• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Di SMP Negeri 2 Dempet Tahun 2014 T2 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Di SMP Negeri 2 Dempet Tahun 2014 T2 BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan membahas tentang Konsep evaluasi dan evaluasi program, tujuan evaluasi program, manfaat evaluasi program, model evaluasi, konsep manajemen pembiayaan, program BOS, Penelitian yang relevan, kerangka pikir.

2.1 Konsep Evaluasi dan Evaluasi Program

2.1.1 Konsep Evaluasi

(2)

suatu keputusan dan menurut Arikunto (2014:2) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersbut digunakan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.

Dari berbagai pendapat dari beberapa pakar dapat disimpulkan bahawa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk memberikan penilaian dan membuat keputusan yang tepat terhadap sesuatu (obyek, kejadian atau program).

2.1.2 Konsep Program

Menurut Jones (1994:296) mendifinisikan bahwa “A programme is collection of interrelated project designed to harmonize and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives”,

suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integrated untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan. Sedangkan program menurut (Joan L. Herman,1987 dalam Tayibnapis, 2008:9) program adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh dan menurut Arikunto dan Jabar (2014:4) mengartikan program adalah sejumlah sarana hubungan yang didesain dan diimplementasikan sesuai dengan tujuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa program adalah suatu kesatuan kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang saling berkesinambungan dalam melaksanakan kebijakan untuk mencapai sasaran tersebut secara keseluruhan.

(3)

Menurut (Tyler,1950 dalam Arikunto, 2014:5) evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasi. Sedangkan (Cronbacch ,1963 dan Stufflebeam,1971 dalam Arikunto, 2014:5) mendifinisikan evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Menurut Arikunto (2014:17) evaluasi program adalah upaya untuk mengatahui efektifitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program.

Sehubungan dengan definisi tersebut The Standford Evaluationn Consorsium Group menegaskan bahwa meskipun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program (Cronbach,1982 dalam Arikunto, 2014:5). Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan.

2.2 Tujuan Evaluasi Program

(4)

tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program. Selanjutnya Arikunto (2010:22) menambahkan evaluasi program dilakukan dengan tujuan: (1) memberi masukan pada perencana program atau kegiatan; (2)sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan; (3) memberi masukan untuk memodifikasi program;(4) mendapatkan informasi tentang pendukung dan penghambat program; (5) sebagai upaya untuk melakukan tindakan perbaikan. Sedangkan menurut Wirawan (2011:22) tujuan evaluasi program adalah (1) mengetahui pencapaian tujuan dari suatu program; (2) menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil keputusan; (3) menilai kualitas kinerja program (4) menentukan ukuran dan ketercapaian materi suatu program; (5) menentukan akuntabilitas suatu program; (6) menentukan dasar, arah, strategi dan keefektivitas program.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program adalah untuk memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang perencanaan program, tindak lanjut perluasan atau penghentian program, modifikasi atau perbaikan program, faktor pendukung dan penghambat program.

2.3 Manfaat Evaluasi Program

(5)

(1) menghentikan program karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya; (2) merevisi program karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan; (3) melanjutkan program karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan member hasil yang manfaat; (4) menyebarluaskan program karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik apabila dilaksanakan lagi ditempat dan waktu yang lain. Arifin (2010:10) menjelaskan manfaat evaluasi program adalah memberikan informasi yang akurat bagi pembuata kebijakan untuk mengambil keputusan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan evaluasi program bermanfaat untuk memberikan rekomendasi bagi pengambil keputusan dengan masukan hasil evaluasi program yang sedang atau telah dilaksanakan.

2.4 Model Evaluasi

2.4.1 Model-Model Evaluasi Program

Arikunto (2014:40) menyatakan bahwa ada banyak model yang bisa digunakan dalam melakukan evaluasi program program pendidikan. Meskipun maksudnya putusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program. (Kaufman dan Thomas dalam Arikunto, 2014:40) membedakan model evaluasi menjadi 8 kelompok sebagai berikut ini:

1.Goal Oriented Evaluation Model

(6)

proses pelaksanaan program . Model ini dikembangkan oleh Tyler. (Arikunto 2014:40).

2.Goal Free Evaluation Model

Model ini dikembangkan oleh Michael Scriver , model ini dapat dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan oleh Tyler. Jika dalam model yang dikembangka Tyler, evaluator terus menerusl memantua tujuan , yaitu sejak awal proses terus sejauh mana tujuan tersebut dapat dicapai . Menurut Michael scriven , dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi penemapilan-penampilan yang terjadi,baik hal-hal positif (yaitu yang dihrapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebetulnya tidak diharapkan)

Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai, artinya telah terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh penampilan tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya (Arikunto 2014:40).

3. Formatif-Sumatif Evaluation Model

Model ini merujuk pada tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (di sebut evaluasi sumatif)

(7)

evaluasi sumatif . Dengan demikian , model oleh Michael Scriven ini menunjuk tentang “apa, kapan, tujuan “ evaluasi tersebut dilaksanakan (Arikunto, 2014:42).

4. Countenance Evaluation Model

Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan tambahan yang diberikan oleh Fernandes (1984), model stake menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1) Deskripsi (description) dan (2) pertimbangan(judgments); serta membedakan adanya tiga tahapan dalam evaluasi program yaitu anteseden (antecedents/context), transaksi (transaction/process), dan Keluaran (output-outcame) (Arikunto, 2014:43).

5. CSE-UCLA Evaluasi Model

CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan , yaitu CSE dan UCLA. CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of California in Los Angeles. Cirri dari model CSE-UCLA adalah lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu peencanaan , pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Fernandes (1984) membeikan penjelasan tentang model USE-UCLA menjadi empat tahap yaitu (1) needs assessment,(2) program planning(3)formatifve evaluation dan (4) summative evaluation (Arikunto 2014:44).

6. CIPP Evaluation Model

(8)

evaluasi terhadap masukan; (3) Process evaluation yaitu evaluasi terhadap proses; dan (4) Product evaluation yaitu evaluasi terhadap hasil (Arikunto 2014:45).

7. Discrepancy Evaluation Model

Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris , yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia mejadi “Kesenjangan”. Model ini dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. (Arikunto, 2014:48)

8 .Responsive Evaluation Model

Evaluasi pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang - orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut pandangan yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ni kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik. (Tayibnapis, 1989:23)

Dari berbagai model evaluasi program di atas, peneliti memilih

Discrepancy Evaluation model ini, yang peneliti anggap sebagai model yang paling sesuai dengan penelitian.

(9)
(10)

(process) Yaitu mengadakan evaluasi tujuan manakah yang sudah dicapai. Tahap ini juga di sebut tahap mengumpulkan data dari pelaksanaan program; (4) tahap pengukuran tujuan (product) yaitu tahap mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini adalah Apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya?; (5) Tahap Pembandingan (Programe Comparison) yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka (ia) dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Kemungkinannya adalah menghentikan program, mengganti atau merevisi, meneruskan, dan memodifikasi tujuannya.

Standar adalah kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan dengan hasil yang efektif. Penampilan adalah sumber, prosedur, manajemen, dan hasil nyata yang tampak ketika program dilaksanakan. Kunci dari evaluasi kesenjangan adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.5 Konsep Manajemen pembiayaan

2.5.1 Pengertian Manajemen Keuangan

(11)

Pudjiastuti (1998:4) manajemen keuangan adalah pengaturan kegiatan keuangan dalam suatu organisasi yang menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan.

Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan. Dengan demikian, manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.

Menurut Lipham (1985) dan Keith (1991) dalam Depdiknas (2000) manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan. Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pertanggungjawaban.

Dari pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pengetian dia atas dapat disimpulkan bahwa menejemen adalah rangkaian aktivitas mengatur keuangan mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan.

2.5.2 Tujuan Manajemen Keuangan

(12)

Menurut Kadarman, A.M. dan Udaya (1992) tujuan manajemen keuangan (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah; (2) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah; (3) meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

2.5.3 Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip.

Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan

dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi,

dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu

mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut,

yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

1. Transparansi

(13)

timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.

2. Akuntabilitas

(14)

pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat

3. Efektivitas

Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Garner (2004) mendefinisikan efektivitas lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness ”characterized by qualitative outcomes”. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 4. Efisiensi

Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan.

(15)

Gambar 2.1.

Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan

Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan daya C dan hasil D yang paling efisien, sedangkan penggunaan daya A dan hasil D menunjukkan paling tidak efisien; (b) Dilihat dari segi hasil, kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya. Ragam efisiensi tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini:

Gambar : 2.2

Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya tertentu dan ragam hasil yang diperoleh

Pada gambar di atas menunjukkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil B paling tidak efisien. Sedangkan penggunaan waktu, tenaga, biaya A dan hasil D paling efisien.

Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.

2.6 Program BOS

(16)

pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya. Untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan pemerintah sudah mengaturnya dalam kebijakan pembiayaan seperti yang terkandung dalam UUD 1945 tanggungjawab pendidikan bangsa, terutama pendidikan dasar adalah pemerintah. Hal ini terutama dijelaskan pemerintah dalam pasal 31 ayat (1 ) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan dan ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menegaskan setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, bahkan pada pasal 6 ayat (1) setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 49 dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tetapi sayang, amanat ini dimentahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN

maupun APBD, di dalamnya termasuk gaji pendidik. PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pasal 2 pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

Jenis-jenis biaya pendidikan sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2008 tersebut. Biaya pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik.

2.6.1 Pengertian BOS

(17)

pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. PP 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak dll. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. Dalam Peraturan Mendiknas nomor 101 tahun 2013, BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang tidak diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.

Dari pengetian dia atas dapat disimpulkan bahwa BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.

2.6.2 Tujuan BOS

Menurut Peraturan Mendiknas nomor 101 (2013:3) secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

(18)

sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;(2) membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun , baik di sekolah negeri maupun swasta; (3) meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

2.6.3 Penggunaan Dana BOS

Menurut Peraturan Mendiknas nomor 101 tahun 2013 sekolah menyusun anggaran belanja sekolah dengan membagi-bagi pada setiap program yang mengacu pada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). Yang dimaksud ) Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

Dengan berpedoman pada 8 SNP, kemudian Menurut Peraturan Mendiknas nomor 101 tahun 2013:27 disusunlah komponen-komponen kegiatan yang dibiayai BOS (1) pengembangan perpustakaan; (2) kegiatan dalam rangka penerimaan peserta didik; (3) kegiatan pembelpelajaran dan ekstrakurikuler; (4) kegiatan ulangan dan ujian; (5) pembelian bahan-bahan habis pakai; (6) langganan daya dan jasa; (7) perawatan sekolah; (8) pembayaran honorarium bulanan guru honorarium dan tenaga kependidikan; (9) pengembangan profesi guru; (10)membantu peserta didik miskin; (11) pembiayaan pengelolaan BOS; (12) pembelian perangkat computer; (13) biaya lain jika seluruh komponen 1 s.d 12 telah terpenuhi pendanaan BOS.

2.7 Penelitian yang Relevan

(19)

Pematangsiantar, menyimpulkan bahwa Program BOS di SD N NO.125549 berjalan dengan baik serta program BOS sangat membantu meringankan beban keluarga miskin dan tidak mampu dalam mengenyam pendidikan.

Kusno,dkk.(2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah di Sekolah Dasar Negeri, disimpulkan bahwa Pengelolaan dana BOS di SD Negeri 1 Muara Pawan Kabupaten Ketapang telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang tertuang di dalam buku panduan BOS yang meliputi unsur perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi serta pelaporan dana BOS.

Ilyas,Taufiq rahman. dkk. (2013). dalam penelitiannya yang berjudul : Evalusi Implementasi Program Bantuan Operasional SD (Studi kasus di SD N Bulusari Tarokan Kabupaten Kediri) disimpulkan bahwa Bantuan Operasional sekolah (BOS) menjadi instrument utama dalam terselenggaranya kegiatan belajar mengajar di sekolah, namun pada dimensi sisi yang lain masih saja terdapat permasalahan pada implementasi penyelenggaraa program BOS di SD , sehingga apa yang menjadi vis,misi dari sasaran program tersebut belum mencapai keberhasilan.

Slameto, (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Monitoring dan Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah di kota Salatiga dengan meggunakan analisis kesenjanagan tahun 2011/2012 menyimpulkan bahwa berdasarkan standard, ternyata terdapat kesenjangan yang bervariasi :tinggi, sedang, dan rendah baik menyangkut proses implementasi maupun hasil program.

(20)

tidak menerima dana BOS, tapi itu tidak signifikan secara statistik. Sementara itu, jika dalam penelitian terbatas pada pengaruh usia siswa 16-20 tahun yang sebelumnya telah menerima manfaat dari BOS, hal itu menunjukkan bahwa program BOS memiliki pengaruh yang positif terhadap manfaat BOS negatif mempengaruhi tingkat putus sekolah. Berdasarkan fakta ini, manfaat dari BOS menyusul kenaikan harga BBM di Indonesia selama periode penelitian tidak menjadi sangat efektif dalam menurunkan angka putus sekolah.

Ismanto, bambang. (2014). Public Participation in Budget Management School in Salatiga of Central Java Province, Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan belum terlibat secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan anggaran sekolah di Salatiga Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Sebagian besar sumber pendanaan pendidikan berasal dari pemerintah, Kabupaten dan Pemerintah Daerah sebagai implikasi dari wajib belajar 9 tahun di sekolah tingkat SD dan SMP. Pengelolaan anggaran sekolah diatur sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah tentang Keuangan Negara / Daerah. Keterbatasan peran masyarakat tidak konsisten dengan prinsip manajemen berbasis sekolah sebagai perwujudan pendidikan desentralisasi di Indonesia.

2.8 Kerangka Pikir

(21)

diterima di SMP Negeri 2 Dempet. Dalam pelaksanaan program SMP2 Dempet tahun 2014 , berpedoman pada Peraturan Mendiknas nomor 101 tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Dana BOS tahun 2014, tentunya mengalami banyak kendala diantaranya dalam kenyataannya honor pegawai di juknis BOS hanya 20% dari jumlah anggaran, dengan dana tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan honorarium 24 pegawai honorer. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang adanya kesenjangan yang terjadi pada program BOS di SMP N 2 Dempet tahun 2014, peneliti menggunakan model evaluasi kesenjangan (Descrepancy Evaluation Model) yang terdiri dari 4 tahap yaitu : tahap penyusunan desain, tahap penetapan kelengkapan program (instalasi), tahap proses (Process), dan tahap pengukuran tujuan (Product).

(22)

Gambar 2.3

Kerangka pikir Evaluasi Program Bantuan Operaional Sekolah (BOS)Tahun 2014 di SMPN Dempet

1. Kenaikan harga BBM

2. Peningkatan mutu pendidikan

PROGRAM BOS DI SMP N 2 DEMPET

Peraturan Mendiknas No. 101 tahun 2013 (Juknis BOS 2014)

REKOMENDASI KEBIJAKAN KEBUTUHAN

Desain Instalasi Proses Produk

Gambar

Gambar 2.1.Hubungan penggunaan waktu, tenaga, biaya dan hasil yang diharapkan
Gambar 2.3Kerangka pikir  Evaluasi Program Bantuan Operaional Sekolah (BOS)Tahun 2014 di SMPN

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi bebas tujuan (goal free evaluation) berorientasi pada fihak eksternal, fihak konsumen, stake holder, dewan pendidikan, masyarakat. Scriven mengatakan bahwa

Sekolah (BOS) di SMP Negeri 2 Sukorejo Kabupaten Kendal telah dilaksanakan dengan baik walaupun dengan adanya beberapa kendala utama yaitu keterlambatan transfer dana dalam masuk

15 Menurut Bapak, dengan diatasi kendala dalam rapat proses penetapan tujuan dan penggunaan dana BOS tersebut, apakah dalam kegiatan rapat selanjutnya dapat lebih mudah?. 16

Adapun kegiatan yang saya lakukan adalah pengambilan data terkait penyusunan skripsi saya yang berjudul “ Evaluasi Efektivitas Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah

Keberhasilan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat dicapai, jika pelaksanaan program BOS ini dilaksanakan dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

Dalam hal implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri 2 Semarang, komunikasi yang dilakukan adalah antara pihak Tim Manajemen BOS Tingkat

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9

Salah satu program di bidang pendidikan adalah BOS yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan