PENGARUH RANGSANG ELEKTROAKUPUNKTUR TERHADAP MEMORI KERJA TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) YANG DIPAPAR
STRES KRONIK
Muhammad Syaifullah (G.0006121) dkk
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PENGARUH RANGSANG ELEKTROAKUPUNKTUR TERHADAP MEMORI KERJA TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) YANG DIPAPAR
STRES KRONIK
EFFECT OF ELECTROACUPUNCTURE TREATMENT ON WORKING MEMORY DEFICITS INDUCED BY CHRONIC STRESS IN RATS
(Rattus norvegicus)
Muhammad Syaifullah*, Selfi Handayani*, Nanang Wiyono*, Yuliana Heri S*, Anik Lestari*
Background: Chronic stress may cause morphological changes in the hippocampus followed by deficit in hippocampal function including the impairment of working memory. The aim of this study was to investigate the effect of electroacupuncture (EA) on working memory deficits induced by chronic stress in rats (Rattus norvegicus).
Methods: The type of this research is experimental with pretest-postest control group design. The subjects of this study were 24 male rats, divided randomly into four groups (each group consisted of six rats), they were control group (C), stress group (T1), EA group (T2), and EA and stress group (T3). Each group was trained in eight radial arm mazes. T1 group was induced by chronic stress procedure with restraint stress for two hours each day for 21 days. T2 group was given 15 minutes daily EA treatment on Baihui (DU 20) and Zusanli (ST 36) using continous wave at 2 Hz for 14 days. T3 group was induced by chronic stress for 21 days and EA treatment was given for 14 days during stress procedure. Before and after being treated, working memory of each group was tested for 12 days.. Working memory was measured with 8-arm radial maze by the total number of entered arm maze and error A type. The data were analyzed statistically by one-way anova followed by post-hoc test. total number of entered arms maze and error A type (p<0.05).
Conclusion: The conclusion of this study is that chronic restraint stress decrease the working memory in rats. EA treatment on Baihui (DU 20) and Zusanli (ST 36) significantly reverse the working memory deficits in rats after chronic stress. EA treatment in unstressed rats may improve the working memory, but statistically unsignificant.
A. PENDAHULUAN
Stres merupakan salah satu masalah kesehatan utama baik di negara
maju maupun negara berkembang. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya
penelitian yang menyebutkan tentang adanya peningkatan kasus stres
akhir-akhir ini. Stres dapat dipicu karena adanya stresor, baik berasal dari diri
sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Stres dapat berupa stres akut maupun
stres kronik yang keduanya dapat memberikan dampak dalam jangka waktu
panjang (Mc Ewen, 1998). Gangguan yang muncul akibat sindroma stres
bervariasi, mulai dari gangguan emosi, gangguan tingkah laku, gangguan
fungsi reproduksi, pertumbuhan dan imunitas sampai dengan gangguan
kognitif (Mc Ewen, 2000).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa stres yang berkepanjangan
(stres kronik) dapat menurunkan memori kerja (Pasiak, 2005; Wiyono, 2006).
Memori kerja itu sendiri merupakan suatu kemampuan mempertahankan dan
meningkatkan daya ingat terhadap informasi untuk mengarahkan tindakan
yang sedang dilakukan. Memori kerja bukanlah fenomena tunggal melainkan
gabungan proses kognitif yang mentransformasikan memori menjadi kerja
(Floresco et al., 1999). Hippocampus dan cortex medial prefrontal merupakan area penting yang berhubungan dengan memori kerja ini (Yoon et al, 2008).
Berbagai macam terapi telah digunakan untuk mengurangi pengaruh
stres terhadap memori kerja manusia. Fakta menunjukkan 30% dari pasien
stres tidak lagi memperlihatkan respon terhadap obat-obatan kimia. Selain itu,
banyak dikeluhkan berbagai efek samping yang sering timbul pada
penggunaan obat-obatan tersebut (Liu et al., 2007). Pemasalahan ini menuntut adanya suatu terapi alternatif yang aman dan juga efektif.
Salah satu terapi yang kini mulai banyak digunakan untuk
menangani stres dan memperbaiki memori kerja adalah terapi akupunktur.
Akupunktur sendiri telah lama digunakan sebagai terapi gangguan fisik dan
mental dalam pengobatan tradisional Cina. Salah satu teknik akupunktur yang
dipakai dalam dunia kedokteran saat ini adalah elektroakupunktur, yaitu
berbagai penelitian, terapi ini hanya sedikit menimbulkan efek samping dan
dianggap sebagai pengobatan alternatif baru di negara-negara barat (Ulett &
Han, 2002).
Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa stimulasi pada titik
akupunktur dapat merangsang otak untuk mensekresi endorphine (Ulett & Han, 2002) yang dapat menurunkan kadar cortisol (Zerani & Gobbetti, 1991),
meningkatkan kadar antioksidan (Liu et al., 2006), menghambat apoptosis pada hippocampus dengan mengatur ekspresi gen apoptosis (Wang et al., 2008), dan dapat meningkatkan neurogenesis pada hippocampus (Liu et al, 2007).
Dengan adanya perbaikan pada hippocampus dan penurunan kadar
cortisol dengan terapi akupunktur tersebut maka diperkirakan pula terjadi
perbaikan pada memori kerja. Namun demikian, masih perlu dilakukan
pembuktian lebih lanjut untuk melihat sejauh mana efektifitas terapi
elektroakupunktur terhadap perbaikan memori kerja pada kondisi stres kronik.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik yang dilakukan di
laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Subyek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
(Rattus norvegicus) sebanyak 24 ekor berumur ±2 bulan dengan berat badan ±200 gram yang diperoleh dari Universitas Setia Budi. Sampel dibagi menjadi
4 kelompo secara random, yaitu kelompok kontrol (kontrol), P1 (stress), P2
(akupunktur), dan P3 (stress+akupunktur). Penentuan besarnya sampel tiap
kelompok berdasarkan rumus Federer. Desain penelitian menggunakan
Perlakuan stres kronik
Tikus dipapar stres selama 21 hari dengan dimasukkan ke dalam
tabung restrain stress selama 2 jam setiap hari. Perlakuan stres ini dilakukan pukul 11.00 – 13.00 WIB.
Pemberian rangsang elektroakupunktur
Perlakuan elektroakupunktur pada subjek penelitian yaitu dengan
cara menusukkan jarum akupunktur dengan ukuran 0,20 x 13 mm pada titik
Baihui (DU 20) dan dua titik Zusanli (ST 36). Jarum ditusukkan tegak lurus
kemudian dihubungkan pada elektrostimulator dengan rangsangan gelombang
kontinyu dan frekuensi 2 Hz selama 15 menit dengan mengatur intensitas
sehingga timbul kontraksi otot di tempat penjaruman. Perlakuan ini dilakukan
selama 14 hari, yaitu mulai dari minggu ke-2 perlakuan stress sampai selesai
minggu ke-3.
Pengukuran memori kerja dan perlakuan stres kronik
Pengukuran memori kerja dan perlakuan stres kronik dilakukan sore
hari, antara pukul 16.00 – 21.00 WIB. Setiap hari tikus-tikus harus belajar
tentang lokasi makanan di semua lengan maze. Tikus diletakkan dalam lempeng silindris dengan arah yang berlawanan dengan arah peneliti. Pintu
gerbang ditutup selama 30 detik agar tikus dapat beradaptasi lebih dahulu,
setelah itu pintu gerbang diangkat sehingga tikus dapat bergerak bebas ke
segala arah. Setelah tikus memakan semua pelet di seluruh ujung lengan maze
atau setelah 10 menit maka perlakuan diakhiri. Jika memasuki lengan yang
ada makanannya dan makanan tersebut dimakan maka dinilai benar. Jika tikus
memasuki lengan yang telah dilaluinya maka dinilai salah.
a. Jumlah lengan maze yang dimasuki tikus
b. Angka kesalahan yang dilakukan tikus waktu memasuki lengan maze
(kesalahan tipe A, yaitu apabila tikus memasuki kembali lengan yang telah
dilalui sebelumnya) (Sari et al., 2000 ; Wiyono, 2006).
Gambar 8. Skema Penelitian
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini memori kerja dinilai dengan menggunakan alat
maze radial delapan lengan. Hal yang dinilai adalah jumlah lengan yang dimasuki tikus (skala rasio) dan kesalahan tipe A.
Hasil analisis terhadap uji anova terhadap rerata jumlah lengan yang
dimasuki tikus praperlakuan antara keempat kelompok didapatkan nilai
p=0,769 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna dalam rerata jumlah lengan maze yang dimasuki tikus praperlakuan. Hasil analisis terhadap uji anova terhadap rerata angka
kesalahan tipe A yang dimasuki tikus praperlakuan antara keempat kelompok
didapatkan nilai p=0,804 (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang bermakna dalam rerata angka kesalahan tipe A yang
dilakukan tikus praperlakuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
memori kerja tikus pada semua kelompok adalah sama (homogen).
Uji statistik anova searah yang dilakukan terhadap data pada tabel 3
didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05) sehingga diketahui setidaknya terdapat
perbedaan yang signifikan dalam rerata jumlah lengan yang dimasuki tikus
pascaperlakuan pada dua kelompok (lihat lampiran 7). Untuk mengetahui
letak perbedaan rerata jumlah lengan yang dimasuki tikus pascaperlakuan,
analisis dilanjutkan dengan uji Post-hoc dengan menggunakan uji Tukey HSD.
Tabel 3. Ringkasan Uji Tukey HSD antara Dua Kelompok untuk Rerata Jumlah Lengan yang Dimasuki Tikus Pascaperlakuan
Uji statistik anova searah terhadap data pada tabel 4 didapatkan nilai
p=0,000 (p<0,05) yang menunjukan paling tidak terdapat perbedaan yang
bermakna pada rerata angka kesalahan tipe A yang dilakukan tikus
dengan menggunakan uji Tukey HSD untuk mengetahui letak perbedaan
rerata angka kesalahan tipe A yang dilakukan tikus pascaperlakuan.
Tabel 4. Ringkasan Uji Tukey HSD antara Dua Kelompok untuk Rerata Angka Kesalahan Tipe A yang Dilakukan Tikus Pascaperlakuan
No Kelompok Perbedaan rerata P
Uji Post-hoc menunjukan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada
UM2 antara kelompok P1 dengan kelompok K, baik dalam rerata jumlah
lengan yang dimasuki maupun kesalahan tipe A (p<0,05). Terlihat bahwa
memori kerja kelompok stres mengalami penurunan dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang mengalami kenaikan (lihat tabel 5 dan 6).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kronik dengan
restraint stress berpengaruh terhadap penurunan memori kerja. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan Luine et al. (1994) dimana
restraint stress selama tiga minggu menyebabkan penurunan memori kerja pada maze radial delapan lengan. Pengaruh stres kronik terhadap penurunan memori kerja juga diteliti oleh Gamaro et al. (1999) yang menunjukan bahwa restraint stress yang berulang dapat menyebabkan gangguan kognitif.
Selain terjadi penurunan memori kerja, tikus kelompok P1 yang diberi
paparan stres kronis, selama masa perlakuan terlihat sangat reaktif. Tikus
cenderung untuk keluar dari kandang ketika pintu kandang dibuka.
Dalam penelitian ini, terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara
kelompok P1 dengan kelompok P3. Dimana pada UM2, memori kerja
kelompok P3 terlihat lebih baik daripada kelompok P1 (lihat tabel 5 dan 6).
Hal ini dapat membuktikan bahwa pemberian rangsang elektroakupunktur
kerja tikus putih yang dipapar stress kronik. Perbaikan memori ini dapat
dijelaskan dengan beberapa mekanisme, yaitu:
1. Adanya sekresi endorphine (Ulett & Han, 2002). Endorphine ini dapat menurunkan kadar cortisol dalam darah melalui pengaturan HPA axis
(Zerani&Gobbetti, 1991).
2. Peningkatkan aktivitas antioksidan yaitu superoxide dismutase (SOD) dan
glutathione peroxidase (GSH-Px) pada hippocampus (Liu et al., 2006). Dengan adanya antioksidan ini, maka akan terjadi penurunan aktivitas
lipid peroxidase (LPO) yang dapat menyebabkan kerusakan struktur dan
fungsi sel (Song&Zheng,2001) Mekanisme ini akan mengurangi efek dari
stres oksidatif yang terjadi pada kondisi stres.
3. Penurunan ekspresi gen proapoptotik Bax (Bax gene) dan peningkatkan ekspresi gen antiapoptotik Bcl-2. Sehingga elektroakupunktur dapat
menghambat apoptosis pada hippocampus (Wang et al., 2008).
4. Peningkatkan neurogenesis pada hippocampus dan berkurangnya
penurunan proliferasi sel progenitor gyrus dentatus hippocampus akibat
stres (Liu et al., 2007).
Tampilan memori kerja antara kelompok K, P2, dan P3 tidak terdapat
perbedaaan yang bermakna (p>0,05) baik dalam rerata jumlah lengan yang
dimasuki tikus pada UM2 maupun rerata angka kesalahan tipe A yang
dilakukan tikus pada UM2. Bila dilihat dari data yang diperoleh, maka
kesalahan tipe A pada kelompok K menurun 6,58%, kelompok P2 menurun
8,50%, dan kelompok P3 menurun 7,75%. (lihat tabel 6). Dari sini dapat
terlihat bahwa kelompok P2 yang mendapat perlakuan elektroakupunktur
mengalami peningkatan memori kerja lebih besar dibandingkan kelompok K.
Sehingga dapat diambil kesimpulan, bahwa pemberian rangsang
elektroakupunktur pada titik Baihui (DU 20) dan Zusanli (ST 36) dapat
meningkatkan memori kerja tikus dalam keadaan normal tanpa stres,
meskipun secara statistik tidak bermakna. Mungkin diperlukan penelitian lebih
lanjut tentang efek neurotropik dari rangsang elektroakupunktur yang mulai
Pengamatan perilaku pada sebagian besar tikus ketika diberi rangsang
elektroakupunktur terlihat menjadi sangat tenang. Hal ini mungkin disebabkan
karena adanya sekresi β-endorphine, yaitu substansi sejenis morfin (Ulett & Han, 2002) yang memiliki efek analgesik dan sedatif. Efek relaksasi ini sendiri
mungkin juga berpengaruh terhadap pengurangan tingkat stres pada tikus saat
dipapar stres.
Dari berbagai pengamatan di atas, elektroakupunktur memungkinkan
untuk dijadikan salah satu terapi kuratif maupun protektif untuk berbagai
kasus stres pada manusia. Hal ini akan dapat mengurangi berbagai efek
samping dari obat-obatan kimia yang sering digunakan selama ini. Dan bila
efek neurotropik dari elektroakupunktur sudah dapat dibuktikan, maka
elektroakupunktur mungkin dapat dijadikan salah satu terapi untuk
meningkatkan daya memori dan mengobati penyakit degeneratif pada sistem
saraf manusia.
D. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut: Restraint stress kronik menyebakan penurunan memori kerja yang ditunjukan dengan tingginya jumlah lengan yang dimasuki dan kesalahan tipe
A pada uji maze radial yang dilakukan oleh tikus. Pemberian rangsang elektroakupunktur pada titik Baihui (DU 20) dan Zusanli (ST 36) dapat
memperbaiki penurunan memori kerja pada tikus yang diinduksi stres kronik.
Pada tikus yang tidak diinduksi stres kronik, pemberian rangsang
elektroakupunktur pada titik Baihui (DU 20) dan Zusanli (ST 36) tidak
menunjukkan peningkatan memori kerja secara bermakna.
Sebagai saran terkait penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang pengaruh rangsang elektroakupunktur dalam meningkatkan
memori pada kondisi tanpa stres, bisa dengan mengubah titik accupoint, lama perlakuan, maupun model kelistrikan yang digunakan. Selain itu, perlu
dilakukan penelitian mengenai pengaruh rangsang elektroakupunktur terhadap
dengan belajar dan memori, misalnya hippocampus, akibat induksi stres
kronis, sehingga dapat diketahui lebih lanjut bagaimana hubungan memori
DAFTAR PUSTAKA
Florensco, S.B., Braaksma, D.N., Phillips, A.G. 1999. Thlamic-cortical-striatal
circuitry subserves working memory during delayed responding on
radial arm maze. J. Neurosci. 19(24): 11061-11071.
Gamaro, G.D., Michalowski, M.B., Catelli, D.H., et al. 1999. Effect of repeated restraint stress on memory in different tasks. Braz J Med Biol Res. 32(3): 341-347.
Liu, Q., Yu, J., Mi, W., et al. 2007. Electroacupunture attenuate the decrease hippocampal progenitor cell proliferation in the adult rats exposed to
chronic unpredictable stress. Life Sciences 81: 1489-1495.
Liu, C.Z., Yu, J.C., Zhang, X.Z., et al. 2006. Acupuncture prevents cognitive deficits and oxidative stress ini cerebral multi-infarction rats. Neurosci Lett. 393(1): 45-50.
Luine, V.N., Villegas, M., Martinez, C., et al. 1994. Repeated stress causes impairment of spatial memory performance. Brain Res. 639: 167-170. Mc Ewen, B.S. 2000. The neurobiology of stress : from serendipity to clinical
relevance. Brain Res. 866: 172-189.
Mc Ewen, B.S. Flier J.S., Underhill, L.A., 1998. Protective and damaging
effects of stress mediators. N Engl J Med. 338(3): 171-179.
Pasiak, T., Aswin, S., Susilowati, R. 2005. Hubungan reseptor dopamin D1 di
cortex prefrontalis tikus (Rattus norvegicus) dengan memori kerja setelah stres kronik. BNS. 6(3): 155-165.
Sari, D.C.S.R., Aswin, S., Soesatyo, M.H.N.E. 2000. Pengaruh etinil estradiol
per oral terhadap memori spasial pada tikus (Rattus norvegicus). B.I.Ked. 32(2): 69-76.
Wang, T., Liu, C.Z.,Yu, J.C., et al. 2008. Acupuncture protected cerebral multi-infraction rats from memori impairment by regulating the
expression of apoptosis related genes Bcl-2 and Bax in hippocampus.
Physiol Behav. 96: 155-161.
Wiyono, N. 2006. Pengaruh Stres Kronik Terhadap Memori Kerja, Jumlah Astrosit dan Neuron Piramidal dan Tebal Lamina Piramidalis CA1 Hippocampus pada Tikus (Rattus norvegicus). Yogyakarta, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Thesis.
Yoon, T., Okada, J., Jung, M.W., et al. 2008. Prefrontal cortex and hippocampus subserve different components of working memory in
rats. Learn. Mem. 15: 97-105.
Zerani, M., Gobbetti, A. 1991. Effects of β-endorphine and naloxone on corticosteroid and cortisol release in the newt: studies in vivo and in