L
Lapaporan Koran Kasasusus
Kolestasis
Kolestasis
Oleh: Oleh: Addini Rosefani Addini Rosefani 1408465567 1408465567 Pembimbing : Pembimbing :Deddy Satriya Putra S.Ked., dr., Sp.A Deddy Satriya Putra S.Ked., dr., Sp.A (K).(K).
KEPANITERAAN KLINIK
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
PEKANBARU
2015
2015
BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan perlambatan
perlambatan atau atau berhentinya berhentinya aliran aliran empedu empedu cukup cukup banyak banyak sehingga sehingga sering sering menyebabkanmenyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan
berhubungan dengan pengobatan pengobatan yang berbeda, apakah yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi memerlukan tindakan operasi atau hanyaatau hanya medikamentosa.
medikamentosa.11
Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan biologi
biologi molekuler molekuler tidak tidak serta serta merta merta dapat dapat menegakkan menegakkan diagnosa diagnosa dengan dengan cepat cepat sebab sebab padapada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada
pada bayi bayi dengan dengan ikterus ikterus berumur berumur lebih lebih dari dari 14 14 hari hari merupakan merupakan kunci kunci utama utama dalam dalam penegakanpenegakan diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan
berperan adalah adalah asam asam empedu empedu hidrofobik hidrofobik dengan dengan kapasitas kapasitas detergenik. detergenik. Salah Salah satu satu tujuantujuan diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis.
pembedahan sangat menentukan prognosis.22
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap, Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.
BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang menyebabkan perlambatan
perlambatan atau atau berhentinya berhentinya aliran aliran empedu empedu cukup cukup banyak banyak sehingga sehingga sering sering menyebabkanmenyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan kepastian diagnosa adalah penting sekali karena berhubungan dengan
berhubungan dengan pengobatan pengobatan yang berbeda, apakah yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi memerlukan tindakan operasi atau hanyaatau hanya medikamentosa.
medikamentosa.11
Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak Kolestasis neonatal masih merupakan permasalahan di bidang ilmu kesehatan anak disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang disebabkan spektrum penyebabnya sangat luas dengan gejala klinis serupa. Kemajuan di bidang teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan teknik diagnosa dengan adanya ultrasonografi, skintigrafi, pemeriksaan histopatologis, dan biologi
biologi molekuler molekuler tidak tidak serta serta merta merta dapat dapat menegakkan menegakkan diagnosa diagnosa dengan dengan cepat cepat sebab sebab padapada kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis kelainan ini tidak ada satupun pemeriksaan yang superior. Kesadaran akan adanya kolestasis pada
pada bayi bayi dengan dengan ikterus ikterus berumur berumur lebih lebih dari dari 14 14 hari hari merupakan merupakan kunci kunci utama utama dalam dalam penegakanpenegakan diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal diagnosa dini yang berperan penting terhadap prognosa. Penyebab utama kolestasis neonatal adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan adalah hepatitis neonatal suatu hepatopati neonatal berupa proses inflamasi nonspesifik jaringan hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah hati karena gangguan metabolik, endokrin, dan infeksi intra-uterin. Penyebab lainnya adalah obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional obstruksi saluran empedu ekstraheptik dan sindroma paucity intrahepatik. Kerusakan fungsional dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga dan struktural dari jaringan hati disamping disebabkan primer oleh proses penyakitnya, juga disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat disebabkan sekunder oleh adanya kolestasis itu sendiri dimana dalam hal ini yang sangat berperan
berperan adalah adalah asam asam empedu empedu hidrofobik hidrofobik dengan dengan kapasitas kapasitas detergenik. detergenik. Salah Salah satu satu tujuantujuan diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik diagnostik adalah membedakan dengan segera apakah kolestasis disebabkan proses intrahepatik atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan atau ekstrahepatik. Pada kelainan intrahepatik dapat dilakukan tindakan konservatif dan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan medikamentosa sedang pada kelainan ekstrahepatik terutama atresia bilier, usia saat dilakukan pembedahan sangat menentukan prognosis.
pembedahan sangat menentukan prognosis.22
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap, Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19.270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.
BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. A. DEFINISIDEFINISI
Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
perubahan indikator indikator biokimia, biokimia, fisiologis, fisiologis, morfologis, morfologis, dan dan klinis klinis karena karena terjadi terjadi retensi retensi bahan- bahan- bahan larut dalam empe
bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila du. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dlmg/dl atau 20% dari bilirubin total
atau 20% dari bilirubin total..22
B.
B. EPIDEMIOLOGIEPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier
1:10000-1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α1:13000, defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.
rasionya terbalik.3,43,4
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).
sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).33
C.
C. PATOFISIOLOGIPATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu
bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasiadalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut ke dalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi
terkonjugasi.2
Terdapat 4 mekanisme dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi : 1. Pembentukan bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati 3. Gangguan konyugasi bilirubin
4. Pengurangan eksresi bilirubin terkonyugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik dan ekstra hepatik yang bersifat obstruksi fungsional/mekanik.
Metabolisme Bilirubin Hemoglobin Heme Hemoksigenase Biliverdin Biliverdin - reductase Bilirubin indirek (bebas) Lipofilik
kompleks bilirubin - albumin Ambilian : protein - y ; protein – z
Konjugasi (glukuronil transferase)
Bilirubin direk (conjugated) Hidrofilik
Hidrolisis bakteri usus
Bilirubin : Sterkobilin Urobilinogen ERITROSIT HATI EMPEDU USUS SIKLUS enterohepatik
Metabolisme Bilirubin
Penyebab ikterus kholestatik bisa intra hepatik atau ekstra hepatik. Penyebab intra hepatik adalah inflamasi, batu, tumor, kelainan kongenital duktus biliaris. Kerusakan dari sel paremkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum. Penyumbutan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Kadang-kadang kholestasis intra hepatal disertai dengan obstruksi mekanis di daerah ekstra hepatal. Obstruksi mekanik dari aliran empedu intra hapatal yang disebabkan oleh batu/hepatolith biasanya menyebabkan fokal kholestasis, keadaan ini biasanya tidak terjadi hiper bilirubinemia
karena dikompensasi oleh hepar yang masih baik. Kholangitis supuratif yang biasanya disertai pembentukan abses dan ini biasanya yang menyebabkan ikterus. Infeksi sistemik dapat mengenai
vena porta akan menyebabkan invasi ke dinding kandung empedu dan traktus biliaris. Pada intra hepatik kholestasis biasanya terjadi kombinasi antara kerusakan sel hepar dan gangguan metabolisme (kholestasis dan hepatitis).2,5
Ekstra hepatik kholestatik disebabkan gangguan aliran empedu ke dalam usus sehingga akibatnya terjadi peninggian bilirubin terkonyugasi dalam darah. Penyebab yang paling sering dari ekstra hepatik kholestatik adalah batu di duktus kholedekhus dan duktus sistikus, tumor duktus kholedekus, kista duktus kholeskhus, tumor kaput pankreas, sklerosing kholangitis.
D. ETIOLOGI
Kolestasis terbagi menjadi:6 Kolestasis Intrahepatik
Idiopatik
Hepatitis neonatal idiopatik Lain-lain : Sindrom Zellweger Anatomik
Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil penyakit Caroli
Kelainan Metabolik
Kelainan metabolisme as amino, lipid, KH, asam empedu
Penyak it metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme
Infeksi
Hepatitis virus A, B, C TORCH, reovirus, dll Genetik/ kromosomal
Sindrom Alagile
Sindrom Down, Trisomi E Lain-lain
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia, lupus neonatal
Kolestasis Ekstrahepatik
Atresia bilier
Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier Massa (kista, neoplasma, batu)
Inspissated bile syndrome , dll
E. Klasifikasi7,9
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kolestasis Ekstrahepatik, Obstruksi Mekanis Saluran Empedu Ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
Jika terjadi obstruksi empedu, perubahan hepar dapat terjadi dengan cepat dan ikterus dapat terlihat dalam 36 jam. Setelah 2 minggu akan ditemukan ruptur dari duktus interlobuler. Pada kolangitis akan ditemukan lekosit polimorfonuklear pada kandung empedu dan sinusoid.
Ikterus obstruktif ekstrahepatik kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi fisik pada saluran empedu pada umumnya diluar hati, menimbulkan gejala kolestasis akut.
Kolestasis ekstrahepatik disebabkan oleh : · Batu empedu
· Carsinoma pancreas dan ampula · Striktur saluran empedu
· Cholangiocarsinoma
· Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder
Ikterus obstruksi ekstra hepatik memberikan 3 perubahan klasik pada traktus portal : 1. Oedema jaringan ikat
2. Proliferasi duktus 3. Infiltrasi neutrofil
Gambaran ini dinamakan “ductular reaction”. Pada gambaran mikroskopik ikterus obstruktif selalu ditemukan cairan empedu karena adanya peningkatan tekanan di traktus porta, sehingga terjadi reaksi duktuler yang salah satunya adalah proliferasi duktus bilier yang baru. Proliferasi duktus dipengaruhi oleh peningkatan perfusi di daerah perivaskuler pleksus bilier, stimulasi reseptor adrenergik dan dopaminergik yaitu taurocholate dan taurolithocholate dan peningkatan AMP siklik dan interleukin 6. Infiltrasi netrofil akan terjadi pada ikterus obstruksi dengan adanya reaksi sitokin kompleks dan chemokine. Gambaran periduktus dan fibrosis seperti kulit bawang (onion-skin fibrosis) dapat ditemukan pada kolestasis ekstrahepatik dimana terjadi obstruksi aliran empedu dalam waktu yang lama. Keadaan ini dapat juga terjadi pada Primary Sclerosing Cholangitis. Pada keadaan ikterus obstruktif yang disebabkan oleh batu empedu, striktur empedu atau karsinoma pankreas, gambaran klinik jelas dengan ikterus progresif dan peningkatan kadar alkali fosfatase serum dan bilirubin serum. Diagnosis umumnya tegak dengan pemeriksaan Ultrasonografi dengan konfirmasi pada saat tindakan operasi.
Pr imary Sclerosing Cholangitis
Primary sklerosing cholangitis terjadi penyempitan dari saluran empedu karena adanya stenosis dan dilatasi duktus bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Karakteristik Sklerosis kolangitis primer adalah peradangan/inflamasi kronik pada saluran empedu (periduktus ekstra hepatik) yang menyebabkan fibrosis obliterasi dan striktur pada sistem bilier. Gambaran patologi
anatomi tampak infiltrasi pada zona portal oleh limfosit besar, sel polimorfonuklear, kadang makrofag dan eosinofil. Pada duktus interlobuler tampak inflamasi periduktus. Tahap lanjut gambaran fibrosis pada traktus portal sampai duktus bilier yang kecil (“onion skin appearance”). Diagnosis pasti jika ditemukan pengurangan jumlah duktus bilier, proliferasi duktus dan deposisi substansi cooper dengan “ piecemeal necrosis”.
2. Kolestasis Intrahepatik a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract . Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata ( posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran
empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan Hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.
F. MANIFESTASI KLINIK
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis.
G. DIAGNOSIS2,5,7
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin).
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai.
Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang
memburuk. Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain. Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.
Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
Data laboratorik awal kolestasis pada bayi
Kolestasis Ekstrahepatik Kolestasis Intrahepatik Bilirubin Total (mg/dl) 10,2±4,5 12,1±9,6 Bilirubin Direk (mg/dl) 6,2±2,6 8,0±6,8 SGOT < 5 X N >10 X N />800U/l SGPT < 5 X N >10 X N />800U/l GGT >5X N / >6000U/l < 5 X N/N 2) Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.
B. Pencitraan
1) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi abdomen dilakukan dengan prosedur 2 fase. Fase pertama dilakukan setelah 12 jam puasa dan fase kedua dilakukan dalam 2 jam setelah pemberian ASI atau susu formula. Adanya tanda triangle cord sign merupakan petanda radiologis atresia billier. Triangle cord sign adalah sebuah densitas echogenik tubuler atau segitiga (sisa duktus fibrosus) sepanjang aspek anterior vena porta pada percabangannya menuju kanan dan kiri. Tanda-tanda triangle cord sign positif adalah ketebalan EARPV > 4 mm pada scan longitudinal. (EARPV – dinding anterior echogenik dari vena porta kanan. Penggunaan ketebalan 4 mm sebagai sebuah kriteria diagnosis atresia bilier telah dilaporkan memiliki sensitivitas 80%, spesifitas 98%, positive predictive value (PPV) 94%, negative predictive value 94%.
2) Schintigrafi Hati
Pemeriksaan skintigrafi ini berguna untuk mengevaluasi kelainan obstruktif sistem bilier termasuk atresia bilier.
3) Pemeriksaan Kolangiografi
Kolangiografi intra-operatif dilakukan saat laparatomi eksplorasi pada kasus yang kemungkinan atresia bilier tidak dapat disingkirkan dengan cara lain. Pemeriksaan ERCP jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum, alat yang canggih, serta keterampilan yang khususdan kemungkinan positif palsu yang tinggi.
B. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100-200 u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
Kriteria Klinik Intrahepatik dan Ekstrahepatik 7
H. DASAR TERAPEUTIK KOLESTASIS
Tujuan tatalaksana kolestasis adalah2 :
A. Memperbaiki aliran empedu dengan cara :
Mengoreksi/mengobati etiologi kolestasis dengan operasi pada kolestasis obstruktif dan medikamentosa pada kolestasis hepatoseluler yang dapat diobati. Operasi portoenterostomi kasai untuk atresia bilier seyogyanya dikerjakan pada umur < 6-8 minggu karena angka keberhasilannya mencapai 80-90 %, sementara bila dilakukan pada umur 10-12 minggu angka keberhasilannya hanya sepertiga.
Menstimulasi aliran empedu dengan :
Fenobarbital : dapat menginduksi enzim glukoronil transferase, sitokrom P-450 dan NaKATPase. Dosisnya 3 – 10 mg/ kgBB/ hr dibagi dalam dua dosis.
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10 -30 mg/kgbb/hari. Kolestiramin 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
- Menyerap empedu toksik - Menghilangkan gatal Rifampisin 10 mg/ kgBB/ hr
- aktivitas mikrosom
- Menghambat ambilan empedu
B. Menjaga tumbuh kembang bayi seoptimal mungkin dengan :
Terapi nutrisi
- Formula MCT ( medium chain trigyceride ), menghindarkan makanan yang banyak mengandung kuprum.
Vitamin yang larut lemak A,D,E,K
- A 5.000 – 25.000 U/ hr - D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr - E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr - K 1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
C. Terapi komplikasi yang sudah terjadi misalnya Hiperlipidemia/ xantelasma dengan kolestipol dan pada gagal hati adalah transplantasi. Transplantasi hati pada anak 50-70 % disebabkan oleh atresia bilier.
I. PROGNOSIS
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34-43,6%.
Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK IDENTITAS PASIEN Nama/ No MR : By. Dz/890897 Umur : 2 bulan Alamat : Pekanbaru Tgl masuk : 18 Mei 2015 ALLOANAMNESIS
Diberikan Oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan Utama : Kuning yang baru disadari ibu sejak bayi berusia 20 hari
Riwayat Penyakit Sekarang :
- 2 bulan SMRS, saat pasien baru lahir awalnya mata yang tampak kuning dan kemudian saat bayi umur 20 hari ibu menyadari badan tampak kuning. Lalu pasien dijemur namun tidak
mengurangi kuning badannya. Karena semakin lama mata badan pasien tampak semakin kuning pasien di bawa ke RS Safira dan dilakukan pemeriksaan bilirubin. Pasien didiagnosis dengan ikterus patologis. Lalu pasien dirujuk ke RSIA Eria Bunda untuk masuk ke PICU. Di RSIA Eria Bunda dilakukan fototerapi 1 kali namun tidak ada perubahan dan karena PICU penuh maka pasien dirujuk ke RSUD AA. Demam (-), BAK kuning seperti teh kadang jernih, BAB kuning seperti dempul, Batuk (-), pilek (-), mencret (-), muntah (-). Pasien tidak pernah diberi ASI oleh ibunya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan yang serupa
Riwayat Orang Tua
Ayah : Polisi
Ibu : IRT
Riwayat Kehamilan
Lahir normal, kurang bulan, ditolong bidan, BB lahir 2500 gr Selama hamil tidak ada masalah
Riwayat Makan Minum
Minum susu formula sejak lahur
Riwayat Imunisasi
Belum lengkap
Riwayat Pertumbuhan
Sesuai usia
Sesuai usia
Keadaan Perumahan dan tempat tinggal
Pasien tinggal di rumah permanen Sumber air minum air galon
Sumber air MCK air sumur
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Alert
Tanda Tanda Vital HR : 128 x/i RR : 38 x/i T : 37,20C GIZI PB : 55 cm BB : 4,1 kg LILA : 11 cm LK : 3,6 cm Status Gizi : BB/TB : normal
TB/U : perawakan sedang Kepala : Normosefal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut Mata : Konjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (+/+) Pupil : Isokor, 2/2 mm Refleks Cahaya : (+/+) Palpebra : Udema (-/-) Telinga : DBN Hidung : DBN Mulut
Bibir : Basah, pucat Selaput Lendir: Basah
Palatum : Utuh
Lidah : Tidak Kotor
Gigi : (-)
LEHER
KGB : Pembesaran KGB (-) Kaku Kuduk : (-)
DADA
Palpasi : Fremitus tidak bisa dinilai, IC teraba SIK V LMCS Perkusi : Sonor, batas jantung paru normal
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), dan Wheezing (-/-), BJ I dan II normal
ABDOMEN
Inspeksi : Tampak cembung,
Palpasi : Supel, nyeri tekan sulit dinilai, hepatomegali (-) splenomegali (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
ALAT KELAMIN
Perempuan, DBN EKSTREMITAS
Akral hangat, CRT < 2 detik, udema kaki (-/-) STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis: (+) Refleks Patologis: (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin : (17 Mei 2015)
HB : 8,5 gr/dl SGOT : 207 U/L
Leu : 12.300 / mm3 Gamma GT : 83 U/L
Tromb : 466.000 / mm3 Alkalifoskatase : 782 U/L
Bilirubin total : 8,6 Mg/dl Bilirubin direct: 8,1 Mg/dl
HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS
Mata kuning sejak lahir dan badn kuning sejak usia 20 hari BAK pucat seperti teh, BAB kuning seperti dempul
Anak lahir dengan usia kurang bulan, BBL 2500 gr, tidak diberi ASI
HAL HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
Konjungtiva anemis Sklera ikterik
HAL HAL PENTING DARI LAB RUTIN
Anemia Leukositosis Trombositosis SGOT : 207 U/L ↑ SGPT : 189 U/L ↑ Gamma GT : 83 U/L ↑ Alkalifoskatase : 782 U/L ↑ Bilirubin total : 8,6 Mg/dl ↑ Bilirubin direct: 8,1 Mg/dl ↑
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG
-Diagnosis IGD : Ikterus patologis
Diagnosis Kerja : Kolestasis Intrahepatik
Diagnosis Gizi : Perawakan sedang, Gizi baik
PEMERIKSAAN ANJURAN Urinalisis USG abdomen Terapi Medikamentosa Terapi IGD : Urdafalk3x40 mg
Gizi : Kebutuhan kalori 110- 120 kkal x 4,1kg = 410 – 492 kkal Prognosa
Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam Follow up
Tanggal Perjalanan penyakit Terapi
19/5/2015 S Kuning pada seluruh tubuh, BAK kadang putih jernih kadang
kuning pekat, BAB pagi ini pucat seperti dempul
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 131x/i, nafas 39x/i, suhu 36,5 C,
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
AKolestasis
Rencana USG dengan puasa
20/5/2015 S Mata kuning dan badan kuning, BAK seperti teh, demam (-)
gelisah (-)
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 132x/i, nafas 38x/i, suhu 36,5 C,
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
Hasil Pemeriksaan Laboratotium
Ursolic 3x1 cth
Urin (20/5/2015) Makroskopi
Warna : Kuning muda Kejernihan : Jernih Kimia urin Protein : negatif Glukosa : negatif Bilirubin : negatif Urobilinog : 0,2 pH ; 6,0 Bj : 1,008 Darah : negatif Keton : negatif Nitrit : negatif Mikroskopis Sedimen Eritrosit : 0-1 /LPB Leukosit : 1-3 / LPB Sel epitel : 1-3 / LPB Kristal : 0 Silinder : 0 Bakteri : Positif (+) Jamur : 0
AKolestasis
21/5/2015 S Mata kuning dan badan kuning, BAK seperti teh, demam (-)
gelisah (-),
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 135x/i, nafas 30x/i, suhu 37 C,
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-) splenomegali (-(-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-) AKolestasis Ursolic 3x1 cth Ceftriaxone 2 x 200 mg (hari 1) Proxion 4x0,4 cc Rencana kultur urin
22/5/2015 S Mata kuning (+), badan kuning (+) demam naik turun, menggigil (+) setelah diberi obat, muntah 3x, mencret (-), sesak (-).BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, nadi : 130x/i, nafas 25x/i, suhu 36,6 C, Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-, splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <
Ursolic 3x1 cth
Ceftriaxone 2 x 200 mg (hari 2)
Proxion 4x0,4 cc Hasil kultur urin (-)
2”, udema (-/-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (23/5/2015)
A Kolestasis
23/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 125x/i, nafas 26x/i, suhu 37,2C,
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
A Kolestasis
Ursolic 3x1 cth
Azitromicin syr 1 cc (hari 1)
Praxion 4x0,4 cc
Apialys syr 1 x 1 ¼ cth Hasil kultur urin (-)
24/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 126x/i, nafas 25x/i, suhu 37,2C,
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Ursolic 3x1 cth
Azitromicin syr 1 cc (hari 2)
Praxion 4x0,4 cc
Apialys syr 1 x 1 ¼ cth Neo K hari 1
Vit E hari 1
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
A Kolestasis
25/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 128x/i, nafas 26x/i, suhu 37,3C, BB 4kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (23/5/2015) HB : 9,7 g/dl HT : 29,0% Leukosit : 17.400 /ul Eritrosit : 3.330.000 / uL Trombosit : 214.000 /uL Retikulisit : 1,2 % Ursolic 3x1 cth
Azitromicin syr 1 cc (hari 3)
Praxion 4x0,4 cc
Apialys syr 1 x 1 ¼ cth Neo K hari 2
BILD : 6,13 mg/dl BTOT : 10,58 mg/dl AST1 : 164 IU/L ALT1 : 189 U/L
INDIREC BIL : 4,45 mg/dl Hasil kultur urin (25/5/2015)
Selected organism : Klebsiella pneumoniae ssp pneumoniae
A Kolestasis
26/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 128x/i, nafas 28x/i, suhu 37,4C BB:4 kg Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-) A Kolestasis Ursolic 3x1 cth Meropenem 3x75 mg (hari 1) Praxion 4x0,4 cc Apialys syr 1 x 1 ¼ cth Vit E hari 3
27/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
Ursolic 3x1 cth
Meropenem 3x75 mg (hari 2)
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 130x/i, nafas 28x/i, suhu 37,3C BB:4 kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
A Kolestasis
Apialys syr 1 x 1 ¼ cth HP Pro 3x1/3 puyer hari 1 Vit E hari 4
28/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 128x/i, nafas 28x/i, suhu 36C BB:4,2 kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-) A Kolestasis Ursolic 3x1 cth Meropenem 3x75 mg (hari 3) Praxion 4x0,4 cc Apialys syr 1 x 1 ¼ cth HP Pro 3x1/3 puyer hari 2 Vit E hari 5
(+), demam (-), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 130x/i, nafas 26x/i, suhu 36,3C BB:4,2 kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-) A Kolestasis Meropenem 3x75 mg (hari 4) Praxion 4x0,4 cc Apialys syr 1 x 1 ¼ cth HP Pro 3x1/3 puyer hari 3 Vit E hari 6
30/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam (-), batuk (+), pilek (+), menggigil (-), muntah (-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning dempul.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 128x/i, nafas 28x/i, suhu 36,7C BB:4,1 kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-) Ursolic 3x1 cth Meropenem 3x75 mg (hari 5) Praxion 4x0,4 cc Apialys syr 1 x 1 ¼ cth HP Pro 3x1/3 puyer hari 4 Vit E hari 7
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
A Kolestasis
31/5/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam ), batuk (+), pilek (-), menggigil (-(-), muntah (-(-), mencret (-), BAK kuning seperti teh, BAB warna kuning terang.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 126x/i, nafas 26x/i, suhu 36,8’C BB:4,1 kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-) A Kolestasis Ursolic 3x1 cth Meropenem 3x75 mg (hari 6) Praxion 4x0,4 cc Apialys syr 1 x 1 ¼ cth HP Pro 3x1/3 puyer hari 5 Vit E hari 8
PIP I 3x1
01/6/2015 S Mata kuning (+) badan kuning (+), demam ), batuk (+), pilek (-), menggigil (-(-), muntah (-(-), mencret (-), BAK kuning seperti teh namun pekat berkurang, BAB warna kuning terang.
O KU : tampak sakit sedang, kesadaran allert, nadi : 136x/i, nafas 28x/i, suhu 37,4C BB:4,1 kg
Mata : Konjungtiva anemis (-/-),
Ursolic 3x1 cth
Meropenem 3x75 mg (hari 7)
Praxion 4x0,4 cc
Apialys syr 1 x 1 ¼ cth HP Pro 3x1/3 puyer hari 6 Vit E hari 9
Sklera ikterik (+/+) Thorax : dbn
Abdomen : supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, udema (-/-)
A Kolestasis
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi (01/6/2015) HB : 9,27 g/dl HT : 29,35 % Leukosit : 12.900 /ul Eritrosit : 3,442.000 / uL Trombosit : 477.000 /uL
LED = Tidak cukup
BILD : 4,25 mg/dl BTOT : 6,44 mg/dl AST1 : 135 IU/L ALT1 : 111 U/L INDIREC BIL : 2,18 mg/dl BAB III PEMBAHASAN
Pada pasien bayi perempuan usia 2 bulan dengan keluhan utama kuning di mata dari lahir kemudian seluruh tubuh mengarahkan diagnosis ke bayi dengan ikterus. Ikterus yang terjadi tidak pernah hilang (>2 minggu) sehingga ikterus non fisiologis. Dari anamnesis didapatkan riwayat BAB kuning seperti dempul, dan BAK kuning seperti teh, berat badan lahir 2500 gram. Hal ini mengarahkan kita pada diagnosis kolestasis ikterus ec suspek kolestasis intrahepatik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, kulit badan kuning, hepar dan lien tidak teraba. Sklera ikterik dan kulit badan kuning dapat di asses sebagai akibat kerusakan dari sel parenkim hati menyebabkan gangguan aliran dari garam bilirubin dalam hati akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan ke dalam duktus hepatikus karena terjadinya retensi dan
regurgitasi. Jadi akan terlihat peninggian bilirubin terkonyugasi dan bilirubin tidak terkonjugasi dalam serum. Penyumbatan duktus biliaris yang kecil intrahepatal sudah cukup menyebabkan ikterus. Dilakukan langkah mengikuti tahapan evaluasi kolestasis. Untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu bilirubin total dan fraksi bilirubin. Hasil menunjukkan peningkatan bilirubin total yaitu 8,6 mg/dl dan bilirubin direk 8,1 mg/dl bilirubin total sehingga
sesuai dengan kolestasis. Untuk mengetahui kondisi kelainan hepatoselular dan bilier dilakukan pemeriksaan penunjang SGOT, SGPT, alkali fosfatase, dan GGT. Nilai SGOT meningkat tinggi yaitu 207 U/L, nilai SGPT meningkat tinggi yaitu 189 gr/dl, Nilai GGT tidak terlalu meningkat 83 U/L, sedangkan nilai fosfatase alkali 782 U/L menunjukkan kemungkinan adanya menunjukkan suatu gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik.
Pada pasien terdapat ISK yang dapat pula menyebabkan kolestasis ditemukan dari hasil kultur urin yaitu klebsiella pneumonia ssp pneumonia. Hal ini terjdi kearena pada keadaan infeksi baik yang masuk ke dalam hati maupun di luar hati, bakteri dapat menghasilkan endotoksin dan endotoksin tersebut dapat masuk dalam sirkulasi walaupun bakteri yang menginfeksi tidak masuk dalam peredaran darah. Oleh sebab itu mungkin saja ditemukan kolestasis walaupun tidak ada bakteremia. Endotoksin dapat merangsang sintesis sitokin oleh makrofag (di dalam hati misalnya: Sel Kupfer). Sel kupfer dan sel imunokompeten lainnya dalam hati mensintesis sitokin intrahepatik seperti TNF α, IL-1, IL-6 dan IL-8, sehingga sitokin intrahepatik meningkat jumlahnya, mengganggu fungsi hepatosit dan menyebabkan kolestasis. Telah diketahui bahwa sitokin proinflamasi, terutama TNF α dan IL-1 adalah inhibitor yang poten untuk menghambat ekspresi gen transporter hepatobilier. Asam empedu dan bilirubin
untuk masuk dari sinusoid ke intrahepatik memerlukan bantuan protein transporter tertentu, demikian juga untuk ekskresi asam empedu dan bilirubin dari intrahepatik ke kanalikulus biliaris. Akibat adanya gangguan pada transporter-transporter baik untuk transpor bilirubin dan
asam empedu maka akan terjadi gangguan aliran empedu yaitu kolestasis.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian terapi kolestasis pada ISK terutama ditujukan untuk mengatasi infeksi saluran kemih. Antibiotic yang diberikan yaitu meropenem. Antibiotik yang sesuai dengan antibiogram sesuai hasil kultur urin merupakan antibiotik yang terbaik untuk mengatasi infeksi saluran kemih tersebut. Membaiknya infeksi saluran kemih akan memperbaiki keadaan kolestasis yang terjadi. Selain itu pada pasien diberikan asam
ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dan menjaga pertumbuhan bayi dengan pemberian vitamin yang larut dalam lemak seperti Vitamin K dan E
DAFTAR PUSTAKA
1. Desmet VJ, Callea F. Cholestatic syndromes of infancy and childhood . Dalam: Zakim D, Boyer TD, penyunting. Hepatology. A Textbook of liver disease; edisi ke-2. Philadelphia: Saunders. 1990: 1355-95.