• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA ADAPTASI PENDISIPLINAN PERI. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROBLEMATIKA ADAPTASI PENDISIPLINAN PERI. pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

PROBLEMATIKA ADAPTASI PENDISIPLINAN PERILAKU DALAM

KEGIATAN PIKET KELAS

(Studi Kasus: Upaya Pendisiplinan Perilaku Normatif Siswa Kelas IV di SDN

Belendung Tengah 1 Kota Tangerang, Indonesia)

Bambang Afriadi

(E-mail: afriadi.bambang@yahoo.co.id)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji perilaku bermasalah dari adaptasi yang dibuat oleh siswa kelas IV di SDN Belendung Tengah I dalam kegiatan kelas piket. Dimana pola perilaku merupakan bentuk pada respon terhadap suatu bentuk aturan yang diterapkan dalam hal ini di SDN Belendung Tengah I yang terletak di Kyai Haji Mursan Desa jalan Belendung Kecamatan Tangerang. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif studi kasus problematika adaptasi dalam kegiatan piket kelas di SDN Belendung Tengah I. Di mana sekolah memiliki aturan atau situasi di sekolah dimaksudkan untuk memungkinkan kondisi sosial selaras agar siswa berperilaku disiplin. Piket kelas merupakan bagian hidden kurikulum bertujuan membentuk siswa perilaku disiplin, tetapi dalam prakteknya terjadi masalah adaptasi perilaku tidak disiplin, perilaku mengganggu tujuan kegiatan piket. Masalahnya terjadi sehubungan dengan pengetahuan dan sikap siswa yang menghasilkan siswa cara adaptasi dari kegiatan kelas piket. Siswa yang memiliki masalah dalam nilai normatif pada kegiatan piket merupakan bagian beradaptasi dengan cara yang salah.

Kata kunci : Piket Kelas, Adaptasi, Disiplin, Pengembangan Moral

A. Pendahuluan

Ketika upaya pendisiplinan menjadi problem maka problem utamanya adalah adaptasi dalam pendisiplinan perilaku siswa pada kegiatan tersebut. Dalam praktik kegiatan piket kelas melihat sebagai kedisiplinan yang intrumental akan tetapi dalam prakteknya tidak menyentuh yang subtansial dari siswa. Sehingga terjadi problem pendisplinan dalam kegiatan piket kelas dengan perilaku-perilaku yang tidak diharapkan. Pada masa kanak-kanak menurut Taufik Abdullah dan A .C. Van Der Leeden kita dapat membedakan dua tahap masa kanak-kanak. Tahap pertama hampir seluruhnya berlangsung dalam keluarga atau sekolah taman kanak-kanak yang sebenarnya merupakan pengganti keluarga. Tahap kedua berlangsung di sekolah dasar. Pada waktu itu anak-anak mulai belajar meninggalkan lingkungan keluarganya dan mulai memasuki lingkungannya dan memasuki lingkungan

yang lebih luas. Tahap ini disebut tahap kanak-kanak kedua.

Perkembangan moral bergantung dari perkembangan kecerdasan anak, di antara berbagai usaha untuk memperlihatkan kemampuan melakukan penilaian moral. Perilaku yang sesuai dengan standar sosial yang disetujui, mengikuti pola yang dapat diramalkan yang berkaitan dengan urutan tahapan dalam perkembangan kecerdasan. Perkembangan moral mengikuti pola yang diramalkan dalam kegiatan piket kelas memiliki kereteria adaptasi dalam pelaksanaanya. Dalam hal ini fungsi pokok disiplin ialah mengajar anak menerima pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.

(2)

2

kegiatan di jenjang kelas ini anak tidak dituntut untuk sepenuhnya disiplin dalam pelaksanaan. Sedangkan pada jenjang kelas tiga, empat, lima, dan enam siswa dituntut untuk disiplin sesuai standar kedisiplinan, hal ini berkaitan dengan pola-pola rutinitas kegitan piket kelas yang diterapkan oleh SDN Belendung Tengah I. Dengan siswa disiplin maka ia akan merasa aman apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dengan rutinitas yang tersetruktur dan berpola pada kegiatan piket kelas pada kelas IV seharusnya siswa telah beradaptasi dan memiliki kedisiplinan dalam kegatan tersebut.

Fokus permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah “Apa makna piket kelas bagi sekolah? Bagaimana problem pendisiplinan pada kegiatan piket kelas terjadi ? Bagaimana siswa melakukan tindakan tidak disiplin dalam kegiatan piket kelas? Bagaimana tindakan sekolah mengatasi problem adaptasi pendisiplinan?”

Piket kelas sebagai standarisasi perilaku normatif siswa yang bertujuan agar disiplin atau berperilaku normatif dalam hal membersikan kelas dan menjaga kerapihan kelas sesuai jadwal dan regu piket yang telah ditentukan. Merupakan bagian yang tidak terpisahkan antara kedisiplinan regu piket dan individu-individu dalam regu piket. Sehingga kesatuan individu dalam regu piket kelas memiliki tanggung jawab yang sama harus melaksanakan tugasnya sesuai pola-pola yang terdapat dalam kegiatan ini. Oleh karena itu, dapat terlihat dari kerangka konseptual sebagai berikut:

Tabel 1

Kerangka Konseptual

Sumber: Diolah Peneliti

Tahap perkembangan anak

penyesuaian sosial merupakan suatu cara untuk menyesuaikan terhadap tuntutan dan batasan dalam masyarakat. Termasuk kemampuan bekerja secara harmonis serta mendapatkan kepuasan dalam interaksi sosial. Dimana dari hasil interaksi-interaksi individu juga mempelajari ketrampilan-ketrampilan sosial yang diperlukan dalam penyesuaian sosialnya. Carol Gestwicki mengemukakan beberapa prinsip dasar perkembangan. Pertama, dalam perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan. Kedua, perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan berikutnya. Ketiga, dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal. Keempat, Perkembangan kematangan hasil interaksi faktor-faktor biologis (kematangan) dan faktor lingkungan (belajar). Kelima, perkembangan maju berkelanjutan merupakan kesatuan yang saling berhubungan, dengan semua aspek-aspek (fisik, kognitif, emosional, dan sosial) yang saling mempengaruhi. Keenam, Setiap individu berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing. Ketujuh, perkembangan berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang umum kepada yang khusus.

Belajar adalah perubahan perilaku sebagai fingsi pengalaman. Didalamnya tercangkup perubahan-perubahan afektif, motorik, dan kognitif yang dihasilkan sebab-sebab lain, Albert Bandura menjelaskan sistem pengendalian perilaku yaitu: Stimulus Control, Outcome Control, Syimbolic Control

(3)

3

terhadap masyarakat dan sitem moralnya di dalam diri para murid. Sedangkan bagi struktur fungsional sekolah dalam kegiatan piket kelas kepada masalah-masalah sistem tindakan maupun sistem sosial maka menggunakan konsep Talcott Parsons suatu yaitu: sistem hanya bisa fungsional apabila semua persyaratan terpenuhi. Ada empat persyaratan fungsional yang dibutuhkan oleh sebuah sistem yaitu: adaptation/ adaptasi (A), goal attainment/ pencapaian tujuan (G), integration/ integrasi (I), dan laten pattern maintenance/ pola pemeliharaan laten (L). Dari kesuluruhan persyaratan suatu sistem terpenuhi bisa fungsional maka akan tercapai tujuan.

B. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif studi kasus problematika adaptasi dalam kegiatan piket kelas di SDN Belendung Tengah I. Penelitian kualitatif mempertemukan langsung antara peneliti dengan para informan yang ingin digali melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Hal ini dilakukan peneliti guna memperoleh data yang empirik untuk dapat menggambarkan kajian utama dari penelitian yang dilakukan. Terkait informasi yang peneliti butuhkan, peneliti mencoba untuk mencari informan-informan yang terlibat langsung dalam kajian yang diteliti.

C. Hasil dan Pembahasan

1. Konteks Sosial SDN Belendung Tengah I SDN Belendung Tengah I beralamat di Jalan Kyai Haji Mursan, Kelurahan Belendung, Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Provinsi Banten dengan jarak dari pusat Kota Tangerang sekitar 5 kilometer. Sekolah ini dibangun pada tahun 1976 di atas lahan seluas 467 dan pada tahun 2013 dibangun dua lantai. Sekolah yang memiliki nomor statistik sekolah (NSS) 101280504013 memilki NPSN 20607269 dan terakreditasi A.

SDN Belendung Tengah I memiliki guru sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang cukup memadai. Jumlah guru sebanyak 11 orang dengan rincian 4 guru PNS dan 7 orang non-PNS. Guru yang sudah berkualifikasi minimal S1 sebanyak 6 orang. Jumlah tenaga kependidikan sebanyak 3 orang non-PNS yang terdiri atas 1 orang TU, 1 orang tenaga Kebersihan/penjaga. Tahun pelajaran 2013/2014 SDN Belendung Tengah I memiliki siswa jumlah 176, terdiri atas 86 laki-laki dan 90 perempuan.

Jumlah siswa kelas IV sebanyak 30 siswa yang terdiri dari 10 siswi dan 20 siswa, sedangkan usia siswa kelas IV antara 8 sampai sebelas tahun. Posisi tempat duduk siswa memiliki bangku dan meja masing-masing yang berjarak sekitar 10cm pada setiap baris lalu jarak antara baris sekitar 30cm. Hasil pengamatan etnografi kelas didukung dengan data sekolah, kondisi fisik kelas IV SDN Belendung Tengah I bahwa kondisi fisik SDN Belendung Tengah I sangatlah muda, dari data yang diperoleh SDN Belendung Tengah I baru saja direnovasi pada bulan Juni 2013 dan baru selesai dan ditempati kembali pada bulan September 2013. Sehingga kelas IV memiliki sarana dan prasarana yang semuanya baru, hal ini memungkinkan siswa menjaga kelasnya agar terlihat terawat.

(4)

4 Gambar 1

Denah Tempat Duduk di Kelas IV

Sumber: Hasil Temuan Penelitian

2. Pola Hubungan Guru dan Murid

Pola yang terjalin dari hasil pengamatan dalam lingkungan SDN Belendung Tengah I seperti yang semestinya dengan dinamikanya. Pola hubungan guru dan siswa nampak jelas terlihat ketika guru datang siswa bergegas menghampiri guru tersebut dan mencium tangan. Dari hasil pengamatan seringkali guru dan siswa berjalan bersama waktu pergi sekolah dan pulang sekolah. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa rumah guru SDN Belendung Tengah I tidak terlalu jauh sehingga dapat dijangkau dengan berjalan kaki. Dari situasi tersebut tampak jelas bahwa bisa saja rumah guru dan murid tersebut berdekatan atau mereka bertemu di jalan.

Sebagai seorang guru yang mengemban tugas sebagai seorang pendidik, sebagai kapasitasnya tersebut siswa merupakan bagian tanggung jawab pendidik. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan tentang perilaku dan situasi yang ada dalam sekolah. Melihat kondisi pada kasus yang dikatakan menyimpang penulis mendapati bahwa siswa sering kali ditegur agar tidak bertindak yang tidak sesuai dengan nilai yang ada.

3. Posisi Piket Kelas dalam Sistem Pendidikan Sekolah

a. Pandangan Sekolah pada Piket Kelas SDN Belendung Tengah I sebagai lembaga pendidikan harus mengantisipasi

tuntutan kehidupan dalam suatu masyarakat. Sehigga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi masyarakat dimana mereka hidup untuk berperilaku normatif. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan pengembangan masyarakat maka diperlukan rancangan pendidikan berupa instrumen yang landasan

pengembangannya. Memperhatikan

perkembangan masyarakat sebagai dasar pentingnya faktor kebutuhan dan tuntutan dalam pengembangan pembudayaan perilaku pada siswa. Serta untuk mendapatkan pengalaman langsung; supaya anak-anak berpikir kritis dan produktif; berkelakuan susila.

Piket kelas sebagai kegiatan sekolah memiliki posisi yang ideal sebagai bentuk pola pembudayaan terhadap siswanya. Agar terciptanya dan terjaganya kelas yang sehat sehingga jauh dari berbagai macam penyakit. Hal seperti itu dapat tercapai jika lingkungan tersebut bersih dari berbagai macam sampah yang berserakan.

(5)

5

ada sampah yang berserakan di lingkungan sekolah.

b. Sebagai Standar Proses Pendidikan Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemban potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Wina Sanjaya, yaitu: anak harus dipandang sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah pengembangan potensi yang dimiliki anak didik, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar anak dapat menghafal data dan fakta (Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006, hlm.3)

SDN Belendung Tengah I sebagai sistem pendidikan berada di dalam suatu suprasistem, adapun yang dimaksud suprasistem bagi pendidikan adalah masyarakat. Selain sistem pendidikan, di dalam supra sistem tersebut terdapat pula berbagai sistem lainnya, seperti sistem ekonomi, sitem politik, sistem sosial budaya (Dinn Wahyudin, dkk, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, hlm.8.7-8.8). Salah satu prinsip pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan siswa yang berlangsung di dalam sekolah sebagai media. Dalam proses tersebut diperlukan instrumen yang berkenaan pada standar proses pendidikan agar membentuk manusia seutuhnya dengan tidak mengandalkan ilmu pengetahuan tanpa didukung dengan perilaku yang baik. Piket kelas hadir dari sebuah kebutuhan, di mana ruang interaksi atau ruang sosial dalam hal ini sekolah sebagai ruang interaksi siswa, piket

kelas menjadi intrumen proses pembudayaan karakter di SDN Belendung Tengah I.

SDN Belendung Tengah I melihat piket kelas sebagai standar proses pendidikan. Hal ini berhubungan, bahwa piket kelas memiliki nilai budaya yang normatif. Dengan nilai budaya yang normatif piket kelas sebagai sebuah proses pembelajaran memberi pengalaman terhadap siswa, dengan melakukan kegiatan tersebut. Piket kelas sebagai proses pembelajaran dalam dimensi pembudayaan dan pemberdayaan memiliki makna membangun kemandirian, disiplin, potensi diri dan kreativitas peserta didik yang ingin dicapai SDN Belendung Tengah I melalui kegiatan tersebut.

4. Kegiatan Piket Kelas

Regu piket adalah regu kerja yang bertugas untuk membersihkan dan menjaga kebersihan kelas. Sebagai kesatuan regu piket siswa diwajibkan keikutsertaanya sesuai jadwal untuk melakukan kegiatan piket kelas. Dengan demikian, piket kelas dapat diartikan sebagai kegiatan gotong-royong atau kerjasama dalam membersihkan dan menjaga kebersihan kelas.

(6)

6

kedalam tempat yang telah disediakan. Setelah kelas bersih dari sampah regu piket mengepel lantai kelas. Setelah kelas benar-benar bersih dan rapih regu piket dapat pulang kerumah masing-masing.

Ketiga, setelah kelas benar-benar bersih dan rapih. Pada hari berikutnya regu piket menjaga kebersihan kelas dari sampah yang dibuang sembarangan oleh siswa lain. kegiatan ini bertujuan agar kelas nyaman untuk dilaksanakan kegiatan belajar mengajar. Keempat, kegiatan pemantauan dan evaluasi kegiatan piket kelas dilakukan oleh guru. Kegiatan pemantauan dilakukan oleh guru ketika regu piket melaksanakan tugasnya membersihkan dan merapihkan kelas. Bertujuan agar regu piket melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan evaluasi dilakukan pada hari berikutnya. Kegiatan ini dilakukan oleh guru sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung jam 07:30. Ketika kelas sudah berada dalam kondisi bersih maka kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan. Akan tetapi jika kondisi kelas tidak bersih maka kegiatan belajar mengajar belum dapat dilaksanakan sebelum kelas benar-benar bersih.

5. Pola Pendisiplinan Perilaku melalui Piket Kelas

Jenjang sekolah dasar merupakan dunia yang baru bagi siswa. Siswa mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga ataupun kelompok bermain. Di sekolah anak belajar mandiri untuk menghadapi dunia baru, di mana ia mengenal berbagai macam aturan dengan kondisi yang jauh berbeda dari kehidupan sosialisasi pertamanya di keluarga. Untuk mendisiplinkan siswa, sekolah memiliki caranya tersendiri agar siswa berperilaku sesuai dengan aturan. Agar mau atau secara sukarela melakukan apa yang diperintahkan sekolah melalui guru yang berperan sebagai pendidik.

Dengan kegiatan piket kelas ini diharapkan semua elemen kedisiplinan dapat

dimiliki oleh siswa. Kegiatan piket kelas dilaksanakan oleh siswa dengan harapan siswa memiliki kedisiplinan sehingga tujuan piket kelas sesuai dengan harapan. Untuk mengetahui elemen pendisiplinan perilaku dalam kegiatan piket kelas dapat diketahui pada skema 3.2 sebagai berikut.

Skema 1

Pendisiplinan Perilaku melalui Piket Kelas

Sumber: Diolah dari Hasil Obeservasi Adapun perilaku kedisiplinan yang dibentuk melalui kegiatan piket kelas yaitu: kepatuhan, moralitas, tanggung jawab, pemahaman nilai kebersihan dan keterampilan, serta konsistensi siswa dalam kegiatan piket kelas yang di uraikan sebagai berikut:

Pertama, kepatuhan, merupakan dasar kedisiplinan siswa agar melaksanakan setiap aturan sekolah. Piket kelas sebagai aturan sekolah diwajibkan bagi siswa untuk melaksanakannya. Kedisiplinan yang dibentuk melalui kegiatan piket kelas adalah kepatuhan siswa melaksanakan piket kelas sesuai jadwal dan kelompok yang ditentukan. Karena jadwal piket merupakan salah satu peraturan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh regu piket.

Kedua, tanggung jawab, merupakan nilai yang ditanamkan melalui kegiatan piket kelas. Tanggung jawab disini diartikan bahwa setiap anggota regu piket wajib melaksanakan kegiatan piket kelas yaitu membersihkan dan menjaga kebersihan kelas. Dengan siswa melaksanakan kegiatan piket kelas maka nilai

Piket Kelas

kosistensi

Pemahaman nilai Kebersihan dan

Keterampilan

Moralitas

Tanggung Jawab kepatuhan

(7)

7

tanggung jawab telah dibentuk melalui kegiatan piket kelas. Tanggung jawab tidak hanya dimiliki individu melainkan sebagai regu piket maka kerjasama sangat dibutuhkan dalam kegiatan piket kelas. Melalui regu piket kelas yang telah dibentuk, siswa akan mengetahui jadwal dan teman regu piketnya. Sehingga kerjasama kegiatan piket kelas yang dilakukan secara bersama-sama dan bergiliran akan merangsang perkembangan aspek sosial.

Ketiga, moralitas merupakan kedisiplinan itu sendiri di mana siswa sebagai individu dan sebagai anggota regu piket harus melaksanakan kegiatan piket kelas. Pelaksanaan kegiatan piket kelas harus sesuai dengan nilai normatif dalam kegiatan piket kelas.

Keempat, penanaman nilai kebersihan dan keterampilan merupakan tujuan dari kegiatan piket kelas. Melalui kegiatan piket kelas siswa diharapkan mengerti dan paham nilai dari kegiatan tersebut. Maksudnya adalah siswa paham apa yang harus dilakukan ketika melihat kondisi kelas yang kotor melalui rutinitas kegiatan piket kelas. Maka kesadaran diri masing-masing siswa untuk menjaga kebersihan kelas akan tertanam dengan sendirinya. Secara tidak langsung, perilaku menjaga kebersihan ini juga akan memengaruhi perilakunya di rumah atau lingkungan lain.

Kelima, kosistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Dalam kegiatan piket kelas fungsi kosistensi memiliki nilai mendidik karena menjadi ciri semua aspek disiplin dari kegiatan ini. Perlunya konsistensi dalam kegiatan piket kelas digunakan sebagai pedoman siswa berperilaku sesuai nilai normatif melaksanakan kegiatan tersebut. 6. Problem Adaptasi Siswa terhadap

Pendisiplinan Perilaku dalam Piket Kelas Kedisiplinan ialah bentuk perilaku yang dianggap perlu untuk perkembangan anak. Dengan disiplin anak belajar berperilaku dengan cara yang diterima dimasyarakat, dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota

kelompok sosial mereka. Kedisiplinan merupakan perilaku yang diperlukan bagi perkembangan siswa khususnya siswa jenjang sekolah dasar. Dengan disiplin siswa akan berperilaku normatif sesuai dengan kebutuhan dimasyarakatnya. Disiplin diperlukan bagi perkembangan anak karena ia memenuhi beberapa kebutuhan seperti: rasa aman dengan perbuatan yang dilakukannya. Hal ini karena siswa akan mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, menghindari perasaan bersalah, memberikan kebahagiaan, motivasi anak yang diharapkan, dan mengembangkan hati nurani karena akan memiliki pengendalan perilaku. Sebaliknya ketidak disiplinan akan akan memicu konflik karena ketidaksesuaian perilaku di masyarakan dan tidak akan diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Sehingga menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada individu. Untuk mengetahui indikator kedisiplinan dan ketidakdisiplinan pada perilaku anak dapat diketahui pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 3

Indikator Kedisiplinan Indikator Kedisiplinan

Disiplin Tidak disiplin

Patuh Melanggar aturan

Totalitas Distotalitas Bertanggung jawab Resistensi

Konsisten Ketidakkonsistenan Sumber: Diolah oleh Peneliti

Problem pada kegiatan piket kelas diartikan di sini sebagai perilaku siswa yang belum bisa beradaptasi dengan kegiatan piket kelas. Karena terjadi hal-hal yang membuat siswa berperilaku demikian dalam kegiatan piket kelas. Di bawah ini akan diuraikan bentuk-bentuk problem perilaku dalam kegiatan piket kelas sebagai berikut.

a. Piket Sebentar (Distotalitas)

(8)

8

perilaku yang dikategorikan sebagai problem adaptasi. Diantaranya perilaku “piket kelas sebentar” yaitu perilaku beberapa siswa saat kegiatan piket kelas berlangsung.

Perilaku piket sebentar, merupakan perilaku di mana siswa mengangkat kursi ke atas meja. Setelah itu siswa tersebut mengangkat kursi dan meletakannya di atas meja. Siswa tersebut meninggalkan temannya di dalam kelas, yang sedang menyelesaikan kegiatan piket kelas yaitu: membersih kotoran dan merapihkan kelas.

Perilaku piket sebentar juga terjadi ketika siswa membersihkan lantai. Siswa yang membersihkan lantai dengan alat pembersih hanya membersihkan sedikit sampah. Setelah itu, setelah itu siswa meninggalkan alat pembersih begitu saja di lantai tanpa mengembalikannya ke tempat semula. Siswa tersebut meninggalkan temannya untuk melanjutkan membersihkan lantai.

Bentuk perilaku ini juga dilakukan siswa ketika siswa yang hanya membersihkan papan tulis atau debu di jendela. Setelah selesai membersihkan papan tulis atau jendela siswa tersebut meninggalkan temannya yang sedang menyelesaikan tugas membersihkan dan merapihkan kelas.

Kegiatan piket sebentar, merupakan perilaku yang berpola yang ditemukan setiap hari pada jadwal piket kelas. Sehingga perilaku ini merupakan bagian dari problem. Kegiatan piket kelas “seharusnya dilaksanakan dan diselesaikan secara berregu”. Dengan adanya perilaku ini kegiatan piket kelas yang seharusnya dilakukan secara beregu hanya dilakukan oleh beberapa orang saja. Hal tersebut menandakan ketidakdisiplinan siswa. b. Tidak Melaksanakan Piket Kelas

(Resistensi)

Perilaku menghilang atau tidak melaksanakan piket kelas merupakan tindakan yang tidak disiplin atau tidak patuh. Perilaku di mana siswa yang pada saat itu jadwal piketnya akan tetapi siswa tersebut tidak melaksanakan piket kelas. Hal ini dilakukan

dengan cara siswa berlari ke luar kelas setelah bel pulang sekolah berbunyi.

Perilaku ini merupakan salah satu ketidakdisiplinan dalam dalam kegiatan piket kelas. Siswa tidak ingin melakukan kegiatan piket kelas walaupun sudah ditegur oleh teman dalam satu regu piket pada jadwal yang ditentukan

Siswa yang pulang cepat tersebut ke luar kelas bersama dengan teman-teman lainnya yang tidak ada jadwal piket kelas. Dengan tujuan pulang ke rumah tanpa diketahui teman satu regu piket kelas. Hal ini merupakan manipulasi perilaku, di mana seolah-olah hari itu bukanlah jadwalnya untuk piket kelas, siswa tersebut dengan sengaja pulang meningalkan temannya atau tidak ikut serta melaksanakan piket kelas.

Pulangnya anak tersebut merupakan sebuah perilaku resistensi atau perilaku melarikan diri, sebagai bentuk perilaku ketidakdisiplinan terhadap tanggung jawabnya dalam satu regu piket kelas. Perilaku ini menandakan problem dalam kegiatan piket kelas benar-benar terjadi Dengan demikian perilaku ini merupakan kategori perilaku tidak disiplin. Karena siswa tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kesatuan regu piket kelas.

c. Bermain-Main saat Piket Kelas Kerjasama dalam membersihkan kegiatan piket kelas merupakan perilaku yang utama, karena kegiatan piket kelas adalah kegiatan yang dilakukan beregu. Kerjasama dalam kegiatan piket kelas diartikan bahwa saat proses kegiatan satu sama lain saling membantu. Akan tetapi pada kenyataannya masih ditemukan perilaku bermain-main dan hal ini menjadi problem dalam pelaksanaan kegiatan piket kelas dimana perilaku ini merupakan problem dalam pelaksanaan kegiatan piket kelas.

(9)

9

bagaikan sebuah bola. Mereka yang bermain-main nampak tidak peduli dengan perilakunya tersebut yang telah merugikan temannya yang membersihkan sampah Sehingga temannya sudah mengumpulkan sampah tersebut berteriak menegur serta memarahi temannya yang bermain-main tersebut.

d. Memperlambat Proses

Membersihkan

Piket kelas ditemukan perilaku tidak disiplin, dimana ketidakdisiplinan merupakan perilaku yang tidak sesuai dari tujuan dan makna kegiatan tersebut. Padahal piket kelas merupakan sebuah pembentukan karakter, akan tetapi dalam prosesnya terdapat perilaku yang tidak diharapkan terjadi. Seperti memperlambat proses membersihkan sampah, hal ini menandakan sebuah perilaku malas.

Perilaku memperlambat nampak jelas ditemukan dalam pola kegiatan ini. Siswa yang membersihkan kotoran nampak tidak bersemangat dalam kegiatan piket kelas. Perilaku ini jika dilihat sesaat nampak siswa tersebut melakukan piket kelas. Akan tetapi jika diamati secara keseluruhan dibandingkan siswa dalam regu yang melakukan piket kelas. Akan tetapi jika diamati secara keseluruhan dibandingkan dengan siswa lainnya nampak bahwa siswa ini lambat dalam membersihkan kelas, Mengakibatkan teman lainnya yang telah selesai membersihkan ikut membantunya dan bekerja dua kali.

Perilaku ini merupakan problem adaptasi dalam pelaksanaan kegiatan piket kelas. Di mana siswa merasa tidak sukarela (senang) melakukan kegiatan piket kelas. Perilaku ini terlihat ketika siswa sesekali membersihkan sampah di lantai. Lalu istirahat sejenak dan meneruskan kembali kegiatan membersihkan sampah. Terkadang siswa tersebut melempar sapu kelantai dengan sesekali ber kata “akh cape udah akh” merupakan ungkapan yang sering ditemukan pada perilaku ini. Dimana siswa tersebut selalu berkata kepada teman regu piketnya, sehingga temannya dalam regu piket

membantu bagian siswa yang memperlambat membersihkan kelas. Akan tetapi terkadang temannya menasihati dan membujuk agar membersihkan kembali bagiannya.

7. Tindakan Sekolah dalam Mengatasi Problem Adaptasi Siswa

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, piket kelas dikerjakan oleh regu piket sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Dalam penelitian ini terdapat problem perilaku-perilaku dalam kegiatan piket kelas. Perilaku ini ditemukan setiap jadwal piket kelas dan telah menjadi suatu pola”. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi teman-teman regu piket lainnya yang berprilaku sesuai aturan. Di bawah ini akan diuraikan pandangan sekolah dan tindakan sekolah terhadap perilaku-perilaku siswa yang ditemukan dalam kegiatan piket kelas.

Skema 2 Tindakan Sekolah

Sumber: Diolah dari Hasil Penelitian Problem kegiatan piket kelas, guru memiliki pola tindakan untuk mengatasi dan agar siswa kembali melaksanakan kegiatan piket kelas antara lain sebagai berikut:

a. Teguran

(10)

10

Tindakan yang berupa teguran dilakukan oleh setiap guru kelas mulai dari kelas tiga, empat, lima, dan enam. Lebih dari itu guru mata pelajaran juga melakukan tindakan peneguran pada regu piket ketika melihat kelas dalam kondisi kotor dan tidak rapih. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap guru yang masuk kedalam kelas melihat kondisi kelas kotor dan berantakan maka akan ditindak. Regu piket yang bertanggung jawab pada hari di mana kelas dalam keadaan berantakan dan kotor mereka akan merapihkan dan membersihkan kelas agar terlihat nyaman dan bersih agar kegiatan belajar mengajar dikelas dapat berlangsung.

Hukuman bukanlah cara mendidik yang tepat di jenjang siswa sekolah dasar dan juga bukanlah solusi yang tepat. Untuk itu teguran sebagai cara yang efektif agar siswa melakukan piket kelas. Sebagai bentuk tindakan atau respon dari ketidakdisiplinan siswa dalam kegiatan piket kelas, nasihat menjadi solusi bagi sekolah mengendalikan perilaku siswanya. Karena dengan cara menegur siswa diharapkan terjadi perubahan sikap pada siswa agar berperilaku sesuai dengan yang diharapkan sekolah.

Namun lebih dari itu tindakan sekolah dengan cara menegur siswa agar melaksanakan piket kelas belum menghasilkan solusi yang tepat agar siswa melaksanakan kegiatan piket kelas. Dikarenakan perilaku-perilaku tidak disiplin tersebut masih cukup sering terjadi.

b. Membersihkan Kembali

Selain dalam bentuk teguran, guru kelas dan mata pelajaran juga memberikan sanksi kepada siswa untuk kembali membersihkan kembali jika ditemukan kelas masih kotor. Hal ini merupakan suatu konsekuensi atas apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Dikarenakan dalam upaya pendisiplinan perilaku agar siswa kembali mengerjakan piket kelas dapat dikatakan belum efektif. Hal ini dikarenakan pada

kenyataanya siswa masih mengulang kesalahannya tersebut.

Seperti yang telah di uraikan siswa mengulang kembali kelasalahannya. Tindakan sekolah dengan cara teguran telah diterapkan belum efektif. Dalam upaya pendisiplinan perilaku terdapat tindakan tegas dari sekolah yaitu mengulang kembali membersihkan kelas yang dirasa belum bersih. Cara atau tindakan sekolah dengan mengulang kembali regu piket melakukan kegiatan piket kelas jika terlihat oleh guru kelas dan guru mata pelajaran kondisi kelas dalam keadaan kotor dan berantakan. Merupakan tidakan tegas sekolah agar regu piket melakukan kegiatan membersihkan kelas harus benar-benar bersih. Agar tercipta perilaku disiplin agar regu piket menjaga kelasnya tetap bersih dari tindakan

temannya yang membuang sampah

sembarangan di dalam kelas.

Upaya ini dilakukan sekolah sebagai bentuk agar siswa tidak membuang sampah di kelas dan regu piket benar-benar menjaga kebersihan kelas. Sehingga langkah ini harus dilakukan sekolah walaupun regu piket kelas sudah melakukan kegiatannya. Dengan demikian langkah ini merupakan bentuk dari upaya pendisiplinan perilaku agar regu piket dan siswa lainnya menjaga kebersihan dan kerapihan kelasnya.

8. Sistem Sekolah dan Sistem Sosial dalam Pendisiplinan Perilaku Siswa

(11)

11

mengancam pada lingkungan sosialnya. Kedua, melalui kegiatan piket kelas di SDN Belendung Tengah I yang akan membentuk kedisiplinan siswa dalam mengembangkan sesuatu rasa pengabdian terhadap masyarakat dan sitem moralnya melalui kegiatan ini di dalam diri para siswanya.

Tindakan moral dalam kegiatan piket kelas berhubungan dengan kedisiplinan siswa melaksanakan kegiatan tersebut. Pada masa perkembangan siswa sekolah dasar yang merupakan pendidikan kedua anak agar memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik. Kedua hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Dalam membentuk pribadi yang normatif maka siswa harus memiliki kedisiplinan. siswa yang melaksanakan kegiatan piket kelas memiliki perilaku yang normatif. Tentu saja beralasan, karena siswa yang melaksanakan kegiatan piket kelas telah mengetahui dengan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai petugas piket. Ini berkaitan pada kesadaran kolektif anak terhadap aturan yang berlaku di dalam lingkungan sekolah.

Persyaratan Talcott Parson suatu sistem terpenuhi bisa fungsional kegiatan piket kelas di kelas IV SDN Belendung Tengah I pada perilaku siswa dapat dianalisis melalui empat syarat tersebut. Pertama, fungsi adaptasi dalam sebuah kegiatan sangat diperlukan agar tidak terdapat paksaan atau tergesa-gesa pelaksanaanya. Dalam kegiatan piket kelas seperti yang telah dibahas bab hasil penelitian pada jenjang kelas satu dan dua merupakan tahap adaptasi, yaitu anak baru mengenal kegiatan piket kelas pada jenjang kelas 1 dan 2, dibantu pelaksanaan oleh petugas kebersihan. Ketika siswa sudah memasuki jenjang kelas tiga, empat, lima dan enam. Pada tahapan ini, adaptasi dari kegiatan piket kelas sudah terjadi. Terjadinya adaptasi pada jenjang kelas tiga, empat, lima dan enam merupakan tahap siswa telah mengenal dan mengerti apa yang siswa harus lakukan dalam melaksanakan kegiatan piket kelas karena sudah terbiasa pada jenjeng kelas sebelumnya

yaitu kelas satu dan dua. Kedua, fungsi tujuan, fungsi ini mengatur antara pihak sekolah sebagai sistem dengan siswa sebagai subsistem kepribadian. Fungsi ini pada setiap kegiatan memiliki tujuan untuk pencapaiannya sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pada kegiatan piket kelas memiliki tujuan oleh sekolah pada perilaku kedisiplinan siswa yaitu: kedisiplinan atau kepatuhan, kedisiplinan bekerjasama, kedisiplinan bertanggung jawab dan pemahaman nilai kebersihan dan keterampilan. Ketiga, fungsi integritas menunjukan pada kebutuhan untuk menjamin bahwa ikatan emosional yang cukup dan menghasilkan solidaritas dan kerelaan kerjasama dikembangkan dan dipertahankan. Dalam kegiatan piket kelas integritas sangat dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Masalah akan terpenuhi dalam kegiatan piket kelas jika sekolah dan juga apabila bagian atau anggota regu piket berperan sesuai dengan fungsinya dalam satu keseluruhan. Dan keempat, fungsi laten pattern maintenance/ pola pemeliharaan laten dipertahankan oleh siswa sebagai subkultur sekolah sebagai suatu prinsip dasar ketidakdisiplinan. Fungsi ini sebagai fungsi

laten dimana siswa melakukan

ketidakdisiplinan perilaku yang tidak diketahui oleh sekolah sebagai bentuk pembangkangan terhadap sistem sekolah yang merusak kedisiplinan dari kegiatan piket kelas. 9. Kedisiplinan dan Perkembangan Moral

dan Sosial Siswa

Perkembangan sosial anak sekolah dasar, pada tahap ini anak-anak akan memiliki keterampilan kognitif dan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk belajar banyak mengenal hal baru di lingkungan sekolah. Pada tahap ini dapat dikategorikan sebagai tahap kedua masa kanak-kanak menuju tahap selanjutnya. Kemampuan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, penerimaan lingkungan serta aktifitas sosial merupakan modal dasar bagi anak untuk untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan baru.

(12)

12 Prinsip Perkembangan Siswa

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Mengidentifikasi perilaku siswa dalam kegiatan piket kelas pada skema di atas menggunakan perinsip dasar perkembangan Gestwicki. Pertama, anak diberikan waktu untuk menyesuaikan diri untuk fase perkembangan berikutnya. Dalam kegiatan piket kelas penyesuaian dilakukan oleh sekolah pada jenjang kelas satu dan dua, tahap ini merupakan tahap dimana siswa mengenal pola-pola kegiatan piket kelas. Dan pada tahap selanjutnya yaitu jenjang kelas tiga, empat, lima, dan enam siswa diharapkan telah beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan pola-pola kegiatan piket kelas. Sehingga kegiatan piket kelas bukanlah kegiatan yang tergesa-gesa agar anak menjalani tahap-tahap perkembangan agar disiplin.

Kedua, waktu-waktu yang optimal mengarah pada proses belajar. Waktu ini merupakan penentu dimana sebuah kegiatan harus dikondisikan agar tercapai tujuan. Pada kegiatan piket kelas pelaksanaan pembersihan kelas dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar selesai dan dilanjutkan regu piket bertanggung jawab menjaga kebersihan sesuai jadwal. Alokasi waktu tersebut merupakan evaluasi yang telah diubah sebelumnya kegiatan piket kelas dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar, yaitu pagi hari. Kegiatan piket kelas dilaksanakan setelah

selesai proses belajar mengajar dan dilanjutkan hari kemudian untuk menjaga kebersihan diharapkan tidak mengganggu proses belajar. Sehingga tujuan dari kedisiplinan kegiatan tersebut diharapkan dapat berjalan optimal.

Ketiga, dalam keluarga yang berusaha agar anaknya mandiri dalam berbagai kegiatan dirumah. Anak akan memiliki perilaku yang mandiri pula. Dalam perilaku anak ini, kemandirian dalam mengerjakan kegiatan dengan tanggung jawab yang dimilikinya akan mudah beradaptasi mengerjakan sebuah kegiatan. Keterampilan yang dimiliki anak dibentuk dari kemandirian akan membentuk perilaku disiplin.

Keempat, pada tahap perkembangan setiap anak memiliki kebutuhan dan karakteristik yang unik pada tahap tertentu. Pada jenjang kelas IV anak memiliki karakter yang unik bila ditinjau dari tahap perkembangan dan proses dimana lingkungan sosialnya tinggal. Terjadinya perbedaan dan pilihan-pilihan pada kegiatan piket kelas untuk disiplin, dipengaruhi faktor pembawaan dari eksternal dirinya. Sehingga perbedaan sikap anak terhadap kegiatan tersebut merupakan kebutuhan dari perkembangan anak untuk menentukan sikapnya.

Kelima, tahap perkembangan anak memiliki karakteristik yaitu berlangsung dari yang sederhana kepada yang komplek, dari yang umum kepada yang khusus. Dengan memperhatikan prinsip tahap perkembangan ini tentu setiap jenjang kelas untuk berbagai kegiatan memiliki kebutuhan yang berbeda sehingga anak tidak mungkin melampaui tahap tertentu bila siswa belum siap dengan tahap selanjutnya.

Skema 4

Sistem Pengendalian Perilaku Adaptasi

Kebutuhan penyesuaiaan

diri

Perbedaan karakter

Waktu optimal belajar

Pengaruh keluarga

Perkembang an moral dan

(13)

13

Sumber: Hasil Analisis Peneliti Sedangkan dalam mengidentifikasi perilaku siswa dalam kegiatan piket kelas.

Albert Bandura menjelaskan “sistem

pengendalian perilaku untuk mengetahui pengaruh lingkungan, peranan reaksi, hasil belajar melalui stimulus respon dan hasil belajar yang dicapai. Pertama, banyak perilaku individu yang dikondisikan seperti yang muncul dibawah pengendalian langsung dari peristiwa-peristiwa stimulus eksternal. Sekolah memiliki peran penting untuk mengkondisikan siswanya baik dalam proses belajar mengajar dan berbagai kegiatan di sekolah. Pada kegiatan piket kelas siswa dikondisikan agar disiplin oleh sekolah sebagai faktor stimulus. Melalui kegiatan ini stimulus perilaku siswa akan berubah yang mencangkup pertumbuhan-pertumbuhan afektif, motorik dan kognitif yang dihasilkan dari kegiatan piket kelas. Sehingga diharapkan oleh sekolah siswa memiliki perilaku disiplin melalui belajar dari pengalamannya melalui kegiatan tersebut.

Kedua, perilaku manusia yang dilakukan ditentukan untuk mencapai hasil. Di sekolah siswa belajar mata pelajaran dengan tujuan ia memiliki pengetahuan yang luas dari proses belajarnya. Lebih dari itu siswa akan berlomba mendapatkan prestasi akademik dan ia akan memperoleh pujian, kebahagiaan, dan persahabatan sehingga siswa tersebut akan terus berusaha mempertahankan prestasinya. Dalam sekolah, pujian, kebahagiaan, dan

persahabatan tidak hanya didapatkan dari prestasi akademik. Perilaku disiplin dapat pula memperoleh hal tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku itu dikendalikan dari hasil yang dicapai.

Ketiga, perilaku individu itu dikendalikan oleh rangsangan dari luar maupun hasil yang dicapai. Pengaruh tersebut menurut Bandura berada dalam pengaruh simbolik. Keterlibatan dalam pengalaman belajar merupakan pengaruh yang amat penting terhadap kegiatan belajar. Sehingga perilaku dalam hal ini dikendalikan secara simbolis oleh rangsangan eksternal dari hasil-hasil yang diharapkan. Ketika peserta didik diharapkan dapat meresapi kedisiplinan dengan rasa bahagia, senang maka akan menghasilkan emosi positif.

D. Simpulan

a. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa sekolah sebagai media membentuk anak berperilaku normatif

merupakan salah satu tujuan

diselenggarakannya pendidikan. Melalui sekolah anak akan belajar nilai dan norma baru yang berbeda pada lingkungan keluarga serta lingkungan bermainnya. Pada jenjang sekolah dasar merupakan tahap pembentukan karakter kedisplinan yang akan menjadi dasar siswa menghadapi jenjang sekolah berikutnya serta menjadi bagian masyarakat.

SDN Belendung Tengah I, memiliki kegiatan untuk mendisiplinkan siswanya. Kegiatan piket kelas merupakan salah satunya agar siswa berperilaku normatif. Adapun perilaku normatif yang dibentuk melalui

kegiatan piket kelas.

Pertama, kepatuhan yang merupakan kepatuhan siswa melaksanakan piket kelas sesuai jadwal dan kelompok yang ditentukan. Kedua, tanggungjawab yang merupakan nilai dari piket kelas diartikan bahwa setiap anggota regu piket wajib ikut serta dalam kegiatan ini. Kedisiplinan

Stimulus sistem sekolah

Tujuan pengendali an perilaku Pengaruh

simbolik keterlibatan

siswa dari rangsangan

(14)

14

Ketiga, moralitas merupakan kedisiplinan itu sendiri di mana siswa sebagai individu dan sebagai anggota regu piket harus melaksanakan kegiatan piket kelas. Keempat, sebagai nilai kebersihan agar kesadaran diri siswa tercipta dan ia akan menjaga kebersihan kelas. dan kelima, kosistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas perlunya konsistensi dalam kegiatan piket kelas digunakan sebagai pedoman siswa berperilaku sesuai nilai normatif melaksanakan kegiatan tersebut.

Problem adaptasi siswa berhubungan juga dengan perkembangan sosial anak. Pola sosialisasi dalam lingkungan keluarga menghasilkan anak berperilaku sesuai dengan hasil belajarnya di lingkungan tersebut. Pada tahap perkembangan anak sekolah dasar pertentangan antara nilai dan norma di sekolah mengakibatkan problem beradaptasi. Sehingga dapat dikatakan pengaruh dari lingkungan keluarga mengakibatkan terjadinya problem pendisplinan dalam kegiatan piket kelas, dalam hal ini nilai dan norma di lingkungan keluarga dibawa anak kelingkungan sekolah.

b. Saran

SDN Belendung Tengah I sebagai sarana meningkatkan kualitas karakter siswanya dalam hal ini kedisiplinan sebagai perilaku normatif. Sistem sekolah melalui kegiatan piket kelas harus diperhatikan lebih dari ini. terjadinya problem adaptasi dalam kegiatan piket kelas merupakan masalah sistem sekolah. Bagaimana mendukung kegiatan piket kelas yang tidak hanya sebagai kegiatan pendisiplinan tetapi lebih dari itu nilai dan makna kegiatan tersubut lebih diutamakan. Sehingga kesadaran siswa melalui kegiatan piket kelas akan muncul dan kedisiplinan akan dihasilkan. Melalui pengarahan-pengarahan yang tepat sesuai perkembangan sosial siswa sekolah dasar kedisiplinanan akan tercapai. Sehingga kualitas siswa SDN Belendung Tengah I tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi memiliki karakter perilaku normatif. Dengan demikian anak akan dikatakan terdidik jika perilaku dan pengetahuan dimilikinya sesuai dengan nilai normatif dimasyarakat melalui kegiatan piket kelas.

E. Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik dan A.C Leeden Der Van. Durkheim Dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor. Edisi Pertama. 1986

Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan Kedua, 2012

Hidayat, Rakhmat. Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Hurlock B, Elizabeth. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 2007

Lettitia Trif Andrian Risnoveanu Study Of Some factors Involved In Socio-Educational Adaptation Buletin Stiintific. F IC Nr. 1 (29) 2010 ("1 Decembrie 1918" University, ALBA-I Ulia, Romania "Carol I" National Defence University, Bucharest,

Romania) Sumber: http://search. Ebscohost.com (diakses 09/05/2014 jam 20:54)

Maliki, Zainanuddin. Sosiologi Pendidikan. Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 2010

Ritzer, George dan Goodman, Doubles J. Teori Sosiologi Dari Teori Klasik Sampai Perkembangan Muktahir Teori Postmodern. Kreasi Wacana, 2004

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2006 Sumantri, Mulyani dan Syaodih.

Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka, 2008

(15)

Gambar

Tabel 1 Kerangka Konseptual
Gambar 1 Denah Tempat Duduk di Kelas IV

Referensi

Dokumen terkait

Terlihat dengan banyaknya armada kapal congkreng yang awalnya melakukan penangkapan ikan (seperti ikan layur, lisong, dll) kinimemilih untuk alih target penangkapan

Bagaimana tidak, padahal orang-orang kafir, orang-orang musyrik dan orang-orang atheis mampu bertahan dengan penderitaan-penderitaan yang menimpa mereka, maka orang

Oleh hal yang demikian, kajian ini adalah bertujuan untuk mengkaji cara bagi mengurangkan kos perbelanjaan penghasilan kesan khas dengan mencari altematif

Nilai indeks tarik pulp campuran lebih tinggi daripada pulp kulit dan pulp batang tanpa kulit, menunjukkan bahwa pulp dari campuran kulit dan batang kenaf mempunyai potensi sebagai

Menjaga kebersihan lingkungan sekolah dapat dilakukan dengan cara membuang sampah yang ada di lingkungan sekolah kita ke tempat sampah, melaksanakan kegiatan piket kelas setiap

Peran siswa sangat baik dalam menjaga kebersihan, mereka rutin melaksanakan jadwal piket kebersihan di kelas adapun dari dewan guru memberikan piket harian membersihkan

Selanjutnya pada tahun 2005 Penulis melaksanakan penelitian dengan judul ”Pengaruh Lama Perputaran Spinner dalam Pembuatan Keripik Salak ( Salacca edulis Reinw ) terhadap

Kejelasan dan kepastian dalam pelayanan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi masyarakat. Oleh Karen itu, aparat pelaksana pelayanan diharapkan dapat