• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Terminologi Judul - Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus Medan (Arsitektur Perilaku)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Terminologi Judul - Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus Medan (Arsitektur Perilaku)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

DESKRIPSI PROYEK

2.1 Terminologi Judul

Judul dari proyek adalah Sekolah untuk Anak berkebutuhan Khusus “ School for The Difabel Children ” yang merupakan suatu tempat belajar, bersosialisasi, mengembangkan bakat dan kreatifitas para penyandang cacat. Dalam judul “Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus” mengandung 3 pengertian utama, yaitu :

Sekolah atau School

School berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah.

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru.

Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas.

Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.

Anak Berkebutuhan Khusus

Anak luar biasa diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik, mental, emosi, sosial atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus.

(2)

9

sekarang lebih sering digunakan untuk menjelaskan adanya kelemahan, gangguan atau hambatan dalam segi mental, fisik atau emosi yang begitu berat sehingga mengakibatkan keterbatasan bagi mereka dalam melakukan aktivitas.

Difabel

Difabel (Different Ability) adalah seseorang yang keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya.

Difabel (people with different ability) Secara harfiah berarti orang dengan kemampuan berbeda.

Difabel meliputi beberapa kategori seperti tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, tuna ganda.

Anak/ Children

Children dalam bahasa Inggris berarti anak-anak yang merupakan bentuk jamak dari Child (Anak)

Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal.

Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.

Anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya.

Maka, pengertian dari judul Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus “School for The Difabel Children” adalah :

(3)

10

2.2 Tinjauan Umum

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB di kelompokkan menjadi :

(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra (2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu (3) SLB bagian C untuk anak tuna grahita (4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa (5) SLB bagian E untuk anak tuna laras (6) SLB bagian F untuk anak cacat ganda (7) dan untuk anak autis

2.2.1 Tuna Netra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.

2.2.1.1 Identifikasi Anak yang Mengalami Gangguan Penglihatan

1. Tidak mampu melihat,

2. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, 3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

(4)

11

* Nilai standarnya 6

Karakteristik anak tuna netra pada umumnya lebih berhati-hati, cemas, iri hati, rendah diri, berlebihan. Menghindari kontak sosial, ragu-ragu dan curiga terhadap orang lain.8

2.2.1.2 Sistim Pendidikan untuk Anak Tuna Netra

Tingkat atau jenjang pendidikan untuk anak tuna netra terdiri dari: a. Pendidikan selama satu tahun dalam satu jenjang kelas yaitu:

- P1

- P2

- P3

b. Pendidikan Tingkat Dasar

- D1

- D2

- D3

- D4

- D5

- D6

c. Pendidikan Lanjutan:

- L1

- L2

- L3

d. Pendidikan Atas:

- A1

- A2

- A3

e. Banyak anak-anak tuna netra yang mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

f. Pendidikan Informal

Pendidikan yang ditujukan kepada penerapan sosialisasi anak tuna netra dengan lingkungan mereka sendiri dan dengan lingkungan masyarakat umum.

8

(5)

12

1. Kurikulum pendidikan untuk tingkat persiapan lebih ditekankan pada bentuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya dan belajar untuk menggunakan indra-indra pendengaran dan perabaan. Materi pendidikan yang diajarkan hampir sama dengan materi pendidikan sekolah umum.

Kurikulum untuk tingkat dasar dan lanjutan terdiri dari:

- Pendidikan Agama

- Pendidikan Moral Pancasila - Pendidikan Sejarah

- Bahasa Indonesia

- Ilmu Pengetahuan Sosial - Matematika

- Ilmu Penegtahuan Alam

- Olahraga, Kesehatan, dan Sensomotorik

- Pendidikan Kesenian

- Pendidikan Keterampilan (lebih ditekankan pada kelas lanjutan) - Pendidikan Informal (sosialisasi dengan masyarakat)

- Perabaan

- Bahasa Inggris (dimulai pada kelas lanjutan) - Latihan Orientasi dan Mobilitas

2. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan adalah workshop (ruang keterampilan) untuk melatih keterampilan. Selain itu dibutuhkan alat-alat lainnya seperti cetakan untuk menulis huruf braille, mesin tik khusus, alat hitung khusus dan sebagainya.

3. Guru

(6)

13

Menurut Samuel A. Kirik dalam bukunya Educating Exceptional Children, ada empat kecakapan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang guru anak-anak yang berkelainan yaitu:

- Kecakapan dalam hubunga komunikasi mengajar dan belajar yaitu seorang guru yang harus mengetahui bagaimana proses-proses komunikasi itu berlangsung melalui pendengaran, perabaan, penglihatan, dan sebagainya.

- Kecakapan menyesuaikan pelajaran dengan keadaan dan kemampuan anak didik yang berkelainan yaitu harus tahu memilih bahan pelajaran dan jenis-jenis latihan secara tepat.

- Kecakapan menilai kemampuan anak melalui berbagai alat evaluasi belajar dan kegiatan-kegiatan latihan.

- Kecakapan bergaul dengan anak didiknya yaitu harus bersiap terbuka, selalu siap memberikan pertolongan kepada anak yang perlu ditolong, dan tidak bersikap pilih kasih.

4. Metode Pengajaraan

Metode atau pendekatan teknik yang digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan pada anak didik dapat dilakukan dengan:

- Metoode ceramah yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru. - Metode tanya jawab yaitu penuturan secara lisan dalam menyajikan bahan

untuk mencapai tujuan dengan menggunakan pertanyaan lisan yang datang dari dua arah yaitu guru dan anak didik.

- Metode demonstrasi yaitu cara penyajian dengan memperlihatkan dan mempertunjukkan suatu proses untuk mencapai tujuan pengajaran.

- Metode pemberian tugas yaitu penyajian pengajaran dengan cara anak didik diberi tugas tertentu secara perseorangan maupun berkelompok dimana guru mengawasi, membimbing, dan mengarahkan sehubungan dengan pengerjaan tugas.

- Metode bercerita yaitu cara penyampaian informasi melalui penuturan lisan oleh guru kepada anak didiknya dimana anak didik ditugaskan untuk bercerita di depan kelas.

- Metode perabaan yaitu latihan menggunakan indraa perabaan dan pendengaran sebagai pengganti indra penglihatan.

(7)

14

5. Kegiatan pengajaran orientasi dan mobilitas mencakup latihan ketajaman indra

raba, penciuman, pengecap dan pendengaran dan membentuk kepribadian. a. Latihan perabaan dilakukan dengan:

- Pengenalan halus dan kasar, lembut dan keras, panasa dan dingin - Pengenalan perbedaan berat, cair, padat, ringan, tegang dan kendur

- Pengenalan bentuk benda segitiga, bujur sangkar, lingkkaran, kubus dan sebagainya

b. Latihan pendengaran dilakukan dengan:

- Pengenalan perbedaan bermacam bunyi/suara

- Pengenalan dalam penentuan arah, jarak, intensitas suara - Pengenalan dalam mengetahui pemilik suara

c. Latihan pembauan dilakukan dengan: - Latihan pengenalan bermacam bau

- Pengenalan jarak, lokasi, arah sumber bau

d. Latihan gerakan otot tubuh dilakukan dengan melatih menggenggam alat seperti alat-alat makan dan alat-alat permainan.

e. Latihan ketangkasan dilakukan unuk dapat berpindah tempat secara aman dan lancaar dengan atau tanpa menggunakan tongkat.

f. Latihaan mengenali tikungan dan batas tepi jalan untuk melatih membedakan aneka bentuk tikungan berbentuk huruf L, S, X, membedakan bebas tepi jalan seperti rumput, aspal, kerikil, pasir dan lain-lain.

g. Latihan menolong diri sendiri sehari-hari yang melatih anak tuna netra mandiri malakukan pekerjaan sehari-harinya seperti mandi, berpakaian, makan, mencuci.

6. Perlengkapan yang dibutuhkan terdiri dari: a. Perlengkapan pendidikan:

- Meubelair seperti meja, kursi, lemari, rak buku.

- Alat-alat pelajaran seerti papan bacaan, pen, mesin tik braille, alat hitung. - Alat peraga seperti bola dunia, peta timbul, patung, bangunan, tumbuhan. b. Perlengkapan latihan fisik:

- Alat utama untuk bergerak, alat latihan yang mudah dipindah-pindahkan. - Alat latihan fisik di luar bangunan sebagai alat bantu latihan orientasi dan

(8)

15

c. Perlengkapan latihan kerja seperti peralatan teknik, peralatan keterampilan.

7. Latihan orientasi mobilitas (Sumber: Prinsip-prinsip Pelayanan Orientasi dan Mobilitas bagi Tuna Netra)

Diberikan sebagai dasar agaar siswa dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Alat yang digunakan adalah tongkat putih yang dipakai sebagai perpanjangan indra peraba untuk mengenal ruang dan benda.

Hal yang paling penting dalam latihan mobilitas adalah daya ingat dimana pada umumnya siswa mengulang suatu aktivitas berdasarkan daya ingat.

Penggunaan tongkat putih yang biasa dipakai sebagai alat bantu orientasi mobilitas adalah tongkat putih yang memenuhi persyaratan yaitu tongkat putih yang terbuaat dari bahan ringan seperti aluminium dan diberi pegangan dari bahan karet supaya tidak licin dan enak dipegang. Ukuran tongkat yang baik menurut Richard E.Hoover adalah panjang 46 inchi, berat lebih kurang 6 ons. Pegangan atas tongkaat harus melengkung sebagai pelindung bila terjatuh. Ujung tongkat baagian bawah sebaiknya memakai lapisan karet agar tidak cepat aus dan merusak permukaan lantai.

Taman orientasi dibuat di luar bangunan dimana dibuat elemen-elemen latihan orientasi seperti lathan identifikasi, pengenalan suuara air, bau bunga/tanaman, patung, penempatan jam besar di taman, latihan berjalan pada tanjakan dan turunan, latihan berjalan di tangga, jembatan, rumput, bermain ayunan dan permainan lainnya.

2.2.2 Tuna Rungu

(9)

16

bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

2.2.2.1 Klasifikasi Tuna Rungu Berdasarkan Tingkat Gangguan Pendengaran

a. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) b. Gangguan pendengaran ringan (41-55dB)

c. Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) d. Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

e. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

2.2.2.2 Identifikasi Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran

1. Tidak mampu mendengar,

2. Terlambat perkembangan bahasa,

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, 4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,

5. Ucapan kata tidak jelas, 6. Kualitas suara aneh/monoton,

7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, 8. Banyak perhatian terhadap getaran,

9. Keluar nanah dari kedua telinga, 10. Terdapat kelainan organis telinga

* Nilai standarnya 7

2.2.2.3 Karakteristik Anak Tuna Rungu

• Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.

• Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.

(10)

17

• Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi

suatu benda atau pekerjaan tertentu.

• Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.

• Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

• Anak tuna rungu cenderung menutup diri, bimbang, ragu-ragu, cenderung menyendiri, ketakutan, penuh konflik, orang lain sulit memahami mereka.9

2.2.2.4 Cara Mendidik Anak Tuna Rungu

• Layanan umum dan khusus, layanan umum merupakan layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan irama. • Sama seperti anak normal akan tetapi harus bersifat visual, artinya lebih

banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.

• Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.

2.2.2.5 Sistem Pendidikan untuk Anak Tuna Rungu

Tingkat atau jenjang pendidikan untuk anak tuna rungu terdiri dari:

a. Pendidikan Tingkat Persiapan berlangsung selama satu tahun dalam satu jenjang kelas yaitu:

- P1

- P2

- P3

b. Pendidikan Tingkat Dasar

9

(11)

18

- D1

- D2

- D3

- D4

- D5

- D6

c. Pendidikan Lanjutan:

- L1

- L2

- L3

d. Pendidikan Informal

Pendidikan yang ditujukan kepada penerapan sosialisasi anak tuna rungu dengan lingkungan mereka sendiri dan dengan lingkungan masyarakat umum.

Kurikulum pendidikan untuk tingkat persiapan lebih ditekankan pada bentuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Materi pendidikan yang diajarkan tidak terlalu yaitu umumnya tentang kehidupan sehari-hari dan kata-kata yang sering digunakan dan pembentukan bahasa.

Kurikulum SLB B harus berpusat pada anak tuna rungu yang mempunyai ciri-ciri khas antara lain (sumber: http://www.depdiknas.go.id/balitbang/kur)

- Mengalami haambataan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. - Mengalami hambatan perkembangan intelegensi yang menampilkan suatu

keadaan yang disebut terbelakang semu, berlainan dengan terbelakang yang bersumber pada intelegensi di bawah normal.

- Mengalami hambatan perkembangan emosi dan sosial.

Kurikulum untuk tingkat dasar dan lanjutan terdiri dari: - Pendidikan Agama

- Pendidikan Moral Pancasila - Pendidikan Sejarah

- Bahasa Indonesia

- Ilmu Pengetahuan Sosial - Matematika

(12)

19

- Olahraga, Kesehatan, dan Sensomotorik

- Pendidikan Kesenian

- Pendidikan Keterampilan (lebih ditekankan pada kelas lanjutan)

- Pendidikan Informal (sosialisasi dengan masyarakat) - Bina Persepsi Bunyi dan Suara

- Bahasa Inggris (dimulai pada kelas lanjutan)

1. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan adalah workshop (ruang keterampilan) untuk melatih keterampilan, fasilitas bina wicara, fasilitas audiologi.

2. Guru

Persyaratan guru untuk SLB B sama dengan persyaratan guru SLB A yang telah disebutkan terdahulu.

3. Metode Pengajaran

Metode atau pendekatan teknik yang digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan pada anak tuna rungu sama dengan metode pengajaran yang ditujukan untuk anak tuna netra.

4. Program Penempatan Murid

Program pengelompokkan dalam pendidikan anak tuna rungu perlu untuk memberikan kesempatan belajar dan bergaul lebih luas. Dasar pengelompokkan bersumber dari usia, taraf ketunarunguan, dan kemampuan dalam bidang bahasa.

Dalam penempatan murid haarus diperhatikan hal-hal khusus seperti:

- Anak yang sukar memusatkan perhatian ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau guru.

- Anak yang suka mengganggu temannya ditempatkan pada tempat yang selalu dapat diawasi oleh guru.

(13)

20

2.2.3 Tuna Grahita

2.2.3.1 Definisi Tuna Grahita

1. American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.

2. Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22), mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

3. The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.

2.2.3.2 Identifikasi Tuna Grahita

1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar, 2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat

4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), 6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

2.2.3.3 Klasifikasi Tuna Grahita

(14)

21

2. Moderate mental reterdation (tuna grahita sedang IQ-nya 55-40) 3. Severe mental reterdation (tuna grahita berat IQ-nya 40-25)

4. Profound mentall reterdation (tuna grahita sangat berat IQ-nyadibawah 25)

Klasifikasi anak tuna grahita berdasarkan tipe-tipe klinis yaitu bentuk fisik adalah: a. Cretine (kerdil)

Penyebabnya adalah kekurangan yodium. Karakteristik fisiknya adalah bertubuh kecil dengan rambut dan kulit yang kasar. Termasuk ke dalam anak embisil. Sifatnya umumnya baik dan tidak menimbulkan masalah bagi lingkungannya.

b. Microcephal

Anak microcephal memiliki kepala yang kecil dan termasuk anak embisil. c. Macrocephal

Anak macrocephal memiliki kepala yang besaar tetapi otaknya kecil karena berisi cairan yang mendesak pertumbuhan otak.

d. Mongoloid

Anak mongoloid memiliki mata sipit, hidung pesek, kepala agak kecil, jari-jari tangannya agak pendek. Anak mongoloid termasuk anak embesil. Sifat psikisnya khas yaitu emosi yang terbuka, senang humor.

e. Cerebral Palsy

Gangguan motorik dimana otot kaku kalau digerakkan.

2.2.3.4 Karakteristik Tuna Grahita

Karakteristik anak tuna grahita, mereka bisa bergembira namun sulit untuk mereka bisa mengungkapkan kekaguman. Begitu juga sebaliknya, mereka bisa bersedih tetapi sulit untuk terharu. Anak tuna grahita perempuan biasanya berkarakter ceroboh, kurang dapat menahan diri, kurang tabah dan mudah sekali dipengaruhi. Sedangkan anak tuna grahita laki-laki, berkarakter depresi, lancang, merusak, tidak dapat dipercaya.10

10

(15)

22

2.2.3.5 Sistem Pendidikan untuk Anak Tuna Grahita

Tingkat atau jenjang pendidikan untuk anak tuna grahita menurut Lasikun Notoatmojo dalam Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa terdiri dari:

a. Pendidikan Tingkat Persiapan berlangsung selama satu tahun dalam satu jenjang kelas yaitu:

- P1

- P2

b. Pendidikan Tingkat Dasar

- D1

- D2

- D3

- D4

- D5

- D6

c. Pendidikan Lanjutan:

- L1

- L2

- L3

Pada umumnya anak tuna grahita hanya mampu belajar sampai kelas L2 karena kemampuan mereka sangatlah terbatas, hanya sedikit yang mampu melanjutkan ke L3.

d. Pendidikan Informal

Pendidikan yang ditujukan kepada penerapan sosialisasi anak tuna grahita dengan lingkungan mereka sendiri dan dengan lingkungan masyarakat umum.

Kurikulum pendidikan untuk tingkat persiapan lebih ditekankan pada bentuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Materi pendidikan yang diajarkan tidak terlalu baku yaitu umumnya tentang kehidupan sehari-hari dan kata-kata yang sering digunakan.

Kurikulum untuk tingkat dasar dan lanjutan terdiri dari:

- Pendidikan Agama

- Pendidikan Moral Pancasila - Pendidikan Sejarah

(16)

23

- Ilmu Pengetahuan Sosial

- Matematika

- Ilmu Penegtahuan Alam

- Olahraga, Kesehatan, dan Sensomotorik - Pendidikan Kesenian

- Pendidikan Keterampilan (lebih ditekankan pada kelas lanjutan) - Pendidikan Informal (sosialisasi dengan masyarakat)

- Bina Diri

- Bahasa Inggris (dimulai pada kelas lanjutan)

Sistem kelas anak tuna grahita diklasifikasi dalam bentuk: a. Kelas khusus yang homogen

Diorganisir sesuai dengan jumlah anak didik yang tidak jauh berbeda dalam usia kronologis dan usia mentalnya. Guru bertanggung jawab terhadap sejumlah anak didik sekitar 12-18 orang.

b. Kelas khusus tanpa tingkatan (heterogen)

Dalam kelas ini terdapat anak dengan usia 5 sampai 18 tahun dimana guru menghadapi sekelompok anak didik yang sangat heterogen dengan usia kronologis dan usia mental yang berbeda-beda. Bentuk kelas seperti ini biasanya merupakan organisasi yang kurang ideal dan merupakan pendekatan untuk sistem sekolah yang kecil yaitu hanya ada sejumlah anak didik saja.

1. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan dilengkapi dengan workshop (ruang keterampilan) untuk melatih keterampilan agar dapat hidup di tengah masyarakat dengan keterbaatasan kemampuannya.

2. Guru

Persyaratan untuk guru sama dengan yang telah disebutkan pada bagian terdahulu.

3. Metode Pengajaran

(17)

24

2.2.4 Tuna Daksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.

2.2.4.1 Identifikasi Anak Tuna Daksa

• Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

• Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),

• Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,

• Terdapat cacat pada alat gerak,

• Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

• Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,

• Hiperaktif/tidak dapat tenang.

* Nilai standarnya 5

Pada umumnya anak tuna daksa lebih terisolasi dari teman-temannya, karena mereka cenderung tidak bisa berpartisipasi penuh terhadap suatu kegiatan, mereka juga sering didera rasa cemas.11

2.2.5 Tuna Laras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku

11

(18)

25

disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:

• Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.

• Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.

• Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.

• Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.

• Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.

2.2.5.1 Ciri-ciri Tuna Laras

• Bersikap membangkang • Mudah terangsang emosinya • Sering melakukan tindakan agresif

• Sering bertindak melanggar norma sosial/ norma susila dan hukum

Karakteristik anak tuna laras, agresif, kegelisahan, suka menyerang, membantah, susah diatur dan kekhawatiran12

2.2.5.2 Cara Mendidik Anak Tuna Laras

Council for Exceptional Children US (2001) mengidentifikasi keterampilan yang diperlukan guru dalam mengajar anak dengan gangguan emosi dan perilaku (Weiss dalam Hallahan dan Kauffmann, 2006), yakni :

• Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang beresiko mengalami gangguan emosi dan perilaku

12

(19)

26

• Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk mengontrol

tingklah laku target

• Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, terampil dalam problem solving dan mengatasi konflik

• Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara individual dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku • Mengintegrasikan proses belajar mengajar, pendidikan efektif dan

menajemen perilaku beik secara individual dan kelompok

• Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dengan problematik pada siswa secara individual.

2.2.6 Tuna Ganda

Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.

2.2.6.1 Karakteristik Anak Tuna ganda

• Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. • Perkembangan motorik dan fisiknya lambat

• Seringkali menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak bertujuan • Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri

• Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif • Kecenderungan lupa akan keterampilan yang sudah dikuasai

2.2.6 Autis

(20)

27

komunikasi normal, yang berakibat isolasi dari manusia lai, dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan obsesif.

Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada

ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:

1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.

2. Selalu diam sepanjang waktu.

3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.

4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.

5. Tidak tampak ceria.

6. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.

Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Pendidikan bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa. Kurikulum pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual.

Fakta bahwa anak Autis belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologis bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal:

1. Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi anak Autis

2. Anak Autis harus diajarkan dalam gaya yang ‘khusus’ bagi setiap individu, agar mereka bisa memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan

dalam bentuk atau cara yang khusus

(21)

28

Autis ini diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak terlalu tantrum atau berperilaku negatif lainnya)(6)

2.3 Tinjauan Lokasi

2.3.1 Data Umum Lokasi Proyek

Lokasi proyek berada di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Secara geografis sebagai berikut :

Nama Kota : Medan Luas : 265,10 km2

Letak : 2°.27’ - 2°.47’ Lintang Utara 98°.35’ - 98°.44’ Bujur Timur

Batas : Sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Ketinggian : 2,5 – 37,5 m di atas permukaan laut

Iklim : Suhu minimum berkisar antara 23.04°C – 24.08°C dan suhu maksimum berkisar antara 32.73°C – 34.47°C

Kelembaban Udara : 74.67 – 80%

Kecepatan Angin : 1,81 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 123.89 mm

Hari Hujan : Per bulan 15.25 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 161.67 mm

2.3.2 Kriteria Pemilihan Lokasi

Menurut Brian Hall dalam The Manual of Planning, masalah penyelesaian tapak harus mengikuti kriteria-kriteria tapak utama, yaitu:

2.3.2.1 Kriteria Tapak untuk Kepedulian atas Koleksi

Kriteria tapak untuk kepedulian atas koleksi, meliputi faktor-faktor sebagai berikut: 1. Keamanan

2. Lingkungan, berada di lingkungan aman dan tertata baik.

(22)

29

6. Ruang luar

2.3.2.2 Kriteria Tapak untuk Akses Publik

Kriteria tapak untuk akses publik, meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

1. Pencapaian, kemudahan pencapaian oleh kendaraan pribadi atau angkutan umum dan

tersedia juga jalur pejalan kaki

2. Parkir, tersedia parkir untuk pengunjung, pengelola dan servis, mudahnya mengenal entrance, jalan keluar, tersedia parkir beratap,kanopi.

3. Kemudahan Dilihat (visibility), sebaiknya tapak berada dekat simpang/sudut jalan utama (daripada di tengah tengah blok bangunan), agar dapat menjadi issue untuk menarik donor dan dana masyarakat. Kemudian dapat menimbulkan image, memberi image, memberi impresi besar/agung misalnya dengan sedikit bukaan, ataupun image komersial.

4. Sinergi Dengan Institusi Lain, berdekatan dengan institusi lain, perkantoran misalnya.

5. Ketentuan Khusus

Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan (RUTRK Medan) sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat pendidikan, pusat distribusi, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi jasa kepariwisataan dan pusat perdagangan regional dan internasional, maka dalam pelaksanaannya studi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Medan menerapkan adanya satuan-satuan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP), dimana tujuan dari WPP ini adalah mengoptimalkan pembangunan di setiap sektor atau wilayah. WPP Kota Medan dibagi menjadi lima wilayah yaitu :

WPP Cakupan

Kecamatan

Pusat

Pengembang

an

Peruntukan Lahan Program

Pembangunan

A M. Belawan M. Marelan M. Labuhan

BELAWAN Pelabuhan, Industri, Permukiman, Rekreasi, Maritim

Jalan baru, jaringan air

minum, septic tank, sarana

(23)

30

sampah, sarana pendidikan.

AKSARA Permukiman, Perdagangan, Rekreasi

Sambungan air minum,

septic tank, jalan baru,

rumah permanen, sarana

pendidikan dan kesehatan. Lapangan Golf, Hutan Kota

Sambungan air minum,

septic tank, jalan baru,

rumah permanen, sarana

pendidikan dan kesehatan.

(24)

31

Keberadaan kawasan perencanaan dapat dilihat dari peta di bawah ini :

2.3.3 Lokasi Site

Terdapat tiga alternatif lokasi, yaitu :

a. Lokasi A

Jl. TB. Simatupang, Kec. Medan Sunggal Luas site : ±4 Ha

b. Lokasi B

Jl. Karya Wisata, Kec. Medan Johor Luas site : ±2,5 Ha

WPP A

Pelabuhan, Industri, Permukiman, Rekreasi,

Maritim

WPP B Perkantoran,

Perdagangan, Rekreasi Indoor,

Permukiman

WPP C Permukiman,

Perdagangan, Rekreasi

WPP E Permukiman, Perkantoran, Perdagangan, Konservasi, Rekreasi,

Pendidikan,

Lapangan Golf, Hutan

Kota

WPP D CBD, Pusat

Pemerintahan, Hutan Kota, Pusat

Pendidikan,

Perkantoran, Rekreasi Indoor, Permukiman

(25)

32

c. Lokasi C

Jl. Asam Kumbang, Kec. Medan Sunggal Luas site : ±4 Ha

Kriteria Lokasi

Alternatif 1 Kec. Medan Johor)

Alternatif 3

(Jl. Asam Kumbang, Kec. Medan

Jalan arteri sekunder

(**)

Aksesibilitas (***)

Kendaraan pribadi, kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki

(**)

Kendaraan pribadi, kendaraan umum

(***)

Kendaraan pribadi, kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki merupakan daerah pengembangan permukiman, pendidikan, Konservasi, Rekreasi,

Lapangan Golf,

(**)

Berada di pinggir pusat kota dan merupakan daerah pengembangan merupakan daerah pengembangan permukiman, pendidikan, Konservasi, Rekreasi,

(26)

33

Perkantoran, sarana pendidikan,

pertokoan,

permukiman, sarana kesehatan

(**)

Pertokoan, kantor, pendidikan,

Menurun dari jalan

Kemacetan (***)

Baik dijadikan pusat pendidikan

(27)

34

Keterangan :

(***) : Sangat baik (**) : Cukup baik (*) : Kurang baik

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka lokasi yang paling tepat menjadi site proyek “Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus” adalah pada lokasi A.

2.4 Deskripsi Tapak

Kasus Proyek : Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus Status Proyek : Fiktif

Pemilik Proyek : Pihak Swasta Lokasi Tapak : Jln. TB. Simatupang

Batas Utara : Kantor Badan Kepegawaian Negara Batas Timur : Jln. TB. Simatupang

Batas Selatan : Kantor Polisi, Polsek Sunggal Batas Barat : Perumahan BKN

Luas Lahan : ± 4 Ha

Kontur

: Datar

KDB

: 60%

KLB

: 1-3 Lantai

GSB : Jln. TB Simatupang 12 m

Bangunan Eksisting : Perkantoran, Rumah Penduduk, Pertokoan, Sarana Pendidikan

Potensi Lahan :

Terletak di pinggiran kota Medan

Berada pada kawasan komersil dan pendidikan Transportasi lancar

Memiliki jalur utilitas yang baik

2.5 Tinjauan Fungsi

2.5.1 Lingkup Kegiatan pada Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

(28)

35

• Kegiatan pengembangan potensi diri

• Berolahraga

b. Kelompok kegiatan penunjang meliputi : • Kegiatan bimbingan dan penyuluhan • Kegiatan menajemen

• Kegiatan dokumentasi

c. Kelompok kegiatan pelengkap meliputi :

• Kegiatan pameran, menampilkan hasil karya/ kerajinan tangan anak berkebutuhan khusus

• Kegiatan pertunjukan atau acara bersama

2.5.2 Karakteristik Ruang

Perancangan Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus akan direncanakan untuk mewadahi anak berkebutuhan khusus dengan beberapa ketunaan yang membutuhkan ruang yang berbeda dengan tingkat kebutuhan dan kenyamanan ruang yang berbeda.

2.5.2.1 Kegiatan utama

Kegiatan yang terjadi merupakan kegiatan yang berkaitan erat dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Bersifat semi privat dan menyangkut keberhasilan anak yang dididik pada Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

Adapun ruang-ruang yang termasuk pada kegiatan utama adalah : Ruang Kelas

(29)

murid yang m autis, memilik diajarkan face

Ruang Keteram Ruang ketera

Yustinius Sukisno, SPd. Kepa 14

Nurasiah, SPd. Kepala Sekola Gbr.II.2 Murid tunanetra b

matematika dengan bra (SLB-A Karya Murni)

memilih guru sesuai dengan keinginannya iliki ruang belajar yang lebih privat, karena ce to face, satu murid dengan satu orang guru.

rampilan

rampilan adalah ruang dimana anak berkeb embangkan bakat dan potensi diri yang ada pa

rampilan ini ada bermacam-macam yang d gan ketunaan yang diderita anak-anak. Misa liki ruang mebuat sapu, ruang pijat, untuk mela t, yang nantinya bisa digunakan sebagai ma ntuk anak tuna rungu misalnya dengan r

epala Sekolah Yayasan Abdi Kasih. ekolah SLB-ABC TPI Medan

ra belajar braille rni)

Gbr.II.4 Seorang anak autis & guru di depan kelas

(SLB-C Abdi Kasih)

Gbr.II.3 Ruang kelas tuna grahita (SLB-ABC TPI Medan)

36

ya.13 Untuk anak na mereka harus ru.14

(30)

menenun. Un tangan berup membuat kera

Perpustakaan Perpustakaan dengan perpu dan berfungsi sebagainya. perpustakaan Dengan ukura Gbr. II.5 Ruang T

(SLB-C Abdi Ka

Gbr. II.7 Ruang M (SLB-C Abdi Ka

ntuk anak tuna grahita dan lainnya bisa de upa rumah sabun, rumah lilin, merangkai b

ranjang parsel.

an

an pada sekolah berkebutuhan khusus tidak pustakaan lain pada umumnya. Sama-sama b si sebagai ruang diskusi, membaca, mengerj . Hanya saja pada sekolah berkebut n didesain sesuai dengan kebutuhan ana uran yang lebih besar tentunya, karena mass

ng Tenun di Kasih)

Gbr. II.6 Ruang Lili (SLB-C Abdi Kasih

g Menjahit di Kasih)

37

dengan kerajinan i bambu, bahkan

ak jauh berbeda berisi buku-buku erjakan tugas dan butuhan khusus, nak-anak difabel. assa buku tulisan g Lilin

(31)

braille jauh le Kegiatan yang m ini juga bersifat Gbr. II.8 Perpustakaan Tu

Grahita dan Autis (SLB-C Abdi Kasih)

Gbr. II.1 (SLB-A

lebih besar dibandingkan dengan buku biasa ak tuna daksa, tentu memerlukan perpustak

a mereka yang menggunakan kursi roda te an keluwesan dalam bergerak.

unjang

terjadi merupakan kegiatan yang mendukung k mengatur proses yang terjadi pada kegitan u at semi publik. Adapun ruang-ruang yang te njang ini adalah sebagai berikut :

gan dimana orang tua murid atau siapapun da i lebih banyak tentang sekolah. Tempat guru

a saat sedang berada di sekolah.

Pd. Kepala Sekolah SLB-A Karya Murni

n Tuna Gbr. II.9 Perpustakaan Tuna Ne (SLB-A Karya Murni)

r. II.10 Ruang Tamu

g kegiatan utama. utama. Kegiatan termasuk dalam

(32)

Ruang Guru

i bersifat privat, karena guru-guru yang mengaj apat memasukinya. Tempat guru-guru meme dan bekerja.

ala Sekolah

hanya bisa dimasuki atas izin kepala sekola pati oleh kepala sekolah.

Usaha

pat menyimpan dokumen murid-mmurid, asalah peraturan sekolah.

ingan dan Penyuluhan

i biasanya digunakan sebagai ruangan unt bersalah, guru BP akan memberikan pe kepada murid agar murid dapat menjadi lebih

t digunakan saat ada hal penting yang ing uruh staf di sekolah. Ruangan ini biasanya b ng besar dengan deretan kursi-kursi, se pat tepat di depan layar putih sebagai tempat hatan

disebut ruang UKS, Unit Kesehatan Sekola pat dilarikannya murid-murid yang sakit. A a di dalamnya, untuk menangani murid. r. II.11 Ruang Guru

-A Karya Murni)

39

gajar di sekolah ini meriksa pekerjaan

olah. Ruangan ini

rid, ruang yang

ntuk menghakimi pengarahan dan ih baik.

ingin disampaikan berisi satu meja serta satu kursi at presentasi.

(33)

2.5.2.3 Kegiatan peleng

Kegiatan pelengk kegiatan yang m Dengan adanya khusus akan leb

ngkap pada Sekolah Anak Berkebutuhan Khu melengkapi kebutuhan anak-anak berkebu a kegiatan pelengkap ini, perkembangan ana lebih baik. Berikut adalah ruang-ruang yang t

gkap : hraga

kebutuhan khusus juga memerlukan o n tubuh mereka. Gedung yang berisi alat-ala aatkan untuk anak-anak berolahraga dalam rua

ng

a dengan anak-anak lainnya, anak berkebutuh an kolam renang untuk mereka belajar ber a anak bisa memakai kolam ini, anak tuna

lnya, mereka tidak dapat menggunakan karen a miliki.

2 Ruang Kesehatan C Abdi Kasih)

Gbr. II.13 Kolam Renang

40

Khusus ini adalah ebutuhan khusus. nak berkebutuhan g termasuk dalam

olahraga untuk alat olah raga ini ruangan.

(34)

Arena Berkuda Anak autis te sensorik dan m baik.

Gallery Gallery pada dimana hasil oleh para tam kemungkinan

Gedung Serba Gedung serba besar secara anak berkebu tamu dan wali

uda

ternyata membutuhkan kuda dalam mereh n motoriknya. Berkuda dapat membuat merek

a sekolah anak berkebutuhan khusus ini il karya anak-anak dipamerkan, yang mana tamu dan wali murid yang datang. Ini juga

n untuk hasil karya mereka dapat dipasarkan.

rbaguna

rbaguna juga disebut aula, tempat dilakuka ra bersama-sama. Dapat juga menjadi ruan butuhan khusus dapat menampilkan bakat m ali mereka, serta guru-guru di gedng ini.

Gbr. II.14 Arena berkuda

Gbr. II.15 Gallery

Gbr. II.16 Gedung serbaguna

41

rehabilitasi fungsi reka menjadi lebih

ni adalah tempat a dapat dinikmati ga tidak menutup

(35)

2.6 Studi Banding

2.6.1 SLB – ABC Tama

SLB swasta ini b juga memiliki pendidikan SLB ini hanya memiliki SMPLB diadakan pada s

Pada saat ini, SL Jumlah keseluruhan mu (11 orang PNS dan sele grahita dan tuna rungu @ anak autis sebesar @ R

man Pendidikan Islam (Jl. Sisingamangaraja

i berada di bawah naungan Taman Pendidik kan TK, SD, SMP untuk anak-anak normal p liki satu massa bangunan dua lantai, sehingg

a sore hari dalam proses belajar.

SLB hanya memiliki murid tuna grahita, tuna r urid sebanyak 136 orang dengan jumlah pen elebihnya swasta). Adapun besar biaya pendid

u @ Rp. 95.000 (sudah dipotong dana BOS) s Rp. 350.000 (sudah dipotong dana BOS). B mereka harus dididik satu per satu, seoran

urid (face to face). ridor lantai satu C TPI Medan)

Gbr. II.18 Kelas Tuna R (SLB-ABC TPI Meda

Gbr. II.19 Partisi ruang kelas (SLB-ABC TPI Medan)

42

didikan untuk tuna ) sedangkan bagi . Biaya anak autis rang guru hanya na Rungu

(36)

Sebagai dana un hanya mendapat dari mu luar negeri seperti Be mengembangkan bangu lagi untuk dijadikan aula ini adalah ruang kelas, keranjang parsel), ruma juga memiliki asrama ba

Kurikulum yang sekolah umum lainnya h Teknik pembagian kelas grahita, hal ini dilakukan untuk tuna grahita dan a berkomunikasi adalah de tuna grahita dan autis.

Gbr. II.20 Ruang Ke (SLB-ABC TPI Meda

untuk pengembangan sekolah dan gaji peng murid dan pemerintah, tetapi juga sumbangan Belanda dan Jepang. Sehingga sekarang gunan di lantai dua dan menambahkan satu m

la/ ruang serbaguna. Fasilitas yang sudah ters s, ruang keterampilan (papan bunga, sapu iju

ah sabun, ruang menjahit dan lapangan olah bagi anak-anak yang sudah mampu mandiri.

g diajarkan pada murid-murid di SLB tidak b a hanya saja materi disesuaikan dengan kem las pada SLB ini yaitu berdasarkan usia untuk

an agar tidak terjadi rasa minder pada anak-an n autis dibagi berdasarkan hasil tes IQ. Teknik dengan bahasa isyarat untuk tuna rungu dan a g Kelas

edan)

Gbr. II.21 Ruang Kela (SLB-ABC TPI Medan

43

ngajar, SLB tidak an dari dalam dan g mereka dapat massa bangunan tersedia pada SLB ijuk, kursi bambu, lah raga. Sekolah

berbeda dengan emampuan anak. uk anak-anak tuna anak. Sedangkan nik khusus dalam n alat peraga bagi Kelas

(37)

2.6.2 SLB – C Abdi Ka

Gbr. II.22 Tampak d (SLB-C Abdi Ka

Gbr. II.24 Taman (SLB-C Abd

Gbr. II.26 Tama (SLB-C Abdi

Kasih (Jl. Rawe IV, Martubung)

ak depan SLB

di Kasih)

Gbr. II.23 Papan n (SLB-C Abdi Kas

an di depan SLB Abdi Kasih)

Gbr. II.25 Tangga (SLB-C Abdi K

aman di dalam Abdi Kasih)

Gbr. II.27 Perkerasa (SLB-C Abdi K

44

an nama

i Kasih)

ga ke lantai 2 di Kasih)

(38)

SLB yang terletak lengkap dibandingkan S merupakan SLB swasta tahun 1986 dirancangla perlahan-lahan mereka membina anak tuna gr sebanyak 14 orang. Ku kembali lagi tergantung p

Gbr. II.28 Aula (SLB-C Abdi Ka

Gbr. II.30 Ruang kelas (SLB-C Abdi Kasih)

Gbr. II.32 Ruang kelas (SLB-C Abdi Kasih)

tak di Kec. Medan Labuhan ini mempunyai fas SLB sebelumnya. SLB yang berdiri sejak sta yang dulunya berada di pusat kota Meda glah bangunan baru di ujung kota Medan a pindah pada tahun 1987. SLB-C ini ternya grahita saja tetapi juga autis. Ada 78 muri Kurikulum yang diajarkan pada murid adalah g pada peserta didiknya.

i Kasih) Gbr. II.29 Ruang bermain (SLB-C Ab

Gbr. II.31 Kelas autis (SLB-C Abdi Kasih)

Gbr. II.33 Menjahit (SLB-C Abdi Kasih)

45

fasilitas yang lebih k tahun 1979 ini dan, namun pada n dan kemudian nyata tidak hanya urid dengan guru lah KTSP, namun

(39)

Besar pendidikan Rp. 250.000 sedangka termasuk uang sekola sumbangan dalam dan grahita dan autis secar akhirnya tergantung mur Fasilitas yang te olahraga, rumah lilin, rua asrama (wisma), gudang

SLB-C Abdi Kasi belajar beraktifitas di lin lingkungan luar seko menggunakan angkutan juga diajarkan berkunjun Gbr. II.34 Ruang makan (SLB-C Abdi Kasih)

Gbr. II.36 Kelas (SLB-C Abdi Kasih)

n tiap bulan untuk anak autis @ Rp. 350.000, kan yang juga tinggal di asrama @ Rp. 5 olah). Dana pengembangan sekolah juga an luar negeri. Pembagian kelas untuk kate ara mutlak berdasarkan tes kecerdasan (IQ uridnya lagi.

tersedia antara lain, ruang kelas, aula, lap ruang tenun, ruang menjahit, ruang nonton, ru

ng, perpustakaan dll.

asih ternyata tidak hanya mengajarkan murid lingkungan sekolah saja, tetapi juga belajar b kolah. Mereka juga diajarkan bagaiman an umum, mengadakan kebaktian di gereja, jung ke instansi pemerintahan (kantor camat m

kan Gbr. II.35 Dapur

(SLB-C Abdi Kasih)

Gbr. II.37 Taman belakang (SLB-C Abdi Kasih)

46

lapangan, gedung ruang kesehatan,

-muridnya untuk r bersosialisasi di ana berbelanja, a, bahkan mereka

(40)

ini tertata rapi da anak yang bers

Gbr. II.38 Asrama (SLB-C Abdi Kasih)

Gbr. II.40 Gedung (SLB-A Karya M

a Murni (Jl. Karya Wisata)

A Karya Murni adalah SLB yang mendidik a i terdiri dari dua massa bangunan untuk se

anya. Bangunan dua lantai dengan bentuk sa dan bersih. Di sini dapat terlihat jelas bahwa, m ersekolah tidak dapat melihat keindahan s n keindahannya tetap terjaga. Ada tanaman ya

as dengan perkerasan dimana-mana sebag lalu lalang.

Gbr. II.39 Ruang nonton (SLB-C Abdi Kasih)

ung TK & SD ya Murni)

Gbr. II.41 Gedung S (SLB-A Karya Mur

47

k anak-anak tuna sekolah, berbeda sangat sederhana a, meskipun sekolah, namun

yang tertata rapi, agai tempat anak

(41)

Gbr. II.42 Ruang Ke (SLB-A Karya Murn

Gbr. II.44 Perkerasa (SLB-A Karya Murni

Gbr. II.46 Ruang Gur (SLB-A Karya Murni

Gbr. II.48 Kelas SMP (SLB-A Karya Murni

g Kelas

urni)

Gbr. II.43 Dapur (SLB-A Karya Murni)

rasan urni)

Gbr. II.45 Aula (SLB-A Karya Murni)

Guru urni)

Gbr. II.47 Teras (SLB-A Karya Murni)

SMP urni)

Gbr. II.49 Taman (SLB-A Karya Murni)

48

rni)

rni)

(42)

Dari gambar d membutuhkan lingkunga tetapi juga mata pelajara mengenal lingkungan se beraktifitas di sekolah, menggunakan tongkat un

Gbr. II.50 Orientasi Mob (SLB-A Karya Murni

Gbr. II.52 Belajar Seimbang (SLB-A Karya Murni)

di atas terlihat jelas bahwa anak tuna gan luar. Bukan hanya untuk melakukan pela aran orientasi mobilitas, dimana pelajaran ini a sekolah, yang bertujuan untuk membuat mere h, bahkan jika sudah terbiasa, mereka bisa t untuk mencapai tempat tertentu di sekolah. Mobilitas

urni)

Gbr. II.51 Orientasi Mobi (SLB-A Karya Murni)

ang Gbr. II.53 Bermain bo

(SLB-A Karya Murni)

49

na netra sangat elajaran olahraga, i adalah pelajaran reka lebih mudah sa berjalan tanpa

obilitas rni)

(43)

2.6.4 Virginia School

Negara Bagian V buta, gangguan penglih Salah satunya di Staunt bekerjasama dengan BC dan menilai kedua kam kedua sekolah memiliki kampus pusat, termasuk adalah rekomendasi un tambahan lansekap. J kampus, identitas kamp menampung pendaftaran kampus yang baru. Den dari pusat akademik dan fasilitas pendukung.

ol for The Deaf and Blind

n Virginia memiliki dua sekolah perumahan ut lihatan, multi-cacat dan siswa secara emosio unton dan yang lainnya di Hampton. Dickinso

BCWH dari Richmond, VA yang disewa untuk kampus untuk kemungkinan digabungkan. iki total 300 siswa. Studi komprehensif difokus suk akademisi, rekreasi, dan fasilitas peruma

untuk konservasi, pengelolaan lingkungan Juga termasuk adalah rekomendasi untu pus dan pedoman karakter, dan rekomendas ran meningkat. Tim fokus untuk mengembangk engan empat lokasi untuk fasilitas baru. Reko an atletik, asrama murid baru, mengakomodas

Gbr. II.54 VSDB Site Plan

Gbr. II.55 Virginia School for the Deaf and Blind

(44)

2.6.5 California Schoo

Berdasark banding California Scho serta orientasi ruang-r dengan sangat baik. Fa bangunan asrama, sa sebagainya. Dari site pla California School for The

ool for The Blind

arkan siteplan di atas, dapat diambil sesu chool for The Blind. Yaitu fasilitas-fasilitas ya ruang, pengelompokan massa bangunan Fasilitas tersebut berupa, gedung sekolah S sarana kesehatan, gedung olahraga, kafe plan di atas dapat diketahui aktifitas apa saja he Blind.

Gbr. II.56 California School for The Blind

Gambar

Tabel II.2 WPP Kota Medan
Gambar. II.1
Gambar
Tabel II.3 Kriteria Pemilihan Lokasi

Referensi

Dokumen terkait

Kako je ovaj rad prije svega usmjeren na analizu utjecaja veličine države na ekonom- ski rast odnosno na ulogu fiskalne politike EU, posebna pozornost usmjerena je na dva

“Mekanisme Pembentukan Komite Reviewer Dan Tata Cara Penilaian Usulan Dana Bantuan Penelitian Dan Publikasi Ilmiah.” Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN Sunan Gunung Djati

Sudah semestinya bila hukum yang mengatur mengenai perjanjian kerja memberikan rasa keadilan bagi para

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penanganan ikan tongkol segar dengan penambahan hancuran es 1:4 (25% bb) yang menghasilkan suhu ± 18 0

[r]

1 Surat Pernyataan bahwa Perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya atau peserta perorangan, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan

DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA Rehabilitasi Sedang/Berat Bangunan Sekolah Pengadaan Jasa Konsultan Perencanaan Wilayah I Rehabilitasi Sedang/Berat Bangunan Sekolah (SD/SMP)