• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL - Determinan Faktor Risiko Dalam Terjadinya Persalinan Dengan Tindakan Di RSUP.H.Adam Malik Medan Dan RSUD.Dr.Pirngadi Medan Selama Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL - Determinan Faktor Risiko Dalam Terjadinya Persalinan Dengan Tindakan Di RSUP.H.Adam Malik Medan Dan RSUD.Dr.Pirngadi Medan Selama Tahun 2012"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BATASAN PERSALINAN ABNORMAL

Untuk dapat memahami apa yang dimaksud dengan persalinan abnormal maka harus dipahami terlebih dulu proses persalinan normal. Persalinan normal adalah peristiwa adanya kontraksi uterus yang disertai dengan kemajuan proses dilatasi dan pendataran serviks. 5

Persalinan normal adalah peristiwa lahirnya bayi hidup dan plasenta dari dalam uterus dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa mengunakan alat pertolongan pada usia kehamilan aterm dengan berat badan bayi 2500 gram atau lebih, dengan lama persalinan kurang dari 24 jam yang dibantu dengan kekuatan kontraksi uterus dan tenaga mengejan.5

Sedangkan menurut WHO, persalinan normal adalah peralinan yang dimulai secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir ), mempunyai resiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37-42 minggu, dan setelah persalinan ibu dan bayi berada dalam kondisi baik.6

Persalinan abnormal ( distosia ) adalah persalinan yang berjalan tidak normal. Seringkali pula disebut sebagai partus lama, partus tak maju , disfungsi persalinan atau disproporsi sepalo pelvik (CPD )7

(2)

umum terjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria primer. CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul sempit bisa terjadi pada pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umumnya kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan midlet, diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan dengan evaluasi ukuran kepala janin.1

Panggul sempit sebagai salah satu kendala dalam melahirkan secara normal karena menyebabkan persalinan macet yang insidensinya adalah 1-3% dari persalinan.2,3,4

Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum, ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tulang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur pada os parietalis.5,6

(3)

and Gynecologists (2003), kira-kira 60% seksio sesaria emergensi di Amerika Serikat dihubungkan dengan distosia7. Di Inggris insiden meningkat kurang dari 5% pada tahun 1973 menjadi 10% pada tahun 1986. Di Indonesia, angka seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan meningkat dari 20,4% pada tahun 1994 menjadi 34,83% pada tahun 1998. 8,9,10

(4)

Berdasarkan hasil penelitian oleh Friedman, persalinan dibagi menjadi 3 stadium:

1. Persalinan kala I , berawal sejak adanya kontraksi uterus yang teratur sampai dilatasi servik lengkap. Terbagi menjadi 2 fase : fase laten ( dilatasi sampai dengan 3 – 4 cm ) dan fase aktif ( dilatasi servik 4 cm sampai lengkap ). Fase aktif dibagi lagi menjadi 3 subfase yaitu fase akselerasi, fase dilatasi maksimal dan fase deselerasi.

2. Persalinan kala II, sejak dilatasi serviks lengkap sampai bayi lahir 3. Persalinan kala III, kala persalinan plasenta

2.2. INDIKASI PERSALINAN DENGAN TINDAKAN AKIBAT DISTOSIA

INDIKASI NULIPARA MULTIPARA

Fase Laten Memanjang > 20 jam > 14 jam

Kala II rata-rata 50 menit 20 menit

Kala II memanjang tanpa (dengan) anestesi epidural

> 2 jam (>3 jam) >1 jam (>2 jam)

Protracted dilation <1.2cm / jam <1.5cm/jam>

Protracted descent <1> <2>

Arrest of dilation* <2> <2>

Arrest of descent* <2> <1>

Kala II memanjang > 30 menit >30 menit

(5)

* Secara klinis kriteria kontraksi uterus yang adekuat :

1. Fundal dominan

2. Berlangsung 3 – 4 kali dalam waktu 10 menit 3. Masing-masing his berlangsung sekitar 40 detik 4. Terdapat fase relaksasi yang memadai\

5. Intensitas kontraksi normal ( ~ 200 MVU )

Diagnosis persalinan abnormal ditegakkan bila terdapat penyimpangan dari kurva persalinan yang normal. Perlu diingat bahwa : 7

1. Diagnosis persalinan abnormal yang terjadi pada fase laten sering disebabkan oleh kesalahan dalam menentukan saat inpartu.

2. Dewasa ini terdapat kontroversi mengenai aplikasi kurva persalinan Friedman. Secara umum, persalinan abnormal adalah merupakan akibat dari beberapa faktor berikut :7,8

1. Power ( kontraksi uterus ) ; pada kala I dan II, selain gangguan kontraksi uterus juga dapat disebabkan oleh gangguan kemampuan meneran.

2. Passage ( jalan lahir ) , jalan lahir keras ( tulang panggul ) atau jalan lahir lunak ( organ sekitar jalan lahir )

(6)

2.3. PATOFISIOLOGI

Fase laten memanjang dapat disebabkan akibat over sedasi atau menegakkan diagnosis inpartu terlampau dini dimana masih belum terdapat dilatasi dan pendataran serviks. Diagnosis adanya hambatan atau berhentinya kemajuan persalinan pada fase aktif lebih mudah diotegakkan dan umumnya disebabkan oleh faktor 3 P sebagai berikut: Power , komponen power, frekuensi kontraksi uterus mungkin memadai namun intensitas nya tidak memadai. Adanya gangguan hantaran saraf untuk terjadinya kontraksi uterus misalnya adanya jaringan parut pada bekas sectio caesar, miomektomi atau gangguan hantaran saraf lain dapat menyebabkan kontraksi uterus berlangsung secara tidak efektif. Apapun penyebabnya, gangguan ini akan menyebabkan kelainan kemajuan dilatasi dan pendataran sehingga keadaan ini seringkali disebut sebagai distosia fungsionalis. , Passage ( atau kapasitas panggul ) , kelainan pada kapasitas panggul (kelainan bentuk, luas pelvik ) dapat menyebabkan persalinan abnormal. Baik janin maupun kapasitas panggul dapat menyebabkan persalinan abnormal akibat adanya obstruksi mekanis sehingga seringkali dinamakan dengan distosia mekanis. Harus pula diingat bahwa selain tulang panggul , organ sekitar jalan lahir dapat pula menyebabkan hambatan persalinan ( soft tissue dystocia akibat vesica urinaria atau rektum yang penuh). Passanger (janin) , kelainan besar dan bentuk janin serta kelainan letak, presentasi dan posisi janin dapat menyebabkan hambatan kemajuan persalinan.

(7)

2.4. ANGKA KEJADIAN

Dari semua persalinan presentasi kepala, 8 – 11% akan mengalami gangguan pada persalinan kala I. Persalinan seksio sesarea atas indikasi distosia adalah sekitar 60%. 7,8,9

2.5. MORTALITAS DAN MORBIDITAS

Morbiditas dan mortalitas ibu dan anak meningkat pada kasus persalinan abnormal. Hal ini lebih merupakan akibat dari hubungan akibat-akibat dibandingkan hubungan sebab-akibat. Meskipun demikian, identifikasi persalinan abnormal dan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat akan menurunkan resiko tersebut. 9

2.6. ABNORMALITAS PERSALINAN KALA I FASE LATEN

Pemanjangan persalinan fase laten jarang sekali terjadi dan umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam menegakkan diagnosis inpartu.Diagnosis pemanjangan fase laten ditegakkan bila pada nulipara batas 20 jam atau pada multipara batas 14 jam dilampaui.

Etiologi :

1. Kontraksi uterus hipertonik

(8)

Identifikasi keadaan etiologi pemanjangan fase laten umumnya tidak sulit dan dapat dilakukan dengan melakukan palpasi untuk menentukan kualitas kontraksi uterus. Luaran persalinan untuk ibu dan anak umumnya baik. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan sebagai berikut:

• Tergantung pada etiologi

• Pemanjangan fase laten akibat pemberian sedasi atau analgesik yang

berlebihan dan terlampau dini akan berakhir setelah efek obat mereda

• Kontraksi uterus hipertonik diatasi dengan istirahat dan diberikan terapi sedatif

dan analgetik

• Kontraksi uterus hipotonik diatasi dengan akselerasi persalinan dengan infus

oksitosin.

2.7. JENIS-JENIS PERSALINAN

• Persalinan Normal

Persalinan spontan : Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir (pervaginam).

• Persalinan Abnormal

Persalinan buatan : Persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar (misalnya ekstraksi vakum dan ekstraksi forsep )

(9)

2.8. PERSALINAN DENGAN TINDAKAN

Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya penyulit. Sehingga persalinan dilakukan dengan memberikan tindakan menggunakan alat bantu. Persalinan tindakan dilakukan jika kelahiran spontan diduga berisiko lebih besar pada ibu atau anak daripada tindakannya.

Persalinan tindakan terdiri dari : 1.Persalinan tindakan pervaginam

Apabila persyaratan pervaginam tidak termenuhi. Persalinan tindakan pervaginam meliputi : ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih hidup dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.

2.Persalinan tindakan perabdominam

(10)

PERSALINAN DENGAN EKSTRAKSI VAKUM.

Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan bantuan alat ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang dibuat dari baja atau sebuah plastik yang fleksibel lentur.

Persalinan vaginal operatif mengacu pada penerapan baik forceps atau alat vakum untuk membantu ibu dalam mempengaruhi persalinan pervaginam janin. Insiden persalinan pervaginam operatif di Amerika Serikat saat ini diperkirakan sekitar 5%, atau sekitar 1 dari 20 kelahiran,meskipun ada perbedaan geografis yang luas di tingkat persalinan pervaginam operatif di country. Tingkat terendah dari persalinan pervaginam instrumental (? 5%) adalah terlihat di timur laut dan tingkat tertinggi (20% -25%) berada di South. 15

SEJARAH EKSTRAKSI VAKUM

(11)

Eropa dalam bentuk yang bermacam-macam. Bentuk ekstraktor vakum yang bermacam-macam ini ternyata kurang popular dalam pemakaiannya, karena banyak hambatan-hambatan teknik. Akhirnya pada tahun 1952-1956 Tage Malmstrom dari Gothenburg, Swedia menciptakan ekstraktor vakum yang setelah mengalami percobaan-percobaan dan modifikasi dalam bentuknya, sejak tahun 1956 menjadi sangat popular dipakai sampai saat ini.16

BENTUK DAN BAGIAN-BAGIAN EKSTRAKTOR VAKUM 1.Mangkuk(cup)

Bagian yang dipakai untuk membuat kaput subsedeneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala diekstraksi. Diameter mangkuk: 3,4,5,6 cm. Pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk tanda letak denominator/

2.Botol

Tempat membuat tenaga negative(vakum). Pada tutup botol terdapat manometer, saluran menuju kepompa penghisap, dan saluran menuju ke mangkok yang dilengkapi dengan pentil.

3.Karet penghubung

4.Rantai penghubung antara mangkok dan pemegang 5.Pemegang

(12)

INDIKASI EKSTRAKSI VAKUM Ibu

1.Untuk memperpendek kala II : a. Penyakit jantung kompensata b. Penyakit paru-paru fibrotic c. Hipertensi

2.Waktu

Kala II memanjang

Janin Gawat janin

KONTRA INDIKASI Ibu

1.Ruptura uteri membakat

2.Pada penyaki-penyaki di mana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan misalnya penyakit payah jantung, Pre eklampsia berat.

Janin

1.Letak muka

(13)

SYARAT EKSTRAKSI VAKUM

1.Syarat-syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstraksi cunam, hanya disini syarat lebih luas, yaitu :

- Pembukaan lengkap

- Penurunan kepala janin di hodge III +

2.Harus ada kontraksi rahim dan ada tenaga mengejan.16

PERSALINAN PRE ABDOMINAL ATAU SEKSIO SESARIA

(14)

INDIKASI SEKSIO SESARIA

Seksio sesaria dapat dibagi ke dalam kategori elektif, darurat terencana, darurat yang tidak terencana dan kategori peri mortem serta post mortem untuk memudahkan audit. Komplikasi dan mortalitas yang jelas prosedur bedah harus dibedakan dari akibat adanya komplikasi obstetri dan masalah medis ibu.16

Seksio sesaria dilakukan untuk;

1. Mengatasi disproporsi sefalo pelvic dan aktifitas uterud yang abnormal 2. Mempercepat pelahiran untuk keselamatan ibu dan janin

3. Mengurangi trauma janin pada ibu ( misalnya presentasi bokong premature kecil ) dan infeksi janin ( misalnya risiko tertular infeksi herpetic atau HIV )

4. Mengurangi risiko pada ibu ( misalnya gangguan jantung tertentu , lesi intracranial atau keganasan pada serviks ) Memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginan.16

Determinan Hasil

(15)

Determinan Antara Status kesehatan ibu

Status kesehatan ibu yang berpengaruh terhadap kejadian kematian ibu meliputi status gizi, anemia, penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan persalinan sebelumnya.30

Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap lingkar lenganatas (LILA).Pengukuran LILA bertujuan untuk mendeteksi apakah ibu hamiltermasuk kategori kurang energi kronis (KEK) atau tidak.Ibu dengan status giziburuk memiliki risiko untuk terjadinya perdarahan dan infeksi pada masa nifas.Keadaan kurang gizisebelumdanselama kehamilan memberikan kontribusi terhadaprendahnya kesehatan maternal,masalah dalam persalinan dan masalah pada bayi yangdilahirkan.Berdasarkandata Susenas tahun 2000 dan sensus penduduk tahun 2000,prevalensi ibu yangmenderita KEK (LILA ibu < 23,5 cm) adalah 25%. Risiko KEK pada ibuhamil lebihbanyak ditemukan di pedesaan (40%) daripada di perkotaan (26%) dan lebih banyakdijumpai pada kelompok usia ibu di bawah 20 tahun (68%).

(16)

kehamilan.Anemia defisiensi besi merupakan 95% penyebab anemia selama kehamilan.,27,21,30

Kurang lebih 50% dari seluruh ibu hamil di seluruh dunia menderita anemia.Wanitayang menderita anemia berat akan lebih rentan terhadap infeksi selama kehamilandan persalinan, akan meningkatkan risiko kematian akibat perdarahan dan akanmemiliki risiko terjadinya komplikasi operatif bila dibutuhkan persalinan denganseksio sesaria.27Anemia ibu hamil di Indonesia masih merupakan masalah nasionalkarena anemia mencerminkannilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat danpengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.Dari Studi FollowUp Ibu Hamil, SKRT 2001 ditemukan prevalensi ibu hamil dengan kadar Hb rendah(< 11,0 gram/ dl, WHO 2000) sebesar 40,1% dan diantaranya 0,3% memiliki kadarHb < 7,0 gram/ dl. Anemia lebih banyak ditemukan pada ibu hamil di pedesaan(42%) daripada di perkotaan (38%).Menurut Soejoenoes, anemia memberikan risiko relatif 15,3 kali untuk

(17)

Penyakit jantung merupakan penyebab non obstetrik penting yang menyebabkan kematian maternal, dan terjadi pada 0,4 – 4% kehamilan. Angka kematian maternal bervariasi dari 0,4% pada pasien – pasien dengan klasifikasi New York HeartAssociation (NYHA) I dan II dan 6,8% atau lebih pada pasien dengan NYHA III danIV. Keadaan ini disebabkan oleh adanya peningkatan beban hemodinamik selama kehamilan dan persalinan, yang akan memperberat gejala dan mempercepat terjadinya komplikasi pada wanita yang sebelumnya telah menderita penyakit jantung.26 Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit jantung tergantung dariberatnya penyakit, usia penderita dan penyulit – penyulit lain yang tidak berasal dari jantung.31

Status reproduksi

Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu adalah usia ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status perkawinan ibu.20

a. Terlalu Tua

(18)

tahun bila dibanding wanita yang hamil pada usia 20–24 tahun.Usia kehamilan yang paling aman untuk melahirkan adalah usia 20 – 30 tahun.20,23,26

b. Terlalu Muda

Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan melahirkan (Kemenkes RI, 1994). Wanita yang melahirkan pada usia 14 tahun mengalami resiko kematian saat melahirkan sebesar 5 sampai 7 kali. Sedangkan wanita yang melahirkan pada usia antara 15 sampai 19 tahunmengalami risiko kematian saat melahirkan sebesar 2 kali lipat.Tingginya tingkat kematian tersebut disebabkan oleh preeklampsi, perdarahan post partum, sepsis, infeksi HIV dan malaria (Nour,2009). Kekurangan akses ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan perawatan kehamilan dan persalinan merupakan penyebab yang penting bagi terjadinya kematian maternal di usia muda.Keadaan ini diperburuk oleh kemiskinan dan buta huruf, ketidaksetaraan kedudukan antara pria dan wanita, pernikahan usia muda dan kehamilan yang tidak diinginkan.20,23,26

c. Terlalu Sering

(19)

secara medis maupun secara mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan .24,20,21

d. Terlalu Dekat

Jarak antar kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian maternal (Kemenkes RI, 2004).Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan merupakan kelompok resiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes RI, 2004). Penelitian yang dilakukandi tiga rumah sakit di Bangkok memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan kurang dari dua tahun memiliki resikodua setengah kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan wanita yang memiliki jarak kehamilan lebih lama 24,20,21

Akses terhadap pelayanan kesehatan

(20)

Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan

Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi perilaku penggunaan alat kontrasepsi. Ibu yang mengikuti program keluarga berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan ibu yang tidak mengikuti program Keluarga Berencana. Demikian juga perilaku pemeriksaaan tenatal, ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya.24

Termasuk juga dalam hal ini adalah penolong persalinan, ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dan kesakitan dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat persalinan, persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat apabila sewaktu-waktu dibutuhkan .25,28

Determinan jauh

Meskipun determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, keagamaan dan faktor– faktor lain juga perlu dipertimbangkan dan di satukan dalam pelaksanaan intervensi penanganan kematian ibu.19.21

(21)

menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya terutama dalam hal kegawat-daruratan kehamilan dan persalinan. Ibu–ibu terutama di daerah pedesaan dengan pendidikan rendah, tingkat independensinya untuk mengambil keputusanpun rendah dan berdasarkan pada budaya ‘berunding’ yang berakibat pada keterlambatan merujuk. Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat pada upaya kesehatan.Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri (Kemenkes RI,2004).

20.21

KOMPLIKASI KEHAMILAN PRE-EKLAMPSIA / EKLAMPSIA

(22)

Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-pre-eklampsia berat, pre-eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.32

PERDARAHAN

Sebab–sebab perdarahan yang berperan penting dalam menyebabkan kematian maternal selama kehamilan adalah perdarahan, baik yang terjadi pada usia kehamilan muda / trimester pertama, yaitu perdarahan karena abortus (termasuk di dalamnyaadalah abortus provokatus karena kehamilan yang tidak diinginkan) dan perdarahan karena kehamilan ektopik terganggu (KET), maupun perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut akibat perdarahan antepartum.Penyebab perdarahan antepartum pada umumnya adalah plasenta previa dan solusio plasenta.33

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

(23)

eritrosit ke dalam sirkulasi ibu paling besar selama trimester kedua. Menjelang akhir kehamilan, ekspansi plasma pada hakikatnya berhenti, sementara masa hemoglobin semakin bertambah.

(24)

2.8.Kerangka Teori

2. sumber daya masyarakat

(25)

2.9. Kerangka Konsep Faktor Risiko Ibu Hamil:

(3) Determinan Hasil

yang meliputi: jenis (1) Determinan Jauh

yang meliputi:

pendidikan ibu dan

pekerjaan suami

(2) Determinan Antara

yang meliputi: usia ibu,

paritas, tempat tinggal,

status rujukan, jumlah

kunjungan antenatal

care (ANC), jarak

kehamilan dan riwayat

Referensi

Dokumen terkait

• Jika Demand (D) diperuntukkan untuk satu produk atau kumpulan dari kuantitas (Q) yang diminta dengan harga bervariasi, dan mempunyai hubungan terbalik antara

` Prinsip kerja pemanas air energi surya jenis pelat datar adalah sebagai berikut : energi surya memanasi kolektor sehingga air dalam pipa kolektor menjadi panas, air yang panas ini

Keahlian sumber daya manusia untuk menguasai sesuatu yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah faktor yang sangat penting yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia tersebut..

Gambaran Nilai Murni (NIM) Siswa Kelas V S D Untuk Setiap Areal yang Terambil Sebagai Kelas Eksperimen dan Sebagai Kelas Kontral...=...30?. Gambaran Siswa Yang Terpilih Untuk

pengolahan data terlihat model logika fuzzy bekerja dengan menggunakan derajat keanggotaan dari sebuah nilai, kemudian digunakan untuk menentukan hasil yang

Pendidikan Agama Kristen adalah kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama dengan mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah

Kemudian muncul inisiatif baru dalam mengembangkan kegiatan ekonomi yaitu dengan memberdayakan para mustahik untuk bangkit dan beraktifitas dalam usaha kecil, maka

Perangkat Ajar Materi Vegetatif Buatan Pada Tumbuhan Di SMA Negeri 9 Kota Bengkulu Menggunakan 3DS MAX.. Bengkulu, Universitas