BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2011 : 1) menyatakan bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Pengertian Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah
“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013 : 9) pengertian pajak
adalah :
“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang pajak dipungut berdasarkan atau dengan
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2 Fungsi Pajak
Dilihat dari aspek pemungutan, menurut Diana Sari (2013 : 38), pajak memiliki 2 (dua) fungsi yakni :
1. Fungsi Budgetir
Yaitu sebagai alat sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
2. Fungsi Mengatur
Yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
keuangan (umpamanya bidang ekonomi, politik, budaya dan pertahanan keamanan). Misalnya mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau
Dengan fungsi mengatur pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pelaksanaan fungsi ini bisa bersifat positif dan
negatif.
2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mardiasmo (2011 : 2) sebagai berikut: 1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam undang- perundang-undangan di antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaan yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.
2. Pemungutan Pajak harus Berdasarkan Undang-Undang (Syarat
Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2, hal ini
3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. Contoh : bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tarif, tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%..
2.1.4 Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Menurut Mardiasmo (2011 : 3) teori-teori tersebut d iantaranya adalah:
1. Teori Asuransi
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
(misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi juga pajak yang harus dibayar.
3. Teori daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu : 1) Unsur objektif, dengan meilhat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
2) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi. 4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya, sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat. dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
2.1.5 Pengelompokan Pajak
Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo (2011 : 5) terdiri dari :
1. Menurut Golongannya, pajak terbagi atas
1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut Sifatnya, pajak terbagi atas 1) Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan wajib pajak.
2) Pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pajak objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungutannya, pajak terbagi atas 1) Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
2) Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
2.1.6 Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011 : 18) tata cara pemungutan pajak terdiri atas : 1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel, yaitu:
1) Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan
kekurangannya. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (stelsel penghasilan rill diketahui) 2) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku
untuk wajib pajak dalam negeri. 2) Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3) Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak 1) Official Assessment System
Adalah suatu pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
Ciri-cirinya adalah :
(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
(3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.
Ciri-cirinya :
(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
(3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib
2.2 Pajak Daerah
2.2.1 Pengertian Pajak Daerah
Menurut UU No. 28 tahun tahun 2009 pasal 1 ayat 10 pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian Pajak Daerah menurut Marihot P Siahaan dalam Hastuti (2014 : 7) menyatakan bahwa:
“Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”
Jadi kesimpulannya pajak daerah adalah iuran wajib daerah bersifat memaksa berdasarkan undang-undang tanpa imbalan langsung digunakan untuk membiayai penyelenggaraan, pembangunan dan keperluan daerah untuk
kemakmuran rakyat. Dengan kata lain pajak daerah merupakan kontribusi peraturan pemerintahan daerah yang hasilnya digunakan untuk membiayai
2.2.2 Prinsip Perpajakan Daerah
Prinsip umum perpajakan daerah yang baik menurut Devas dalam
Mahmudi (2012 : 39) adalah sebagai berikut 1. Prinsip Elastisitas
Pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.
2. Prinsip Keadilan
Pajak daerah harus memberikan keadian, baik secara vertikal dalam
arti sesuai dengan tingkatan sosial kelompok masyarakat maupun adil secara horizontal dalam arti berlaku bagi setiap anggota kelompok masyarakat.
3. Prinsip Kemudahan Administrasi
Administrasi pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung,
dan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak. 4. Prinsip Berketerimaan Politis
Pajak daerah harus diterima secara politis oleh masyarakat, sehingga
masyarakat sadar untuk membayar pajak 5. Prinsip Nondistorsi Terhadap Perekonomian
Pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen.
menimbulkan beban tambahan yang berlebihan sehingga merugikan masyarakat dan perekonomian daerah
2.2.3 Jenis Pajak dan Objek Pajak Daerah
Unsur – unsur yang mencakup pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 pasal 2 adalah sebagai berikut :
1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari
1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan
5) Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari : 1)Pajak Hotel
2) Pajak Restoran 3) Pajak Reklame
4) Pajak Penerangan Jalan
5) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 6) Pajak Parkir
7) Pajak Air Tanah
8) Pajak Sarang Burnung Walet
9) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
2.2.4 Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak wajib
membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan kepala daerah dibayar menggunakan surat ketetapan pajak daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan.
Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD), surat ketetapan
pajak daerah kurang bayar (SKPDKB), dan/ atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT).
2.2.5 Kadaluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa dalam Pasal
13 ayat 4 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan bahwa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
2.3 Pajak Bumi dan Bangunan 2.3.1 Dasar Hukum
2.3.2 Asas Pajak Bumi dan Bangunan
Asas Pajak Bumi dan Bangunan terdiri dari:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan 2. Adanya kepastian hukum
3. Mudah dimengerti dan adil 4. Menghindari pajak berganda
2.3.3 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara
tetap pada tanah dan atau perairan.
Menurut Marihot P Siahaan dalam Hastuti (2014 : 57) Pajak Bumi dan
2.3.4 Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1994 Surat Pemberitahuan Pajak
Bumi dan Bangunan meliputi:
1. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
Adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutang kepada wajib pajak.
Direktorat Jendral Pajak menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP Wajib Pajak.
2.3.5 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak
pengganti.
1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis
Adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah
2. Nilai perolehan baru
Adalah suatu pendekatan atau metode nilai jual suatu objek pajak
dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang
dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. 3. Nilai jual pengganti
Adalah suatu pendekatan atau metode penentuan nilai jual objek pajak
yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :
1. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan 2. Objek Pajak Sektor Perkebunan
3. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusaha Hutan, Hak
Pengusaha Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya Selain Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri
4. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri
5. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
6. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
7. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan Galian C
8. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
9. Objek Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak
10. Objek Pajak usaha bidang perikanan laut 11. Objek Pajak usaha bidang perikanan darat
12. Objek Pajak yang bersifat khusus
2.3.6 Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan
Kontribusi pajak bumi dan bangunan diukur dengan ketentuan pembayarannya, menurut Mardiasmo (2011 : 302) cara penghitungan PBB
dilakukan dengan rumus:
PBB = Tarif pajak x NJKP (nilai jual kena pajak)
= 0,5% x persentase NJKP x NJOPTKP (nilai jual objek pajak tidak kena pajak )
Sedangkan menurut Abdul Halim (2012 : 164) yang menjadi indikasi
kontribusi PBB adalah angka indeks atau ratio antara realisasi Pajak Bumi dan Bangunan dikalikan dengan Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan
potensi. Maka dilakukan dengan rumus:
2.4 Pendapatan Asli Daerah
2.4.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15 dijelaskan bahwa Pendapatan Asli daerah adalah penerimaan daerah yang
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 di jelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 1 butir 15 Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang di maksud dengan Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagaimana penambahan nilai kekayaan bersih dalam priode tahun anggaran yang bersangkutan
Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang berasal dari semua penerimaan daerah
yang berasal dari pajak daerah, termasuk pajak bumi dan bangunan, retribusi daerah, kekayaan daerah dan sumber lainnya yang dimiliki oleh daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk pelayanan masyarakat.
2.4.2 Peranan Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dijelaskan bahwa untuk membiayai pembangunan daerah, penerimaannya bersumber dari
pendapatan asli daerah, pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam mengumpulkan pajak dan retribusi. Besarnya penerimaan daerah dari sektor PAD
2.4.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah menetapkan
bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan, yaitu :
1. Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
1) Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari pajak retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan-kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. 2) Dana Perimbangan, dan
3) Lain-lain PAD yang sah. 2. Pembiayaan bersumber dari :
1) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah
2) Penerimaan pinjaman daerah 3) Dana cadangan daerah
4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
Sedangkan dalam bab IV tentang sumber penerimaan daerah pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri
dari:
1. PAD besumber dari :
1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
(1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan (2) Jasa Giro
(3) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan
(4) Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pegadaian barang dan atau jasa oleh daerah.
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Judul Penelitian Hasil penelitian Persamaan Perbedaan Putri Rahayu
(2015)
Kontribusi Pajak
Bumi Dan
Bangunan Terhadap
Pendapatan Daerah Kota Bandung (Studi Empiris
pada Dinas
Pelayanan Pajak Kota Bandung )
Terdapat
kontribusi yang cukup besar antara Pajak Bumi dan Bangunan
terhadap Pendapatan Daerah
Menggunakan variabel yang sama
Lokasi penelitian
di Kota
Bandung, sedangkan penulis di Kabupaten Bandung Barat
Nurul Fitriani (2009) Tinjauan Atas Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Dalam Meningkatkan Pendapatan Daerah Pada Dinas Pendapatan Kota Bandung Berdasarkan hasil pembahasan untuk Pajak Bumi dan Banguan DIPENDA Kota Bandung menggunakan official assessment system, karena jumlah pajak terutang sudah tercantum dalam SPPT, sehingga Wajib Pajak hanya
Menggunakan variabel yang sama
Lokasi penelitian
di DIPENDA
membayar pajak terutangnya Nafilah
(2013)
Intensifikasi
Pemungutan Pajak
Bumi dan
Bangunan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar. • Intensifikasi Pemungutan PBB berjalan dengan cukup efektif • Intensifikasi Pemungutan PBB berjalan dengan cukup efektif karena setiap tahunnya terjadi peningkatan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak.
Penelitian ini adalah objek penelitian Pajak Bumi dan
Bangunan. Selain itu, subjek
penelitiannya sama yaitu Dinas
Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD).
• Lokasi
penelitian ini terletak di daerah
Makassar. • Fokus
penelitian ini adalah
mengenai intensifikasi peningkatan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Bandung Barat. Andi Abdillah
Hermansyah. (2015)
Efektivitas
Pemungutan Pajak
Bumi dan
Bangunan Pedesaan
Perkotaan (PBB-P2) di Dispenda Kota Makassar.
• Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Makassar sudah efektif • Tingkat
kepatuhan wajib pajak yang masih rendah, perlu
ditingkatkan untuk kedepannya.
Penelitian ini adalah Objek Penelitian yaitu Pajak Bumi dan Bangunan. Sama-sama meneliti tingkat efektivitas Pajak Bumi dan
Bangunan. Selain itu subjek
penelitiannya sama yaitu Dinas
Pendapatan dan keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD)
• Lokasi penelitan dilakukan di kota
Makassar. • Fokus
penelitian adalah pada pemungutan PBB
Voni Lestari (2014)
Analisis Pengaruh Pengalihan Pajak
Bumi Dan
Pengalihan Pajak
Bumi dan
Bangunan dari
Penelitian ini adalah Objek Penelitian
Bangunan
Pedesaan Dan Perkotaan (Pbb P2) Terhadap
Penerimaan
Pendapatan Daerah Kota Kediri Tahun 2012 Dan 2013
pajak pusat menjadi pajak daerah
mempengaruhi pendapatan daerah Kota Kediri.
yaitu Pajak Bumi dan Bangunan. Sama-sama meneliti tingkat Kontribusi Pajak Bumi dan
Bangunan. Selain itu subjek
penelitiannya sama yaitu Dinas
Pendapatan dan keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD)
kota Kediri. • Fokus
penelitian adalah pada pemungutan PBB Harry Kitchen (2005) Property Taxation: Issues In Implementation
Semua jenis properti yang kena
pajak mampu
memberikan kontribusi pajak wilayah
Objek Penelitian yaitu Pajak property. Sama-sama meneliti tingkat kontribusi Pajak Bumi dan
Bangunan.
Lokasi
penelitian di Toronto Canada
Mujtaba Piracha
& Mick Moore
Revenue-Maximising or
Revenue-Sacrificing Government
Property Tax in Pakistan
Pajak Bumi dan Bangunan tidak memberikan pengaruh
signifikan pada pembangunan pemerintah di Pakistan
Objek Penelitian yaitu Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan dan
pemerintahan
Lokasi penelitian di Pakistan
2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Menurut Mardiasmo (2011 : 12) pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada masyarakat daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Marihot P Siahaan dalam Hastuti (2014 : 553) pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan
daerah yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pegeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
Sedangkan menurut Abdul Halim (2012 : 164) yang menjadi indikasi kontribusi PBB adalah angka indeks atau ratio antara realisasi Pajak Bumi dan
Bangunan dikalikan dengan Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan potensi.
Menurut Marihot P Siahaan dalam Hastuti (2014 : 57) Pajak Bumi dan
Bangunan adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan penambangan. Berdasarkan penelitian diatas maka PBB berpengaruh terhadap PAD, hal tersebut ditunjukan dalam teori berikut ini
1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari 1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4) Pajak Air Permukaan 5) Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari :
1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran
3) Pajak Reklame
4) Pajak Penerangan Jalan
5) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
6) Pajak Parkir 7) Pajak Air Tanah
8) Pajak Sarang Burnung Walet
9) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 10) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Menurut Kamus Ilmiah Populer, Dany H. (2011 : 264) ”Kontribusi diartikan sebagai uang sumbangan atau sokongan.” Sementara menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Yandianto (2012 : 282) diartikan: ”Sebagai uang iuran pada perkumpulan,sumbangan.”
Pengertian penagihan pajak menurut Rusdji (2013 : 6) adalah
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
pelaksanaan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2004 pasal 1 ayat 15 dijelaskan bahwa Pendapatan Asli daerah adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 di jelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah
adalah pendapatan yang diperoleh dari daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang berasal dari semua penerimaan daerah yang berasal dari pajak daerah, termasuk pajak bumi dan bangunan, retribusi
daerah, kekayaan daerah dan sumber lainnya yang dimiliki oleh daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk pelayanan masyarakat.
Maka dari itu jika PBB meningkat akan berpengaruh terhadap PAD,
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah : Kontribusi pajak bumi dan bangunan berpengaruh terhadap penerimaan
Pendapatan Asli Daerah.
Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan (X)
Indicator: Total Realisasi
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan 2013-2015
Teori: Angka indeks atau ratio antara realisasi Pajak Bumi
dan Bangunan dikalikan dengan Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan potensi Sumber: (Abdul Halim, (2012 : 164)
Pendapatan Asli Daerah (Y)
Indicator: Total Realisasi
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah 2013-2015 Teori: Pendapatan Asli
Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”