BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Muara Badak merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten
Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Luas wilayah mencapai 939,09Km2, yang terbagi
menjadi tiga belas desa dengan jumlah penduduk sekitar 85.750 jiwa1. Muara Badak
merupakan salah satu wilayah penghasil minyak dan gas alam (migas) yang ada di Kabupaten
Kutai Kertanegara. Saat ini, eksplorasi dan ekspoitasinya dikerjakan oleh perusahaan
multinasional asal Amerika Serikat, VICO Indonesia, yang berada dalam masa transisi untuk
diambil alih oleh Pertamina Indonesia pada tahun 2018.
Perusahaan multinasional yang bergerak di bidang Migas memberikan kesempatan
kepada setiap karyawan untuk melaksanakan tanggungjawabnya sebagai orang yang beragama,
Persekutuan Doa Umat Kristen (PDUMKRIS) merupakan wadah bagi umat Kristen. Seseorang
yang percaya kepada Yesus, pergi merantau untuk memperoleh kehidupan yang layak. Ia sadar
akan adanya Tuhan yang menolong dan menyertai perjalanannya. Kesadaran itulah yang
membawanya untuk datang dalam sebuah persekutuan. Di dalam persekutuan, ia tidak hanya
berjumpa dengan Tuhan, ia juga berjumpa dengan saudara seiman. Perjumpaan dengan saudara
seiman yang berada di daerah perantauan memberikan kekuatan. Merantau yang penulis
maksud ialah seseorang yang meninggalkan tempat asal di mana ia tumbuh dan besar untuk
menjalani kehidupan atau mencari pengalaman di tempat yang baru, dalam konteks Muara
Badak. PDUMKRIS sebagai wadah bagi umat Kristen untuk melakukan kegiatan rohani di
1Kecamatan Muara Badak (Diakses tanggal 12 Januari 2017),
dalam lingkungan perusahaan dan PGMB merupakan bagian dari kegiatan rohani perusahaan
yang ada di luar lingkungan perusahaan.2
PGMB merupakan akronim dari Persekutuan Gereja di Muara Badak. Wadah ini
terbentuk pada tanggal 11 Juli 2001 atas inisiatif dari Persekutuan Doa Umat Kristen
(PDUMKRIS) dan baru disahkan pada tanggal 14 Agustus 2001 oleh para Pendeta (dari gereja
GPIB, Gereja Toraja, Katolik, GPSDI, GPDI dan Gereja Kerapatan) yang diundang dalam
kegiatan rohani perusahaan. Saat itu juga telah dibentuk badan pengurus PGMB secara
aklamasi3. Pembentukan PGMB memiliki dasar teologis, yaitu satu iman di dalam Yesus
Kristus, di bawah payung Oikumene4. Enam belas tahun PGMB berdiri sebagai wadah
kebersamaan gereja-gereja di Muara Badak yang memiliki misi5 untuk menjawab panggilan
dan pengutusan gereja, yaitu: perseketuan, kesaksian dan pelayanan.
Perjalanan PGMB tentu tidak terlepas dari tindakan sosial yang dilakukan oleh individu
yang berdampak pada interaksi sosial. Interaksi sosial terjadi apabila memenuhi dua syarat:
adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Bentuk-bentuk interaksi bisa terwujud dalam
kerjasama, persaingan dan pertentangan6. Georg Simmel menekankan bahwa “masyarakat baru terjadi ketika antar individu saling berinteraksi, berhubungan, dan saling mempengaruhi7.
2 Wawancara dengan Arwin Selamat, Ketua PDUMKRIS VICO Indonesia yang ada di Muara Badak,
warga jemaat dari Gereja Keluarga Kudus di Jakarta. Lahir tahun 1984, pendidikkan S1, 5 September 2017.
3 Pak Benny adalah sekretaris PGMB saat ini, beliau berasal dari Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat (GPIB), sampai saat ini beliau masih aktif bekerja diperusahaan VICO. Lahir tahun 1960, pendidikkan SLTA. Wawancara dilakukan pada tanggal 15 Maret 2017
4 Wawancara dengan bapak Haryono S, Prodiaken dari Gereja Katolik, lahir tahun 1949, pendidikkan
sarjana muda. Turut hadir dalam pembetukan PGMB, 23 September 2017.
5 Anggaran Rumah Tangga (ART) PGMB.
6 Muhammad Rifai, “Memahami Interaksi Sosial”, (diakses tanggal 26 Februari 2017)
http://ensiklo.com/2015/08/memahami-teori-interaksi-sosial/.
Menurut Simmel, dasar paling awal pembentukan kelompok adalah keluarga dan kedekatan
geografis. Pemaparan ini memberikan pemahaman bahwa kehadiran PGMB tidak terlepas dari
relasi yang terjadi antara Gereja-gereja yang ada di Muara Badak dengan PDUMKRIS ataupun
masyarakat di sekitar. Artinya, PGMB hadir dikarenakan adanya interaksi antara individu,
PDUMKRIS dan gereja untuk mewujudkan kerjasama dalam melaksanakan misi Allah.
Interaksi antar individu ataupun gereja yang ada di dalam PGMB dan juga dengan
PDUMKRIS dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu interaksi formal institusional dan interaksi
personal. Interaksi formal institusional hanya sebatas pada kegiatan hari raya gerejawi yang
dilaksanakan secara bersama. Jika tidak ada kegiatan bersama, maka interaksi tidak akan
terjadi. Interaksi personal yang terjadi antar individu tetap ada sekalipun tidak adanya interaksi
formal institusional. Ini merupakan fenomena kehidupan sosial yang memperlihatkan interaksi
model I -it sebagaimana yang diungkapkan oleh Martin Buber (1878 – 1965)8. Lebih lanjut, Buber menjelaskan interaksi di atas sebagai suatu interaksi yang tidak mengakui keberadaan
orang lain secara personal melainkan hanya bersifat kebendaan9. Interaksi semacam ini tentu
tidak memberikan dampak yang baik dalam hidup bersama.
Buber memiliki konsep pemikiran bahwa interaksi manusiawi adalah timbal-balik. Aku
menyapa engkau dan engkau menjawab aku; inilah yang dimaksud dengan timbal-balik10.
Interaksi manusia di dalam hidup menurutnya dapat dibagi menjadi dua kelompok11. Pertama
8 Seorang Filsuf Yahudi yang terkenal dengan filsafat dialognya dan pemikiran eksistensialisme yang
berpusat pada pembedaan relasi yaitu: I–Thou and I-it.
9 Julia T. Wood, penterjemah: Rio Dwi Setiawan, “Komunikasi Interpersonal Interaksi Keseharian Edisi
6”(Jakarta: Salemba Humanika, 2013), 22.
10Roberti Hia, “Konsep Relasi Manusia Berdasarkan Pemikiran Martin Buber”, Melintas (Maret 2014):
306.
11 Martin Buber, I and Thou, translet: Ronald Georgor Smith (Edinburg: T&T. Clark, Hesperides
I – Thou, aku dan engkau. Dalam realitas perjumpaan aku dan engkau bukanlah orang asing,
sama-sama manusia yang hidup dalam alam yang sama, memiliki kemampuan, kelebihan dan
kekurangan untuk mewujudkan kebaikan12. Kedua, I – It, aku dan benda. I – It berarti orang
memandang orang lain sebagai obyek.
Dalam relasi dengan benda, manusia tidak pernah memperhitungkan eksistensi dari
benda. Benda tidak memiliki kebebasan. Manusialah yang bebas untuk mengatur benda-benda
yang ada disekitarnya13. Jika manusia terbiasa mengatur benda, maka dalam relasi dengan
sesama manusia tidak bisa melakukan sesamanya seperti benda. Pemikiran Buber tepat untuk
digunakan dalam kehidupan masyarakat majemuk, sehingga interaksi yang indah dan damai
dapat terwujud.
Penelitian mengenai interaksi individu bukanlah sesuatu yang baru. Benedictus
Simangunsong dalam “Interaksi antar manusia melalui media sosial Facebook mengenai topik keagamaan”, menggambarkan hubungan antar pribadi yang bertujuan untuk memiliki kualitas
hidup yang lebih baik, dinilai dari hubungan perkawanan yang lebih antara satu orang dengan
orang lain dengan menggunakan pemikiran Buber.14 Dalam media sosial facebook, individu
mempunyai daftar teman, Simangunsong menilai interaksi yang terjadi dalam percakapan
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: I–Thou, percakapan yang mendorong terjadinya kesamaan
makna ataupun keinginan untuk meningkatkan hubungan yang lebih baik dan positif. I-It,
percakapan yang dapat dikatakan untuk menyenangkan diri sendiri. Berdasarkan pemaparan
yang peneliti sampaikan dan melihat interaksi yang terjadi di PGMB, timbul pertanyaan dalam
12Hia,”Konsep Relasi Manusia Berdasarkan Pemikiran Martin Buber”, 310 13 Buber, I and Thou, 54.
14 Benedictus Simangunsong, “Interaksi antar manusia melalui media sosial Facebook mengenai topik
diri penulis: apakah interaksi yang terjadi di dalam PGMB bertujuan untuk meningkatkan
hubungan yang baik dan positif ataukah hanya untuk kepentingan PDUMKRIS atau pengurus?
Dengan demikian penulis ingin meneliti tentang interaksi individu.
Pengertian Istilah dan Penjelasan Judul
Tulisan ini diberi judul, Studi Interaksi Individu dalam Persekutuan Gereja di Muara Badak, dari Perspektif Martin Buber. Artinya, tulisan ini berusaha memaparkan pemahaman informan yang merupakan pengurus dan anggota Persekutuan Gereja di Muara
Badak tentang interaksi yang dilihat dari perspektif Martin Buber.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi individu di dalam PGMB dilihat dari perspektif Martin Buber? Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji interaksi individu di dalam PGMB dari perspektif Martin Buber.
Signifikansi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi PGMB agar menjalin interaksi di dalam PGMB untuk menyatakan kehadirannya guna
memberdayakan manusia. Diharapkan juga dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk
membangun kesadaran gereja yang ada di Muara Badak pentingnya kesadaran berinteraksi
dalam pemikiran Martin Buber.
Metodologi Penelitian
Mengacu kepada pentingnya kontribusi hasil penelitian, maka penulis akan
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati15. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk
mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Untuk mengerti gejala tersebut penulis
akan mewawancarai peserta penelitian dan partisipan dengan mengajukan pertanyaan16.
Wawancara memiliki bentuk dan kegunaan yang beragam. Penulis menggunakan tipe
yang paling umum, yaitu wawancara perorangan secara langsung dengan bertatap muka (
face-to-face). Instrumen penelitian yang dipakai adalah wawancara (interview) dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada informan dan jawaban-jawaban direkam
dengan alat perekam (tape recorder), lalu dicatat17.
Penulis mengajukan pertanyaan dengan mengacu pada pertanyaan yang sama kepada
setiap informan dalam kategori-kategori (structured interview)18. Ada 4 kategori, pertama
kategori intrapersonal, kedua kategori interpersonal, ketiga kategori intrapersonal dan kategori
keempat kategori multipersonal. Pengambilan data melalui wawancara yang dilakukan kepada
beberapa informan kunci, yaitu: pengurus PGMB, anggota PGMB (Pendeta/Jemaat Gereja)
dan Pengurus PDUMKRIS, sebanyak 30 Informan, dan kemudian penulis melakukan
kategorisasi berdasarkan fungsi dari informan dan pendidikkan, yaitu: pengurus dan warga
(anggota), serta sarjana dan non sarjana. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di lingkungan
PGMB kecamatan Muara Badak.
Sistimatika Penulisan
Di dalam tulisan ini, penulis berusaha sedemikian rupa mengurai topik ini dengan
sebaik-baiknya. Karena itu penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab
16 J. R. Raco via John W. Creswell, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya (Jakarta: PT. Widya Sari Indonesia, 2010), 9.
17 Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 67.
18 Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln, “Handbook Of Qualitative Research,” Wawancara Seni
satu pendahuluan. Mendiskripsikan mengenai latar belakang, pengertian dan penjelasan judul,
rumusan masalah pertanyaan penelitian, tujuan serta model penelitian dan garis besar
penelitian. Bab dua merupakan landasan teori interaksi individu dari prespektif Martin Buber,
yang akan membantu penulis untuk menganalisa data lapangan yang diperoleh. Bagian ini
memiliki sejumlah sub-sub dengan judulnya masing-masing. Bab tiga merupakan hasil
penelitian yang merupakan olahan permasalahan interaksi individu di dalam PGMB. Bagian
ini memiliki sejumlah sub-sub dengan judulnya sesuai dengan kategori-kategori yang
merupakan instrumen dari penelitian. Bab empat merupakan kajian hasil penelitian. Bab lima
tentang penutup yang meliputi kesimpulan yang berupa temuan-temuan hasil penelitian dan