، اًْٞ݁ ُٝلا ٙضْعٜبلْمٝه ٝضْعٜبلٜܾ݀ٞذتٜيٞلل ٛ اٜجٜ ٜ ل ٛݎْعٜبل ِْٜوٜفلْمٝه ٜضْعٜبلاٜنْعٜف ٜ ٜٖل،اٜيْنُدا

لٜٔ ْوٝعٜ ْ َٜلاذ ٞملٚ ْيُٜل ٜ ٞ بٜ ل ٝبٜ ْم ٜ ٜٖ

.

“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah

meninggikan sebagian mereka atas

(29)

sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

- Obligasi Syariah

Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.

Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain

Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh,

(30)

Dasar hukum obligasi syariah, salah satunya adalah Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:

لٙل ْوٝئ ْ ٜ݇مل ٜٔ َٜلْٜܿهٜعْلالذِٔال،ْٞܿهٜعْل ٞعلاْوٝفَْٖأٜٖ

“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji

itu pasti diminta pertanggungan

jawabnya.”

Dan Hadist Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:

لاٙماٜٜ݁حلذ ٜحَأل َْٖألٙلٜاٜحلٜٓذٜ݁حلاٙحْل ٝصلذلِالْٜٞ ٞل ْْ݇ٝلالٜ ْْٜبلٚزٞئاٜجل ٝحْل ُݍلٜا

لٙماٜٜ݁حلذ ٜحَأل َْٖألٙلٜاٜحلٜٓذٜ݁حلا ٙطْ ُٜلذلِالْمٞهٞطٖٝ ُٝل َٜٜعلٜٔوٝ ٞل ْْ݇ٝلاٜٖ

ا

.

“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang

mengharamkan yang halal atau

menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat

(31)

mengharamkan yang halal atau

menghalalkan yang haram.”

- Penjaminan Syariah (Kafalah)

Kafalah ialah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil);

Kafalah dapat dikeluarkan oleh

perseorangan, lembaga keuangan, atau bahkan oleh negara.

Dasar hukum kafalah adalah Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72::

لْٚمٞعٜ لٞهٞبل ََٜأٜٖلٛ ْيٞعٜبلٝ ْ ٞملٞهٞبلٜءاٜجل ْ ٜ ٞلٜٖل ٞ ِٜٞ ْلالٜعاٜو ٝصلٝܿٞ ْٜنلاْوٝلاٜق

.

(32)

beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

Dan firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:

اٜٖلٞ َْٞلال َٜٜعلاْوٝنٜٖاٜعٜتٜٖ

لٞٔاْٜٖܿٝعْلاٜٖلٞ ِْْلْال َٜٜعلاْوٝنٜٖاٜعٜتلٜلٜٖل،ٜٗوْذتل

. “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan

janganlah tolong-menolong dalam

(mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”

- Zakat, Infak, Sedekah & Waqf

Selain produk-produk tersebut di atas dan produk profitable lainnya, terdapat juga produk keuangan yang bertujuan sosial. Seperti zakat, infak, sedekah & waqf

(disingkat ziswaf) dalam berbagai

bentuknya. Produk nirlaba seperti ini

merupakan bagian penting dalam

(33)

menjadi salah satu pilar atau rukun dalam agama.

Produk ziswaf sangat dibutuhkan dalam

membantu pemberdayaan dan

pemerataan kesejahteraan di antara

(34)

D. Hukum Perniagaan dalam Islam

Perniagaan atau jual-beli secara harfiah berarti pertukaran kepemilikan

harta-benda dengan harta-benda lainnya.

Sedangkan secara syariah, pertukaran dimaksud harus dilandasi dengan suka rela (at-taradhi).

Terdapat sekurangnya memiliki delapan jenis perniagaan: jual-beli benda dengan uang (ain bin naqd) seperti yang lumrah kita temui setiap hari, jual-beli barter (al-muqabadhah) seperti pertukaran baju

dengan biji kakao, jual-beli atau

(35)

harga awal (at tawliyah), jual-beli dengan tambahan pada modal (al muwadha’ah).

Hukum perniagaan pada dasarnya adalah halal selama tidak mengandung unsur riba, maysir (gambling), gharar (spekulatif), gish

(perbuatan curang), kezaliman dan

keharaman produk atau jasa yang

diperjual-belikan. Kaidah dalam

perniagaan secara ushul fiqh, adalah sejalan

dengan hukum mu’amalah, yaitu

diperbolehkan selama tidak ada dalil yang

mengharamkannya. Karena dasarnya

adalah ibahah atau boleh, maka praktisi bisnis atau niagawan sejatinya diberi kebebasan untuk berinovasi dan berkreasi selebar-lebarnya, dengan catatan tetap memperhatikan prinsip-prinsip Quran dan sunnah.

(36)

apa-apa saja yang dapat dilakukan atau

diperjual-belikan. Alih-alih penulis

mencoba menguraikan beberapa larangan disertai alasan atau reasoning atas larangan dimaksud.

฀ Anjuran Bekerja dan Berniaga

Bahkan perniagaan bukan saja halal, tapi dianjurkan oleh baginda Nabi Muhammad saw. Sebagaimana diriwayatkan Bazzar ra., bahwasanya Nabi saw ditanya: “Pekerjaan apa yang paling baik?” Nabi bersabda: “Pekerjaan seseorang dengan kedua tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” yakni jual beli yang terbebas dari sumpah palsu dan dari kecurangan dalam mu’amalah.

(37)

dikenal luas sebagai seorang pebisnis dan pedagang ulung serta disegani seantero jazirah karena kejujurannya.

฀ Perselisihan antara Pedagang & Pembeli Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat bernama Asyats membeli raqiq kepada Ibn Mas’ud ra. dengan harga 10.000, kemudian

ia mengutus Abdullah untuk

membayarnya. Ternyata Abdullah

membayar raqiq tersebut 20.000

sebagaimana diminta oleh penjualnya.

Lalu Abdullah berkata: hadirkanlah seorang saksi untuk menjadi penengah antara aku dan dirimu. Asy’ats berkata: kamu saksi antara aku dan dirimu sendiri. Abdullah pun berkata: sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

(38)

َٔ اܦتيلٖ ألةعل݇لالب لْو يلام

)

ما الهححٖلة݇مال اٖ

“Jika terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli dan tidak ada bukti di antara mereka, maka kesaksian (yang dapat dibenarkan) adalah kesaksian pemilik

barang (penjual), atau keduanya

meninggalkan (transaksi)” yakni membatalkannya karena tidak tercapai kesepakatan.”

Perselisihan sebagaimana dimaksud

berlaku tidak saja dalam kesepakatan harga, namun juga pada kualitas produk, syarat transaksi dan lain sebagainya.

฀ Hukum Komersialisasi Air

Air merupakan kebutuhan asasi bagi

kehidupan. Setiap makhluk hidup

(39)

ketersediaan, bahkan akses terhadap air idealnya difasilitasi oleh negara secara cuma-cuma. Terlebih di Indonesia yang sejak awal berdiri telah mendeklarasikan

dalam UUD 1145 bahwa bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Islam mengakui kepemilikan atas suatu harta-benda, termasuk tanah yang bisa jadi terkandung di dalamnya air, seperti sumur.

Namun demikian, Islam tak

memperkenankan pemilik sumur untuk

memungut bayaran atas air yang

(40)

Dari Jabir bin Abdillah

berkata: ”Rasulullah saw. melarang jual -beli air yang berlebih”.

Maksudnya, setelah kebutuhan akan air untuk diri dan keluarganya terpenuhi, tak diperkenankan untuk memberi tarif atau memungut bayaran atas penggunaan air yang ‘dimilikinya’. Karena sejatinya air adalah milik bersama, diciptakan Allah swt. untuk semua, sebagaimana udara.

฀ Hukum Jual-Beli ‘Asb al Fahl

‘Ashb al Fahl adalah jasa mengawinkan ternak, yaitu memperjual-belikan mani yang keluar dari pejantan.

(41)

transaksi seperti ini, namun mayoritas ulama menghukuminya dengan haram. Dengan merujuk pada hadist nabi sebagai berikut:

:لْاقلاَعلهلي ل݁مل ال عٖ

هلْوس ل ىه

ل

ّسٖلهيلعلهلَص

لع

ل

ح لالب݇ع

)

٘ اܾبلال اٖ

“Dari Ibn Umar ra., berkata: Rasulullah saw. melarang ashb’ al fahl.”

(42)

฀ Hukum Jual-Beli Habalil Habalah

Jual beli habalil habalah adalah jual-beli kandungan di dalam perut unta sampai kandungan itu melahirkan kembali unta. Unta yang dilahirkan itulah yang dijual-belikan. Jual-beli seperti ini mengandung gharar, spekulatif atau ketidakpastian. Karena boleh dikatakan objek yang diperjualbelikan belum ada atau bahkan tidak ada sama sekali.

:لْاقلاَعلهلي ل݁مل ال عٖ

لاعيبلَٔل,ةب ال بحل علّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس ل ىه

ةقانلالجܦنتلٔ ألَإال ٖز العاܦبيل ج݁لالَٔل:ةيلها ال ه ألهعاتي

ل

َ بلِليلالجܦنتلْ

ا

٘ اܾبل ل ل اٖل,هيلعل ܦم

(43)

jual-belinya orang Jahiliyah, yaitu ketika

seseorang membeli jazur (unta) yang akan

melahirkan naqah (unta) dan (akan)

melahirkan apa yang ada di perutnya.

฀ Hukum Bay’ al Hashat

Secara harfiah, hashat dapat dimaknai

dengan lemparan (batu). Maka, Bay’al

Hashat menjadi jual-beli dengan melempar. Terdapat beragam pengertian mengenai bay’ al hashat, di antaranya menjadikan jarak lemparan batu sebagai patokan objek

(tanah/lahan) yang diperjual-belikan.

Pengertian lain, menjadikan target

(44)

Sebagaimana sabda nabi saw.:

Dari Abu Hurairah ra., berkata:

Rasulullah saw melarang bay’ al hashat dan jual-beli gharar (HR.Muslim)

Adapun jual-beli gharar adalah jual-beli

yang mengandung spekulasi dan

ketidakpastian seperti:

- Jual beli habalil habalah - Jual beli al hashat - Jual beli al malaqih

- Jual beli al madhamin

- Jual beli buah sebelum tumbuh/panen

- Jual beli al mulamasah

- Jual beli al munabadzah

- Jual beli ikan di laut, burung di langit

(45)

Uraian mengenai masing-masing jual beli tersebut dibahas secara terpisah dalam buku kecil ini.

฀ Hukum Menakar atau Menimbang

Jual-beli suatu komoditas, khususnya barang konsumsi, membutuhkan takaran. Takaran diperlukan untuk memastikan kesamaan kualitas dan kuantitas produk dengan harga produk tersebut. Tanpa takaran yang baik, kerap kali konsumen yang menjadi korban.

Jenis takaran berbeda-beda, sesuai dengan jenis produk yang diperjual-belikan. Di

antaranya diukur dengan jumlah

(kuantitas), dengan timbangan gram, liter, ukuran luas, dan lain sebagainya.

Menjadi kewajiban penjual untuk

(46)

sampai di tangan pembeli, dengan takaran yang benar. Sebagaimana sabda Nabi saw.,

ّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس لٔ ألهنعلهلي ل ݁ي݁هلي أل عٖ

ْاق

ل

ّ݇مل اٖ ل)ِاܦ يلىحلهعبيلافلاماعطلٗرشال م

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa membeli makanan, maka janganlah menjualnya

sampai ia menimbangnya (terlebih

dahulu).” HR. Muslim

฀ Hukum 2 Shafaqah dalam 1 Shafaqah

Larangan ini memiliki banyak pengertian, di antaranya, seorang penjual yang berkata: “Saya jual pada Anda seharga 2 juta secara utang, atau 1 juta secara tunai, terserah Anda mau ambil yang mana.” Hal ini tidak diperkenankan dalam Islam

(47)

(harga), dan atau menjadikan waktu sebagai alasan penambahan nilai.

Sebagaimana pernyataan penjual, “Saya jual dengan harga sekian secara utang, dan dengan harga sekian dan sekian secara tunai,” sebagaimana diperkuat dengan hadist riwayat Ahmad mengenai larangan 2 shafaqah dalam 1 shafaqah.

Yang melandasi tidak sahnya jual beli seperti ini adalah ketidakjelasan harga

yang sesungguhnya, selain prinsip time

value yang dihitung oleh uang sebagaimana sistem ribawi.

Kedua, Imam Syafi’i berkata, “Saya jual budak saya padamu, dengan syarat kamu menjual pada saya kudamu.”

(48)

tersebut dijual padanya untuk dua bulan dengan kesepakatan akan dibayar dengan dua kali jumlah gandum dimaksud.

Larangan 2 bentuk kesepakatan dalam 1

Dari Abu Hurairah ra. berkata:

“Rasulullah saw melarang dua jual-beli

dalam satu jual-beli” Dan dari Abu Dawud ra.:

(49)

Meski banyak ahli ilmu melarangnya, bentuk transaksi seperti ini masih diperbolehkan oleh sebagian besar ulama,

selama terdapat batasan (hadd) atas

tambahan keuntungan (ribh) yang

disepakati di awal, tanpa spekulasi dan tidak berlebihan.

Hukum Jual Beli dengan 2 Syarat

Pada transaksi perniagaan, tak jarang ditemukan pelanggan yang meminta syarat pembelian yang berbelit, misalkan: “Saya beli baju itu, asalkan dijahitkan seperti begini atau begitu, lalu minta diberi pernak-pernik seperti ini atau itu, lalu dibungkus dalam bingkisan seperti ini atau itu,” atau mungkin juga ditemukan pelanggan yang berani membayar mahal asalkan pembayaran ditangguhkan.

Berikut adalah dasar hukum atas

(50)

لْاقل:ْاقلاَعلهلي ل ܿجل علهيب أل علبيعشل لٖ݁مل ع

لٔاطُللٖل يبلٖلفلسل حلل لّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس

ة݇مال اٖ ل)ّܿنعلسللامل يبللٖل ضيلملاملح للٖل يبلِ

Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah halal salaf (sebagai syarat) dalam jual-beli, dua syarat dalam satu jual-beli, dan tidak (halal) memperoleh keuntungan atas apa yang tidak dimiliki, dan jual-beli apa-apa yang bukan milikmu”

(

HR Khamsah)

Contoh riil salaf sebagai keringanan atau syarat jual-beli adalah tatkala seseorang menawarkan untuk membeli barang dengan harga yang tinggi supaya dapat penangguhan pembayaran. Mayoritas ulama melarang perbuatan demikian.

Contoh kedua, saat seseorang berkata: “Saya menjual jaket ini kepadamu seharga

100.000 asalkan kamu memberiku

(51)

Atau sebaliknya kita meminjamkan uang pada orang lain, namun sekaligus mensyaratkan orang tersebut membeli barang kita untuk dibayar kemudian dengan utangnya.

Kedua, contoh jual beli dengan dua syarat atau lebih adalah sebagaimana di-contohkan di muka. Ketika seorang konsumen membeli kue dengan syarat kue tersebut diberi perisa yang sesuai dengan seleranya lalu diantar ke lokasi yang diminta. Atau seseorang yang berkata: “Aku jual hp ini dengan harga 1 juta secara tunai dam 2 juta secara tangguh,” atau seorang pembeli yang berkata: “Saya jual produk saya pada Anda, asalkan Anda dapat menjual produk fulan kepada saya dengan harga sekian.”

(52)

jual-beli pesanan yang disepakati oleh kedua pihak di muka.

Ketiga, jual beli yang tidak diperkenankan sesuai dengan nash di atas adalah menjual sesuatu yang belum dalam kepemilikan penjual secara mutlak.

Hukum Jual Beli Al Urbun

Misalnya Anda menjual lemari kayu jati seharga 5 juta, kemudian ada seseorang datang dan hendak membeli lemari tersebut. Lalu ia berkata, “Saya mau beli lemari ini, ini ada uang 500 ribu. Jika saya kembali saya bayar sisanya, jika tidak maka uang ini menjadi milik Anda atau saya tidak akan meminta uang saya kembali.”

(53)

disyaratkan oleh penjual, dengan

kepastian pembelian dan kepastian

pembayaran sisa atau cicilan berikutnya.

Berbeda dengan al urbun yang sama sekali tidak mengandung kepastian. Jika pembeli

kembali maka transaksi riil, yaitu

pertukaran antara benda dan uang, terjadi. Jika tidak, maka telah terjadi pengambilan uang tanpa adanya pertukaran (‘iwadh), itu sama sekali tidak diperkenankan secara syariah.

Sebagaimana sabda nabi yang

diriwayatkan Malik ra.

هلْوس ل ىه

“Rasulullah saw. melarang bay’al urban.”

(54)

hadist dimaksud ke dalam kategori dho’if. Umar ra, Abdullah bin Umar ra. dan Imam Ahmad meng-halalkan praktik jual-beli tersebut.

Larangan Menjual di Tempat Pembelian

Apa yang akan Anda rasakan jika ada seorang pembeli yang baru saja membeli tas yang Anda jual 50.000, lalu di depan Anda pula ia menjual tas tersebut kepada orang lain seharga 250.000. Bukankah itu akan terasa menyakitkan? Atau setidaknya Anda menyesal menjualnya hanya 50.000.

Perbuatan seperti itu, menjual barang langsung di tempat pembelian tidak diperkenankan secara syariah. Berikut riwayat yang melarangnya,

(55)

لٔإافل،ِح لَإال وحلىحلهتعتبالܧيحلهعبتللْا فل,ببال

Dari Ibn Umar ra. berkata: “Saya membeli minyak di pasar, setelah terjadi ijab (telah

menjadi miliku), seseorang hendak

membelinya dengan harga yang baik, sayapun ingin menyentuh tangannya (sebagai tanda kesepakatan), tiba-tiba seseorang menarik lenganku dari belakang, setelah berbalik ternyata ia Zayd bin Tsabit, ia lalu berkata: “Jangan menjual di tempat kamu membelinya sampai kamu kembali

ke tempatmu (berjualan), karena

sesungguhnya Rasulullah melarang

melarang untuk menjual benda di tempat ia dibeli sampai penjual itu membawanya

ke tempat ia kembali (tempat

(56)

Hukum Pertukaran Valuta

Di saat kebijakan bebas visa telah menjadi tren global, ditambah zona kawasan bebas perdagangan, transaksi bisnis lintas valuta atau penggunaan berbagai mata uang di satu lokasi menjadi hal yang tak terhindarkan.

Penggunaan dan pertukaran valuta dalam perniagan telah terjadi bahkan pada masa Nabi saw. Sebagaimana diriwayatkan oleh perawi yang lima dan diperkuat oleh Hakim sebagai berikut:

(57)

ini dari ini, maka Rasulullah saw bersabda: “Tak masalah engkau mengambilnya, (asalkan) dengan harga hari ini, selama tidak berbeda dan tidak menyisakan

sesuatu diantara kalian (tidak

ditangguhkan).”

riwayat lain yang senada dengan riwayat di atas adalah ketika Abdullah bin Umar ra. bertanya pada Rasulullah saw. tentang

hukum sharf (money exchange) dan

pertukaran antara emas dan perak, maka nabi memperbolehkannya dengan syarat dilakukan dengan harga saat ini, tunai dan tidak ditangguhkan atau tidak menyisakan pembayaran di waktu lain dengan nilai yang berbeda.

Hukum Perbuatan Najsy

(58)

penjual melakukan berbagai trik. Bahkan beberapa penjual yang tidak jujur, ada yang sengaja menaikan harga barang

kepada orang yang tidak minat

membelinya, agar konsumen lain tertarik untuk membeli. Trik atau tipuan seperti ini disebut najasy.

Pengertian lain dari najsy atau at tanajusy adalah seorang penjual, atau pembeli, atau orang ketiga yang berkomplot baik dengan penjual, memuji-muji suatu barang secara berlebihan, berpura-pura membeli dengan harga tinggi, supaya barang tersebut kemudian dibeli.

Najsy termasuk afatullisan atau kemunkaran dalam ucapan. Di saat telemarketing dan penjualan dengan

iming-iming diskon kerap terjadi, najsy

menjadi penyakit perniagaan yang harus dihindari dan diwaspadai.

(59)

Hukum Al Muhaqalah

Al Muhaqalah, menurut Al Laits adalah jual beli tanaman sebelum panen, atau sebelum

jelas hasilnya. Dikatakan juga, Al

Muhaqalah adalah jual beli kurma yang masih di atas pohonnya, atau biji padi yang masih di batangnya atau masih di sawah dan belum dipanen. Jual beli ini dilarang dalam syariah.

Hukum Al Muzabanah

Al Muzabanah adalah jual beli buah-buahan di atas pohon dengan buah-buahan serupa yang sudah dipanen. Misalnya jual beli ratb

(korma di pohon) dengan tamr (korma

(60)

Al Mukhabarah adalah kerjasama

pengelolaan atau penanaman lahan

dengan kesepakatan separuh atau

sebagian hasil dari panen. Mayoritas ulama menghukuminya dengan haram, kecuali Imam Ahmad, Ibn Khuzaimah, Ibn al Munzir dan Al Khataby dalam riwayat

menyatakan kehalalan kerjasama

sebagaimana dimaksud.

Hukum At Tsunya

At Tsunya diambil dari kata Al Itstisna yang berati pengecualian, yaitu jual beli suatu barang dengan pengecualian bagian dari

barang tersebut. Hukum Ats Tsunya

bergantung pada kepastian bagian yang dikecualikan. Jual beli tidak sah jika bagian pengecualian tidak jelas dan atau lebih dari sepertiga bagian yang diperjual belikan.

(61)

Hukum Al Mulamasah

Al Mulamasah memiliki akar kata lams artinya sentuhan, jual beli Al Mulamasah menjadikan sentuhan sebagai syarat sahnya pembelian. Al Mulamasah memiliki

beberapa pengertian, di antaranya

seseorang yang menyentuh pakaian dalam kegelapan, atau mata tertutup, kemudian penjual berkata: “Saya menjualnya padamu dengan harga sekian, dengan syarat sentuhanmu itu mengganti hakmu untuk melihatnya. Tidak boleh memilih atau membatalkan jika nanti kamu melihatnya.”. Pengertian lainnya, menjadikan sentuhan sebagai bukti sahnya pembelian tanpa shigah tambahan.

(62)

Hukum Al Munabadzah

Al Munabadzah menurut Abu Hurairah ra. adalah ketika seseorang berkata: “Saya serahkan apa yang ada dalam karungku dan kamu serahkan semua isi karungmu,” lalu keduanya saling berjual-beli tanpa melihat apa isinya. Jual beli ini tidak sah dan dilarang oleh syariah.

Dalil atau nash larangan atas muhaqalah, muzabanah, mukhabarah, ats tsunya, dan munabadzah, adalah sebagai berikut:

ل عل ىهلّسٖلهيلعلهلَصلِنلالٔ ألهنعلهلي ل݁ اجل عٖ

“Dari Jabir ra. bahwa nabi saw melarang al muhaqalah, dan al muzabanah, dan al

(63)

لهيلعلهلَصلهلْوس ل ىه ل:ْاقلسن أل عٖ

لةقا ال علّسٖ

٘ اܾبلال اٖ ل)ةنبازماٖل ݀بانماٖلة݇ماماٖل را اٖ

“Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw melarang al muhaqalah, dan al mukhadarah, dan al mulamasah, dan al

munabadzah, dan al muzabanah” HR. Bukhari

Hukum Penetapan Harga

(64)

هلَصلهلْوس لْاق

لݎبا لال݁ع݇مالوهلهلٔإا لّسٖلهيلعل

لُنملܿح ألسللٖلَاعتلهل ل ألٔ ألوج لليإاٖلِا ݁لالْسابلا

ة݇مال اٖ ل)ْامللٖلٓ لِلة ل مليبل ي

“Sesungguhnya Allah ialah Al Musa’ir (Yang Menentukan Harga), Yang Maha Menggenggam, Yang Maha Melapangkan, Yang Maha Pemberi Rizki, sungguh saya berharap untuk berjumpa dengan Allah ta’ala, dan takada diantara kalian yang

memintaku untuk berbuat aniyaya

(dzalim), baik dalam nyawa maupun harta.”

(65)

rantai penjualan yang acap kali tidak sederhana.

Demikian syariah melarang penetapan harga oleh penguasa demi mencegah terjadinya kezaliman. Dapat dibayangkan jika terjadi kelangkaan komoditas karena cuaca, atau karena harga pupuk yang juga naik, jika pemerintah memonopoli harga tomat misalnya, bisa dipastikan petani takkan mendapat apa-apa atas jerih payah mereka.

Karena itu, yang dapat pemerintah lakukan sebagai solusi adalah memastikan infrastruktur tersedia, termasuk irigasi

yang baik, membantu permodalan,

(66)

Hukum Ihtikar (Penimbunan)

Penimbunan tergolong ke dalam

perbuatan bathil yang dilarang oleh syariah. Penimbun barang adalah mereka yang menarik komoditas tertentu, misalnya

makanan, barang konsumsi atau

sejenisnya dan menahannya dari

peredaran untuk menyebabkan

kelangkaan demi tercapainya harga

tertinggi. Saat harga meroket, barang tersebut diedarkan sebanyak mungkin untuk memperoleh keuntungan yang besar.

Pelaku ihtikar seperti ini dikategorikan khati atau ‘atsim atau ashi, yaitu pendosa. Sebagaimana sabda nabi saw.

)ئطاُللإال݁ تحلل ل:ّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس لْاق

ل

(67)

Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang menimbun barang, kecuali ia pendosa.”

Hukum Menunjukkan Cacat Produk

Prinsip syariah di antaranya memberikan perlindungan pada konsumen. Konsumen berhak tahu atas kelebihan sekaligus kekurangan atau cacat pada barang yang hendak dibelinya.

Sebagaimana kisah masyhur tentang teguran Rasulullah saw pada pedagang yang curang.

(68)

“Terkena hujan, wahai Rasulullah”. Nabi bersabda: “Mengapa tidak kau simpan di atas supaya orang-orang melihatnya? Barang siapa berbuat curang maka ia bukan golonganku.” HR Muslim

Sungguh Islam mengutamakan kejujuran dalam setiap transaksi perniagaan. Begitu keras ancaman Nabi bagi seorang pedagang yang berbuat curang, kalimat yang pendek namun bermakna sangat mendalam.

ل

)يمل سللفل ݈غل م

“Barang siapa berbuat curang, maka ia bukan bagian dari ummatku.

Hukum Supply Komoditas Haram

(69)

pembuat wine. Hukum jual beli anggur kepada pembuat wine adalah haram. Bahkan, ancaman bagi pelakunya adalah kepastian api neraka sebagai tempat kembali. Sebagaimana sabda nabi saw:

س لْاق

لُا لالًٓ ألبنعلالسبحل مل:ّسٖلهيلعلهلَصلهلْو

ياَ لال اٖ ل) يݍبلَعل انلالمي تلܿ فلا݁مل ܾ݀تيل ملهعيبيلىح

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa menimbun anggur pada saat masa panen

untuk kemudian menjualnya pada

pembuat khamr (wine) maka ia telah memastikan dirinya untuk masuk ke dalam api neraka” HR. Thabrani

(70)

memungkinkan untuk mencari tahu sebaiknya hal tersebut dilakukan.

Hukum Pembatalan Transaksi

Ada kalanya, seorang pembeli merasa

menyesal atau ingin membatalkan

pembeliannya karena satu atau lain hal. Bisa jadi pembeli merasa barang yang baru saja dibeli tidak begitu bermanfaat untuknya. Atau pembeli merasa telah mengeluarkan uangnya terlalu banyak sehingga tidak dapat membeli yang benar-benar dibutuhkan. Mungkin ada alasan lainnya yang lebih rasional untuk membatalkan pembelian.

(71)

baik hati untuk menerima pengembalian dengan pahala yang begitu besar, sebagaimana sabda nabi saw.

لْاق ألهتعيبلال݇ملْاق أل م ل:ّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس لْاق

هجامل اٖل ٖا لوب أل اٖ ل)هترعله

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berkenan membatalkan akad jual-beli pada seorang muslim, maka Allah akan mencabut (azab) atas dosanya”atau Allah akan mengampuni dosanya.

(72)

Referensi

Al Asqalani, Ibn Hajr. 2002. Bulughul Maram. Jakarta: Dar el Kutub

Alausy, Abi Abdillah. 2004. Ibanatul Ahkam. Beirut: Dar el Fikr

Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press

Falih, Abi Abdillah. 1997. Alfadz al Aqidah. Riyadl: Maktabah el Abikan

Karim, Adimarwan A. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajagrafindo

Sabiq, Sayyid. 2003. Fiqh Sunnah. Kairo: Dar el Fath

Fatwa DSN MUI

www.alukah.net

(73)

Tentang Penulis

Daniel Rusyad Hamdanny, lahir di Bandung 15 Oktober 1988. Lulus dari PM Darussalam Gontor pada tahun 2007, dan meraih strata-1 di bidang ilmu komunikasi dari Universitas Padjadjaran.

Menjadi praktisi keuangan syariah sejak 2013, saat bergabung di salah satu lembaga keuangan syariah di Jakarta. Saat ini bekerja di salah satu BUMN di kota yang sama.

Karya tulis Penulis yang telah terpublikasi di antaranya, Islamic Rhetorics: Lessons from the Farewell Sermon by Prophet Muhammad, Buku Kecil Tauhid dalam Islam, dan Buku Kecil Ekonomi Syariah.

Penulis dapat dihubungi pada:

085722396950

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas peneliti tertarik sekali untuk melakukan penelitian di dalam kelas dari masalah yang ada, dengan judul Peningkatkan Aktivitas dan

Komando, Kendali, Komunikasi dan Informasi (K3I), kemampuan lain yang dimiliki oleh batalyon mekanis adalah K3I dimana setiap Ranpur Anoa dilengkapi dengan radio komunikasi VHF

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah makanan dalam menerapkan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB)

Dalam penyelidikan konsumsi makanan di Indonesia ditemui makanan jadi herupa makanan jajan yang cukup mempunyai arti dalam hidangan sehari-hari, Suatu cara untuk

Berdasarkan paparan hasil penelitian mengenai pengguna jasa, dapat diketahui bahwa perilaku masyarakat Kota Semarang yang mendukung pelaksanaan tugas Bidang

Negosiasi yang bersifat menyerang atau mendominasi situasi dan kondisi negosiasi, yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri, dilakukan dengan cara: Menggunakan

Labolatorium Geologi Optik – Teknik Geologi FT UGM Page 2 Keterbentukan gelas diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pendinginan yang cepat, viskositas tinggi,

2 Ap Apak akah ah gu guru ru pe pemb mbim imbi bing ng me memi mili liki ki perhitungan jam kegiatan pelayanan perhitungan jam kegiatan pelayanan konseling di sekolah ekivalen