Buku Kecil
Ekonomi Islam
لةماعما
ةي اݍܦقإلا
ل
ةيماسإلا
Konsep Dasar Ekonomi Syariah
Lembaga Keuangan Syariah
Akad-akad Keuangan Syariah
Hukum Perniagaan dalam Islam
Disertai Contoh Praktis
D.R. Hamdanny
م݁لالهلم݇ب
ل
مح݁لا
Pengantar
Alhamdulillah, shalawat dan salam
senantiasa terlimpah curah kepada
Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Melalui buku kecil ini, penulis mencoba
menguraikan materi yang sangat
kompleks dan lekat dengan keseharian ummat, yaitu ekonomi syariah dengan berbagai aspeknya.
A. Pengertian Ekonomi Syariah
Secara harfiah, ekonomi diambil dari kata oikos, berati rumah tangga (dalam arti yang luas), dan nomos berarti peraturan. Secara konseptual, ekonomi muncul karena adanya ketimpangan antara sumber daya yang terbatas dengan kebutuhan manusia yang cenderung terus meningkat. Maka diperlukan suatu aturan-aturan atau rumusan untuk memenuhi kebutuhan dimaksud dengan keterbatasan sumber daya guna mencapai kesejahteraan.
Adapun termin ‘syariah’ dalam frasa
‘ekonomi syariah’ merupakan istilah
populer di tanah air yang merujuk pada Islam atau islami. Sehingga ekonomi syariah adalah juga ekonomi Islam atau ekonomi islami.
Ekonomi syariah sebagaimana penulis maksud dalam buku kecil ini dibatasi pada
berusaha dan bekerjasama satu sama lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan, sesuai dengan prinsip-prinsip Al Qur’an dan sunnah”.
B. Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah
Islam merupakan dien kamil mutakamil,
sebuah agama paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan
duniawi maupun ukhrawi. Karena
keparipurnaannya, Islam juga dapat dimaknai sebagai peradaban, budaya dan
sistem yang menawarkan world-view
tersendiri.
sosial-ekonomi yang dikenal dengan ahkam al mu’amalah.
Jika ditinjau secara komponensial, Islam memiliki dimensi aqidah, syariah atau mu’amalah, dan akhlaq. Aqidah adalah fondasi keyakinan seorang muslim untuk bertauhid secara benar. Aqidah memuat aspek pengakuan tentang keesaan Allah swt. sebagai Rabb Yang Memiliki, Merajai dan Mengatur alam semesta. Allah swt.
sebagai Ilâh yang kepada-Nya kita
bersandar, berharap dan mintai
pertolongan. Allah swt dengan asma dan
shifât kesempurnaan-Nya yang wajib
diimani.
Syariah mengatur hukum-hukum (ahkam) dalam keseharian kehidupan manusia
seperti ahkam jinayah,termasuk juga di
Dimensi ketiga adalah akhlaq yang merupakan simpul alasan di balik kenabian. Akhlaq adalah muara setiap
amal ibadah, sebagaimana shalat untuk
mencegah perbuatan keji dan munkar. Shaum untuk mencapai derajat ketakwaan. Zakat untuk membersihkan diri, serta ibadah Haji yang mengajarkan totalitas
beribadah, sikap persaudaraan dan
pengorbanan yang dicontohkan Nabi Ibrahim as.
Etos Kerja Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah berdiri di atas prinsip-prinsip yang telah digariskan di dalam Al-Quran dan sunnah.
Ekonomi Syariah merupakan sistem yang
terbebas dari unsur-unsur yang
dan komoditas non-halal. Sebagaimana penjelasan pada bab berikutnya.
Pelaku ekonomi syariah selalu menjadikan sikap & perilaku Nabi sebagai role model, khususnya etos kerja beliau sebagai pebisnis yang terpercaya.
Sikap dan Perilaku yang dikenal dengan istilah shidq (jujur), amanah (terpercaya), fathonah (cerdas, kreatif, inovatif), dan tabligh (informatif, menyampaikan kebenaran).
Karena ekonomi Syariah berorientasi pada tercapainya kesejahteraan dengan ridho
dan ampunan Allah swt. (baldatun
thayyibah wa rabbun ghafur), maka dalam praktika bisnis dan keuangan berbasis syariah selalu memperhatikan nilai-nilai budaya sebagai berikut:
Mashlahat
Kemaslahatan dan perbaikan di antara sesama manusia (QS 08:01) dan terhadap alam semesta (QS 07:56).
Hasanah
Kesejahteraan di dunia dan kemuliaan akhirat (QS 16:122).
Ukhuwwah
Menjalin persaudaraan atas landasan iman (QS 49:10)
Ri’ayah
Bertanggungjawab pada generasi yang akan datang (QS 04:09) dan Memelihara alam/lingkungan hidup (QS 07:56)
Ta’awun
Tolong menolong, saling
memberdayakan dalam kebajikan dan takwa (QS 05:02).
Tanmiyah
C. Lembaga Keuangan Islam
Untuk memahami ekonomi syariah secara praktis, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah melalui serangkaian tinjauan praktika bisnis (perniagaan) dan jasa-jasa yang ditawarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Praktika bisnis sebagaimana dimaksud secara jelas diuraikan oleh para ahli ekonomi Islam, bahkan sejak era klasik, seperti tergambar jelas dalam Kitab Perniagaan (Kitab al Buyu’) dalam Bulughul Maram oleh Ibn Hajar, yang menjadi salah satu referensi utama dalam buku kecil ini.
Adapun tinjauan pada jasa dan
diawasi, baik secara operasional maupun jasa yang ditawarkan, wajib comply atau sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dalam pengawasannya, DPS telah dibekali dengan berbagai fatwa, sekurangnya saat ini telah terbit 75 lebih fatwa yang berkaitan dengan keuangan syariah.
LKS secara kelembagaan di Indonesia terbagi ke dalam dua (3) kategori, yaitu Perbankan Syariah, Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) Syariah dan Lembaga Keuangan Nirlaba Syariah.
Adapun LKNB Syariah terdiri dari berbagai bagian sub-industri atau jasa
keuangan yang ditawarkan seperti
Lembaga Asuransi & Reasuransi,
Penjaminan, Pegadaian, Dana Hari
Adapun Lembaga Keuangan Nirlaba Syariah terdiri dari Lembaga Waqf, Lembaga Zakat, Infak dan Sedekah, Lembaga Penjaminan Syariah dan lain-lain.
Perbankan Syariah ( يملإا فرصملا)
Bank Syariah sebagaimana bank
konvensional merupakan lembaga
intermediary (perantara) antara pemilik
dana (shahibul mal) dan pihak yang
membutuhkan dana (mudharib,‘amil).
Bank Syariah melakukan fungsi
penyimpanan, penghimpunan,
pengelolaan (investasi) dan penyaluran dana nasabah dalam usaha atau kepada
pelaku usaha (sektor riil) untuk
Perbedaan signifikan Bank Syariah dari Bank Konvensional terletak pada aspek legalitas, struktur organisasi, prinsip bisnis, usaha yang dibiayai dan beragam jasa yang dimiliki.
Dalam Bank Syariah, payung hukum yang menjadi pijakan bukan hanya hukum positif, namun juga hukum syariah. Sehingga dalam struktur organisasi-nya diawasi oleh Dewa Pengawas Syariah (DPS) yang memastikan seluruh aspek usaha dijalankan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha Bank Syariah dijalankan dengan prinsip bagi-hasil, jual-beli atau sewa. Berbeda dengan Bank Konvensional yang menggunakan perangkat bunga (interest).
Bank Syariah tidak memandang uang
sebagai komoditas yang dapat
diperdagangkan, sebagaimana tak dikenal
dipahami sebagai alat tukar, yang diperoleh dengan adanya iwadl, baik itu berupa barang atau jasa. Itulah yang menyebabkan Bank Syariah sangat lekat dengan sektor riil.
Bank Syariah di Indonesia berbentuk Bank
Umum Syariah (full fledge), Unit Usaha
Syariah (UUS) dari Bank Konvensional, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Produk-produk Perbankan Syariah
Bank Syariah melakukan usaha
penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dana nasabah, serta usaha lainnya, seperti L/C Export & Import, penyediaan dana
talangan, jual-beli, pembayaran gaji
Berikut beberapa ragam produk dan akad yang populer dalam Bank Syariah:
- Tabungan
Tabungan di Bank Syariah dilakukan tanpa adanya unsur atau perhitungan bunga. Dan dilakukan berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah.
Jika menggunakan prinsip mudharabah,
maka nasabah menjadi pemilik modal
(shahibul mal), sedangkan Bank menjadi
mudharib yang dapat melakukan berbagai usaha, termasuk bekerjasama dengan pihak lain. Keuntungan bagi keduanya
dihitung dengan nisbah atau prosentase
dari profit yang didapatkan.
Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:
..ٝهذبٜ لٜهل ٞ ذتٜيْلٜٖل،ٝهٜتٜناٜمَأل ٜ ٞ ٝتْؤالٗٞ ذَالٞ ٜؤٝيْلٜفلا ٙضْعٜبلْ ُٝ ٝضْعٜبلٜ ٞمَأل ْٔ
اٜف..
ِ
“…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
Dan Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
أ mengandung berkah: jual beli tidak secara
tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
- Deposito
Deposito, sebagaimana tabungan
umumnya dilakukan dengan prinsip mudharabah.
Dalam transaksi ini, nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib,
bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain. Modal dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
- Jual-beli Murabahah
Jual Beli Murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan menyampaikan segala hal terkait pembelian, seperti
membelinya secara hutang dan
sebagainya.
Adapun nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Landasan hukum jual-beli murabahah adalah Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:
ل…
لٜعٞ ݁لالٜٓذٜ݁حٜٖلٜ ْيٜبْلالٝهلذ ٜحَأٜٖ
…
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."
-Giro
Giro adalah simpanan dana yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan penggunaan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.
Giro dilakukan tanpa perhitungan bunga,
wadi’ah, sebagaimana penjelasannya pada tabungan dan deposito.
- Letter of Credit (L/C) Ekspor
Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah
L/C Ekspor Syariah dalam
pelaksanaannya meng-gunakan
akad-akad: Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah dan Al-Bai’.
Akad untuk L/C Ekspor yang sesuai dengan syariah dapat berupa:
a. Akad Wakalah bil Ujrah dengan
ketentuan:
penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah. Adapun besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam prosentase.
b. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh
dengan ketentuan:
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor, kemudian melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank);
c. Akad Wakalah Bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir. Kemudian, Bank
melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor serta melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank).
Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance);
Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk Pembayaran ujrah, Pengembalian dana mudharabah, Pembayaran bagi hasil.
d. Akad Musyarakah dengan ketentuan:
Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir. Kemudian Bank
melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor dan melakukan
penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank);
Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance);
e. Akad Al-Bai’ (Jual-beli) dan Wakalah dengan ketentuan:
Bank membeli barang dari eksportir. Kemudian Bank menjual barang kepada importir yang diwakili eksportir;
Bank membayar kepada eksportir setelah pengiriman barang kepada importir;
LKNB Syariah
Berikut kilasan produk-produk dimaksud merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional MUI.
- Asuransi Syariah
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau
Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan/atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dalam akad tijarah (mudharabah),
perusahaan bertindak sebagai mudharib
(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis);
Sedangkan dalam akad tabarru’ (hibah),
peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain
perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
Dasar hukum asuransi syariah, salah satunya adalah hadist Nabi saw. sebagai
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada
hari kiamat; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
- Pegadaian Syariah (Rahn)
Pegadaian Syariah adalah pinjaman
barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang
Rahin (yang menyerahkan barang)
dilunasi.
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak
mengurangi nilai Marhun dan
pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
Dasar hukum pegadaian syariah adalah Firman Allah, QS. Al-Baqarah [2]: 283:
لٚة ٜضْوٝبْ ٜملٚٔاٜهٜٞ݁فلاٙبٞت َٜلاَْٖٜٝܿٞلْمٜلٜٖلٜٛ݁ ٜسل َٜٜعلْ ُْٝنٝكل ْٔ
ِ
- Leasing (Ijarah)
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Jika diikuti dengan pemindahan
kepemilikan, maka dinamai dengan ijarah
muntahiyah bit tamlik.
Dasar hukum ijarah, salah satunya adalah Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]: 32:
لٜٝت ٜ رْلٞعٜملْمٝ َْٜلٜبلاٜنْ ٜٜ݇قل ٝ ْ َٜل، ٜ ٞ بٜ ل ٜبٜ ْمٜ لٜٔ ْوٝ ْٜٞ݇يلْ َُٝأ
لٞ اٜيٜيْلال ِٞلْم
ل، اًْٞ݁ ُٝلا ٙضْعٜبلْمٝه ٝضْعٜبلٜܾ݀ٞذتٜيٞلل ٛ اٜجٜ ٜ ل ٛݎْعٜبل ِْٜوٜفلْمٝه ٜضْعٜبلاٜنْعٜف ٜ ٜٖل،اٜيْنُدا
لٜٔ ْوٝعٜ ْ َٜلاذ ٞملٚ ْيُٜل ٜ ٞ بٜ ل ٝبٜ ْم ٜ ٜٖ
.
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
- Obligasi Syariah
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain
Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh,
Dasar hukum obligasi syariah, salah satunya adalah Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
…
لٙل ْوٝئ ْ ٜ݇مل ٜٔ َٜلْٜܿهٜعْلالذِٔال،ْٞܿهٜعْل ٞعلاْوٝفَْٖأٜٖ
“…dan penuhilah janji; sesungguhnya janji
itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya.”
Dan Hadist Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
لاٙماٜٜ݁حلذ ٜحَأل َْٖألٙلٜاٜحلٜٓذٜ݁حلاٙحْل ٝصلذلِالْٜٞ ٞل ْْ݇ٝلالٜ ْْٜبلٚزٞئاٜجل ٝحْل ُݍلٜا
لٙماٜٜ݁حلذ ٜحَأل َْٖألٙلٜاٜحلٜٓذٜ݁حلا ٙطْ ُٜلذلِالْمٞهٞطٖٝ ُٝل َٜٜعلٜٔوٝ ٞل ْْ݇ٝلاٜٖ
ا
.
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
- Penjaminan Syariah (Kafalah)
Kafalah ialah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil);
Kafalah dapat dikeluarkan oleh
perseorangan, lembaga keuangan, atau bahkan oleh negara.
Dasar hukum kafalah adalah Firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72::
لْٚمٞعٜ لٞهٞبل ََٜأٜٖلٛ ْيٞعٜبلٝ ْ ٞملٞهٞبلٜءاٜجل ْ ٜ ٞلٜٖل ٞ ِٜٞ ْلالٜعاٜو ٝصلٝܿٞ ْٜنلاْوٝلاٜق
.
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”
Dan firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:
اٜٖلٞ َْٞلال َٜٜعلاْوٝنٜٖاٜعٜتٜٖ
لٞٔاْٜٖܿٝعْلاٜٖلٞ ِْْلْال َٜٜعلاْوٝنٜٖاٜعٜتلٜلٜٖل،ٜٗوْذتل
. “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, danjanganlah tolong-menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
- Zakat, Infak, Sedekah & Waqf
Selain produk-produk tersebut di atas dan produk profitable lainnya, terdapat juga produk keuangan yang bertujuan sosial. Seperti zakat, infak, sedekah & waqf
(disingkat ziswaf) dalam berbagai
bentuknya. Produk nirlaba seperti ini
merupakan bagian penting dalam
menjadi salah satu pilar atau rukun dalam agama.
Produk ziswaf sangat dibutuhkan dalam
membantu pemberdayaan dan
pemerataan kesejahteraan di antara
D. Hukum Perniagaan dalam Islam
Perniagaan atau jual-beli secara harfiah berarti pertukaran kepemilikan
harta-benda dengan harta-benda lainnya.
Sedangkan secara syariah, pertukaran dimaksud harus dilandasi dengan suka rela (at-taradhi).
Terdapat sekurangnya memiliki delapan jenis perniagaan: jual-beli benda dengan uang (ain bin naqd) seperti yang lumrah kita temui setiap hari, jual-beli barter (al-muqabadhah) seperti pertukaran baju
dengan biji kakao, jual-beli atau
harga awal (at tawliyah), jual-beli dengan tambahan pada modal (al muwadha’ah).
Hukum perniagaan pada dasarnya adalah halal selama tidak mengandung unsur riba, maysir (gambling), gharar (spekulatif), gish
(perbuatan curang), kezaliman dan
keharaman produk atau jasa yang
diperjual-belikan. Kaidah dalam
perniagaan secara ushul fiqh, adalah sejalan
dengan hukum mu’amalah, yaitu
diperbolehkan selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya. Karena dasarnya
adalah ibahah atau boleh, maka praktisi bisnis atau niagawan sejatinya diberi kebebasan untuk berinovasi dan berkreasi selebar-lebarnya, dengan catatan tetap memperhatikan prinsip-prinsip Quran dan sunnah.
apa-apa saja yang dapat dilakukan atau
diperjual-belikan. Alih-alih penulis
mencoba menguraikan beberapa larangan disertai alasan atau reasoning atas larangan dimaksud.
Anjuran Bekerja dan Berniaga
Bahkan perniagaan bukan saja halal, tapi dianjurkan oleh baginda Nabi Muhammad saw. Sebagaimana diriwayatkan Bazzar ra., bahwasanya Nabi saw ditanya: “Pekerjaan apa yang paling baik?” Nabi bersabda: “Pekerjaan seseorang dengan kedua tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” yakni jual beli yang terbebas dari sumpah palsu dan dari kecurangan dalam mu’amalah.
dikenal luas sebagai seorang pebisnis dan pedagang ulung serta disegani seantero jazirah karena kejujurannya.
Perselisihan antara Pedagang & Pembeli Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat bernama Asyats membeli raqiq kepada Ibn Mas’ud ra. dengan harga 10.000, kemudian
ia mengutus Abdullah untuk
membayarnya. Ternyata Abdullah
membayar raqiq tersebut 20.000
sebagaimana diminta oleh penjualnya.
Lalu Abdullah berkata: hadirkanlah seorang saksi untuk menjadi penengah antara aku dan dirimu. Asy’ats berkata: kamu saksi antara aku dan dirimu sendiri. Abdullah pun berkata: sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
َٔ اܦتيلٖ ألةعل݇لالب لْو يلام
)
ما الهححٖلة݇مال اٖ
“Jika terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli dan tidak ada bukti di antara mereka, maka kesaksian (yang dapat dibenarkan) adalah kesaksian pemilik
barang (penjual), atau keduanya
meninggalkan (transaksi)” yakni membatalkannya karena tidak tercapai kesepakatan.”
Perselisihan sebagaimana dimaksud
berlaku tidak saja dalam kesepakatan harga, namun juga pada kualitas produk, syarat transaksi dan lain sebagainya.
Hukum Komersialisasi Air
Air merupakan kebutuhan asasi bagi
kehidupan. Setiap makhluk hidup
ketersediaan, bahkan akses terhadap air idealnya difasilitasi oleh negara secara cuma-cuma. Terlebih di Indonesia yang sejak awal berdiri telah mendeklarasikan
dalam UUD 1145 bahwa bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Islam mengakui kepemilikan atas suatu harta-benda, termasuk tanah yang bisa jadi terkandung di dalamnya air, seperti sumur.
Namun demikian, Islam tak
memperkenankan pemilik sumur untuk
memungut bayaran atas air yang
Dari Jabir bin Abdillah
berkata: ”Rasulullah saw. melarang jual -beli air yang berlebih”.
Maksudnya, setelah kebutuhan akan air untuk diri dan keluarganya terpenuhi, tak diperkenankan untuk memberi tarif atau memungut bayaran atas penggunaan air yang ‘dimilikinya’. Karena sejatinya air adalah milik bersama, diciptakan Allah swt. untuk semua, sebagaimana udara.
Hukum Jual-Beli ‘Asb al Fahl
‘Ashb al Fahl adalah jasa mengawinkan ternak, yaitu memperjual-belikan mani yang keluar dari pejantan.
transaksi seperti ini, namun mayoritas ulama menghukuminya dengan haram. Dengan merujuk pada hadist nabi sebagai berikut:
:لْاقلاَعلهلي ل݁مل ال عٖ
هلْوس ل ىه
ل
ّسٖلهيلعلهلَص
لع
ل
ح لالب݇ع
)
٘ اܾبلال اٖ
“Dari Ibn Umar ra., berkata: Rasulullah saw. melarang ashb’ al fahl.”
Hukum Jual-Beli Habalil Habalah
Jual beli habalil habalah adalah jual-beli kandungan di dalam perut unta sampai kandungan itu melahirkan kembali unta. Unta yang dilahirkan itulah yang dijual-belikan. Jual-beli seperti ini mengandung gharar, spekulatif atau ketidakpastian. Karena boleh dikatakan objek yang diperjualbelikan belum ada atau bahkan tidak ada sama sekali.
:لْاقلاَعلهلي ل݁مل ال عٖ
لاعيبلَٔل,ةب ال بحل علّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس ل ىه
ةقانلالجܦنتلٔ ألَإال ٖز العاܦبيل ج݁لالَٔل:ةيلها ال ه ألهعاتي
ل
َ بلِليلالجܦنتلْ
ا
٘ اܾبل ل ل اٖل,هيلعل ܦم
jual-belinya orang Jahiliyah, yaitu ketika
seseorang membeli jazur (unta) yang akan
melahirkan naqah (unta) dan (akan)
melahirkan apa yang ada di perutnya.
Hukum Bay’ al Hashat
Secara harfiah, hashat dapat dimaknai
dengan lemparan (batu). Maka, Bay’al
Hashat menjadi jual-beli dengan melempar. Terdapat beragam pengertian mengenai bay’ al hashat, di antaranya menjadikan jarak lemparan batu sebagai patokan objek
(tanah/lahan) yang diperjual-belikan.
Pengertian lain, menjadikan target
Sebagaimana sabda nabi saw.:
Dari Abu Hurairah ra., berkata:
Rasulullah saw melarang bay’ al hashat dan jual-beli gharar (HR.Muslim)
Adapun jual-beli gharar adalah jual-beli
yang mengandung spekulasi dan
ketidakpastian seperti:
- Jual beli habalil habalah - Jual beli al hashat - Jual beli al malaqih
- Jual beli al madhamin
- Jual beli buah sebelum tumbuh/panen
- Jual beli al mulamasah
- Jual beli al munabadzah
- Jual beli ikan di laut, burung di langit
Uraian mengenai masing-masing jual beli tersebut dibahas secara terpisah dalam buku kecil ini.
Hukum Menakar atau Menimbang
Jual-beli suatu komoditas, khususnya barang konsumsi, membutuhkan takaran. Takaran diperlukan untuk memastikan kesamaan kualitas dan kuantitas produk dengan harga produk tersebut. Tanpa takaran yang baik, kerap kali konsumen yang menjadi korban.
Jenis takaran berbeda-beda, sesuai dengan jenis produk yang diperjual-belikan. Di
antaranya diukur dengan jumlah
(kuantitas), dengan timbangan gram, liter, ukuran luas, dan lain sebagainya.
Menjadi kewajiban penjual untuk
sampai di tangan pembeli, dengan takaran yang benar. Sebagaimana sabda Nabi saw.,
ّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس لٔ ألهنعلهلي ل ݁ي݁هلي أل عٖ
ْاق
ل
ّ݇مل اٖ ل)ِاܦ يلىحلهعبيلافلاماعطلٗرشال م
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa membeli makanan, maka janganlah menjualnya
sampai ia menimbangnya (terlebih
dahulu).” HR. Muslim
Hukum 2 Shafaqah dalam 1 Shafaqah
Larangan ini memiliki banyak pengertian, di antaranya, seorang penjual yang berkata: “Saya jual pada Anda seharga 2 juta secara utang, atau 1 juta secara tunai, terserah Anda mau ambil yang mana.” Hal ini tidak diperkenankan dalam Islam
(harga), dan atau menjadikan waktu sebagai alasan penambahan nilai.
Sebagaimana pernyataan penjual, “Saya jual dengan harga sekian secara utang, dan dengan harga sekian dan sekian secara tunai,” sebagaimana diperkuat dengan hadist riwayat Ahmad mengenai larangan 2 shafaqah dalam 1 shafaqah.
Yang melandasi tidak sahnya jual beli seperti ini adalah ketidakjelasan harga
yang sesungguhnya, selain prinsip time
value yang dihitung oleh uang sebagaimana sistem ribawi.
Kedua, Imam Syafi’i berkata, “Saya jual budak saya padamu, dengan syarat kamu menjual pada saya kudamu.”
tersebut dijual padanya untuk dua bulan dengan kesepakatan akan dibayar dengan dua kali jumlah gandum dimaksud.
Larangan 2 bentuk kesepakatan dalam 1
Dari Abu Hurairah ra. berkata:
“Rasulullah saw melarang dua jual-beli
dalam satu jual-beli” Dan dari Abu Dawud ra.:
Meski banyak ahli ilmu melarangnya, bentuk transaksi seperti ini masih diperbolehkan oleh sebagian besar ulama,
selama terdapat batasan (hadd) atas
tambahan keuntungan (ribh) yang
disepakati di awal, tanpa spekulasi dan tidak berlebihan.
Hukum Jual Beli dengan 2 SyaratPada transaksi perniagaan, tak jarang ditemukan pelanggan yang meminta syarat pembelian yang berbelit, misalkan: “Saya beli baju itu, asalkan dijahitkan seperti begini atau begitu, lalu minta diberi pernak-pernik seperti ini atau itu, lalu dibungkus dalam bingkisan seperti ini atau itu,” atau mungkin juga ditemukan pelanggan yang berani membayar mahal asalkan pembayaran ditangguhkan.
Berikut adalah dasar hukum atas
لْاقل:ْاقلاَعلهلي ل ܿجل علهيب أل علبيعشل لٖ݁مل ع
لٔاطُللٖل يبلٖلفلسل حلل لّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس
ة݇مال اٖ ل)ّܿنعلسللامل يبللٖل ضيلملاملح للٖل يبلِ
Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah halal salaf (sebagai syarat) dalam jual-beli, dua syarat dalam satu jual-beli, dan tidak (halal) memperoleh keuntungan atas apa yang tidak dimiliki, dan jual-beli apa-apa yang bukan milikmu”
(
HR Khamsah)Contoh riil salaf sebagai keringanan atau syarat jual-beli adalah tatkala seseorang menawarkan untuk membeli barang dengan harga yang tinggi supaya dapat penangguhan pembayaran. Mayoritas ulama melarang perbuatan demikian.
Contoh kedua, saat seseorang berkata: “Saya menjual jaket ini kepadamu seharga
100.000 asalkan kamu memberiku
Atau sebaliknya kita meminjamkan uang pada orang lain, namun sekaligus mensyaratkan orang tersebut membeli barang kita untuk dibayar kemudian dengan utangnya.
Kedua, contoh jual beli dengan dua syarat atau lebih adalah sebagaimana di-contohkan di muka. Ketika seorang konsumen membeli kue dengan syarat kue tersebut diberi perisa yang sesuai dengan seleranya lalu diantar ke lokasi yang diminta. Atau seseorang yang berkata: “Aku jual hp ini dengan harga 1 juta secara tunai dam 2 juta secara tangguh,” atau seorang pembeli yang berkata: “Saya jual produk saya pada Anda, asalkan Anda dapat menjual produk fulan kepada saya dengan harga sekian.”
jual-beli pesanan yang disepakati oleh kedua pihak di muka.
Ketiga, jual beli yang tidak diperkenankan sesuai dengan nash di atas adalah menjual sesuatu yang belum dalam kepemilikan penjual secara mutlak.
Hukum Jual Beli Al UrbunMisalnya Anda menjual lemari kayu jati seharga 5 juta, kemudian ada seseorang datang dan hendak membeli lemari tersebut. Lalu ia berkata, “Saya mau beli lemari ini, ini ada uang 500 ribu. Jika saya kembali saya bayar sisanya, jika tidak maka uang ini menjadi milik Anda atau saya tidak akan meminta uang saya kembali.”
disyaratkan oleh penjual, dengan
kepastian pembelian dan kepastian
pembayaran sisa atau cicilan berikutnya.
Berbeda dengan al urbun yang sama sekali tidak mengandung kepastian. Jika pembeli
kembali maka transaksi riil, yaitu
pertukaran antara benda dan uang, terjadi. Jika tidak, maka telah terjadi pengambilan uang tanpa adanya pertukaran (‘iwadh), itu sama sekali tidak diperkenankan secara syariah.
Sebagaimana sabda nabi yang
diriwayatkan Malik ra.
هلْوس ل ىه
“Rasulullah saw. melarang bay’al urban.”
hadist dimaksud ke dalam kategori dho’if. Umar ra, Abdullah bin Umar ra. dan Imam Ahmad meng-halalkan praktik jual-beli tersebut.
Larangan Menjual di Tempat PembelianApa yang akan Anda rasakan jika ada seorang pembeli yang baru saja membeli tas yang Anda jual 50.000, lalu di depan Anda pula ia menjual tas tersebut kepada orang lain seharga 250.000. Bukankah itu akan terasa menyakitkan? Atau setidaknya Anda menyesal menjualnya hanya 50.000.
Perbuatan seperti itu, menjual barang langsung di tempat pembelian tidak diperkenankan secara syariah. Berikut riwayat yang melarangnya,
لٔإافل،ِح لَإال وحلىحلهتعتبالܧيحلهعبتللْا فل,ببال
Dari Ibn Umar ra. berkata: “Saya membeli minyak di pasar, setelah terjadi ijab (telah
menjadi miliku), seseorang hendak
membelinya dengan harga yang baik, sayapun ingin menyentuh tangannya (sebagai tanda kesepakatan), tiba-tiba seseorang menarik lenganku dari belakang, setelah berbalik ternyata ia Zayd bin Tsabit, ia lalu berkata: “Jangan menjual di tempat kamu membelinya sampai kamu kembali
ke tempatmu (berjualan), karena
sesungguhnya Rasulullah melarang
melarang untuk menjual benda di tempat ia dibeli sampai penjual itu membawanya
ke tempat ia kembali (tempat
Hukum Pertukaran ValutaDi saat kebijakan bebas visa telah menjadi tren global, ditambah zona kawasan bebas perdagangan, transaksi bisnis lintas valuta atau penggunaan berbagai mata uang di satu lokasi menjadi hal yang tak terhindarkan.
Penggunaan dan pertukaran valuta dalam perniagan telah terjadi bahkan pada masa Nabi saw. Sebagaimana diriwayatkan oleh perawi yang lima dan diperkuat oleh Hakim sebagai berikut:
ini dari ini, maka Rasulullah saw bersabda: “Tak masalah engkau mengambilnya, (asalkan) dengan harga hari ini, selama tidak berbeda dan tidak menyisakan
sesuatu diantara kalian (tidak
ditangguhkan).”
riwayat lain yang senada dengan riwayat di atas adalah ketika Abdullah bin Umar ra. bertanya pada Rasulullah saw. tentang
hukum sharf (money exchange) dan
pertukaran antara emas dan perak, maka nabi memperbolehkannya dengan syarat dilakukan dengan harga saat ini, tunai dan tidak ditangguhkan atau tidak menyisakan pembayaran di waktu lain dengan nilai yang berbeda.
Hukum Perbuatan Najsypenjual melakukan berbagai trik. Bahkan beberapa penjual yang tidak jujur, ada yang sengaja menaikan harga barang
kepada orang yang tidak minat
membelinya, agar konsumen lain tertarik untuk membeli. Trik atau tipuan seperti ini disebut najasy.
Pengertian lain dari najsy atau at tanajusy adalah seorang penjual, atau pembeli, atau orang ketiga yang berkomplot baik dengan penjual, memuji-muji suatu barang secara berlebihan, berpura-pura membeli dengan harga tinggi, supaya barang tersebut kemudian dibeli.
Najsy termasuk afatullisan atau kemunkaran dalam ucapan. Di saat telemarketing dan penjualan dengan
iming-iming diskon kerap terjadi, najsy
menjadi penyakit perniagaan yang harus dihindari dan diwaspadai.
Hukum Al MuhaqalahAl Muhaqalah, menurut Al Laits adalah jual beli tanaman sebelum panen, atau sebelum
jelas hasilnya. Dikatakan juga, Al
Muhaqalah adalah jual beli kurma yang masih di atas pohonnya, atau biji padi yang masih di batangnya atau masih di sawah dan belum dipanen. Jual beli ini dilarang dalam syariah.
Hukum Al MuzabanahAl Muzabanah adalah jual beli buah-buahan di atas pohon dengan buah-buahan serupa yang sudah dipanen. Misalnya jual beli ratb
(korma di pohon) dengan tamr (korma
Al Mukhabarah adalah kerjasama
pengelolaan atau penanaman lahan
dengan kesepakatan separuh atau
sebagian hasil dari panen. Mayoritas ulama menghukuminya dengan haram, kecuali Imam Ahmad, Ibn Khuzaimah, Ibn al Munzir dan Al Khataby dalam riwayat
menyatakan kehalalan kerjasama
sebagaimana dimaksud.
Hukum At TsunyaAt Tsunya diambil dari kata Al Itstisna yang berati pengecualian, yaitu jual beli suatu barang dengan pengecualian bagian dari
barang tersebut. Hukum Ats Tsunya
bergantung pada kepastian bagian yang dikecualikan. Jual beli tidak sah jika bagian pengecualian tidak jelas dan atau lebih dari sepertiga bagian yang diperjual belikan.
Hukum Al MulamasahAl Mulamasah memiliki akar kata lams artinya sentuhan, jual beli Al Mulamasah menjadikan sentuhan sebagai syarat sahnya pembelian. Al Mulamasah memiliki
beberapa pengertian, di antaranya
seseorang yang menyentuh pakaian dalam kegelapan, atau mata tertutup, kemudian penjual berkata: “Saya menjualnya padamu dengan harga sekian, dengan syarat sentuhanmu itu mengganti hakmu untuk melihatnya. Tidak boleh memilih atau membatalkan jika nanti kamu melihatnya.”. Pengertian lainnya, menjadikan sentuhan sebagai bukti sahnya pembelian tanpa shigah tambahan.
Hukum Al MunabadzahAl Munabadzah menurut Abu Hurairah ra. adalah ketika seseorang berkata: “Saya serahkan apa yang ada dalam karungku dan kamu serahkan semua isi karungmu,” lalu keduanya saling berjual-beli tanpa melihat apa isinya. Jual beli ini tidak sah dan dilarang oleh syariah.
Dalil atau nash larangan atas muhaqalah, muzabanah, mukhabarah, ats tsunya, dan munabadzah, adalah sebagai berikut:
ل عل ىهلّسٖلهيلعلهلَصلِنلالٔ ألهنعلهلي ل݁ اجل عٖ
“Dari Jabir ra. bahwa nabi saw melarang al muhaqalah, dan al muzabanah, dan al
لهيلعلهلَصلهلْوس ل ىه ل:ْاقلسن أل عٖ
لةقا ال علّسٖ
٘ اܾبلال اٖ ل)ةنبازماٖل ݀بانماٖلة݇ماماٖل را اٖ
“Dari Anas ra berkata: Rasulullah saw melarang al muhaqalah, dan al mukhadarah, dan al mulamasah, dan al
munabadzah, dan al muzabanah” HR. Bukhari
Hukum Penetapan Hargaهلَصلهلْوس لْاق
لݎبا لال݁ع݇مالوهلهلٔإا لّسٖلهيلعل
لُنملܿح ألسللٖلَاعتلهل ل ألٔ ألوج لليإاٖلِا ݁لالْسابلا
ة݇مال اٖ ل)ْامللٖلٓ لِلة ل مليبل ي
“Sesungguhnya Allah ialah Al Musa’ir (Yang Menentukan Harga), Yang Maha Menggenggam, Yang Maha Melapangkan, Yang Maha Pemberi Rizki, sungguh saya berharap untuk berjumpa dengan Allah ta’ala, dan takada diantara kalian yang
memintaku untuk berbuat aniyaya
(dzalim), baik dalam nyawa maupun harta.”
rantai penjualan yang acap kali tidak sederhana.
Demikian syariah melarang penetapan harga oleh penguasa demi mencegah terjadinya kezaliman. Dapat dibayangkan jika terjadi kelangkaan komoditas karena cuaca, atau karena harga pupuk yang juga naik, jika pemerintah memonopoli harga tomat misalnya, bisa dipastikan petani takkan mendapat apa-apa atas jerih payah mereka.
Karena itu, yang dapat pemerintah lakukan sebagai solusi adalah memastikan infrastruktur tersedia, termasuk irigasi
yang baik, membantu permodalan,
Hukum Ihtikar (Penimbunan)Penimbunan tergolong ke dalam
perbuatan bathil yang dilarang oleh syariah. Penimbun barang adalah mereka yang menarik komoditas tertentu, misalnya
makanan, barang konsumsi atau
sejenisnya dan menahannya dari
peredaran untuk menyebabkan
kelangkaan demi tercapainya harga
tertinggi. Saat harga meroket, barang tersebut diedarkan sebanyak mungkin untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Pelaku ihtikar seperti ini dikategorikan khati atau ‘atsim atau ashi, yaitu pendosa. Sebagaimana sabda nabi saw.
)ئطاُللإال݁ تحلل ل:ّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس لْاق
ل
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seseorang menimbun barang, kecuali ia pendosa.”
Hukum Menunjukkan Cacat ProdukPrinsip syariah di antaranya memberikan perlindungan pada konsumen. Konsumen berhak tahu atas kelebihan sekaligus kekurangan atau cacat pada barang yang hendak dibelinya.
Sebagaimana kisah masyhur tentang teguran Rasulullah saw pada pedagang yang curang.
“Terkena hujan, wahai Rasulullah”. Nabi bersabda: “Mengapa tidak kau simpan di atas supaya orang-orang melihatnya? Barang siapa berbuat curang maka ia bukan golonganku.” HR Muslim
Sungguh Islam mengutamakan kejujuran dalam setiap transaksi perniagaan. Begitu keras ancaman Nabi bagi seorang pedagang yang berbuat curang, kalimat yang pendek namun bermakna sangat mendalam.
ل
)يمل سللفل ݈غل م
“Barang siapa berbuat curang, maka ia bukan bagian dari ummatku.
Hukum Supply Komoditas Harampembuat wine. Hukum jual beli anggur kepada pembuat wine adalah haram. Bahkan, ancaman bagi pelakunya adalah kepastian api neraka sebagai tempat kembali. Sebagaimana sabda nabi saw:
س لْاق
لُا لالًٓ ألبنعلالسبحل مل:ّسٖلهيلعلهلَصلهلْو
ياَ لال اٖ ل) يݍبلَعل انلالمي تلܿ فلا݁مل ܾ݀تيل ملهعيبيلىح
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa menimbun anggur pada saat masa panen
untuk kemudian menjualnya pada
pembuat khamr (wine) maka ia telah memastikan dirinya untuk masuk ke dalam api neraka” HR. Thabrani
memungkinkan untuk mencari tahu sebaiknya hal tersebut dilakukan.
Hukum Pembatalan TransaksiAda kalanya, seorang pembeli merasa
menyesal atau ingin membatalkan
pembeliannya karena satu atau lain hal. Bisa jadi pembeli merasa barang yang baru saja dibeli tidak begitu bermanfaat untuknya. Atau pembeli merasa telah mengeluarkan uangnya terlalu banyak sehingga tidak dapat membeli yang benar-benar dibutuhkan. Mungkin ada alasan lainnya yang lebih rasional untuk membatalkan pembelian.
baik hati untuk menerima pengembalian dengan pahala yang begitu besar, sebagaimana sabda nabi saw.
لْاق ألهتعيبلال݇ملْاق أل م ل:ّسٖلهيلعلهلَصلهلْوس لْاق
هجامل اٖل ٖا لوب أل اٖ ل)هترعله
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berkenan membatalkan akad jual-beli pada seorang muslim, maka Allah akan mencabut (azab) atas dosanya”atau Allah akan mengampuni dosanya.
Referensi
Al Asqalani, Ibn Hajr. 2002. Bulughul Maram. Jakarta: Dar el Kutub
Alausy, Abi Abdillah. 2004. Ibanatul Ahkam. Beirut: Dar el Fikr
Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Falih, Abi Abdillah. 1997. Alfadz al Aqidah. Riyadl: Maktabah el Abikan
Karim, Adimarwan A. 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajagrafindo
Sabiq, Sayyid. 2003. Fiqh Sunnah. Kairo: Dar el Fath
Fatwa DSN MUI
www.alukah.net
Tentang Penulis
Daniel Rusyad Hamdanny, lahir di Bandung 15 Oktober 1988. Lulus dari PM Darussalam Gontor pada tahun 2007, dan meraih strata-1 di bidang ilmu komunikasi dari Universitas Padjadjaran.
Menjadi praktisi keuangan syariah sejak 2013, saat bergabung di salah satu lembaga keuangan syariah di Jakarta. Saat ini bekerja di salah satu BUMN di kota yang sama.
Karya tulis Penulis yang telah terpublikasi di antaranya, Islamic Rhetorics: Lessons from the Farewell Sermon by Prophet Muhammad, Buku Kecil Tauhid dalam Islam, dan Buku Kecil Ekonomi Syariah.
Penulis dapat dihubungi pada:
085722396950