BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian,
angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil kajian Kepmenkes dan Technical Advisory Group on
Imuninization (TAG), WHO dan UNICEF, yang menyatakan campak dan polio masih menjadi masalah di Indonesia, maka pemerintah dalam hal ini Ditjen P2PL
Kemenkes menggagas kegiatan kampanye Imunisasi Tambahan Campak dan Polio
tahap ketiga selama satu bulan penuh. Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan
kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang
dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak
cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap
terhadap penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak
(KemenKes. RI, 2012).
Lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahun,
Serangan penyakit tersebut akibat status imunisasi dasar yang tidak lengkap pada
sekitar 20% anak sebelum ulang tahun yang pertama (WHO dan UNICEF dalam
Utomo, 2008). Berdasarkan estimasi global yang dilakukan WHO tahun 2007
pelaksanaan imunisasi dapat mencegah kurang lebih 25 juta kematian balita tiap
tahun akibat penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan) dan campak. Di seluruh
dunia, cakupan imunisasi polio yang diterima bayi dengan 3 dosis vaksin polio tahun
2007 adalah 82% dan cakupan imunisasi Hepatitis B dengan 3 dosis vaksin adalah
65%. Sedangkan cakupan imunisasi DPT dan campak masing-masing sebesar 81%
dan 82% (WHO, 2008).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir
sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan
(Depkes RI, 2005). Secara khusus antigen merupakan bagian protein kuman dan
racun yang jika masuk kedalam tubuh manusia, maka sebagai reakasinya tubuh harus
memiliki zat anti. Bila anrigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut
antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut anti toksin. Dalam keadaan tersebut,
jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk antibody untuk melawan bibit
penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik
yang hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang masih kedalam tubuh dan tidak
terhadap bibit penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2008).
Faktor-faktor yana berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi
bebepara hal, menurut Suparyanto (2011), bahwa faktor yang berhubungan dengan
imunisasi, motif dalam kelengkapan imunisasi, pengalaman yang pernah dialami oleh
ibu baik maupun cerita orang lain, ibu yang bekerja sehingga tidak memikili waktu
untuk membawa anaknya ke posyandu, dukungan keluarga yang mendukung ataupun
yang tidak mendukung, fasilitas posyandu, lingkungan sekitar ibu, sikap ibu tentang
pemberian imunisasi, provider (tenaga kesehatan) merupakan salah satu indikator
yang sangat menentukan bagi keberhasilan program imunisasi, penghasilan keluarga
dan tingkat pendidikan.
Pada dasarnya, setiap bayi yang dilahirkan sudah memperoleh kekebalan
secara alami dari ibu yang melahirkannya, namun kekebalan itu tidak bertahan lama.
Oleh karena itu, bayi dapat diimunisasi segara setelah lahir. Sebaiknya bayi sudah
diimunisasi secara lengkap sebelum tahun pertama kehidupan (Depkes RI, 2004).
Menurut jhonson dan leny (2010), Ciri-ciri keluarga Indonesia adalah sebagai
berikut : Suami sebagai pengambil keputusan, merupakan satu kesatuan yang utuh,
berbentuk monogram, bertanggung jawab, meneruskan nilai-nilai budaya bangsa,
ikatan kekeluargaan sangat erat dan mempunyai semangat gotong royong.
Pengaruh faktor pengetahuan, dukungan keluarga dan kepercayaan terhadap
pemberian imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) pada bayi di desa Selotong Kecamatan
Secanggang Kabupaten Langkat, menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh
terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi adalah pengetahuan, dukungan
keluarga dan kepercayaan, (Sitepu 2011).
Indonesia sampai saat ini masih merupakan negara keempat terbesar di dunia
2008). Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI) secara resmi pada tahun 1997, yang menganjurkan agar semua anak
diimunisasi enam macam penyakit yaitu difteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, polio,
campak. Tahun 1991/1992 Departemen Kesehatan RI telah mulai mengembangkan
program imunisasi Hepatitis B dengan mengintegrasikannya ke dalam program
imunisasi rutin yang telah ada di empat propinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Bali,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, yang terus dikembangkan ke propinsi
lainnya dan akhirnya pada tahun 1997/1998 imunisasi Hepatitis B sudah dapat
menjangkau seluruh bayi di Indonesia (Depkes RI, 2000).
Salah satu target keberhasilan kegiatan imunisasi adalah tercapainya
Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi lengkap bayi, secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010. Indikator imunisasi
lengkap adalah cakupan imunisasi kontak pertama (DPT I) sebesar 90%, dan cakupan
imunisasi kontak lengkap (campak) sebesar 80%. Indikator lainnya yang digunakan
untuk kontak lengkap adalah cakupan imunisasi DPT 3 sebesar 80%. Secara nasional,
pencapaian UCI tingkat desa/kelurahan tahun 2004-2005 mengalami peningkatan
6,8% dari 69,43% tahun 2004 menjadi 76,23% tahun 2005 (Profil Kesehatan
Indonesia, 2006).
Hasil cakupan imunisasi nasional tahun 2007 BCG (86,9%), DPT 3 (67,7%),
Polio 3 (71,0%), HB 3 (62,8), Campak (81,6%). Hasil cakupan tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil survei cakupan imunisasi nasional yang dilakukan Pusat Riset
BCG, DPT I dan Campak >80% sedangkan DPT 3 dan HB 3 <80% (Immunization Coverage Survey, 2007). Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga)
dosis vaksin DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta
ditambah 3 (dosis) vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun
(9-11 bulan) (Immunization Coverage Survey, 2007).
Pada tahun 2005 KLB Campak terjadi sebanyak 122 kali dengan jumlah kasus
sebanyak 1.467 dan CFR 0,48%. Difteri terjadi 29 kali KLB dengan jumlah kasus
sebanyak 65 dan CFR sebesar 13,85%. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
AKB tetapi tidak mudah untuk menentukan faktor yang paling dominan. Statistik
menunjukkan bahwa lebih dari 70% kematian disebabkan Diare, Pneumonia,
Campak, Malaria, dan Malnutrisi.
Angka kematian bayi dan balita yang tinggi di Indonesia menyebabkan
turunnya derajat kesehatan masyrakat. Masalah ini mencerminkan perlunya
keikutsertaan pemerintah di tingkat nasional untuk mendukung dan mempertahankan
pengawasan program imunisasi di Indonesia (Ranuh, 2001). Untuk terus menekan
angka kematian bayi dan balita, program imunisasi ini terus digalakkan Pemerintah
Indonesia. Namun, ternyata program ini masih menalami hambatan, yaitu penolakan
dari orangtua. Penolakan orangtua dalam pemberian imunisasi ini dikarenakan
anggapan yang salah bahwa imunisasi dapat menyebabkan sakit pada anak seperti
demam, selain itu asal anaknya sudah pernah mendapatkan beberapa jenis imunisasi
tanpa memperhatikan jenis dan jadwal pemberian imunisasi sudah tidak perlu
tentang imunisasi, selain itu karakteristik ibu (tingkat pengetahuan yang rendah,
pendidikan, pekerjaan dan kesadaran yang kurang terhadap imunisasi). Tingkat
pendidikan ibu mempengaruhi dasar sikap penolakan dari ibu. Pendidikan
mempengaruhi pengetahuan seseorang untuk menyerap informasi yang ada, hal ini
berarti akan semakin tinggi pula pengetahuannya (Notoadmodjo, 2007).
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena orang
terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan,
kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan dan perilaku
kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar
pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah
pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak
akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan pengetahuan yang memadai
tentang hal itu diberikan (Ali M, 2002).
Hasil laporan Riskesdas tahun 2010 diperoleh bahwa cakupan imunisasi
campak di Propinsi Sumatera Utara hanya mencapai 51,1%, sementara cakupan
imunisasi nasional mencapai 74,4%. Data di atas menunjukkan bahwa cakupan
imunisasi campak di Propinsi Sumatera Utara masih cukup rendah bila dibandingkan
dengan propinsi lainnya yang rata-rata > 60%, bahkan ada beberapa propinsi yang
mencapai 90%, seperti di Yogyakarta dan Kepulauan Riau.
Agar program imunisasi berhasil maka Puskesmas juga memberikan
penyuluhan secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan
imunisasi. Dari penyuluhan tersebut diharapkan ada peningkatan partisipasi
masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi sehingga dapat memperluas dan
memperdalam pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Sehingga dalam usaha
mencapai target imunisasi diharapkan mereka lebih termobilisasi untuk berperan serta
dalam praktik mengimunisasikan anaknya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah tahun
2010, diperoleh laporan hasil cakupan imunisasi dari 7.985 sasaran bayi, diimunisai
BCG 6.256 (78,3%), Polio1 6.989 (87,5%), Polio2 6.464 (81,0%), Polio3 6.162
(77,2%), Poli4 7.260 (90,9%), Campak 5.355 (67,1%), HB-0 (0-7 hari) 2.641
(33,1%), DPT-HB-1 6.219 (77,9%), DPT-HB-2 5.883 (73,7%) dan DPT-HB-3 5.588
(70,0%). Dari angka cakupan ini terlihat bahwa rata-rata bayi diimunisasi lengkap
untuk masing-masing jenis imunisasi adalah sebesar 5.882 (73,7%), selebihnya tidak
lengkap mendapatkan imunisasi (Dinkes Tapanuli Tengah, 2011).
Sedangkan data imunisasi dari Wilayah Puskesmas Pandan tahun 2011,
diperoleh data hasil cakupan imunisasi bayi dari 243 sasaran bayi, diimunisai BCG
211 (42,79%), Polio1 183 (37,11%), Polio2 151 (30,62%), Polio3 125 (25,35%),
Poli4 202 (25,47%), Campak 205 (41,58%), HB-0 (0-7 hari) 185 (37,52%),
DPT-HB-1 DPT-HB-18DPT-HB-1 (36,7DPT-HB-1%), DPT-HB-2 DPT-HB-180 (36,5DPT-HB-1%) dan DPT-HB-3 DPT-HB-162 (32,86%). Dari angka
cakupan ini terlihat bahwa rata-rata bayi di imunisasi untuk masing-masing jenis
imunisasi masih dibawah angka nasional dan masih banyak yang tidak mendapatkan
Berdasarkan hasil observasi salah satu rendahnya cakupan imunisasi di
wilayah kerja Puskesmas Pandan adalah rendahnya dukungan keluarga dalam
pemberian imunisasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang perilaku ibu balita dan dukungan keluarga terhadap
pemanfaatan pelayanan imunisasi dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan
Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana Pengaruh Perilaku Ibu Balita dan Dukungan Keluarga dalam
Mendukung Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas
Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Perilaku Ibu Balita
dan Dukungan Keluarga dalam Mendukung Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar
di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013.
1.4Hipotesis
Adanya pengaruh perilaku ibu balita (pengetahuan, sikap dan tindakan) dan
dukungan keluarga (dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan
penilaian dan dukungan emosional terhadap pemanfaatan pelayanan imunisasi dasar
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah untuk meningkatkan cakupan imunisasi
di wilayah kerja Kabupaten Tapanuli Tengah.
2. Bagi Puskesmas Pandan untuk meningkatkan imunisasi di wilayah kerja