• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI KECAMATAN CIKUPA KABUPATEN TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI KECAMATAN CIKUPA KABUPATEN TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

MUHAMAD ARIS MUNANDAR NIM : 11140440000058

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2018 M/1439 H

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Hukum Islam. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018 M/1439 H. (viii halaman, 83 halaman dan 46 halaman lampiran).

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik saweran pengantin yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Cikupa, memahami makna filosofi syair dalam saweran pengantin dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat Kecamatan Cikupa, menjelaskan dan mengetahui pandangan Islam terhadap saweran pengantin serta bagaimana tokoh agama Kecamatan Cikupa memandang tradisi saweran pengantin.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian lapangan (field research) yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara langsung di daerah penelitian. Metodologi penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan antropologi hukum yaitu melihat dan mengamati secara langsung sawer pengantin yang berada di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara secara langsung dan mendalam, observaasi lapangan, studi dokumentasi, dan studi pustaka.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tradisi saweran pengantin adalah prosesi pemberian nasihat untuk kedua pengantin yang dilantunkan dengan cara di syaikan, teks syair saweran merupakan hasil turun temurun dari keluarganya, tradisi saweran pengantin yang dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang tidaklah bertentangan dengan ajaran agama Islam karena memenuhi persyaratan ‘urf dan maslahah mursalah.

Kata Kunci : Adat Sunda, Saweran Pengantin, Hukum Islam. Pembimbing : Arip Purkon, S.HI., M.A

(6)

v

bumi ini, khususnya kepada penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, serta para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan, sehingga dapat terselesaikan atas izin-Nya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.A. Ketua Program Studi Hukum Keluarga beserta Indra Rahmatullah, S.HI., M.A., Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Arip Purkon, S.HI., M.A selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah membagi ilmu, memberikan nasihat, dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Hj. Rosdiana, M.A. selaku dosen penasehat akademik penulis, yang telah sabar mendampingi, memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

5. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc., M.A dan H. Qosim Arsadani, S.Ag., M.A selaku dosen penguji dalam sidang munaqasah yang telah memberikan arahan, masukan, dan bimbingannya kepada penulis.

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum terkhusus pada prodi Hukum Keluarga yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama kuliah.

(7)

vi

Mahdum, dan seluruh Keluarga Besar yang berada di Tangerang.

8. Para narasumber yang telah meluangkan waktu dan turut mendukung suksesnya penelitian ini: Hj. Siti Hamamah, Hj. Sunipah, Ust. Samsyudin, Aja Sarja, Saepul Hupad, S.sy, S.H, Siti Maswah, S.Sos, M.Si, H. Abdul Halip, H. Ahyani, Ust. Endang Nasrudin, Ust. Kholiluddin, Haetami, Lia Rosnawati, dan Amah.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa/i Hukum Keluarga angkatan 2014, yang telah menemani penulis selama menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10. Lembaga, perhimpunan, dan organisasi yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis, FOSKAL Jakarta, KMSGD JABODETABEK, IRMAFA, HMI KOMFAKSY, DEMA Fakultas Syariah dan Hukum, HMPS Hukum Keluarga, dan KKN Hibria.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu mendapatkan perbaikan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, pembaca pada umumnya serta dicatat sebagai amal baik di sisi Allah Swt. Aamiin.

Ciputat, 20 Agustus 2018

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN ...iii

ABSTRAK ...iv

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 6

F. Kerangka Teori dan Konseptual ... 7

G. Metode Penelitian ... 10

H. Rancangan Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI KECAMATAN CIKUPA A. Deskripsi Kecamatan Cikupa ... 14

B. Makna Saweran Pengantin ... 24

C. Praktik Saweran Pengantin di Kecamatan Cikupa ... 27

BAB III MAKNA FILOSOFIS SAWERAN PENGANTIN A. Teks Syair Saweran Pengantin ... 32

B. Makna Filosofis Dalam Saweran Pengantin ... 58

(9)

viii BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79 B. Saran-saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

1

Menurut hukum adat, perkawinan bisa merupakan urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi, tergantung tata susunan masyarakat yang bersangkutan, bagi kelompok-kelompok wangsa yang menyatakan diri sebagai kesatuan-kesatuan, sebagai persekutuan-persekutuan hukum, perkawinan para warganya adalah sarana untuk melangsungkan hidup kelompoknya secara tertib dan teratur, sarana yang dapat melahirkan generasi baru yang melanjutkan garis hidup kelompoknya, namun di dalam lingkungan persekutuan kerabat perkawinan juga selalu merupakan cara meneruskan (yang diharap dapat meneruskan) garis keluarga tertentu yang termasuk persekutuan tersebut, jadi merupakan urusan keluarga, urusan bapak-ibunya selaku inti keluarga yang bersangkutan.1

Berbagai fungsi perkawinan itu bermanifestasi di dalam campur tangan kepala-kepala kerabat, orang tua, kepala desa (adat). Perkawinan sebagai peristiwa hukum harus mendapat tempatnya di dalam tata hukum. Perbuatannya haus terang, para kepala persekutuan yang bersangkutan dalam hal ini juga menerima imbalan jasa atas legalitasnya.2

Upacara perkawinan merupakan salah satu bentuk kekayaan budaya di Indonesia. Proses perkawinan pada masyarakat di Indonesia pada umumnya disesuaikan dengan asal adat istiadat, misalnya proses perkawinan adat Sunda khususnya ada serangkaian acara adat yang selalu dilakukan misalnya tradisi sawer. Sawer merupakan prosesi pemberian nasihat kepada kedua pengantin. proses ini melambangkan kedua pengantin beserta keluarga berbagi rizki dan kebahagiaan. Kata sawer

1 Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 1981, Cet.

Kedua), h., 107.

(11)

pengantin sendiri memiliki makna luas. Sawer berasal dari kata

penyaweran, yang dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari

atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Sedangkan pengantin adalah meresmikan sepasang pengantin (pria dan wanita) menjadi suami istri dalam sebuah acara perkawinan. Kata sawer diambil dari tempat berlangsungnya upacara adat tersebut, yaitu panyaweran (teras atau halaman). Disamping itu, kata sawer juga diambil dalam prosesi saweran, benda-benda sebagai simbol tertentu dilemparkan ke atas payung yang menaungi pengantin. Sehingga, barang yang dilemparkan akan jatuh terlebih dahulu ke payung tersebut sebelum jatuh ke tanah untuk diperebutkan oleh para pengunjung (penonton atau tamu undangan).

Sawer yang merupakan adat kebisaaan itu merupakan upacara ritual

yang erat hubungannya dengan proses inisiasi, yakni upacara pelantikan.

Sawer pada umumnya mempergunakan bentuk syair sawer, yakni

semacam syair yang disampaikan dengan cara ditembangkan atau dilagukan. Syair sawer mempunyai nilai kerohanian, juga merupakan khasanah sastra Sunda dan dapat difungsikan sebagai alat pendidikan.3

Syair Sawer yang merupakan tembang dalam upacara perkawinan adat sunda dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syair untuk upacara

sawer dan syair untuk upacara buka pintu. Biasanya syair-syair itu

ditembangkan atau dilagukan oleh dua pengantin, tetapi pada saat sekarang sudah jarang yang dapat melagukannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan diwakilkan oleh orang yang ahli.4 Sawer pangantin merupakan karya sastra khazanah budaya Sunda. Karya sastra ini dipandang memiliki struktur fisik yang sesuai dengan konvensi sastra Indonesia. Di samping itu cakupan isinya sangat sarat dengan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan bidang keagamaan, moral, etika, kedisiplinan, dan

3 Susi Susanti, Elmustian Rahman, dan Hadi Rumadi, ” Syair Nasihat Dalam

Sawer Pengantin, (Riau), h., 3.

4 Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Perkawinan Adat Sunda, (Jakarta: Sinar

(12)

ekonomi, sehingga resepsi atau tanggapan masyarakat terhadap sawer ini sangat baik.5

Upacara sawer pangantin mempergunakan bahasa sebagai alatnya. Dalam Kamus Umum Bahasa Sunda (1954) seperti dikutip oleh Aam Masduki istilah sawer itu mempunyai dua arti yaitu:

1. Sawer artinya air hujan yang masuk ke rumah karena terhembus angin (tempias); kasaweran, kena tempias; panyaweran, tempat jatuhnya air dari bubungan (taweuran).

2. Sawer (nyawer), menabur (pengantin) dengan beras dicampur uang tektek (lipatan sirih), dan irisan kunir. Menurut Kamus Umum Bahasa Sunda yang dikeluarkan oleh Lembaga Basa dan Sastra Sunda,

sawer berarti petuah untuk pengantin dalam bentuk syair, diiringi dengan

tembang berisi nasihat orang tua.6

Sebagaimana pengertian dari saweran pengantin yaitu prosesi pemberian nasihat kepada kedua pengantin bagaimana membangun rumah tangga yang bahagia, tentram, dan memberikan tahu akan kewajiban suami dan istri, nasihat itu disampaikan ketika pada proses setelah akad maupun ketika walimatul ursy (pesta perkawinan) seperti penggalan teks

saweran berikut:

Ujang boga pamajikan Akang punya istri

Serta boga kawajiban Serta punya kewajiban

Anu kudu di tohonan Yang harus dilaksanakan

Ujang kudu ikhlas niat Abang harus berniat ikhlas

Pan kawin teh seja to’at Akad nikah itu untuk beribadah.

Rejeung seja nyiar rohmat Dan kita mengharapkan rahmat

Lain rek ngalajor syahwat Bukan untuk melampiaskan syahwat

Ujang ulah laepat angkeh Akang jangan buruk sangka

5 Susi Susanti, Elmustian Rahman, dan Hadi Rumadi, h., 3.

6 Aam Masduki, “Sawer Panganten Tuntunan Hidup Berumah Tangga di

(13)

Nyai kudu age-age Istri harus benar-benar

Ngaladenan ka caroge Melayani suami

Hadi parangi sing hade Dengan perilaku yang baik

Sing tiasa ngelep hate Harus bisa menyimpan hati.

Menurut beberapa uraian singkat di atas dapat kita tarik benang merah tentang apa itu saweran dalam tradisi perkawinan suku sunda, kemudian di dalam upacara sawer pengantin menggunakan syair-syair yang di lantunkan ketika proses berlangsung. Ketika prosesnya pun menggunakan koin, beras, kunyit sebagai penambahan benda dalam proses

saweran. Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, untuk itu permasalahan ini akan di angkat sebagai kajian dalam bentuk skripsi yang berjudul “TRADISI SAWERAN PENGANTIN PERKAWINAN DI KECAMATAN CIKUPA KABUPATEN TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas untuk menghindari kemungkinan tumpang-tindih dengan permasalahan diluar tema penelitian. Disini penulis hanya akan membahas mengenai tradisi saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

Adapaun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang?

2. Apa makna filosofi syair dalam saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang?

(14)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari sebuah penelitian ialah mengungkapkan secara jelas sesuatu yang hendak dicapai pada penelitian yang akan dilakukan. Dari pemahaman tersebut, maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktik saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

2. Untuk mengetahui makna filosofi syair dalam saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

3. Untuk mengetahui bagaimana saweran pengantin menurut hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, demikian pula dengan penelitian yang penulis adakan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut;

1. Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan, memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti mengenai kajian tradisi saweran pengantin perkawinan untuk dapat dikembangkan kemudian.

2. Penelitian ini diharapkan akan menjadi pelengkap penelitian-penelitian sebelumnya.

3. Memberikan sumbangan kepada mahasiswa atau siapa saja yang konsen dengan permasalahan ini.

4. Diharapkan dapat memberikan sebuah khazanah keilmuan tentang tradisi saweran pengantin perkawinan bagi masyarakat, dan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan tradisi saweran pengantin perkawinan dan hasil penelitian ini akan menjadi dokumen, terkhusus bagi masyarakat suku Sunda.

(15)

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk menemukan pembahasan dan penulisan skripsi ini penulis menelaah literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis sampaikan dalam penulisan skripsi, diantaranya yaitu:

1. Skripsi Sulaeman, Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota

Cirebon, Jawa Barat. Program Studi Hukum Keluarga Tahun 2008.

Skripsi ini memaparkan tentang tradisi pernikahan adat jawa yang berada di Cirebon yang meliputi pembahasan persiapan pernikahan sebelum terjadinya akad perkawinan. Sedangkan skripsi ini membahas tentang tradisi sawer pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

2. Skripsi Aep Saepudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam

Upacara Perkawinan Adat Sunda. Program Studi Aqidah Filsafat

2010. Skripsi ini memaparkan tentang makna filosofis secara mendalam mengenai tembang sawer . Sedangkan skripsi ini membahas mengenai tradisi sawer pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

3. Skripsi Muhamad Ilman, Tradisi Uang Pelangkah Dalam Perkawinan

(Studi Kasus di Desa Legok, Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang) 2015. Skripsi ini memaparkan tentang perkawinan yang

melangkahi kaka kandungnya yang harus dibayar sesuai kesepakatan. Sedangkan skripsi ini memaparkan mengenai tradisi sawer pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

4. Jurnal Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi

Suku Sunda dalam Upacara Setelah Perkawinan, Mediator, Vol. 7,

No 1, Tahun 2006. Artikel ini membahas tentang makna syair

saweran sebagai simbol komunikasi atau berdoa untuk meminta

keberkahan dengan pencipta dan nasihat yang dimaksudkan kepada para pasangan pengantin. Sedangkan penelitian penulis mengkaji mengenai praktik saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

(16)

5. Jurnal Aam Masduki, Sawer Penganten Tuntunan Hiidup Berumah

Tangga di Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 7, No 3, September

Tahun 2015. Membahas tentang konteks puisi saweran pengantin kemudian nasihat yang diberikan kepada pasangan pengantin sebagai tuntunan hidup mereka dalam berumah tangga. Sedangkan penelitian penulis mengkaji mengenai praktik saweran pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

Ada beberapa teori yang digunakan yaitu: 1. Al-‘Urf

‘Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan telah

menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatannya dan atau hal meninggalkan sesuatu juga disebut adat,7 ‘Urf dan adat termasuk dua kata yang sering dibicarakan dalam literatur Ushul Fiqh. Keduanya berasal dari bahasa arab. Kata adat sudah diserap kedalam bahasa Indonesia yang baku.8

‘Urf disebut pula dengan al-a’dah, artinya kebiasaan, hanya saja, di dalam ‘urf ada yang berpendapat tidak ada kebiasaan yang menyimpang dari nash-nash Al-Quran dan Hadis yang shahih, sedangkan dalam adat kebiasaan yang sahih dan ada pula yang fasid, yakni yang bertentangan dengan syariat Islam yang telat ditetapkan kedudukan hukumnya oleh Al-quran dan As-Sunnah.

Menurut “Rachmat Syafi’i seperti dikutip Amir Syarifuddin menjelaskan adat disebut juga dengan istilah ‘urf yang secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau

7 Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Ketujuh) h., 130.

8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.

(17)

meninggalkannya”. Setiap adat atau ‘urf akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zamannya.9

Kata ‘Urf pengertiannya tidak melihat dari segi berulang kalinya suatu perbuatan dilakukan, tetapi dari segi bahwa perbuatan tersebut sudah sama-sama dikenal dan diakui oleh orang banyak. Adanya dua sudut pandang berbeda ini (dari sudut berulang kali, dan dari sudut dikenal) yang menyebabkan timbulnya dua nama tersebut. Dalam hal ini sebenarnya tidak ada perbedaan yang prinsip karena dua kata itu pengertiannya sama, yaitu suatu perbuatan yang telah berulang-ulang dilakukan menjadi dikenal dan diakui orang banyak, sebaliknya karena perbuatan itu sudah dikenal dan diakui orang banyak, maka perbuatan itu dilakukan orang secara berulang kali. Dengan demikian meskipun dua kata tersebut dapat dibedakan tetapi perbedaannya tidak berarti.10 Para ulama mazhab Fiqh, pada dasarnya bersepakat untuk menjadikan ‘Urf secara global sebagai dalil hukum Islam (Hujjah syar’iyyah).11 2. Al-Maslahah al-Mursalah

Al-Maslahah al-Mursalah perpaduan dua kata menjadi “Maslahah Mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang

dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam, juga dapat berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat).

Dalam “kamus besar bahasa Indonesia seperti dikutip Ahmad Mukri Aji disebutkan bahwa maslahat artinya sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah dan kegunaan. Sedangkan kata “kemaslahatan” berarti kegunaan, kebaikan, manfaat, kepentingan. Sementara kata “manfaat”, dalam buku tersebut diartikan dengan:

9 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h.,

190.

10 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.

Kelima), h., 387-388.

(18)

kegunaan dan faedah. kata "manfaat" juga diartikan sebagai kebalikan atau lawan kata “kemudharatan” yang berarti rugi atau buruk”.12

Pengertian maslahah dalam bahasa Arab berarti “perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia”. Dalam artinya yang umum adalah setiap segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau kesenangan atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak kemudaratan atau kerusakan. Jadi setiap yang mengandung manfaat patut disebut maslahah. Dengan begitu maslahah itu mengandung dua sisi, yaitu menarik atau mendatangkan kemaslahatan dan menolak atau menghindarkan kemudaratan.13

Metode Maslahah al-Mursalah ini merupakan salah satu cara dalam menetapkan hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah yang ketetapannya sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk mengatur kemaslahatan hidup manusia. Prinsipnya adalah menarik manfaat dan menghindarkan kerusakan dalam upaya memelihara tujuan hukum yang lepas dari ketetapan dalil syara’.

Maslahah al-Mursalah dapat dijadikan dasar dalam menetapkan

hukum bila: 1) masalah itu bersifat esensial atas dasar penelitian, observasi dan melalui analisis dan pembahasan yang mendalam, sehingga penetapan hukum terhadap masalah benar-benar memberi manfaat dan menghindarkan mudarat; 2) masalah itu bersifat umum, bukan kepentingan perseorangan, tetapi bermanfaat untuk orang banyak; 3) masalah itu tidak bertentangan dengan nash dan

12 Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah dalam Dialektika Pemikiran

Hukum Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012, Cet. Kedua), h., 43-44.

13 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009, Cet.

(19)

terpenuhinya kepentingan hidup manusia serta terhindar dari kesulitan.14

G. Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta seni.15 Untuk itu maka penulis dalam hal ini menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat ilmiah dan dituangkan dalam bentuk skripsi, maka untuk menunjang penelitian ini penulis berusaha mendapatkan data yang akurat dan bukti-bukti yang benar. Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.16 Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi hukum. Antropologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dengan kebudayaan yang khusus dibidang hukum.17 Penelitian ini dengan cara melihat dan mengamati secara langsung sawer pengantin yang berada di Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

2. Jenis Penelitian

14 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), h.,

188.

15 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet.

ketiga), h., 17.

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung,

Alfabeta, 2006), h. 9.

17 Tommy Simatupang, “Pengertian Antropologi Hukum” Artikel diakses pada 28

Agustus 2018 dari https://www.berandahukum.com/2017/03/pengertian-antropologi-hukum.html

(20)

Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian Kualitatif lebih khususnya dengan menggunakan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini adalah penelitian yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara langsung di daerah penelitian.18

3. Sumber Data

Pada umunya sumber data dalam sebuah penelitian terbagi menjadi beberapa sumber. Pembagian ini dapat dibedakan antara data yang di peroleh dari lapangan dan dari bahan perpustakaan, adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data-data yang diperoleh secara langsung dari wawancara dengan para tokoh yang ahli dalam permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dan kesaksian dari masyarakat secara langsung tradisi sawer pengantin. b. Data Sekunder, yaitu data yang berupa dokumen-dokumen

yang terdapat pada buku, jurnal, artikel, majalah, surat kabar, internet, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Umumnya cara mengumpulkan data dapat menggunkan teknik: wawancara (interview), angket (questioner), pengamatan (observation), studi dokumentasi, dan Focus Group Discussion (FGD).19 Penulis menggunakan teknik sebegai berikut:

18 Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat, Buku Ajar,

2010), h., 32.

19 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

(21)

a. Wawancara, dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan kepada empat orang tukang sawer pengantin, empat orang tokoh agama, dan lima orang masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang tradisi sawer pengantin.

b. Observasi, dilakukan untuk mendapatkan data langsung dengan melihat proses saweran pengantin yang dilakukan oleh kalangan masyarakat.

c. Dokumentasi, penelitian dalam hal ini mengumpulkan data melalui berkas-berkas, buku, jurnal, artikel, majalah surat kabar, internet, dan dokumen penting lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini.

5. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu teknik analisis data di mana penulis menjabarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dilapangan. Kemudian menganalisanya dengan pedoman pada sumber tertulis yang didapatkan dari perpustakaan. Setelah itu disusun secara sistematis, untuk kemudian dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian, agar bisa ditarik kesimpulan supaya dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan yang sedang diteliti.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Secara teknis penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.

H. Rancangan Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun penulisan skripsi ini dengan sistematika sebagai berikut; a. Bab kesatu, merupakan bab pendahuluan yang diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

(22)

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual, serta metode penelitian.

b. Bab Kedua, membahas mengenai potret Kecamatan Cikupa yaitu sejarah Kecamatan Cikupa, pendidikan, suku, agama, dan pendidikan di Kecamatan Cikupa, pengertian dari saweran pengantin dan praktik

saweran pengantin yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan

Cikupa.

c. Bab Ketiga, membahas mengenai teks saweran pengantin yang di gunakan oleh tukang sawer, makna filsofis saweran pengantin beserta makna dari masing-masing benda saweran pengantin, dan pendapat masyarakat Kecamatan Cikupa tentang saweran pengantin.

d. Bab Keempat, membahas mengenai tradisi saweran pengantin menurut hukum Islam dengan menggunakan teori ‘urf dan maslahah

mursalah dan bagaimana respon dan pendapat tokoh agama di

Kecamatan Cikupa tentang saweran pengantin.

e. Bab Kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran terkait kajian yang dimaksud dari awal sampai akhir pembahasan beserta lampiran-lampiran terkait.

(23)

14

Kecamatan Cikupa telah menjadi pusat perdagangan komoditas pertanian, perkebunan dan kerajinan anyaman bambu berupa kipas, topi bambu, dan suvenir dari anyaman sejak tahun 1926.

1. Sejarah Kecamatan Cikupa

Pada mulanya kecamatan Cikupa memiliki luas wilayah 78,34 km2 terdiri dari 20 desa karena wilayah yang cukup luas dan penduduk yang semakin bertambah kemudian pada tahun 1999 berdasarkan PP No. 48 Tahun 1999 kecamatan Cikupa di mekarkan yaitu kecamatan Cikupa dengan luas 43.407 km2 terdiri dari 14 desa dan kecamatan Panongan di sebelah selatan dengan luas wilayah 34.93 km2 terdiri dari 8 desa dengan pusat di desa Panongan.

Sejak tahun 1926 daerah Cikupa telah menjadi pusat perdagangan hasil perkebunan dan pertanian warga sekitar bahkan dari daerah lain, ditandai dengan dibangunnya pasar Cikupa oleh tokoh masyarakat pada masa itu diantaranya H. Sapri, H. Pengki, Ki Galeong dan kepala desa bapak Muderi. Pasar Cikupa merupakan salah satu pasar tertua di Kabupaten Tangerang. Seiring berjalannya waktu, Cikupa mengalami perkembangan yang sangat pesat.1

2. Letak Geografis

Letak Kecamatan Cikupa berada diantara kecamatan lain yang memiliki potensi ekonomi antara lain sektor industri, real estate, perdagangan, jasa, dan penyedia makanan/kuliner. Infrastruktur jalan yang memadai membuat akses penduduk menjadi mudah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemudahan akses tersebut menjadi

1 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, (Tangerang: Pemerintah

(24)

salah satu magnet bagi pengusaha untuk menjalankan aktivitas bisnisnya di Cikupa. Terdapat lebih dari 4 kawasan industri dan pergudangan di Kecamatan Cikupa, hal tersebut didukung dengan keberadaan tol Cikupa, gerbang tol Balaraja timur di Desa Cibadak yang menjadi jalur transportasi dan pengangkutan barang yang di hasilkan dari kawasan industri di Kecamatan Cikupa.

Letak Kecamatan Cikupa di apit oleh Kecamatan Panongan disebelah selatan sebagai Kecamatan dengan fokus pembangunan di bidang perumahan dan perdagangan, Kecamatan Curug dan Kota Tangerang di sebelah timur sebagai sentra industri, Kecamatan Pasar Kemis dan Sindang Jaya di sebelah utara dengan fokus pengembangan industri, perumahan dan kawasan bisnis modern, Tigaraksa di sebelah barat sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang dan Balaraja di sebelah barat dengan fokus pembangunan bidang industri dan perumahan. Wilayah Kecamatan Cikupa memiliki luas 43.407 km2 dikelilingi oleh Kecamatan berpotensi yang sangat mendukung berkembangnya aktivitas ekonomi. Potensi geografis yang strategis menjadi salah satu faktor pendukung kemajuan ekonomi di Kecamatan Cikupa.2

Tabel 3.1 Batas Wilayah Desa

No Letak Batas Kecamatan

1 Sebelah Utara Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan Sindang Jaya 2 Sebelah Selatan Kecamatan Panongan

3 Sebelah Barat Kecamatan Balaraja dan Kecamatan Tigaraksa 4 Sebelah Timur Kota Tangerang dan Kecamatan Curug

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

(25)

Panjang jalan negara di Kecamatan Cikupa adalah 12,6 km membentang dari Kampung Kadu Kelurahan Bunder sampai kampung Kawidaran Desa Cibadak membelah Cikupa menjadi dua sisi yaitu sebelah utara dan selatan. Sementara jalan tol ruas Jakarta-Merak yang melintas di wilayah Kecamatan Cikupa adalah sepanjang 9,4 km. Pintu gerbang kawasan pemda Kabupaten Tangerang terletak di Kecamatan Cikupa tepatnya di perbatasan antara Desa Bojong dengan Kelurahan sukamulya. Wilayah Kecamatan Cikupa yang membentang sepanjang jalan raya Serang KM 10 sampai KM 22 menjadi potensi tersendiri.

Kecamatan Cikupa menempati wilayah sekitar 4,45 persen dari luas total wilayah Kabupaten Tangerang atau urutan terluas ke-7 dari 29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang. Kelurahan Bunder merupakan keluarahan terluas yang menempati 11,98 persen dati total luas Kecamatan Cikupa yaitu 520 Ha. Terluas kedua adalah desa Sukadamai kemudian desa Pasir Jaya, sementara persentase terkecil adalah desa Bitung Jaya yaitu hanya 4,31 persen dari luas total Kecamatan Cikupa.3

3. Kondisi Demografis

Penduduk di wilayah Kecamatan Cikupa terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di Cikupa adalah adanya migrasi masuk dari daerah lain ke Kecamatan Cikupa kemudian tinggal dan menetap.

Keberagaman suku bangsa ini disebabkan oleh urbanisasi yang menjadi faktor meningkatnya jumlah penduduk di Kecamatan Cikupa setiap tahun.

Jumlah penduduk Kecamatan Cikupa pada pertengahan tahun 2016 mencapai 279.785 jiwa meningkat 3,38% dibandingkan tahun 2015. Jumlah penduduk dibeberapa desa/kelurahan mengalami peningkatan

(26)

seperti Bojong, Dukuh, Talaga, dan Sukamulya. Kondisi tersebut didorong oleh menggeliatnya sektor ekonomi diwilayah tersebut sehingga memancing migrasi masuk dari luar daerah.4

Tabel 3.2

Suku Bangsa di Kecamatan Cikupa

No Suku Jumlah 1 Sunda 53,70% 2 Jawa 28,74% 3 Banten 7% 4 Lampung 3,84% 5 Betawi 2,90% 6 Bima 1,12% 7 Suku Lain 2,70%

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk Kecamatan Cikupa Tahun 2013 Sampai Dengan 2016 No Desa/Kelurahan 2013 (Jiwa) 2014 (Jiwa) 2015 (Jiwa) 2016 (Jiwa)

1 Budimulya 4.877 4.910 4.916 4.892 2 Bojong 17.272 17.570 17.827 18.048 3 Sukamulya 25.694 27.278 28.777 30.386 4 Cikupa 21.322 22.810 24.359 25.978 5 Dukuh 16.082 16.607 17.108 17.589 6 Bitung Jaya 15.370 15.314 15.208 15.060 7 Bunder 16.989 16.833 16.624 16.373 8 Suka Damai 22.177 22.481 22.735 22.944 9 Pasir Jaya 26.324 28.733 31.314 34.088 10 Pasir Gadung 20.788 22.050 23.346 24.681 11 Talagasari 22.285 23.274 24.258 25.244 12 Talaga 19.304 19.773 20.206 20.607 13 Sukanagara 11.624 11.686 11.708 11.692 14 Cibadak 12.210 12.249 12.244 12.203 15 Kecamatan Cikupa 252.318 261.568 270.630 279.785

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

(27)

Pertumbuhan di sektor-sektor ekonomi di Kecamatan Cikupa menjadi magnet tersendiri bagi para pencari kerja. Tak hanya dari wilayah Kabupaten Tangerang namun dari berbagai wilayah Indonesia. Tidak sedikit pula pekerja asing yang bekerja di Cikupa khususnya sektor industri pengolahan. Sektor perdagangan dan jasa juga cukup menarik bagi para pencari kerja untuk datang ke Kecamatan Cikupa kemudian bekerja di sektor tersebut.

Desa Pasir Jaya dengan jumlah penduduk mencapai 34.088 jiwa pada tahun 2016 merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak, desa ini berbatasan dengan kawasan industri Jatake-Bunder dan Pasar Kemis, seperti diketahui bahwa Pasar Kemis juga merupakan Kecamatan dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Di posisi kedua desa/kelurahan dengan jumlah penduduk terbesar adalah Sukamulya, keberadaan komplek perumahan dan rumah sewa di kelurahan ini menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah penduduk di Sukamulya. Selain itu Sukamulya berbatasan langsung dengan kawasan komersil Citraraya di desa Cikupa yang merupakan sentra ekonomi sektor jasa dan perdagangan.5

Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah penduduk pria dan jumlah penduduk wanita pada suatu daerah dan pada waktu tertentu, yang biasa dinyatakan dalam banyaknya penduduk pria per 100 wanita.

Tabel 3.4

Jumlah Penduduk Dan Rasio Jenis Kelamin Di Kecamatan Cikupa No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis

Kelamin

1 Budimulya 2.559 2.333 4.892 109,69

2 Bojong 9.135 8.913 18.048 102,49

3 Sukamulya 15.551 14.835 30.386 104,83

4 Cikupa 12.957 13.021 25.978 99,51

(28)

5 Dukuh 8.978 8.611 17.589 104,26 6 Bitung Jaya 8.019 7.041 15.060 113,89 7 Bunder 8.994 7.379 16.373 121,89 8 Suka Damai 11.870 11.074 22.944 107,19 9 Pasir Jaya 17.481 16.607 34.088 105,26 10 Pasir Gadung 12.736 11.945 24.681 106,62 11 Talagasari 12.989 12.255 25.244 105,99 12 Talaga 10.762 9.845 20.607 109,31 13 Sukanagara 6.074 5.618 11.692 108,12 14 Cibadak 6.360 5.843 12.203 108,85 15 Kecamatan Cikupa 144.465 135.320 279.785 106,76

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

Rasio jenis kelamin Kecamatan Cikupa adalah 106,76 artinya setiap 100 penduduk laki-laki. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, hanya desa Cikupa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. 6

Tabel 3.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan 1 0-4 15.155 14.892 30.047 2 5-9 12.370 12.031 24.401 3 10-14 9.510 9.047 18.557 4 15-19 10.573 11.208 21.781 5 20-24 16.712 16.784 33.496 6 25-29 18.559 17.674 36.233 7 30-34 17.804 17.198 35.002 8 35-39 14.916 13.038 27.954 9 40-44 10.920 8.143 19.063 10 45-49 6.584 5.048 11.632 11 50-54 4.433 3.488 7.921 12 55-59 2.833 2.542 5.375

(29)

13 60-64 1.770 1.669 3.439

14 65-69 1.086 1.048 2.134

15 70-74 1.240 1.510 2.750

16 Jumlah 144.465 135.320 279.785

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

4. Kondisi Sosial Kecamatan Cikupa

Kondisi Sosial masyarakat Kecamatan Cikupa masih memegang adat istiadat daerah dengan ciri-ciri budaya sunda yang masih terlihat dengan kegotong-royongan. Kondisi sosial inilah yang selalu di jadikan dasar dan modal dalam melakukan setiap proses pembangunan yang senantiasa dijaga, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat Kecamatan Cikupa.

a. Keadaan Ekonomi

Ekonomi dan bisnis di Cikupa sebagai wilayah dengan posisi geografis yang sangat strategis, mendukung berkembangnya kegiatan ekonomi diberbagai subsektor industri, perdagangan, jasa, hiburan, restoran, dan real estate merupakan sektor-sektor pembanguan.7

Sensus ekonomi 2016 mencatat terdapat lebih dari 21 ribu perusahaan kegiatan sektor ekonomi yang tersebar di seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Cikupa. Jika diklasifikasi menurut jumlah tenaga kerja, perusahaan dengan jumlah tenaga kerja >20 orang mencapai 1.096 perusahaan. 69% merupakan perusahaan dengan kegiatan produksi yaitu industri pengolahan, konstruksi, pengolahan limbah, penyedia air, listrik dan gas. Kemudian 27% merupakan sektor non keuangan yaitu perdagangan, perhubungan, penyedia akomodasi/rumah makan, restorant, kos, jasa, pendidikan, kesehatan, hiburan, perawatan kendaraan, dan real estate. Serta sektor keuangan sebesar 4% yang meliputi asuransi, perbankan dan aktivitas keuangan lainnya. Dari segi penyerapan tenaga kerja, 70,18% diserap

(30)

pada industri pengolahan, 13,76% bekerja disektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor, 16,06% pada sektor lainnya yaitu real estate, perhubungan, konstruksi, keuangan, rumah makan, kesehatan, hiburan, pendidikan, telekomunikasi.8

Populasi usaha sektor perdagangan dan jasa terus meningkat seiring bertumbuhnya kawasan komersil di Kecamatan Cikupa, terdapat sekitar 13 kawasan industri, perdagangan, dan jasa dalam bentuk kawasan terpadu yang terdapat di Cikupa. Sensus ekonomi 2016 yang dilaksanakan bulan Mei 2016 mencatat sektor perdagangan di Kecamatan Cikupa mencapai 9.199 usaha dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 23.534 orang. Sementara sektor jasa, perhubungann rekreasi, kesehatan, pendidikan, infokom, dan keuangan mencapai 2.740 usaha dengan penyerapan tenaga kerja sekitarr 14.036. pertumbuhan sektor niaga dan jasa diikuti oleh pertumbuhan sektor niaga dan jasa diikuti oleh pertumbuha populasi usaha sektor perumahan penyedia akomodasi seperti rumah makan, kedai, dan warung makan lainnya.

b. Sarana Kesehatan

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Kecamatan Cikupa di wujudkan dengan berbagai program, salah satunya adalah relokasi fasilitas kesehatan yang baru yaitu puskesmas Cikupa semula berada di Jalan Raya Serang kini kini menempati gedung baru yang lebih representatif yaitu di jalan Raya Otonom Cikupa-Pasar Kemis desa Talagasari. Cikupa memiliki dua puskemas yaitu puskesmas Pasir Jaya yang terletak di perumahan Bukit Tiara desa di Pasir Jaya dan puskesmas Cikupa di desa Talagasari.

Kesehatan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan manusia menjadi fokus yang tak kalah penting untuk diselenggarakan

(31)

baik dari segi sarana dan prasarana maupun SDMnya. Terdapat 141 posyandu (pusat pelayanan terpadu) untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan bagi wanita, anak-anak dan ibu hamil. Akses terhadap pelayanan kesehatan di upayakan untuk menjadi sedekat mungkin dengan masyarakat.9

Tabel 3.6

Fasilitas Kesehatan Menurut Desa/Kelurahan No Desa/Kelurahan Rumah

Sakit

Rumah Sakit Bersalin

Puskesmas Poliklinik Posyandu

1 Budimulya 0 0 0 2 5 2 Bojong 1 0 0 4 9 3 Sukamulya 1 0 0 7 14 4 Cikupa 0 0 0 7 5 5 Dukuh 0 0 0 3 11 6 Bitung Jaya 0 0 0 3 9 7 Bunder 0 0 0 5 8 8 Suka Damai 0 1 0 4 14 9 Pasir Jaya 0 0 1 1 9 10 Pasir Gadung 1 0 0 3 10 11 Talagasari 0 0 1 9 12 12 Talaga 0 0 0 4 10 13 Sukanagara 0 0 0 5 12 14 Cibadak 0 0 0 5 13 15 Jumlah 3 1 2 62 141

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

Tabel 3.7

Fasilitas Kesehatan Lainnya Menurut Desa/Kelurahan No Desa/Kelurahan Praktek

Dokter

Praktek

Bidan Poskesdes Apotek

Toko Obat

1 Budimulya 0 2 0 0 0

2 Bojong 0 4 0 0 0

3 Sukamulya 2 8 0 2 3

(32)

4 Cikupa 4 4 0 6 4 5 Dukuh 0 2 0 0 1 6 Bitung Jaya 2 2 1 1 3 7 Bunder 5 9 0 0 2 8 Suka Damai 5 14 0 0 0 9 Pasir Jaya 3 9 0 1 2 10 Pasir Gadung 4 10 0 1 1 11 Talagasari 4 7 0 1 0 12 Talaga 2 3 0 0 1 13 Sukanagara 0 3 0 1 0 14 Cibadak 1 7 0 0 1 15 Jumlah 32 84 1 13 18

Sumber Data: Badan Pusat Statistik

c. Sarana Ibadah

Sarana ibadah di Kecamatan Cikupa ini meliputi Masjid dan Mushola saja, karena mayoritas agama yang di anut oleh masyarakat Kecamatan Cikupa adalah Agama Islam.

Tabel 3.8

Fasilitas Peribadatan Di Kecamatan Cikupa

No Desa/Kelurahan Masjid Mushola Gereja Kelenteng Vihara

1 Budimulya 3 28 0 0 0 2 Bojong 4 26 0 0 0 3 Sukamulya 6 32 0 0 0 4 Cikupa 3 12 0 0 0 5 Dukuh 3 22 0 0 0 6 Bitung Jaya 3 9 0 0 0 7 Bunder 5 15 0 0 0 8 Suka Damai 6 32 0 0 0 9 Pasir Jaya 7 37 0 0 0 10 Pasir Gadung 5 30 0 0 0 11 Talagasari 4 20 0 0 0 12 Talaga 3 24 0 0 0 13 Sukanagara 3 17 0 0 0 14 Cibadak 4 15 0 0 0 15 Jumlah 59 319 0 0 0

(33)

d. Sarana Pendidikan

Pera pemerintah Kecamatan Cikupa dalam meningkatkan pelayanan dibidang pendidikan terwujud dalam bentuk pembangunan gedung-gedung sekolah serta peningkatan sarana dan prasarana pendukung pendidikan. Keberadaan sekolah negeri dan swasta di Kecamatan Cikupa tersebar di 12 desan dan 2 kelurahan.10

Tabel 3.9

Sarana Pendidikan di Kecamatan Cikupa

No Sarana Pendidikan Negeri Swasta Jumlah

1 TK 0 29 29 2 SD 41 18 59 3 SMP 4 17 21 4 SMA 1 5 6 5 SMK 0 10 10 6 Perguruan Tinggi 0 3 3

Sumber Data: Monografi Kecamatan Cikupa

B. Makna Saweran Pengantin

Salah satu bagian dari rangkaian prosesi perkawinan adat Sunda adalah sawer.11 Dalam budaya Sunda, sawer itu sendiri sesungguhnya tidak hanya terdapat pada upacara perkawinan, tetapi juga pada syukuran khitanan. Namun sawer dalam prosesi perkawinan memiliki karakter yang khas yakni diiringi dengan tembang atau lagu berbahasa Sunda yang biasanya berisi nasihat-nasihat yang ditujukan khususnya kepada kedua mempelai dan umumnya kepada semua hadirin yang turut serta dalam prosesi perkawinan tersebut.

10 Selayang Pandang Kecamatan Cikupa 2017, h. 30-33.

11 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,

(34)

Hal ini disebabkan oleh pandangan dunia orang Sunda yang menganggap bahwa sebuah pernikahan merupakan suatu ikatan suci dan harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah, kedua mempelai harus melalui proses sawer sebagai sarana pendidikan nilai sebelum menjalankan kehidupan sebagai pasangan suami istri.12

Dalam hal ini, tembang sawer dapat dikatakan sebagai sarana dalam mempertahankan nilai-nilai adat Sunda sebab salah satu karakter budaya adalah berupaya mempertahankan eksistensi nilai-nilai dan norma-normanya dengan cara mewariskannya dari generasi ke generasi. Dari segi pelaksanaannya saja, sawer biasanya dilakukan di halaman rumah, sebab bagian halaman rumah ini sering disebut dengan istilah “panyaweran”, artinya tempat yang biasa terkena air hujan yang terbawa hembusan angin. Karakter halaman rumah yang semacam inilah yang memunculkan istilah

sawer yang berasal dari kata awer, yang mempunyai arti “air jatuh

menciprat.” Oleh karena itu, praktik sawer dilakukan dengan menabur-naburkan sejumlah benda yang dianalogikan seolah menciprat-cipratkan air kepada kedua mempelai wanita dan pria.

Sawer itu sendiri mempunyai beberapa arti, “menurut R. Satjadibrata

seperti dikutip Aep Saepudin menjelaskan istilah sawer itu mempunyai arti mendasar, yakni: Pertama, air hujan yang masuk kerumah karena terhembus angin (tempias); kasaweran= kena tempias; panyaweran= tempat jatuhnya air dari bubungan (taweuran). Kedua, nyawer; menabur (pengantin) dengan beras dicampur uang, tek-tek (lipatan sirih), dan irisan kunyit”.13 Pengertian lain sawer itu adalah taweuran, yang artinya perkerjaan itu dilaksanakan di dalam panyaweran atau cucuran atap. Berhubung pengertiannya seperti itu yakni air jatuh menciprat atau cucuran atap, maka pelaksanaannya pun yang dilakukan oleh tukang sawer

12 Aep Saepudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan

Adat Sunda. (Skripsi S-1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), h., 2.

13 Aep Saepudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan

(35)

seperti itu. Misalnya kalau pengertiannya sebagai air jatuh menjiprat, sesuai dengan pelaku tukang sawer menjiprat-jipratkan atau menabur-naburkan perlengkapan benda-benda sawer ke arah pengantin yang dipayungi dengan payung besar kerajaan yang penuh hiasan yang menawan. Tukang sawer selain menjiprat-jipratkan atau menabur-naburkan benda-benda perlengkapan sawer ke arah mempelai atau pengantin, dan tukang sawer pun tak lupa pula menjiprat-jipratkan atau menabur-naburkan benda-benda perlengkapan sawer itu kepada hadirin yang ikut hadir memeriahkan di dalam pelaksanaan saweran. Yang akhirnya semua mendapat bagian dari benda-benda perlengkapan sawer, dengan cara berebutan untuk mendapatkannya serta dibarengi dengan sorak-sorai kegembiraan penuh ceria.

Selanjutnya, kalau pengertiannya sebagai panyaweran atau cucuran atap, maka sesuai dengan pengertiannya, tukang sawer pun melaksanakan

saweran tersebut selalu di panyaweran atau di cucuran atap. Oleh karena

pengertiannya sebagai air jatuh menjiprat dari panyaweran atau cucuran atap, maka pelaksanaan yang dilakukan oleh tukang sawer pun seperti itu, menjiprat-jipratkan atau menabur-naburkan benda-benda perlengkapan

sawer ke arah pengantin dan hadirin, juga tempatnya selalu di atas panyaweran atau cucuran atap.14 Di balik kata nyawer memiliki makna yang lebih dalam, yaitu menyampaikan nasihat, karena kedua pengantin sebentar lagi akan mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga.15 Proses

sawer ini juga melambangkan kedua pengantin beserta keluarga berbagi

rezeki dan kebahagian.16

Upacara sawer pengantin dipimpin oleh tukang sawer, yang melakukannya adalah seniman atau orang yang mahir menyanyi kawih

14 Pien Supinah, Sawer: Komunikasi Simbolik pada Adat Tradisi Suku Sunda

dalam Upacara Setelah Perkawinan, Mediator, Vol. 7, No 1, (Tahun 2006), h., 86-87.

15 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 71.

16 Aep S Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, (Joogjakarta: Diva

(36)

dan tembang Sunda. Tentu saja syarat lainnya harus paham dan hapal betul seluk beluk makna dari setiap kata dan kalimat puisi sawer serta benda-benda yang disawerkan berupa uang logam, kunyit, beras, dan permen .

Adapun barang-barang yang akan disawerkan yaitu beras, kunir, uang logam dan sebagainya disatukan dan ditempatkan dalam bokor. Dilihat dari isi bokor tersebut semuanya mengandung siloka, maknanya diutarakan melalui kidung sawer yang dibawakan oleh tukang sawer. Maksud dan tujuan isi sawer, intinya memberikan nasihat kepada kedua pengantin. Ritual sawer pengantin merupakan bagian dari rangkaian upacara perkawinan di tatar sunda. Secara garis besar rangkaian upacara perkawinan di tatar sunda yang saat ini kerap dilaksanakan terbagi menjadi dua, yaitu pra dan pasca pernikahan. Upacara nyawer biasanya dilaksanakan setelah selesai akad nikah.17

Ketika akan melakukan proses saweran tukang sawer menyiapkan bahan-bahan dan alat-alat saweran. Kemudian mempersilahkan pengantin untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan dan disaksikan oleh kedua belah pihak orang tuanya. Kemudian tukang sawer menerangkan makna dan tujuan dari pelaksanaan upacara saweran. Sebelum acara dimulai terlebih dahulu tukang sawer memanjatkan doa agar mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha esa.18

C. Praktik Saweran Pengantin di Kecamatan Cikupa

Dalam prosesi perkawinan adat sunda, ada beberapa rangkain yang harus dilakukan oleh calon pengantin. Rangkaian-rangkaian tersebut merupakan prosesi ritual yang memberikan makna tersendiri, dimana ritual-ritual yang ada di dalamnya dapat di artikan sebagai penyembahan

17 Aam Masduki, Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Kecamatan Cicalengka

Kabupaten Bandung, Patanjala, Vol. 2, No. 3, (Tahun 2010), h., 389.

18 Aam Masduki, Upacara Perkawinan Adat Sunda Di Kecamatan Cicalengka

(37)

kepada Tuhan sang maha pencipta serta penghormatan kepada orang-orang tua dari kedua mempelai, sehingga menjadikannya amat sakral.19

Sebagaimana layaknya budaya yang saling berpengaruh antara budaya satu dengan yang lain, rangkaian upacara maupun pakaian adat perkawinan sunda ini juga tidak lepas dari pengaruh budaya-budaya lain. sebelumnya baju pengantin pria sunda (baju kampret) itu tidak mengenakan kancing baju sehingga bagian depannya agak terbuka. Akibat pengaruh agama Islam yang masuk di abad ke-14 di daerah Jawa Barat, maka baju pengantin pun berubah. Rasanya tidak pantas bagi orang Islam yang bertakwa untuk mengenakan baju yang terbuka seperti itu. Sejak itulah pengantin sunda mengenakan jas takwa.

Seperti tata upacara perkawinan adat lain umunya, proses upacara perkawinan adat sunda melalui beberapa tahap. Sebagai wisuda kehidupan, wajar kalau pada akhirnya untuk merayakannya dilalui tahapan-tahapan prosesi yang sangat panjang dan penuh simbol. Di mulai dengan tahap penjajakan yang antara lain berupa neundeun omong, acara umumnya dilanjutkan dengan tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap puncak acara, dan tahap akhir.20 Upacara setelah nikah dikemas sedemikian rupa sehingga menarik untuk ditonton dan nyaman untuk didengar. Upacara nyawer misalnya, adalah rangkaian nasihat bagi kedua mempelai yang akan memasuki bahtera rumah tangga. Sebagai nasihat, materi pantun dan gendingnya dikemas sedemikian rupa sehingga enak di tonton dan nyaman didengar.21

Pada saat akan dilaksanakannya upacara pekawinan masyarakat Kabupaten Tangerang khususnya Kecamatan Cikupa hampir sama dengan adat sunda yang berada di daerah lainnya. Jadi pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat Kecamatan Cikupa tidak bisa dilakukan dengan

19 Aep Hamidin, Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara, (Joogjakarta: Diva

Press, 2012), h., 67.

20 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h., 4-5.

(38)

sembarangan dan tanpa persiapan yang matang. Salah satunya adalah tata cara pelaksanaan saweran pengantin perkawinan yang berlaku di masyarakat Kecamatan Cikupa.

Sawer pengantin perkawinan merupakan salah satu ritual dalam

rangkaian acara pernikahan adat sukusunda. Praktik ritual saweran berupa peralatan yang akan digunakan dalam ritual sawer serta penyelenggara atau orang-orang yang terlibat dalam ritual sawer. Saweran dilakukan setelah proses akad nikah sehingga persiapannya pun merupakan bagian dari rangkaian acara pernikahan itu sendiri.22

Proses saweran pengantin perkawinan yang dilaksanakan oleh masyarakat Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang penulis bagi ke dalam beberapa bagian, yaitu persiapan waktu, tempat pelaksanaan, benda-benda saweran, dan orang yang menyawer. Pembagian ini digunakan agar pembaca lebih memahami mengenai detail dari saweran pengantin yang dilaksanakan.

1. Persiapan Waktu

Pada tahap ini merupakan tahapan kelanjutan yaitu nendeun

omongan, mengenai waktu berlangsungnya saweran biasanya terlebih

dahulu dibicarakan ketika penentuan hari acara pernikahan yaitu bersama kedua orang tua dari masing-masing pengantin yang pada proses lamaran. Seminggu sebelum hari pernikahan, salah satu pihak orang tua dari mempelai wanita mengundang tukang sawer untuk mengundang pada acara pernikahan anaknya untuk jadi tukang sawer. 2. Tempat Pelaksanaan

Tempat dilaksanakannya proses saweran biasanya tergantung dimana pesta pernikahan itu dilakukan. Apabila pernikahan dilakukan di rumah mempelai permpuan, maka ritual sawer akan dilaksanakan disana. Demikian juga bila acara pernikahan dilakukan di gedung atau

22 Lia Rosnawati, Ibu Rumah Tangga, Interview Pribadi, Tangerang, 23 Maret

(39)

tempat tertentu maka ritual sawer pun diadakan di gedung atau tempat tersebut. Namun sekarang ini tempat saweran selalu di kediaman mempelai perempuan, karena pesta pernikahan berada di tempat kediaman pengantin perempuan dan tempat sawer biasanya di halaman rumah dimana tempat diadakan pesta pernikahan.

3. Benda-benda Saweran

Sebelum proses saweran, pihak keluarga pasangan menyiapkan terlebih dahulu benda-benda yang akan digunakan pada proses

saweran, Dulu benda-benda yang dipergunakan unyuk nyawer adalah

hasil pertanian yang berupa biji-bijian (kacang tanah, jagung, kedelai, kapri, kecipir, dan sebagainya), dedaunan (daun sirih, daun miyana/jawer kotok dan sebagainya), umbi-umbian (kunyit, banglai, jahe dan sebagainya), dan uang receh. Semua ini mengandung maksud agar pengantin itu rajin bercocok tanam dan bekerja keras agar bisa hidup mandiri.23

Namun keadaan sekarang tentu sudah mempunyai perbedaan, di Kecamatan Cikupa. Persiapan benda-benda yang akan digunakan pada proses saweran nantinya adalah payung untuk menaungi pasangan pengantin yang akan di sawer agar tidak terkena benda-benda saweran ketika proses berlangsung, dua pasang kursi untuk tempat duduk pasangan pengantin yang akan di sawer dan bokor atau sejenisnya untuk wadah yang digunakan menyimpan benda-benda yang akan di

sawerkan kepada pasangan mempelai. Benda-benda yang akan disawerkan berupa uang logam, kunyit yang di iris-iris kemudian

dicampuri dengan beras, dan permen.24 4. Pelaksanaan Saweran

Pada pelaksanaannya kedua pengantin baru ini didudukkan dikursi yang telah dipersiapkan dihalaman rumah dimana tempat diadakan

23 Artati Agoes, Kiat Sukses Menyelenggarakan Pesta Perkawinan Sunda,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h 73.

(40)

pesta pernikahan. Posisi wanita disebelah kiri dan pria disebelah kanan, dibelakang kursi tersebut sudah ada sebuah payung besar yang sudah dihias indah dengan pegangan kayu panjang yang di pegangi oleh sanak saudara untuk menaungi kedua mempelai. Sementara kedua orang tua dan mertua berdiri didepan pengantin menghadap ke arah pengantin.

Dahulu, saweran biasanya dilakukan oleh orang tua kandung pengantin, tetapi saat ini lebih sering dilakukan oleh tukang sawer karena tidak semua orang dapat menyanyikan kidung sawer. Apabila persiapan saweran sudah siap, maka tukang sawer akan segera memulai. Tukang sawer biasanya adalah orang dituakan yang bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dan juga dari turun-temurun dari keluarganya.

Maka tukang sawer memulai dengan terlebih dahulu mengucapkan sambutan kepada masyarakat yang hadir dan hadiah puji kepada sang Maha Pencipta. Masyarakat yang hadir adalah para tetangga dan keluarga dari kerabat kedua mempelai pengantin. Tukang sawerpun melantunkan syair saweran. syair yang dilantunkan tersebut berisi nasihat-nasihat kehidupan berumah tangga untuk pasangan pengantin. Karena sepasang pengantin akan membangun kehidupan yang baru, orang tua bertanggung jawab untuk memberikan bekal kepada kedua mempelai untuk membangun rumah tangga yang baik.

Sawer diberikan secara puitis dan dilantunkan dengan

tembang-tembang syair yang indah. Setelah bait perbait selesai, maka pihak keluarga dari salah satu pasangan pengantin akan menyawerkan ke atas payung pengantin. Para tamu yang hadir lalu akan berebut mendapatkannya. Konon yang berhasil mendapatkannya barang-barang

saweran akan mendapatkan kemudahan mencari rezeki dan bagi yang

masih lajang akan mendapatkan kemudahan mendapatkan jodoh. Filosofi upacara ini adalah agar kedua mempelai kalau dilimpahi rezeki yang cukup tidak segan-segan berbagi dengan sanak keluarga, handai taulan dan fakir miskin.

(41)

32

Teks syair sawer pengantin perkawinan di Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang yang dilantunkan oleh tukang sawer umunya merupakan warisan turun temurun dari keluraganya, isi dari teks saweran pada umumnya terdiri atas tiga bagian: pembuka, isi, dan penutup. Apabila kita kaji, di setiap bagian naskah sawer panganten, kita dapat menemukan berbagai macam nilai yang bisa kita aplikasikan dalam hidup.

Peneliti akan melampirkan teks saweran pengantin yang akan dinyanyikan oleh tukang sawer dalam bahasa Sunda beserta dengan bahasa Indonesia.

Teks Saweran Pengantin Ust. Syamsuddin.1 1. Pembuka

Hamdan lillah ‘aladdawam Segala puji bagi Allah

Summashalatu wassalam Juga shalawat serta salam

Alan nabi khoirul anam Atas Nabi sebaik-sebaik makhluk

Wal ali washohbil kirom Dan keluarga serta sahabat yang

dimuliakan

Salam ta’dzim ka sadaya Salam penghormatan pada semua

Para wargi jeng baraya Kepada saudara dan saudari

Para kanca nu marulya Para warga yang berbahagia

Nu sami didieu aya Yang sama-sama ada disini

Sim kuring neda paralun Saya mohon maaf

Reh ayeuna kumawantun Sekarang belajar berani

Ngadeg ka sadaya mayun Berdiri di depan semuanya

(42)

Bari ngadangding keun pantun Sambil mensyairkan pantun

Pantun nu mangrupi sawer Pantun yang merupakan saweran

Minangka di ajar wanter Supaya berani jangan jadi pemalu

Ulah ngeplek teing jawer Namun jangan kaget

Mung pamugi ulah geger Tapi mudah-mudahan tidak kaget

2. Isi

Nyawer kanu nembe nikah saweran untuk yang baru menikah

Eusina wungkul papatah Isinya hanya pepatah

Pibekelen imah-imah Untuk bekal dalam rumah tangga

Sangkan runtut tuma’ninah Supaya sakinah mawaddah

warohmah

Lulus banglus laki rabi Supaya sejahtera rumah tangga

Cara rumah tangga Nabi Seperti rumah tangga kanjeng Nabi

Jauh tibala cocobi Jauh dari bahaya dan cobaan

Deket kana rahmat Rabbi Dekat dengan rahmat Allah SWT.

Nasihat saweran untuk pengantin laki-laki

Ayeuna urang ngawitan Sekarang kita mulai

Mangga geura saraksian Silahkan disaksikan

Bilih aya kalelepatan Takutnya ada kesalahan

Lereusken ku para ikhwan Benarkan oleh para saudara

Panganten lalaki heula Pengantin laki-laki dahulu

Heungregepken masing rela Silahkan dengarkan dengan seksama

Ulah bari ngarasula Jangan sambil kesal

Da wayahna moal lila Dan waktunya tidak akan lama

(43)

Da nyawer teuh tara mindeng Dan saweran juga tidak sering

Beut moal sapeting jempling Dan tidak semalam penuh

Moal datang ka leleundeung Tidak sampai selamanya

Anaking cikeneh pisan Kamu barusan banget

Ku panaib di repafalan Sama panaib dikasih tau

Ijab qabul pernikahan Ijab qabul pernikahan

Jeung ikdalkeun patalekan Dan perjanjian pernikahan

Ku ayana ijab qabul Dengan adanya ijab qabul

Ujang halal campur gaul Kamu halal campur gaul

Jeung istri anu ngajentul Sama istri yang ada

Digigireun ujang tungkul Disamping ujang

Tah istri teh bojo ujang Itu istri punyamu

Pibaturen dina ranjang Buat temanmu dikasur

Jeung batur hirup sakandang Dan teman hidup satu tempat

Sakawirang sakasenang Baik susah maupun senang

Ti waktu ayeuna pisan Dari waktu mulai sekarang

Hidep boga pamajikan Kamu punya istri

Serta boga kawajiban Dan punya kewajiban

Anu kudu di tohonan Yang harus dilakukan

Ujang kudu ikhlas niat Kamu harus ikhlas niat

Pang kawin teuh seja to’at Kawin itu harus taat

Kejeng seja nyiar rahmat Serta mencari rahmat

Lain rek ngalajur syahwat Bukan untuk mengumbar syahwat

Lamun ujang lepat angkeh Kalau kamu lupa janji

(44)

Batan senang kalah riweh Dari senang malah susah

Akibatna tijalikeh Akibatnya keseleo

Pan bojoh hidep singarti Kan istri harus mengerti

Rengkek polah kudu rintih Pekerjaan harus rapih

Ulah sok resep cirigih Jangan suka aneh-aneh

Somawona mun bibintih Misalnya untuk bibintih

Anaking hidep sing ngarti Anakku kamu harus mengerti

Bojo teuh amanat gusti Istri itu amanat Allah

Heg ku hidep pusti-pusti Silahkan dijaga oleh kamu

Anggap jimat anu sakti Anggap jimat yang sakti

Lamun sang eta amanat Apabila amanat itu

Ku ujang henteu di rawat Tidak dipelihara olehmu

Pinasti hidep kawalat Nanti kamu kualat

Cilaka dunia akhirat Celaka dunia akhirat

Ari peta ngarawatna Cara merawatnya

Lain ngeun ngurus pakena Tidak hanya mengurusi pakaiannya

Teu cukup gede imahna Tidak cukup besar rumahnya

Nu penting mah agamana Yang penting agamanya

Bojo teh ku ujang tuntung Istri dituntun oleh suami

Papatahan shalat rukun Mengajarinya rukun shalat

Ibadahna sina tekun Juga ibadah yang rajin

Ulah jadi istri buhun Jangan jadi istri yang durhaka

Kabojo ulah sok ngantep Jangan menelantarkan istri

Bisina sakarep-karep Jangan seenaknya

(45)

Bising nyilakaken hidep Takutnya itu akan mencelakai kamu

Sabab dauhan Allah geh Karena Allah juga berfirman

Bojo teh musuh caroge Istri itu menjadi musuh suami

Mun ngurusna kurang hade Jika tidak dipelihara dengan baik

Najan loba mere pake Meskipun ia diberi banyak hal

Lamun bojo sok cerentang Jika istri suka marah

Sok nyarekan ngagantawang Suka ngasih peringatan

Eta teh tamaha urang Itu tergantung suami

Lantaran asuhan kurang Karna kurang memberi bimbingan

Bongan urang sok taledor Akibat suami suka teledor

Atawa sok colowedor Atau suka gegabah

Salingkuh jeng toloheor Selingkuh dengan kejelakan

Pantes ku bojo di tegor Pantas ditegur istri

Coba lamun urang bener Kalo suami benar

Nyekel papanggan Memegang teguh

Nu pangker tineng bojo geuh bager Perhatikan saja, istri juga pasti

baik

Nurut kalawan jalingher Menjadi penurut dan tanggap

Nu mantak mun bojo wera Makanya kalau istri cerita

Ujang ulah rek nyawara Suami jangan bicara

Mun nembal sok uru ara Kalau menimpali jangan

marah-marah

Antukna ujang nu era Ujungnya kamu yang malu

Lamun rumah tangga ujang Kalau rumah tangga kamu

(46)

Tangtu ujang anu senang Tentu kamu yang senang

Mun kusut ujang nu nguwirang Kalau jelek kamu yang malu Hirup jeng bojo sing layeut Hidup sama istri harus rukun

Kudu silih pi kadedeuh harus saling tergoda

Ibarat gula jeung peet Seperti gula dan biang gula

Amisna mening ka reet Sehingga manis banget

Imah imah sing merenah Buatlah rumah yang nyaman

Supaya karasa ngenah Agar terasa enak

Dina sakur laku lampah Dalam semua perilaku

Ulah tinggal musyawarah Jangan meninggalkan musyawarah

Bojo ajakan badami Istri diajak berbicara

Peta kitu teh utami Kelakuan begitulah yang utama

Teu cara lampah sambuni Tidak kaya kelakuan tersebunyi

Peta kitu mah teu uni kelakuan begitu tidak bagus

Lamun ujang menang milik Jika suami mendapat rizki

Koma Ulah Arek Licik Jangan kamu mau curang

Angguran ka imah balik Lebih baik pulang kerumah

Ameh duaan mutrik-trik Biar berdua tidak makan

Rejeng Kade Pisan Ujang Dan juga hati-hati kepada suami

Rek boga mata karanjang Jangan mata keranjang

Teu kaop nenjo nu leunjang Lihat yang cantik sedikit

Sok poho dilarang wirang Lupa menjaga kemaluan

Ujang ulah hayang nyandung Kamu jangan mau berpoligami

Akhirna matak kaduhung Akhirnya menimbulkan penyesalan

Gambar

Tabel 3.1  Batas Wilayah Desa

Referensi

Dokumen terkait

Penyelidikan yang dijalankan di Sungai Pinang yang terletak dalam daerah Balik Pulau, Pulau Pinang melibatkan kajian antropogen yang bertumpu di bahagian hulu dan

Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik, pemberian antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada per mukaan tonsil tetapi ternyata, setelah

Tetapi penelitian lain yang dilakukan oleh Atatli et al (1996) menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu tidak terdapat pengurangan resorpsi akar pada pemberian Bisphosphonate

[r]

Kecamatan Sandubaya salah satu Kecamatan dari enam Kecamatan yang ada di Wilayah Kota Mataram, sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Mataram, Nomor 62 Tahun

PENGERTIAN bantuan dana operasional penyelenggaraan program pendidikan keaksaraan usaha mandiri untuk menyelenggarakan pembelajaran KUM untuk peningkatan kemampuan

Tangung jawab guru yang menempatkan diri teman dialog bagi peserta didik lebih besar dari pada guru yang hanya memindahkan informasi yang harus diingat peserta

Dari hasil survei mengenai pemakaian komputer pada kantor pemerintahan yang menangani masalah lingkungan di 37 kota-kota besar di Jepang pada Tabel 1 dan Gambar 5 dapat