• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Hasil dan Pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab V Hasil dan Pembahasan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Bab V

Hasil dan Pembahasan

V.1 Konsentrasi Hasil Pengukuran

Pengambilan data partikulat pada periode penelitian kali ini dilakukan pada tanggal 30 Juli 2005 hingga 31 Juli 2007. Data yang diperoleh dari hasil sampling kemudian diintegrasikan dengan data yang telah diperoleh pada periode penelitian tahun-tahun sebelumnya, yang dimulai dari tahun 2001. Pengintegrasian data ini dilakukan karena model PMF membutuhkan data yang banyak (minimal 30 sampel) agar hasil yang diperoleh lebih representatif. Pengambilan sampel dibagi berdasarkan perbedaan musim, yaitu hujan dan kemarau. Total jumlah sampel yang berhasil dikumpulkan pada periode penelitian tersebut diatas adalah sebanyak 376 sampel yang terdiri dari :

1. 266 sampel musim kemarau (133 sampel fine particles dan 133 sampel coarse particle)

2. 110 sampel musim hujan (55 sampel fine particles dan 55 sampel coarse particles)

Rata-rata hasil pengukuran untuk PM2.5 diperoleh sebesar 48 µg/m3 untuk

musim kemarau dan 39 µg/m3 untuk musim hujan, sementara untuk PM 10

diperoleh konsentrasi massa rata-rata sebesar 70 µg/m3 pada musim kemarau

dan 58 µg/m3 pada musim hujan dengan interval konsentrasi massa seperti

terlihat pada tabel V.1 dibawah ini.

Konsentrasi massa hasil pengukuran di Tegalega pada kedua musim diatas masih memenuhi baku mutu udara ambien nasional berdasarkan PP RI No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu 65 µg/m3 untuk

(2)

Tabel V.1 Tabel Rata-rata Massa dan Interval Massa di Tegalega Musim Fraksi Rata-rata Massa (µg/m3

) Interval (µg/m3 ) PM2.5 48 (29 - 79) Musim Kemarau (Jumlah Sampel 86 pasang) PM10 70 (45 - 112) PM2.5 39 (19 - 63) Musim Hujan (Jumlah Sampel 48 pasang) PM10 58 (28 - 81) V.1.1 Musim Hujan

Berdasarkan tabel V.1 diatas, dapat dihitung bahwa PM2.5 berkontribusi

terhadap PM10 sebesar 71%. Hal ini menunjukkan bahwa di Tegalega pada

musim hujan, sumber emisi partikulat didominasi oleh partikel-partikel dengan fraksi halus (fine). Grafik pada gambar V.1 menunjukkan bahwa Black Carbon (BC) memiliki porsi terbesar di fine particles yaitu sebesar 25%. Komponen aerosol sekunder (NH4,NO3,SO4) bila digabungkan

memiliki porsi sebesar 14%. Komponen tanah (crustal) memiliki porsi 11% sementara komponen yang berasal dari sumber anthropogenik memiliki porsi sebesar 3%.

Komposisi Partikulat di Tegalega Musim Hujan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Fraksi Halus Fraksi Kasar

K o n s en tr asi (µ g/ m 3 ) lain-lain Antropogenik Crustal kation anion Aerosol sekunder BC

(3)

Konsentrasi total komponen-komponen pada grafik tersebut hanya sebesar 21 µg/m3, berbeda dengan konsentrasi massa rata-rata seperti yang terlihat pada

tabel V.1 yaitu sebesar 39 µg/m3. Hal ini disebabkan oleh tidak dianalisisnya

data Organic Carbon pada penelitian ini karena alat yang dibutuhkan tidak tersedia.

Pada coarse particles komponen yang memiliki porsi terbesar adalah komponen kation-anion sebesar 38%. Komponen tanah (crustal) memiliki porsi sebesar 22% sementara komponen anthropogenik memiliki porsi 4%. Berikut ini adalah data rata-rata hasil pengukuran untuk logam dan ion pada musim hujan.

Tabel V.2 Hasil Pengukuran Rata-rata Logam untuk Musim Hujan

Fine Coarse

Logam

Rerata ± Stdev Interval Rerata ± Stdev Interval

Na 0.911 ± 0.738 0.221 - 3.051 0.885 ± 1.326 0.186 - 7.866 Mg 0.701 ± 1.579 0.000 - 7.933 0.585 ± 1.301 0.000 - 7.272 Al 0.505 ± 0.705 0.000 - 3.43 0.433 ± 0.373 0.000 - 1.437 Si 0.425 ± 0.45 0.000 - 2.027 0.503 ± 0.41 0.000 - 1.844 K 0.234 ± 0.256 0.000 - 1.178 0.242 ± 0.411 0.000 - 1.939 Ca 0.65 ± 0.665 0.000 - 4.011 0.793 ± 0.904 0.005 - 4.634 Ti 0.055 ± 0.151 0.000 - 0.736 0.035 ± 0.027 0.002 - 0.134 V 0.004 ± 0.012 0.000 - 0.055 0.003 ± 0.007 0.000 - 0.028 Cr 0.019 ± 0.012 0.000 - 0.063 0.022 ± 0.017 0.003 - 0.101 Mn 0.038 ± 0.074 0.001 - 0.385 0.022 ± 0.024 0.001 - 0.135 Fe 0.662 ± 0.805 0.000 - 3.582 0.709 ± 0.792 0.000 - 3.5 Co 0.001 ± 0.001 0.000 - 0.007 0.002 ± 0.002 0.000 - 0.007 Ni 0.106 ± 0.251 0.000 - 1.08 0.043 ± 0.106 0.000 - 0.752 Cu 0.115 ± 0.602 0.000 - 4.455 0.063 ± 0.246 0.000 - 1.42 Zn 0.624 ± 1.117 0.000 - 5.155 0.526 ± 0.923 0.000 - 5.914 As 0.002 ± 0.002 0.000 - 0.011 0.001 ± 0.001 0.000 - 0.005 Cd 0.075 ± 0.329 0.000 - 2.196 0.05 ± 0.209 0.000 - 1.436 Sb 0.004 ± 0.005 0.000 - 0.028 0.003 ± 0.006 0.000 - 0.033 Pb 0.204 ± 0.619 0.002 - 3.308 0.07 ± 0.191 0.000 - 0.975 Li 0.002 ± 0.004 0.000 - 0.024 0.002 ± 0.003 0.000 - 0.012 Mo 0.002 ± 0.003 0.000 - 0.018 0.002 ± 0.004 0.000 - 0.022

(4)

Tabel V.3 Hasil Pengukuran Rata-rata Ion Untuk Musim Hujan

Fine Coarse

Ion

Rerata ± Stdev Interval Rerata ± Stdev Interval

Cl- 1.351 ± 1.830 0.037 - 10.160 0.626 ± 0.832 0.077 - 3.786 NO3- 1.61 ± 1.822 0.000 - 6.763 2.033 ± 3.027 0.000 - 13.079 SO4= 2.869 ± 2.886 0.189 - 10.288 1.645 ± 1.763 0.000 - 5.82 Na+ 1.105 ± 1.467 0.015 - 5.491 1.004 ± 1.268 0.005 - 6.196 NH4+ 1.015 ± 1.297 0.000 - 4.595 0.805 ± 0.908 0.000 - 3.588 K 0.358 ± 0.484 0.1 - 2.884 0.516 ± 0.719 0.02 - 3.713 Mg2+ 0.103 ± 0.176 0.000 - 0.994 0.128 ± 0.208 0.011 - 0.898 Ca2+ 0.417 ± 0.241 0.14 - 1.518 0.429 ± 0.392 0.093 - 1.78 V.1.2 Musim Kemarau

Seperti halnya pada musim hujan, fraksi PM2.5 berkontribusi sebesar 71%

terhadap PM10. Hal ini menunjukkan bahwa di Tegalega pada musim

kemarau, sumber emisi partikulat didominasi oleh partikel-partikel dengan fraksi halus (fine). Untuk komposisi partikel halus pada musim kemarau, Black Carbon kembali memiliki porsi terbesar yaitu 35%. Komponen aerosol sekunder memiliki porsi 19% sementara komponen tanah (crustal) memiliki porsi 6% dan komponen anthropogenik memiliki porsi 1%.

Komposisi Partikulat di Tegalega Musim Kemarau

0 10 20 30 40 50 60

Fraksi Halus Fraksi Kasar

K o n s en tr as i (µ g/ m 3 ) lain-lain Antropogenik Crustal kation anion Aerosol sekunder BC

Komposisi Partikulat di Tegalega pada Musim Kemarau Gambar V.2

(5)

Pada coarse particles komponen yang memiliki porsi terbesar adalah komponen kation-anion sebesar 34%. Komponen tanah (crustal) memiliki porsi 22% sementara komponen anthropogenik memiliki porsi 2%. Berikut ini adalah data hasil pengukuran untuk ion dan logam pada musim kemarau.

Tabel V.4 Hasil Pengukuran Rata-rata Logam Untuk Musim Kemarau

Fine Coarse

Logam

Rerata ± Stdev Interval Rerata ± Stdev Interval

Na 0.376 ± 0.523 0.016 - 3.385 1.876 ± 2.99 0.031 - 11.022 Mg 0.278 ± 0.597 0.000 - 4.189 0.578 ± 1.203 0.002 - 7.315 Al 0.336 ± 0.496 0.002 - 3.762 0.432 ± 0.402 0.000 - 1.823 Si 0.461 ± 0.716 0.000 - 3.876 0.505 ± 0.671 0.000 - 3.492 K 0.314 ± 0.588 0.000 - 3.627 0.19 ± 0.321 0.002 - 2.502 Ca 0.652 ± 0.859 0.000 - 4.999 0.771 ± 1.185 0.000 - 9.602 Ti 0.042 ± 0.079 0.000 - 0.524 0.025 ± 0.026 0.000 - 0.132 V 0.000 ± 0.000 0.000 - 0.002 0.000 ± 0.000 0.000 - 0.001 Cr 0.059 ± 0.123 0.000 - 1.09 0.034 ± 0.031 0.001 - 0.205 Mn 0.028 ± 0.043 0.000 - 0.252 0.159 ± 0.614 0.000 - 6.667 Fe 0.26 ± 0.431 0.000 - 3.304 0.361 ± 0.543 0.000 - 2.99 Co 0.002 ± 0.007 0.000 - 0.038 0.009 ± 0.021 0.000 - 0.081 Ni 0.019 ± 0.029 0.000 - 0.136 0.014 ± 0.013 0.000 - 0.064 Cu 0.023 ± 0.036 0.000 - 0.267 0.017 ± 0.035 0.000 - 0.265 Zn 0.273 ± 0.593 0.000 - 3.796 0.254 ± 0.502 0.002 - 3.864 As 0.008 ± 0.041 0.000 - 0.343 0.008 ± 0.037 0.000 - 0.262 Cd 0.013 ± 0.039 0.000 - 0.29 0.008 ± 0.021 0.000 - 0.12 Sb 0.074 ± 0.205 0.000 - 1.452 0.018 ± 0.06 0.000 - 0.348 Pb 0.176 ± 0.35 0.000 - 2.099 0.051 ± 0.112 0.000 - 0.86 Li 0.000 ± 0.000 0.000 - 0.002 0.000 ± 0.000 0.000 - 0.001 Mo 0.006 ± 0.031 0.000 - 0.281 0.019 ± 0.059 0.000 - 0.487

(6)

Tabel V.5 Hasil Pengukuran Rata-rata Ion Untuk Musim Kemarau

Fine Coarse

Ion

Rerata ± Stdev Interval Rerata ± Stdev Interval

Cl- 0.928 ± 0.692 0.000 - 3.277 0.738 ± 0.85 0.015 - 7.737 NO3- 2.65 ± 2.749 0.000 - 12.152 1.97 ± 2.473 0.000 - 15.635 SO4= 4.72 ± 4.438 0.000 - 19.389 2.343 ± 2.826 0.015 - 17.98 Na+ 0.801 ± 0.718 0.000 - 4.65 0.769 ± 0.771 0.000 - 5.365 NH4+ 1.475 ± 1.775 0.000 - 7.003 0.583 ± 0.8 0.000 - 3.167 K 0.3 ± 0.339 0.000 - 1.701 0.285 ± 0.289 0.000 - 1.266 Mg2+ 0.143 ± 0.181 0.000 - 0.841 0.124 ± 0.161 0.001 - 0.826 Ca2+ 0.627 ± 0.766 0.000 - 4.748 0.607 ± 0.83 0.001 - 5.508

V.2 Variasi Temporal dan Korelasi PM2.5 dengan PM10

Variasi temporal dari musim kemarau ke musim hujan terlihat pada gambar V.3 dibawah ini. Rata-rata konsentrasi partikel halus pada musim kemarau lebih tinggi 1.29 kali rata-rata konsentrasi pada musim hujan. Sementara itu, untuk partikel kasar, rata-rata konsentrasinya pada musim kemarau 1.3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan.

Konsentrasi Partikel Halus dan Kasar di Tegalega

0 20 40 60 80 100 120 TG 1 TG 3 TG 5 TG 4 6 TG 4 8 TG 5 0 TG 5 3 TG 5 5 TG 5 7 TG 5 9 TG 6 1 TG 6 3 TG 6 5 TG 6 7 TG 6 9 TG 7 1 TG 7 3 TG 7 5 TG 7 7 TG 7 9 TG 8 1 TG 8 3 TG 8 5 TG 8 9 TG 9 1 TG 9 3 TG 9 6 TG 9 8 TG 1 0 0 TG 1 0 2 TG 1 0 4 TG 9 TG 1 1 TG 1 3 TG 1 5 TG 1 7 TG 2 0 TG 2 2 TG 2 4 TG 2 6 TG 2 8 TG 3 0 TG 3 2 TG 3 4 TG 3 6 TG 3 8 TG 4 0 TG 4 2 TG 4 4 TG 1 0 6 TG 1 0 8 TG 1 1 0 TG 1 1 2

Musim Kemarau Musim Hujan

Sampel C ( µ g/ m 3 )

Partikel Halus Partikel Kasar

(7)

Untuk mengetahui apakah hasil pengukuran PM2.5 dan PM10 yang diperoleh

konsisten, maka dibuat korelasi antar keduanya selama periode sampling, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Korelasi tersebut ditunjukkan oleh gambar V.4 dibawah ini. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh berkisar antara 0.8294 – 0.8297. Nilai ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Cohen di Jakarta dimana korelasi PM2.5 - PM10 sebesar 0.69 – 0.94.

Korelasi PM2.5 dengan PM10 Pada Musim Kemarau

R2 = 0.8294 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 PM2.5 PM 10

Gambar V.4 Korelasi PM2.5 Dengan PM10 Pada Musim Kemarau

Korelasi PM2.5 dengan PM10 Pada Musim Hujan

R2 = 0.8297 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 PM2.5 PM 10

(8)

V.3 Identifikasi Sumber Emisi di Tegalega

Model Positive Matrix Factorization membutuhkan input berupa data konsentrasi spesi-spesi hasil pengukuran beserta nilai uncertainty-nya. Perhitungan nilai uncertainty yang digunakan pada penelitian ini didasarkan atas persamaan uncertainty yang telah diperoleh pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, tidak seluruh spesi logam dan ion yang terukur dimasukkan sebagai input data karena terdapat sejumlah spesi yang memiliki lebih dari 50% data nilai konsentrasi yang sangat rendah atau dibawah batas deteksi alat. Bila data tersebut dimasukkan kedalam model akan menyebabkan munculnya pesan error dan data tidak dapat diolah. Output yang dihasilkan oleh model PMF ini terdiri dari profil sumber yang masih harus diinterpretasikan dahulu asal sumbernya, kontribusi tiap-tiap sumber yang teridentifikasi, serta grafik perbandingan antara massa terukur dengan massa hasil kalkulasi model PMF yang digunakan untuk mem-validasi model PMF. Berikut ini adalah analisis hasil PMF yang diperoleh berdasarkan musim, output model, dan fraksi partikel yang dianalisis.

V.3.1 Musim Hujan • Profil Sumber

Model PMF yang diaplikasikan terhadap data konsentrasi pada musim hujan menghasilkan 9 faktor sumber emisi untuk fraksi halus dan 6 faktor sumber emisi untuk fraksi kasar. Sembilan faktor yang terbentuk untuk fraksi halus dan enam faktor untuk fraksi kasar pada musim hujan terlihat pada gambar V.5 dan V.6 berikut ini.

Fraksi Halus

Debu kapur teridentifikasi sebagai faktor pertama untuk fraksi halus. Unsur-unsur yang menjadi penanda sumber emisi ini adalah Ca dan Unsur-unsur-Unsur-unsur crustal lain seperti Si, K, dan Fe. Debu kapur dapat menjadi salah satu sumber emisi partikulat di kota Bandung terutama pada musim hujan. Hal ini disebabkan oleh arah angin dominan pada musim ini yang berasal dari barat,

(9)

dimana pada arah tersebut terdapat kawasan industri dan pertambangan kapur di daerah Citatah, Padalarang.

Debu Kapur 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4 = NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Kendaraan dengan BBM Bensin

0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4= NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Pembakaran Biomass 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4= NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Vulkanik 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4= NH 4+ Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Motor 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb (NH4)2SO4 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb

(10)

Sec. Aerosol / NH4NO3 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Kendaraan dengan BBM Solar

0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Tanah 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl -NO 3 -SO 4 = NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Gambar V.6 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Halus pada Musim Hujan

Black Carbon dan Pb merupakan unsur penanda utama untuk sumber emisi kendaraan dengan bahan bakar bensin. Pb dalam bentuk Tetra Ethyl Lead (TEL), terutama di kota Bandung, masih digunakan sebagai zat aditif untuk meningkatkan nilai oktan bensin jenis premium. Oleh karenanya keberadaan unsur Pb dapat menjadi penanda sumber emisi kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin di kota Bandung, seperti terlihat pada faktor kedua untuk fraksi halus. Keberadaan unsur Zn juga dapat menjadi penanda sumber emisi

ini (Huang et al,1994)[22].

Pembakaran biomassa (Biomass Burning) di Indonesia umumnya berasal dari kegiatan pembakaran jerami. Kawasan Bandung yang masih memiliki banyak area persawahan menyebabkan besarnya potensi pencemaran oleh pembakaran biomassa. Dengan munculnya unsur penanda pembakaran biomassa (BC dan K) pada faktor ketiga, maka dapat diperkirakan sumber emisi untuk faktor ini adalah Pembakaran Biomassa.

(11)

Aktivitas vulkanik menjadi sumber emisi keempat yang teridentifikasi pada fraksi halus. Unsur penanda untuk sumber ini relatif mirip dengan unsur-unsur crustal. Namun keberadaan SO4= pada faktor ini dapat menjadi petunjuk

bahwa sumber emisi pada faktor ini berasal dari aktivitas vulkanik.

Puji Lestari (2006) melakukan penelitian profil sumber untuk kendaraan bermesin diesel dan kendaraan bermotor roda dua. Unsur penanda yang diperoleh untuk kendaraan bermesin diesel adalah BC, SO4=, Fe dan Zn.

Sementara untuk kendaraan bermotor roda dua, unsur penanda yang diperoleh adalah BC, Cl-, SO42-, NO3-, NH4+, Fe, Pb, Ca, Mg, Al, K, Na, dan Si.

Berdasarkan unsur penanda yang telah diperoleh ini, dapat diperkirakan bahwa sumber emisi untuk faktor kelima adalah motor sementara untuk faktor kedelapan adalah kendaraan bermesin diesel.

Faktor keenam teridentifikasi sebagai aerosol sekunder (NH4)2SO4. Hal ini

dapat dilihat dari tingginya nilai NH4+ dan SO4=. Sementara untuk faktor

terakhir, hampir seluruh unsur tanah (crustal) muncul. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa sumber emisi untuk faktor terakhir pada fraksi halus ini berasal dari debu tanah.

Faktor ketujuh untuk fraksi halus yang terbentuk memiliki nilai yang tinggi untuk NO3-, SO4=, dan NH4+ ditambah dengan unsur-unsur logam lain. Pada

faktor ini, keberadaan NO3-, SO4=, dan NH4+ dengan nilai yang tinggi dapat

dijadikan sebagai penanda untuk sumber emisi aerosol sekunder, baik NH4NO3 maupun (NH4)2SO4. Namun pada faktor sebelumnya, sumber emisi

(NH4)2SO4 telah teridentifikasi. Oleh karena itu, diperkirakan faktor ini

berasal dari NH4NO3.

Fraksi Kasar

Faktor pertama yang terbentuk pada fraksi kasar terdiri dari NH4+, Si, Ti, Mn

dan Fe. Keberadaan unsur Si, Fe dan Ti dapat menjadi penanda sumber emisi debu tanah untuk faktor ini.

(12)

Debu Tanah 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO3- SO 4= NH 4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Industri 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO 3 -SO4= NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Garam Laut 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO3 -SO 4= NH 4+ Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Vulkanik 0.001 0.01 0.1 1 10 Cl -NO3 -SO4 = NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Kapur 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO3 -SO 4= NH4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb Konstruksi 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al Si K Ca Ti Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Gambar V.7 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Kasar pada Musim Hujan

Faktor kedua tersusun oleh unsur K, Ti, Fe dan Zn. Meskipun unsur Fe dan Ti merupakan unsur-unsur tanah, namun ketiadaan Al dan Si sebagai unsur

(13)

penanda utama sumber emisi tanah menghilangkan kemungkinan faktor ini berasal dari tanah. Keberadaan unsur Zn dapat mengarahkan interpretasi kepada sumber emisi yang berasal dari aktivitas industri. Unsur Fe pada faktor ini dapat membantu analisis bahwa faktor kedua ini berasal dari aktivitas industri, terutama industri logam.

Emisi garam laut terjadi melalui mekanisme evaporasi air laut yang banyak mengandung NaCl dan kemudian terbawa oleh angin yang pada kondisi meteorologi skala meso partikel garam tersebut dapat terbawa sampai kawasan ini melalui mekanisme transport jarak jauh. Kebaradaan Na, SO4 dan

Cl menjadi penanda sumber emisi garam laut pada faktor ketiga ini. Sumber emisi garam laut pada musim ini diperkirakan berasal dari kawasan Pelabuhan Ratu yang berada di sebelah barat kota Bandung, searah dengan arah angin dominan pada musim hujan ini.

Sama halnya dengan fraksi halus, pada fraksi kasar sumber emisi yang berasal dari aktivitas vulkanik teridentifikasi dengan munculnya unsur-unsur tanah seperti Al dan Ti serta keberadaan ion SO4=. Sumber emisi aktivitas vulkanik

ini diperkirakan berasal dari kawasan gunung Tangkuban Perahu yang berada di sebelah utara kota Bandung.

Faktor kelima pada fraksi kasar hanya diwakili oleh unsur Ca. Unsur ini dapat berasal dari tanah dan juga dari debu kapur. Arah angin yang dominan dari barat pada musim hujan dapat membantu analisis bahwa sumber emisi pada faktor ini berasal dari aktivitas industri dan pertambangan kapur di daerah Citatah Padalarang.

Faktor terakhir yang terbentuk pada fraksi kasar terdiri dari SO4, Al, Ca, Ti

dan Ni. Tingginya unsur Ca dan keberadaan unsur crustal seperti Ti dan Al dapat menjadi penanda sumber emisi yang berasal dari aktivitas konstruksi. Keberadaan unsur Ca, Al dan Ti ini juga sesuai dengan profil sumber aktivitas

(14)

konstruksi yang diperoleh dari Asian Institute Technology (dapat dilihat pada lampiran)

• Kontribusi Sumber Emisi

Kontribusi sumber emisi untuk fraksi halus dan kasar pada musim hujan dapat dillihat pada gambar dibawah ini.

PMF Tegalega Fraksi Halus

Sec. Aerosol / NH4NO3 12% Debu Kapur 10% Kendaraan dengan BBM Bensin 9% Pembakaran Biomassa 13% Debu Vulkanik 6% Motor 9% NH4SO4 14% Kendaraan bermesin Diesel 17% Debu Tanah 10%

(15)

PMF Tegalega Fraksi Kasar Debu Tanah 20% Industri 15% Garam Laut 26% Debu Vulkanik 4% Debu Kapur 20% Konstruksi 15%

Gambar V.9 Kontribusi Sumber Emisi Fraksi Kasar pada Musim Hujan

• Grafik Perbandingan Massa Terukur terhadap Massa Kalkulasi Model Pada gambar V.6 dibawah, terlihat bahwa model PMF berhasil memproduksi

perkiraan data massa (calculated mass) dengan korelasi (r2) = 0.4694 terhadap

data massa terukur saat sampling pada musim hujan. Demikian pula halnya dengan fraksi kasar pada musim yang sama seperti terlihat pada gambar V.7

dibawah ini. Nilai koefisien korelasi (r2) yang dihasilkan oleh model PMF

pada penelitian ini berkisar antara 0.3714 – 0.4696. Rendahnya nilai koefisien korelasi ini dapat disebabkan oleh jumlah data yang sangat banyak. Namun bila dipertimbangkan jumlah data yang digunakan pada penelitian ini, maka nilai koefisien korelasi tersebut sudah cukup baik.

(16)

y = 0.4705x + 15.873 R2 = 0.4694 0 10 20 30 40 50 60 0.0000 10.0000 20.0000 30.0000 40.0000 50.0000 60.0000 70.0000 Measured Mass µg/m3 C al cu lat ed M ass µ g/ m 3

Gambar V.10 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Halus pada Musim Hujan

y = 0.6299x - 1.7482 R2 = 0.3714 0 10 20 30 40 50 60 70 0.0000 10.0000 20.0000 30.0000 40.0000 50.0000 60.0000 70.0000 Measured Mass µg/m3 C al cu lat ed M ass µg/ m 3

Gambar V.11 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Kasar pada Musim Hujan

(17)

V.3.2 Musim Kemarau • Profil Sumber

Model PMF yang diaplikasikan terhadap data konsentrasi pada musim hujan menghasilkan 7 faktor sumber emisi untuk fraksi halus maupun fraksi kasar. Faktor-faktor yang terbentuk untuk tiap-tiap fraksi pada musim kemarau terlihat pada gambar berikut ini.

Fraksi Halus

Faktor pertama yang terbentuk pada fraksi halus diidentifikasi sebagai faktor yang berasal dari sumber emisi kendaraan bermesin diesel. Hal ini terlihat dari munculnya unsur penanda Black Carbon dan SO4= serta NH4+. Sumber

emisi ini diperkirakan berasal dari kawasan terminal Leuwi Panjang yang terletak sekitar 2 km dari lokasi penelitian.

Kendaraan Bermesin Diesel

0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl NO 3-SO 4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Pembakaran Biomassa 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Aged Sea Salt

0.001000 0.010000 0.100000 1.000000 BC Cl NO 3 -SO 4 2 -NH4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Kendaraan dengan BBM Bensin

0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl NO 3 -SO4 = NH4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

(18)

Industri Elektroplating 0.001000 0.010000 0.100000 1.000000 BC Cl NO 3 -SO 4 2 -NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Motor 0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl NO 3 -SO4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Secondary Aerosol / (NH4)2SO4

0.0 0.0 0.1 1.0 BC Cl NO 3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Gambar V.12 Komposisi Sumber Untuk Fraksi Halus pada Musim Kemarau

Faktor kedua pada fraksi halus berasal dari aktivitas pembakaran biomassa. Tingginya nilai BC dan K menjadi penanda bagi sumber tersebut. Masih luasnya area persawahan di sekitar kota Bandung terutama di kawasan pinggiran seperti Cimahi dan Gedebage diperkirakan menjadi sumber emisi pembakaran biomassa ini.

Sumber emisi kendaraan berbahan bakar bensin jelas terlihat pada faktor ketiga, yang ditandai oleh unsur penanda BC dan Pb. Sumber emisi dari sektor trasnportasi ini diperkirakan berasal dari jalan raya di sekitar kawasan Tegalega.

Pada faktor keempat, unsur yang menjadi penandanya terdiri dari Na dan

SO4=. Faktor ini berasal dari sumber emisi garam laut. Menurut Manahan

(1994), keberadaan Sulfat tersebut berasal dari oksidasi di atmosfer dari sulfur dioksida membentuk sulfat yang bersifat ionik non volatil, sedangkan klorida

(19)

berasal dari NaCl yang berasal dari air laut yang hilang dari aerosol padat sebagai HCl yang bersifat volatil:

2 SO2 + O2 + 2 H2O → 2 H2SO4

H2SO4 + 2 NaCl (partikulat) → Na2SO4 (partikulat) + 2 HCl

Karena berbeda dengan unsur penanda untuk garam laut pada umumnya, maka faktor ini disebut sebagai faktor yang berasal dari emisi garam laut yang telah mengalami reaksi atmosferik atau biasa disebut Aged Sea Salt.

Sumber emisi industri teridentifikasi pada faktor kelima untuk fraksi halus. Unsur yang menjadi penanda adalah unsur Al dan Cr, yang dapat berasal dari aktivitas industri elektroplating. Banyaknya industri elektroplating di kota Bandung terutama di kawasan By-Pass Soekarno-Hatta ini diperkirakan menjadi sumber emisi partikulat untuk fraksi halus pada musim kemarau.

Kendaraan bermotor roda dua menjadi sumber emisi untuk faktor kelima. Unsur yang menjadi penanda aalah BC, Cl, Mg dan Ca. Keberadaan unsur Cl, Mg dan Ca pada emisi kendaraan bermotor roda dua berasal dari zat aditif pada oli mesin yang ikut terbakar bersama bensin.

Faktor terakhir yang teridentifikasi untuk fraksi halus adalah sumber emisi yang berasal dari aerosol sekunder. Hal ini terlihat dari munculnya unsur penanda NO3-, SO4=, dan NH4+. Rendahnya nilai unsur NO3- memperlihatkan

bahwa faktor ini lebih terwakili oleh aerosol sekunder (NH4)2 SO4.

Fraksi Kasar

Sama seperti pada fraksi halus, faktor yang terbentuk pada fraksi kasar terdiri dari tujuh buah faktor. Faktor pertama teridentifikasi berasal dari emisi garam laut. Hal ini dapat dilihat dari munculnya unsur penanda Na dan Cl. Pada musim kemarau dimana arah angin dominan berasal dari timur dan timur laut, diperkirakan sumber emisi garam laut ini berasal dari laut jawa di daerah Indramayu. Jarak lurus kota Bandung dengan kawasan tersebut hanya ± 150

(20)

km. Menurut Soedomo (1999), rentang tersebut masih masuk ke dalam skala messo , dimana pendispersian pencemar pada skala tersebut dapat mencapai jarak ratusan kilometer. Oleh karenanya, sumber emisi garam laut ini diperkirakan berasal dari kawasan tersebut.

Faktor kedua pada fraksi halus teridentifikasi sebagai debu tanah. Keberadaan unsur Al, K, Na dan Mn yang merupakan unsur crustal menjadi penanda bagi sumber emisi tersebut.

Industri semen diperkirakan menjadi salah satu kontributor emisi partikulat pada fraksi kasar di kota Bandung. Hal ini terlihat pada faktor ketiga yang ditandai oleh unsur-unsur Ca, K, Al, Mg, Na dan Cr. Dengan mekanisme yang sama seperti pada sumber emisi garam laut, diperkirakan bahwa sumber emisi industri semen ini berasal dari pabrik semen di daerah Palimanan, Cirebon.

Faktor keempat teridentifikasi berasal dari aktivitas industri. Penanda dari aktivitas industri ini adalah unsur logam seperti Fe, Mg dan Cu. Keberadaan unsur Fe pada faktor keempat menunjukkan bahwa aktivitas industri pada faktor ini merupakan industri besi. Sumber emisi industri pada musim ini diperkirakan berasal dari kawasan industri Cisaranten.

Unsur garam laut (Na dan Cl) kembali teridentifikasi kembali pada faktor kelima. Namun pada faktor ini, unsur Cl- memiliki nilai yang rendah sementara unsur SO4= memiliki nilai yang tinggi. Keberadaan unsur SO4=

dapat menjadi penanda bahwa faktor ini berasal dari emisi garam laut yang telah mengalami reaksi atmosferik, seperti telah dijelaskan pada faktor keempat untuk fraksi halus di musim yang sama. Oleh karenanya, faktor ini disimpulkan berasal dari emisi Aged Sea Salt.

(21)

Garam Laut 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO 3-SO 4 = NH4+ Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Tanah 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO3 -SO 4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Industri Semen 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO3 -SO4 = NH4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Industri Besi 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO3 -SO4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

Aged Sea Salt

0.001 0.01 0.1 1 Cl NO 3-SO4 = NH 4+ Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Vulkanik 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO 3-SO 4 = NH 4+ Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb Debu Kapur 0.001 0.01 0.1 1 Cl -NO 3-SO 4 = NH 4 + Na Mg Al K Ca Ti Cr Mn Fe Ni Cu Zn Pb

(22)

Faktor terakhir pada fraksi kasar diwakili oleh unsur-unsur Ca, Ti, Mn, Na, dan NO3-. Keberadaan unsur Ca dapat menjadi penanda sumber emisi debu

kapur yang berasal dari kawasan industri dan pertambangan kapur di Citatah Padalarang. Walaupun pada musim kemarau arah angin dominan berasal dari Timur dan Timur Laut, wind rose menunjukkan bahwa terdapat fraksi arah angin yang berasal dari barat pada musim ini. Oleh karenanya, kawasan industri kapur Citatah dapat menjadi sumber emisi partikulat fraksi kasar pada musim kemarau ini. Keberadaan unsur NO3- dapat terjadi akibat reaksi

atmosferik antara debu kapur dengan HNO3 sebagai berikut:

CaCO3 + HNO3 Æ Ca(NO3)2 + H2CO3

• Kontribusi Sumber Emisi

Kontribusi sumber emisi untuk fraksi halus dan kasar pada musim kemarau dapat dillihat pada gambar dibawah ini.

PMF Tegalega Dry Season Fine Fraction

Kendaran bermesin diesel 12% Pembakaran Biomassa 16% Kendaran dengan BBM Bensin 3% Aged Sea Salt

13% Industri Elektroplating 24% Motor 7% Secondary Aerosol / (NH4)2SO4 25%

(23)

PMF Tegalega Fraksi Kasar Garam Laut 14% Debu Tanah 15% Debu Konstruksi 11% Industri Besi 23% Aged Sea Salt

3% Debu Vulkanik 25% Debu Kapur 9% Gambar V.15 Kontribusi Sumber Emisi Fraksi Kasar pada Musim Kemarau

• Grafik Perbandingan Massa Terukur terhadap Massa Kalkulasi Model Pada gambar V.16 dibawah, terlihat bahwa model PMF berhasil memproduksi perkiraan data massa (calculated mass) dengan korelasi yang cukup baik (r2 = 0.4511) terhadap data massa terukur saat sampling pada musim kemarau.

y = 0.7512x - 6.0716 R2 = 0.4511 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.0000 20.0000 40.0000 60.0000 80.0000 100.0000 Measured Mass µg/m3 C al cu lat ed M ass µ g/m 3

Gambar V.16 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Halus pada Musim Kemarau

(24)

y = 0.527x + 1.2471 R2 = 0.3314 0 10 20 30 40 50 60 0.0000 10.0000 20.0000 30.0000 40.0000 50.0000 Measured Mass µg/m3 C al cu la ted M ass µ g/ m 3

Gambar V.17 Konsentrasi Measured Mass Vs. Calculated Mass Fraksi Kasar pada Musim Kemarau

Demikian pula halnya dengan fraksi kasar pada musim yang sama seperti terlihat pada gambar V.17 diatas ini. Nilai koefisien korelasi (r2) yang dihasilkan oleh model PMF untuk fraksi kasar adalah 0.3314. Nilai korelasi pada penelitian ini, baik musim hujan maupun kemarau, menunjukkan bahwa hasil model PMF yang diperoleh cukup baik dalam merepresentasikan data sampling yang diperoleh.

V.4 Pengaruh Musim Terhadap Kontribusi Emisi di Tegalega

Kota Bandung dipengaruhi oleh muson dimana angin bertiup rata-rata pada bulan November - Januari dari arah barat. Sementara pada bulan Juni - September dari arah timur. Penguapan mencapai 3,2 mm/tahun, tekanan udara rata-rata 922 mb dan kelembaban relatif 77,2%. Suhu rata-rata 23oC dan curah hujan rata-rata 148,35 mm[19]. Pada musim hujan, di Tegalega arah angin yang dominan adalah dari arah barat. Kecepatan angin rata-rata sebesar 2.78 m/s dengan persentase calmwind sebesar 40.90%. Kisaran temperatur pada musim ini antara 21 – 29oC. Sementara pada musim kemarau, di Tegalega arah angin yang dominan adalah dari arah timur dan timur laut. Kecepatan

(25)

angin rata-rata sebesar 2.36 m/s dengan persentase calmwind sebesar 31%. Kisaran temperatur pada musim ini antara 18 – 30oC. Plot wind rose yang telah dikombinasikan dengan peta kawasan jawa barat dapat dilihat pada gambar V.18 dan V.19 dibawah ini.

Berdasarkan windrose, terlihat bahwa perbedaan musim mengakibatkan perbedaan arah angin yang dominan. Arah angin yang berbeda ini tentu akan membawa emisi partikulat dari sumber yang berbeda pula. Berikut ini adalah analisis pengaruh perbedaan musim terhadap kontribusi emisi di Tegalega.

Gambar V.18 Wind Rose Tegalega Pada Musim Hujan Tahun 2006-2007

Sumber emisi aerosol sekunder secara total baik pada musim hujan maupun musim kemarau tidak terlalu jauh berbeda. Pada musim hujan aerosol sekunder teridentifikasi dalam bentuk NH4NO3 maupun (NH4)2SO4 dengan

(26)

tidak jauh berbeda dengan kontribusi (NH4)2SO4 pada musim kemarau

sebesar 25%. Perbedaan musim di kawasan Tegalega tidak terlalu berpengaruh terhadap konsentrasi aerosol sekunder yang merupakan salah satu penyusun utama partikulat fraksi halus.

Gambar V.19 Wind Rose Tegalega Pada Musim Kemarau Tahun 2006-2007

Pada fraksi halus, sumber emisi debu kapur teridentifikasi sebesar 10% untuk musim hujan sementara pada musim kemarau tidak teridentifikasi sama sekali. Sementara pada fraksi kasar, sumber emisi debu kapur teridentifikasi pada kedua musim dengan kontribusi 20% pada musim hujan dan 9% pada musim kemarau. Kontribusi total emisi debu kapur pada musim hujan lebih besar dibandingkan dengan kontribusi emisi debu kapur pada musim kemarau. Hal ini dapat disebabkan oleh arah angin dominan yang berasal dari barat pada musim hujan membawa emisi debu kapur yang berasal dari kawasan industri kapur di Citatah Padalarang. Sementara pada musim

(27)

kemarau, seperti terlihat pada Wind Rose, hanya sebagian fraksi angin yang berasal dari arah barat.

Sektor transportasi menjadi salah satu penyusun utama sumber emisi partikulat di Tegalega pada musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan, sektor transportasi teridentifikasi oleh sumber emisi kendaraan bermesin bensin, diesel dan motor roda dua dengan kontribusi 9%, 17% dan 9%. Sementara pada musim kemarau, kontribusi kendaraan bermesin bensin, diesel dan motor roda dua adalah 3%, 12% dan 7%. Pada musim hujan, kontribusi total sektor transportasi ini lebih besar dibandingkan dengan musim kemarau. Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan sumber lokal yaitu terminal leuwi panjang dan dapat pula berasal dari jalan tol Cipularang di sebelah barat Tegalega,searah dengan arah angin dominan, yang diperkirakan menjadi sumber emisi utama sektor transportasi pada musim ini.

Pembakaran biomassa (Biomass Burning) di Indonesia umumnya berasal dari kegiatan pembakaran jerami. Kawasan Bandung yang masih memiliki banyak area persawahan menyebabkan besarnya potensi pencemaran oleh pembakaran biomassa. Pada musim kemarau, pembakaran biomassa ini berkontribusi sebesar 16%, sedikit lebih besar dibandingkan dengan kontribusinya pada musim hujan yang hanya 13%. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan petani yang lebih banyak membakar sisa jeraminya pada musim kemarau.

Debu vulkanik pada penelitian ini teridentifikasi sebagai salah satu sumber emisi baik pada musim hujan maupun kemarau. Pada musim hujan, aktivitas vulkanik terkontribusi sebesar 6% untuk fraksi halus dan 4% pada fraksi kasar. Sementara pada musim kemarau, debu vulkanik hanya teridentifikasi pada fraksi kasar dengan kontribusi yang cukup tinggi, sebesar 25%. Sumber emisi aktivitas vulkanik ini diperkirakan berasal dari arah gunung Tangkuban Parahu. Perbedaan nilai kontribusi pada kedua musim dapat disebabkan oleh adanya fenomena wash out pada musim hujan. Selain itu, tingginya kontribusi

(28)

debu vulkanik pada musim kemarau dapat disebabkan oleh tingginya aktivitas antropogenik di kawasan gunung Tangkuban Parahu yang merupakan kawasan wisata, sehingga dapat mengemisikan kembali debu-debu yang telah terendapkan.

Debu tanah (Soil Dust) juga merupakan sumber emisi yang berkontribusi cukup besar terhadap pencemar udara partikulat di Tegalega. Pada musim kemarau, debu tanah berkontribusi 15% terhadap fraksi partikel kasar. Sementara pada musim hujan, fraksi partikel kasar terkontribusi sebesar 20% oleh debu tanah dan 10% pada fraksi partikel halus dengan kontributor yang sama. Sumber emisi debu tanah ini diperkirakan berasal dari kawasan sekitar Tegalega.

Sumber emisi partikulat yang berasal dari kegiatan industri terdeteksi pada musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim kemarau, sumber ini berkontribusi sebesar 24% untuk fraksi halus dan 26% pada fraksi kasar yang terdiri dari 3% sumber emisi Aged Sea Salt dan 23% sumber emisi industri besi. Sementara pada musim hujan, sumber ini berkontribusi sebesar 15% pada fraksi kasar. Sumber emisi pada musim kemarau diperkirakan berasal dari kawasan kawasan industri seperti daerah Cisaranten, Ujungberung dan Cicadas yang berada di sebelah timur Tegalega, searah dengan arah angin dominan pada musim tersebut. Sumber emisi pada musim hujan diperkirakan berasal dari kawasan industri di daerah Cimahi yang berada di sebelah barat Tegalega.

Emisi garam laut teridentifikasi pada kedua musim. Pada musim hujan, emisi ini terkontribusi sebesar 26% pada fraksi halus. Sementara pada musim kemarau, emisi garam laut ini teridentifikasi dalam dua bentuk, yaitu emisi garam laut (sea salt) dan aged sea salt pada fraksi kasar dan aged sea salt pada fraksi halus dengan kontribusi 14%, 3% dan 13%. Berdasarkan arah angin dominan, pada musim hujan sumber emisi garam laut ini diperkirakan berasal dari kawasan Pelabuhan Ratu yang berjarak ± 150 km dari kota Bandung.

(29)

Sementara pada musim kemarau, sumber emisi garam laut ini diperkirakan berasal dari arah timur laut Bandung, yaitu dari kawasan laut Jawa di Indramayu.

Sumber emisi debu konstruksi di kawasan Tegalega hanya teridentifikasi pada fraksi kasar saat musim hujan saja dengan kontribusi 15%. Oleh karenanya, diperkirakan bahwa sumber emisi ini berasal dari aktivitas konstruksi di sebelah barat kawasan Tegalega.

Pada musim kemarau, terdapat sumber emisi yang berasal dari industri semen dengan kontribusi sebesar 11% . Berdasarkan analisis arah angin dominan pada musim ini, diperkirakan bahwa sumber emisi ini berasal dari pabrik semen di daerah Palimanan Cirebon yang terletak di sebelah timur laut kota Bandung.

Gambar

Tabel V.1 Tabel Rata-rata Massa dan Interval Massa di Tegalega  Musim  Fraksi Rata-rata Massa
Tabel V.2 Hasil Pengukuran Rata-rata Logam untuk Musim Hujan
Tabel V.3  Hasil Pengukuran Rata-rata Ion Untuk Musim Hujan
Tabel V.4  Hasil Pengukuran Rata-rata Logam Untuk Musim Kemarau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa pada musim Barat angin dominan bertiup dari arah Barat Daya menuju ke Timur Laut dengan kecepatan 5,7 – 8,8

Kemudian pada bulan Mei hingga Desember arus permukaan laut permukaan dominan berasal dari Barat Laut, pada bulan tersebut sedang terjadi arah angin yang dominan

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa pada musim Barat angin dominan bertiup dari arah Barat Daya menuju ke Timur Laut dengan kecepatan 5,7 – 8,8

1) Arah angin yang terjadi dominan dari barat laut menuju ke tenggaradengan rerata kecepatan 4,79 m/detdan arah gelombang yang terjadi berasal dari arah barat laut

Pergerakan angin pada Musim Peralihan II membawa arus permukaan laut dominan ke arah Barat, dan mempengaruhi persebaran suhu permukaan laut di Pantai

Stakeholder yang telah diidentifikasi berasal dari organisasi pemerintahan (Pemerintah Kabupaten Bandung Barat) dan organisasi non pemerintah yang mempunyai

Input tinggi gelombang signifikan di kisaran 1,40 m hingga 1,51 m dan arah dominan angin berhembus berasal dari utara barat laut, serta arah barat laut yang terjadi di

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa pada musim Barat angin dominan bertiup dari arah Barat Daya menuju ke Timur Laut dengan kecepatan 5,7 – 8,8