PRAKTIKUM KARAKTERISTIK DAN PENGARUH BERBAGAI
PERLAKUAN TERHADAP PIGMEN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
HENDI KUSWENDI (240210160049)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: [email protected]
ABSTRACT
Pigments are special molecules that can give rise to color. Pigments absorb sunlight by absorbing and reflecting at certain wavelengths. The materials used are onion, beans, spinach, beef, pineapple, milk powder, eggplant and carrots. Based on the experimental results, spinach cooked in a closed state has a dark intensity dark green color. Anocyanin pigments in onions and eggplant, chlorophyll on beans, and carotenoids in carrots, and pineapple are degraded when soaked in acidic, alkaline, and metal salts. Fresh meat that is allowed to stand for 20 minutes undergoes a color change to brownish red (metmioglobin) caused by iron oxidation in myoglobin. Warming up on the meat causes a brown color called haemochrom. Rotten meat tested using positive eber solution
produces white smoke indicating the meat has decayed. H2S test on meat gives negative
results because meat has not really rotten. The best meat preservation is by curing using a mixture of vitamins, NaNO3, and NaNO2.
Keywords:
, Chlorophyll, Carotenoids, PigmentsPENDAHULUAN
Pigmen merupakan molekul khusus yang dapat memunculkan warna. Pigmen mampu menyerap cahaya matahari dengan menyerap dan memantulkannya pada panjang gelombang tertentu. Pigmen dapat diperoleh dari tanaman atau hewan dan warna alami ini meliputi pigmen yang terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan atau pemrosesan (Winarno, 1991).
Pigmen merupakan faktor yang dapat menyebabkan adanya warna dalam bahan makanan, sebagai contoh klorofil, klorofil adalah zat yang memberikan warna hijau pada sayuran, akroten yang menyebabkan warna jingga pada sayuran
wortel dan jagung, sedangkan likopen merupakan penyebab warna merah pada
semangka dan tomat. Pigmen klorofil banyak terdapat pada sayuran berdaun
untuk membersihkan dan
menyembuhkan luka dan
menghilangkan bau tubuh
(Dwidjoseputro, 2005).
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, atau merah orange, yang ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang / kerangka luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm, oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang) d an ikan (salmon, trout, sea beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok bakteri, jamur, ganggang dan tanaman hijau. (Desiana, 2000).
METODOLOGI
Bahan
Bahan yang digunakan antaralain: akuades, asam asetat, bawang merah, buncis, bayam, CaCl2, daging sapi, eber, FeCl3, MgCl2, NaHCO3, nenas, susu bubuk terung, dan wortel
Alat
Alat yang digunakan antaralain: bulb, botol, cawan petri, kertas saring, neraca analitik, panci, tabung reaksi, penangas air, pisau, pipet tetes, spatula, dan talenan.
Metode
Pengaruh Cara Pemasakan Terhadap Klorofil
Disiapkan sampel bayam, diamati warna, pH dan tekstur, kemudian direbus selama 15 menit pada panci terbuka dan panci tertutup. Setelah 15 menit sampel bayam diambil dan diamati kembali warna, pH dan tekstur. Pengaruh Asam, Basa dan Logam pada Pigmen dan Sifat Bahan Pangan.
Disiapkan larutan MgCl2, FeCl3, CaCl2, NaHCO3, masing-masing 50 ppm dan asam asetat 25 %. Kemudian ditambahkan sampel yaitu nenas, buncis, bawang merah, wortel, dan terung. Diamati dan dipanaskan selama 15 menit. Setelah pemanasan 15 menit diamati kembali warna, tekstur dan pH. Perubahan Warna Daging.
Terdapat dua perlakuan, perlakuan pertama disiapkan sampel daging sapi, dipotong dengan pisau stainless steel, kemudian diamkan selama 20 menit, dan amati perubahan yang terjadi. Perlakuan yang kedua disiapkan sampel daging, dimasukan kedalam tabung reaksi yang sudah diisi akuades. Dipanaskan sampai menididih kemudian diamati perubahan. Uji Kesegaran Daging
Uji Amoniak
Disiapkan sampel daging sapi, dimasukan pada tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan eber, dan diamati.
Uji H2S
Disiapkan sampel daging, diiris tipis, kemudian dimasukan pada cawan petri, dan ditutup kertas saring. Ditambahkan 3 tetes PbAc 5 % diatas kertas saring dan diamati.
Pengawetan Warna Daging
Ditimbang susu bubuk seberat 10 gram, dimasukan pada wadah alumunium, di oven dan amati perubahan yang terjadi pada menit ke-0, ke-20, ke-30, ke-40, dan menit ke-60. HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna adalah salah satu fakor penentu mutu bahan makanan dan indikator kesegaran atau kematangan. Secara visual faktor warna tampil terlebih dahulu dan menentukan daya
konsumsi terhadap bahan makanan tersebut (Winarno, 1995), pada praktikum ini dilakukan pengujian pigmen diantaranya yaitu mengenai pengaruh cara pemasakan, pengaruh asam, basa, dan logam pada pigmen dan sifat fisik bahan, perubahan warna daging, pemanasan daging, uji amoniak, uji H2S, dan pengawetan daging. Sampel yang digunakan diantaranya yaitu sayuran dan buah-buahan seperti nenas, buncis, bawang merah, terung, wotel, bayam, serta daging sapi.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh Cara Pemasakan Tehadap Klorofil
Pengamatan Sebelum
Pemanasan
Setelah Pemanasan
Panci Terbuka Panci Tertutup
Warna Hijau Muda Hijau tua + Hijau Tua ++
pH 7 6,47 6,4
Tekstur Daun layu
Batang keras
Layu +++ Lunak +++
Layu ++ Lunak ++ Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017
Pengujian mengenai pengaruh cara pemasakan terhadap klorofil dilakukan pada sampel bayam. Sampel bayam direbus dalam panci terbuka dan panci tertutup. Sebelum dipanaskan, terlebih dahulu bayam diamati warna, tekstur, dan diukur pHnya, lalu setelah dilakukan pemasakan diamati kembali warna, tekstur, serta diukur pH.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pada awalnya bayam berwarna hijau muda, daun layu, dan batang keras serta memiliki pH 7. Setelah dipanaskan pada panci terbuka, warna bayam menjadi hijau tua (+), tekstur lunak (+++) dan layu (+++), serta pHnya turun menjadi 6,47. Sedangkan pada panci tertutup, warnanya menjadi semakin hijau tua (+ +), teksturnya lunak (+++) dan layu (+ +), serta pHnya menjadi 6,4. Perubahan warna menjadi lebih gelap karena dalam keadaan tertutup, terjadi reaksi feoftinisasi. Pada hakikatnya klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil. Klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau kecoklatan dan mungkin berubah menjadi cokelat akibat substitusi magnesium oleh hidrogen
paparan panas, oksidator, cahaya, dan pH. Apabila dipanaskan, klorofil mengalami feofitinasi sehingga klorofil tersebut berubah menjadi feofitin. Panas mempercepat reaksi feofitinasi karena panas dapat mendenaturasi protein.
Jika panci di tutup, maka feofitin tidak akan menjadi gas dan akan terperangkap dalam bayam atau larutannya sifat dari feofitin adalah basa. (Winarno, 1991) perubahan warna ini diakibatkan oleh substitusi magnesium
oleh hidrogen membentuk feofitin (klorofil yang kehilangan magnesium). Reaksi tersebut berjalan cepat pada larutan yang bersifat asam. Jika perubahan warna diakibatkan oleh substitusi maka perubahan pH diakibatkan karena pada saat pemasakan bayam, terbentuk asam-asam organik yang dapat menurunkan pH. Bila tutup panci dibuka asam-asam itu dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengaruh Asam, Basa, dan Logam
Sampel Perlakuan
Sebelum Dipanaskan Sesudah Dipanaskan Warna Tekstur pH Warna Tekstur pH
Nenas
FeCl3 Kuningpucat Keras +++ Putih Lunak++ 4,06
MgCl2 Kuning
pucat
Keras +
++ Putih
Keras
+++ 4,36
CaCl2 Kuningpucat Keras +++ Putih Keras++ 4,13 NaHCO3 Kuningpucat Keras +++ Putih Lunak++ 4,58 Asam Asetat Kuning
pucat
Keras +
++ Putih
Lunak
+ 2,92
Wortel
FeCl3 Orange
+++
Keras +
++ Orange
Lunak
++ 5,48
MgCl2 Orange+++ Keras +++ Orange Lunak+++ 6,06
CaCl2 Orange
+++
Keras +
++ Orange
Lunak
++ 4,93
NaHCO3 BASA Orange +++
Keras +
++ Orange
Lunak
+ 5,24
Asam Asetat Orange+++ Keras +++ Orange Lunak 3,53
Buncis
FeCl3 Hijau +++ Keras +++ Hijau Keras++ 5,49
MgCl2 Hijau +
++
Keras +
++ Hijau
Keras
++ 5,57
CaCl2 Hijau +++ Keras +++ Hijau Keras++ 5,37 NaHCO3 Hijau +++ Keras +++ Hijau Keras++ 6,1
Asam Asetat Hijau +++ Keras +++
Hijau kekunin
gan
Lunak 3,43
Terong Garam
venderung asamFeCl3
Hijau putih
Keras +
++ krem
Lunak
++ 5,15
Sampel Perlakuan
Sebelum Dipanaskan Sesudah Dipanaskan Warna Tekstur pH Warna Tekstu
r pH
putih ++ +
CaCl2 Hijauputih Keras +++ Krem Lunak+++ 5,32
NaHCO3 Hijau
putih
Keras +
++ Krem
Lunak
++ 5,64
Asam Asetat Hijau putih
Keras +
++ Krem
Lunak
++++ 3,24
Bawang
FeCl3 Putihungu Keras +++ Putih Keras+ 5,36
MgCl2 Putih
ungu
Keras +
++ Putih
Keras
+ 5,37
CaCl2 Putih
ungu
Keras +
++ Putih
Keras
+ 4,86
NaHCO3 Putihungu Keras +++ Putih Keras+ 5,87 Asam Asetat Putih
ungu
Keras +
++ Pink
Keras
+ 3,27
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017
Pengujian mengenai pengaruh asam, basa, dan logam terhadap pigmen dilakukan pada sampel nanas, bawang, wortel, terung, dan buncis. Tiap sampel direndam dalam MgCl2, FeCl3, CaCl2, NaHCO3, masing-masing 50 ppm dan asam asetat 25%. Perendaman dilakukan selama 1 menit, setelah itu diamati warna, tekstur, dan pHnya kemudian dipanaskan selama 15 menit dan diamati kembali.
Secara umum, setelah direndam dalam larutan basa, pH sampel ada pada kisaran 10-14, sedangkan dalam larutan basa pHnya antara 3-4 dan dalam aquades maupun garam logam pHnya mendekati netral. Setelah dilakukan pemanasan, rata-rata sampel mengalami peningkatan pH. Hal ini dikarenakan pada proses pemasakan terjadi pelepasan asam dari jaringan (Fennema, 1996).
Selain terjadi perubahan pH, terjadi pula perubahan tekstur pada sampel setelah direndam larutan asam, basa, logam, dan setelah dipanaskan. Sampel mengalami perubahan tekstur dari keras menjadi lunak. Jika jaringan tumbuhan rusak atau mati akibat penyimpanan, pembekuan, pemasakkan, atau faktor penyebab lain maka terjadi denaturasi
protein membran sel sehingga menyebabkan kehilangan sifat permeabelnya. Tanpa sifat selektif-permeabel ini, tekanan osmotik dalam vakuola dan dalam protoplasma tidak dapat dipertahankan lagi sehingga air dan larutan zat-zat bebas keluar masuk sel, yang akhirnya menyebabkan jaringan tumbuhan menjadi lunak, layu, keriput, dan lain-lain (Tjahjadi, 2014).
gula dan adanya ion logam (Eskin, 1979).
Sampel buncis juga mengalami perubahan warna menjadi sedikit pudar dan kekuningan. Hal ini terjadi karena adanya degradasi dari pigmen yang terkandung dalam buncis yaitu klorofil. Degradasi klorofil pada jaringan sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada media basa (pH 9), klorofil sangat stabil terhadap panas, sedangkan pada media asam (pH 3) tidak stabil. Penurunan satu nilai pH yang terjadi ketika pemanasan jaringan tanaman melalui pelepasan asam, hal ini mengakibatkan warna daun memudar setelah pemanasan. Penambahan garam klorida seperti sodium, magnesium, atau kalsium menurunkan feofitinisasi, karena terjadi pelapisan elektrostatik dari garam (Fennema 1996).
Hal sama juga terjadi pada sampel buncis, nenas dan bawang. Ketiga sampel tersebut mengalami perubahan warna warna menjadi pudar.
Gambar 1. Perubahan Klorofil menjadi Feofitin (Fennema, 1996)
Pada sampel nanas, pepaya, dan wortel, terjadi pula perubahan warna menjadi kuning atau oranye tua setelah dipanaskan. Warna kuning atau oranye pada buah-buahan dan sayur-sayuran disebabkan oleh adanya karotenoid (Tull, 1987). Karotenoid merupakan
golongan persenyawaan-persenyawaan yang larut dalam lipida dan yang menyebabkan warna kuning dan merah pada produk tanaman. Karoten terdapat dalam kloroplas 0,5% bersama dengan klorofil 95% (Winarno, 1991). .Alfa-karoten, beta-.Alfa-karoten, dan gamma-karoten, merupakan pigmen pemberi warna jingga pada berbagai buah-buahan dan sayuran seperti wortel Pigmen karoten mudah rusak jika ditambahkan dengan larutan basa dan dengan proses pemanasan. (Astawan, 2008). Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan asam dalam hal ini CH3COOH atau asam setat dapat menurunkan kualitas warna dan tekstur pada sampel, karena pigmen-pigmen yang terkandung pada masing-masing sampel bila dipanaskan akan bereaksi dengan asam dan reaksinya akan berlangsung dengan cepat, sehingga tekstur yang dihasilkan menjadi cepat lunak, dan warna menjadi pudar. Namun seharusnya penambahan asam ini dapat merubah kembali warna yang telah pudar tadi, tetapi jarang ditemukan makanan yang mengandung pH tinggi. Perubahan warna menjadi coklat juga terjadi saat penambahan larutan MgCl2 karena ion-ion logam berat seperti Mg, dapat mempercepat proses oksidasi. Penambahan basa ke dalam sampel juga dapat merubah warna dan tekstur tetapi tidak begitu terlihat dibanding penambahan CH3COOH (Winarno, 1991).
Tabel 3. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Daging
Perlakuan Warna Sebelum
Warna sesudah Tanpa
Pemanasan
Merah segar khas daging
Merah pudar
Pemanasan Merah segar khas daging
Putih kecoklatan
Pada pengamatan mengenai perubahan warna daging, digunakan sepotong daging segar yang didiamkan selama 20 menit. Warna awal pada daging tersebut adalah merah segar atau merah keunguan. Pigmen yang terdapat pada daging segar adalah mioglobin. Mioglobin adalah pigmen yang berwarna merah keunguan yang dapat mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia (Muchtadi, 2010). Setelah didiamkan selama 20 menit, daging mengalami perubahan warna yaitu menjadi merah kecoklatan. Hal ini dikarenakan oleh terjadinya oksidasi pada pigmen daging. Proses pada
oksigenasi mioglobin akan
mengakibatkan terbentuknya oksimioglobin berwarna merah cerah. Reaksi oksidasi besi dalam mioglobin atau oxymioglobin akan mengubah keduanya menjadi metmioglobin yang berwarna coklat (Muchtadi, 2010). Tabel 3. Hasil Pengamatan Perubahan Warna Daging
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017 Berdasarkan hasil pengamatan, potongan sampel daging dengan perlakuan tanpa pemanasan memiliki warna awal merah khas daging, dan setelah didiamkan selama 20 menit warna berubah menjadi merah pudar. Sedangkan sampel daging dengan pemanasan memiliki warna awal merah khas daging, setelah dipanaskan warna daging berubah menjadi putih kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa dengan pemanasan warna daging mengalami perubahan yang signifikan, sedangkan membiarkan daging selama 20 menit pada udara terbuka tidak begitu
mempengaruhi perubahan warna daging. Selama pemanasan, warna daging berubah dari merah menjadi coklat, hal ini dikarenakan oxymioglobin berubah menjadi haemochrome (Tull, 1987).
Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Kesegaran Daging
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
masing-masing kertas saring diamati apakah terbentuk bintik coklat atau tidak. Hasil dari praktikum ini menunjukkan bahwa pada kertas saring daging busuk yang diuji tidak terdapat bintik coklat yang menandakan bahwa daging tersebut belum benar-benar busuk. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini menurut Soeparno (2005), adalah :
H2S + (CH3COO)2Pb  PbS + 2CH3COO
PbAc 5% yang ditambahkan ke dalam sampel daging busuk akan membentuk PbS yang berwarna hitam. Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb asetat tersebut. Akan tetapi, kelemahan dari uji ini adalah bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan ammonia (Martharini, 2013). Tabel 5. Hasil Pengamatan
Pengawetan Warna Daging
4 Merahpudar Merah
Merah kecoklat
an Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Digunakan beberapa larutan yang berfungsi sebagai pengawet daging diantaranya yaitu asam askorbat atau vitamin C, NaNO2 (natrium nitrit), NaNO3 (natrium nitrat), serta campuran dari semua larutan tersebut. Daging dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan pengawet seperti yang telah disebutkan diatas, kemudian ditambahkan asam asetat 95 % dan didiamkan selama 15 menit. Setelah itu warna daging diamati, lalu daging dipanaskan selama 15 menit dan diamati kembali warnanya.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel daging pada tabung reaksi no 1 yang diisi larutan campuran antara asam askorbat, NaNO2, dan NaNO3 mengalami perubahan warna dari merah kecoklatan menjadi merah muda. Hal ini menandakan bahwa campuran larutan tersebut bekerja optimal dalam pengawetan warna daging. Hal serupa juga terjadi pada tabung no 4 yang berisi larutan asam askorbat, warna daging setelah didiamkan 15 menit menjadi merah dari awalnya merah pudar. Penambahan asam askorbat (vitamin C) bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi, sebagai antioksidan, bahan pengawet serta menstabilkan warna daging dan menurunkan residu nitrit. Penambahan garam natrium nitrat dan natrium nitrit merupakan salah satu cara pengawetan yang disebut curing. Pengasinan (curing) daging adalah suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui penggunaan garam dan pengendalian aktivitas air, diikuti dengan penggunaan garam nitrit
yang ditambahkan untuk
mempertahankan warna daging (Buckle, 1985).
warna daging tetap merah akibat reaksi ion-ion nitrit dengan zat warna mioglobin yang menghasilkan senyawa nitrit-mioglobin. Mioglobin bereaksi dengan nitrogen oksida menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk mitroso-michromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil yang merupakan ciri khas produk-produk daging asin (Buckle, 1985). Diduga sampel daging yang diuji pada awalnya sudah terekspose oleh udara luar sehingga proses terjadinya browning tidak bisa di cegah lagi.
Setelah dipanaskan selama 10 menit. Semua sampel yang berada pada tabung 1, 2, 3 dan 4 mengalami perubahan warna daging menjadi merah kecoklatan dan coklat. Selama pemasakan, warna daging berubah dari merah menjadi coklat, hal ini dikarenakan oxymoglobin berubah menjadi haemochrome (Tull, 1987). Adapun pada sampel daging yang diawetkan menggunakan larutan campuran dari vitamin C, NaNO2, dan NaNO3 setelah dipanaskan warnanya menjadi lebih cerah. Oleh karena itu, perlakuan terbaik dalam pengawetan daging ini adalah dengan direndam menggunakan larutan campuran antara asam askorbat, NaNO2, dan NaNO3 Tabel 6. Hasil Pengamatan
Pencoklatan pada Susu Skim Bubuk
Waktu Warna
0 menit Putih
10 menit Putih Kekuningan 20 menit Putih Kekuningan 30 menit Putih Kekuningan ++ 40 menit Putih Kuningan ++ 60 menit Putih Kuningan +++ Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 3. Komposisi susu skim
Komposisi Kadar ( % )
Lemak 0,1
Protein 3,7
Laktosa 5,0
Abu 0,8
Air 90,4
Sumber: Buckle dkk 1987
Susu skim mengandung lebih banyak protein dari pada lemak, akibatnya dimungkinkan terjadinya pencoklatan non enzimatis (Maillard reaction) antara asam amino protein dengan gula pereduksi dengan bantuan suhu tinggi. (Buckle, dkk.1987). Berdasarkan tabel diatas, semakin lama susu skim di oven (dipanaskan) maka dihasilkan warna yang semakin putih kekuningan. Pemanasan selama 0-60 menit belum mampu memberikan efek pencoklatan. KESIMPULAN
Bayam yang dimasak dalam keadaan tertutup memiliki intensitas warna hijau tua yang lebih pekat Pigmen antosianin pada bawang dan terung, klorofil pada buncis, dan karotenoid pada wortel, dan nanas mengalami degradasi ketika direndam dalam larutan asam, basa, dan garam logam. Daging segar yang didiamkan selama 20 menit mengalami perubahan warna menjadi merah kecoklatan (metmioglobin) yang disebabkan oleh oksidasi besi pada mioglobin. Pemanasan pada daging menyebabkan warna coklat yang disebut dengan haemochrom. Daging busuk yang diuji menggunakan larutan eber positif menghasilkan asap putih yang mengindikasikan daging telah membusuk. Uji H2S pada daging memberikan hasil negatif karena daging belum benar-benar busuk. Pengawetan daging terbaik adalah dengan melakukan
curing menggunakan larutan campuran antara vitamin, NaNO3, dan NaNO2. DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Eskin, N. A. M. 1979. Plant Pigments, Flavors and Textures : The Chemistry and Biochemistry of Selected Compounds. Academic Press Inc, New York.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry 3rd Edition. Marcel Dekker Inc,
New York.
Martharini, D. 2013. Perbedaan Daging Segar dan Bangkai yang Beredar
di Masyarakat. Available at:
http://dwitiya-martharini.blog.ugm.ac.id/2013/0 4/14/perbedaan-daging-segar-dan-
bangkai-yang-beredar-di-masyarakat/
Muchtadi, T., Sugiyono, dan Fitriyono, A. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IKAPI, Bandung.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tranggono, SB., Suhardi, SY. Marsono, Agnes M, Indah S.U., dan Suparmo. 1998. Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan gizi, UGM.
Tull, A. 1987. Food and Nutrition. Oxford University Press, New York.