• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENANGANAN DAN PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp) BENTUK BALLPACK TUGAS AKHIR. Oleh : IRMA MUTMAINNAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES PENANGANAN DAN PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp) BENTUK BALLPACK TUGAS AKHIR. Oleh : IRMA MUTMAINNAH"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROSES PENANGANAN DAN PEMBEKUAN

GURITA (Octopus sp) BENTUK BALLPACK

TUGAS AKHIR

Oleh :

IRMA MUTMAINNAH

1522030526

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

(2)
(3)

iii

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep, Juli 2018 Yang menyatakan,

(5)

v

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdullillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penyususunan tugas akhir ini dengan tepat waktu. Salam dan salawat tidak lupa penulis kirimkan kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan sifat, sikap dan perbuatan terbaik kepada kita semua. Penyelesaian tugas akhir ini, tidak terlepas dari adanya bantuan dari beberapa pihak itu secara langsung maupun tidak langsung. Teristimewa penulis hanturkan kepada ayahanda Muh.Kasim dan ibunda Sumarni, seluruh keluarga besar yang telah banyak memberikan dorongan, bimbingan dan pengorbanan yang disertai dengan iringan doa dan harapan dengan penuh kasih sayang kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si dan Bapak Syamsuar, S.Pi,.M.Si yang telah membimbing penulis secara intensif ditengah-tengah kesibukan beliau

Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih juga kepada :

1. Dr. Ir. Darmawan, M.P, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si Selaku ketua jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

3. Ucapan terima kasih kepada Bapak H. Suswo G. Setiawan selaku maneger di PT Kelola Mina Laut Makassar, Kabupaten Makassar.

4. Ucapan terima kasih kepada Ibu Andi Astira dan bapak Wisnu purnomo selaku pembimbing utama di PT Kelola Mina Laut Makassar, Kabupaten Makassar.

(6)

vi

5. Ucapan terima kasih kepada Bapak Gilang selaku pembimbing lapangan di PT Kelola Mina Laut Makassar, Kabupaten Makassar. 6. Seluruh staf pengawai dan karyawan di PT. Kelola Mina Laut

Makassar.

7. Dosen, staf administrasi, teknisi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

8. Rekan-rekan seperjuangan teknologi pengolahan hasil perikanan angkatan 28 dan rekan-rekan sealmamater yang tidak dapat menulis sebutkan satu, persatu semoga kebersamaan yang kita bina tidak akan terlupakan seumur hidup.

Upaya penyusunan tugas akhir ini penulis lakukan secara maksimal. Namun, penulis yakin masih terdapat kekuirangan dan kelemahaan. Oleh karena itu, demi menyempurnakan tugas akhir, saran dan bimbingan dari berbagai pihak, terutama bapak/ibu dosen, sangat kami harapkan. Mudah-mudahan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca, khususnya penulis sendiri

Pangkep, Mei 2018

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMA PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

RINGKASAN... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Gurita(Octopus sp.)... 3

2.2 Morfologi Gurita……... 4

2.3 Manfaat Gurita………... 5

2.4 Habitat dan Tingkah Laku... 6

2.5 Pertumbuhan Gurita... 7

2.6 Metode Pembekuan……… 7

2.7 Konsep HACCP…... 9

(8)

viii

2.9 Sanitasi Standar Operation Prosedured... 11

2.10 Good Manufacturing practices (GMP)…………..……. 14

BAB III METEDOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat………... 15

3.2 Metode Pelaksanaan………. 15

3.3 Pengumpulan Data………... 15

3.4 Alat dan Bahan……… 15

3.5 Prosedur Kerja………. 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penerimaan Bahan Baku………... 19

4.2. Penyortiran………... 19

4.3 Timbangan………... 21

4.4 Penyiangan... 21

4.5 Tumbling………. 22

4.6 Pengecekan………. 21

4.7 Pemisahaan Size Ballpack……….. 21

4.8 Pembentukan Ballpack………... 23

4.9 Pembekuan ……… 24

4.10 Metal Detektor dan pengemasan……… 24

4.11 Cold Storage………... 25

(9)

ix BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 27 5.2 Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Ciri–Ciri gurita ………...…...……….…19 Tabel 1.2 persyaratan pengolahan gurita beku……….………….20 Tabel 1.3 size ballpack………...23

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gurita………5

(12)

xii

RINGKASAN

IRMA MUTAMINNAH, 1522030526. Proses Penanganan dan Pembekuan Gurita (Octopus sp.) bentuk Ballpack. Dibimbingan oleh Nurlaeli Fattah dan Syamsuar).

Gurita merupakan satu komoditi perikanan yang mudah sekali mengalami kemunduran mutu. Dalam waktu yang sangat singkat gurita akan menjadi busuk. Mengingat kondisi yang demikian maka harus dilakukan upaya penanganan yang tepat agar tidak mengalami kemunduran mutu.

Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui dan melakukan secara langsung proses penanganan dan pembekuan sampai dengan pengemasan dan siap ekspor. Tugas akhir ini juga diharap berguna sebagai informasih tentang pengawasan proses penanganan dan pembekuan gurita bentuk ballpack,yang di utama pada unit pengolahan cold storage. Kegiatan pengenalan kerja praktek mahasiswa dilaksanakan pada tanggal 20 Januari sampai 26 Maret 2018 yang bertempat di PT. Kelola Mina Laut Cabang Makassar, Sulawesi selatan.

Pembekuan dan pendinginan merupakah hal penting dari Unit Pengolahan Ikan dalam penentuan kualitas dan standard mutu gurita. Gurita merupakan suatu komoditi yang mudah sekali mengalami kemunduran mutu. Dalam waktu yang sangat singkat gurita akan menjadi busuk. Mengingat kondisi yang demikian maka harus dilakukan upaya penanganan yang tepat agar tidak mengalami kemunduran mutu . untuk mempertahankan sifat-sifat gurita , salah satu cara mengawetkan yang tidak merubah sifat alami adalah pendinginan dan pembekuan.

Gurita merupakan salah satu hasil perikanan yang mudah rusak maka dalam penangana awal dan pengolahan bahan baku harus mendapatkan perhatian serius, sampai selesainya proses pembekuan serta untuk mempertahankan mutu produk gurita bentuk ballpack beku dalam mengahadapi persainagn global, maka sebaiknya pihak perusahaan harus menenrapkan pengawasan titik kritis ( CCP) mulai dari penerimaan bahan baku hingga siap ekspor.

Kata kunci : Gurita, penanganan, pembekuan

(13)

1

BAB I. PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Perikanan di Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan wawasan nusantara. Perikanan merupakan sumber pendapatan bagi berjuta-juta nelayan, petani ikan, pengolah ikan, dan pedagang ikan. Setiap tahun perikanan juga menyumbang dolar-dolar Amerika dalam bentuk devisa serta membuka peluang-peluang kerja dalam memberikan sumbangsih mereka dalam pembangunan nasional. Ikan memiliki kandungan protein yang tinggi salah satunya gurita. Bagi masyarakat maju, makanan tidak hanya sekedar memberi rasa kenyang dan nikmat saja tetapi harus mempunyai kandungan gizi yang tinggi, keamanan produk, dan jaminan mutu yang baik.

Gurita merupakan satu komoditi perikanan yang mudah sekali mengalami kemunduran mutu. Dalam waktu yang sangat singkat gurita akan menjadi busuk. Mengingat kondisi yang demikian maka harus dilakukan upaya penanganan yang tepat agar tidak mengalami kemunduran mutu (Wikipedia, 2010).

Berbagai cara pengawetan hasil perikanan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian di antaranya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat ikan yang alami. Salah satu cara mengawetkan ikan yang tidak merubah sifat alami ikan adalah pendinginan dan pembekuan (Murniyati dan Sunarman 2000).

Menurut Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2007) harga gurita di pasar Jepang relatif stabil, meskipun tingkat konsumsi diperkirakan akan segera naik kembali. Sebaliknya, pengusaha Mauritania berusaha untuk menaikkan harga gurita menjadi US$ 0.40-0.50/kg. Hal ini agak mengherankan karena tahun lalu permintaan gurita di Jepang agak melemah dan

(14)

2

pendaratan gurita relatif baik. Diperkirakan kenaikan hargatersebut akan dapat diterima oleh konsumen ketika permintaan memang sedang baik.

Perusahaan PT Kelola Mina Makassar Laut, berlokasi di JL Kima XVII Kav DD No.15 yang di CEO Muhammad Nadjid . Bisnis ini mampu bersaing dengan bisnis lainnya karena memproduksi produk makanan yang berkualitas dan mengutamakan kepuasan para pelanggan pelanggan setianya. Pasar seluruh dunia ; Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Rusia, Jepang, Cina, Taiwan, Korea, Australia, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Afrika.

I.2 Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dan melakukan secara langsung proses penanganan dan pembekuan gurita bentuk ballpack mulai dari penerimaan bahan baku sampai stuffing.

Sedangkan kegunaan praktek kerja lapangan adalah untuk meningkatkan keterampilan dalam proses penanganan dan pembekuan gurita (Octopus sp) bentuk ballpack sebagai sumber data primer sedangkan data sekunder sebagai data pendukung yang berhubungan dengan kegiatan praktek kerja lapangan yang diperoleh dari arsip perusahaan serta melakukan wawancara langsung dengan karyawan peerusahaan.

(15)

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Gurita (Octopus sp)

Gurita adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala), ordo Octopoda dengan terumbu karang di samudra sebagai habitat utama. Gurita terdiri dari 289 spesies yang mencakup sepertiga dari total spesies kelas Cephalopoda. Gurita dalam bahasa Inggris disebut Octopus yang sering hanya mengacu pada hewan dari genus Octopus. Gurita merupakan makanan laut bagi penduduk di negara-negara Mediterania, Meksiko, dan bahan utama berbagai makanan Jepang, seperti sushi, tempura, takoyaki dan akashiyaki (Wikipedia, 2010). Gurita mempunyai masa hidup yang relatif singkat dan beberapa spesies hanya hidup selama 6 bulan. Spesies yang lebih besar seperti Gurita raksasa Pasifik Utara yang beratnya bisa mencapai 40 kilogram bisa hidup sampai 5 tahun di bawah kondisi lingkungan yang sesuai. Reproduksi merupakan salah satu sebab kematian, gurita jantan hanya bisa hidup beberapa bulan setelah kawin dan gurita betina mati mati tidak lama setelah bertelur. Kematian disebabkan kelalaian gurita untuk makan selama sekitar satu bulan sewaktu menjaga telur-telur yang belum menetas. Gurita biasanya memiliki tiga mekanisme pertahanan diri: kantong tinta, kamuflase dan memutuskan lengan.

Gurita berwarna abu-abu pucat atau putih, tapi warna kulit bisa diubah sesuai warna dan pola lingkungan sekitar dengan maksud melakukan kamuflase (penyamaran). Pada kulit gurita terdapat kromatofora berupa lapisan kantung-kantung pewarna yang lentur dan bisa mengubah warna, opasitas dan refleksitas jaringan epidermis. Otot-otot di sekeliling kromatofora bisa membuat kantung-kantung pewarna menjadi kelihatan atau hilang. Kromatofora berisi pigmen

(16)

4

berwarna kuning, oranye, merah, coklat, atau hitam. Sebagian besar spesies gurita memiliki 3 warna dari seluruh pilihan warna kromatofora yang ada, walaupun ada juga spesies yang memiliki 2 atau 4 warna. Sel-sel lain yang bisa berubah warna adalah sel iridophore dan sel leucophore (warna putih). Kemampuan berganti warna digunakan gurita untuk berkomunikasi atau memperingatkan gurita lain. Gurita cincin biru berubah warna menjadi kuning cerah dengan bulatan-bulatan berwarna biru jika merasa terancam sekaligus memperingatkan musuh bahwa dirinya sangat beracun.

Beberapa spesies gurita dapat memutuskan lengannya sendiri (ototomi) mirip cicak dan beberapa spesies kadal yang memutuskan ekor sewaktu melarikan diri. Lengan gurita yang sedang merangkak juga berfungsi sebagai pengalih perhatian bagi calon pemangsa dan berguna pada saat kawin.

Beberapa spesies gurita seperti gurita mimik memiliki sistem pertahanan ke-4 berupa kemampuan meniru bentuk hewan laut berbahaya seperti lionfish dan belut berkat tubuh yang lentur dipadukan dengan kemampuan berganti warna. Gurita mimic juga pernah didapati mengganti tekstur mantel agar kamuflase menjadi lebih sempurna. Mantel gurita mimik bisa terlihat runcing-runcing seperti rumput laut atau benjol-benjol seperti tekstur batu karang.

2.2 Morfologi Gurita

Gurita bergerak dengan cara merangkak atau berenang. Gurita cukup merangkak ditambah sedikit berenang jika ingin bergerak secara perlahan dan hanya berenang jika ingin bergerak cepat-cepat. Gurita bisa bergerak cepat sekali sewaktu sedang lapar atau sewaktu dalam bahaya. Kadar oksigen dalam darah diperkirakan hanya sekitar 4% sehingga gurita mempunyai stamina rendah yang

(17)

5

akibatnya merugikan kehidupan gurita di alam bebas. Secara umum, bentuk Gurita dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bentuk Gurita (National Wildlife 1997)

Secara lengkap urut-urutan klasifikasi dari Gurita (Octopus sp.) adalah sebagai berikut :

Filum : Molusca Kelas : Cephalopoda Anak kelas : Coleoidea Bangsa : Octopoda Anak bangsa : Incirrata Suku : Octopodidae Anak suku : Octopodinae Marga : Octopus Jenis : Octopus sp.

2.3. Manfaat Gurita

Menurut Fitday (2010), Gurita adalah sumber kalori rendah dengan bentuk ramping. Ada sekitar 140 kalori per 3 ons (85 g) Gurita, dengan

(18)

6

kandungan lemak hanya 1.8 g. Gurita merupakan sumber zat besi yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan, kelelahan dan anemia.

Gurita juga merupakan sumber kalsium, fosfor, kalium dan selenium juga menyediakan vitamin yang penting termasuk vitamin C, vitamin A dan beberapa vitamin B, serta beberapa omega-3 asam lemak. Omega-3 adalah nutrisi penting yang dapat menurunkan kemungkinan penyakit jantung, serta kanker dan depresi juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu perkembangan otak pada anak-anak.

Gurita juga mengandung taurin, yang merupakan asam organik yang bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi terhadap beberapa efek stres. Taurin juga membantu mencegah penyakit jantung, walaupun belum dilakukan penelitian lebih lanjut. Beberapa studi dikaitkan juga dengan kadar gula darah meningkat, namun hal ini juga memerlukan penelitian lebih lanjut.

2.4. Habitat Dan Tingkah Laku

Gurita (Octopus sp) banyak ditemukan di laut dan subtropik di sekitar daerah mediterina, daerah-daerah timur jauh dan pasifik selatan. Di Indonesia diduga terdapat diperairan Kalimantan, Sulawesi, Maluku Dan Banda. Gurita dapat hidup di air dangkal dan juga terdapat pada batas pasang surut sampai agak dalam dengan kedalaman 4000 meter sampai 5000 meter. Sebagian besar berenang dan bergerak bersama-sama kawanan yang besar. Sebenarnya gurita bersifat bentik atau menempel (BARNES,1967), dan biasanya membentuk suatu tempat perlindungan didalam celah-celah batu karang., batu-batuan, rumput laut yang terdapat diperairan pantai. Tempat tinggal yang paling disukai adalah batu-batuan yang berlubang. Gurita aktif pada malam hari atau disebut hewan nuktural

(19)

7

(WELLS,1062). Gurita bergerak dan berenang dengan cara merangkak pada dasar perairan yang berbatu atau berpasir dengan mengunakan ke delapan lengannya yang disatukan pangkalnya oleh lembaran kulit tipis yang kuat.

Menurut Askin (1981). Gurita dapat hidup di perairan yang berkadar garam 18-38%. Pada perairan yang berkadar garam 15% memperlihatkan sifat abnormal dan apabila lebih rendah lagi akan mati. Musim penangkapan gurita berlangsung dua kali dalam setahun, yakni pada bulan april-agustus dan pada bulan oktober-februari.

2.5. Pertumbuhan Gurita

Askin (1981) mengemukakan bahwa kecepatan tumbuh hewan chelapoda termasuk gurita berbeda-beda, tergantung pada keadaan lingkungannya. Pada umumnya gurita mencapai berat tubuh lebih dari satu kilogram, setelah itu selama satu tahun dan akhirnya tiba masih birahinya. Mulai dari musim dimana pada tahun setelah gurita menetas, maka gurita mulai tumbuh dengan cepat dan hal ini menunjukkan bahwa sudah saatnya untuk ditangkap.

Suatu eksperimen dengan menggunakan metode tagging, yaiti memperhatikan bahwa gurita yang beratnya 1 kg dapat bertambah berat menjadi 10 kg setalah ditemukan 1 tahun kemudian. Gurita akan mencapai kematangan gonad akhir pada berat 10 kg dalam waktu 3 tahun ( Budiyanto dan sugiarto 1997).

2.6. Metode Pembekuan

Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan pada suhu di bawah titik beku pangan tersebut. Dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es

(20)

8

(ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan. Mutu hasil pembekuan masih mendekati buah segar walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan.

Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksireaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan.Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba (Shawyer, 2003)

Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisma dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan. Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim.

Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lambat (Brennan, 1981). Pada awal proses pembekuan, terjadi fase precoolingdimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan cair (Holdworth 1968). Setelah

(21)

9

tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh,1981).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan, yaitu kerusakan fisik, kimia, dan biologis

2.6.1. Kerusakan Fisik

Kerusakan fisik yang dialami bahan pangan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka.Perlakuan tersebut dapat menyebabkan terjadinya memar, luka, dan adanya benda asing.

2.6.2. Kerusakan Kimiawi

Penurunan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan dapat terjadi selama proses pencucian dan pemanasan. Selama berlangsung proses pencucian bahan pangan, banyak komponen senyawa kimia yang akan larut, seperti beberapa protein, vitamin B dan C, dan mineral.

2.6.3. Kerusakan Biologis

Kerusakan biologis pada bahan pangan dapat disebabkan oleh aktivitas mikroba patogen dan pembusuk, baik berupa bakteri, virus, jamur, kamir ataupun protozoa.

2.7. Konsep HACCP Proses Penanganan Gurita (Octopus sp)

Optimalisasikan pemanfaatan sumber daya perikanan, termasuk di dalamnya penanganan awal, pengolahan, pengepakan dan distribusi lebih mengarah hasil produk yang dipasarkan baik dalam negeri dan luar negeri. Upaya pembangunan pemasaran ekspor yang diwarnai dengan ketatnya persaingan dengan merebaknya isu global seperti”food safety” dan isu lingkungan , dapat

(22)

10

diawasi dengan pembinanan dan system pengawasan mutu yang diterima secara internasional, yang lebih dikenal dengan penerapan pedoman manajemen mutu terpadu (PMMT) yang mempu memberikan atau meningkatkan jaminan mutu pada produk sehingga dapat meningkatkan daya saing ekspor hasil perikanan Indonesia di pasar internasional (Faisal,2004).

Jaminan mutu perikanan merupakan syarat wajib bagi produk perikanan tersebut layak untuk di komsumsi selain itu jaminan mutu perikanan merupakan sebuah langkah untuk meningkatkan komoditas perikanan di bidang ekspor. Dalam jaminan mutu tidak hanya mencakup kelayakan dari hasil perikanan tersebut, namun juga nilai gizi dan kondisi yang harus dilakukan dengan berbagai penelitian perikanan.

Berdasarkan sertifikasi produk perikanan tahun 2004 yang dikeluarkan oleh dirjen perikanan tangkap, jaminan mutu di Indonesia pada awalnya di cetus oleh depertemen kesehatan pada tahun 1975 yang kemudian dimantapkan oleh UU perikanan no. 9 tahun 1980 pasal 19 yang menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan pembinanan mutu dan keamanan pangan serta mencegah penipuan ekonomi. Selamjutnya pengawasan mutu disesuaikan dengan perkembangan system internasional. Responsible fisheries dan HACCP (FAQ.1995). Di mana HACCP ini merupakan syarat yang kaitannya dengan standar mutu internasional yang harus diadopsi oleh Negara-negara pengekspor hasil perikanan.

HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) ini bisa menjadi tolak ukur kualitas hasil perikanan suatu Negara karena standart ini cukup mewakili kualitas perikanan internasional. Dalam pengemangan HACCP ini

(23)

11

diwujudkan dalam sebuah sertifikasi yang diberikan kepada perusahaan yang sudah layak untuk melakukan kegiatan ekspor hasil perikanan. Sehingga pada akhirnya sertifikat ini menjadi tanda bukti bahwa telah mengantongi izin untuk mengekspor.

2.8. Persyaratan Kelayakan Dasar

Pada dasarnya HACCP bukan merupakan suatu program yang berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar dalam sistem pengawasan. Agar fungsi penerapan HACCP dapat berjalan lebih efektif, setiap UPI (Unit Pengolahan Ikan) yang akan menerapkan HACCP harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar yang terdiri dari dua bagian pokok yaitu:

2.9. Sanitasi Standar Operating Prosedured (SSOP)

SSOP (Sanitation Standard Operating Procedur) adalah prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap produk yang diolah (mangunnsong 2000).

Dalam penyusunan standar pelaksanaan prosedur danitasi harus di selesaikan mengenai siapa yang melaksanakan dan memonitor, frekuensi pelaksanaan monitoring dan informasih lain terkait. Berkaitan dengan itu yang perlu dibuat secara rinci adalah sebagai berikut :

2.9.1. Pasokan Air dan Es

Air untuk pengolahan harus aman dan saniter, berasal dari sumber yang dizinkan dengan angka coliform ( faisal, 2004). Air yang cukup untuk operasi pengolahan dan pembersihan tidak menggunakan air bekas pendingin mesin atau peralatan lainya untuk untuk tujuan mencuci ikan, geladak kapal, ruangan palka,

(24)

12

wadah ikan, bak pencuci, dan peralatan lain yang bersinggungan dengan ikan. Begitu pula air pelabuhan yang biasanya mengandung minyak, kotoran dan bahan kimia dan pabrik, jangan sekali kali di pergunakan untuk maksud diatas. Es harus dibuat secara higenies dari air bersih dalam penggunaanya es harus ditangani dan di simpan dengan baik agar terhindar dari penularan dan kontaminasi silang. 2.9.2. Bahan Kimia, Pembersih dan Paniter

Kontaminasi bahan kimia pada bahan makanan dapat terjadipada setiap tahap produksi dari pertumbuhan bahan baku dilapangan sampai komsumsi produk akhir. Pengaruh kontaminasi kimia terhadap konsumen dapat berjangka (akut).

2.9.3 Toilet dan Tempat Pencuci Tangan

Unit pengolahan ikan (UPI) harus di lengkapi dengan toilet yang cukup. Jumlah toilet yang diharuskan adalah:

1-9 = 1 toilet 10-24 = 2 toilet 25-59 = 3 toilet 50-100 = 5 toilet

Toilet harus dilengkapi dengan ventalasi dan selalu dalam kondisi higienis. 2.9.4. Peralatan dan Pakaian Karyawan

Dilakukan setiap sebelum dan sesudah proses produksi atau pagi dan sore hari. Pembersih pabrik/ruangan kerja dilakukan dengan menghilangkan sisa-sisa bahan dan kotoran guna menjamin kebersihan dan keamanan produk. Pembersih dapat dilakukan secara fisik seperti penyikatan, penyemprotan dengan air panas dan dingin, pengisapan vacuum atau secara kimia yaitu dengan deterjen atau

(25)

13

pembersih khusus , ataupun gabungan secara fisik dan kimia. Sanitasi pembersih dari kuman dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan larutan colorine (100-250 Mg/I).

2.9.5. Pencegahan Kontaminasi Silang

Kontruksi , desain lay out unit pengolahan harus di tatat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Higiene karyawan termasuk pakaian kerja harus tetap dijaga kebersihan serta aktifitas dan perilakunya. Pisahkan produk beku dan produk mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

2.9.6. Kesehatan Karyawan

Suatu hal yang penting dalam suatu proses pengolah perikanan. Kesehatan karyawan harus, diperiksa secara periodic untuk menjamin agar tidak seorang karyawan pun menderita penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan dan bertindak sebagai pembawa mikrobaorganisme penyebab penyakit.

2.9.7. Persyaratan Label dan Penyimpanan

Bahan-bahan pengemasan untuk produk beku harus cukup kuat, tahan perlakuan physis mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas dan bau, tidak mudah ditembus lemak atau minyak, tidak boleh meningkatkan waktupembekuan, tidak melekat pada produk dan tidak menural produk. Setiap produk akhir yang akan diperdangankan harus diberi label yang mencantumkan isi, merk dagang, asal Negara, nama perusahaan, berat bersih, komposisi, masa kadaluarsa dan persyaratan penyimpanan.

(26)

14 2.9.8. Pengandalian Serangga

Bagian-bagian ruangan penanganan dan pengolahan yang berhubungan langsung dengan bagian luar harus diperlengkapi dengan peralatan untuk mencegah masuknya serangga, tikus, burung dan hama lainnya serta binatang pemeliharaan.

2.10. Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP ( Good Manufacturing Practices ) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan benar atau review menghasilakan produk benar. GMP merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari HACCP. Penyusunan SSOP Dan GMP di maksudkan untuk lebih meningkatkan jaminan dan konsistensi mutu dari produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam penyusunan GMP semua tahapan dalam proses produksi harus diuraikan secara rinci mengenai hal-hal fungsi tahapan yang ingin di capai dan kondisi,waktu dan temperature untuk mencapai target.

(27)

15

BAB III. METEDOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM) ini dilaksanakan tanggal 20 Januari 2018 sampai dengan 26 Maret 2018 di PT. Kelola Mina Laut Makassar Jl.Kima XVII kav DD No.15 Blok B1 Daya, Kota Makassar Telp.(0411) 4723293.

3.2 Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah Partisipasif Mengikuti secara langsung dan berpartisipasi aktif selama kegiatan praktek yang berhubungan dengan proses penanganan dan pembekuan gurita ballpack

3.3 Pengumpulan Data

Ada dua metedo dalam pengumpulan data yaitu:

1. Data primer adalah arsip perusahaaan serta melakukan wawancara langsung dengan karyawan peusahaan serta pengambilan gambar

2. Data sekunder adalah di peroleh dari perpustakan berupa jurnal, literature yang berisi informasi mengenai teori dasar penanganan dan pembekuan gurita.

(28)

16 3.4 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

1. Fish box 14. Troll

2. Keranjang kapasitas 60 kg 15. Mesin tumbling

3. Meja sortir 16. Timbangan kapasitas 150 kg 4. meja teli 17. Selang air

5. meja proses 18. Palet

6. Landasan 19. Pan

7. Rak 20. Plastic LDPE

8. Gunting 21. Kertas size

9. Spidol 22. Kertas size

10. Pulpen 23. Stempel

11.Lakban 24. Bak container

11. MC (Master Carton) 25. Layer

12. Bantal stempel 26. Timbangan analitik 13. Palet

Bahan yang digunakan : 1. Gurita

2. Air 3. Colirine 4. Es

(29)

17 3.5 Prosedur kerja

Diagram alir proses pembekuan di PT. Kelola Mina Laut Makassar dapat dilihat sebagai berikut :

Penyortiran dan pencuci

Penimbangan I

Penyiangan dan pencucian II

Tumbling

Pengecekan ulang dan pencucian III Pemisahaan size dan

penimbangan II

Pembentukan ballpack

Pembekuan ABF

Metal detector dan penimbangan III Pengemasan Cold storage Penerimaa n bahan stuffing

Gambar

Gambar 2.1. Bentuk Gurita (National Wildlife 1997)
Diagram alir proses pembekuan di PT. Kelola Mina Laut Makassar dapat  dilihat sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait