BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gipsum
Gipsum merupakan mineral alami yang ditambang dari berbagai belahan
dunia. Di alam gipsum merupakan massa yang padat dan biasanya berwarna abu-abu, putih susu kekuningan dan biasa ditemukan dalam bentuk senyawa. Mineral gipsum
mempunyai nilai komersial yang penting sebagai plaster of paris. Nama plaster of paris diberikan pada produk ini karena produk ini pertama kali diperoleh dari pembakaran gipsum yang ditambang di dekat Paris, Perancis. Namun saat ini gipsum
dapat ditambang di berbagai belahan dunia (Craig, 2002). Secara kimiawi, produk gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat
murni dengan rumus kimia CaSO4 . 2H2O, yang dipanaskan pada suhu tertentu sehingga terbentuk kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4 . ½ H2O)
Produk gipsum pada bidang kedokteran gigi dapat digunakan untuk membuat
model dari rongga mulut serta struktur maksilofasial dan sebagai piranti penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran gigi pada pembuatan gigi tiruan. Gipsum telah digunakan sebagai bahan untuk pembuatan model gigi tiruan sejak tahun 1756.
Alasan utama penggunaan gipsum pada bidang kedokteran gigi yaitu karena gipsum merupakan bahan yang mudah dimodifikasi secara kemis dan fisis untuk tujuan yang
2.1.1 Proses Pembentukan Gipsum
Kalsinasi merupakan proses pemanasan gipsum untuk mendehidrasinya sehingga membentuk kalsium sulfat hemihidrat. Proses kalsinasi dapat melalui proses
basah dan kering. Proses kalsinasi yang berbeda akan menghasilkan tipe gipsum yang berbeda dan menentukan kekuatan suatu bahan gipsum. Perbedaan dalam tipe-tipe gipsum berhubungan dengan jumlah air yang dihilangkan dimana akan menghasilkan
tipe gipsum dan ukuran partikel bahan gipsum yang berbeda (Combe, 1986; Scheller dkk., 2010).
Mineral gipsum yang dipanaskan diketel terbuka pada suhu 1100-1200C akan menghasilkan plaster dimana produk hemihidrat yang dibentuk adalah β-kalsium
sulfat hemihidrat, memiliki bentuk partikel yang tidak teratur dan porus. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe I dan tipe II (Hatrick dkk., 2011; Combe 1986). Apabila gipsum dipanaskan diautoklaf di bawah tekanan uap air pada suhu
sekitar 1200-1300C akan membentuk hidrokal yaitu α kalsium sulfat hemihidrat dimana bentuk partikelnya lebih teratur dan lebih padat dari pada plaster, sehingga produk yang dihasilkan lebih kuat dan lebih keras dibanding β-kalsium sulfat
hemihidrat. Proses kalsinasi ini menghasilkan gipsum tipe III. Gipsum tipe IV dan V memiliki kekuatan tinggi. Gipsum tipe IV dipanaskan dalam air dengan asam organik
atau garam dalam autoklaf dengan suhu 1400 C. Gipsum tipe IV merupakan α kalsium sulfat hemihidrat yang sering disebut dengan kristakal. Gipsum tipe V yang sering disebut dengan densit dihasilkan dari memanaskan mineral gipsum dalam
kandungan garam yang lebih banyak dari pada gipsum tipe V untuk mengurangi
ekspansi pengerasannya sehingga disebut High strength, low expansion dental stone (Combe, 1986; Powers dkk., 2008) (Tabel 1).
Tabel 2.1 Hidrasi Kalsium Sulfat (Combe,1986; Hatrick, 2011; Power, 2008)
Bahan tambang
Produk samping proses kimia Gipsum, kalsium sulfat dihidrat, CaSO4·2H2O
Dipanaskan di
Kalsium sulfat hexagonal (kadang disebut sebagai ‘soluble anhydrite’, CaSO4)
Pemanasan > 200oC
2.1.2 Pengerasan Produk Gipsum
Reaksi pengerasan gipsum merupakan reaksi terbalik dari pembentukan gipsum. Produk dari reaksi tersebut adalah gipsum, dan panas yang terjadi dalam
reaksi eksotermik setara dengan panas yang digunakan sebelumnya saat pembentukan (Annusavice, 2003; Powers, 2008).
CaSO4 . 1/2H2O + 1 1/2 H2O CaSO4 . 2H2O + Panas
Reaksi hemihidrat dapat terjadi ketika hemihidrat diaduk dengan air, akan terbentuk suspansi cair yang dapat dimanipulasi. Hemihidrat akan melarut sampai
terbentuk larutan jenuh, ketika larutan hemihidrat amat jenuh dengan dihidrat, terjadilah pengendapan pada dihidrat. Pelarutan hemihidrat dan pengendapan
dihidrat terjadi baik dalam bentuk kristal baru untuk pertumbuhan lebih lanjut. Reaksi akan terus berlanjut sampai tidak ada lagi dihidrat yang mengendap dan telah terbentuk suatu bentuk dari dihidrat yang sempurna. Perbandingan air dan bubuk
hemihidrat akan mempengaruhi pertumbuhan kristal gipsum, bila perbandingan air dan bubuk yang digunakan lebih rendah maka kristal menjadi lebih lebar dan pertumbuhan kristal-kristal tersebut menjadi kuat dan padat. (Annusavice,2003;
Craig, 2009; Power, 2008).
2.1.3Klasifikasi Gipsum
1. Impression Plaster (Tipe I)
Gipsum tipe I sering juga disebut soluble plaster, memiliki kalsium sulfat hemihidrat terkalsinasi sebagai bahan utamanya dan ditambahkan kalsium sulfat,
borax dan bahan pewarna. Gipsum ini digunakan untuk mencetak daerah edentulus, tetapi setelah berkembangnya bahan cetak yang tidak terlalu kaku seperti hidrokoloid dan elastomer, tipe ini jarang digunakan untuk mencetak (Hatrick dkk., 2011; O’Brien, 2002).
2. Model Plaster (Tipe II)
Gipsum tipe II terdiri dari kalsium sulfat terkalsinasi/ β-hemihidrat sebagai bahan utamanya dan zat tambahan untuk mengontrol setting time. Metode pembentukan
gipsum tipe II ini dilakukan dengan pemanasan dalam ketel terbuka pada suhu 110-1200C. Bentuk kristal gipsum tipe II menyerupai spoons dan tidak teratur. β -hemihidrat terdiri dari partikel kristal ortorombik yang lebih besar dan tidak beraturan
dengan lubang-lubang kapiler sehingga reaksi pengerasan partikel β-hemihidrat menyerap lebih banyak air bila dibandingkan dengan α-hemihidrat. Gipsum tipe II
digunakan terutama untuk pengisian kuvet dalam pembuatan gigi tiruan dimana
ekspansi pengerasan tidak begitu penting dan kekuatan yang dibutuhkan cukup, sesuai batasan yang disebutkan dalam spesifikasi. Gipsum tipe II juga dapat
digunakan untuk membuat model studi dan penanaman model di artikulator.
3. Dental Stone (Tipe III)
Gipsum tipe III dihasilkan dari gipsum yang dipanaskan pada suhu 120-1300C dibawah tekanan atmosfer sehingga mengalami dehidrasi dan kandungan airnya akan berkurang. Gipsum ini terdiri dari hidrokal/ α-hemihidrat dan zat tambahan untuk mengontrol setting time, serta zat pewarna untuk membedakannya dengan bahan dari plaster yang umumnya berwarna putih, namun perlu diketahui
bahwa pemberian warna pada gipsum tidak menentukan kualitas gipsum. α -hemihidrat terdiri dari partikel yang lebih kecil dan teratur dalam bentuk batang atau
prisma dan bersifat tidak porus sehingga membutuhkan air yang lebih sedikit ketika dicampur bila dibandingkan dengan β-hemihidrat. Gipsum tipe III memiliki kekuatan
yang lebih besar dibandingkan gipsum tipe II sehingga gipsum ini ideal digunakan untuk membuat model kerja yang memerlukan kekuatan dan ketahanan abrasif yang tinggi seperti pada model gigi tiruan dan model ortodonsi. Kekuatan kompresi gipsum tipe III adalah 20,7 MPa (3000 psi) sampai 34,5 MPa (5000 psi). Setting time
gipsum tipe III berkisar antara 12 ± 4 menit dengan setting ekspansi antara 0,00 hingga 0,20% (Anusavice, 2003; Hatrick, 2011; Mc Cabe’dkk., 2008).
4. Dental Stone, High-Strength (Tipe IV)
Gipsum tipe IV merupakan kristal α-hemihidrat yang memiliki bentuk partikel
kuboidal dengan daerah permukaan yang lebih kecil sehingga partikelnya paling padat dan halus bila dibandingkan dengan β-hemihidrat dan hidrokal. Pada
pencampuran gipsum tipe IV ini penggunaan air lebih sedikit dibandingkan dengan
cocok digunakan untuk membuat pola malam dari suatu restorasi, umumnya
digunakan sebagai dai pada inlay, mahkota dan jembatan gigi tiruan. Diperlukan permukaan yang keras dan tahan abrasi karena preparasi kavitas diisi dengan malam
dan diukir menggunakan instrumen tajam hingga selaras dengan tepi-tepi dai (Anusavice, 2003; Hatrick dkk., 2011).
5. Dental Stone, High Strength, High Expansion (Tipe V)
Gipsum tipe V merupakan gipsum yang memiliki ekspansi yang lebih besar yaitu sekitar 0,1%-0,3% yang digunakan sebagai dai untuk mengimbangi pengerutan
casting logam pada saat pendinginan setelah pemanasan pada suhu tinggi (Anusavice,
2003; Noort, 2007). Proses pembuatan gipsum tipe IV dan V adalah sama, yang
membedakannya adalah pada gipsum tipe IV dilakukan penambahan garam tambahan untuk mengurangi setting ekspansinya. Setting ekspansi gipsum sekitar 0,1% - 0,3% untuk mengkompensasi pengerutan casting yang lebih besar pada pemadatan logam
campur. Partikel gipsum tipe V sangat halus dan memiliki rasio air bubuk yang lebih rendah sehingga dihasilkan kekuatan kompresi gipsum yang lebih tinggi (Chandra dkk., 2000).
2.1.4 Karakteristik Gipsum
Karakteristik gipsum meliputi: a. Setting time
Setting time adalah waktu yang diperlukan gipsum untuk menjadi keras dan
dihitung sejak gipsum berkontak dengan air. Setting time dibagi dalam dua tahap
1. Initial setting time
Setelah pengadukan selama 1 menit, waktu kerja mulai dihitung. Pada masa ini, adonan gipsum dituang ke dalam cetakan dengan bantuan vibrator mekanis.
Ketika viskositas dari adonan meningkat, daya alir akan berkurang dan gipsum akan kehilangan tampilan mengkilatnya (loss of gloss). Loss of gloss tersebut menandakan bahwa gipsum sudah mencapai setting awalnya. Pada saat setting awal dicapai, bahan
gipsum tidak boleh dikeluarkan dari cetakan. Selain itu, pada reaksi pengerasan ini terdapat reaksi eksoterm.
2. Final setting time
Ketika gipsum dapat dikeluarkan dari cetakan menandakan bahwa gipsum
tersebut telah mencapai final set. Akan tetapi pada masa ini, gipsum tersebut memiliki kekerasan dan ketahanan terhadap abrasi yang minimal. Pada reaksi pengerasan akhir ini, reaksi kemis yang terjadi telah selesai dan model akan menjadi
dingin ketika disentuh.
b. Rasio air dan bubuk
Rasio air-bubuk harus diperhatikan ketika melakukan pencampuran gipsum
sebab diperlukan daya alir yang cukup untuk menghasilkan detail permukaan yang akurat. Rasio air bubuk tiap jenis gipsum berbeda-beda tergantung pada ukuran dan
bentuk dari kristal kalsium sulfat hemihidratnya. Gipsum tipe II membutuhkan lebih banyak air pada pengadukan dikarenakan bentuk partikel gipsum tipe II tidak beraturan dan lebih poreus. Gipsum tipe III membutuhkan lebih sedikit air daripada
dan lebih mudah dituang ke dalam mold tetapi setting time akan lebih panjang dan
gipsum cenderung lebih lemah. c. Kekuatan kompresi
Kekuatan gipsum merupakan kemampuan bahan untuk menahan fraktur. Kekuatan kompresi gipsum merupakan faktor penting dalam menentukan kekerasan dan daya tahan abrasi gipsum. Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh kecepatan
pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara. Semakin sedikit air yang digunakan maka semakin besar kekuatan
kompresi yang dihasilkan. Kekuatan kompresi gipsum tipe III berkisar antara 20,7 – 34,5 MPa (Powers dkk., 2009; Anusavice, 2003).
d. Setting ekspansi
Setting ekspansi terjadi pada semua jenis gipsum. Plaster memiliki setting
ekspansi yang paling besar yaitu 0,30% sedangkan high-strength stone memiliki setting ekspansi yang paling rendah yakni 0,10%. Setting ekspansi merupakan hasil
dari pertumbuhan kristal-kristal gipsum ketika mereka bergabung. Setting ekspansi harus dikontrol agar tetap minimum terutama ketika gipsum tersebut akan digunakan
untuk membuat pola malam sebuah restorasi. Apabila setting ekspansi yang terjadi berlebihan maka akan menghasilkan sebuah restorasi yang oversized. Settting
ekspansi hanya terjadi ketika gipsum dalam proses pengerasan (Hatrick dkk., 2011). Setting ekspansi berbanding terbalik dengan rasio air dan bubuk, peningkatan setting ekspansi saat rasio air dan bubuk rendah dikaitkan dengan peningkatan tubrukan antar
akan berkurang. Ekspansi gipsum ini dapat dijelaskan dengan teori kristalografi yaitu
dasar teori yang menjelaskan tentang perkembangan, pertumbuhan, bentuk dan struktur dari kristal. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa gipsum akan
mulai terdorong keluar saat kristal gipsum mulai terbentuk (Duke dkk., cit Michalakis dkk., 2012).
e. Perubahan dimensi
Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dari gipsum. Setting ekspansi yang terjadi pada proses pengerasan gipsum disebabkan oleh adanya
dorongan ke luar oleh pertumbuhan kristal dihidrat. Semakin tinggi atau besar ekspansi pengerasan maka keakuratan dimensi semakin rendah. Normal toleransi setting ekspansi untuk gipsum tipe III adalah 0,08% sampai dengan 0,1%
dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, rasio air dan bubuk yang digunakan, retarder dan akselerator, suhu dan kelembaban udara (Anusavice, 2003; Powers dkk.,
2008).
Tabel 2.2 Karakteristik Gipsum (Annusavice, 2003; Chandra, 2000).
2.2 Kekuatan Kompresi
Kekuatan kompresi ialah kekuatan yang diukur dengan cara memecahkan spesimen dengan alat uji tekan. Kekuatan kompresi dikalkulasikan dari kegagalan
spesimen menahan beban dibagi dengan cross-sectional area beban dan hasilnya dinyatakan dalam megapascals (MPa). Menurut spesifikasi ADA, spesimen mencapai kekuatan kompresi minimum satu jam setelah mengeras. Pengerasan
maksimum dicapai pada satu hari (24 jam) setelah pengadukan (Annusavice 2003; Powers, 2008; Craig, 2000). Hasan dkk., (2005) menyatakan bahwa proses
pengeringan untuk mencapai kekuatan kering yaitu selama tujuh hari, namun tidak ada perbedaan kekuatan kompresi setelah pengeringan selama 24 jam dan 7 hari.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi antara lain (Annusavice, 2003, Hatrick dkk., 2011; Vyas dkk.,2008).
a. Waktu dan kecepatan pengadukan
Kecepatan dan waktu pengadukan mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum. Peningkatan waktu pengadukan akan meningkatkan kekuatan kompresi gipsum. Namun, bila pengadukan lebih dari 1 menit akan mengakibatkan kristal-kristal
gipsum yang telah terbentuk menjadi pecah dan jalinan kristal yang terbentuk pada hasil akhir akan lebih sedikit. Apabila pengadukan dilakukan menggunakan spatula,
maka sebaiknya dilanjutkan dengan penggunaan vibrator untuk mencegah terjebaknya udara selama pengadukan yang dapat mengakibatkan porus sehingga kekuatan kompresi menurun dan model yang dihasilkan menjadi tidak akurat.
bubuk serta mencegah endapan atau gumpalan. Pengadukan harus terus berlangsung
sampai diperoleh adonan yang halus. Kebiasaan menambahkan air dan bubuk berulang-ulang untuk mencapai konsistensi yang tepat harus dihindari karena hal ini
dapat mengakibatkan ketidakseragaman pengerasan massa adukan sehingga menghasilkan kekuatan yang rendah dan distorsi. Metode yang dianjurkan ialah menambahkan air yang telah diukur kemudian masukkan bubuk yang telah ditimbang
secara perlahan dan aduk dengan spatula selama kurang lebih 15 detik, diikuti pengadukan dengan vacuum mixer selama 20-30 detik.
b. Rasio air dan bubuk
Kekuatan kompresi dipengaruhi oleh perbandingan air dan bubuk yang
digunakan. Penambahan air yang digunakan akan menghasilkan adukan yang halus dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeras serta mengurangi kekuatan gipsum. Sedangkan, pengurangan jumlah air yang digunakan akan menyulitkan
manipulasi gipsum sehingga sangat dianjurkan untuk mengikuti rasio air dan bubuk yang sesuai dengan petunjuk pabrik. Faktor yang paling mempengaruhi rasio air dan bubuk adalah ukuran partikel dan porositas gipsum. Semakin porus partikel kristal
gipsum, semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mengubah partikel hemihidrat ke dihidrat. Porositas menyebabkan kohesi antara air dengan gipsum menjadi rendah,
akibatnya kekutan kompresi rendah (Zeki dan Aljubouri, 2009). Partikel gipsum yang lebih besar, tidak beraturan dan porus seperti plaster membutuhkan air yang lebih banyak ketika dicampur dan dihidrat yang dihasilkan akan memiliki rongga
dengan produk stone. ADA merekomendasikan ukuran gipsum yaitu 0,045 mm
sampai 0,250 mm.
c. Penambahan akselerator dan retarder
Retarder merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk menambah setting time. Beberapa contoh retarder ialah boraks, asetat, potasium sitrat, NaCl >2%, Na2SO4 >3,4%, sodium sitrat, dll. Akselerator merupakan suatu bahan kimia yang ditambahkan pada gipsum untuk mengurangi setting time. Beberapa contoh akselerator ialah K2SO4, NaCl 2%, Na2SO4 3,4%, tera alba 1% dan lain-lain. Penambahan bahan retarder dan akselerator dapat mengurangi kekuatan basah maupun kekuatan kering gipsum sehingga kekuatan kompresi menurun. Hal ini
disebabkan oleh penambahan bahan kimia tersebut mempengaruhi kemurnian dan mengurangi kohesi antar-kristal.
d. Suhu dan kelembaban udara
Penyimpanan model pada temperatur antara 90oC – 100oC akan mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air yang keluar dan mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali sehingga kekuatan kompresi gipsum
akan berkurang. Yosi KE, Arianto, Hartono S (1998) dalam penelitian mereka menyatakan bahwa suhu dan kelembaban ruang yang lebih tinggi menurunkan
kekuatan kompresi gipsum tipe III secara signifikan pada gipsum tipe III.
2.3 Perubahan Dimensi
Perubahan dimensi biasanya dinyatakan sebagai persentase dari panjang
ekspansi higroskopis. Ekspansi massa gipsum dapat dideteksi selama perubahan dari
partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Setting ekspansi dapat dijelaskan berdasarkan mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi digambarkan sebagai suatu
pertumbuhan kristal–kristal dihidrat dari nukleus yang saling berikatan satu dengan yang lainnya. Bila proses ini terjadi pada ribuan kristal–kristal selama pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi dan menghasilkan ekspansi massa
keseluruhan sehingga gipsum mengalami perubahan dimensi. Tumbukan atau gerakan dari kristal–kristal ini menyebabkan terbentuknya mikroporus. Volume
eksternal hasil reaksi gipsum yang lebih besar daripada volume kristalin menyebabkan terbentuknya porus. Oleh karena itu, struktur gipsum yang telah
mengeras terdiri dari kristal–kristal yang saling terkait, di antaranya adalah mikroporus dan porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan ketika pengadukan. Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan
ruangan kosong meningkat (Annusavice 2003). Agar dapat menghasilkan model atau dai yang akurat, setting ekspansi dari dental gipsum harus tetap dikendalikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi setting ekspansi pada dental gipsum adalah:
(Annusavice, 2003;Alberto dkk., 2011; Manapallil, 1998; Michalakis dk.k, 2009): a. Rasio Air Bubuk
Semakin tinggi rasio air bubuk maka akan semakin sedikit nukleus kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut. Akibatnya, pertumbuhan internal kristal–kristal dihidrat akan semakin
ekspansinya. Sebaliknya, penurunan rasio air bubuk meningkatkan setting ekspansi
dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Selain menyebabkan setting ekspansi yang tinggi, penurunan rasio air bubuk juga
menyebabkan lebih banyak panas yang dilepaskan. b. Waktu dan kecepatan pengadukan
Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika gipsum berkontak dengan
air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat. Pada saat yang sama, kristal-kristal tersebut diputuskan oleh spatula dan didistribusikan merata
dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Dalam jangka limitnya, semakin lama waktu pengadukan, maka akan meningkatkan jumlah
nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, jalinan ikatan kristalin yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan dorongan keluar dari kristal-kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang menyebabkan setting ekspansi
gipsum meningkat sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan untuk batasan waktu tertentu.
c. Penambahan Akselerator atau Retarder
Penambahan bahan kimia dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga mempunyai efek
untuk menurunkan nilai setting ekspansi dengan cara mengubah bentuk kristal dihidrat yang terbentuk. Oleh karena itu, akselerator atau retarder disebut juga sebagai antiexpantion agent. Bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai
d. Suhu dan kelembaban udara
Menurut Michalakis (2009) kelembaban udara dan lama penyimpanan sangat mempengaruhi terjadinya ekspansi pada gipsum. Hal ini dikarenakan adanya
pertumbuhan kristal yang berlangsung terus menerus selama material gipsum yang telah mengeras dibiarkan diudara. Pertumbuhan kristal ini diakibatkan oleh masuknya uap air ke dalam mikroporeus yang mengakibatkan menurunnya tegangan permukaan
sehingga kristal dapat tumbuh bebas. Pada saat seluruh hemihidrat telah berubah menjadi dihidrat maka air yang terdapat pada gipsum akan menguap dan jumlah air
akan berkurang sehingga akan terjadi pengerutan pada gipsum.
2.4 Struktur Mikroskopis Gipsum
Struktur mikroskopisgipsum adalah susunan yang terkecil dari gipsum yang
hanya dapat dilihat dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) (Bardella dkk., 2006). SEM adalah suatu tipe mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan sampel melalui proses pindai dengan menggunakan
pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola raster. Elektron akan berinteraksi dengan atom-atom yang akan membuat sampel menghasilkan sinyal dan memberikan informasi mengenai permukaan topografi sampel, komposisi dan
sifat-sifat lainnya seperti konduktifitas listrik (Hani dkk., 2008). SEM dapat memberikan gambaran bentuk , ukuran dan jarak dari gipsum.
Gipsum tipe II merupakan agresi fibros yang memiliki struktur mikroskopis dengan kristal yang halus dengan pori kapiler, bentuk kristal tidak teratur dan
Gambar 2.1. Partikel bubuk plaster of paris (β hemihidrat) Pembesaran 400 kali
Gipsum tipe III memiliki struktur mikroskopis dengan bentuk kristal berupa
prisma yang beraturan dan jarak antara kristal lebih rapat (Gambar 2.1). Jarak antara kristal gipsum yang rapat akan meningkatkan kekuatan kompresi.
Gambar 2.2 Partikel bubuk gipsum tipe III
(α hemihidrat ) Pembesaran 400 kal
2.5 Manipulasi Gipsum
Manipulasi yang tepat dari bahan gipsum dapat mempengaruhi kinerja dari gipsum. Manipulasi dapat dibagi menjadi beberapa fase yaitu pengukuran bubuk dan
Setiap bahan gipsum memiliki rasio air bubuk yang dianjurkan. Rasio air
bubuk mempengaruhi konsistensi campuran, kekuatan material, setting time dan setting expansi. Oleh karena itu, proporsi air dan bubuk yang benar sangat penting.
Jumlah air dapat diukur dengan menggunakan silinder pengukur volume sedangkan bubuk diukur dengan satuan massa dan bukan berdasarkan volume.
Tindakan mencampur bubuk dan air bersama-sama disebut pengadukan.
Pengadukan bahan gipsum dapat dilakukan dengan tangan atau mekanis. Bahan plaster biasanya diaduk dengan tangan dalam mangkuk karet fleksibel. Bahan stone
dapat diaduk secara mekanis atau dengan tangan, namun bahan dental stone high-strength hampir selalu dengan metode pengadukan mekanis. Saat gipsum diaduk
dengan tangan, bubuk dan air diaduk menggunakan spatula dengan kecepatan sekitar 2 putaran per detik selama sekitar 1 menit. Jika gipsum dicampur dengan mixer, operator harus mengaduk bubuk dan air dengan tangan selama beberapa detik untuk
memastikan bahwa pengadukan mekanik akan bekerja secara efektif. Terlepas dari metode yang digunakan untuk mencampur bahan, vibrator hampir selalu digunakan untuk membantu menghilangkan gelembung yang terbentuk selama pencampuran.
Biasanya, campuran tersebut digetarkan selama 10 sampai 15 detik untuk memaksa gelembung ke atas campuran. Getaran juga digunakan untuk memudahkan
memindahkan gipsum ke bahan cetak atau wadah lainnya.
Ada beberapa metode umum untuk menuangkan model atau cor. Metode pertama, lembaran lilin lunak yang disebut boxing wax dilekatkan di pinggir cetakan
jaringan lunak hasil cetakan. Cetakan yang telah diisi kemudian dibuatkan basis
modelnya dengan cara menempatkan cetakan pada tumpukan campuran gipsum yang diletakkan di atas permukaan nonabsorbent seperti kaca. Metode ketiga untuk
menuangkan model ini mirip dengan metode kedua tetapi menggunakan wadah yang disebut rubber base untuk membentuk dasar cetakan.
Model dan dai dapat didesinfeksi dengan semprotan iodophor sesuai instruksi
pabrik atau dengan cara merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit 5% dengan pengenceran 1:10 selama 30 menit. Model yang telah didesinfeksi harus diperiksa
dengan cermat untuk melihat kerusakan permukaan, karena tidak semua desinfektan kompatibel dengan produk gipsum.
Tabel 2.3 Efek beberapa variabel pada proses manipulasi terhadap karakteristik gipsum (Annusavice 1997; Power, 2006)
Karakteristik Gipsum
Variabel Setting Time Kekentalan Setting
Ekspansi
Kekuatan
Kompresi
Memperbesar rasio
air/bubuk
Meningkat Meningkat Menurun Menurun
Meningkatkan
kecepatan pengadukan
Menurun Menurun Meningkat Tidak ada
efek
Meningkatkan
temperatur air yang akan
dicampur dari 230
hingga 300C
Menurun Menurun Meningkat Tidak ada
2.6 Model Untuk Pembuatan Gigi Tiruan
Model untuk pembuatan gigi tiruan merupakan replika yang mencakup jaringan keras dan lunak dari permukaan rongga mulut. Model ini digunakan sebagai
media untuk menentukan diagnosis, menjelaskan rencana perawatan dan proses perawatan kepada pasien, serta media pembuatan gigi tiruan (Hatrick dkk., 2011).
2.6.1 Model Studi
Model studi merupakan salah satu jenis dari model gigi tiruan. Model studi disebut juga dengan model diagnostik digunakan oleh dokter gigi untuk mengamati dan mempelajari keadaan rongga mulut pasien. Umumnya model studi terbuat dari
dental plaster atau gipsum tipe II (Hatrick dkk., 2011; Powers, 2008) Kegunaan studi
model adalah sebagai berikut (Noort, 2007)
a. Memperlihatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan jaringan keras dan lunak rongga mulut.
b. Sebagai media pembelajaran tentang relasi oklusal dari lengkung rahang.
c. Sebagai media pembelajaran tentang ukuran gigi, letak dan bentuk serta hubungan rahang.
d. Sebagai media perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah
dilakukan perawatan.
e. Sebagai media komunikasi kepada pasien.
2.6.2 Model Kerja
Model kerja merupakan replika dari struktur rongga mulut yang digunakan sebagai media pembuatan gigi tiruan. Model kerja umumnya terbuat dari dental stone
atau gipsum tipe III yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan selama prosedur laboratoris (Hatrick dkk., 2011). Sifat-sifat ideal model kerja adalah sebagai berikut (Sorratur, 2002)
a. Model harus kuat dan keras.
b. Stabilitas dimensi harus dipertahankan selama dan setelah proses
pengerasan.
c. Tidak melengkung atau mengalami distorsi.
d. Tidak pecah atau rusak selama proses laboratoris atau proses pengukiran malam.
e. Cocok dengan semua jenis bahan cetak.
f. Resisten terhadap abrasi dan fraktur.
2.7Gipsum Daur Ulang
Daur ulang merupakan suatu proses pengelolaan limbah sehingga dapat digunakan kembali untuk fungsi yang sama maupun fungsi yang lain. Penumpukan
limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai polusi baik polusi udara, air, tanah dan juga polusi lain yang akan menjadi sarang penyakit.Sama halnya dengan
limbah gipsum yang sangat banyak ini sesuai ketentuan akan dibuang di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Hal tersebut akan menyebabkan masalah pencemaran
dan RA Bello (2010) menyatakan bahwa kalsium sulfat dihidrat bisa menyebabkan
ancaman polusi yang besar bila terus menerus meningkat jumlahnya. Limbah gipsum ini tidak mudah terurai sehingga dapat mencemari lingkungan. Limbah gipsum dapat
menghasilkan gas H2S dan SO2 yang berbahaya terhadap lingkungan, selain itu limbah gipsum yang dibuang begitu saja lama kelamaan dapat menyebabkan air disekitar pembuangan limbah bersifat alkali karena kandungan Ca dalam gipsum. Air
yang tercemar limbah ini bila dikonsumsi terus menerus oleh tubuh dapat menyebabkan alkalosis metabolik dan penumpukan kalsium pada ginjal (Sumansutra,
2014).
2.7.1 Mekanisme
Mekanisme atau pengelolaan yaitu proses mengolah limbah menjadi bahan
yang siap pakai. Pada penelitian Ibrahim RM dkk (1995) serta Abidoye LK dan Bello RA (2010), proses pengelolaan dilakukan dengan cara memanaskan limbah gipsum. Berdasarkan penelitian tersebut, dinyatakan bahwa gipsum tersebut dapat didaur
ulang dan menunjukkan keadaan mikrostruktural jarum kristal yang mirip dengan gipsum komersial, tetapi terdapat molekul air yang terperangkap pada kisi kristal sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kekuatan kompresi dari gipsum (Ibrahim
dkk., 1995; Abidoye dkk., 2010).
Gipsum umumnya didapatkan dari batuan mineral gipsum alam. Gipsum
menjadi kalsium sulfat hemihidrat (CaSO4·½ H2O) atau kadang ditulis (CaSO4)2·H2O (Powers dkk., 2009).
2CaSO4.2H2O + pemanasan (CaSO4)2.H2O + 3H2O Kalsium sulfat dihidrat Kalsium sulfat hemihirat Air
Ketika kalsium sulfat hemihidrat dicampur dengan air, reaksi sebaliknya akan terjadi sehingga kalsium sulfat hemihidrat dikonversikan kembali ke kalsium sulfat
dihidrat. Oleh sebab itu, dehidrasi sebagian dari mineral gipsum dan rehidrasi kalsium sulfat hemihidrat bersifat reversibel. Reaksi pengerasan gipsum yang
umumnya terjadi sebagai berikut (Powers dkk., 2009).
CaSO4·½ H2O + 1½H2O CaSO4·2H2O + 3900 kal/g mol Kalsium sulfat hemihidrat Air Kalsium sulfat dihidrat Reaksi pengerasan yang terjadi bersifat eksotermis. Jika 1 g mol kalsium sulfat hemihidrat direaksikan dengan 1,5 g mol air maka 1 g mol kalsium sulfat dihidrat
akan terbentuk dan 3900 kalori dalam bentuk panas akan dilepaskan (Powers dkk., 2009).
2.7.2 Syarat
Beberapa persyaratan dalam proses daur ulang:
1. Limbah gipsum yang didaur ulang berasal dari tipe gipsum yang sama Tipe limbah gipsum perlu diperhatikan sebab proses pembentukan setiap tipe
yang didaur ulang sebaiknya berasal dari tipe gipsum yang sama sebab dapat
mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum daur ulang (Combe, 1986). 2. Pemurnian limbah
Limbah yang akan di daur ulang harus sejenis, sehingga perlu dilakukan proses pemisahan dan pengelompokan. Tahapan berikutnya adalah pemurnian yaitu untuk mendapatkan bahan/elemen semurni mungkin, baik melalui proses fisik, kimia,
biologi, atau termal (Abidoye, 2010).
2.7.3 Faktor yang Mempengaruhi
Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan kompresi gipsum daur ulang:
1. Proses daur ulang yang dilakukan harus sesuai dengan proses pembentukan gipsum
Perbedaan proses pemanasan akan menghasilkan hemihidrat yang berbeda. Gipsum dapat didaur ulang dengan memanaskan kembali gipsum sesuai dengan proses pembentukannya. Limbah gipsum tipe III dapat menjadi gipsum tipe III daur
ulang dengan memanaskannya kembali dalam autoklaf dengan suhu 120-1300C. 2. Suhu dan lama penyimpanan limbah
Lama penyimpanan dan keadaan lingkungan penyimpanan (suhu dan
kelembaban) dapat mempengaruhi jumlah kandungan air dalam limbah gipsum Penyimpanan limbah pada temperatur di atas temperatur ruangan akan
mengakibatkan pengerutan yang disebabkan oleh kristalisasi air keluar dan mengubah dihidrat menjadi hemihidrat kembali Selain itu, limbah gipsum yang disimpan lebih
tinggi akan menurunkan kekuatan kompresi gipsum (Abidoye dkk., 2010;
2.8 Landasan Teori
Klasifikasi ADA no. 25
2 Antara Kristal Lebih Dekat Kristal Dihidrat Tumbuh Lebih
Bebas Jarak Antara Kristal Besar dan Sedikit Renggang Lebih
2.10 Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan struktur mikroskopis gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan
10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
2. Ada perbedaan kekuatan kompresi gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan
10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial
3. Ada perbedaan perubahan dimensi gipsum tipe III komersial dengan
gipsum tipe III daur ulang murni dan gipsum tipe III daur ulang dengan penambahan 10%, 20%, 30% gipsum tipe III komersial