6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori
Kajian ini diuraikan berdasarkan teori yang diungkapkan para ahli dari berbagai sumber yang mendukung penelitian, terdiri dari berbagai pustaka. Dari sejumlah pustaka tersebut, mengkaji obyek yang sama namun mempunyai ciri tersendiri karena perbedaan latar belakang, pandangan dan penelitian yang diperoleh masing - masing ahli. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tinjauan sejumlah kajian yang berkaitan dengan:
1 . Model pembelajaran CTL . 2 . Hasil belajar siswa.
2.1.1 Mata pelajaran IPA 2.1.1.1 Latar belakang
Menurut Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
2.1.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas RI No. 22, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”.
IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;
2. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
3. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hokum.
4. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan
6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1 Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2 Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3 Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana.
4 Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.1.2 Pendekatan Kontekstual (CTL).
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:
1. Konstruktivisme (Constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (Inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (Observation), bertanya (Questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (Data Gathering), penyimpulan (Conclusion).
3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1). menggali informasi, 2).
menggali pemahaman siswa, 3) . membangkitkan respon kepada siswa, 4). mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5). mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6). memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7). membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing‟ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. 6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang
apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
2.1.2.1 Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Elaine B. Johnson mendefinisikan pengertian pembelajaran kontekstual sebagai berikut: Contextual Teaching and Learning (CTL) atau disebut secara lengkap dengan Sistem Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah: Sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007:137).
Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut: Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kontekstual yang membantu guru untuk mengkaitkan antara materi pembelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dalam kehidupannya seharian mereka, yaitu dengan dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
2.1.2.2 Langkah-Langkah Contextual Teaching and Learning (CTL).
Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
2.1.2.3 Kekurangan dan Kelebihan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
2.1.2.3.1 Kekurangan Contextual Teaching and Learning (CTL):
1 Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri.
2 Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompolnya.
3 Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.
2.1.2.3.2 Kelebihan Contextual Teaching and Learning (CTL) Beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL,yaitu:
1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan.
3. Menumuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari.
4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru.
5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada.
6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan dari kelebihan dan kekurangan CTL, maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
2.1.2.4 Karakteristik Pembelajaran CTL: 1. Kerjasama.
2. Saling menunjang.
3. Menyenangkan, tidak membosankan. 4. Belajar dengan bergairah.
5. Pembelajaran terintegrasi. 6. Menggunakan berbagai sumber. 7. Siswa aktif.
8. Sharing dengan teman. 9. Siswa kritis guru kreatif.
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta ,gambar, artikel, humor, dan lain-lain.
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
2.1.2.5 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif (CL)
Fase-fase model pembelajaran kooperatif (CL) menurut Zainal Aqib (2013:12) mengemukakan 6 fase yang dilakukan oleh guru dalam menggunakan model kooperatif (CL) yaitu guru memulai dengan menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyampaikan informasi, Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar, Membimbing kelompok belajar dan bekerja, evaluasi dan memberikan penghargaan. Langkah-langkah sintak model pembelajaran kooperatif (CL) seperti pada pada tabel 1.
Tabel 1
Sintak Model Pembelajaran Kooperatif (CL)
Fase-fase Perilaku guru Perilaku siswa
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai selama pembelajaran dan memotivasi belajar siswa. Menyimak dan mendengarkan Fase 2 Menyampaikan informasi.
Menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan
Mendengarkan dan menlakukan percobaan Fase 3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar.
Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Membentuk kelompok kecil
Fase 4
Membimbing kelompok belajar dan bekerja.
Membimbing kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas mereka.
Bekerja sama dalam kelompok
Fase 5 Evaluasi.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari/meminta kelompok persentasi hasil kerja.
Menegerjakan tugas
Persentasi Fase 6
Memberi penghargaan
Menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu kelompok.
Menerima penghargaan
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar 2.1.3.1.1 Pengertian Belajar
Sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap (Winkel, 1999:53). Perubahan itu diperoleh melalui usaha
(bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
2.1.3.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada . Dalam proses belajar dan mengajar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa sebagai makna utama proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. `tujuan pembelajran dikatatakan berhasil secara sempurna apa bila hasil menunjukan lebih dari agka setandar penilain disekolah tertentu. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara misalnya, proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, dan tes (Depdiknas: 2002).
Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Winkel, 1999:51). Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangakan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel,1999: 244). Tujuan dari hasil belajar di golongkan menjadi tiga domain, yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik.
a. Domain Kognitif Hasil belajar kognitif mengacu pada hasil belajar yang berkenaan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa.
b. Domain afektif hasil belajar afektif mengacu kepada sikap dan nilai yang di harapkan, di kuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran
c. Domain Psikomotorik Hasil psikomotorik mengacu pada komponen bertindak. Hasil belajar siswa dihitung berdasarkan evaluasi, pengukuran (measurement), dan assessment.
Assessment adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur prestasi belajar siswa sebagai hasil dari suatu program instruksional. Hasil belajar
dapat digunakan untuk memantau apakah materi yang disampaikan oleh tenaga pendidik atau guru dapat diserap dan dapat diungkapkan kembali oleh para siswa dalam kegiatan belajar mengajar (Arikunto, 2007:5). Mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik dapat dilakukan beragam teknik, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Secara umum teknik asesmen dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan nontes.
1. Teknik tes
Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes merupakan alat ukur yang standar dan objektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan objektif tentang objek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain. Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi: a) Tes Kecepatan (Speed Test) Tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes
(testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaran yang telah dipelajarinya.
b) Tes Kemampuan (Power Test) Tes ini bertujuan untuk mengases peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.
c) Tes Hasil Belajar (Achievement Test) Tes ini dimaksudkan untuk mengases hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan seperti Tes Hasil Belajar (THB), tes harian (formatif) dan tes akhir semester (sumatif). Tes ini bertujuan untuk
mengases hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.
d) Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achievement Test) Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal tes sebelum pembelajaran dan kondisi akhir tes setelah pembelajaran. e) Tes Diagnostik (Diagnostic Test)
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut, seperti tes diagnostik matematika, tes diagnostik IPA.
f) Tes Formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan harian.
g) Tes Sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik terhadap sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari, seperti UAN (Ujian Akhir Nasional), THB.
2. Teknik Nontes
Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes, beberapa di antaranya seperti unjuk kerja (performance), penugasan ,tugas individu, tugas kelompok, laporan, ujian praktik dan protofolio. Dari keterangan diatas penulis memutuskan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan tes formatif yang di laksanakan pada setiap akhir pertemuan. Hasil belajar merupakan bukti dari usaha yang dicapai untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari pembelajaran
benar-benar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan hasil penilaian kegiatan belajar dimungkinkan adanya perbedaan antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Informasi ini dapat diketahui lewat alat ukur baik berupa tes maupun non tes dalam suatu proses evaluasi. Dengan alat ukur ini, dapat diketahui seberapa jauh tingkat penguasaan materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa. Dengan memperhatikan keterangan yang diperoleh dari para peneliti sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil pengukuran serta penilaian dari usaha belajar peserta didik atau siswa yang di dapatkan dari hasil transfer ilmu yang dilakukan dan dinyatakan dengan angka, kode ataupun simbol dimana untuk mendapatkan angka kode ataupun simbol dilakukan dengan mengadakan evaluasi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan hasil belajarar adalah hasil yang dicapai dari proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2.1.3.2 Indikator Keberhasilan
Indikator suatu keberhasilan merupakan hal yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar itu dianggap berhasil, adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Namun demikian, menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (dalam buku Strategi Belajar Mengajar 2002:120) indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap.
ii)
2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Merson (dalam Tu’u, 2004: 78), faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dalam meliputi:
1) Kondisi fisiologis
Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Seorang siswa dalam keadaan segarjasmaninya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya, sebaliknya siswa yang fisiknya lelah juga akan mempengaruhi hasil belajarnya. Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah keterangan orang lain. Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai peranan yang sangat penting. Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam Tu’u 2004: 40), bahwa pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainnya.
2) Kondisi psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
a) Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan pelajaran sama. Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan istilah IQ (Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar, termasuk prestasi-prestasinya lain sesuai macam-macam kecerdasan yang menonjol yang ada pada dirinya. Hal itu dapat kita ketahui umumnya tingkat
kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung lebih baik angka nilai yang dicapai siswa.
b) Bakat
Di samping Intelegensi, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda dengan siswa lain. Ada siswa yang berbakat dalam bidang ilmu sosial, dan ada yang di ilmu pasti. Karena itu, seorang siswa seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, seorang siswa ketika akan memilih bidang pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada padanya. Untuk itu, sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan psikotes untuk melihat dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru menentukan pilihan.
c) Motivasi dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu. Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu. Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat. Apabila seorang siswa menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran-pembelajaran di sekolah. Dengan minat dan perhatian yang tinggi, kita boleh yakin akan berhasil dalam pembelajaran.
d) Motivasi
Motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi belajar kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam
belajar, kalau siswa mempunyai motivasi yang baik dan kuat, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi. Siswa yang kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi prestasi belajarnya.
e) Emosi
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya siswa yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran.
f) Kemampuan kognitif
Kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir, menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat dengan ingatan dan berfikir seorang siswa.
b. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.
2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid dengan guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar sosial yang baik, mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.
2.1.3.4 Evaluasi Hasil Belajar
Tes hasil belajar dikelompokan ke dalam beberapa kategori. Menurut peranan dan fungsionalnya dalam pembelajaran, THB dapat dibagi menjadi tiga yaitu: tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.
a. Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan siswa sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan penanganan yang tepat.
b. Tes Formatif
Kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif, maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu.
c. Tes sumatif
Evaluasi sumatif atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir semester.
2.2 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru dan siswa, sumber belajar yang digunakan di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang memungkinkan siswa mampu belajar. Model pembelajaran merupakan kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah rencana/kerangka berpikir yang dibuat sengaja untuk digunakan sebagai acuan maupun panduan seseorang untuk melaksanakan suatu tugas yang akan dicapai dalam tujuan pembelajaran.
2.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tabel 2
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas 4, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Energi dan Perubahannya
7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda.
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda
2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Eka Deny Wahyu Saputra. 2011 yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning tentang cahaya pada pelajaran IPA kelas 5 semester II SD Negeri I Karanggeneng Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Menunjukkan bahwa penelitian dilakukan selama dua siklus, pada siklus I menunjukkan siswa yang tuntas sebanyak 14 (70%) dan siswa yang belum tuntas sebanyak 6 siswa (30%) sedangkan pada siklus II hasil penelitian menunjukkan siswa yang tuntas sebanyak 18 siswa (90%) dan siswa yang belum tuntas sebanyak 2 siswa (10%). Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah keberhasilan dalam melatih siswa untuk bekerjasama dengan teman atau berkelompok, menjadikan suasana pembelajaran lebih efektif dan melatih siswa untuk berargumen antar sesame teman. Kekurangan dalam penelitian ini adalah masih perlunya bimbingan yang diberikan karena yang diberikan bimbingan adalah bimbingan secara individu juga bimbingan secara berkelompok. Kelemahan yang lain adalah penelitian ini diperlukan membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga siswa saat melakukan percobaan dan menulis hasil kesimpulan tidak tergesa-gesa sehingga diperlukan pengaturan waktu yang baik agar hasil belajar tercapai.
Berdasarkan kajian hasil penelitian yang relevan, penggunaan model pembelajaran CTL sangat memmuaskan dalam pencapaian hasil belajar siswa , ketuntasan menunjukkan pada siklus I siswa tuntas 14 (70%) dan siswa belum tuntas 6(30%), dan pada siklus II meningkat siswa tuntas 18(90%) sedangkan siswa belum tuntas 2(10%) pada mata pelajaran IPA kelas 5.
2.5 Kerangka Pikir
Penerapan model Pembelajaran Contektual Teaching and Learning dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) lebih memberi peluang kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Di dalam penelitian ini penulis melakukan kegiatan pembelajaran menjadi 2 tahap yaitu siklus satu dan siklus dua. Sebelum melakukan siklus pertama peneliti terlebih dahulu melakukan kegiatan prasiklus guna mengetahui kondisi awal peserta didik. Dengan di ketahuinya kondisi awal peserta didik diharapkan setelah melakukan siklus 1 dan siklus 2 hasil belajar yang diperoleh siswa akan meningkat. Berdasarkan bukti peningkatan hasil belajar siswa di dapatkan dari tes formatif yang di lakukan oleh guru pada setiap akhir siklus.
Model pembelajaran CTL siswa sangat dilibatkan dalam proses pembelajaran guru diharapkan dapat memgkaitan materi yang diajarkannya dengan situasi nyata. Model ini mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, siswa lebih mudah menemukan dan memahi materi yang akan dipelajari dalam proses pembelajaran. Melalui kerja dalam kelompok kelas yang terdiri dari 4-5 siswa, akan terjalin rasa kebersamaan, komunikasi, mereka saling berbagi pengetahuan dimiliki mereka masing-masing sehingga terjadi pemahaman yang sama dalam persoalan-persoalanyang akan mereka diskusikan dalam kelompok. Model pembelajaran yang diterapkan seperti ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.6 Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang diajukan dalam laporan penelitian ini adalah :
“Upaya Meningkatkan hasil Belajar Siswa Dengan Mengunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Mata Pelajaran IPA Bagi Siswa Kelas 4 Semester II SD Negeri Dukuh 01 Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013”.