• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PARADIGMA KEMARITIMAN DAN JEJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PARADIGMA KEMARITIMAN DAN JEJAK"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PARADIGMA KEMARITIMAN

DAN JEJAK SEJARAH KEMARITIMAN YANG TERHAPUS PENGANTAR TEKNOLOGI INFORMASI KEMARITIMAN

DI SUSUN OLEH:

JUPRI ALVIANTO 120155201053

MONALISA 130155201033

LISA ROSMALA 130155201048

ZUL APRIADI 130155201049

SILVIA MARZALITA 130155201070

TITI ARIMBA 140155201026

PRODI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tanjungpinang, 29 Februari 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...1

DAFTAR ISI...2

BAB I...3

PENDAHULUAN...3

A. Latar Belakang...3

B. Rumusan Masalah...4

C. Tujuan Penulisan...4

D. Manfaat Penulisan...4

BAB II...6

ISI...6

A. Pengertian Sosial Budaya Masyarakat Maritim...6

B. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Maritim...6

C. Masyarakat Pesisir...8

D. Karakteristik Masyarakat Pesisir...10

E. Keadaan Masyarakat Pesisir...12

F. Penyebab Kemiskinan Masyarakat Pesisir...13

G. Penyebab Kegagalan Membangun Budaya Maritim Bangsa...15

H. Paradigma Pembangunan SDM dengan Konsep Kebudayaan Maritim...16

I. Hal-Hal Mendasar dan Mendesak yang Harus Dikerjakan Indonesia...18

J. Kemaritiman dalam Prespektif Provinsi Kepulauan Riau...19

BAB III...22

KESIMPULAN DAN SARAN...22

A. Kesimpulan...22

B. Saran...22

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulai yang mencapai kurang lebih 17.500 buah. Hal tersebut membuat lebih kurang 60 persen dari total warga negara Indonesia bermukim di sekitar wilayah pesisir, yang menggantungkan kehidupannya kepada keberadaan sumberdaya alam pesisir dan lautan. Pola hidup masyarakat pesisir ini kemudian membentuk suatu kebudayaan dan karakteritik yang khas dan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut.

Namun, keadaan masyarakat pesisir yang terpencil membuat mereka sangat awam terhadap perkembangan media dan teknologi yang begitu pesat. Hal ini menyebabkan tingkat pendidikan mereka yang masih sangat rendah. Pola pikir mereka yang masih menganggap sekolah hanya sekedar buang-buang waktu saja, berdampak pada pola pikir dan kebiasaan lainnya, yang berakibat pada kurangnya minat untuk lebih mengembangkan diri. Dan tak ayal, kemisikinan pun menjadi salah satu karakter dari masyarakat pesisir ini.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi pertiwi tercinta ini, bahkan beberapa kerajaan pada zaman itu mampu menguasai lautan dengan armada perang dan dagang yang besar. Namun, setelah indonesia mengalami penjajahan, semangat maritim itu luntur. Pola hidup dan orientasi bangsa dibelokkan dari maritim ke agraris (darat).

(5)

Kepulauan Riau yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia,

1. Apa yang dimaksud dengan sosial budaya masyarakat maritim?

2. Apa saja aspek sosial budaya masyarakat maritim berdasarkan faktor historis, geografis, dan sumberdaya manusia?

3. Apa itu mas yarakat pesisir?

4. Bagaimana karakteristik masyarakat pesisir? 5. Bagaimana keadaan masyarakat pesisir? 6. Apa penyebab kemiskinan masyarakat pesisir?

7. Apa penyebab kegagalan membangun budaya maritim bangsa?

8. Bagaimana paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritim?

9. Hal-hal mendasar & mendesak apa saja yang harus dikerjakan Indonesia?

10. Bagaimana kemaritiman dalam prespektif Provinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai nilai tambah untuk menambah wawasan bagi para pembaca berkaitan dengan masyarakat laut dan permasalahan yang ada didalamnya, yang nantinya akan memberikan kontribusi terhadap penentuan kebijakan – kebijakan yang bersangkutan dengan masalah-masalah kemaritiman.

D. Manfaat Penulisan

(6)
(7)

BAB II

ISI

A. Pengertian Sosial Budaya Masyarakat Maritim

Indonesia merupakan salah satu negara kepualuan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau mencapai kurang lebih 17.500 buah. Sebagai konsekuensinya, Indonesia secara komparatif memiliki keunggulan dibandingkan negara lain. Pertama keunggulan sumberdaya alam. Sebagai negara yang lebih kurang dua pertiga dari luas keseluruhan teritorial negaranya merupakan perairan, dan negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, secara alami Indonesia mewarisi kekayaan sumberdaya alam yang melimpah.

Kedua adalah keunggulan sumberdaya manusia. Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia merupakan yang terbesar kelima di dunia, yaitu lebih kurang 220 juta jiwa. Dan lebih kurang 60 persen diantaranya hidup dan bermukim di sekitar wilayah pesisir, yang menggantungkan kehidupannya kepada keberadaan sumberdaya alam pesisir dan lautan. Masyarakat pesisir ini kemudian membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut. Masyarakat persisir pada umumnya tidak saja nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan pedagang ikan.

Namun, masyarakat maritim yang mendiami pulau-pulau kecil dan pantai-pantai terpencil tersebut hampir tidak dikenali oleh sebagian masyarakat Indonesia. Hal tersebut menyebabkan mereka terpinggirkan dari berbagai bidang pembangunan bangsa, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk mengenalkan kebudayaan mereka.

(8)

Sejarah adalah cermin paling jernih, referensi terpercaya untuk suatu perubahan guna membangun masa depan yang lebih baik. Bercermin pada sejarah, kita harus meneguhkan kembali jatidiri bangsa sebagai penghuni Negara Maritim.

Sejak abad ke-9 masehi, nenek moyang kita telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Ke utara mengarungi laut Tiongkok, ke Barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar, ke Timur hingga pulau Paskah. Hal itu lah yang mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.

Budaya kemaritiman bangsa indonesia bukanlah fenomena baru. Sejarah menunjukkan, kehidupan kemaritiman, pelayaran dan perikanan beserta kelembagaan formal dan informalnya merupakan kelanjutan dari proses perkembangan kemaritiman Indonesia di masa lalu. Sejarah mencatat, bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.

 Faktor Geografis

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2 Dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan atau wilayah laut. Luas wilayah perairan di Indonesia mencapai 3.287.010 km2 Adapun wilayah daratan hanya 1.906.240 km2. Wilayah laut teritorial merupakan laut yang masuk ke dalam wilayah hukum Negara Indonesia. Berdasarkan ”Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonante” tahun 1939, wilayah teritorial Laut Indonesia ditetakkan sejauh 3 mil diukur dari garis luar pantai.

Berdasarkan letaknya, Indonesia dikelilingi tiga lautan besar, yaitu :

a. Indonesia Bagian Timur berhadapan dengan Samudera Teduh

b. Indonesia Bagian Selatan berhadapan dengan Samudera Hindia

(9)

Hal tersebut mempengaruhi adanya:

a) Usaha kegiatan pelayaran, perikanan, serta pelabuhan di wilayah Indonesia.

b) ditinjau dari segi ekonomi, Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan usaha-usaha yang dimungkinkan oleh keadaan maritimnya.

 Faktor Sumberdaya

Pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir telah ada sejak zaman nenek moyang mulai memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk menunjang kehidupan mereka. Sebelum era modern pengelolaa sumberdaya alam masih bersifat lokal, dimana struktur masyarakat dan aktivitasnya masih senderhana. Beberapa ciri dari pengelolaan sumberdaya alam secara tradisional anatara lain adalah:

1) Pengelolaan sumberdaya alam cenderung berkelanjutan 2) Struktur pihak yang terlibat masih sederhana

3) Bentuk pemanfaatannya terbatas dan termasuk skala kecil 4) Tipe masyarakat dan kegiatannya relatif homogen

5) Komponen pengelolaannya (manajemen) berasal dan berakar pada masyarakat

6) Rasa kepemilikan dan ketergantungan terhadap sumberdaya alam tinggi

7) Rasa untuk melindungi dan menjaga juga tinggi

Budaya, tatanan hidup, dan kegiatan masyarakat relatif homogen dan masing-masing individu merasa mempunyai kepentingan yang sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang sudah disepakati bersama. Keadaan ini dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari.

C. Masyarakat Pesisir

(10)

Adapun wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, yang apabila ditinjau dari garis pantai, maka wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas sejajar garis pantai dan batas yang tegak lurus garis pantai. Dengan demikian, masyarakat pesisir adalah sekelompok manusia yang secara relative mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah pesisir, memiliki kebudayaan yang sama, yang identik dengan alam pesisir, dan melakukan kegiatannya di dalam kelompok tersebut.

Atau pengertian lain dari masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal.

Masyarakat pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya, bahwa struktur masyarakat pesisir rata-rata merupakan gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan.

(11)

pakaian, gelas dan piring; bahkan mereka lebih mudah membuang air (besar maupun kecil). Selain itu, mereka juga dapat dengan mudah membuang limbah domestiknya langsung ke pantai/laut.

D. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas/unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan itu sendiri. Karena sifat dari usaha-usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga terpengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Adapun sifat dan karakteristik masyarakat pesisir adalah sebagai berikut:

1. Sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan. Contohnya seperti usaha perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan usaha pengelolaan hasil perikanan yang memang dominan dilakukan.

2. Sangat di pengaruhi oleh faktor lingkungan, musim dan juga pasar.  Faktor Lingkungan

(12)

 Faktor Musim

Karakteristik lain yang sangat menyolok di kalangan masyarakat pesisir khususnya masyarakat nelayan, adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini semakin besar bagi para nelayan kecil. Pada musim penangkapan para nelayan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.

 Faktor Pasar

Karakteristik lain dari usaha perikanan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir ini adalah ketergantungan pada pasar. Tidak seperti petani padi, para nelayan dan petani tambak ini sangat tergantung pada keadaan pasar. Hal ini disebabkan karena komoditas yang dihasilkan oleh mereka itu harus dijual baru bisa digunakan untuk memenuhi keperluan hidup. Jika petani padi yang bersifat tradisional bisa hidup tanpa menjual produknya atau hanya menjual sedikit saja, maka nelayan dan petani tambak harus menjual sebagian besar hasilnya. Setradisional atau sekecil apapun nelayan dan petani tambak tersebut, mereka harus menjual sebagian besar hasilnya demi memenuhi kebutuhan hidup.

Karakteristik di atas mempunyai implikasi yang sangat penting, yakni masyarakat perikanan sangat peka terhadap harga. Perubahan harga produk perikanan sangat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat perikanan.

(13)

merasa mempunyai kepentingan yang sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang sudah disepakati bersama. 4. Sebagian besar masyarakan pesisir bekerja sebagai Nelayan. Nelayan

adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan penangkapan ikan. E. Keadaan Masyarakat Pesisir

Keadaan masyarakat pesisir sebagai berikut :

 Pendapatan nelayan bersifat harian tidak dapat ditentukan jumlahnya karena pendapatan sangat tergantung oleh musim.  Tingkat pendidikan nelayan redah sehingga tidak ada pekerjaan

lain yang bisa dilakukan selain meneruskan pekerjaan sebagai nelayan.

Pada umumnya masyarakat di daerah-daerah pesisir yang sangat terpencil dan jauh dari jangkauan media sehingga secara garis besar mereka sangat awam terhadap perkembangan media yang begitu pesat yang diiringi dengan teknologi yang semakin canggih. Karena kebanyakan dari masyrakat itu sendiri banyak yang menggantungkan kehidupanya semata-mata pada hasil laut, masyarakat seakan tidak perduli dengan perkembangan media dan teknologi yang beredar di dalam masyarakat luas. Jangankan perkembangan media yang begitu pesat masalah pendidikan pun mereka kesampingkan. Bagi mereka sekolah itu bikin habis waktu mendingan mereka turun di laut mencari dan kemudian hasil dari laut itu mereka jual yang kemudian dapat meenghasilkan uang. Maka dari itu tidak sedikit dari mereka yang tidak menamatkan pendidikanya sekolah dasar, SMP, dan SMA. Fenomena ini terjadi secara turun temurun dan mereka mengganggap hal biasa dan tidak berpengaruh pada lingkungannya, karena mereka beranggapan tanpa berusaha dalam hal ini turun ke laut mereka tidak bisa makan.

(14)

dengan buang-buang waktu, dan lebih baik turun ke laut untuk mencari kehidupan yang dapat menghasilkan uang, sebenarnya ini paradigma berpikir yang keliru karena mereka tidak punya kapasitas atau perantara untuk sampai pada sejauh pemikiranya tentang pentingnya dari pada pendidikan itu sendiri. Selain dari pada pendidikan sebagian besar masyarakat bajo pun gagap teknologi, seperti media yang saat ini sangat canggih seperti internet mereka sama sekali tidak bisa mengoperasikannya. Bahasa yang digunakan masyarakat pesisir agak berbeda dengan masyarakat di daerah yang jauh dari pesisir atau masyarakat kota.

 Bentuk rumah masyarakat pesisir dominan rumah panggung, ada yang menggunakan kayu maupun semen, tetapi kebanyakan menggunakan kayu mungkin untuk mengurangi rasa panas atas terik matahari.

 Bahasa yang digunakan masyarakat pesisir agak berbeda dengan masyarakat di daerah yang jauh dari pesisir atau masyarakat kota. F. Penyebab Kemiskinan Masyarakat Pesisir

Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan.

(15)

Kondisi Alam

Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selalu datang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan setiap tahunnya.

Tingkat pendidikan nelayan

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap teknologi.

Pola kehidupan nelayan sendiri

Streotipe semisal boros dan malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Padahal kultur nelayan jika dicermati justru memiliki etos kerja yang handal. Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian menyempatkan waktunya pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Memang ada sebagian nelayan yang mempunyai kebiasaan dan budaya boros dan hal tersebut menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah

(16)

Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran. Program pemerintah yang tidak memihak nelayan

Salah satunya adalah dengan adanya kenaikan BBM yang merupakan momok bagi nelayan, melihat tingginya ketergantungan mereka terutama pada jenis solar. Jika sampan bermesin ukuran 5-12 PK membutuhkan rata-rata 10 liter solar sekali melaut, maka setiap sampan akan mengelurakan biaya Rp.21.000 dalam kondisi harga normal atau di pangkalan sebesar Rp.2100. Tetapi pada umumnya nelayan membeli harga solar Rp.25.00-27.000, karena tergantung pada tingkatan agen yang bermain di lapangan. Semakin banyak agennya maka semakin panjanglah rantai pasarnya dan semakin tinggilah harga solar sampai ke tangan nelayan. Harga tersebut ‘terpaksa” dibeli, untuk bisa melanjutkan hidup dengan melaut, meskipun dengan kondisi pas-pasan.

(17)

G. Penyebab Kegagalan Membangun Budaya Maritim Bangsa

Sejak zaman kerajaan-kerajaan jauh sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi pertiwi tercinta ini, bahkan beberapa kerajaan zaman itu mampu menguasai lautan dengan armada perang dan dagang yang besar. Namun semangat maritim tersebut menjadi luntur tatkala Indonesia mengalami penjajahan oleh pemerintah kolonial belanda. Pola hidup dan orientasi bangsa “dibelokkan” dari orientasi maritime ke orientasi agraris (darat).

Kondisi hilangnya orientasi pembangunan maritim bangsa Indonesia semakin jauh tatkala memasuki era Orde Baru, kebijakan pembangunan nasional lebih diarahkan ke pembangunan berbasis daratan (land based oriented development) yang dikenal dengan agraris, bahakan dengan bangga indonesia didelaksikan sebagai negara agraris penghasil produk rempah-rempah dan produksi pertanian yang spektakuler. Kebijakan Orde Baru ini sejalan dengan perlakuan pemerintah kolonial Belanda saat menjajah bangsa Indonesia.

(18)

H. Paradigma Pembangunan SDM dengan Konsep Kebudayaan Maritim

Bung Karno dalam pidatonya pada saat peresmian Institut Angkatan Laut Tahun 1953 yang saat ini bernama Akademi TNI Angkatan Laut, pernah mengatakan untuk kembali menjadi bangsa pelaut dalam arti yang seluas-luasnya. Menurutnya menjadi bangsa pelaut bukan menjadi jongos-jongos kapal tetapi menghidupi laut itu sendiri. Tampaknya benar apa yang telah dikatakan oleh bapak proklamasi kita tentang laut. Dengan laut akan mempunyai kepentingan besar terhadap ekonomi, politik, kebudayaan, kemakmuran dan pengaruh luar negeri suatu bangsa dan apabila diarahkan berpusat ke laut barangkali kita akan menjadi negara besar yang kuat.

Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah RI melalui Deklarasi Djuanda memberikan sebuah pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, di mana laut menjadi penghubung antar pulau, bukan pemisah. Penegasan ini bersamaan dengan upaya memperpanjang batas laut teritorial menjadi 12 mil dari pantai, kemudian diperjuangkan oleh Indonesia untuk mendapat pengakuan internasional di PBB. Kendati prinsip negara kepulauan mendapat prokontra, tetapi pada tahun 1982 lahirlah Konvensi kedua PBB tentang Hukum Laut (2nd United Nations Convention on the Law of the Sea, disingkat UNCLOS) yang mengakui konsep negara kepulauan termasuk mengakui konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Setelah diratifikasi oleh 60 negara maka UNCLOS kemudian resmi berlaku pada tahun 1994.Indonesia mendapat pengakuan dunia atas tambahan wilayah nasional sebesar 3,1 juta km2 wilayah perairan dari hanya 100.000 km2 warisan Hindia Belanda, ditambah dengan 2,7 juta km2 Zone Ekonomi Eksklusif yaitu bagian perairan internasional dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya.

(19)

sekitar Rp. 1.456 triliun. Berdasarkan ketentuan IMO, luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 mempunyai sumberdaya kelautan yang melimpah dan akan menjadi sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik.

Indonesia sampai saat ini masih merupakan kawasan archipelago state terbesar didunia. Kepulauan diartikan sebagai kumpulan pulau sedangkan istilah archipelago berasal dari bahasa latin “archipelagus” yang berasal dari kata archi yang berarti utama dan pelagus yang berarti laut, sehingga memiliki arti “laut utama”. Istilah ini mengacu pada Laut Tengah pada masa Romawi. Oleh sebab itu makna asli dari kata archipelago sebenarnya bukan merupakan “kumpulan pulau”, tetapi laut dimana terdapat sekumpulan pulau. Konsep archipelagic state yang dikembangkan Indonesia mengacu kepada makna negara kepulauan “harus diganti dengan konsep negara maritim”, yaitu negara laut yang memiliki banyak pulau.

I. Hal-Hal Mendasar dan Mendesak yang Harus Dikerjakan Indonesia

(20)

Pembangunan maritim melibatkan berbagai sektor karena permasalahan yang berkaitan dengan maritim sudah sedemikian kompleksnya. Beberapa hal yang dapat menjadi hambatan pembangunan industri maritim nasional adalah sistem kredit dimana bunga pinjaman untuk industri maritim sangat besar. Dalam hal ini pemerintah dapat meniru program yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang yang memberikan kemudahan kredit senilai 2 persen untuk industri maritim terutama bagi nelayannya. Kondisi yang terjadi di Indonesia sangat bertolak belakang dengan Jepang, dimana untuk KUR bagi nelayan juga masih memberatkan dan implementasinya belum terlaksana dengan baik.

Kualitas dan kuantitas sumber daya maritim di Indonesia selama ini patut dievaluasi kembali. Sumber daya manusia yang handal dan kompeten diperlukan dalam pembangunan yang bervisi maritim.Telah diketahui bersama bahwa Indonesia memiliki ZEE yang terbentang seluas 2,7 juta km persegi dengan kekayaan laut didalamnya yang dapat menjadi ekonomi negara apabila dimanfaatkan secara optimal. Memang dibutuhkan suatu koordinasi bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mengubah paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritim, yaitu melalui pengetahuan kebudayaan maritim yang berwawasan dunia dengan melakukan adaptasi inovatif yang disesuaikan dengan budaya kita. Dalam pembangunan maritim ini diperlukan kualitas SDM karena sebagai ujung tombak pembangunan. Karena tidak hanya mengandalkan kemajuan IPTEK saja namun harus ada sumber daya manusia yang mengelolanya dengan baik.

(21)

ini adalah minimnya tenaga pelaut. Para lulusan pelaut ini di tingkat perwira hampir 75% memilih bekerja di kapal asing atau berbendera asing daripada mengabdikan diri sendiri di pelayaran nasional dengan alasan penghasilan yang diterima di kapal asing lebih besar.

Pembenahan manajemen pelabuhan di Indonesia, untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pembangunan prasarana dan sarana penunjang pelayaran. Perusahaan pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal.

J. Kemaritiman dalam Prespektif Provinsi Kepulauan Riau Kepulauan Riau dapat kita katakan sebagai miniatur negara Indonesia yang merupakan negara maritim, karena Kepri merupakan wilayah pemerintahan yang lebih banyak pulau-pulau yang bersebar, menurut data maka ada 2.408 pulau yang tersebar di Provinsi Kepulauan Riau. Dengan demikian perlu penanganan secara komprehensif bagaimana mengelola Kepulauan Riau sebagai model pembangunan daerah maritim, bahkan model pembangunan poros maritim nasional.

Ada 3 dimensi utama yang perlu kita perhatikan untuk kita jadikan bagaimana proses pembangunan maritim di Kepulauan Riau dapat berjalan secara berkesinambungan atau berkelanjutan (sustainable) dalam konteks Maritim Governance.

 dimensi pengelolaan sumber-sumber daya (resources), baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

 Kedua Kelembagaan (organization), yakni berupa desain struktur, fungsi, dan aplikasi kerja.

(22)

Adapun contoh pengaplikasian kemaritiman di Kepulauan Riau diantaranya:

1. Didalam bidang pendidikan, seperti perguruan tinggi UMRAH di kepulauan riau yang mengangkat tema kemaritiman bahkan sampai dimasukkan kedalam pembelajaran.

2. Dibidang pariwisata, sudah tentunya kita tahu pariwisata di kepulauan riau hamir semuanya bertema kemaritiman.

3. Dibidang ekonomi kepulauan riau banyak mengangkat tema dibidang kemaritiman, seperti menjadikan makanan gonggong sebagai makanan khas ibu kota provinsi kepulauan riau, serta pembangunan FTZ (Free Trade Zone).

4. Dan yang paling penting pemerintah kepulauan riau bukan hanya peduli terhadap perspektif luarnya saja, pemerintah juga memperdulikan internalnya seperti SDM, Teknologi dan SDA kedepannya.

(23)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lautnya masih sangat kurang, dan itu berdampat pada kesejahteraan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai

Masyarakat pesisir yang ada di nusantara yang memiliki kebergamanan sosial dan budaya serta membentuk karakteristik yang berbeda pula. Bagi masyarakat pesisir hidup di dekat pantai merupakan suatu kemudahan untuk memenuhi segala aktifitas keseharian mereka. Hal itu pula yang membuat mereka menjadi terpencil dan jauh dari perkembangan media dan teknologi. Kurang nya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, membuat daya saing mereka menjadi lemah, dan berujung pada kemiskinan.

Selain kesejahteraan masyarakat pesisir yang masih kurang, pembenahan Indonesia terhadap bagian-bagian maritim pun masih harus terus dilakukan. Salah satunya, kepulauan riau yang merupakan sebuah miniatur dari Indonesia terhadap misi untuk menjadi poros maritim dunia.

B. Saran

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Ahdiat. 2012. Sistem Sosial Masyarakat Pantai. Makalah pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alfiandri. 2015. Kepri, Pembangunan Maritim.

http://alfiandribintan.blogspot.co.id/2015/11/kepri-pembangunan-maritim.html. (diakses pada tanggal 5 Maret 2017).

Bengen, Dietriech G. 2001. Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.

Hamdani, Haris dan Kusuma Wulandari. 2013. Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan Tradisional. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa.

Horton et al 1991 dalam Arif Satria Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir, Penerbit Pustaka Cidesindo, Jakarta, 2002, halaman 8.

Ramadhan, Muhammad Isnainy. 2013. Karakteristik Masyarakat Pesisir.

http://bangrama.blogspot.co.id/2013/11/karakteristik-masyarakat-pesisir.html. (diakses pada tanggal 5 Maret 2017).

Sarni, sani. 2012. Kemiskinan Pada Masyarakat Nelayan di Indonesia.

https://sanibo.wordpress.com/2012/07/07/kemiskinan-pada-masyarakat-nelayan-di-indonesia/. (diakses pada tanggal 6 Maret 2017).

Wahyudin, Yudi. 2015. Sistem Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir. https://www.researchgate.net/publication/282662169. (diakses pada tanggal 5 Maret 2017).

Referensi

Dokumen terkait

Sektor pertambangan batubara sebagai salah satu sektor ekonomi yang menjadi sasaran tempat usaha UKM, memiliki beberapa kendala yang umumnya hanya bisa dimasuki

Perusahaan lebih besar akan lebih mempunyai fleksibilitas dalam investasi karena dapat menunda investasi sampai dana yang digunakan cukup untuk membiayai investasi, sesuai

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan internet sebagai sumber belajar pada mata pelajaran PPKn materi Hak Asasi Manusia (HAM) bagi siswa kelas XI di

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut dan dapat dimanfaatkan oleh petugas-petugas kesehatan serta memberikan

Alasan peneliti untuk menggunakan metode eksperimen karena dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan

Dari beberapa pasien yang hidup kemudian Dari beberapa pasien yang hidup kemudian dirawat di intensive care unit (ICU) tetapi kemudian dirawat di intensive care unit

pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik untuk mata pelajaran sosiologi kelas X-3 SMA Negeri 1 Mojolaban yang disesuaikan

Pelaksanaan PPL dilakukan dengan membantu pekerjaan dinas seperti ikut membantu dalam rapat pertemuan Kepala Sekolah dan Komite Sekolah, mengolah data