7 2.1 Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran IPA
Iskandar (2001:12) menarik kesimpulan bahwa IPA berupa fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA penting bagi kemajuan hidup manusia, cara kerja memeroleh itu disebut proses IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.
Pendapat tersebut menggambarkan bahwa hasil belajar IPA merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan terhadap mata pelajaran IPA yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat dari nilai rapor. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan.
1) Pembelajaran IPA
Suyitno (2004: 2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan siswa yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar, dan pengembangan kesadaran dalam konteks ekonomi dan sosial.
Menurut Iskandar (2001: 2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari:
a) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk
objektif.Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA.Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.
b) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuan diantaranya adalah :
a) Mengamati b) Mengukur
c) Menarik kesimpulan d) Mengendalikan Variabel
e) Membuat Grafik dan Tabel Data f) Membuat Definisi Operasional g) Melakukan Eksperimen
c) Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap
IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuwan sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu:
a) Obyektif terhadap fakta
b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan c) Berhati terbuka
d) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat e) Bersifat hati-hati
f) Ingin menyelidiki
2) Tujuan Pembelajaran IPA
Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis.
2) Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya.
4) Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya.
5) Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya.
6) Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.
2.1.2. Model Pembelajaran CTL Tipe Inkuiri
Pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
CTL adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran dalam kontek kehidupan sehari-harinya dengan kontek kehidupan pribadi, sosial dan kultural. Untuk mencapai tujuan ini, sistem ini mencakup 8 komponen, yaitu: membuat hubungan yang bermakna, melahirkan kegiatan yang signifikan, belajar sendiri secara teratur, kolaborasi, berpikir kritis dan kreatif, mencapai standar tinggi, dan menggunakan penilain otentik (Johnson, 2003)
Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan belajar
yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata yang dapat memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat dimana dia hidup (US Department of Education, 2001).
tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, Eleine B, 2006:14). Pembelajaran kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi teori tersebut adalah siswa diusahakan harus dapat menemukan serta mentransformasikan suatu informasi yang kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
a. Prinsip-prinsip CTL
Pada dasarnya model pembelajaran CTL mempunyai beberapa prinsip pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Ada tujuh prinsip utama pembelajaran yang mendasari pendekatan pembelajaran Contextual Teaching andLearning (CTL) di kelas. Nuradi (2003: 31), mengemukakan sebagai berikut: (1) konstruktivisme (constructivism), (2) penemuan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) komunitas belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7) penilaian yang sebenarnya (authentic assasement).
b. Model Pembelajaran CTL Tipe Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Suchman (1966), yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berpikif melalui pertanyaan-pertanyaan. Inti gagasan Suchman adalah (1) siswa akan bertanya (inquiry) bila mereka dihadapkan pada masalah yang membingungkan, kurang jelas atau kejadian aneh; (2) siswa memiliki kemampuan untuk menganalisis strategi berpikir mereka; (3) strategi berpikir dapat diajarkan dan ditambahkan kepada siswa; (4) inkuiri dapat lebih bermakna dan efektif apabila dilakukan dalam konteks kelompok (Siswanto, 2003: 13).
1. Tahap pertama adalah penyajian masalah atau menghadapkan siswa pada situasi teka-teki. Pada tahap ini guru membawa situasi masalah dan menentukan prosedur inkuiri kepada siswa (berbentuk pertanyaan yang hendak dijawab ya/tidak). Permasalahan yang diajukan adalah permasalahan sederhana yang dapat menimbulkan keheranan. Hal ini diperlukan untuk memberikan pengalaman kreasi kepada siswa, tetapi sebaiknya didasarkan pad aide-ide sederhana.
2. Tahap kedua adalah pengumpulan dan verifikasi data. Siswa mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang mereka lihat dan alami.
3. Tahap ketiga adalah eksperimen. Pada tahap ini siswa melakukan eksperimen untuk mengeksplorasi dan menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah sesuatu untuk mengetahui pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori atau hipotesis. Pengujian secara langsung terjadi ketika siswa akan menguji hipotesis atau teori. Pada tahap ini guru berperan untuk mengendalikan siswa bila mengasumsi suatu variabel yang sudah disangkalnya padahal kenyataannya tidak. Peran guru lainnya pada tahap ini adalah memperluas inkuiri yang dilakukan siswa dengan cara memperluas informasi yang telah diperoleh. Selama verifikasi siswa boleh mengajukan pertanyaan tentang obyek, cirri, kondisi, dan peristiwa.
4. Tahap keempat adalah mengorganisir data dan merumuskan penjelasan. Pada tahap ini, guru mengajak siswa merumuskan penjelasan, kemungkinan besar akan ditemukan siswa yang mendapatkan kesulitan dalam mengemukakan informasi yang diperoleh dalam bentuk uraian penjelasan. Siswa yang demikian didorong untuk memberi penjelasan yang tidak begitu mendetail.
pendekatan belajar model inkuiri dan mencoba memperbaikinya secara sistematis dan secara independen. Konflik yang dialami siswa saat melihat suatu kejadian yang menurut pandangannya tidak umum dapat menuntun partisipasi aktif dalam penyelidikan secara ilmiah.
c. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri alat dan bahan yang diperlukan untuk
menyusun prosedur kerja yang tepat.
Melakukan pengamatan dan memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Menurut Omar Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang.
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu:
1) Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
3) Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
a. Pengertian Hasil Belajar
Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output atau hasil dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil belajar.Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif misalnya anak yang belum bisa naik bersepeda, setelah belajar anak tersebut dapat bersepeda.Inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif.Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang hasil belajar.
Menurut Sudjana (1989) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Menurut Dimyati (dalam Lapono, 1999) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan dan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar siswa, evaluasi diri terhadap kenerja siswa. Belajar merupakan proses yang menimbulkan terjadinya perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Jadi berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung dari factor-faktor yang mempengaruhinya.
afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) Dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan, enam tingkatan tersebut ialah, (1) Pengetahuan atau ingatan, (2) Pemahaman, (3) Penerapan, (4) Sintesis, (5) Analisis dan (6) Evaluasi.
Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Peniruan (menirukan gerak), (2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), (3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar), (4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), (5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), (2) Merespon (aktif berpartisipasi), (3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya) dan (5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut adalah perubahan yang relatif menetap, dimana perubahan itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan ketrampilan.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Merson (dalam Tu’u, 2004: 78), faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut:
a) Faktor dalam, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor dalam meliputi:
1) Kondisi fisiologis
Di samping kondisi tersebut yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia adalah dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru, mendengarkan ceramah keterangan orang lain.
Jadi jelaslah di antara seluruh panca indera mata dan telinga mempunyai peranan yang sangat penting. Seperti yang dipaparkan oleh Edgar Dale (dalam
Tu’u 1990: 40), bahwa pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera lihat, 13% melalui indera dengar, dan 12% melalui indera lainnya. 2) Kondisi psikologis
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar yang juga bersifat psikologis. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap proses dari hasil belajar yaitu:
a) Kecerdasan
Seorang siswa yang cerdas umumnya akan lebih cepat mampu belajar jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas, meskipun fasilitas dan waktu yang diperlukan untuk mempelajari materi atau bahan pelajaran sama. Hasil pengukuran kecerdasannya biasa dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan istilah IQ (Intelligence Quotion). Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Tinggi rendahnya kecerdasan yang dimiliki seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai prestasi belajar, termasuk prestasi-prestasinya lain sesuai macam-macam kecerdasan yang menonjol yang ada pada dirinya. Hal itu dapat kita ketahui umumnya tingkat kecerdasan yang baik dan sangat baik cenderung lebih baik angka nilai yang dicapai siswa.
b) Bakat
kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya sejak lahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bagi seorang siswa bakat bisa berbeda dengan siswa lain.
Ada siswa yang berbakat dalam bidang ilmu sosial, dan ada yang di ilmu pasti. Karena itu, seorang siswa seorang siswa yang berbakat di bidang ilmu sosial akan sukar berprestasi tinggi di bidang ilmu pasti, dan sebaliknya. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut apabila diberi kesempatan dikembangkan dalam pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi. Sebaliknya, seorang siswa ketika akan memilih bidang pendidikannya, sebaiknya memperhatikan aspek bakat yang ada padanya. Untuk itu, sebaiknya bersama orang tuanya meminta jasa layanan psikotes untuk melihat dan mengetahui bakatnya. Sesudah ada kejelasan, baru menentukan pilihan.
c) Motivasi dan perhatian
Minat adalah kecenderungan yang besar terhadap sesuatu.Perhatian adalah melihat dan mendengar dengan baik dan teliti terhadap sesuatu.Minat dan perhatian biasanya berkaitan erat.Apabila seorang siswa menaruh minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi pada mata pelajaran akan memberi dampak yang baik bagi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, seorang siswa harus menaruh minat dan perhatian yang tinggi dalam proses pembelajaran-pembelajaran di sekolah. Dengan minat dan perhatian yang tinggi, kita boleh yakin akan berhasil dalam pembelajaran.
d) Motivasi
kehilangan motivasi dalam belajar akan memberi dampak kurang baik bagi prestasi belajarnya.
e) Emosi
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam proses belajar seorang siswa akan terbentuk suatu kepribadian tertentu, atau tipe tertentu, misalnya siswa yang emosional dalam belajar, akan mudah putus asa. Hal ini mau tidak mau akan mempengaruhi bagaimana siswa menerima, menghayati pengalaman yang didapatnya dalam suatu pembelajaran.
f) Kemampuan kognitif
Sebagaimana yang dimaksud dengan kemampuan kognitif yaitu kemampuan berpikir, menalar yang dimiliki siswa. Jadi kemampuan kognitif berkaitan erat dengan ingatan dan berfikir seorang siswa.
b. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor tersebut adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan alami, yaitu yaitu kondisi alami yang dapat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, termasuk dalam lingkungan alami yaitu suhu, cuaca, udara, pada waktu itu dan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung.
2) Lingkungan sosial, dapat berwujud manusia, wujud lain yang berpengaruh langsung terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya hubungan murid dengan guru, orang tua dengan anak, dan lingkungan masyarakat di luar sosial yang baik, mesra dapat membantu terciptanya prestasi belajar siswa.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
perlunya penerapan CTL, karena berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa: penguasaan siswa terhadap materi PKn cenderung rendah dan motivasi belajar kurang. Pembelajaran kurang menerapkan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didiknya secara nyata. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah penerapan metode CTL, motivasi belajar PKn, efektivitas penerapan metode CTL dalam meningkatkan motivasi belajar PKn Siswa kelas III SDN Jatiguwi V Sumberpucung. Tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan penerapan metode CTL, motivasi belajar PKn, dan menjelaskan efektivitas penerapan metode CTL. Pembahasan data pra tindakan, yang dikategorikan tuntas 4 siswa dengan nilai rata-rata 65,2 nilai tertinggi 77 dan terendah 52. Pada siklus I mengalami peningkatan yaitu dari total siswa sebanyak 19, ada 17 siswa dikategorikan tuntas, nilai rata-rata 79, 4. Nilai tertinggi 88 dan terendah 68. Pembahasan data pada siklus II dari 19 siswa, 18 dikategorikan tuntas, dengan nilai rata-rata 81,4 nilai tertinggi 90 dan terendah 68. Dengan demikian, saran yang disampaikan adalah penggunaan CTL dalam pembelajaran PKn perlu ditingkatkan sebagai alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar; pendekatan CTL layak dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pembelajaran PKn
Mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang sama dengan penerapan pendekatan pembelajaran yang sama. Dari penelitian-penelitian terdahulu, tampak bahwa menggunakan pendekatan pembelajaran CTL mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada berbagai mata pelajaran yang diterapkan. Meskipun bahwa penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu yaitu menggunakan pendekatan pembelajaran CTL sebagai metode belajar,
2.3. Kerangka Berpikir
Belajar adalah kegiatan yang dilakukan seumur hidup oleh manusia dalam rangka untuk mencapai perubahan pada level kognitif, afektif dan pskimotorik.Perubahan pada ketiga aspek ini kemudian disebut sebagai hasil belajar.Dalam konteks pendidikan, pembelajaran adalah upaya terencana dan sadar yang dilakukan oleh lembaga dalam hal ini lembaga pendidikan, untuk mengarahkan peserta didiknya mencapai ketiga tujuan belajar dimaksud.
Agar terjadi perubahan pada ketiga aspek di atas, diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta belajar itu sendiri.Contextual teaching and learning adalah salah satu dari sekian pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam dunia pendidikan demi tujuan tersebut.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Kerangka Berfikir
Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir Model Riwayal H. R (2009)
Hasil belajar IPA siswa rendah di bawah
KKM ≥ 65 Kegiatan
Awal
Guru
menggunakan metode ceramah ,tanya jawab
Siklus I : Hasil belajar siswa masih dibawah KKM.
Guru
menggunakan model Contextual Teaching And Learning Tipe Inkuiri Tindakan
Siklus II : Hasil belajar siswa tuntas.
Melalui model CTL Tipe Inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SDN Mangunsari 02 pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 Kondisi
Berdasarkan gambar 2.1 tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi awal pembelajaran menggunakan metode konvensional pada pelajaran IPA, nilai rata-rata siswa masih rendah, yaitu 55. Kemudian setelah dilaksanakan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran CTL tipe Inkuiri, dengan langkah-langkah pembelajaran inkuiri seperti pada bagan di atas, hasil belajar IPA siswa dapat ditingkatkan, kegiatan-kegiatan pembelajaran lebih bermakna, dan siswa lebih aktif terlibat dalam pembelajaran IPA.
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan
hipotesis yang berbunyi: “Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual