BAB III
KEWENANGAN SEORANG PENGAMPU TERHADAP ORANG YANG DILETAKKAN DI BAWAH PENGAMPUAN
A. Pihak yang Berhak menjadi Pengampu
Orang yang diletakkan di bawah pengampuan dianggap tidak cakap untuk
bertindak sendiri dalam lalu lintas hukum karena sifat pribadinya. Atas dasar itu
orang tersebut dengan keputusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang
tidak cakap bertindak, karenanya orang tersebut lantas diberi seorang wakil menurut
undang – undang yaitu yang disebut dengan pengampu.
Untuk menjadi seorang pengampu tidaklah mudah hal ini dikarenakan nasib si
terampu diletakkan kepada pengampunya setelah dirinya tidak lagi dapat bertindak
secara sah dan diakui menurut hukum. Berarti untuk dapat menjadi seorana
pengampu haruslah mampu bertanggung jawab atas dirinva sendiri maupun atas
semua hal yang berkaitan dengan orang yang diampunya. Pengampu memegang
peranan dalam pembentukkan dan penentuan nasib atas kejadian di masa lalu, masa
sekarang dan masa yang akan datang si kurandus. Oleh karena itu untuk menjadi
pengampu harus memenuhi kriteria - kriteria seperti yang telah ditemukan dalam
KUH Perdata, ada juga pendapat pendapat dari para ahli hukum mengenai syarat
-syarat untuk menjadi pengampu baik itu orang berasal dari keluarga sedarah baik
dalam garis lurus keatas maupun ke bawah ataupun orang yang yang ditunjuk oleh
Pada dasarnya syarat- syarat untuk menjadi pengampu tidaklah banyak. Tidak
pula bersifat memaksa dan menunjuk pada satu jenis anggota keluarga saja, dalam
arti tidak hanya orang tua yang boleh mengampu , melainkan saudara-saudara baik
kakak atau adik dari calon terampu pun dapatlah kiranya menjadi pengampu. Hanya
saja ada beberapa hal yang memang harus dipenuhi untuk mendapat kedudukan
sebagai pengampu bagi seseorang. Apalagi hal tersebut mendapat pengesahan di
pengadilan. Menurut pasal 434 kitab Undang-Undang Hukum Perdata :39
"setiap keluarga sedarah berhak meminta pengampuan seorang keluarga sedarahnya.
berdasar atas keadaannya dungu , sakit otak atau mata gelap.
"Berdasar atas keborosannya, pengampuan hanya boleh diminta oleh para keluarga
sedarahnya dalam garis lurus dan oleh para keluarga semendanya dalam garis
menyimpang sampai dengan derajat ke empat"
"Dalam hal yang satu dengan yang lain, seorang suami atau isteri boleh meminta
pengampuan akan isteri atau suaminya".
"Barang siapa karena kelemahan kekuatan akalnya, merasa tidak cakap mengurus
kepentingan-kepentingan diri sendiri sebaik- baiknya, diperbolehkan meminta
pengampuan bagi diri sendiri".
Bila dilihat lagi maka pasal ini menerangkan bahwa yang boleh menjadi
pengampu bagi orang. yang terus menerus hidup dalam keadaan dungu, sakit otak
atau mata gelap dalam kenyataannya adalah keluarga yang memiliki hubungan darah
dengan si penderita dari garis lurus keatas atau garis lurus ke bawah. Jadi untuk
pengampu, orang yang menderita sakit seperti yang disebutkan maka yang berhak
menjadi pengampunya adalah keluarganya. Dengan kata lain yang biasanya menjadi
pemegang hak untuk mengajukan permohonan pengampuan bagi si calon terampu
adalah anggota keluarga sedarahnya dan atau isteri/ suaminya. Dan sebaik- baiknya
yang diangkat sebagai pengampu adalah istrinya ataupun suaminya.40 Dengan tidak mewajibkan kepada si istri untuk mengenakan sesuatu bantuan atau kuasa apapun
juga, guna menerima pengangkatan itu.41
Jadi sesuai dengan ketentuan pasal 434 KUH Perdata, tidak semua orang
dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan. Hukum
mensyaratkan hanya orang yang memiliki hubungan saja yang dapat mengajukan dan
ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan setelah suami atau istri si pengampu.
Bahkan terhadap saudara semenda (hubungan persaudaraan karena tali perkawinan
pun), hukum tetap mengutamakan orang yang memiliki hubungan darah sebagai
pemegang hak pengampuan.42
Lain lagi halnya dengan pengampu bagi pemboros dan orang-orang yang suka
menghamburkan hartanya, maka salah salah satu syarat untuk menjadi pengampu
baginya adalah suami atau istrinya sendiri. Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa
yang menjadi pengampu mereka bukanlah seperti yang disebutkan. Hal ini biasa
40Djaja S.Meliala,Perkembangan Hukum Perdata tentang orang dan Hukum Keluarga,Cet 1,CV Nuansa Aulia,Bandung,2006,hlm 76
41
dikarenakan pertimbangan hakim yang selama pemeriksaan menempatkan pengawas
bila perlu terhadap orang yang akan diampu dan siapa pengampunya. Bila dianggap si
pengampu tidak memenuhi syarat yang akan disebutkan selanjutnya maka hakim
akan mengangkat orang lain atau perkumpulan-perkumpulan dengan diawasi oleh
Balai Harta Peninggalan. Penetapan di bawah pengampuan dapat dimintakan oleh
suami atau isteri, keluarga sedarah, kejaksaan dan dalam hal lemah daya hanya boleh
atas permintaan yang berkepentingan saja.43Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pemaksaan terhadap si terampu untuk meletakkan dirinya di bawah
pengampuan. Dikarenakan pihak yang lemah daya ini masih memiliki akal yang sehat
dan pemikiran yang waras, tapi hanya lemah daya atau jasmaninya sehingga
membutuhkan seorang pengampu untuk mengurus keperluannya di jalur hukum.
Dengan demikian harus ada alasan kuat untuk meletakkan seseorang di bawah
pengampuan, benar- benar didasarkan pada alasan yang sah dan bukti-bukti yang ada.
Pengangkatan seorang kurator harus diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan
yang dengan demikian sendirinya menerima tugas sebagai kurator pengawas.
Pengampu adalah orang yang berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau
pemberesan terhadap permasalahan si terampu dalam hukum. Khususnya yang
berkaitan dengan keuangan dan uang yang harus dikeluarkan sebagai akibat
ditaruhnya seorang dibawah pengampuan.
Pihak keluarga yang dijadikan pengampu juga diawasi oleh Balai Harta
Peninggalan dalam melaksanakan penetapan hakim. Balai Harta Peninggalan
berperan sebagai Hakim Pengawas. Tugasnya adalah mengawasi jalannya proses
mengampu serta mengawasi pengampu dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.
Sebagai pengawas untuk tugas pengelolaan pengampu bertindak sebagai
seorang pengampu-pengawas ( toeziende curator).44 Bila penetapan mengenai siapa pengampu belum berkekuatan hukum tetap maka yang berhak mengawasi si calon
terampu adalah pengurus sementara jika menurut hakim diperlukan (pasal 441 KUH
Perdata). Hakim menetapkan pengawas sementara untuk melakukan pengurusan
terhadap calon terampu dan untuk melindungi kepentingan orang yang bersangkutan
dan menyelamatkan pengelolaan harta bendanya.45
Penunjukkan pengampuan dibuat dalam bentuk penetapan yang dikeluarkan
oleh pengadilan atas dasar keyakinan hakim. Hal ini terjadi setelah dilakukannya
pemeriksaan yang diberitahukan kepada si pengampu dan permintaan surat maupun
laporan yang memuat pendapat-pendapat keluarga sedarah tentang persetujuan
dirinya untuk diangkat menjadi pengampu, apabila hakim telah memperoleh
keyakinan mengenai hal itu, maka baru diangkat seorang pengampu atau curator,
yang diletakkan dalam pengampuan, dalam urusan mengenai diri pribadi maupun
harta kekayaan orang tersebut.46 Seperti yang tercantum dalam pasal 441 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan :
44
H.F.A Vollmar,op.cit,hlm 177 45Komariah,
Hukum Perdata,cet 4, UPT Penerbitan Universitas
Muhammadiyah,Malang,2010,hlm 30
" Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalarn pasal 439, maka jika ada alasan
untuk itu, pengadilan mengangkat seorang pengurus sementara, guna mengurus
pribadi dan harta kekayaan si yang pengampuannya diminta."
Penetapan mengenai pengampuan ini harus dikeluarkan dengan Berita Acara
dan ditempatkan dalam Berita Negara hingga dengan demikian diketahui oleh
umum.47
Ini jelas diatur dalam pasal 444 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang
terbit pada tahun l840 itu.48 Hal ini perlu dilakukan untuk melindungi pihak ketiga dari kerugian yang timbul pada saat sebelum dijatuhkannya peletakkan pengampuan
kepada seseorang yang pernah melakukan perbuatan dalam kancah hukum. Kerugian
yang ditimbulkan dapat saja bersifat materiil dan immaterial. Pengampu biasanya
adalah keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk oleh penetapan pengadilan untuk
melaksanakan pemeliharan dan bimbingan terhadap seorang kurandus.49 Pengampu adalah orang yang padanya diletakkan tanggung jawab kelanjutan hak-hak dan
kewajiban si terampu dalam hukum selanjutnya.
Pengampuan adalah pengurusan harta dan kepentingan seseorang oleh orang
atau pihak lain yang ditunjuk oleh pengadilan karena orang tersebut mempunyai
kelainan jiwa atau boros.50
47 Even Alex Chandra,Pengampuan,http://evenalexchandra.webs.com/blog /show/4612457-pengampuan, diakses pada tanggal 10/09/2012
48Indonesia (1)
op.citpasal 444:”segala penetapan dan keputusan,dengan mana pengampuan diperintahkan,harus dalam waktu tersebut dalam penetapan atau putusan itu oleh pihak-pihak yang memintanya. Diberitahukan kepada pihak lawan dan diumumkan dengan menempatkanya dalam berita Negara,kesemuanya itu atas ancaman hukuman menganti segala biaya rugi dan bunga ,sekiranya ada alas an untuk itu”
49
C.S.T Kansil,op.cit,hlm 139
B. Kewenangan Orang Yang Menjadi Pengampu
Kewenangan yang dimiliki oleh curator keluarga dibatasi oleh
undang--undang. Hal ini memang menjadi beban tersendiri bagi curator agar berhati- hati dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan wewenangnya. Dalam kapasitas pengampu
adalah keluarga harus difikirkan kerugian apa yang akan diderita oleh pihak yang
diampu nantinya. Sebagai contoh untuk orang yang ditaruh di bawah pengampuan
akibat lemah daya atau sakit ingatan, dia bisa kehilangan haknya dalam perjanjian
yang dibuat semasa dia belum diampu. Karena untuk perbuatan hukum yang pernah
dilakukannya bisa saja dibatalkan menurut undang- undang. Oleh karena itu
pengampu harus jeli bahwa memang ada kewajiban - kewajiban dan hak - hak si
terampu dalam perjanjian tersebut yang tetap harus dipenuhi. Walau di kemudian hari
pihak yang membuat perjanjian itu mengalami syarat-syarat sebagai orang yang harus
ditaruh di bawah pengampuan. Untuk pelaksanaan tadi sudah tentu diperlukan kurator
sebagai penuntasannya.
Maka setelah pengajuan permohonan pengampuan diajukan ke pengadilan,
hakim akan mengucapkan putusannya dalam sidang terbuka, mendengar saksi - saksi,
atau saksi-saksi tersebut telah dipanggil secara sah untuk memberikan keterangan
yang berkaitan dengan pengampuan maka turut pula pengampu mendapat
wewenangnya dalam bertugas menjadi kurator.51 Dalam menjalankan peran sebagai pengampu akan banyak penambahan tanggung jawab, tugas dan wewenang bagi
51Wahyono Darmabrata,Hukum Perdata (Asas-Asas Hukum Perdata Orang dan
orang yang ditunjuk. Pengampu yang notabene adalah keluarga ini mendapat
wewenang hanya dari perintah pengadilan. Hal ini berasal dari putusan hakim yang
didasarkan pada alasan-alasan yang diajukan pada saat pengajuan permohonan.
Antara lain menjual harta milik si terampu, menjual harta warisan milik si terampu
dan lain- lain. Intinya adalah melakukan suatu perbuatan hukum untuk dan atas nama
si terampu.
Adapun hal - hal yang menjadi wewenang pengampu yang berasal dari
anggota keluarga adalah mewakili seorang yang diampu (curatele) untuk melakukan
tindakan hukum. Karena ketidakmampuannya untuk melakukan perbuatan hukum
bagi dirinya sendiri.
Kekuasaan atas anak dari orang yang diletakkan di bawah pengampuan,
dipegang oleh pengampu, jika orang tua yang lain tidak dapat melaksanakan
kewajiban orang tua. Pengampu melaksanakan tugas tersebut, sampai orang tua anak
itu dapat melaksanakan kekuasaan orang tua mereka.52 Hal ini yang diterangkan dalam pasal 453 KUH Perdata.53
52Wahyono Darmabrata,op.cit,hlm 90 53Indonesia(1)op.cit,psl 453 :
“jika si terampu mempunyai anak-anak yang blum dewasa ,yang ia memangku kekuasaan orangtuanya, sedangkan istri atau suaminya telah dipecat atau dibebaskan dari kekuasaan orang tua,atau menurut pasal 246 tidak diperintahkan memangku kekuasaan orang tua atau berada dalam ketidakmampuan untuk memangkunya.
Tugas dan kewenangan pengampu adalah berkaitan mengurus kepentingan
mengenai harta kekayaan orang yang di bawah pengampuan. Dalam hal diperlukan
maka pengampu berkewajiban untuk melakukan tindakan – tindakan yang diperlukan
bagi kepentingan orang yang diampunya ( diletakkan di bawah pengampuan) atas
perbuatan-perbuatan orang lain yang merugikan orang tersebut, dan melakukan
perlawanan bagi kepentingan orang yang di bawah pengampuannya.54
Pada suatu penetapan pengampuan oleh Pengadilan harus dinyatakan secara
jelas apa tugas dari pengampu tersebut. Seperti yang telah disebutkan bahwa tugas
Pengampu adalah untuk melindungi suatu kepentingan tertentu dari terampu maka
didalam penetapan harus dinyatakan secara jelas apa - apa saja yang akan dilindungi
atau diwakili oleh Pengampu sendiri. Misalnya dalam pengurusan harta kurandus
dikarenakan ia telah diletakkan di bawah pengampuan maka yang melakukan
pengurusan hartanya dilakukan oleh Pengampu. Selain dari tindakan itu Pengampu
tidak mempunyai hak untuk mewakilinya, menandatangani beberapa surat-surat
penting, atau melakukan kekuasaan orang tua pengampu tidak berhak untuk
mewakilinya apabila dalam penetapannya tidak dinyatakan bahwa pengampu dapat
mewakili terampu segala tindakan tersebut. Jadi, semua hanya sebatas pada apa yang
dinyatakan dalam penetapan.55
Sehingga dapat disimpulkan tugas dan wewenang pengampu keluarga antara
lain :
54Wahyono Darmabrata,
op.cit,hlm 91
1. Pengampu melakukan pengurusan pribadi dan harta kekayaan pihak yang
diampu (pasal 449 jo. 441 KUH Perdata)
2. Pengampu hanya melakukan tugas pengurusan terhadap hal-hal yang terkait
dengan kepentingan si terampu, misalnva dalam situasi menggantikan si
terampu sebagai pemegang kekuasaan sebagai orang tua atas anak si terampu
yang belum dewasa ( pasa1453 KUH Perdata)
Oleh karena itu kurator harus dapat bertanggung jawab atas kesalahan ataupun
kelalaian dalam melakukan kewajiban pengurusan dan/ atau penyelesaian urusan si
terampu. Sebagai manusia biasa tidak tertutup pula kemungkinan bagi pengampu
untuk melakukan kesalahan atau bahkan melakukan perbuatan melawan hukum,
seperti yang tercantum dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi :56
"tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan pada orang itu atas salahnya menerbitkan kerugian itu. mengganti
kerugian tersebut."
Pasal ini menggambarkan bahwa dengan pengembanan tugas menjadi seorang
pengampu termasuk wewenangnya akan memperlebar kesempatan untuk orang
tersebut melakukan kesalahan dengan dirinya atau malah yang karena semakin
bertambah tugas dan dibutuhkan orang-orang yang dapat melakukan segala sesuatu
dengan tergesa-gesa kemungkinan yang terjadi penambahan wewenang bukan tak
tunduk pada peraturan yang diawasi pelaksanaannya oleh Pengampu Pengawas yang
berasal dari BHP ( Balai Harta Peninggalan) jadi tidaklah mudah untuk menjadi
seorang pengampu.57
BHP melakukan pengawasan terhadap pengampu lewat pengampu pengawas.
Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan-kepentingan kurandus yang terkait
dengan harta benda yang dimilikinya.58Dalam hal ini Pengampulah yang datang dan melaporkan bahwa dirinya diberi tugas dan wewenang untuk menjadi pengampu bagi
seorang. Pengampu yang mendapatkan pengesahan tugasnya dari Penetapan
Pengadilan lalu melaporkan ke BHP, kemudian dipanggil pasal 362 KUH Perdata.59 Dalam hal tidak adanya laporan dari pengampu pada BHP maka tidak akan
ada pengampu pengawas yang ditugaskan baginya. Tidak otomatis pengadilan
langsung menunjuk Pengampu Pengawas setelah membacakan Penetapannya di
Pengadilan setelah penetapan dibacakan. Bukan tugas hakim untuk memberikan
pengampu pengawas bagi si berperan pengampu. Hanya pada saat pemeriksaan
belum selesai dan belum ada pengampu yang diangkat secara resmi maka pengadilan
menugaskan BHP untuk mengawasi pengampu. Tapi jika sudah selesai pemeriksaan
yang diperlukan di persidangan maka Pengampu pengawas tersebut harus dimintakan
57Imran Nating,Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan
harta pailit,Cet 1 ,Raja Grafindo Persada ,Jakarta,2004,hlm 115
58Balai Harta Peninggalan, http:id.wikipedia.org/wiki/Balai-Harta-Peninggalan,diakses pada tanggal 30 September 2012
59Indonesia (1),
op.citpasal 362:
“Wali berwajib segera setelah perwaliannya mulai berlaku,dibawah tangan Balai Harta Peninggalan mengangkat sumpah,bahwa ia akan menunaikan perwalian yang di percayakan kepadanya dengan baik dan tulus hati.
Jika di tempat tinggal si wali atau dalam jarak lima belas pal dari itu tiada Balai Harta Peningalan,pun tiada suatu perwakilan dari itu berkedudukan,maka sumpah boleh diangkat di depan pengadilan Negeri atau pun di muka kepala Pemerintah Daerah tempat tinggal si wali.
kembali oleh Pengampu dengan cara mendatangi langsung kantor BHP setempat.
Baik sebelum dan sesudah pembacaan Penetapan di Pengadilan nama BHP tetap
disebut Pengampu Pengawas.60
Karena jarangnya Pengampu yang datang melapor maka BHP mengalami
kesulitan dalam pengetahuan mengenai siapa saja yang menjadi pengampu dan siapa
yang diampu. Istilah yang digunakan oleh BHP adalah "bukan kita yang menjemput
bola, melainkan bola yang datang ke kita". Pernyataan ini bukan menunjukkan bahwa
BHP terkesan tidak peduli tapi memang mereka tidak diperintahkan oleh
peraturan-peraturan Negara untuk mencari dan mendata siapa saja yang mengajukan
permohonan pengampuan. Jadi bila si pengampu tidak datang dan melaporkan ke
kantor BHP, maka tidak ada pengawas yang akan ditugaskan oleh BHP. Dan BHP
tidak akan mendatangi pengadilan untuk menyediakan Pengampu Pengawas untuk
kasus pengampuan.61
Di Indonesia hanya terdapat lima BHP yaitu (Jakarta, Surabaya, Yogyakarta,
Medan dan Makasar). Tapi biasanya BHP mempunyai perwakilan di daerah-daerah
yang dirasa perlu. Mereka akrab disebut dengan kamar-kamar BHP yang ada di
daerah penting dan lebih dekat dengan masyarakat. Dari sini dapat terlihat
orang-orang kadang tidak perduli dengan pentingnya menggunakan BHP sebagai payung
hukum dalam bertindak. Biasanya orang yang mengajukan pengampuan, dalam
permohonannya langsung disebutkan tujuan utama dari pengampuan tersebut.
Misalnya ingin menjual harta milik calon terampu, disebutkan pula benda apa yang
akan dijual untuk kepentingan si calon terampu untuk biaya hidupnya tersebut, baik
apa bentuk bendanya dan dimana berada (contoh tanah). Tidak ada persetujuan dari
BHP terlebih dahulu untuk menjual harta bendanya. BHP tidak menaksir berapa nilai
bendanya dan berapa selayaknya dijual atau disewa ataupun bentuk pemindahan hak
lainnya. Pengadilan langsung mengeluarkan izin jual bagi si pengampu tanpa
persetujuan BHP. Penetapan dibuat oleh hakim telah diberikan sekaligus dengan izin
jual, walaupun pada saat sidang akhir telah dilaporkan pada BHP tapi prosedurnya
mengharuskan pengampu melapor pada BHP dan pengampu disumpah pula sebelum
melaksanakan tugasnya. Kenyataannya BHP seperti tidak dianggap tapi tidak pula
dikesampingkan. Padahal dari data yang diperoleh BHP memberikan persetujuan atas
harta yang ingin digunakan untuk biaya hidup si calon terampu barulah pengampu
membawa persetujuan itu ke pengadilan untuk dibuatkan izin jualnya. Dalam
kenyataan, hal ini tidak dilaksanakan, sehingga hanya menjadi teori belaka dan tidak
sesuai dengan prakteknya. Tapi BHP tetap berusaha untuk menyediakan layanannya
pada masyarakat.62 akan tetapi untuk pengampu yang sadar betapa pentingnya peran pengampu pengawas maka baginya tidak ada alasan untuk tidak menggunakan
jasanya.
Pengawasan pengampuan diperintahkan oleh hakim kepada BHP ( Balai Harta
Peninggalan). BHP disini bukanlah pengampu pengawas demi undang-undang.
Ketentuan bagi wali pengawas berlaku juga untuk pengampu pengawas
Pentingnya peran BHP bagi pengampu dan si terampu dapat dilihat dari tugas
dan wewenangnya. Tugas dan wewenang BHP secara umum paling tidak ada 5 (lima)
hal antara lain adalah :
1. BHP bertugas membuat pencatatan harta kekayaan dari kurandus (psl. 127
KUH Perdata);63
2. BHP bertugas memuat risalah penaksiran terhadap harta kekayaan milik orang
yang berada di bawah pengampuan ( pasal. 38 Instruksi BHP) untuk
mengambil upah balai. Barang bergerak ditaksir oleh 1 orang penaksir.
Barang tetap ditaksir oleh 3 orang penaksir.
3. BHP berwenang untuk memberikan persetujuan atas penjualan harta benda
kurandus demi biaya hidup pada Pengampu, yang kemudian Pengadilan
Negeri mengeluarkan izin untuk itu dalam bentuk penetapanya.64
4. BHP berwenang untuk menyetujui atau tidak atas laporan hasil penjualan dan
pengajuan pengeluaran tiap bulan atas kepentingan orang yang diampu yang
dibuat oleh Pengampu;65
5. BHP berwenang untuk menerima perhitungan dan pertanggungjawaban
Pengampu pada akhir pengurusannya pada Kurandus.66
63Indonesia (1),op.cit,pasal 127:
“Setelah meninggalnya salah seorang dari suami atau istri ,maka jika ada anak-anak belu dewasa yang ditinggalkannya,si suami atau si istri yang hidup yang terlama,dalam waktu selama tiga bulanharus menyelenggarakan pendaftaran akan barang-barang yang merupakan benda persatuan.Pendaftaran ini boleh diselenggarakan dibawah tangan ,akan tetapi harus dengan hadirnya pengampu pengawas.Dalam hal tak adanya pendaftaran yang demikian,persatuan ini berjalan terus,akan tetapi atas kebahagiaan si anak-anak yang belum dewasa dan tidaklah sekali-kali atas kerugian mereka”
64
Balai Harta Peninggalan,http://id.wikipedia.org/wiki/Balai-Harta-Peninggalan. Diakses pada tanggal 30 September 2012
Untuk selanjutnya seperti penjelasan di awal bahwa terhadap Pengampu
keluarga diberikan pengampu pengawas terhadapnya setelah ia melakukan pelaporan
ke kantor BHP, maka peran BHP menjadi penting. Terhadap pengampu, BHP
berperan dalam hal :
1. Dengan adanya pelaporan oleh Pengampu tentang tugasnya pada BHP,
sejatinya la ingin melindungi dirinya sendiri dari permasalahan hukum yang
memungkin timbul dikemudian hari. Hal ini dapat terjadi misalnya pada
kurandus yang Pengampunya adalah saudara sekandungnya dan tidak pula
hanya seorang saja saudara sekandungnya tersebut. Dapat saja terjadi pada
saat ia telah melakukan tugasnya dalam Pengampuan maka saudara lainnya
merasa tidak puas dan melakukan tuntutan hukum ke pengadilan. Disinilah
peran BHP diperlukan karena ia telah memberikan keterangan bahwa memang
pengampu adalah benar pengampu yang sah.
2. BHP ikut memberikan persetujuan dalam seolah hal yang terkait dengan
pengalihan hak kepada pihak lain atas harta benda Kurandus demi
kepentingannya terkait untuk biaya hidup. Dengan kata lain tindakan si
pengampu ini punya perlindungan hukum dari BHP bahwa
tindakan-tindakannya tersebut adalah sah demi hukum.67
66
Ibid
67Rini Mela Lolika,
op.cit,hlm 30
Dia bekerja untuk kurandus untuk melindungi kurandus dari
tindakan-tindakan menimbulkan kerugian. Pengampu pengawas dapat Pengampu Pengawas
dalam masalah Pengampuan. Prosedur pengurusan tetap sebagai pengampu Pengawas
terdapat dalam pasal 449 KUH perdata yang berbunyi :
"apabila keputusan untuk pengampuan, telah memperoleh kekuatan mutlak, maka
diangkatlah oleh pengadilan seorang Pengampu"
“Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan"
"Pengampuan Pengawas diperintahkan kepada Balai"
"Dalam hal demikian berakhirlah segala sesuatu usaha pengurus sementara, yang
mana karena itu berwajib mengadakan perhitungan tanggung jawab atas
pengurusannya kepada Pengampu, sekiranya dia sendirilah yang diangkat menjadi
Pengampu, perhitungan tanggung jawab tadi harus dilakukan kepada pengampu
pengawas."
Seyogyanya setiap pengalihan hak atas harta benda milik Kurandus harus
Pengampu kepada BHP. Setelah itu barulah BHP memberikan itu barulah Pengadilan
Negeri memberikan izin dalam bentuk penetapan. Tapi pada kenyataannya hal ini
jarang dilakukan. Notaris melihat bila para pihak sudah setuju dengan hal-hal yang
timbul dari dan akibat perjanjian pengalihan hak, maka tidak diperlukan persetujuan
dari BHP.
C. Pencabutan Hak Menjadi Pengampu
Hak menjadi pengampu diberikan oleh undang-undang. Pengadilan sebagai
lembaga yang berwenang, mengeluarkan pengesahan berupa penetapan atas
pengampu ada syarat- syarat yang harus dipenuhi dan ada pula wewenang yang harus
dijalankan. Tapi sebagai seorang yang dibebani oleh tugas pastilah terdapat hak-hak
yang diberikan padanya sebagai seorang pengampu.
Pengampu yang berasal dari anggota keluarga tentunya berhak untuk
mendapat hak untuk mengatur dan mengurus harta milik si terampu. Harta benda ini
antara lain digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari orang yang diampu olehnya.
Di lain pihak si pengampu juga memiliki hak untuk ikut menikmati harta benda yang
telah dan akan dimiliki oleh si terampu. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama si
terampu (dalam hal ini mengalami lemahnya daya dan pikiran serta terganggunya
kesehatan pikiran) mengalami alasan mengapa ia diampu, berada dalam pemeliharaan
si pengampu. Biasanya sebelum ditetapkan sebagai pengampu si terampu diurus dan
dibiayai kehidupannya oleh pengampu selama kurun waktu yang cukup lama. Hal ini
guna menguatkan dalil bahwa nantinya ia harus memenuhi syarat-syarat sebagai
pengampu dengan mengurus calon terampu dalam jangka waktu yang ditentukan.
Oleh karena itu sudah sewajarnya pengampu juga memiliki hak atas si
terampu. Bukan berbentuk balasan berupa Hak Honorium atau semacam upah karena
pengampu telah membiayai hidup si terampu. Karena tidak ada keluarga yang harus
digaji dalam mengurus anggota keluarga lainnya. Jadi untuk dibayarkan kembali apa
yang sudah dikeluarkan tidaklah ada.
Dapat dilihat bahwa dari pasal-pasal yang terdapat dalam KUH Perdata
selanjutnya disebut sebagai UU Perkawinan), dapat ditarik suatu kesimpulan
mengenai hak pengampu terhadap kurandus antara lain adalah :
1. Pengampuan berhak memangku kekuasaan sebagai orang tua dari anak-anak
si terampu yang belum dewasa, jika suami atau isteri kurandus dipecat dari
kekuasaannya sebagai orang tua. Pengampu berhak menjadi wali atas
anak-anak sampai pengampuannya dihentikan (pasal 453 KUHPerdata).
2. Setiap kurandus pasti berkedudukan sama seperti seorang yang belum dewasa
jadi pengampu berhak mendampingi (dalam hal boros dan lemah daya),
mewakili (dalam hal sakit otak dan gangguan kejiwaan) dalam melakukan
tindakan-tindakan hukum. Tindakan hukum yang dilakukan oleh kurandus
tanpa dibantu pengampunya adalah batal ( pasal 452, 446 KUH Perdata).
3. Pengampu berhak mewakili si terampu untuk menjual, menyewakan atau
melakukan pemindahan hak atas harta benda milik si terampu untuk sesuai
persetujuan BHP dan izin dari pengadilan berupa penetapan.68
4. Pengampu berhak mencegah berlangsungnya perkawinan atas kurandusnya
guna menghindarkan kesengsaraan yang mungkin timbul bagi calon mempelai
lain (pasal 14 UU Perkawinan);
5. Pengampu berhak melakukan pencegahan perkawinan atas kurandus yang
boros jika ia hendak mengikatkan diri dalam perkawinan (pasal 38, 151, 452
KUH Perdata);
6. Pengampu berhak mengurus semua pendapatan kurandus yang digunakan
untuk kesembuhannya (pasal 454 KUH Perdata).
Dalam perjalanannya kiranya perlu diingat bahwa mendapatkan hak untuk
menjadi pengampu tidaklah semudah yang dipikirkan. Karena jika ia telah ditetapkan
sebagai pengampu maka tidak ada yang bisa dilakukan oleh orang lain atas apa yang
berhak dilakukan oleh si pengampu atas si terampu. Didasari atas ini maka tugas
pengampu tidak menjadi hak untuk sembarang orang. Hanya orang- orang yang
memang berhak untuk itu dan lewat keyakinan hakim hak ini diberikan kepada
seseorang demi orang lain.
Hak ini nantinya bisa dicabut dan pengampu dibebaskan dari tugas
mengampunya. Pengampu yang melakukan apa-apa yang termasuk dalam kriteria
pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum yang dilakukannnya akan
mengakibatkan hingga dirinya kehilangan hak untuk menjadi kurator lagi. Hak ini
bukan saja hak yang berkaitan dengan honorium atau semacamnya akan tetapi
pencabutan hak menjadi pengampu Karena tidak bertanggung jawab dan kurang
hati-hati dalam melaksanakan tugasnya.
Pada setiap hak mengampu dapat dikenakan pencabutan atasnya bila ia
menyalahgunakan hak-haknya tadi. Menyebabkan kerugian terus menerus dan secara
nyata dilihat oleh pengampu pengawas maka dapat pula diusulkan untuk pencabutan
hak menjadi pengampu ini. Melakukan pemindahan-pemindahan hak terhadap harta
dicabutnya hak pengampuan oleh pengadilan. Dicabut karena menjual seluruh harta
benda milik si terampu dan bertindak sewenang-wenang.69
Tapi bisa saja jika menurut penilaian keluarga pengampu melaksanakan tugas
pengurusan dan pemeliharaan dengan sangat baik, maka keluarga berembuk dan
sepakat untuk memberikan uang jasa pada pengampu tersebut. Tapi biasanya
lewat kesepakatan keluarga dan bisa saja penghargaan terhadap pengampu juga boleh
menikmati dan ikut memanfaatkan harta benda kurandus.70
Pencabutan ini terkait pula dengan berlakunya pasal-pasal yang terdapat
dalam perwakilan dan pengampuan. Pasal 380 KUH Perdata misalnya diterangkan
bahwa hak mengurus orang yang perlu diwakili ini dapat dicabut disebabkan
nyata- nyata pengampu :
1. Jika terbukti, mereka berkelakuan buruk.
2. Mereka yang dalam menunaikan tugasnya mengampu menyalahgunakan,
memperlihatkan ketidakcakapan dan mengabaikan kewajibannya;
3. Mereka dalam keadaan pailit;
4. Mengadakan perlawanan kepada si terampu baik terhadap dirinya sendiri, dan
harta bendanya di muka pengadilan;
5. Mereka yang dijatuhi hukuman telah berkekuatan hukum tetap karena
kejahatan atas oraing yang diampunya;
6. Pengampu yang dihukum penjara selama dua tahun atau lebih.
Menurut pasal 381 KUH Perdata dimana yang melakukan pemecatan terhadap
si pengampu adalah Pengadilan Negeri setempat dimana permohonan pengampuan
diajukan atau tempat tinggal terakhir para pihak. Pemeriksaan perkara ini
dilangsungkan dalam sidang tertutup dan dalam waktu sesingkat mungkin dibacakan
penetapannya. Jika terbukti sah maka pengadilan berhak secara langsung
menghentikan dan memecat pengampu dalam menunaikan pengampuan ini. ( pasal
382 KUH Perdata).
D. Berakhirnya Pengampuan
Pelaksanaan pengampuan dapat dimulai dan dapat pula berakhir. Seperti
halnya sebab-sebab diletakkannya seseorang di bawah pengampuan maka ada pula
kejadian- kejadian yang dapat mengakhiri pengampuan.
Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak saat putusan atau penetapan
pengadilan diucapkan. Artinya pengampuan sudah berlaku walaupun putusan atau
penetapan itu dimintakan banding. Pengampuan berjalan terus tanpa terputus-putus
seumur hidup kurandus.
Permohonan penghentian pengampuan atas seorang kurandus dapat dilakukan
oleh pengampu. Namun para ahli hukum berpendapat bahwa permohonan itu juga
dapat dilakukan oleh kurandus sendiri.71
Berakhirnya pengampuan dapat dibedakan secara absolut dan secara relatif.72 a. Secara absolut, yaitu berakhirnya disebabkan:
71Tan Thong Kie,op.cit,hlm 142
- Meninggalnya kurandus,
- Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan
alasan-alasan pengampuan telah hapus.
Bagi orang yang ditaruh di bawah pengampuan. Dengan meninggalnya orang
yang diletakkan di bawah pengampuan (curandus). Pengampuan akan hapus, karena
alasan untuk meletakkan seseorang di bawah pengampuan tidak ada lagi ( pasal 460
KUH Perdata), segala formalitas yang diwajibkan untuk meletakan seseorang di
bawah pengampuan, juga berlaku dalam menghapus pengampuan tersebut.73 Pasa1460 KUH Perdata menentukan bahwa :
"pengampuan berakhir, apabila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah
hilang, sementara itu pembebasan dari pengampuan tak akan diberikan,
melainkan dengan memperhatikan acara yang ditentukan undang-undang guna
memperoleh pengampuan, tidak boleh menikmati kembali hak- haknya,
sebelum putusan tentang pembebasan memperoleh kekuatan mutlak".
b. Secara relatif , yaitu berakhirnya yang disebabkan :
- Kurator meninggal dunia;
- Kurator dipecat atau dibebastugaskan;
- Suami diangkat sebagai kurator yang dahulunya berstatus sebagai
kurandus.
- Bagi pengampu ( kurator) kecuali sebab-sebab umum maka syarat yang
berlaku untuk pengakhiran pewakilan berlaku pula dalam hal
pengampuan. Di samping itu pula berlaku pasal 459 KUH Perdata yang
menentukan bahwa seseorang tidak dapat dipaksakan untuk menjadi
pengampu atas orang lain lebih dari delapan tahun, kecuali apabila
pengampu tersebut merupakan suami atau isteri atau keluarganya dalam
garis lurus ke atas dan ke bawah.
Mengingat sampai sekarang pengaturan mengenai pengampuan belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan produk nasional, maka bab VI KUH Perdata
tentang pengampuan ( pasal 433 s/d 434) dapat diperrtahankan.74Adapun bunyi selengkapnya dari pasa1459 KUH Perdata adalah :
"tiada seorangpun kecuali suami isteri dan para keluarga sedarah dalam garis ke atas
atau ke bawah berwajib memangku suatu pengampuan lebih dari 8 ( delapan) tahun
lamanya, setelah lampau waktu itu bolehlah pengampu menurut pembebasannya,
tuntutan mana harus di kabulkan.75
Jadi dengan hapusnya sebab- sebab yang disebutkan undang- undang terhadap
suatu peristiwa pengampuan, maka peletakkan seseorang di bawah mampu
pengampu menjadi hapus pula. Sebagai contoh untuk orang yang sakit ingatan, maka
kesembuhannya lewat pernyataan dokter bisa menghapuskan pengampuan
terhadapnya. Meninggalnya orang yang diampu dalam hal lemah daya maka ampu
mengampu pun hilang padanya. Bagi orang yang karena lemah dayanya memohon
untuk diletakkan di bawah pengampuan ke pengadilan maka berakhirnya juga atas
permohonannya untuk dilepaskan dari pengampuan. Hal ini terjadi bila sebelumnya
orang tersebut mengalami sakit secara fisik, artinya baik tubuh organ dalam maupun
organ luar mengalami gangguan sehingga menjadi tidak berdaya melakukan
perbuatan hukum atas dirinya sendiri. Dan bila karena tuanya dia diampu maka
meninggalnya subjek hukum inilah yang menyebabkan berakhimya pengampuan.
Ada pihak-pihak yang diberi kewenangan untuk mengajukan permohonan
pengampuan oleh undan-undang. Dimana orang-orang ini juga berhak mengajukan
penghentian terhadap suatu pengampuan ke pengadilan. Berakhirnya pengampuan
juga dapat terjadi dengan peran dari orang-orang ini. Meminta berakhirnya
pengampuan berarti berhenti menjadi pengurus dari orang yang diampu. T'idak
bertanggung jawabnya lagi seorang pengampu terhadap yang diampu dapat dilakukan
oleh orang-orang tersebut. Orang-orang ini dikhususkan pada pengampu yang
merupakan keluarga sedarah dari pihak yang diampu.
Karena persyaratan untuk dimulainya pengampuan sangat jelas diatur maka
pemberhentiannya terhadap proses inipun ada aturan mainnya. Ada prosedur jelas apa
dan kemana harus diajukan serta pihak-pihak mana saja yang berhak mengajukan ini.
Orang yang mengajukan pengampuan berhak menarik kembali pengampuan tersebut.
Adapun pihak- pihak yang berhak meminta pengampuan adalah suami atau isteri
serta keluarga sedarahnya, dalam garis lurus dan oleh para keluarga semendanya
dalam garis lurus menyimpang sampai derajat keenam. Untuk pengampuan karena
sifat keborosannya maka yang berhak mengampu adalah keluarga sedarah dan
berhak mengakhiri pengampuan tersebut bisa lewat permohonannya sendiri yaitu
dengan mengunakan saksi- saksi yang di dengar oleh hakim di pengadilan dimana
menyatakan telah hilanglah sifat boros daripadanya atau keluarga yang mengajukan
permohonan pengampuan pada awalnya.
Sedangkan untuk permohonan pengampuan terhadap orang yang mengalami
lemah daya dan kesehatan karena usianya adalah berbeda. Permohonan pengampuan
yang diajukannya karena sudah sekurang- kurangnya tidak mampu mengurus
kepentingannya sendiri bisa diakhiri lewat pengadilan yang mencabut pengampuan
atas orang tersebut. Pengampuan terhadapnya diajukan oleh dirinya sendiri
berdasarkan permohonannya ke pengadilan. Orang tersebut mengajukan permohonan
untuk diampu dan hakim menunjuk siapa yang menjadi pengampunya. Apabila
pengampuan ini dihentikan maka yang berhak mengakhiirinya adalah si pemohon
yang tak lain adalah calon bekas terampu tersebut. Topik ini disinggung pada pasal
434 ayat 5 KUH perdata. Bila ada banding terhadap suatu penetapan pengampuan
maka hakim akan mendengar lagi alasan- alasan pengampuan dari orang yang
mengajukan. Jika ditemukan bertentangan maka pengampuan dapat pula berakhir.
(pasa1443 KUH Perdata).76
Setiap orang berkewajiban memegang jabatan sebagai kurator sedikitnya 8
tahun, setelah masa itu ia boleh meminta berhenti dan akan dikabulkan. Ketentuan ini
tidak berlaku bagi suami atau istri kurandus, keluarga sedarah garis lurus keatas dan
ke bawah, semua orang tersebut tidak dapat membebaskan diri setelah kurun waktu 8
(delapan) tahun itu.77
Pembebasan terhadap pengampuan harus memperhatikan tata cara yang
ditentukan oleh undang- undang seperti permohonannya. Akan tetapi jika si terampu
yang memohon pembebasan ini maka tidaklah dapat ia menikmati kembali hak- hak
sebelum keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan
hukum tetap.78
Pembebasan diri dari pengampuan juga harus diumumkan, sama halnya
sewaktu peletakkan pengampuan ( pasal 461 KUH Perdata). Dengan kata lain siapa
yang berhak memulai lalu mengajukan permohonan pengampuan ke pengadilan, jika
tidak ada alasan pemecatan atau pembebasan dirinya dari kewajiban mengampu maka
sampai pemberhentian yang tentunya oleh undang-undang sudah ditentukan, diajukan
juga lewat permohonan ke pengadilan dan telah pula ditentukan oleh undang- undang
yang berlaku di Indonesia. Walau bukan berasal dari Indonesia asli. Tidak pulalah
kiranya dapat dilakukan oleh siapa saja selain yang diatur aleh peraturan perundang
-undangan. Namun, penghentian pengampuan itu tidak diberikan, selain dengan
memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh undang- undang guna memperoleh
pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak
boleh menikmati kembali hak- haknya sebelum putusan tentang pembebasan
pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Pembebasan diri
pengampuan harus diumumkan dengan menempatkan dalam Berita Negara.
BAB IV
PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENETAPAN PENGAMPUAN DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2221 K/PDT/2010
A. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim terhadap Putusan Mahkamah Agung nomor2221/ K/Pdt/2010
Permohonan peletakkan seseorang di bawah pengampuan harus diajukan
kepada pengadilan. Begitu juga dengan permohonan pembatalan pengampuan.
Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak saat putusan atau penetapan
pengadilan diucapkan. Artinya pengampuan sudah berlaku walaupun putusan atau
penetapan itu dimintakan banding.
Sehingga walaupun adanya permohonan pembatalan pengampuan, sepanjang
hakim belum membatalkan penagampuan tersebut, pengampuan tetap berjalan sampai
pengampu itu berakhir . Selama itu pengampu tetap berhak memangku jabatannya
sebagai kurator.
Seperti yang telah dikatakan di awal, Pengadilan Negeri mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan permohonan. Menurut ketentuan hukum bahwa
yang memberi kewenangan tersebut dapat merujuk kepada ketentuan
Undang--Undang no 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada pokoknya,
pengaturannya masih sangat terbatas atau sangat eksepsional dalam hal tentu
melalui bentuk permohonan, yaitu hanya boleh terhadap masalah yang disebut dan
ditentukan sendiri oleh undang- undang.79
Permohonanyang diajukan yang disebutkan dalam undang-undang
salahsatunya adalah permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang
kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi.
Putusan Hakim berisi pertimbangan dan diktum penyelesaian permohonan
yang dituangkan dalam bentuk penetapan. Diktum hanva bersifat menegaskan
pernyataan atau deklarasi hukum yang diminta dan kekuatan pembuktiannya hanya
mengikat pada diri si pemohon.80
Putusan dalam bentuk penetapan ini termasuk kedalam putusan deklarator,
yaitu putusan yang bersifat menyatakan hukum semata-mata, tidak bersifat mengadili
karena tidak ada sengketa.81
Apabila orang yang merasa dirugikan atas suatu penetapan maka pihak-pihak
tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap permohonan selama berlangsung.
Perlawanan ini sangat bermanfaat untuk menghindari terbitnya penetapan yang keliru
dan memberikan hak kepada orang yang merasa dirugikan kepentingannya untuk
mengajukan permintaan pembatalan kepada Mahkamah Agung atas penetapan.
Mahkamah Agung merupakan Badan Pengadilan yang tertinggi di Indonesia,
yang berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia ( Jakarta) atau di lain tempat
yang ditetapkan oleh Presiden.
79Djamat Samosir,Hukum Acara Perdata (Tahap-tahap penyelesaian Perkara Perdata),cet 1,Nuansa Aulia,Bandung,2011,hlm 45
80
Ibid,hlm 49
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan pengadilan karena :
1. Tidak bewenang atau melampaui batas wewenang;
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku ;
3. Lalai memenuhi syarat- syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.82
Dalam melakukan kasasi, Mahkamah Agung bukan peradilan tingkattertinggi
sebab yang dikasasi itu adalah putusan tingkat tertinggi. Kasasi hanya meliputi bagian
hukumnya saja, tidak mengenai peristiwa. Hakim kasasi bukan hakim yang
memeriksa peristiwa (judex facti). Mengenai peristiwa yang sudah diperiksa dan
diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.83
Salah satu contoh kasus yang terjadi seperti pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2221/K/ Pdt/2010 yaitu antara AMRI bin RISNO (Pemohon Kasasi dahulu
Penggugat/Pembanding); dengan RAHMANUDIN bin JUMBI, (Termohon Kasasi
dahulu Tergugat/ Terbanding).
Menimbang bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Pemohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang Termohon
Kasasi dahulu sebagai Tergugat, di muka persidangan Pengadilan Negeri Muara
Enim pada pokoknya atas dalil- dalil :
Bahwa penggugat merupakan saudara se- ayah dengan Sdri. Niswati Binti H.
Risno, yang sekarang ini tidak cakap melakukan perbuatan hukum dikarenakan
sedang mengalami gangguan kejiwaan, Penggugatlah yang merawat Sdri.Nisnawati
binti H. Risno ( terampu), bersama dengan almarhum H. Risno dan Ibunda Penggugat
Hj. Sumawati binti Mayasi, dimana terampu merupakan isteri dari Tergugat yang
sejak dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 diserahkan oleh Tergugat kepada
keluarga Penggugat;
Bahwa penggugat secara hukum berwenang melakukan gugatan dikarenakan
penggugat merupakan anak tertua laki-laki, dan sekarang ini bertanggung jawab
mengurusi keluarga dikarenakan orang tua Penggugat sudah meninggal dunia
sedangkan Sdri. Niswati yang merupakan anak tertua perempuan sedang mengalami
gangguan jiwa, sehingga sangatlah wajar Penggugat mengajukan gugatan ini untuk
kepentingan hukum Sdri. Niswati agar jangan sampai karena keadaan mental yang
dialaminva dapat dipergunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab;
Dasar Pokok Gugatan (Posita)
Adapun yang menjadi alasan Penggugat rneminta pencabutan pengampuan :
- Tergugat adalah Pengampu Beritikad Buruk
Bahwa telah terjadi perkawinan antara Tergugat dengan Sdri Niswati binti H.
Risno ( terampu ) pada tanggal 20 Agustus 1993 dengan Akte Nikah nomor 226128 /
VIII / 1993 bertempat di Muara Enim ;
Bahwa pada tahun yang sama Tergugat pindah tugas di Bangka, pada waktu
tergugat tinggal di Bangka, setelah anaknya lahir Sdri Niswati binti H. Risno sudah
ada gejala mengalami gangguan jiwa;
Bahwa ketika isterinya Niswati binti H Risno ( terampu) sudah mengalami
gangguan kejiwaan pada bulan Maret 2000, tergugat menyerahkan isterinya Niswati
binti H. Risno kepada orang tuanya untuk dirawat;
Bahwa sejak Sdri Niswati binti H Risno diserahkan oleh tergugat kepada
orang tuanya, H. Risno, istrinya Sumarwati dan Penggugat mengurus Sdri Niswati di
rumah kediaman orang tua penggugat dan selama itu tergugat tidak pernah
menanyakan bagaimana keadaan dari istrinya (terampu), apalagi untuk memberikan
nafkah baik lahir maupun batin kepada istrinya ( terampu) ;
Bahwa pada hari Rabu tanggal 18 Juni 2008, orang tua Penggugat dan
terampu H Risno binti Jamal meninggal dunia, kemudian tergugat mengambil paksa
terampu ( isterinya) dari tangan Penggugat dan ibunya pada tanggal 30 Juli 2008. Hal
ini menimbulkan pertanyaan yang sangat besar dikarenakan sudah delapan tahun
tergugat tidak lagi mengurus istrinya. Mengapa setelah orang tua dari penggugat dan
terampu meninggal tergugat mengambil paksa istrinya;
Dari uraian tersebut jelas terlihat bahwa pengampu mempunyai itikad buruk
dalam mengajukan permohonan penetapan pengampuan atas diri terampu ( Niswati
binti H Risno);
- Tergugat Tidak layak untuk Menjadi Pengampu dari Terampu
Bahwa hubungan antara penggugat dengan terampu karena hubungan
terampu sejak dilangsungkannya perkawinan pada tanggal 20 Agustus 1993 dengan
akte nikah nomor 226/28/VIII/1993, di Muara Enim sampai sekarang;
Bahwa pada tahun 2008 tergugat telah menikah lagi secara siri dengan Sdri
Herawati dan tinggal serumah dengan terampu, tergugat menempatkan terampu di
kamar khusus dan tergugat tinggal bersama isterinya yang lain, dan anak tergugat
dengan terampu serta anak bawaan dari isteri tergugat;
Dari uraian diatas jelaslah tergugat tidak layak menjadi pengampu yang baik
bagaimana dia menempatkan kedua isterinya dalam satu rumah, sementaraterampu
dalam sakit kejiwaaan;
- Prosedur Penetapan Pengampuan Cacat Yuridis
Bahwa penetapan pengampuan nomor : 2/ Pdt.P/2009/PN.ME cacat yuridis
tidak memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku ;
Bahwa menurut pasal 439 KUH Perdata menyatakan : " Setelah mendengar
atau memanggil dengan sah akan segala yang tersebut dalam pasal yang lain,
Pengadilan harus mendengar akan seseorang pengampuannya diminta jika kiranya
orang ini tidak mampu mengindahkan dirinya, maka pemeriksaan itu harus
dilangsungkan di rumahnya, oleh seorang hakim atau lebih yang diangkat untuk itu,
disertai oleh Panitera dihadiri oleh Kejaksaan, harus dibuat berita acara itu harus
dikirimkan kepada Pengadilan Negeri , dalam hal ini tidak ada pemeriksaan yang
dilakukan terhadap terampu, sehingga prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan
Bahwa menurut pasal 440 KUH Perdata untuk memberikan penetapan
pengampuan harus didengarkan pendapat dari keluarga sedarah atau semendadalam
hal ini Penggugat merasa tidak pernah dimintai keterangan apalagi Penggugat telah
mengurus pengampu selama ini, sebelum diambil oleh Tergugat;
Bahwa dalam mengajukan penetapan harus dipertimbangkan dahulu siapa
yang mengurus terampu selama ini, sehingga pengampuan bersifat objektif dandemi
kepentingan dari terampu ;
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Muara Enim telah
mengambil Putusan, yaitu putusan nomor 09/ Pdt.G/ 2009/PN.ME tanggal 17
November 2009 yang amarnya sebagai berikut :
Menolak gugatan Pengugat untuk seluruhnya:
Menimbang bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat/
Pembanding putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diperbaiki oleh Pengadilan
Tinggi Palembang dengan Putusan Nomor 12 /PDT/2010/PT. Plg tanggal 15 April
2010. yang amarnya berbuyi sebagai berikut :
Menerima permohonan banding dari Penggugat / Pembanding;
Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Muara Enim tanggal 17 November
2009, Nomor 09/ Pdt.G/ 2009/ PN.Me yang dimohonkan banding sepanjang
mengenai eksepsi sehingga berbunyi selengkapnya sebasai berikut :
- Menghukum penggugat/ pembanding untuk membayar biaya perkara dalam
dua tingkat peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp.
Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi/Penggugat
dengan memori kasasinya tersebut pada pokoknya adalah ;
Bahwa judex facti dalam putusannya telah salah dalam menerapkan hukumnya,
dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut :
Bahwa judex factitingkat pertama telah keliru dan salah memberikan pertimbangan
hukum, karena membuat pertimbangan yang kontradiktif., dimana dalam
pertimbangan putusannya pada halaman 23 alinea ke 3 menyatakan bahwa
“menimbang, bahwa hal yang diakui penggugat dan tergugat tidak perlu dibuktikan".
Selanjutnya Termohon Kasasi semula Terbanding/Tergugat dalam jawabannya secara
tegas telah mengakui bahwa Termohon Kasasi benar telah menikah dengan wanita
lain (vide : putusan halaman 5 poin 4). Akan tetapi sebaliknya Judex facti dalam
putusannya pada halaman 24 alinea ke 2 s/d alinea ke 5, yang pada pokoknya
menerangkan bahwa : " dari bukti tulisan yang bertanda : P1, P2, P3 dan P4 serta
bukti saksi-saksi yang diajukan Penggugat, tidak ada yang dapat membuktikan bahwa
tergugat telah menikah secara siri dengan wanita lain ". Putusan yang kontradiktif
tersebut dikarenakan Judex Facti telah mengabaikan fakta hukum di persidangan
yakni terhadap pengakuan secara tegas dari Termohon Kasasi di persidangan, dengan
alasan sebagai berikut :
Bahwa Termohon Kasasi secara tegas telah mengakui adanya perkawinan siri
sebagaimana yang disampaikan oleh Termohon Kasasi dalam jawabannya di
disampaikan oleh Termohon Kasasi di depan persidangan, maka pengakuan
berdasarkan pasal 311 Rbg/174 HIR Jo 1925 KUH Perdata adalah merupakan bukti
yang sempuma terhadap siapa yang melakukannya, baik oleh dirinya sendiri maupun
dengan perantaraan orang lain yang mendapat kuasa khusus untuk itu. Dengan
demikian apabila Termohon Kasasi telah memberikan pengakuan di depan sidang
pengadilan, maka menurut hukum pengakuan merupakan pembuktian yang
sempurna.
Bahwa terhadap pernikahan Termohon Kasasi lebih dari seorang secara siri selain
perkawinannya dengan terampu sebagaimana diakuinya dalam jawabannya yang
disampaikan di persidangan menjadi nilai pembuktian yang kuat dan sempurna bagi
pihak yang melakukan pengakuan ( vide: ketentuan 311 Rbg Pasal 174 HIR Jo Pasal
1925 KUH Perdata). Dengan demikian pengakuan tersebut telah membuktikan dalil
gugatan pemohon kasasi pembanding yang menyatakan bahwa permohon Kasasi
telah melakukan perkawinan siri dengan wanita lain, sehingga Pemohon Kasasi tidak
perlu membuktikan dengan bukti lain. Bahwa upaya termohon kasasi selaku suami
yang mengambil terampu di rumah orangtuanya dengan serta merta dan tanpa
pemberitahuan adalah tindakan "yang wajar", karena judex facti hanya berdasarkan
pada penilaian formalitas hukum semata dengan melihat "Termohon Kasasi dan
Terampu dalam hubungan hukum formal sebagai suami istri, tanpa melihat
Judex facti menyatakan bahwa" berdasarkan keterangan saksi-saksi sejak tinggal
dengan tergugat keadaan terampu jauh lebih sehat, sudah dapat berjalan karena tidak
lumpuh lagi dan sudah dapat bersosialisasi dengan tamu dan bisa tersenyum" akan
tetapi kalau dicermati dalam pertimbangan putusan a qou tidak didukung oleh
keterangan saksi-saksi dan bukti lain yang menyatakan bahwa terampu selama ini
sakit lumpuh atau sudah bisa bersosialisasi dengan tamu dan tersenyum.
Judex facti dalam pertimbangan putusannya , menyatakan bahwa pemohon kasasi
tidak dapat membuktikan bahwa penetapan no.02/Pdt.P/2009/PN.ME, mengandung
cacat yuridis denoan alasan :
a. Bahwa dalam proses penetapan pengampuan terhadap setiap orang karena
sebab- sebab yang diatur dalam pasal 433 KUHPerdata, harus mengacu pada
ketentuan sebagaimana tercantum dalam klausul pasal 439 KUHPerdata, yang
pada pokoknya menerangkan : " bahwa pengadilan harus meminta keterangan
pihak yang akan diminta pengampuan. Namunapabila tidak mampu untuk
dihadirkan maka pemeriksaasn harus dilakukan di rumahnya, kemudian hasil
pemeriksaan langsung terhadap calon terampu yang dilakukan di rumahnya
apabila tidak dilakukan langsung oleh Hakim atau Panitera, maka dapat
didelegasikan dengan dibuatkan Berita Acara dan turunan dari Berita Acara
tersebut harus dikirimkan ke Pengadilan Negeri''. Selanjutnya pada bagian
akhir pasal 439 KUH Perdata, pada pokoknya menerangkan bahwa "
terampu, baik melalui surat permintaan maupun pendapat para keluarga
sedarah.
Kemudian dengan memperhatikan klausul dalam pasal 440 KUH Perdata,
yang pada pokoknya menerangkan bahwa: apabila Pengadilan Negeri telah
memanggil dengan sah akan para keluarga sedarah atau semenda dan telah
pula mendengar si calon terampu sehingga diperoleh keterangan yang cukup,
maka Pengadilan negeri dapat membuat penetapannya, sebaliknya apabila
tidak diperoleh keterangan yang cukup dari pihak keluarga sedarah atas suatu
peristiwa yang dimohonkan maka dapat dilakukan dengan pemeriksaan
saksi-saksi.
b. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, dimana
termohon kasasi selaku suami terampu telah mengembalikan terampu kepada
orang tua pemohon kasasi dan terampu pada tahun 2000 s/d 2008, sehingga
perawatan terampu menjadi tanggung jawab orang tuanya ( vide putusan :
keterangan saksi);
c. Pemohon kasasi selaku saudara seayah sedarah dengan terampu tidak pernah
diberitahu apalagi dimintakan pendapatnya oleh Pengadilan Negeri Muara
Enim, begitu pula dengan terampu, selaku pihak termohon tidak pernah
dihadirkan di persidangan kediamannya, akan tetapi menghadirkan saksi-saksi
Pengadilan Negeri Muara Enim telah melanggar asas audi et alteram partem
yaitu kewajiban untuk mendengarkan semua pihak yang terkait.
Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan karena judex factiPengadilan Tinggi
yang memperbaiki putusan pengadilan negeri tidak salah menerapkan atau melanggar
hukum, putusan dan pertimbangannya telah tepat dan benar yaitu menolak gugatan
penggugat karena penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya yaitu
tergugat tidak layak sebagai pengampu istrinya bernama NISWATI, sedangkan
tergugat berhasil mempertahankan dalil bantahannya, lagi pula keberatan-keberatan
tersebut adalah mengenai hasil pembuktian yang bersifat penghargaan terhadap suatu
kenyataan, hal tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat
kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya
kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya
kelalaian dalam memenuhi syarat- syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan, atau bila pengadilan tidak bcrwenang atau melampaui batas
wewenangnya.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa
putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
undang-undang, maka permohonan kasasi yana diajukan oleh Pemohon Kasasi :
AMRI bin RISNO tersebut harus ditolak.
Dan hasil dari putusan Mahkamah Agung yaitu MENOLAK permohonan kasasi dari
Dalam kasus ini Hakim Mahkamah Agung tidak membatalkan penetapan
pengampuan terhadap Saudari Niswati dengan pcrtimbangan- pertimbangan :
- Bahwa Judex Fucti tidak salah dalam menerapkan hukum dan telah sesuai dengan
undang-undang.
Tentang penetapan pengampuan yang menurut Penggugat adalah tidak layak
dikarenakan tergugat sebagai suami terampu telah menikah siri dengan wanita lain
oleh tergugat telah diakui didepan hakim sebagaimana yang disampaikan oleh
Termohon Kasasi dalam jawabannya di persidangan, oleh karena pengakuan telah
disampaikan oleh Termohon Kasasi di depan persidangan, maka pengakuan
berdasarkan pasal 311 Rbg/ 174 HIR Jo 1925 KUH Perdata adalah merupakan bukti
yang sempurnaterhadap siapa yang melakukannya, baik oleh dirinya sendiri maupun
dengan perantaraan orang lain yang mendapat kuasa khusus untuk itu. Dengan
demikian apabila Termohon Kasasi telah memberikan pengakuan di depan sidang
pengadilan, maka menurut hukum pengakuan merupakan pembuktian yang
sempurna. Atinya kurang tepat untuk menamakanpengakuan itu sebagai alat bukti,
karena justru apabila dalil salah satu pihak telah diakui oleh pihak lain, lawannya
maka dalil tersebut sebenarnya tidak usah dibuktikan lagi. Yang harus dibuktikan
hanyalah terhadap dalil-dalil yang disangkal oleh pihak lawan. Pengakuan Tergugat
yang memihak pada penggugat, tidak disertai alasan- alasan yang kuat (met redenen
omkleed) maka menurut hukum tidak dapat dipercaya.
Perkawinan siri dalam masyarakat sering diartikan dengan pernikahan tanpa
nikah/ kawin) namun tidak dicatatkan pada kantor pegawai pencatatan nikah .84Dalam kasus ini Tergugat mengakui telah menikah siri dengan wanita lain. Dan Pengadilan
berpendapat hal ini merupakan suatu pembuktian yang sempurna.
Sedangkan penggugat sendiri tidak dapat melakukan tuntutan terhadap
tindakan tergugat karena pernikahan yang dilakukan tergugat adalah bukan
pernikahan yang sah di mata hukum. Kecuali pernikahan yang dilakukan
adalahpernikahan yang sah maka dapat dimintakan pembatalan. Tergugat dalam hal
ini juga tidak dapat melakukan pernikahan yang sah dikarenakan dia adalah seorang
TNI Angkatan Darat, seorang PNS tidak boleh mempunyai istri lebih dari satu. Hal
ini mengacu kepada UU Perkawinan No 1 tahun 1974. Sehingga Penggugat tidak
dapat mengatakan tergugat tidak layakkarena tidak mempunyai bukti yana kuat.
- Bahwa upaya termohon kasasi selaku suami yang mengambil terampu di rumah
orang tuanya dengan serta merta dan tanpa pemberitahuan adalah tindakan "yang
wajar", karena judex facti hanya berdasarkan pada penilaian formalitas hukum
semata dengan melihat "Termohon Kasasi dan Terampu dalam hubungan hukum
formal sebagai suami istri.
- Bahwa terhadap tuntutan pembatalan penetapan No 02/Pdt.P/2009/PN.ME oleh
penggugat dikarenakan cacat yuridis, karena tidak mengacu kepada ketentuan
sebagaimana tercantum dalam klausul pasal 439 KUH Perdata yang pada
pokoknya menerangkan : "bahwa pengadilan harus meminta keterangan pihak
yang akan dimintakan pengampuan. Namun apabila tidak mampu untuk
dihadirkan maka pemeriksaan harus dilakukan di rumahnya, kemudian hasil
pemeriksaan langsung terhadap calon terampu yang dilakukan di rumahnya
apabila tidak dilakukan langsung oleh Hakim dan Panitera, maka dapat
didelegasikan dengan dibuatkan Berita Acara tersebut harus dikirimkan ke
Pengadilan Negeri". Selanjutnya pada bagian akhir pasal 439 KUH Perdata, pada
pokoknya menerangkan bahwa " Pemeriksaan dapat tidak dilakukan sepanjang
telah diberitahukan kepada terampu, baik melalui surat permintaan maupun
pendapat para keluarga sedarah". Hakim pada pokoknya menyatakan bahwa
Pemohon Kasasi tidak dapat membuktikan bahwa Penetapan No.
02/Pdt.P/2009/PN.ME mengandung cacat yuridis.
- Penggugat juga tidak mengajukan bukti apapun sebagai pembanding untuk
membuktikan penggugat lebih baik dari tergugat sebagai pengampu Niswati
(terampu). Sedangkan pihak tergugat sendiri telah mempunyai bukti- bukti yang
otentik yang menyatakan tentang keadaan jiwa si terampu dan juga dapat
menghadirkan saksi- saksi yang menyatakan bahwa terampu menjadi lebih sehat
setelah tinggal bersama tergugat dan sudah dapat berjalan lagi. Sehinga hakim
tidak perlu mengkoreksi tentang pasal ini karena tidak terdapat kesalahan dalam
penerapan hukum.
Menurut apa yang disebutkan diatas bahwa pengajuan penetapan pengampuan
oleh tergugat ini telah melanggar ketentuan dari pasal 439 KUH Perdata yang mana
tergugat sebagai suami tidak memberitahukan kepada pihak keluarga istrinya
tidak memanggil pihak- pihak keluarga terampu sebagai saksi. Pengadilan hanya
memeriksa saksi-saksi yang dihadirkan oleh tergugat saja.
Pengadilan seharusnya juga mcndatangkan keluarga sedarah terampu utuk
meminta keterangannya. Karena selama tergugat pindah tugas, penggugat dan Ibu
(terampu) yang mengurus terampu selama 8 (delapan) tahun. Tetapi disini Pengadilan
berpendapat karena Tergugat pada saat Pengajuan permohonan pembatalan pemtapan
pengampuan telah melengkapi bukti- bukti bahwa terampu terbukti tidak cakap dalam
melakukan tindakan hukum. Sehingga pengadilan berpendapat penetapan
pengampuan tidak cacat yuridis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suhartato yaitu Hakim pada
Pengadilan Negeri Medan juga menyatakan bahwa hal yang paling terpenting dalam
penetapan pengampuan adalah meminta keterangan dari keluarga sedarah dan juga
bukti-bukti otentik yang lain seperti keterangan dari pihak rumah sakit yang
menyatakan terampu memang mengalami gangguan jiwa, sehingga nantinya tidak
akan ada tuntutan dari pihak keluarga. Penetapan pengampuan harus berdasarkan
persetujuan kedua belah pihak yaitu apabila pihak suami yang menjadi Pengampu
maka harus mendapat persetujuan dari pihak keluarga terampu dan begitu juga
sebaliknya.
Menurut pasal 439 KUH Perdata menyatakan :
"setelah mendengar atau memanagil dengan sah akan segala mereka yang
tersebut dalam pasal yang lalu. Pengadilan harus mendengar akan seseorang yang
maka pemeriksaan itu harus dilangsungkan di rumahnya, oleh seorang Hakim atau
lebih yang diangkat untuk itu, disertai oleh Panitera, dan dalam segala hal, dengan
dihadiri oleh Jawatan Kejaksaan.
"Pemeriksaan tidak akan dilakukan. melainkan setelah diberitahukankepada si
pengampuannya diminta, baik isi surat permintaan, maupun laporan yang memuat
pendapat- pendapat para keluarsa sedarah''
Tetapi dalam kenyataannya hal ini jarang dilakukan oleh Pengadilan untuk
pemeriksaan secara langsung oleh Hakim tentang keadaan si terampu yang
sebenarnya, karena selain membutuhkan waktu yang lebih lama, dan jika penetapan
ini hanya mengenai perlindungan terhadap diri si terampu maka tidak dilakukan
kecuali ada hal yang mengenai harta kekayaan yang harus di urus. Pengadilan
menganggap apabila semua bukti- bukti maupun pendapat dari keluarga sedarah telah
lengkap maka penetapan pengampuan dapat langsung dilakukan.
Sehingga yang dapat menjadi dasar pembatalan suatu penetapan pengampuan
oleh hakim yaitu :
1. Jika terbukti, mereka berkelakuan buruk, maksudnya disini adalah si Pengampu
tidak merawat terampu dengan baik, bertindak sewenang-wenang terhadap
terampu dan menyiksa si terampu baik secara fisik ataupun mental.
2. Mereka yang dalam menunaikan tugasnya mengampu menyalahgunakan,
memperlihatkan ketidakcakapan dan mengabaikan kewajibannya: yaitu
menyebabkan kerugian terus menerus dan secara nyata dilihat oleh pengampu
tujuan memperkaya diriserndiri dari menjual seluruh harta benda milik si
terampu.
3. Mereka dalam keadaan pailit, pengampu ditetapkan pailit oleh pengadilan,
sehingga ia mempunyai kedudukan yang sama dengan si terampu sehinga ia tidak
dapat lagi memangku jabatannya sebagai pengampu.
4. Mengadakan perlawanan kepada si terampu baik terhadap dirinya sendiri, dan
harta bendanya di muka pengadilan,yaitu baik pengampu atau bapaknya, ibunya,
istri/ suaminya atau anak- anaknya melancarkan perkara di muka Hakim,
melawan si terampu dan terlibat didalamnya mengenai kedudukan, harta
kekayaan atau sebagian besar barang-barangnya.
5. Mereka yang dijatuhi hukuman telah berkekuatan hukum tetap karena kejahatan
atas orang yang diampunya;
6. Pengampu yang dihukum penjara selama dua tahun atau lebih.85
B. Perwujudan Kepastian Hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung nomor2221/K/Pdt/2010
Lembaga-lembaga penegak hukum, khususnya lembaga pengadilan dalam
situasi apapun tetapmenjadi tumpuan harapan bagi masyarakat luas
untukmendapatkan nilai kebenaran, kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukm.
Apalagi dengan diterimanya paham demokrasi dalam pergaulan masyarakat
internasional, menjadi tumpuan harapan dapat menjaga dan mempertahankan
nilai-nilai serta hak dcmokrasi masyarakat.
"Menurut Ir. Susanto (1995 :1) pengadilan sebagai lembaga yang berfungsi melakukan penegakan hukummelayani kepentingan dan hidup di tengah-tengah masyarakat, maka fungsi penegakan hukum oleh pengadilan itu tidak terlepas dari proses yang terjadi sebagai suatu realitas di dalam masvarakat yang lebih memposisikan lembaga pengadilan sebagai lembaga multifungsi dalam artian bukan proses yuridis semata, melainkan proses yang melibatkan perilaku- perilaku masyarakat yang berlangsung dalam suatu struktur.86
"Dari pemikiran para yuris, proses peradilan sering hanya diterjemahkan sebagai suatu proses memeriksa dan mengadili secara penuh dengan berdasarkan hukum positif semata- mata. Pandangan bersifat formal atau legistis ini, mendominasi pemikiran para penegak hukum, sehingga apa yang menjadi bunyi undang- undang, itulah yang akan menjadi hukumnya. Akibatnya terjadilah penegakan hukum yang kaku, cenderung mengabaikan rasa keadilan masyarakat karena lebih mengutamakan kepastian hukum. Proses mengadili pada hakekatnya bukan proses yuridis semata, bukan hanya menerapkan bunyi pasal- pasal dari undang- undana, melainkan proses yang melibatkan perilaku- perilaku masyarakat dan berlangsung dalam suatu struktur sosial tertentu.87
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang yang paling dominan yang dijadikan hakim dalam memutuskan
perkara yang ditangani, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh
sesuatu vang diharapkan dalam keadaan tertentu.88
Pada praktiknya penekanan kepada asas kepastian hukum oleh hakim lebih
cenderung mempertahankan norma-norma hukum tertulis dari hukum positif yang
ada. Penekanan yang lebih cenderung kepada asas keadilan dapat berarti harus
mempertimbangkan hukum yang hidup di masyarakat, yang terdiri dari
kebiasaan-86Suko wiyono,Peran LEMBAGA Peradilan dalam Mewujudkan Nilai
Kepastian,Kemanfaatan dan Keadilan,http://google.co.id,diakses pada tanggal 2 November 2012 87
ibid
kebiasaan dan ketentuan hukum tidak tertulis. Hakim dengan alasan serta
pertimbangan hukumnya harus mampu mengakomodir segala ketentuan yang hidup
dalam masyarakat saat memilih asas keadilan sebagai dasar memutuskan perkara
yang dihadapi.
Akan tetapi, dalam beberapa hal tersebut diwujudkan secara berurutan, karena
dalam pertimbangannya hakim memiliki argumentasi yang berbeda dengan bunyi
pasal peraturan perundang- undangan. Inilah yang sebagian pihak dipandang tidak
menciptakan "kepastian hukum" meskipun di satu sisi telah menciptakan keadilan
bagi para pencari keadilan. Adapula yang berpendapat sebaliknya, hakim telah
menciptakan suatu kepastian hukum tetapi di satu sisi tidak tercapainya suatu
keadilan.
Seperti dalam kasus ini putusan hakim seperti kurang adil karena dalam
pertimbangan- pertimbangannya, hakim berpendapat apabila bukti- bukti autentik
telah jelas, maka orang tersebut yang paling berhak untuk menjadi pengampu. Tanpa
adanya melihat fakta- fakta yang selama ini ada dan tanpa adanya pemeriksaan ulang
lebih mendalam.
Dalam tuntutan penggugat yang menyatakan penetapan pengampuan nomor
2/Pdt.P/2009/PN.ME cacat yuridis karena tidak memenuhi ketentuan peraturan yang
berlaku yaitu pasal 439 KUH Perdata berbunyi "setelah mendengar atau memanagil
dengan sah akan segala mereka yang tersebut dalam pasal yang lalu, Pengadilan harus
mendengar akan seseorang yang pengampuannya diminta. jika orang ini kiranya