• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR TIM FORUM DIALOG HUKUM DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN AKHIR TIM FORUM DIALOG HUKUM DAN"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

!"#$ !$ % $ & '$ $& $ $

'

' '

'

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……… 1

B. Maksud dan Tujuan .… ………. 3

C. Ruang Lingkup Pembahasan ……….. 4

BAB II INVENTARISASI ISU-ISU AKTUAL DI BIDANG HUKUM

DAN TEKNOLOGI

A. Perkembangan Regulasi Indonesia yang Terkait Dengan

Teknologi Informasi & Cyber Crime ... 5

I. Ketentuan Hukum Positif (Existing Law) terkait

Cyber Crime... 6

II. Draft Regulasi terkait Cyber Crime yang Sedang

Dipersiapkan ... 11

B. Teknologi Informasi Menembus Batas Ruang dan

(3)

C. Interpretasi Dan Implementasi Perjanjian-Perjanjian Internasional Di Bidang Keantariksaan Serta Implikasinya Bagi Upaya Perumusan Legislasi Nasional ... 29 D. Efek Rumah Kaca ... 31

E. Pembajakan Hak Cipta Dan Mall-Mall Yang Ada Di

Indonesia Sebagai Tempat Penjualannya... 34

F. Situs Web Instansi Pemerintah, Lembaga Legeslatif

dan Judikatif sebaga sarana Penyebarluasan dan

Layanan Informasi Hukum ... 38

BAB III TEKNOLOGI INFORMASI MENEMBUS BATAS RUANG DAN

WAKTU

A. Telematika Dan Jaringan Telekomunikasi Global... 43

B. Teknologi Informasi Sebagai Sasaran

dan Sarana Kejahatan ... 47

C. Perkembangan Teknologi Informasi

(4)

BAB IV INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN -

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI BIDANG KEANTARIKSAAN

SERTA IMPLIKASINYA BAGI UPAYA PERUMUSAN LEGISLASI

NASIONAL

A. Space Treaty 1967

I. Prinsip-prinsip Pokok... 57

II. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi .. 59

III. Implikasi terhadap Perumusan Legislasi Nasional 61

B. Rescue Agreement 1968

I. Ketentuan Pokok ………. 64

II. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi... 66

III. Implikasi terhadap Perumusan Legislasi Nasional 67

C. Liability Convention

I. Ketentuan-ketentuan Pokok ………. 68

II. Interpretasi dan Implementasi ... 71

III. Implikasi terhadap Upaya Legislasi Nasional…. 73

D. Registration Convention

I. Ketentuan-ketentuan Pokok ………. 75

II. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi.... 76

III. Implikasi bagi Perumusan Legislasi Nasional ... 78

(5)

BAB V EFEK RUMAH KACA

A. Efek Rumah Kaca (Green House Efect)………. 82

B. Pemanasan Global (Global Warming) ……… 83

C. Gas-Gas Rumah Kaca ... 85

D. Dampak Pemanasan Global ... 88

E. Meminimalkan Dampak Pemanasan Global... 92

F. Aspek Hukum Dalam Pemanasan Global... 95

BAB VI PEMBAJAKAN HAK CIPTA DAN MALL-MALL YANG ADA DI INDONESIA SEBAGAI TEMPAT PENJUALANNYA A. Sasarannya Mall-Mall Yang Ada Di Jabotabek... 97

B. Pembajakan Hak Cipta Dan Penegakan Hukumnya... 100

C. Upaya Pengurangan Pembajakan ………... 103

BAB VII SITUS WEB INSTANSI PEMERINTAH, LEMBAGA LEGESLATIF DAN JUDIKATIF SEBAGAI SARANA PENYEBARLUASAN DAN LAYANAN INFORMASI HUKUM A. Kebutuhan Sistem Informasi Hukum Nasional...105

(6)

C. Sistem Informasi Hukum Nasional Berbasis Jaringan

Internet berupa Portal Situs Web

bphn.go.id... ... 113

D. Pendayagunaan Situs Web Instansi Pemerintah, Lembaga

Legislatif dan Judikatif sebagai Sarana Penyebarluasan dan

Layanan Informasi Hukum... 124

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 127

B. Saran ………... 130

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai bagian dari proses peningkatan aktifitas sosial dalam ekonomi, masyarakat dunia telah memasuki suatu masyarakat yang berorientasi kepada informasi. Sistem informasi dan teknologinya telah digunakan dibanyak sektor kehidupan, mulai dari perdagangan/bisnis

(Electronic – Comerce) pendidikan (electronic education), kesehatan

(telemedika), telekarya, transportasi, industri pariwisata, lingkungan sampai ke sektor hiburan. Teknologi Informasi mencakup masalah sistem

yang mengumpulkan (Collect), menyimpan (save), memproses,

memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat. Teknologi komputer baik perangkat keras maupun perangkat lunak, jaringan komunikasi meluas dan teknologi multimedia dimungkinkan menjadi tulang punggung di masyarakat abad 21 mendatang.

(8)

perundang-undangan yang mengatur kegiatan ini belum mendukung untuk mengimbangi ekses-ekses yang ditimbulkan akibat pemanfaatan teknologi informasi ini. Dengan demikian terdapat kesenjangan antara kemajuan teknologi dan rendahnya perangkat hukum positif, penegakan hukum belum berjalan sebagaimana mestinya dalam mengatur penyalahgunaan teknologi informasi. Untuk itu Badan Pembinaan Hukum Nasional periode 2004 telah membahas keterkaitan antara hukum dan teknologi, dengan membentuk kelompok kerja hukum dan teknologi, lingkup pembahasan tahun lalu adalah :

- Pengaruh perkembangan teknologi informasi terhadap Sistem Hukum

Nasional;

- Cyber Law, dukungan mutlak bagi perkembangan Sistem Informasi Nasional (SISFONAS) berbasis teknologi informasi dan komunikasi;

- Sistem Informasi Hukum Nasional menunjang kesiapan berlakunya

undang-undang kebebasan memperoleh informasi public;

- Kesiapan regulasi dalam mengantisipasi pembangunan dan

pengoperasian Badan Antariksa di Biak;

- Peningkatan Investasi dan Kreativitas Investor Nasional melindungi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Internasional;

- Sistem Tanggungjawab dalam Penerbangan Sipil;

- Prospek Multimedia dan Industri Penyiaran;

(9)

Sebagai sebuah negara hukum, maka segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat harus dilandasi dan sejalan dengan aturan hukum. Demikian pula sebaliknya sebagai perangkat acuan maka hukum di Indonesia harus bisa memberikan koridor yang jelas dan terarah sehingga berbagai aktivitas yang akan dilakukan oleh masyarakat dapat dilakukan secara tertata dengan benar.

Dalam hal ini bahwa keberadaan hukum harus selalu bisa beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang terjadi, sehingga

dengan demikian proses pembangunan masyarakat secara

berkesinambungan yang memang menjadi tujuan utama

diberlakukannya hukum di negeri ini akan dapat terlaksana dengan baik serta bersifat dinamis mengikuti berbagai perubahan yang terjadi dalam skala nasional maupun internasional.

B. Maksud dan Tujuan

(10)

C. Ruang Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan dalam kegiatan tim mencakup isu-isu aktual di bidang hukum dan teknologi antara lain sebagai berikut :

a. Inventarisasi isu-isu aktual di bidang hukum dan teknologi

b. Teknologi informasi menembus batas ruang dan waktu

c. Interpretasi dan implementasi perjanjian-perjanjian internasional di

bidang keantariksaan serta implikasinya bagi upaya perumusan legislasi nasional

d. Efek rumah kaca

e. Pembajakan hak cipta dan mall-mall yang ada di indonesia

sebagai tempat penjualannya

(11)

BAB II

INVENTARISASI ISU-ISU AKTUAL DI BIDANG

HUKUM DAN TEKNOLOGI

A. Perkembangan Regulasi Indonesia yang Terkait Dengan Teknologi Informasi & Cyber Crime

Indonesia seperti halnya negara-negara lain di dunia memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap keberadaan regulasi di bidang

Cyber Crime. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) yang sangat cepat telah mempengaruhi sistem hukum nasional secara keseluruhan, karena kesulitan seringkali dihadapi jika kasus-kasus cyber crime pendekatannya dilakukan melalui hukum konvensional.

Menghadapi persoalan ini Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah konkret berupa pembuatan regulasi baru yang terkait dengan Cyber Crime. Langkah itu antara lain dalam bentuk disahkannya

Undang-undang tentang Terorisme yang didalamnya mengakui

(12)

I Ketentuan Hukum Positif (Existing Law) terkait Cyber Crime

1. Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Terorisme

Pasal 27 Undang-undang ini mengatur masalah alat bukti elektronik yang terkait dengan kegiatan terorisme. Pada prinsipnya alat bukti elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah.

Alat Bukti Pemeriksaan Tindak Pidana Terorisme meliputi :

a. Alat Bukti sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana

b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu

c. Data, Rekaman, atau informasi yang dapat dilihat,

dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada :

d. Tulisan suara atau gambar

e. Peta, rancangan, foto atau sejenisnya

f. Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang

(13)

2. Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Pencucian Uang.

Undang-undang ini juga mengatur alat bukti elektronik yang diakui sebagai alat bukti yang sah dalam kasus tindak pidana pencucian uang. Dalam pasal 38 UU No. 25/2003 alat bukti yang diakui selain yang dimaksud dalam Hukum Acara Pidana juga termasuk didalamnya alat bukti lain berupa Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan dokumen lainnya termasuk data elektronik.

3 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi.

Undang-undang ini mengatur masalah akses tidak sah melalui sarana telekomunikasi berupa larangan

melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau

(14)

4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Pemerintah Indonesia menekankan kembali

komitmennya yang menjunjung tinggi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pengakuan perlindungan terhadap HKI istilah yang baku Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan dasar bagi suatu Negara untuk dapat maju dalam era

masyarakat berbasis pengetahuan (Knowledge Society).

Penghargaan terhadap suatu inovasi akan menciptakan efek multiplier dalam perkembangan peran dan kreativitas komunitas intelektual suatu Negara. Hal ini juga merupakan salah satu hal yang diungkapkan Presiden RI dalam pertemuannya dengan Bill Gates di markas Microsoft di Redmond, Amerika Serikat baru-baru ini. Di Indonesia implementasi HKI di bidang program komputer merupakan pengejawantahan dari UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan sesuai dengan komitmen Indonesia yang telah meratifikasi kesepakatan WTO-TRIPS.

Sejalan dengan komitmen pemerintah secara umum

mengenai HKI, dalam konteks Information and

Communication Technology (ICT) pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akan menjadwalkan berbagai langkah koordinasi dengan

(15)

mengimplementasikan HKI di Indonesia. Dalam konteks ICT di Indonesia, penggunaan software (perangkat lunak) bajakan merupakan tantangan paling besar, karena mencakup operasi di berbagai aspek, termasuk dalam operasi pemerintah maupun dunia usaha.

Menteri Komunikasi dan Informatika, memandang bahwa seperti halnya Negara-negara berkembang lainnya, merupakan tantangan besar bagi Indonesia dalam mengimplementasikan HKI dalam penggunaan software berlisensi, karena dalam satu sisi mahalnya harga lisensi tersebut dibandingkan dengan GDP per kapita yang relatif rendah. Di satu pihak pemerintah menargetkan penyebaran ICT secara lebih merata, tingginya nilai software berlisensi sering merupakan penghambat karena menjadikan biaya investasi maupun biaya operasional tinggi sehingga sulit terjangkau. Oleh karena itu diperlukan alternatif-alternatif yang realistik yang harus disesuaikan dengan visi industri ICT di Indonesia ke depan.

Khususnya mengenai penggunaan software Microsoft

(16)

kesepakatan konkrit mengenai cara mengatasi permasalahan yang ada. Sebagai langkah pertama dalam kerjasama, akan dilakukan inventarisasi bersama yang

dikoordinasikan oleh Depkominfo bersama dengan

PT.Microsoft Indonesia untuk mengidentifikasi jumlah komputer dan aplikasi yang digunakannya baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah. Pekerjaan besar ini diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu empat bulan ke depan, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan strategi yang terbaik dalam mengatasi penggunaan software bajakan khususnya di limgkungan pemerintah. Perlu diketahui bahwa beberapa perguruan tinggi saat ini telah memiliki Campus Agreement dengan Microsoft.

5. Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen

Perusahaan

Pengakuan atas alat bukti elektronik meskipun

bersifat limitatif terbatas pada dokumen-dokumen

(17)

sejak semula dibuat atau diterima dalam sarana bukan kertas dapat langsung dialihkan kedalam bentuk media lainnya tanpa harus dibuat dahulu hasil cetaknya (hard-copy).

Ditegaskan pula bahwa dokumen perusahaan adalah data, catatan dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat

dilihat, dibaca, atau didengar. Pasal 15 ayat (1) UU Nomor.

8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan menyatakan bahwa dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam

microfilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.

2. Draft Regulasi terkait Cyber Crime yang Sedang Dipersiapkan

Saat ini Pemerintah Indonesia juga sedang mengajukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat beberapa Undang-undang terkait Cyber Crime dan regulasi Cyber Law pada umumnya.

1. RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

(18)

elektronik yang di dalamnya mengatur keberadaan dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah Ketentuan tentang alat bukti terdapat dalam pasal 5 RUU ITE yang menyatakan bahwa:

(1) Informasi elektronik dan atau hasil cetakdari informasi elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah .

(2) Informasi elektronik dan atau hasil cetakdari informasi elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Di samping hal-hal tersebut RUU ITE juga mengatur tentang hal-hal yang merupakan perbuatan yang dilarang terkait dengan cyber crime yang terdapat dalam pasal 26 RUU ITE yang berbunyi sebagai berikut :

a. Larangan menggunakan dan mengakses komputer

melawan hukum dengan apapun dengan maksud merusak, merubah, mengganti, memperoleh atau menghapus informasi

Secara prinsip, semua orang dilarang :

(1) Menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik lainnya tanpa hak dengan

maksud merusak, mengganti, merubah,

(19)

(2) Menggunakan atau mengakses komputer atau sistem komputer lainnya dengan maksud

memperoleh, mengubah, merusak atau

menghancurkan informasi negara, yang

berada pada statu dilindungi atau rahasia.

(3) Menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik lainnya, tanpa hak dengan maksud memperoleh, merubah, menghapus atau merusak informasi keamanan negara atau hubungan internasional yang dapat

menghasilkan ancaman atau kerusakan

potensial kepada negara dan juga subjek hukum internasional lainnya1.

b. Larangan merusak Sistem Elektronik yang

dilindungi Negara.

Setiap orang dilarang untuk melakukan

perbuatan melawan hukum yang dapat

mengakibatkan rusaknya program transmisi, informasi atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara2.

(20)

c. Larangan mengakses komputer untuk memperoleh informasi yang dilindungi negara.

Setiap orang dilarang menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya yang melampaui haknya, baik dari dalam negara atau luar negara, untuk mengambil informasi dalam dari komputer atau sistem elektronik lainnya yang dilindungi oleh negara.3

d. Larangan menggunakan atau mengakses

komputer atau sistem elektronik lainnya dengan segala cara atau yang melampaui kapasitasnya.

Setiap orang dilarang :

(1) menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik lainnya yang dimiliki oleh negara tanpa adanya otorisasi;

(2) menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik lainnya tanpa atau otorisasi sebelumnya atau yang melampaui batas kewenangannya terhadap yang dilindungi oleh negara, yang dapat merusak benda tersebut.

(3) menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik lainnya tanpa atau otorisasi

(21)

sebelumnya atau yang melampaui batas kewenangannya terhadap yang dilindugi secara umum, yang dapat merusaknya.

(4) merusak atau mengakibatkan kekacauan

komputer atau sistem elektronik yang

digunakan oleh negara4.

e. Larangan mengakses komputer tanpa otorisasi dengan maksud memperoleh keuntungan atau informasi finansial dari lembaga perbankan atau lembaga finansial.

Setiap orang dilarang :

(1) Menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik tanpa otorisasi atau melebihi kewenangannya dengan maksud memperoleh kekayaan atau informasi finansial dari Bank Indonesia, atau informasi finansial dari Bank Indonesia atau lembaga perbankan atau lembaga finansial, perusahaan kartu kredit,

kartu pembayaran atau lainnya selain

informasi konsumen yang disimpan.

(2) Menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik tanpa otorisasi dari

(22)

perusahaan kartu kredit, kartu permbayaran lainnya, dalam transaksi elektronik untuk memperkaya diri.5

f. Larangan Akses Melawan Hukum dalam

Komputer yang Dilindungi tanpa adanya Otorisasi atau yang Melebihi Kewenangan

Setiap orang dilarang menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik Bank Indonesia tanpa adanya otorisasi atau yang melebihi kewenangaan dengan maksud memperkaya diri atau menggunakannya dengan perbuatan yang melawan hukum.6

g. Larangan untuk mengambil keuntungan atau kode

akses (Menggunakan Password untuk Menjebol Komputer Lembaga atau Lembaga Lain yang dilindungi oleh Negara.)

Setiap orang dilarang:

(1) Menyebarkan, menukarkan, atau

menggu-nakan kode akses (password) atau informasi yang serupa, untuk menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksud mensalah gunakan, yang dapat mempengaruhi sistem

(23)

elektronik Bank Indonesia, lembaga perbangkan atau lembaga finanasial, dan perdagangan domestik atau internasional.

(2) Menyebarkan, menukarkan atau menggunakan

kode akses atau password, atau informasi yang serupa, yang dapat digunakan untuk menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksed mensalahgunakan komputer atau sistem komputer yang dilindungi negara.7

h. Larangan dalam Hubungan Internasional yang Merusak Komputer yang Dilindungi Negara dibawah Jurisdiksi Indonesia.

Setiap orang dilarang untuk melakukan tindakan,

dalam konteks hubungan internasional, yang merusak

dengan maksud dengan Every person merusak komputer

atau sistem elektronik yang dilindungi dibawah jurisdiksi

Indonesia dan dapat diakses secara umum.8

(24)

i. Larangan untuk menggunakan dan mengakses secara melawan hukum dengan segala cara dengan maksud merusak, mengganti, merubah, memperoleh atau menghapus informasi.

Pada prinsipnya setiap orang dilarang :

(1) Menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem elektronik, tanpa hak dengan maksud merusak, mengganti, merubah, memperoleh atau menghapus informasi dari komputer atau sistem elektronik lainnya.

(2) Menggunakan atau mengakses komputer atau

sistem komputer lainnya dengan segala cara

dengan maksud memperoleh, merubah,

merusak atau menghancurkan informasi

negara, dalam status dilindungi atau rahasia.

(3) Menggunakan atau mengakses komputer atau

(25)

ancaman atau kerugian kepada negara atau subjek hukum internasional lainnya.9

j. Larangan untuk Merusak Sistem Elektronik yang Dilindungi oleh Negara

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan

melawan hukum yang dapat mengakibatkan

kerusakan pada transmisi program, informasi atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.10

k. Larangan untuk mengakses komputer untuk

memperoleh informasi yang dilindungi Negara.

Setiap orang dilarang untuk menggunakan atau mengakses komputer atau sistem elektronik lainnya tanpa hak atau melebihi kewenangannya, baik yang diberikan dari negara atau tidak, ntuk memperoleh information didalam komputer atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.11

(26)

l. Larangan untuk Menggunakan atau Mengakses Komputer atau Sistem Elektronik lainnya dengan Segala Cara atau yang Melebihi Kewenangannya.

Setiap orang dilarang :

(1). Menggunakan atau mengakses komputer dan

atau sistem elektronik yang dimiliki dan dilindungi oleh negara tanpa adanya otorisasi; Menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik tanpa otorisasi atau melebihi kewenangannya yang dilindungi oleh negara, yang dapat berakibat rusaknya sesuatu.

(2). Menggunakan atau mengakses komputer dan

atau sistem elektronik tanpa adanya otorisasi atau yang melebihi kewenangannya yang

dilindungi oleh publik yang dapat

mengakibatkannya kerusakan.

(3). Merusak atau mengakibatkan kekacauan

komputer atau sistem komputer yang

digunakan oleh negara.12

(27)

m. Larangan untuk mengakses Komputer tanpa otorisasi dengan maksud memperkaya diri atau memperoleh informasi finansial dari lembaga perbangkan atau lembaga finansial.

Setiap orang dilarang:

(1) Menggunakan atau mengakses komputer dan

atau sistem elektronik tanpa adanya otorisasi atau yang melampaui bata denga maksud meperkaya diri atau memperoleh informasi finansial dari Bank Indonesia, atau lembaga perbankan atau lembaga finansial, perusahaan kartu kredit, kartu pembayaran atau informasi konsumen lainnya.

(2) Menggunakan atau mengakses komputer dan

atau sistem elektronik tanpa otorisasi dari perusahaan kartu kredit atau bentuk lainnya kartu pembayaran dalam dalam transaksi elektronik untuk memperoleh keuntungan.13

(28)

n. Larangan untuk Mengakses secara Melawan Hukum Komputer yang dilindungi tanpa Otorisasi atau yang melampaui Kewenangan

Setiap orang dilarang untuk menggunakan atau mengakses komputer dan atau sistem elektronik bank Indonesia tanpa otorisasi atau yang melebihi kewenangan dengan maksud untuk memperoleh

keuntungan atau menyalagunakannya.14

o. Larangan untuk mengambil keuntukngan Kode

akses (Penggunaan Password untuk menjebol komputer Lembaga Monetary atau lembaga lainnya yang dilindungi oleh Negara.)

Setiap orang dilarang:

(1). Menyebarkan, menukarkan atau menggunakan

kode akses (password) or atau informasi lainnya yang serupa, untuk digunakan dalam menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksed menyalahgunakan, yang dapat mempengaruhi bank Indonesia, lembaga perbankan atau finansial dan perdaganan domestik dan asing.

(29)

(2) Menyebarkan menukarkan atau menggunakan kode akses atau password, atau informasi yang serupa yang dapat digunakan untuk menjebol komputer atau sistem elektronik dengan maksed menyalahgunakan komputer atau sistem elektronik yang dilindungi oleh negara.15

p. Larangan dalam Hubungan Internasional untuk merusak Komputer yang Dilindungi oleh Negara dibawah kewenangan Indonesia.

Setiap orang dilarang dalam konteks

hubungan internasional untuk merusak komputer atau sistem elektronik yang dilindungi negara dibawah jurisdiksi Indonesia dan dapat diakses secara

umum.16

(30)

2. RUU tentang Transfer Dana

Ketentuan tentang cyber crime juga terdapat dalam RUU tentang transfer dana yang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 91 :

(1) Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan

hukum menerbitkan/mengeluarkan Perintah

Transfer Dana dengan maksud mengambil dan atau memindahkan seluruh atau sebagian Dana milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

(2) Pengurus, pejabat, dan atau pegawai Bank yang

(31)

dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) dan paling banyak Rp.

15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Pasal 92 :

Barang siapa yang dengan sengaja menerima dan atau menampung baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain suatu Dana yang diketahui atau sepatutnya harus diduga berasal dari Perintah Transfer Dana yang dibuat secara

melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara

sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dan paling lama 9 (sembilan)

tahun dan/atau denda sekurang-kurangnya Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Pasal 93

(1) Barang siapa dengan sengaja mengubah,

(32)

pihak lain dan atau untuk memperkaya diri sendiri dan/atau pihak lain, dipidana dengan pidana penjara

sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan/atau denda

sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas

milyar rupiah).

(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

apabila dilakukan oleh pengurus, pejabat, dan atau pegawai Bank, maka pidana yang ditentukan dalam ayat (1) ditambah dengan sepertiganya.

Pasal 94 :

Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan hukum

mengakses, mengambil, mengubah, menggunakan,

(33)

Pasal 95

Barang siapa yang dengan sengaja dan melawan hukum, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain, menahan dan atau mengintersepsi pengiriman Perintah Transfer Dana melalui komputer atau media elektronik lainnya, dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)

tahun dan/atau denda sekurang-kurangnya Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

3. RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP)

Di samping rancangan regulasi tersebut, saat ini

masalah Cyber Crime juga sedang dibahas dan diintegrasikan

(34)

B. Teknologi Informasi Menembus Batas Ruang dan Waktu

Secara umum banyak orang yang tercengang dan kagum terhadap perkembangan di dunia “cyberspace” beserta kecanggihan teknologi dan aplikasinya, namun sangat jarang yang memberi perhatian memadai terhadap masalah hukum dan kebijakan yang ditimbulkannya.

Perlindungan hak-hak pribadi (privacy right) dan arus informasi lintas batas merupakan sisi dilematis yang dihadapi oleh masyarakat informasi. Disatu pihak ingin dicapai kebebasan arus informasi (free flow of information), sementara dilain pihak harus tetap menjamin perlindungan terhadap hak-hak pribadi. Ciri-ciri intrinsik teknologi komputer dan sistem yang dikembangkannya memungkinkan penyebaran informasi tersebut menjangkau lintas batas negara (transborder).

Dalam hubungan ini aspek yang berkaitan dengan hukum perdata meliputi masalah yurisdiksi penegakkan hukum serta pilihan hukum, misalnya dalam kontrak-kontrak yang dilakukan secara elektronis (e-transaction).

(35)

terutama masalah putusan asing, baik oleh badan peradilan asing maupun lembaga arbitrase asing.

Agar terdapat jaminan penyebaran informasi lintas batas nasional tidak merugikan berbagai pihak, maka beberapa negara tetap melakukan pembatasan-pembatasan tertentu, seperti yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat, jerman dan Perancis. Beberapa instrumen internasional yang berkaitan dengan pembatasan tersebut, antara lain : “Data

Protection Convention of the Council of Europe (1980)”, Council of Europe Convention for the Protection Individuals with Regard to Automatic

Processing of Personal Data (1981)”, European Community Directive on the Protection of Individuals with Regards to the Processing of Personal

Data on the Freemovementn of such data of 1995”.

Seorang futurolog Amerika Serikat , Alfin Toffler dalam bukunya

“Power Shift”17 sebagaimana juga dikemukakan dalam karyanya “The Third Wave”, meramaikan penghujung abad 20 berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pada awal abad millenium akan ditandai

oleh pesatnya teknologi informasi mampu membentuk suasana “Total

Information War”, yang sering disebut “battle of information and battle of communication”. Perdebatan pro dan kontra tentang manfaat kegunaan teknologi informasi yang banyak dibicarakan mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat, mencakup nilai-nilai moral, etika serta perilaku ditengah perubahan paradigma bisnis di Indonesia.

(36)

C. Interpretasi Dan Implementasi Perjanjian-Perjanjian Internasional Di Bidang Keantariksaan Serta Implikasinya Bagi Upaya Perumusan Legislasi Nasional

Sebagai negara yang mempunyai kepentingan dalam penerapan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keantariksaan untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya. Indonesia perlu mengembangkan sistem hukum antariksa nasional. Melalui sistem hukum nasional yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional Indonesia, diharapkan kegiatan keantariksaan dapat berlangsung dengan tertib, bermanfaat serta mendorong kemajuan. Dalam pengembangan hukum antariksa nasional, beberapa prinsip perlu diperhatikan, antara lain :

a. Didasarkan atas kepentingan nasional.

b. Tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum nasional yang

berlaku.

c. Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum

internasional, khususnya di bidang keantariksaan.

Sebagaimana diketahui, Indonesia telah meratifikasi 4 (empat) dari 5 (lima) perjanjian internasional di bidang keantariksaan, masing-masing:

“Space Treaty 1967”18,”Rescue Agreement 1968”19, “Liability Convention

1972”20, dan “Registration Convention 1975”21. Sementara “Moon

Diratifikasi dengan Undang-undang No.16 tahun 2002. Diratifikasi dengan Keppres No.4 tahun 1999.

(37)

Agreement 1979” belum diratifikasi. Dengan meratifikasi, berarti ketentuan

yang terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional tersebut

ditransformasi dari ketentuan hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional. Konsekuensinya, setiap upaya legislasi nasional di bidang keantariksaan harus memperhatikan dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional termaksud. Persoalannya, seiring dengan perkembangan kegiatan keantariksaan maka intrepretasi dan implementasi perjanjian-perjanjian internasional diantara berbagai negara dapat bervariasi sesuai dengan kepentingan nasional masing-masing. Indonesia

pun akan menjadikan kepentingan nasionalnya sebagai dasar

pertimbangan bagi perumusan legislasi nasionalnya, khususnya dalam perumusan RUU Keantariksaan

D. Efek Rumah Kaca

(38)

berbagai masalah, terutama adalah masalah kesehatan. Semua sektor pembangunan dewasa ini mengalami peningkatan yang luar biasa berkat kemajuan teknologi , tetapi ironisnya semua kemajuan teknologi di semua sector pembngunan tersebut mempunyai dampak negative pada kesehatan masyarakat.

Perkembangan teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk

buatan dan penggunaan peptisida untuk pemberantasan hama, jelas akan

merugikan kesehatan. Perkembangan teknologi pangan seperti

pengawetan makanan, penggunaan kemasan makanan dari plastik dan foam, penggunaan penyedap kakanan dan sebagainya juga merugikan kesehatan. Perkembangan teknologi pertambangan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, limbahnya juga akan menggancam kesehatan manusia, seperti kasus di Buyat beberapa waktu yang lalu. Di sektor perhubungan, khususnya transportasi, dengan meningkanya peggunaan kendaraan bermotor, maka emisi atau gas buangan kendaraan bermotor tersebut akan mengganngu kesehatan masyarakat.

(39)

“global warming” (pemanasan bumi) sebagai dampak dari polusi udara (air pollution). Dengan perkataan lain pemansan global atau efek rumah kaca adalah merupakan salah satu dampak dari sektor pembangunan (teknologi transportasi), khususnya asap kendaraan bermotor. Meskipun gas buangan kendaraan bermotor atau teknologi transportasi ini bukan satu-satunya penyebab efek rumah kaca atau pemanasan bumi, namun gas buangan kendaraan motor di Indonesia saat ini mempunyai kontribusi yang cukup

besar dalam efek rumah kaca (nurhasanah zis@yahoo.co)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 4 ayat 6 menyebutkan bahwa baku mutu lingkungan adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsure lingkungan hidup. Udara adalah salah satu lingkungan hidup kita, oleh sebab itu zat-zat atau gas-gas yang ada didalamnya harus sesuai dengan baku mutu lingkungan seperti yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Apabila melebih dari ambang batas yang ditentukan akan terjadi polusi udara, dan menggangu kesehatanan masyarakat.

(40)

lingkungan, termasuk gas buangan kendaraan bermotor (CO2), meskipun masing-masing Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur bersama Badan Meteorologi dan Geofisika setempat diberikan keleluasaan untuk menetapkan baku mutu berdasarkan daerah masing-masing berdasarkan pertimbangan kondisi setempat, sepanjang masih didalam batas ambien.

E. Pembajakan Hak Cipta Dan Mall-Mall Yang Ada Di Indonesia Sebagai Tempat Penjualannya

Pada tanggal 15 April Tahun 1994 Pemerintah Indonesia menandatangani persetujuan akhir yang memuat hasil-hasil Perundingan Perdagangan Multilateral Putaran Uruguay (Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiation). Dan meratifikasi Persetjuan Pembentukan WTO (Agreement Establishing the WTO) dengan Undang-undang No. 7 tahun

1994 pada tanggal 2 November 1994. Sebagai anggota WTO, Indonesia

harus menyesuaikan system HKI nasional dengan Perjanjian TRIPS.

Meskipun Indonesia telah memiliki Undang-undang tentang Hak Cipta, Paten dan Merek, Undang-undang tersebut pada saat itu belum sesuai

dengan standart minimal yang diharuskan pada Perjanjian TRIPS. Sebagai

Konsekuensinya, undang-undang tersebut telah direvisi dan diubah dengan:

(41)

(2) Undang-undang No. 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 61 Tahun 1989;

(3) Undang-undang No. 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek.

Sementara itu, untuk menyusun UU Hak Cipta yang sesuai dengan Perjanjian TRIPS pada tahun 2002, UU Hak Cipta disahkan dengan UU nomor 19 tentang Hak Cipta (menggantikan UU Hak Cipta Tahun 1982 sebagaimana telah diubah pada tahun 1987 dan Tahun 1992.

Untuk memenuhi ketentuan-ketentuan tentang “Persyaratan Khusus Sehubungan dengan Tindakan Pembatasan” sebagaimana diatur dalam Bagian III, Bab 4 Perjanjian TRIPS, satu bab khusus telah ditambahkan ditambahkan pada Undang-Undang Kepabeanan Tahun 1995 (UU No. 5/1995). Bab X dari Undang-undang tersbut terdiri dari ketentuan tentang larangan dan pembatasan eksport-import dan pengawasan eksport-import atas barang-barang hasil pelanggaran HKI (khususnya Hak Cipta).

Sanksi yang tegas untuk penggunaan/eksplorasi secara tidak sah atas hak cipta adalah 7 tahun penjara dan denda Rp. 1.000.000.000 atau kira-kira US$100.000.

(42)

Pasal 12 UU Hak Cipta, program komputer dan kompilasi data termasuk dalam lingkup perlindungan.

Pasal 2 (2) Undang-undang Hak Cipta menyatakan bahwa pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program computer memiliki hak untuk menyewakan sebagaimana diatur oleh Pasal 11 Perjanjian TRIPS.

Di samping memberikan perlindungan hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia atas karya-karya konvensional seperti sastra, karya seni musik (Pasal 29 UU Hak Cipta), Indonesia juga melindungi semua karya termasuk piranti lunak (software) selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Pasal 30), sebagaimana diatur oleh Pasal 12 Perjanjian TRIPS.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang mulai efektif tanggal 29 Juli Tahun 2003 maka perlu diadakan sosialisasi kepada para pemiliki mall yang berada di Jabotabek tentang pentingnya HaKI itu khususnya Hak Cipta bagi masyarakat Indonesia.

(43)

Dalam keadaan ekonomi yang cukup memprihatinkan sekarang ini, investasi asing merupakan hal yang banyak diharapkan akan turut membantu pemulihan ekonomi Indonesia. Sistem HKI yang baik, dalam hal ini mencakup perlindungan hokum yang lebih kuat dan akan berdampak pada meningkatkan arus investasi modal asing ke Indonesia.

Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

(1) Permasalahan HKI di Indonesia, pada dasarnya sama dengan permasalahan HKI di negara-negara lain baik di negara maju maupun dinegara-negara berkembang yang membedakan adalah jumlah dan kualitas. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pembajakan buku, kaset, CD music dan sebagainya dinegara majupun itu terjadi akan tetapi jumlah pelanggarannya sangat sedikit, sedangkan di Indonesia dikatagorikan sebagai negara ke tiga yang terbesar di dunia yang melakukan pembajakan.

(44)

(3) Isu lain berkaitan dilema pasar. Kebanyakan kita terbelenggu oleh keengganan mengganti kebiasaan membeli barang bajakan dengan membeli barang yang asli karena yang bajakan jauh lebih murah dibanding yang asli. Sebagian kita mensejajarkan kedudukan antara kaduanya sebagai persaingan antara dua produk yang kompetitif. Padahal sudah jelas yang pertama illegal, yang kedua sah. Keterbelengguan ini disebabkan oleh dibiarkannya peredaran produk illegal untuk diperjual belikan secara bebas ditengah-tengah masyarakat.

F. Situs web instansi Pemerintah, lembaga Legislatif dan Judikatif sebagai sarana penyebarluasan dan layanan informasi hukum.

Kebutuhan informasi hukum yang sangat mendesak seyogianya dapat dipenuhi dan diakses secara mudah dan murah bagi yang membutuhkannya serta dapat diandalkan dan tersaji secara tepat waktu. Informasi Hukum yang jelas, akurat dan mutakhir dirasakan sangat urgen bagi :

1. Perancangan dan pembahasan Amandemen Undang Undang Dasar

1945, Undang-undang dan lain-lain produk perundang-undangan baik di Pusat maupun Daerah;

2. Penentuan Kebijakan Pemerintah : dari Presiden , Menteri, Gubernur,

(45)

3. Pemeriksaan dan investigasi oleh Polisi, Jaksa, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Obudsman Nasional, komisi Judisial dsb;

4. Penyusunan putusan pengadilan oleh Hakim Pengadilan Negeri,

Pengadilan Tinggi, Mahkamah Militer, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta berbagai Pengadilan Ad-Hoc yang sekarang sedang berkembang;

5. Pelaksanaan tugas para Pengacara dan Pembela perkara di

lembaga-lembaga Bantuan Hukum termasuk penyusunan strategi pembelaan (pleidooi) bagi kliennya;

6. Pelaksanaan tugas para Debitur dan Mediator di dalam perkara bisnis

dan atau ekonomi;

7. Pelaksanaan tugas para guru besar dan dosen Fakultas Hukum, agar

mutu pendidikan Sarjana Hukum Indonesia tetap up-to-date dengan mengajarkan teori maupun hukum nasional dan internasional yang paling mutakhir;

8. Pembinaan kesadaran hukum masyarakat, agar setiap warga negara

dan penduduk mengetahui apa yang merupakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara;

9. Informasi Hukum yang paling mutakhir itu juga sangat penting bagi para mahasiswa untuk dapat menyusun skripsi, tesis dan disertasinya secara baik sehingga dapat meningkatkan kecerdasan bangsa;

(46)
(47)

hukum yang lengkap dan tepat masyarakat dan kalangan luas dapat memantau serta mengukur batasan-batasan kewenangan instansi dilingkungan eksekutif, legislatif dan judikatif sehingga memudahkan

menuntut pertangung jawaban apabila terjadi

penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran-pelanggaran.

(48)

Komunikasi sehingga dapat diakses dengan mudah dan murah dan tidak terikat ruang dan waktu.

Berbagai upaya membangun Sistem Informasi Hukum Nasional dengan memanfaatkan Teknologi Informasi telah dilakukan karena didasarkan atas kenyataan bahwa dokumentasi dan informasi hukum masih merupakan faktor yang lemah dalam penyelenggaraan pemerintahan.

(49)

BAB III

TEKNOLOGI INFORMASI MENEMBUS BATAS RUANG DAN WAKTU

A. Telematika Dan Jaringan Telekomunikasi Global.

Globalisasi teknologi informasi mengantarkan hadirnya masyarakat informasi sebagai kelanjutan dari strata masyarakat agraris dan masyarakat industri. Teknologi telekomunikasi, komputer dan informasi telah berkembang demikian canggihnya sehingga aplikasi yang berhubungan dengan teknologi tersebut sudah menjadi kehidupan umat manusia sehari-hari. Teknologi ini mengubah cara hidup kita. Berbagai hambatan seperti batas ruang dan waktu yang semula menjadi kendala sangat besar menjadi hilang atau berkurangdengan adanya jaringan internet. Munculnya sejumlah kasus yang sangat fenomenal di dunia internet telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai institusi

dalam arus utama (mainstream) budaya saat ini. Sejarah penemuan

(50)

Amerika Serikat menemukan produk teknologi yang esensinya adalah memadukan teknologi telekomunikasi dengan komputer yang dikenal

dengan nama ARPAnet yang merupakan kependekan dari Advanced

Research Project Agency Network. Berdasarkan perpaduan dua produk

ini, seseorang dapat menjual ide melalui “Request For Comment”

kemudian diakses oleh orang lain untuk memperoleh komentar. Pada tahun 1970-an perpaduan teknologi ini yang dikenal dengan istilah teknologi informasi (information technology) mulai dimanfaatkan untuk keperluan non-militer oleh berbagai universitas.

Kegiatan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, dimanfaatkan masyarakat untuk penyebaran dan pencarian data serta dimanfaatkan pula untuk memberi pelayanan dan transaksi bisnis. Teknologi Informasi (TI) atau Information Tec hnology (IT)22 merupakan sub sistem dari sistem informasi yang lebih berorientasi pada teknologinya.

Dalam sistem teknologi informasi yang digunakan adalah teknologi komputer, teknologi komunikasi dan teknologi apapun yang dapat

Salah satu definisi Teknologi Informasi atau Information Technology, yang dikutip dari “ Information Technology Training Package ICA 99” yang diterbitkan oleh Australian National Training Authority (ANTA), disebutkan :

The Information Technology Industry is defined as the development application of computer and communication – based tecnologies, for processing, precenting, and managing data and information. This includes computer hardware and component manufacturing, computer software development and various computer related service; together with communication equipment, component manufacturing and service.

(51)

memberikan nilai tambah untuk organisasi. Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi, media dan informatika atau disingkat teknologi telematika23 serta meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global telah merupakan pola dan cara kegiatan bisnis di bidang industri, perdagangan dan pemerintahan. Terkait dengan keberadaan internet sebagai satu jaringan telekomunikasi global (global telecommunication network) atau sering juga disebut dengan jalan raya informasi (Information Super-highway atau Digital highway), orang akan membayangkan terjadinya konvergensi pasar dan konvergensi konsumen.

Dengan konvergensi dalam bidang perdagagangan telah melahirkan model transaksi e-commerce. Pada perjalannya internet juga telah melahirkan konsep baru dalam bidang-bidang yang lainnya, seperti

pendidikan (e-learning), pemerintahan (e-government), bisnis

(e-business), dan politik (e-democracy). Indonesia sebenarnya telah cukup lama membangun dan memanfaatkan telematika, baik dalam pengolahan data berbagai komputer maupun dalam penyelenggaraan layanan telekomunikasi canggih. Namun hingga kini masih tertinggal, bahkan tertinggal oleh negara tetangga kita Singapura dan Malaysia yang telah memiliki cyber law masing-masing sejak tahun 1993 dan tahun 1997. Dalam upaya pendayagunaan telematika, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Pengembangan dan

(52)

Pendayagunaan Telematika di Indonesia. Dua tahun sebelumnya terdapat Undang-undang Nomor 36 tahun 1999. Tentang Telekomunikasi sebagai pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dan Keppres Nomor 50 Tahun 2000 Tentang Tim Koordinasi Telematika Indonesia.

Perkembangan telekomunikasi yang pesat mendorong secara

simultan munculnya ekonomi global24 yang semakin luas. Telekomunikasi

akan melengkapi infrastuktur setiap industri dan perusahaan yang bersaing dalam pasar global. Bisnis telekomunikasi berkembang berlipat ganda ke arah proses interkonektivitas, dimana pemanfaatannya dikombinasikan dengan telepon. Sarana media televisi, komputer dan komponen elektronik menjadi kekuatan global yang bisa memberikan dampak positif maupun negatif terhadap kehidupan umat manusia Oleh karena itu diperlukan ekspektasi terhadap tinkah laku individual dalam

bentuk peraturan-peraturan baru atau norma-norma baru berupa code of

conduct secara universal ditengah berlangsungnya itikad tidak baik dilakukan pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan melawan hukum, yang berarti melakukan pelanggaran dan kejahatan. Seperti halnya kejahatan komputer yang merupakan kejahatan siber (cybercrime) telah berkembang di Indonesia perlu ada pengaturannya, agar dapat mencebah dampak negatif, mendorong dampak positif, sehingga terjadi kondisi sosial yang harmonis.

(53)

Memperhatikan kondisi serupa itu timbul gerakan masyarakat untuk mengembangkan hukum, peraturan, norma tidak tertulis dan berbagai upaya untuk memelihara harmoni sosial. Jika mengikuti kasus-kasus kejahatan yang berbasis komputer dewasa ini (cyber crime/ computer crime/ computer misuse/ computer abuse/ computer related crime)

dikaitkan dengan kriterian penggunaan hukum kejahatan tersebut bukanlah merupakan kejahatan yang sederhana. Karena itu kejahatan

siber (cyber crime) bukan hanya persoalan yuridis belaka, sebab

didalamnya terkait beberapa unsur lainnya, seperti sikap pelaku yang tidak bertanggung jawab, kecongkakan intelektual si pelaku, sikap tertutup si korban, disamping lemahnya hukum dan pengawasan. Masalah pengertian istilah “cyber crime” belum dikenal secara sistematis dalam kepustakaan di Amerika Serikat sampai dengan tahun 1980-an dan baru diakui sekitar tahun 1990-an yang secara khusus dimasukkan ke dalam

Black's Law Dictionary (2001).25

B. Teknologi Informasi Sebagai Sasaran dan Sarana Kejahatan

(54)

Di Indonesia sampai saat ini belum ada Undang-undang khusus yang mengkriminalisasikan tipe kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer. Jika dalam beberapa kasus penggunaan komputer untuk melakukan kejahatan tertentu telah dijatuhi pidana Pengadilan di Indonesia, fakta tersebut bukan merupakan penerapan dari hukum pidana, melainkan suatu analisis hukum yang “mempersamakan” kejahatan dimaksud dengan kejahatan biasa yang telah diatur dalam KUHP. Sedangkan yang dimaksud dengan kejahatan siber dapat meliputi

pertama, teknologi informasi sebagai sasaran kejahatan dan kedua, teknologi informasi sebagai sarana untuk melakukan kejahatan.26

Sebagaimana disebutkan dalam “Convention on Cybercrime”

(2001), teknologi informasi sebagai sasaran kejahatan terbagi atas tiga jenis kejahatn siber yaitu :

1. Offences against the confidentiality, integrity and avaibility of computer data, meliputi : illegal access, illegal interception; data interference; sistem interference; misuse devices.

2. Computer related offences, meliputi computer related forgery;

computer related fraud; offences related forgery; computer related

fraud; offences related to childpornography.

3. Offences related to infringement of copy right and related rights,

meliputi kejahatan terhadap hak kekayaan intelektual.

(55)

Sedangkan sasaran teknologi informasi sebagai sarana kejahatan, khususnya dalam transaksi bisnis internasional telah menimbulkan akibat hukum yang sangat merugikan, dan bahkan telah menimbulkan masalah yurisdiksi hukum. Khusus mengenai prinsip yurisdiksi hukum pidana telah diakui beberapa prinsip yurisdiksi, antara lain prinsip teritorialitas, prinsip

nasionalitas, baik nasionalitas pelaku maupun korban dan prinsip

universalitas.

Mengingat semakin kompleksnya permasalahan terhadap perlunya penerapan hukum untuk menghadapi kejahatan siber, maka diperlukan

hukum pidana khusus siber atau cybercrime law27 yang dirasakan sangat

mendesak kehadirannya di negara kita. Di dalam Konvensi Cybercrime (2001) yang diadopsi oleh Council of Europe telah ada ketentuan mengenai yurisdiksi hukum pidana yang selama ini telah diakui dalam hukum pidana yang berlaku di seluruh negara.

Sampai saat ini belum ada satu lembaga internasional yang memiliki wewenang untuk memutuskan yurisdiksi negara yang berwenang menuntut dan mengadili kasus dimaksud. Namun demikian prinsip umum hukum internasional sudah mengakui bahwa pilihan yurisdiksi hukum pidana terhadap kejahatan siber yang bersifat transnasional merupakan wewenang negara locus delicti, dilihat dari sisi nasionalitas pelaku atau korban atau tempat dimana sarana teknologi komputer digunakan. Demikian juga telah diterima prinsip yurisdiksi yang bersifat opsional/

(56)

bahwa negara lain yang telah dirugikan karena kejahatan transnasional tersebut dapat mengajukan klaim yurisdiksi yang sama.

Teknologi komputer telah mengubah budaya manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bainbridge mengatakan bahwa : Computer Technology is having an ever-growing impact upon society and the way that society conducts its affairs. Computer have permeated

almost every profesional, commercial and industrial activity and many

organizations would find it difficult, if not impossible, to function without

relying heavily on computer.28

Teknologi berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup manusia dari waktu sebelumnya. Pemanfaatan telematika dalam berbagai bidang kehidupan manusia, seperti pendidikan, pertukaran informasi, hiburan, perdagangan dan sebagainya bukan saja telah mengakibatkan segala urusan menjadi mudah, tetapi juga melahirkan sejumlah permasalahan termasuk masalah hukum. Dalam

perdagangan secara elektronik (e-commerce) misalnya, muncul persoalan

hukum berkaitan dengan perlindungan data pribadi para konsumen (the protection of privacy right of consumen).

Informasi mengenai transaksi secara elektronik (on-line system)

atau e- commerce membutuhkan adanya perlindungan hukum yang

memadai terhadap upaya orang atau pihak-pihak yang berusaha mengakses secara ilegal. Jenis perlindungan ini meliputi beberapa aspek

(57)

yang disebut CIANA 3, yaitu : Confidentiality, Integrity, Authorization, Non-repudiation, Availibility, Authenticity dan Auditability. Seluruh aspek

tersebut dirangkum dalam sebuah sistem yang dinamakan Cryptosystem

yang terdiri atas dua sistem yakni, symetric cryptosystem atau secret key cryptosystem dan asymetric cryptosystem atau public key cryptosystem29.

Teknologi informasi atau information technology (IT) telah

menghasilkan berbagai jenis dan peluang baru dan telah menciptakan karir baru dalam pekerjaan manusia. Transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilangsungkan secara elektronik, suatu perubahan dari “paper transaction”, menjadi “electronic transaction”. E-commerce memerlukan sistem pengamanan yang dapat melindungi pihak-pihak yang bertransaksi.

Amerika Serikat memainkan peran utama dalam revolusi informasi, menyadari ketergantungan mereka pada IT yang telah membuka

ancaman baru terhadap ekonomi, keamanan masyarakat (public safety)

dan pengamanan nasional (national security). Sehubungan dengan itu

pada tanggal 22 Mei 1999, Presiden Amerika Serikat telah menandatangani Presidential Decision Directive 63 (PDD 63) on Critical Infrastructure Protection. Di dalam Keputusan Presiden Amerika Serikat tersebut ditegaskan sistem pengamanan terhadap komunikasi elektronik memberikan perlindungan perbuatan-perbuatan yang dapat berupa :

Makalah “Cyber Law : Antisipasi Hukum Terhadap Transaksi Bisnis Melalui Cyber Network”,

(58)

1. Pengubahan, penambahan atau perusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab terhadap data dan informasi, baik selama proses transmisi oleh pengirim kepada penerima maupun selama dalam penyimpanan.

2. Perbuatan pihak yang tidak bertanggung jawab dalam usaha

memperoleh informasi yang dirahasiakan , baik secara langsung dari penyimpanan, maupun ketika ditransmisikan oleh pengirim kepada penerima (upaya penyadapan).

Sehubungan dengan itu, sistem pengamanan komunikasi elektronik harus mengakomodasikan kebutuhan pengamanan CIANA 3. Indonesia mempersiapkan RUU tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, karena menyadari perkembangan teknologi telah

mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.

Didalam RUU tersebut, antara lain memuat substansi tentang tanda tangan elektronik (electronic signature) atau digital signature. Signature yang dimaksudkan disini bukan merupakan digitalizes image of handwritten signature”, bukan tanda tangan yang dibutuhkan oleh seseorang dengan tangannya di atas dokumen-dokumen, antara lain dokumen-dokumen kertas seperti yang lazim dilakukan. Digital signature

diperoleh dengan terlebih dahulu menciptakan suatu message digest atau

(59)

fungsi sidik jari seseorang. Digital signature merupakan alat untuk

mengidentifikasi suatu pesan yang dikirimkan.30 Digital signature

bertujuan untuk dapat dijadikan alat bukti kuat secara hukum bahwa isi pesan yang telah dikirimkan oleh pengirim itu disetujui oleh pengirimnya dan bukan dikirimkan oleh orang lain.

Pada tanggal 1 Oktober 2000 Amerika Serikat telah mengeluarkan

suatu Undng-undang yang mengatur mengenai digital signature atau

electronic signature, disebut sebgai “Electronic Signature in Global and International Commerce Act”, Singapura mengatur digital signature

mendahului Amerika Serikat dengan menerbitkan Electronic Transaction Act Number 25 of 1998, tanggal 10 juli 1998, Dalam RUU tentang Informasi dan Transaksi Elekronik di Indonesia disebutkan bahwa tanda tangan elektronik adalah Informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain yang ditujukan oleh pihak yang bersangkutan untuk menunjukkan identitas dan status subyek hukum. Sedangkan transaksi elektronik adalah hubungan hukum yang dilakukan melalui komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya31. Dari kedua definisi tersebut titik berat diletakkan pada pentingnya status subyek hukum dan hubungan hukumnya.

(60)

C. Perkembangan Teknologi Informasi di Beberapa Negara

Perspektif internasional dari “information superhighways” telah menjadi agenda nasional beberapa negara, antara lain Amerika Serikat,

Canada, Uni Eropa, Jepang, Republik Korea, Singapore dan Malaysia.32

Sejak tahun 1993 Amerika Serikat mengembangkan “National

Information Infrastructure” atau NII terdiri dari 4 komponen pokok yaitu :

“owner of the highways”, “the makers of the information appliances”, “ the

information providers” dan “information costumer”, Visi dari pengembangan NII adalah membuat Amerika Serikat sebagai pemimpin dunia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta melayani kebutuhan informasi bagi bangsa Amerika dengan harga terjangkau.

Canada, tahun 1994 melalui “The Information Highway Advisory Council” (IHAC), bertujuan menciptakan lapangan kerja melalui inovasi dan investasi dengan memperluas dan menyempurnakan infrastruktur informasi, menegakkan kedaulatan nasional dan identitas kultural bangsa serta menjamin pelayanan umum

(universal service) dengan harga yang wajar.

Uni Eropa, mengembangkan “EU Action Plan For The Information Society” pelaksanaannya melalui “the European Council For Telecoms”.

Jepang, melalui Dewan Telekomunikasi pada tahun 1993 telah

melakukan studi mengenai “Info Communication Infrastructure”

(61)

yang bertujuan akhir untuk mendukung transisi ke arah “Intellectual Creative Society”.

Republik Korea, mempunyai visi dan misi untuk mengembangkan

“Korea Information Infrastructure” (KII), bertujuan memperluas dan memajukan infrastruktur informasi nasional yang terdiri dari jaringan komunikasi komputer, “data base” dan terminal multi media.

Singapura, pada tahun 1993 melalui “The Singapore National Computer Board” (NCB) telanh mengembangkan “IT 2000 Master Plan”, bertujuan merubah Singapura menjadikan “Intellegent Island”

dimana penggunaan IT merupakan bagian dari seluruh kehidupan masyarakat, baik di tempat kerja, di rumah, di tempat bermain dan lain-lain. Pada tahun 2010 Singapura berambisi sebagai negara

pertama di dunia yang memiliki “an advanced nationwide

information infrastructure”.

Malaysia, memasuki tahun 2004 telah menambah 3 (tiga) perangkat Undang-undang lagi di bidang siber (cyber laws), yaitu

the Electronic Government Act, the Electronic transactions Act dan

the Personal Data Protection Act. Sebelumnya Malaysia telah memiliki undang-undang: the Digital Signatture Act 1997, the Computer Crimes Act 1997, the Copyright (Amendment) Act 1997

dan the Communications and Multimedia Act 1998.

Indonesia, melalui instruksi Presiden RI Nomor 6 Tahun 2001,

(62)

Indonesia, antara lain bertujuan memfasilitasi masyarakat untuk

turut serta dalam pengembangan dan pendayagunaan

telekomunikasi, media dan informatika (Telematika).33

Sambil menunggu kehadiran “cyber law” di Indonesia beberapa

aspek yang mendesak untuk diatur sebagai jaminan kepastian hukum yaitu perlunya pengaturan “secure transaction”, “public key infrastructure”, “registration authority”, “electronic payment” dan “sertification authority”.

BAB IV

INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN-PERJANJIAN

INTERNASIONAL DI BIDANG KEANTARIKSAAN SERTA IMPLIKASINYA

BAGI UPAYA PERUMUSAN LEGISLASI NASIONAL

(63)

A. Space Treaty 1967

I. Prinsip-prinsip Pokok

Sebagai “Magna Charta” Bagi kegiatan keantariksaan.

“Space Treaty 1967” memuat prinsip-prinsip pokok bagi kegiatan keantariksaan, yang mencakup :

a. Prinsip kebebasan dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan

penggunaan antariksa secara non-diskriminatif (“freedom of exploration and use on a non-discriminators basis”) untuk

kepentingan dan manfaat semua bangsa34.

b. Prinsip larangan penundukan nasional (“not subject national

appropriation”) atas antariksa, termasuk bulan dan benda-benda langit lainnya35.

c. Prinsip berlakunya Ketentuan-ketentuan Hukum

Internasional termasuk Piagam PBB bagi kegiatan keantariksaan36.

d. Prinsip Larangan penempatan dan percobaan senjata nuklir

dan senjata perusak masal serta perbentengan di antariksa37

e. Prinsip kewajiban pertolongan terhadap astronaut sebagai

duta kemanusiaan (“envoys of mankind”) serta

pengembalian terhadap astronaut dan benda-benda

Lihat Pasal I Space Treaty 1967.

(64)

antariksa yang melakukan pendaratan darurat, kecelekaan atau dalam keadaan “distress”38.

f. Prinsip tanggung jawab negara (“state responsibility”) bagi

“national activities” dengan melaksanakan “authorization and continuing supervision”. serta kewajiban memberikan ganti rugi internasional (“international liability”) atas akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan benda-benda antariksa39.

g. Prinsip pelaksanaan yurisdiksi dan pengendalian atas benda

antariksa oleh negara pendaftar dari suatu benda antariksa40.

h. Prinsip perlindungan dan pelestarian lingkungan melalui

“international consultation”41.

i. Prinsip kerjasama internasional42.

Mengingat prinsip-prinsip di atas bersifat universal, maka tak

heran jika sampai dengan tanggal 1 Januari 2003 jumlah negara yang telah meratifikasi Space Treaty 1967 berjumlah 98 (sembilan puluh delapan) negara. bahkan negara-negara yang belum meratifikasinya dalam prakteknya menghormati dan melaksanakan

prinsip-prinsip “Space Treaty 1967”. Dengan demikian dapat

(65)

dikatakan “Space Treaty 1967” bukan hanya sekedar “treaty contract”, tetapi merupakan “law making treaty”.

2. Permasalahan Interpretasi dan Implementasi

Meskipun bersifat universal, akan tetapi banyak negara dan para ahli yang menginterpretasikan serta mengimplementasikan secara berbeda prinsip-prinsip di atas. Beberapa contoh mengenai

perbedaan interpretasi dan implementasi tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut :

a. Pengertian “province of mankind” apakah sama dengan

“common heritage of mankind”, meskipun keduanya

merupakan kawasan “beyond national territory”, namun

penafsirannya yang berbeda dapat mengakibatkan

implementasi yang berbeda pula;

b. Mengenai status antariksa sebagai “province of mankind”

dan “common heritage of mankind”. ada yang

menafsirkannya sebagai “common interesr”, sementara yang

lain memahaminya sebagai “common ownership”;

c. Mengenai konsep “non-appropriation”, AS berpendapat

bahwa hanya terbatas pada pengertian tidak tunduk kepada “kedaulatan nasional”, akan tetapi kepemilikan pribadi

Referensi

Dokumen terkait

Membangun jaringan pelayaran transportasi laut berskala nasional dan internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menghubungkan pusat-pusat

Kendala dalam Pengelolaan Informasi Publik di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan adalah staf dan pejabat dari di lingkup Pusat Penelitian dan

Penerapan akuntansi yang baik oleh instansi pemerintah dan pengawasan yang optimal terhadap kualitas laporan keuangan instansi pemerintah diharapkan akan

Oleh karena itu, pengadaan laporan keuangan pada instansi pemerintah diharapkan agar basis akuntansi yang digunakan sesuai dengan penerapan perlakuan akuntansi atas

Mengenai faktor keamanan penggunaan media elektronik dalam transaksi elektronik, pihak UNCITRAL mengemukakan berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka meminimalisir

Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi dalam

Sebelum memasuki tahapan tersebut, lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai

Dokumen ini membahas tentang pentingnya tenaga listrik untuk kesejahteraan, kemakmuran, dan pembangunan yang