• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEI PolicyBrief TheOilPalmSector 2012 bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEI PolicyBrief TheOilPalmSector 2012 bahasa"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

POLICY BRIEF

Sektor Minyak Kelapa Sawit: Keluhan Masyarakat

dan Tatakelola Air di Kalimantan Tengah, Indonesia

Latar Belakang

Minyak kelapa sawit, yang umumnya diperdagangkan sebagai min-yak sawit mentah (Crude Palm Oil – CPO), adalah salah satu sumber utama biodiesel. Biodiesel tercatat sebagai tiga perempat dari total konsumsi biofuel di Uni Eropa. Hasil dari CPO yang digunakan un-tuk produksi makanan, deterjen, dan kosmetika sudah meluas dan selanjutkan didorong oleh permintaan untuk biofuel cair, dan per-lunya untuk menggantikan minyak makanan yang digunakan untuk konsumsi energi.

Indonesia dan Malaysia adalah produsen minyak kelapa sawit terbe-sar di dunia, dan mereka bertanggung jawab atas hampir 90% dari produksi dunia. Sektor ini memainkan peranan yang sangat penting dalam ekonomi nasional Indonesia dan telah nampak bahwa untuk se-bagiannya hal ini dapat membantu mengurangi kemiskinan. Namun demikian, bisnis minyak kelapa sawit juga mempunyai warisan trau-matis yang cukup terdokumentasi, terutama dari perkebunan dengan skala besar yang mengakibatkan perluasan dan penurunan sumber daya yang tiada hentinya, meminggirkan kelompok-kelompok adat, dan dampak yang merugikan bagi kelompok yang tidak mendapatkan untung. Terdapat perdebatan yang panas mengenai keberlanjutan

sek-Temuan Kunci

• Masyarakat lokal di propinsi Kalimantan Tengah mempunyai keluhan yang mendalam menge-nai dampak perkebunan kepala sawit pada sumber daya air. Perkebunan tersebut mempengaruhi baik kualitas air maupun kuantitasnya- contohnya adalah dengan mencemari air minum dan mengeringkan sumur masyarakat.

• Meskipun pemerintah propinsi memiliki komitmen untuk mengatasi masalah ini, mekanisme dari pemerintah yang sekarang secara umum tidak menyelesaikan masalah yang dikeluhkan oleh

masyarakat. Kelemahan muncul terutama di tingkat kabupaten. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Ka-limantan Tengah melaporkan bahwa pemerintah hanya mampu menginvestigasi kurang dari 1% dari keluhan-keluhan tersebut.

• Terdapat berbagai kelemahan pemerintah propinsi dan kabupaten dalam mengatur sumber daya air. Pengaturan dasar aliran sungai yang disyaratkan secara hukum belum dilaksanakan, dan dinas-dinas di kabupaten dan propinsi sedang berjuang untuk menegakkan peraturan lingkungan dasar, seperti zona tepi pantai yang mengelilingi badan air.

• Terdapat pertentangan kepentingan di tingkat pemerintahan mengenai sumber daya hutan yang mem-pengaruhi pembudidayaan kelapa sawit. Sebagai contohnya, ketidaksesuaian antara peta klasifikasi tanah di pemerintah pusat dan pemerintah kebupaten, yang berarti bahwa banyak perusahaan yang da-pat melanjutkan usahanya yang diatur oleh pemerintah kabuda-paten tanpa harus mendada-patkan Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

• Terdapat kebutuhan yang mendesak akan data yang kuat mengenai bagaimana air digunakan di perke-bunan kelapa sawit dan bagaimana dampaknya pada sungai, danau, dan lapisan aquifer air tanah. Karena instansi-instansi publik kekurangan sumber daya, maka mereka tidak dapat mengawasi secara memadai aliran dan kualitas air, yang menyebabkan sulitnya mencari siapa yang bertanggung jawa ter-hadap dampak-dampak tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, penilaian dampak yang baru dan hemat biaya sangat diperlukan. Penilaian ini juga harus dapat dipercaya di mata para pemangku kepentingan.

• Keluhan masyarakat lokal contohnya mengenai pencemaran sungai, kematian ikan, dan mengeringnya sumur umumnya tidak diselesaikan oleh tingkat pemerintah yang bersangkutan. Hal ini melemahkan klaim perusahaan perkebunan sawit akan produksi minyak kelapa sawit yang bertanggung jawab, bahkan dalam kasus-kasus dimana perusahaan perkebunan sawit banyak berinvestasi untuk produksi berkelanjutan dengan praktek pengelolaan air yang baik.

Konsesi Minyak Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

© Rasmus Kløcker L

arsen

(2)

tingkat kabupaten. Riset kami menemukan bahwa ini terutama di-karenakan oleh pihak berwajib yang tidak melaksanakan peraturan dan kebijakan yang ada dengan benar. Termasuk pengelolaan waduk dan tangkapan yang terintegrasi; peraturan lingkungan; ijin per-tanahan; perencanaan tata ruang; dan prosedur mengenai penilaian dampak lingkungan.

Kegagalan ini telah berkontribusi terhadap ekspansi yang cepat dari produksi minyak kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Hal itu dikare-nakan produsen minyak kelapa sawit tidak wajib untuk memenuhi peraturan lingkungan dan sosial dan biaya untuk penyesuaian sangat rendah atau tidak sama sekali, yang membuat produksi minyak ke-lapa sawit di propinsi sangat kompetitif secara biaya di pasar global.

Konlik politis adalah alasan utama mengapa peraturan publik terlak

-sana dengan tidak baik. Pemerintah pusat dan daerah berjuang keras dalam mencari keuntungan dari sumber daya hutan dan tanah, dan dalam hal ini terlihat jelas bahwa ada kurangnya perencanaan tata ruang yang baik, peta penggunaan tanah yang bertentangan di tingkat pemerintah yang berbeda, dan laporan penjualan ijin pertanahan oleh pimpinan politik.

Korupsi di tingkat kabupaten juga mungkin menjadi salah satu fak-tor. Walaupun pendapatan pajak yang terkumpul dari produksi dan penjualan sumber daya alam (dari minyak kelapa sawit, karet, buah-buahan, dan sebagainya) harus dikembalikan ke pemerintah pusat, pemerintah kabupatenlah yang menangani penjualan ijin pertanahan untuk konsesi perkayuan dan minyak kelapa sawit (kecuali untuk konsesi yang meliputi beberapa kabupaten berbeda dimana propinsi yang bertanggung jawab).

Salah satu penyebab struktural dari implementasi yang lemah adalah bahwa pihak penguasa kabupaten semakin berkurang akuntabilitasn-ya kepada rakakuntabilitasn-yat. Sejak tahun 1999 telah terjadi proses desentralisasi politis di Indonesia, dan di kabupaten pada saat yang bersamaan se-makin meningkat otonomi daerahnya dan terus bergantung kepada (yang biasanya tidak mencukupi) hibah dari pemerintah pusat. Ked-ua faktor tersebut telah tergabung untuk melemahkan akuntabilitas.

Kebutuhan yang Mendesak untuk Data yang Ter-percaya dan Kuat Mengendai Sumber Daya Air Tatakelola sektor publik mengenai air didasarkan pada asumsi akses kepada pengawasan data yang menyeluruh dan kuantitatif. Akan tetapi di Indonesia, dinas-dinas lingkungan di tingkat propinsi dan kabupaten secara umum tidak dapat memberikan informasi yang luas dan terpercaya, sehingga terdapat pemahaman yang terbatas tentang penggunaan air untuk perkebunan minyak kelapa sawit yang Keluhan Masyarakat yang Memerlukan Perhatian

Segera

Studi kami (lihat kotak, halaman 3) menemukan bahwa warga desa di Kalimantan Tengah dan lainnya yang tinggal dekat dengan perke-bunan kelapa sawit di propinsi tersebut memiliki keluhan yang men-dalam mengenai dampak industri kepada sumber daya air. Keluhan tersebut berpusat kepada beberapa isu utama:

• air yang keruh dan gelap yang diakibatkan oleh pembukaan lahan, erosi, dan larian aliran air;

• racun yang dilepaskan ke dalam badan air dari penyemprotan pes-tisida di perkebunan;

• menurunnya persediaan ikan dan tanaman air liar;

• saluran air di pabrik minyak kelapa sawit (Palm Oil Mill Efluent -POME) dan limbah kelapa sawit, baik yang dibuang atau dilepas-kan ke dalam sungai atau parit yang diperparah dengan keadaan apabila bendungan limbah meluap di musim hujan;

• aliran air yang berkurang atau teralihkan akibat dari saluran dan bendungan yang dibangun untuk irigasi dan menyalurkannya ke perkebunan;

• penggundulan hutan, yang meningkatkan risiko banjir terutama risiko banjir bandang di musim hujan;

• mengeringnya tanah masyarakat yang berhadapan dengan perke-bunan yang menurunkan permukaan air, mempengaruhi sumur, dan memaksa warga desa untuk meninggalkan pertanian padi dan bekerja di produksi minyak kelapa sawit.

Selain terpengaruh oleh dampak-dampak jangka pendek ini, masyarakat juga melaporkan bahwa mereka terjebak lingkaran ket-ergantungan pada perkebunan-perkebunan dan perusahaan-perusa-haan yang memilikinya. Ini dikarenakan perkebunan menyebabkan pencemaran dan kelangkaan air yang melemahkan mata pencaharian yang bergantung pada air, seperti budidaya padi dan penangkapan ikan. Lebih jauh lagi, warga lokal menjadi bergantung kepada peru-sahaan perkebunan untuk persediaan air minum.

Kegagalan Peraturan dan Penyebab-Penyebabnya Pemerintah propinsi sudah menunjukkan banyak komitmen dan membuat kemajuan berarti untuk meningkatkan kerangka regulasi dalam beberapa tahun terakhir. Itu mencangkup kebijakan pemerin-tah hijau (Green Government Policy) dari Gubernur, sebuah regu-lasi propinsi yang baru mengenai pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan, dan Peraturan Daerah yang mengakui hak-hak atas tanah secara adat. Meskipun begitu, mekanisme-mekanisme sek-tor publik tidak cukup mampu untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diatas. Terutama adanya kelemahan dalam pelaksanaan di

© Rasmus Kløcker L

arsen

Ikan yang Mati Akibat Limbah Perkebunan Kelapa Sawit

© Rasmus Kløcker L

(3)

Study di Kalimantan Tengah

seperti hutan. Propinsi ini telah mengalami tingkat penggundulan dan pengurangan fungsi hutan tert-inggi di Borneo (Kalimantan), terutama karena pem-balakan dan perluasan industri seperti sektor minyak kelapa sawit. Studi kami meneliti situasi di tiga desa yaitu Pondok Dammar, Sembuluh, dan Terawan yang terletak di dua daerah aliran sungai di propinsi Ka-limantan Tengah. Wilayah tersebut sebelumnya mer-upakan wilayah yang banyak di datangi oleh para pencari pekerjaan dari Kalimantan Selatan dan Jawa di era pembalakan hutan pada masa pemerintahan Suharto pada akhir tahun 1980an. Pemukiman war-ga di wilayah ini secara tradisional terletak di bibir sungai yang digunakan untuk transportasi dan sum-ber penghidupan, dan masih ada besum-berapa desa yang tidak dipindahkan dari Program Pemindahan Pemukiman dan tetap berada di lokasi-lokasi ini.

. SEI dan mitranya menyadari bahwa tidak banyak pe-nelitian yang berkaitan dengan bagaimana sumber daya air dikelola di konsesi perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara dan bagaimana sistem tata pemer-intahan merespon dampak-dampak dari konsesi tersebut. Guna memenuhi kebutuhan ini, kami mel-aksanakan studi percontohan dengan sebuah me-todologi berdasarkan prinsip-prinsip penelitian aksi partisipatif. Studi kasus ini difokuskan kepada produk-si minyak kelapa sawit di propinproduk-si Kalimantan Tengah dan di daerah aliran sungai Mentaya dan Seruyan di wilayah Borneo (Kalimantan), Indonesia.

Latar Belakang Study

Kalimantan Tengah sangat bergantung kepada in-dustri ekstraktif dan eksploitasi sumber daya alamnya

Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Penggilingan Kelapa Sawit dari Kejauhan, Kalimantan, Indonesia

© Rainforest Action Network/flickr

berdampak kepada sungai, danau, dan aquifer air tanah. Secara khu-sus, terdapat ketidakpastian mengenai dampak relatif pencemaran dari sumber-sumber yang berbeda. Termasuk industri-industri ek-straktif yang ada di hulu aliran sungai. Lebih jauh lagi, para peman-gku kepentingan memiliki perbedaan pendapat mengenai penyebab pasti pencemaran yang dialami warga desa di Kalimantan Tengah.

Juga terdapat kekurangan data mengenai potensi risiko dari fer-ioksida beracun yang terlepas dari lahan gambut yang terdegradasi dimana sekarang digunakan untuk produksi minyak kelapa sawit. Modeling hidrologi menggunakan data yang didapat dari Kaliman-tan Tengah menunjukkan bahwa air yang terkuras dari konsesi lahan gambut mengandung tingkat asam sulfat dan bahan organik terde-komposisi yang tinggi, yang menambahkan senyawa-senyawa ber-pH rendah ke tanah dan badan air yang sudah bersifat asam.

Figure 3.3: Peta Lokasi Studi

East Kotawaringi Regency

Kabupaten Kota-waringi Timur Seruyan Regency Kabupaten Seruyan

Mentaya Basin DAS Mentaya Seruyan Basin DAS Seruyan Sampit River Sungai Sampit Seruyan River Sungai Seruyan Sembuluh Lake Danau Sembuluh

Diciptakan oleh Nordpil

Konsesi minyak kelapa sawit Desa

(4)

Published by:

Stockholm Environment Institute Kräftriket 2B

106 91 Stockholm Sweden

+46 8 6747070

Secepatnya menyikapi keluhan masyarakat lokal. Pemerintah dan sektor swasta perlu secepatnya menyikapi permasalahan yang diangkat oleh warga desa yang terkena dampak dari sektor kelapa sawit yang berkaitan dengan sumber daya air.

Memperkuat kecakapan untuk menegakkan legislasi public pada sector kelapa sawit. Untuk mencapai hal ini, pemerintah perlu memberikan pendanaan lebih besar untuk merekrut dan melatih aparat penegak hukum di tingkat kabupaten dan propinsi serta menguatkan mekanisme akuntabilitas (pengawasan) terhadap pejabat pemerintah dan eksekutif atas sektor swasta.

Mengalokasikan dana yang lebih besar yang berasal dari pemasukan pajak eksploitasi sumber daya alam untuk tingkat propinsi dan kabupaten. Ini akan memberi insentif untuk pembangunan berkelanjutan jika pemerintah nasional mengalokasikan porsi yang lebih besar bagi propinsi dan kabupaten dari produksi tanaman seperti karet dan buah. Eksekutif di tingkat kabupaten cenderung akan mengurangi perilaku memilih untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari menjual hutan untuk ditebang agar bisa membangun produksi kelapa sawit berskala besar.

Menyikapi kesenjangan di regulasi publik guna mendukung pengelolaan lahan dan daerah aliran sungai. Ada kesenjangan pada panduan hukum untuk saluran drainase dan pada regulasi aliran air atau pengelolaan muka air, termasuk di tingkat tangkapan air. Dibutuhkan juga panduan resmi untuk pengelolaan air tingkat bentang darat serta perencanaan perkebunan.

Memperjelas pemahaman undang-undang ‘Hak atas air. Ada ruang yang cukup untuk menjelaskan bagaimana kontrol hak air dialokasikan di propinsi, baik sehubungan dengan situasi hukum maupun de facto ( keadaan nyata di lapangan). Diperlukan juga kejelasan yang lebih baik mengenai bagaimana menerjemahkan hak atas sumber daya air yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Air.

Menetapkan dan mendanai mekanisme resolusi konflik. Pemerintah perlu mempertimbangkan mekanisme sumber daya yang cukup sebagai bagian dari kebijakan di masa depan dan untuk pengembangan proyek. Mekanisme seperti ini bisa menjadi inti dari upaya-upaya lain yang didanai oleh donor di propinsi, seperti dibawah moratorium dan Letter of Intent antara pemerintah Indonesia dan Norwegia.

Pembiayaan langsung untuk pengawasan air dan meningkatkan kapasitas kelembagaan. Sumber daya finan-sial dan manusia yang diperkuat dan dukungan kelembagaan diperlukan untuk membangun pengawasan air yang terpadu dan terpercaya untuk menghasilkan data yang lebih baik. Metodologi penelitian air partisipatif bisa menjadi bagian dari upaya pengawasan ini. Membangun kapasitas pemantauan harus menjadi tugas utama dari perencanaan fiskal nasional, dukungan yang berkelanjutan, dan masa depan dari badan-badan pembangunan.

Memasukkan layanan ekosistem yang berhubungan dengan air di skema REDD. Pembayaran untuk layanan eko-sistem bisa memberikan insentif tambahan yang sangat diperlukan oleh pemerintah lokal, misalnya dibawah skema-skema REDD (sekarang dilaksanakan di Indonesia).

Melakukan studi independen mengenai praktek pengelolaan air di perkebunan. Sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada studi yang meneliti praktek pengelolaan air di perkebunan kelapa sawit. Studi seperti ini sangat diperlukan untuk menguji manfaat dari regulasi dan panduan yang berlaku.

Kontak: Rasmus Kløcker Larsen rasmus.klocker.larsen@sei-international.org

Informasi lebih lanjut:

SEI Head of Communications Robert Watt +46 73 707 8589 robert.watt@sei-international.org

Rekomendasi Kebijakan untuk Pihak-Pihak Terkait di Propinsi Kalimantan Tengah

sei-international.org

2012

Follow kami di Twitter @SEIresearch

Ringkasan singkat kebijakan ini ditulis oleh Rasmus Kløcker Larsen danTom Gill, berdasarkan pada Makalah kerja SEI: Larsen, R. K., Osbeck, M., Jiwan, N., Rompas, A., Nito, J. and Tarigan, A., 2012 (yang akan datang). Competing Water Claims in Biofuel Feedstock Operations in Cen-tral Kalimantan: Community Grievances and Pathways to Improved Governance of Oil Palm Con-cessions (Bersaing Klaim Air dalam Operasi Bahan Baku Biofuel di Kalimantan Tengah: Keluhan Masyarakat dan Jalur Menuju ke Tatakelola Konsesi Kelapa Sawit yang Lebih Baik). Stockholm Environment Institute, Stockholm.

Gambar

Figure 3.3: Peta Lokasi Studi

Referensi

Dokumen terkait

b) Konflik : Fase ini terjadi pada tahun 1999, dimana konflik itu terjadi di beberapa wilayah kabupaten, banyak isu yang beredar di masyarakat semankin memperkeruh

o Keputusan Bupati Bantaeng Nomor 140/273/V/2015 Tentang Penetapan Hari dan Tanggal Pelaksanaan Pemungutan Suara Pemilihan Kepala Desa Metode E-Voting Di Kabupaten Bantaeng o

Dinamika konflik yang terjadi dibalik aksi protes dan perlawanan masyarakat lokal dalam pembangunan saluran irigasi Mbay Kiri telah berdampak pada rusaknya tatanan

Untuk mencegah dampak dari erosi tersebut di aliran sungai Cimincrang maka digunakan konservasi tanah dan air yang menggunakan metode secara mekanik.. Kata kunci :

parkir yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota. Ada juru parkir nya, ada yang mengatur letak kendaraan yg diparkirkan agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lainnya.

The writer used this method because the writer wanted to measure the effectiveness of using realia media in teaching vocabulary by test pretest and

Hasil penelitian menunjukkan pembagian keuntungan dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam menggunakan sistem bagi hasil, dengan persentase yang bervariatif yaitu: 50:50

Untuk mendapatkan data primer maka digunakan instrument penelitian, yaitu menyebarkan kuesioner berupa daftar pertanyaan yang berkaitan dengan kepuasan mahasiswa