TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi
Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk
memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari
permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya tertuju
untuk penyediaan air, tetapi juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di
daerah-daerah yang kelebihan air dengan maksud mencegah peluapan air dan
kerusakan tanah. Dengan demikian pengaturan irigasi (pengaturan air) akan
menjangkau beberapa teknis sebagai berikut :
1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.
2. Penyaluran air irigasi dari sumbernya ke daerah atau lahan usaha tani.
3. Pembagian dan pemberian air di daerah atau lahan usaha tani.
4. Pengaliran dan pembuangan air yang melimpah dari daerah pertanian.
(Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994).
Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan
produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi. Keberlanjutan sistem irigasi ditentukan oleh :
a. Keandalan air irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan membangun waduk,
waduk lapangan, bendungan, bendung, pompa dan jaringan drainase yang
b. Keandalan prasarana irigasi yang diwujudkan melalui kegiatan peningkatan
dan pengelolaan jaringan irigasi yang meliputi operasi, pemeliharaan dan
rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi;
c. Meningkatnya pendapatan masyarakat petani dari usaha tani yang diwujudkan
melalui kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang
mendorong keterpaduan dengan kegiatan diversifikasi dan modernisasi usaha
tani
(Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006).
Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan
air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Sistem irigasi permukaan (surface irrigation system).
2. Sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system).
3. Sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system).
4. Sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation/ drip irrigation system).
Sebagian besar sumber air untuk irigasi adalah air permukaan yang berasal
dari air hujan dan pencairan salju. Air ini secara alami mengalir di sungai-sungai,
yang membawanya ke laut. Jika dimanfaatkan untuk irigasi, sungai dibendung dan
dialirkan melalui saluran-saluran buatan ke daerah pertanian, atau air terlebih
dahulu ditampung di dalam waduk yang selanjutnya dialirkan secara teratur
melalui jaringan irigasi ke daerah pertanian (Hakim, dkk., 1986).
Sistem irigasi dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu : prasarana fisik,
produktivitas tanam, sarana penunjang, organisasi personalia, dokumentasi, dan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Bangunan irigasi mengalami penurunan
Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam
upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pertanian. Dalam kaitan
tersebut jaringan irigasi sangat membantu dalam mengatur tata air dan kebutuhan
bagi petani untuk pengairan areal persawahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan taraf hidup dan perekonomian penduduk. Pembangunan saluran
irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan,
sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada
jauh dari sumber air. Hal ini tidak lepas dari kondisi saluran irigasi yang baik dan
pemeliharaan yang baik dan benar (Sidra, 2012).
Prasarana jaringan irigasi merupakan inti dari kegiatan irigasi. Keandalan
prasarana jaringan irigasi dicirikan dengan proses penyadapan, pengaliran,
pembagian dan pemberian ke daerah layanan dapat efektif dan efisien tanpa
mengenal cara dan waktu. Cara dan waktu pemberian air tergantung kepada
pengelola jaringan berdasar pola dan tata tanam. Kerusakan jaringan irigasi akan
mengakibatkan gangguan terhadap fungsi pelayanan sehingga air irigasi tidak
sepenuhnya dapat diberikan ke daerah layanan. Kerusakan ringan didefinisikan
sebagai gangguan fisik bangunan tetapi tidak mengganggu proses penyadapan,
pengaliran, pembagian dan pemberian air irigasi ke daerah layanan. Kerusakan
sedang dapat mengganggu proses pemberian yang tidak sesuai dengan permintaan
dan kerusakan berat dicirikan dengan air irigasi tidak dapat diterima daerah
Kinerja Jaringan Irigasi
Kinerja jaringan irigasi tergantung pada beberapa faktor. Faktor pengaruh
tersebut berupa faktor non fisik (pengelola dan ketersediaan biaya operasi dan
pemeliharaan) dan fisik (ketersediaan air dan prasarana jaringan). Penilaian
terhadap kinerja jaringan irigasi dilakukan dengan wawancara terhadap pengelola
dan analisis biaya satuan operasi dan pemeliharaan (faktor non fisik) dan evaluasi
kondisi prasarana jaringan irigasi (fisik, termasuk ketersediaan air) dengan
panduan penerapan pola dan tata tanam secara konsisten (Nurrochmad, 2007).
Langkah-langkah mempertahankan keberlanjutan kinerja sistem irigasi
ditempuh dengan mengikuti prioritas kegiatan sebagai berikut : peningkatan
kinerja operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, dan pembangunan baru yang
pelaksanaannya didasarkan kepada kebutuhan petani atau masyarakat. Dalam hal
melakukan audit kelembagaan, keuangan, dan teknis pelaksanaan pengelolaan
irigasi, pemerintah daerah didampingi perkumpulan petani pemakai air melakukan
penelusuran jaringan irigasi dan pengawasan kinerja jaringan irigasi
(Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006).
Setiap komponen indikator kinerja sistem irigasi memiliki rentang nilai 1
hingga 4. Komponen-komponen indikator kinerja sistem irigasi dapat dilihat pada
Tabel 1. Komponen indikator yang telah diketahui nilai atau skornya, dikalikan
dengan bobotnya, kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah nilai total
komponen-komponen indikator dengan rentang nilai 1 hingga 4. Setelah itu
ditentukan kriteria kinerja sistem irigasi berdasarkan Tabel 2. Secara sederhana
perhitungan jumlah nilai total komponen-komponen indikator kinerja sistem
Σ I = I1 x B1 + I2 xB2 … … + In x Bn……… (1)
dimana :
I = Jumlah nilai total komponen indikator kinerja sistem irigasi
I = Nilai komponen indikator
B = Bobot indikator (%)
(Setyawan, dkk., 2011).
Tabel 1. Bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
Sumber : Setyawan, dkk., 2011. Komponen
Terlambat Tepat Sangat
Setelah bobot penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
diketahui, maka dapat dianalisis kriteria kinerja operasi dan pemeliharaan sistem
irigasi, dengan menggunakan Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria O & P sistem irigasi
No Jumlah Skor Kriteria
1. 3 – 4 Sangat Baik
2. 2 – 2,9 Baik
3. 1 – 1,9 Sedang
4. < 1 Buruk
Sumber : Setyawan, dkk., 2011.
Kinerja Operasi dan Pemeliharaan Sistem Irigasi
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah kegiatan pengaturan air
dan jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian,
penggunaan dan pembuangannya, termasuk usaha mempertahankan kondisi
jaringan irigasi agar tetap berfungsi dengan baik. Kinerja operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi dikelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A).
Operasi jaringan irigasi merupakan upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya agar air irigasi dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien dan
merata melalui kegiatan membuka dan menutup pintu bangunan-bangunan
pengatur, menyusun Rencana Tata Tanam (RTT), menyusun sistem golongan,
menyusun Rencana Pembagian Air (RPA), melaksanakan kalibrasi pintu atau
bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi serta menghitung
debit andalan atau debit yang diharapkan selalu tersedia sepanjang tahun dengan
resiko kegagalan yang diperhitungkan sekecil mungkin. Sementara pemeliharaan
jaringan irigasi adalah kegiatan untuk menjaga agar jaringan irigasi berfungsi
Metode kerja operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dibagi ke dalam
dua kegiatan yaitu kegiatan operasi jaringan irigasi dan kegiatan pemeliharaan
jaringan irigasi yang keduanya saling berkaitan dan saling menunjang dalam
pelaksanaan di lapangan. Dimana kegiatan operasi jaringan irigasi meliputi :
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Sedangkan kegiatan
pemeliharaan jaringan irigasi meliputi : data pendukung kegiatan pemeliharaan
jaringan irigasi, jenis-jenis pemeliharaan jaringan irigasi, pengamanan jaringan
irigasi, pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, penanggulangan atau perbaikan
darurat dan peran serta P3A dalam pemeliharaan jaringan irigasi.
Pada sebagian besar negara berkembang, sering dijumpai problem berupa
terbatasnya atau tidak cukupnya dana yang tersedia untuk operasi dan
pemeliharaan (O & P) jaringan irigasi. Problem lain yang juga berpengaruh antara
lain : ketidakefisiensian pengunaan air, kekurangtepatan (improper) pelaksanaan
Rencana Tata Tanam (RTT), iklim (kekeringan dan banjir), problem sosial dan
politik. Umumnya desain dan konstruksi jaringan irigasi telah disiapkan dengan
baik, tetapi hanya sedikit perhatiannya pada aspek operasi dan pemeliharaan.
Penyebab buruknya pelaksanaan operasi jaringan irigasi, dikelompokkan menjadi
tiga hal berikut :
a. Lemahnya keterampilan teknik dalam penyiapan rencana, pelaksanaan dan
monitoring pelaksanaan operasi.
b. Cacat teknik; karena kegagalan desain, buruknya konstruksi atau tidak
adanya pemeliharaan jaringan irigasi secara berkelanjutan.
c. Lemahnya organisasi O & P.
Komponen, kriteria dan kategori penilaian kinerja Operasi dan
Pemeliharaan ( O & P) Irigasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komponen penilaian kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
Komponen Penilaian Kriteria Penilaian Kategori Penilaian
Kinerja fungsional
Infrastruktur jaringan irigasi
Kondisi Fisik Infrastruktur Baik, Rusak Sedang, Rusak
Berat
Kondisi Fungsional
Infrastruktur
Baik, Terganggu Ringan,
Terganggu Berat
Kinerja Pelayanan Air Tingkat Kecukupan Air Berlebih, cukup, kurang
Tingkat Ketepatan
Pemberian Air
Tepat, kadang terlambat,
Sering Terlambat
Kinerja Kelembagaan
Pemerintah Manajemen Kelembagaan Baik, Cukup, Kurang
Ketersediaan Dana Berlebih, cukup, kurang
SDM Berlebih, cukup, kurang
Kinerja Kelembagaan Petani
Struktur Kelembagaan
(AD/ART, anggota,
Program Kerja), Prasarana (fasilitas dan dana) dan keaktifan anggota
Baik, Cukup, Kurang
Sumber : Setyawan, dkk., 2011.
Untuk menilai kinerja operasi dan penialaian kinerja operasi dan
pemeliharaan sistem irigasi, maka perlu diketahui bobot penilaian kinerja operasi
dan pemeliharaan sisten irigasi untuk setiap kriteria penilaian. Bobot penilaian
operasi dan pemeliharaan kinerja sistem irigasi, dapat dilihat pada Tabel 1.
Kinerja Fungsional Infrastruktur Jaringan Irigasi
Infrastruktur dan sarana merupakan salah satu faktor penting dalam proses
usaha tani, diantaranya infrastruktur irigasi. Infrastruktur irigasi sangat
menentukan ketersediaan air yang berdampak langsung terhadap kualitas dan
kuantitas tanaman khususnya padi. Pemberian air irigasi dari hulu (upstream)
memadai. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa : bendungan, bendung,
saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran
tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT). Rusaknya salah satu
bangunan-bangunan irigasi akan mempengaruhi kinerja sistem yang ada, sehingga
mengakibatkan efisiensi dan efektivitas irigasi menurun
(Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).
Indikator kinerja fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat meliputi :
kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dan kondisi fungsional infrastruktur
jaringan irigasi.
Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi
Kinerja suatu sistem irigasi sangat ditentukan oleh eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan serta pengolahan air. Di samping itu kinerja jaringan irigasi
banyak dipengaruhi oleh kondisi dan karakteristik fisik jaringannya. Kondisi fisik
dinyatakan sifat bangunan (sementara permanen) dan penampilan (kinerja) dalam
memenuhi fungsinya. Sedangkan karakteristik fisik jaringan dinyatakan dalam
beberapa tolak ukur yang sudah ditentukan, seperti standar yang telah dikeluarkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum tentang kriteria jaringan irigasi yang meliputi
petak tersier (50-100 ha), panjang saluran maksimum saluran tersier (< 1500 m),
dan kriteria yang berhubungan dengan spesifikasi bangunan. Karakteristik fisik
jaringan irigasi digambarkan dengan dua kriteria, yaitu berdasarkan kerapatan
saluran dan bangunan serta kerumitan jaringan (Salehudin, 2013).
Kondisi fisik jaringan irigasi menyangkut jumlah, dimensi, jenis dan
kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat diklasifikasikan seperti yang
terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi kondisi fisik jaringan irigasi
No. Tingkat Kerusakan Jaringan Klasifikasi Keterangan
1. < 10 % Kondisi Baik Pemeliharaan rutin
2. 10 - 20 % Kondisi Rusak Ringan Pemeliharaan berkala
3. 21 - 40 % Kondisi Rusak Sedang Pemeliharaan berat
4. >40 % Kondisi Rusak Berat Rehabilitasi
Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007.
Sedangkan untuk kriteria kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi
No. Kondisi Fisik Infrastruktur Kriteria
1. Tingkat kerusakan < 10 % Sangat Baik
2. Tingkat kerusakan 10% - 20 % Baik
3. Tingkat kerusakan 21% - 40 % Buruk
4. Tingkat kerusakan > 40 % Sangat Buruk
Sumber : Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007.
Penilaian kondisi fisik infrastruktur dapat diketahui dengan cara berikut :
- Indikator bangunan utama (Bu) : Mercu bendung, penguras, intake dan kantong
lumpur yang berfungsi baik (Buf) atau jumlah total bangunan utama (But)
kemudian dikali bobotnya.
Atau : Bu = Buf
But x bobot ………...………(2)
Bangunan utama terdiri dari : bendung, bendungan, free intake ataupun pompa.
- Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) atau panjang
saluran total (St) kemudian dikali dengan bobotnya.
Atau : Is = Sf
St x bobot ………...………(3)
- Indikator bangunan (Ib) : Jumlah bangunan yang berfungsi baik (Bf) atau jumlah
bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.
Atau : Ib = Bf
Bt x bobot ………...………(4)
Bangunan yang dimaksud ialah mencakup bangunan-bangunan yang menunjang
kegiatan irigasi di suatu daerah irigasi. Bangunan-bangunan tersebut dapat berupa
: bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan talang, siphon, gorong-gorong,
jembatan dan lain sebagainya (Mansoer, 2013).
Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase
kondisi fisik infrastruktur dengan rumus :
Kondisi fisik infrastruktur = Bu + Is + Ib ………...………(5)
Bobot indikator untuk menentukan kriteria kondisi fisik jaringan irigasi,
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Bobot indikator kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi
No. Indikator Bobot (%)
1. Bangunan Utama 38.65
2. Saluran Pembawa 31.65
3. Bangunan pada Saluran 29.65
Sumber : Mansoer (2013).
Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi
Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi erat kaitannya terhadap
kondisi fisik infrastruktur jaringan irigasi. Jika kondisi fisik infrastruktur baik,
maka hampir dapat dipastikan kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasinya
juga demikian. Penilaian kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi dapat
dilakukan dengan cara berikut :
- Indikator saluran irigasi (Is) : panjang saluran berfungsi baik (Sf) atau panjang
Atau : Is = Sf
St x 100% ………...………(6)
- Indikator bangunan irigasi (Ib) : Jumlah bangunan irigasi yang berfungsi baik
(Bf) atau jumlah bangunan total (Bt) kemudian dikali dengan bobotnya.
Atau : Ib = Bf
Bt x 100% ………...………(7)
Setelah nilai masing-masing indikator diketahui, maka dihitung persentase
kondisi fisik infrastruktur dengan rumus :
Kondisi fungsional infrastruktur = Is+Ib
2 ……….…....(8)
Kriteria kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi, seperti yang
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kondisi fungsional infrastruktur jaringan irigasi
No. Kondisi Fungsional Infrastruktur Kriteria
1. Tingkat kerusakan fungsional jaringan < 10 % Sangat Baik
2. Tingkat kerusakan fungsional jaringan 10% - 20 % Baik
3. Tingkat kerusakan fungsional jaringan 21% - 40 % Buruk
4. Tingkat kerusakan fungsional jaringan > 40 % Sangat Buruk
Sumber : Mansoer (2013).
Setelah suatu aset irigasi selesai dibangun terjadilah proses kerusakan
yang semakin lama semakin banyak sehingga dapat disebut kondisi merupakan
fungsi umurnya. Demikian pula halnya dengan fungsi suatu aset, namun tidak
selalu penurunan kondisi paralel dengan penurunan fungsi. Kondisi fisik jaringan
irigasi dinilai berdasarkan tingkat kerusakan dibandingkan dengan kondisi awal.
Fungsi fisik jaringan irigasi dinilai berdasarkan kemampuan mengalirkan air
dibandingkan dengan kapasitas rencana. Jaringan irigasi yang kondisinya baik dan
rusak ringan ditangani melalui kegiatan pemeliharaan. Sedangkan yang
perlu dilakukan perbaikan berat atau penggantian sesuai dengan daftar skala
prioritas (Peraturan Menteri No. 13 Tahun 2012).
Kinerja Pelayanan Air
Rencana penyediaan air tahunan dibuat oleh instansi teknis tingkat
kabupaten atau tingkat provinsi sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
ketersediaan air (debit andalan) dan mempertimbangkan usulan rencana tata
tanam dan rencana kebutuhan air tahunan, kondisi hidroklimatologi
(Sebayang, 2014).
Indikator kinerja pelayanan air dapat meliputi : tingkat kecukupan air dan
tingkat ketepatan pemberian air.
Tingkat kecukupan air
Tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu sumber air
untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu. Pada areal beririgasi,
lahan dapat ditanami padi tiga kali dalam setahun, tetapi pada sawah tadah hujan
harus dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija. Pergiliran tanaman ini juga
dilakukan pada lahan beririgasi. Biasanya setelah satu tahun menanam padi,
untuk meningkatkan produktivitas lahan, seringkali dilakukan tumpang sari
dengan tanaman semusim lainnya, misalnya padi gogo dengan jagung atau padi
gogo di antara ubi kayu dan kacang tanah. Pada pertanaman padi sawah, tanaman
tumpang sari ditanam di pematang sawah, biasanya berupa kacang-kacangan
Tingkat kecukupan air dapat diketahui dengan cara berikut ini : jika dalam
satu tahun pada suatu areal sawah tertentu dapat ditanami padi tiga kali dan air
yang dialirkan memadai, maka tingkat kecukupan airnya dapat dikategorikan
sangat cukup, jika areal sawah dapat ditanami dua kali, maka tingkat kecukupan
airnya dapat dikategorikan cukup. Jika areal sawah hanya dapat ditanami padi satu
kali dalam setahun meskipun air yang dialirkan sangat memadai, tingkat
kecukupan airnya dapat dikategorikan kurang dan jika suatu areal sawah hanya
dapat satu kali ditanami padi dalam satu tahun serta air yang dialirkan tidak
memadai, maka tingkat kecukupan air pada suatu daerah irigasi dapat
dikategorikan sangat kurang (Sebayang, 2014).
Tingkat ketepatan pemberian air
Tingkat ketepatan pemberian air erat kaitannya terhadap tingkat
kecukupan air. Jika tingkat kecukupan air ditandai dengan kemampuan suatu
sumber air untuk memenuhi kebutuhan air untuk keperluan tertentu, maka tingkat
ketepatan pemberian air dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi untuk
menyatakan kesesuaian waktu pemberian air sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati bersama.
Tingkat ketepatan pemberian air dapat dianalisis dengan cara berikut ini.
Jika pemberian air telah sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama,
maka tingkat ketepatan pemberian airnya dapat dikategorikan sangat tepat. Jika
jadwal pemberian air terlambat beberapa jam dari jadwal yang telah disepakati
bersama, maka tingkat ketepatan pemberian airnya masih dapat dikategorikan
tepat. Jika jadwal pemberian air terlambat lebih dari satu hari, maka tingkat
airnya terlambat hingga lebih dari tiga hari, maka tingkat ketepatan pemberian
dikategorikan sangat terlambat (Sebayang, 2014).
Kinerja Kelembagaan Pemerintah
Indikator kelembagaan pemerintah dapat meliputi : manajemen
kelembagaan, ketersediaan dana dan sumber daya manusia (SDM).
Manajemen kelembagaan
Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun
pemerintah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi. Kelembagaan Pengelolaan
Irigasi (KPI), meliputi instansi Pemerintah Daerah yang membidangi irigasi,
Perkumpulan Petani Pemakai Air, dan Komisi Irigasi, dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi sesuai dengan kewenangannya. Perkumpulan Petani
Pemakai Air sebagai bagian dari kelembagaan pengelolaan irigasi dibentuk dari
dan oleh masyarakat petani secara demokratis
(Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai No. 34 Tahun 2008).
Tugas pokok dan fungsi petugas dalam kegiatan operasi yang berada di
lapangan.
a. Kepala ranting/ pengamat/ Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/ cabang
dinas/ korwil
Mempersiapkan penyusunan Rencana Tata Tanam Global (RTTG)
dan Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) sesuai usulan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai
Rapat di kantor ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil setiap
minggu untuk mengetahui permasalahan operasi, hadir para mantri/
juru pengairan, Petugas Pintu Air (PPA), Petugas Operasi Bendung
(POB) serta P3A/ GP3A/ IP3A.
Menghadiri rapat di kecamatan dan Dinas PSDA kabupaten.
Membina P3A/ GP3A/ IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan
operasi.
Membantu proses pengajuan bantuan biaya operasi yang diajukan
P3A/ GP3A/ IP3A.
Membuat laporan kegiatan operasi ke dinas.
b. Petugas mantri/ juru pengairan
Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil
untuk tugas- tugas yang berkaitan dengan operasi.
Melaksanakan instruksi dari ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/
korwil tentang pemberian air pada tiap bangunan pengatur.
Memberi instruksi kepada PPA untuk mengatur pintu air sesuai debit
yang ditetapkan.
Memberi saran kepada petani tentang awal tanam dan jenis tanaman.
Pengaturan giliran.
Mengisi papan operasi/ eksploitasi.
Membuat laporan operasi.
Pengumpulan data debit.
Pengumpulan data tanaman dan kerusakan tanaman.
Menyusun data mutasi baku sawah (sesuai kebutuhan daerah).
Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam.
Melaporkan kejadian banjir kepada ranting/ pengamat.
Melaporkan jika terjadi kekurangan air yang kritis kepada pengamat.
c. Staf ranting/ pengamat/UPTD/ cabang dinas/ korwil
Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil
dalam pelaksanaan operasi jaringan irigasi.
d. Petugas Operasi Bendung (POB)
Melaksanakan pengaturan pintu penguras bendung terhadap banjir
yang datang.
Melaksanakan pengurasan kantong lumpur.
Membuka dan menutup pintu pengambilan utama, sesuai debit dan
jadwal yang direncanakan.
Mencatat besarnya debit yang mengalir atau masuk ke saluran induk
pada blangko operasi.
Mencatat elevasi muka air banjir.
e. Petugas Pintu Air (PPA)
Membuka dan menutup pintu air sehingga debit air yang mengalir
sesuai dengan perintah juru/ mantri pengairan.
(Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).
Manajemen kelembagaan dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila
kepala ranting, petugas mantri, staf ranting, POB dan PPA tersedia dalam suatu
sistem irigasi maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan sangat baik,
kelembagaan irigasi tersebut baik. Jika dua dari lima kategori petugas di atas tidak
tersedia, maka manajemen kelembagaannya dapat dikategorikan buruk dan jika
lebih dari dua kategori petugas tidak tersedia dalam suatu sistem irigasi, maka
dapat dikategorikan manajemen kelembagaannya sangat buruk (Sebayang, 2014).
Ketersediaan dana
Tujuan penyediaan dana pengelolaan irigasi kabupaten atau kota adalah
untuk :
a. menyediakan dana bagi pengelolaan irigasi yang mencukupi dan tepat
waktu bagi pengelolaan irigasi di tingkat kabupaten atau kota;
b. meningkatkan partisipasi, kemandirian, dan tanggung jawab petani
anggota P3A/ GP3A/ IP3A dalam penyediaan dana pengelolaan irigasi;
c. meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi penggunaan dana
pengelolaan irigasi;
d. meningkatkan kerjasama pembiayaan pengelolaan irigasi antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, pihak lain, dan P3A/ GP3A/ IP3A guna
mewujudkan terselenggaranya pengelolaan jaringan irigasi secara optimal
dan berkelanjutan; serta
e. menyederhanakan tata cara pengajuan, penyaluran dan
pertanggungjawaban dana pengelolaan irigasi oleh P3A/ GP3A/ IP3A
(Keputusan Menteri Keuangan No. 298 Tahun 2003).
Ketersediaan dana dapat diketahui melalui rencana anggaran biaya yang
dihitung berdasarkan perhitungan volume dan harga satuan yang sesuai dengan
standar yang berlaku di wilayah setempat. Sumber-sumber pembiayaan
a) Alokasi biaya pemeliharaan dari sumber APBN atau APBD.
b) Kontribusi biaya pemeliharaan oleh perkumpulan petani pemakai air.
c) Alokasi biaya dari badan usaha atau sumber lainnya.
(Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).
Pembiayaan pengelolaan irigasi di wilayah kerja P3A/ GP3A/ IP3A
menjadi tanggung jawab P3A/ GP3A/ IP3A bersangkutan, melalui dana iuran
pengelolaan irigasi yang dikumpulkan dari para anggotanya dan dana dari
sumber-sumber lainnya. Dalam hal P3A/ GP3A/ IP3A belum mampu membiayai
seluruh atau sebagian kegiatan pengelolaan irigasi, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah tetap bertanggung jawab dalam penyediaan dana. Pemberian bantuan dana
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah tersebut didasarkan pada permintaan
P3A/ GP3A/ IP3A yang bersangkutan dengan memperhatikan prinsip
kemandirian. Beban pembiayaan pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung
jawab masing-masing (cost sharing) diatur berdasarkan kesepakatan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, P3A/ GP3A/ IP3A dan masyarakat petani
setempat (Keputusan Menteri Keuangan No. 298 Tahun 2003).
Sumber daya manusia
Kebutuhan tenaga pelaksana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. a. Kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil : 1 orang + 5 staff
per 5.000-7.500 Ha.
b. Mantri/ juru pengairan : 1 orang per 750-1.500 Ha.
c. Petugas Operasi Bendung (POB) : 1 orang per bendung, dapat ditambah
d. Petugas Pintu Air (PPA) : 1 orang per 3-5 bangunan sadap dan bangunan
bagi pada saluran berjarak antara 2-3 km atau daerah layanan 150-500 Ha.
e. Pekerja/ Pekarya Saluran (PS) : 1 orang per 2-3 km panjang saluran.
(Peraturan Menteri No. 32 Tahun 2007).
Sumber daya manusia dapat dianalisis dengan cara berikut ini. Apabila
jumlah petugas pada masing-masing kategori telah terpenuhi, maka SDM sangat
memadai. Jika kategori petugas telah terpenuhi namun personil petugasnya belum
memenuhi hal di atas, maka SDM masih dapat dikategorikan memadai, jika satu
hingga dua kategori petugas tidak terpenuhi, maka SDM dikategorikan kurang
memadai dan jika lebih dari dua kategori petugas yang tidak terpenuhi, maka
SDM dikategorikan sangat buruk (Sebayang, 2014).
Kinerja Kelembagaan Petani
Dari segi kelembagaan, upaya untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan
air irigasi antara lain dilakukan pembentukan Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A). P3A merupakan lembaga yang bersifat formal, keberadaannya tersebar di
seluruh Indonesia dan memiliki unsur-unsur manajemen modern yaitu pembagian
kerja dan tanggung jawab secara rasional dan objektif. Pembentukan P3A
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani dalam melaksanakan operasi
dan pemeliharaan, pada gilirannya dapat meningkatkan produksi dan
kesejahteraan petani. Dalam pengembangannya, masih banyak dijumpai kendala
baik yang menyangkut prosedur maupun kinerja dari P3A (Mustaniroh, 2001).
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan yang
pengelolaan air dan jaringan irigasi, air permukaan, embung dan air tanah untuk
mewujudkan sistem pengembangan dan pengelolaan air irigasi yang baik dan
berkelanjutan, diperlukan kelembagaan yang kuat, mandiri, dan berdaya yang
pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian dalam
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan petani. Kelembagaan petani
pemakai air adalah lembaga atau institusi yang dibentuk oleh petani dan atau
masyakarat dan atau pemerintah yang bertujuan untuk melaksanakan
pengembangan dan atau pengelolaan air irigasi dalam rangka pemenuhan untuk
mencukupi kebutuhan air irigasi di lahan pertanian para petani tersebut
(Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, 2014).
Kinerja kelembagaan petani dapat dianalisis dengan cara berikut ini.
Apabila struktur kelembagaan, prasarana dan keaktifan anggota memadai,
misalnya saja AD/ ART tersedia, program kerja berjalan dengan baik, prasarana
seperti peralatan bertani, gudang dan lain sebagainya lengkap serta anggota turut
aktif dalam kegiatan yang menyangkut irigasi maka kinerja kelembagaan petani
dapat dikategorikan sangat baik. Jika salah satu elemen tidak memadai, misalnya
buruknya kondisi prasarana, maka kelembagaan petani masih dapat dikatakan
baik, jika dua diantara elemen kelembagaan petani tidak berjalan dengan baik
maka dikatakan kinerja kelembagaan petani ialah buruk dan jika ketiga elemen
tesebut tidak tersedia, maka kinerja kelembagaan petani tersebut dikatagorikankan
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai evaluasi kinerja operasi dan pemeliharaan sistem
irigasi telah dilakukan oleh Muhammad Satria Sebayang (2014) dan Ardelimas
Ars (2015) mahasiswa Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara masing-masing pada sistem irigasi Medan Krio di
Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dengan nilai kinerja
sebesar 2.22 dengan kategori baik dan pada sistem irigasi Bandar Sidoras di
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dengan nilai