• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK USIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK USIA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

USIA 12 – 14 TAHUN

Dosen pengampuh : Miftahul Khoiri, S.Pd., M.Pd.,

Disusun oleh :

NAMA : Kiranti Dwi Octaviani

NIM : 16184202022

PRODI : PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PGRI PASURUAN

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah laporan ini dengan tepat waktu. Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi UTS mata kuliah perkembangan peserta didik dengan judul “Perkembangan peserta didik usia 12-14 tahun”. Melalui tugas ini, kami diharapkan mampu untuk lebih memahami perkembangan peserta didik usia 12-14 tahun.

Berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Miftahul Khoiri, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami.

2. Orang tua dan keluarga kami yang banyak memberikan motivasi dan dorongan serta bantuan, baik secara moral maupun spiritual.

3. Serta semua pihak yang ikut membantu dalam pencarian data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, cetak maupun elektronik, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Terima kasih atas semuanya.

Laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif dan membangun, guna penulisan laporan ini yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Saya selaku penyusun berharap semoga makalah ini ada guna dan manfaatnya bagi para pembaca. Amin.

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Peserta didik usia 12 – 19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak – kanak dan usia dewasa.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diprediksi, sebagai hasil dari pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem yang berkembang sedemikian rupa perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Aspek – aspek perkembangan individu meliputi fisik, intelektual, sosial, mental, budaya, dan religius. Serta, perbedaan perkembangan individu yang minum ASI, susu formula dan atau air tajin. Perkembangan fisik meliputi pertumbuhan sebelum lahir dan pertumbuhan setelah lahir. Intelektual (kecerdasan) atau daya pikir merupakan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Sosial, setiap individu selalu berinteraksi dengan lingkungan dan selalu memerlukan manusia lainnya. Mental, merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan). Budaya dan religius, tidak pernah lepas dari kepribadian seseorang karena dari budaya dan religius ini kita dapat mengetahui kebiasaan dari seseorang.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perkembangan fisik pada anak usia 12-14 tahun? 2. Bagaimana perkembangan intelektual pada anak usia 12-14 tahun? 3. Bagaimana perkembangan sosial pada anak usia 12-14 tahun? 4. Bagaimana perkembangan mental pada anak usia 12-14 tahun?

5. Bagaimana perkembangan budaya dan religius pada anak usia 12-14 tahun? 6. Bagaimana perkembangan individu yang minum ASI, susu formula dan atau air

(5)

C. TUJUAN

1. Agar pembaca memahami tentang perkembangan fisik pada anak usia 12-14 tahun.

2. Agar pembaca memahami tentang perkembangan intelektual pada anak usia 12-14 tahun.

3. Agar pembaca memahami tentang perkembangan sosial pada anak usia 12-14 tahun.

4. Agar pembaca memahami tentang perkembangan mental pada anak usia 12-14 tahun.

5. Agar pembaca memahami tentang perkembangan budaya dan religius pada anak usia 12-14 tahun.

(6)

BAB II

TEORI PERKEMBANGAN MENURUT PARA AHLI A. PERKEMBANGAN FISIK

Fase remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Pada remaja awal, pertumbuhan fisiknya sangat pesat tetapi tidak proporsional, misalnya pada hidung, tangan, dan kaki. Pada remaja akhir, proporsi tubuh mencapai ukuran tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya (Syamsu Yusuf :2005). Tinggi badan anak laki-laki bertambah kira-kira 10cm per tahun, sedangakan pada perempuan kurang lebih 9cm per tahun. Pertumbuhan tinggi badan terjadi 2 tahun lebih awal pada anak perempuan dibanding anak laki-laki. Pada anak perempuan, pertumbuhan akan berakhir pada usia 16 tahun, sedangkan pada anak laki-laki pada usia 18 tahun (Sari Pediatri 2010;12(1):24-9). Pada akhir pubertas lempeng epifisis akan menutup dan pertumbuhan tinggi badan akan berhenti.

Pertambahan berat badan terutama terjadi karena perubahan komposisi tubuh, pada anak laki–laki terjadi akibat meningkatnya masa otot, sedangkan pada anak perempuan terjadi karena meningkatnya massa lemak.

Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, perkembangan terpenting adalah aspek seksualitas ini dapat dipilah menjadi dua bagian, yakni :

1) Ciri-ciri Seks Primer

Perkembangan psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis, pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ seksualitas ini memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14 – 15 tahun, mengalami “mimpi basah”, keluar sperma. Pada remaja wanita, terjadi pertumbuhan cepat pada organ rahim dan ovarium yang memproduksi ovum (sel telur) dan hormon untuk kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche” (menstruasi pertama). Siklus awal menstruasi sering diiringi dengan sakit kepala, sakit pinggang, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung. Psikologi remaja

2) Ciri-ciri Seks Sekunder

(7)

tangan, kaki, ketiak, dan kelaminnya. Pada pria telah tumbuh jakun dan suara remaja pria berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah menjadi kasar. Pada remaja wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas, yakni pada ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal memproduksi air susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga menjadi wanita dewasa secara proporsional.

B. PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Arajoo T.V (1986) menyatakan bahwa aspek kognitif meliputi fungsi intelektual seperti pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan berpikir. Untuk siswa SMP, perkembangan kognitif utama yang dialami adalah formal operasional, yang mampu berpikir abstrak dengan menggunakan simbol-simbol tertentu atau

mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit, seperti peningkatan kemampuan analisis, kemampuan

mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih kemungkinan yang ada, kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dari berbagai kategori objek yang beragam. Selain itu, ada peningkatan fungsi intelektual, kapabilitas memori dalam bahasa dan perkembangan konseptual. Dengan kata lain, bahasa merupakan salah satu alat vital untuk kegiatan kognitif.

Menurut Jean Piaget, perkembangan intelektual anak pada saat berada di Sekolah Menengah Pertama(SMP), berada pada tahap “Formal operation stage”, yaitu tahap ke empat atau terakhir dari tahapan kognitif. Tahapan berpikir formal ini terdiri atas dua subperiode (Broughton dalam John W.Santrock, 2010:97), yaitu:

a. Early formal operation thought, yaitu kemampuan remaja untuk berpikir dengan cara-cara hipotetik yang menghasilkan pikiran-pikiran sukarela (bebas) tentang berbagai kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam periode awal ini, remaja mempersepsi dunia sangat bersifat subjektif dan idealistik.

b. Late formal operational thought, yaitu remaja mulai menguji pikirannya berlawanan dengan pengalamannya, dan mengembalikan keseimbangan intelektualnya. Melalui akomodasi (penyesuaian terhadap informasi/hal baru), remaja mulai dapat

(8)

Keating merumuskan lima pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasi formal, yaitu sebagai berikut :

1. Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada

kesadarannya sendiri disini dan sekarang, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan. Remaja mampu menggunakan abstraksi dan dapat membedakan yang nyata dan konkret dengan abstrak dan mungkin.

2. Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.

3. Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengekplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.

4. Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efisien dan tidak efisien. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya sehari-hari.

5. Berpikir operasi formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan ekspansi berpikir.

C. PERKEMBANGAN SOSIAL

Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya didalam keluarganya. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa dan kelompok orang tua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi cukup sulit, karena disamping harus memperhatikan norma pergaulan sesama remaja (teman sebaya), juga terselip pemikiran pemikiran adanya kebutuhan masa depan untuk memilih teman hidup.

(9)

remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok baik kelompok kecil maupun besar. Dalam menetapkan pilihan kelompok yang diikuti, didasari oleh berbagai penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat, dan kemampuan. Baik didalam kelompok kecil maupun kelompok besar, masalah yang umum dihadapi oleh ramaja dan yang paling rumit adalah faktor penyesuaian diri.

Didalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing individu bersaing tampil menonjol, memperlihatkan akunya. Oleh karena itu, sering terjadi perpecahan dalam kelompok tersebut yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi setiap orang. Teteapi sebaliknya dalam kelompok ini terbentuk suatu persatuan yang kokoh, yang diikati oleh norma kelompok yang telah disepakati.

Nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok belajar berorganisasi, memilih pemimpin, dan mematuhi kelompok. Penyesuaian dalam kelompok kecil, kelompok yang terdiri dari pasangan remaja berbeda jenis sekalipun, tetap menjadi permasalahan yang cukup berat. Di dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian akan kekuarngan masing-masing dan upaya menahan sikap menonjolakn diri atau tindakan dominasi terhadap pasangannya, diperlukan tindakan intelektual yang tepat dan kemapuan menyeimbangkan pengendalian emosional. Dalam hubungan sosial yang lebih khusus, yang mengarah kepemilihan pasangan hidup, pertimbangan faktor agama dan suku ini bukan saja menjadi kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan, tetapi dapat menyangkut kepentingan keluarga dan kelompok yang besar (sesama agama atau sesama suku).

(10)

D. PERKEMBANGAN MENTAL

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan topan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Ciri perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi (sedih, putus asa) dan kemudian melawan dan memberontak. Emosi tidak terkendali ini disebabkan oleh konflik peran yang senang dialami remaja. Oleh karena itu, perkembangan psikologis ini ditekankan pada keadaan emosi remaja.

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.

Ada dua faktor yang mempengaruhi mental remaja, yaitu : A. Faktor Internal

Internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu,pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya. B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya.

(11)

Menurut Mappiare (dalam Hurlock, 1990) remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarag, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.

Manusia pada masa remaja yang sedang mencari jati dirinya membuat emosinya menjadi sangat labil dan mudah terganggu kesehatan mentalnya.

Kriteria remaja yang bermental sehat adalah sebagai berikut :

1. Dapat menerima perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya dengan lapang dada

2. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya (teman sebayanya) 3. Dapat mengatasi gejolak-gejolak seksualitasnya

4. Mampu menemukan jati dirinya dan berprilaku sesuai jati dirinya tersebut 5. Dapat menyeimbangkan pengaruh orang tua dan pengaruh teman sebayanya

6. Dapat mengaktualisasikan kemampuannya baik dalam sekolah maupun lingkungan sosialnya

7. Tidak mudah goyah apabila terjadi konflik-konflik yang membutuhkan penyelesaian dengan pikiran yang jernih

8. Memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat di kejar dan di wujudkan untuk memotivasi diri menjadi seorang yang berguna

9. Memiliki integrasi kepribadian

10. Memiliki perasaan aman dan perasaan menjadi anggota kelompoknya.

E. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DAN RELIGIUS I. PEKEMBANGAN KEBUDAYAAN

(12)

organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

 Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Kebudayaan saling berkaitan dengan moral, misalnya budaya berjabat tangan kepada orang tua sebelum berangkat sekolah, dia bisa dikatakan baik jika dia berjabat tangan tapi jika tidak ada budaya berjabat tangan sebelum berangkat sekolah, bukan berarti individu tersebut tidak bermoral atau tidak baik.

Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar

memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.

(13)

Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tingkat Pra Konvensional

Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai

tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas

Tahap 2: Orientasi Relativis-instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

2. Tingkat Konvensional

(14)

loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta

mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :

Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis” Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”.

Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.

Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri

3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom/Berlandaskan Prinsip)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:

Tahap 5: Orientasi kontrak sosial Legalitas

(15)

adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “

moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.

Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis,

universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.

II. PERKEMBANGAN RELIGIUS (AGAMA)

Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan biasanya memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi

(16)

Masa awal remaja (12-18 tahun) sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.

(17)

Hubungan antara Perkembangan Moral dan Agama

Agama mempunyai peranan penting dalam pengendalian moral seseorang. Tapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama, tidak otomatis sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, tapi moralnya merosot. Dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama sekali, tapi moralnya cukup baik.

Untuk lebih jelas, dapat kita lihat sangkut paut keyakinan beragama dengan moral remaja terutama dalam masalah-masalah berikut :

1. Tuhan sebagai Penolong Moral

Tuhan bagi seorang remaja adalah keharusan moral, pada masa remaja itu, Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral, daripada sandaran emosi. Andaikata kadang-kadang pikiran pada masa remaja itu berontak dan ingin mengingkari wujud Allah, atau ragu-ragu kepadanya, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkan dengan Allah yaitu kebutuhannya untuk mengendalikannya moral.

2. Pengertian Surga dan Neraka.

Kebanyakan remaja memikirkan alam lain, bukanlah untuk tempat senang-senang atau tempat siksaan jasmani, akan tetapi sebagai lambang bagi pikiran pembalasan atau lambing kebahagiaan yang ingin dicapainya dan terlepas dari kegoncangan remaja yang tidak menyenangkan itu.

3. Pengertian tentang Malaikat dan Setan.

(18)

F. PERKEMBANGAN PERBEDAAN ANAK YANG MINUM ASI, SUSU FORMULA DAN ATAU AIR TAJIN

ASI merupakan salah satu makanan sekaligus minuman yang memberikan sumber gizi yang sempurna dalam kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan bayi. Selain itu, penelitian menemukan manfaat ASI bagi perkembangan kecerdasan anak. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan kandungan gizi dari ASI memberikan manfaat dalam mempercepat pertumbuhan otak hingga 30% pada anak. Dari penelitian tersebut ditemukan perbedaan yang sangat terlihat jelas adalah struktur otak bayi yang di usia 2 tahun, pertumbuhan bayi yang diberikan ASI akan membentuk pertumbuhan 20 – 30% pada area putih di otak sedangkan, yang diberi susu formula hanya berkembang di bawah 20%. Struktur otak bayi disebut juga dengan serabut saraf yang bewarna putih panjang, yang menghubungkan berbagai area ke otak sehingga akan membantu dalam proses belajar pada anak.

Susu formula adalah susu yang di buat dari susu sapi atau susu buatan yang diubah komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI. Alasan dipakainya susu sapi sebagai bahan dasar mungkin oleh banyaknya susu yang dapat dihasilkan oleh peternak (Pudjiadi, 2002).

Menurut Roesli (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula yaitu :

1. ASI tidak cukup

2. Ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan

3. Bayi akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dan manja 4. Susu formula lebih praktis

5. Takut badan si ibu gemuk

 Dampak pemberian susu formula :

1. Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)

Jurdawanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang sering mendapat susu formula lebih sering muntah atau gumoh, kembung, “cegukan” , sering buang angin, sering rewel, gelisah terutama pada malam hari.

2. Infeksi saluran pernafasan

3. Meningkatkan resiko serangan asrma

(19)

6. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah

7. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar 8. Meningkatkan kurang gizi

9. Meningkatkan resiko kematian

10. Meningkatkan kejadian karies gigi susu.

(20)

BAB III PEMBAHASAN

 Penelitian pertama

Nama : M.NAZRIL ILHAM

Tempat, tanggal lahir : Pasuruan, 1 April 2005 (12 tahun) Alamat : Perum. Pesona Candi III blok w2

Perkembangan fisik Perkembangan intelektual Perkembangan sosial Perkembangan mental

Perkembangan kebudayaan dan religius

Susu yang di berikan si ibu pada waktu kecil  ASI diberikan hanya 2 hari

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa dewasa madya, tugas perkembangan berkaitan dengan penyesuaian. diri individu terhadap dirinya sendiri, kehidupan keluarga, pekerjaan, serta

Pengabdian masyarakat di lingkungan sekolah ini, merupakan salah satu bentuk kewajiban untuk melaksanakan “Tri Dharma Perguruan Tinggi”. Pengabdian masyarakat ini,

Moral merupakan perbuatan, tingkah laku, ucapan seseorang dalam  berinteraksi dengan manusia lain, apabila yang dilakukan seseorang itu sudah sesuai dengan nilai dan rasa

Literasi digital harus menjadi milik bersama, menyenangkan, dan mudah dilaksanakan, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat, sesuai dengan kapasitas

Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, remaja mulai memerhatikan berbagai nilai dan norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku di keluarganya.. Ia mulai

Selain itu banyak juga factor yang mempengaruhi perkembangan orang dewasa, dari beberapa factor tersebut ada beberapa item yang membedakan, semakin dewasa orang maka banyak

Tobat semacam ini sudah tidak dapat diterima “Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila

Maka dari itu sebagai orang tua, usahakanlah untuk tidak memberikan telepon seluler kepada anak usia dini, karena kebanyakan anak usia dini belum dapat