• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Ilmu Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Ilmu Tanah"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAH Disusun oleh : Kelompok IA Regina Ikmanila 23040114190073 JURUSAN PERTANIAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAH

Kelompok : IA (SATU)A

Program Studi : S1−AGRIBISNIS Tanggal Pengesahan : JUNI 2015

(2)

Menyetujui,

Asisten Pembimbing Praktikum Ilmu Tanah

Reza Mas Indrawan NIM. 23030113120026

Mengetahui, Koordinator Praktikum

Ilmu Tanah

Dr. Ir. Endang Dwi Purbajanti, M.S. NIP. 19690408 199303 2 002

RINGKASAN

Regina Ikmanila. 23040114190073. 2015. Laporan Praktikum Ilmu Tanah. (Asisten Pembimbing: Reza Mas Indrawan).

Praktikum ilmu tanah secara umum bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Praktikum ilmu tanah dengan materi profil tanah, tekstur tanah, konsistensi tanah, kadar air tanah, kerapatan partikel dan kerapatan massa tanah, kemasaman tanah, bahan organik tanah, kadar karbon tanah, kadar nitrogen tanah, kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5, kadar unsur hara kalium sebagai K2O dan respirasi mikroba dilaksanakan pada hari Senin - Selasa tanggal 11 - 12 Mei 2015 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman dan Laboratorium Biokimia, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Alat yang digunakan dalam praktikum ilmu tanah antara lain kamera, mortar, ayakan, timbangan analitis, oven, mesin tanur, spektrofotometer, flame

(3)

fotometer, kawat pengaduk, thermometer, corong, lilin, cawan pemanas lilin, benang, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur 100 ml, pipet tetes, erlenmeyer, buret, pengaduk magnetik, shaker, indikator universal, alat destilasi, alat destruksi, tabung film, paralon, kertas saring, kompor listrik, kjeldahl, alat titrasi. Metode yang dilakukan ialah mengamati struktur tubuh tanah, merasakan tekstur tanah menggunakan jari, mengamati konsistensi sesuai dengan kondisi kelengasan tanah, mengoven untuk menentukan kadar air tanah, menghilangkan udara tersekap pada tanah untuk diukur berat jenisnya, melapisi bongkah tanah dengan lilin dan mengukur berat volumenya, mengukur pH, mentanur untuk kemudian diukur kadar bahan organiknya, mendestruksi, mendestilasi, mengukur absorbansi dan menghitung kadar unsur yang diamati, menginkubasi NaOH dalam tanah, mentitrasi sampel dan menghitung CO2 hasil respirasi mikroba.

Berdasarkan hasil praktikum profil tanah memiliki horizon-horizon tanah antara lain horizon O, horizon A1, horizon A2, horizon B, dan horizon C. Tekstur tanah, tanah agregat bertekstur lempung berpasir sedangkan tanah biasa bertekstur pasir. Konsistensi pada keadaan kering, lembab, basah dan plastisitasnya yaitu tanah biasa lunak, lepas, sangat lekat dan tidak plastis. Kadar air tanah biasa 1,4 % dan tanah agregat 1,002 %. Kerapatan partikel 2,3617 gr/cm3 dan kerapatan massa 1,382 gr/cm3. Kemasaman (pH) tanah = 7 dalam artian keadaannya netral. Kadar BO Tb 1,69%, kadar BO Pk 6,49%. Kadar karbon 0,329%. Kadar nitrogen 0.159%. Kadar fosfor sebagai P2O5 0,1317%. Kadar kalium sebagai K2O 0,1433%. Respirasi mikroba, CO2 yang diikat NaOH pada tanah gersang 7,502 mgrek dan tanah subur 10,472 mgrek.

Kata Kunci : Tanah, Sifat Fisik, Kimia dan Biologi.

KATA PENGANTAR

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman serta sebagai tempat tinggal mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ilmu Tanah ini. Laporan praktikum ini disusun sebagai hasil evaluasi dari praktikum yang telah dilaksanakan.

(4)

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Dwi Purbajanti, M.S. selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tanah dan Reza Mas Indrawan selaku Asisten Pembimbing Praktikum Ilmu Tanah, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum Ilmu Tanah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan Laporan Praktikum Ilmu Tanah ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Walaupun demikian penulis berharap semoga Laporan Praktikum Ilmu Tanah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya. Penulis menyampaikan terima kasih atas perhatian dan koreksi dari berbagai pihak.

Semarang, Juni 2015 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 2

(5)

2.1. Profil Tanah... 2

2.2. Tekstur Tanah... 2

2.3. Konsistensi Tanah... 3

2.4. Kadar Air Tanah …... 4

2.5. Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah …... 5

2.6. Kemasaman Tanah …... 6

2.7. Bahan Organik Tanah …... 6

2.8. Kadar Karbon Tanah …... 7

2.9. Kadar Nitrogen Tanah …... 8

2.10. Kadar Unsur Hara Fosfor sebagai P2O5 …... 9

2.11. Kadar Unsur Hara Kalium sebagai K2O …... 9

2.12. Respirasi Mikroba …... 10

BAB III. MATERI DAN METODE... 12

3.1. Materi... 12

3.2. Metode... 14

3.2.1. Profil tanah... 14

3.2.2. Tekstur tanah... 14

3.2.3. Konsistensi tanah... 14

3.2.4. Kadar air tanah …... 15

3.2.5. Kerapatan partikel dan kerapatan massa tanah …... 15

3.2.6. Kemasaman tanah …... 16

3.2.7. Bahan organik tanah …... 16

3.2.8. Kadar karbon tanah …... 17

3.2.9. Kadar nitrogen tanah …... 17

3.2.10. Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5 …... 18

3.2.11. Kadar unsur hara kalium sebagai K2O …... 19

3.2.12. Respirasi mikroba …... 19

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

4.1. Profil Tanah... 20

4.2. Tekstur Tanah... 21

4.3. Konsistensi Tanah... 22

4.4. Kadar Air Tanah …... 23

4.5. Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah …... 25

4.6. Kemasaman Tanah …... 26

4.7. Bahan Organik Tanah …... 27

4.8. Kadar Karbon Tanah …... 28

4.9. Kadar Nitrogen Tanah …... 29

4.10. Kadar Unsur Hara Fosfor sebagai P2O5 …... 30

4.11. Kadar Unsur Hara Kalium sebagai K2O …... 30

(6)

4.12. Respirasi Mikroba …... 31

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN... 33

DAFTAR PUSTAKA... 34

LAMPIRAN... 37

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Hasil Pengamatan Tekstur Tanah... 21

2. Hasil Perhitungan Kadar Air Tanah... 23

3. Hasil Perhitungan Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah... 25

4. Hasil Pengamatan Kemasaman Tanah... 26

5. Hasil Perhitungan Bahan Organik Tanah... 27

6. Hasil Perhitungan Respirasi Mikroba... 31

(7)

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Foto Profil Tanah... 37

2. Konsistensi Tanah... 38

3. Perhitungan Kadar Air Tanah... 39

4. Perhitungan Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah... 40

5. Perhitungan Bahan Organik Tanah... 42

6. Perhitungan Kadar Karbon Tanah... 43

7. Perhitungan Kadar Nitrogen Tanah... 44

8. Perhitungan Kadar Unsur Hara Fosfor sebagai P2O5... 45

9. Perhitungan Kadar Unsur Hara Kalium sebagai K2O... 46

10. Perhitungan Respirasi Mikroba... 47

(9)

BAB I PENDAHULUAN

Ilmu tanah adalah pengkajian terhadap tanah sebagai sumber daya alam. Ilmu tanah mempelajari berbagai aspek tentang tanah seperti pembentukan, klasifikasi, karakteristik fisik, kimia, biologi, sekaligus mengenai pemanfaatan dan pengelolaannya. Tanah adalah bagian dari alam yang mempunyai berbagai macam peran penting dalam proses kehidupan. Kesalahan dalam pengolahan tanah dapat mengakibatkan penurunan produktifitas pertanian. Kerugian tersebut tentu saja akan berdampak besar terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu diadakan pembelajaran lebih mengenai ilmu tanah agar manusia dapat mengetahui sifat dan karakteristik tanah sehingga dapat melestarikan dan mengoptimalkan penggunaan tanah sebagaimana mestinya.

Tujuan praktikum ilmu tanah adalah untuk mengetahui profil suatu tanah, tekstur tanah di lapangan, konsistensi tanah, kadar air tanah, kerapatan partikel dan kerapatan massa tanah, kemasaman tanah, bahan organik tanah, kadar karbon tanah, kadar nitrogen tanah, kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5, kadar unsur hara kalium sebagai K2O dan proses respirasi mikroba pada tanah.

Manfaat praktikum ilmu tanah adalah agar mahasiswa memahami sifat-sifat fisik dan kimia tanah sehingga dapat mengoptimalkan penggunaan tanah dan

dapat mengelola tanah secara efisien karena tanah merupakan sumberdaya yang

tidak dapat diperbaharui namun sangat dibutuhkan demi keberlangsungan hidup manusia dan seluruh makhluk di bumi.

(10)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Tanah

Profil tanah merupakan penampang vertikal tanah yang terdiri atas horizon-horizon atau lapisan-lapisan tanah, yang dibedakan atas solum (horizon-horizon A dan B), bahan induk (horizon C) dan batuan induk (R, singkatan rock) (Rayes, 2006). Horizon O didominasi oleh bahan organik, pecahan-pecahan mineral volumenya kecil sekali dan beratnya biasanya kurang dari separuhnya (Kurniawan, 2010).

Horizon A terletak di permukaan tanah yang terdiri dari campuran bahan organik dan bahan mineral dan merupakan horizon eluviasi yaitu horizon-horizon yang mengalami pencucian, sedangkan horizon B merupakan horizon iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya, yaitu liat, besi oksida, aluminium oksida, dan bahan organik (Tim Penyusun PS, 2013). Horizon C merupakan zona bahan induk kurang mengalami pelapukan yang disebut regolith, sedikit bahan organik dan humus sehingga akar tanaman tidak dapat menembus lapisan ini (Byrne, 2001).

2.2. Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antar partikel tanah yang terdiri atas fraksi lempung, debu, dan pasir. Lempung memiliki ukuran paling kecil yaitu < 0,002 mm, partikel debu berukuran 0,002-0,05 mm dan pasir berukuran > 0,05 mm (Sutanto, 2005). Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kegiatan sifat-sifat tanah yang lain seperti struktur tanah, permeablitias tanah, porositas tanah dan lain-lain (Hanafiah, 2005).

(11)

Tanah yang bila dirasakan dengan jari terasa kasar agak jelas, membentuk bola agak keras, mudah hancur serta melekat maka tanah tersebut bertekstur lempung berpasir (Mega et al., 2010). Secara umum tekstur tanah dibedakan menjadi 3, yaitu pasir, debu dan liat. Tanah terasa kasar, tanpa rasa licin dan tanpa rasa lengket, serta tidak bisa membentuk gulungan atau lempengan kontinyu, berarti tanah bertekstur pasir. Jika partikel tanah terasa halus, lengket, dan dapat dibuat gulungan atau lempengan kontinyu, berarti tanah bertekstur liat. Tanah bertekstur debu akan mempunyai partikel-partikel yang terasa agak halus dan licin tetapi tidak lengket, serta gulungan atau lempengan yang terbentuk rapuh (Hanafiah, 2005).

2.3. Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah adalah ketahanan tanah terhadap perubahan bentuk atau perpecahan yang ditentukan oleh sifat kohesi dan adhesi, penentuan konsistensi tanah di lapangan harus disesuaikan dengan kondisi kelengasan tanah yaitu konsistensi basah, lembab dan kering (Sutanto, 2005). Konsistensi kering tanah terbagi menjadi lima bagian yaitu lepas (tanah mudah hancur), lunak (tanah mudah hancur dengan sedikit ditekan), agak keras (tanah dapat hancur dengan tekanan kuat), keras (tanah dapat hancur dengan menggunakan tekanan yang besar), dan sangat keras (tanah tidak bisa hancur dengan tekanan kuat sekalipun, harus menggunakan alat khusus) (Madjid, 2009).

Konsistensi tanah pada kondisi lembab dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai dengan tingkat kekokohannya. Konsistensi lembab dinilai dimulai dari lepas, sangat gembur, gembur, kokoh, sangat kokoh dan ekstrim

(12)

teguh (Soetjito, 2002). Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat kelekatan. Kondisi tanah yang melekat pada kondisi tanah basah menunjukan bahwa konsistensi tanah menggambarkan derajat kohesi dan adhesi tanah yang kuat (Mega, 2010).

2.4. Kadar Air Tanah

Air terdapat dalam tanah karena ditahan dalam pori tanah dengan daya ikat yang berbeda-beda tergantung dari jumlah air yang berada dalam pori tanah. Air di dalam tanah bersama dengan garam-garam yang larut di dalam air merupakan larutan tanah yang merupakan sumber hara bagi tanaman (Purbajanti et al., 2011). Air mempunyai fungsi yang penting dalam tanah, antara lain pada proses pelapukan mineral dan bahan organik tanah, yaitu reaksi yang mempersiapkan hara larut bagi pertumbuhan tanaman (Mustafa et al., 2012). Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi, tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah (Madjid, 2009).

Air yang tersedia di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik dan tekstur tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, air yang tersedia semakin tinggi dan semakin kasar tekstur suatu tanah maka air yang tersedia semakin rendah (Baskoro dan Tarigan, 2007). Proses pemanasan tanah dengan temperatur dan waktu pemanasan yang berbeda dapat mempengaruhi kadar air yang hilang dan kadar air yang tersisa di dalam rongga tanah. Semakin tinggi

(13)

temperatur dan lama waktu pemanasan, maka kadar air yang hilang semakin besar (Nurdin, 2011).

2.5. Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah

Kerapatan butir yaitu berat tanah yang menyusun tubuh tanah padat atau satuan berat solum tanah padat dari butir tanah tanpa pori yang dinyatakan dalam gram per sentimeter kubik (Hardjowigeno, 2003). Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai daripada particle densitynya adalah 2,65 g/cm3. Tanah mineral merupakan tanah yang kandungan bahan organiknya kurang dari 20 % atau tanah yang mempunyai lapisan organik dengan ketebalan kurang dari 30 cm. (Hasibuan, 2006). Semakin besar kandungan bahan organik tanah akan semakin kecil kerapatan partikelnya (Arsyad, 2006).

Kerapatan massa (bulk density) adalah berat per unit volume tanah yang dikeringkan dengan oven yang biasanya dinyatakan dalam gram/cm3 (Hanafiah, 2005). Semakin padat suatu tanah, semakin tinggi bulk density yang berarti semakin sulit untuk meneruskan air atau ditembus akar tanaman (Hardjowigeno, 2003). Nilai bulk density 1,36 sampai 1,60 gr/cm3 akan menghambat pertumbuhan akar karena tanahnya memadat dan oksigen kurang tersedia sebagai akibat berkurangnya ruang / pori tanah (Nugroho, 2009).

2.6. Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah (pH) adalah indikator asam atau basa suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH- sedang pada tanah alkalis kandungan OH

(14)

-lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai reaksi tanah = 7 (Hardjowigeno, 2003). Nilai pH akan mempengaruhi kelarutan atau ketersediaan unsur hara. Pada nilai pH sekitar netral, kelarutan unsur hara makro seperti P dan K tinggi, sedangkan kelarutan unsur hara mikro seperti Al dan Fe rendah (Hidayanto et al., 2004).

Faktor yang mempengaruhi hubungan pH suatu tanah yang ada dengan ketersediaan nutrisi diantaranya tipe tanah (tanah asam, sulfat, basa, dan lain-lain), kelembaban tanah, dan faktor meteorologika (Abdullah, 2003). Pentingnya pH tanah adalah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme. Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pH -nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedang tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH - nya dengan penambahan belerang (Hardjowigeno, 2003).

2.7. Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan hasil dekomposisi atau pelapukan bahan-bahan mineral yang terkandung didalam tanah. Bahan organik tanah juga dapat berasal dari timbunan mikroorganisme atau sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mati dan terlapuk selama jangka waktu tertentu. Bahan organik dapat digunakan untuk menentukan sumber hara bagi tanaman, selain itu dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi tanah (Soetjito, 2002). Sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 % karena tanahnya memiliki ketersediaan unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman (Mega, 2010).

(15)

Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperature, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara (Hanafiah, 2005). Penambahan bahan organik dalam tanah berupa pupuk kandang atau limbah panen dapat meningkatkan kandungan N dan C dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah. Dari semua unsur hara, unsur N dibutuhkan dalam jumlah paling banyak tetapi ketersediaannya selalu rendah karena mobilitasnya dalam tanah sangat tinggi (Wijanarko, 2012).

2.8. Kadar Karbon Tanah

Tanah yang mengandung kadar C organik < 2% termasuk dalam kategori sakit. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa potensi tanah untuk mendukung produksi pertanian kurang optimal (Sutanto, 2005). Kandungan karbon organik dalam tanah mencerminkan kualitas tanah yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas tanah tersebut dan sustainabilitas agronomi karena pengaruhnya pada indikator fisik, kimia dan biologi dari kualitas tanah (Supriyadi, 2008).

Karbon merupakan penyusun bahan organik, oleh karena itu peredarannya selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting. Sebagian besar energi yang diperlukan oleh flora dan fauna tanah berasal dari oksidasi karbon, oleh sebab itu CO2 terus dibentuk (Yani, 2003). Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa polisakarida

(16)

seperti selulosa, hemi-selulosa, pati dan bahan-bahan pectin dan lignin (Sutanto, 2005).

2.9. Kadar Nitrogen Tanah

Nitrogen adalah unsur hara makro esensial utama bagi tumbuhan untuk mendorong laju pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, meningkatkan jumlah anakan, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim dan persenyawaan lain (Patti et al., 2013). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium (NH4+). Sebagian besar Nitrogen di serap dalam bentuk ion nitrat karena ion nitrat tersebut bermuatan negative sehingga selalu berada di dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air (Mukaromah, 2013).

Kadar nitrogen tanah dapat dikategorikan sebagai berikut : sangat rendah (<0,10 %), rendah (0,10 – 0,20 %), sedang (0,21 – 0,50 %), tinggi (0,51 – 0,75 %) dan sangat tinggi (>0,75%) (Yamani, 2010). Karena N dapat merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, maka pupuk yang harus digunakan adalah pupuk yang mengandung hara N seperti urea, ZA, dan pupuk N lainnya (Bachtiar, 2006). 2.10. Kadar Unsur Hara Fosfor sebagai P2O5

Fosfor (P) termasuk unsur hara makro esensial yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya di dalam tanah lebih rendah dibanding Nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca) (Wardana, 1999). Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Sebagian besar fosfor yang mudah larut diambil oleh

(17)

mikroorganisme tanah untuk pertumbuhan. Fosfor ini akhirnya diubah menjadi humus (Novizan, 2005).

Kriteria penilaian kadar P2O5 tanah adalah sangat rendah (<0,10 %), rendah (0,10 – 0,20 %), sedang (0,21 – 0,40 %), tinggi (0,41 – 0,60 %) dan sangat tinggi (>0,60 %) (Yamani, 2010). Bahan organik dan kelengasan tanah dapat mempengaruhi kandungan fosfor tersedia, pemberian air hingga tergenang pada tanah-tanah alkalis akan menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan kandungan P tersedia (Arifin, 2004). Unsur fosfor (P) bagi tanaman lebih banyak berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar tanaman muda. Berbagai jenis protein tertentu memerlukan unsur fosfor sebagai bahan mentahnya. Fosfor juga berfungsi untuk membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembuangan, pemasakan biji dan buah (Setiawan, 1998).

2.11. Kadar Unsur Hara Kalium sebagai K2O

Unsur K memegang peranan penting di dalam metabolisme tanaman antara lain terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis. Keterlibatan tersebut dikelompokkan dalam dua aspek yaitu : (1) aspek biofisik dimana kalium berperan dalam pengendalian tekanan osmotik, turgor sel, stabilitas pH dan pengaturan air melalui kontrol stomata, (2) aspek biokimia, kalium berperan dalam aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein, serta meningkatkan translokasi fotosintat dari daun (Syakir dan Gusmaini, 2012). Apabila K tidak cukup tersedia maka translokasi dan retranslokasi hasil fotosintesis (fotosintat) ke seluruh bagian tanaman akan terganggu. K yang tersedia cukup dalam tanah akan merangsang pertumbuhan akar (Rosman et al., 2013).

(18)

Kriteria penilaian kadar K2O tanah adalah sangat rendah (<0,10 %), rendah (0,10 – 0,20 %), sedang (0,21 – 0,40 %), tinggi (0,41 – 0,60 %) dan sangat tinggi (>0,60 %) (Yamani, 2010). Berbagai faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalium dalam tanah untuk tanaman adalah pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan pelapukan. Kalium di dalam tanah bersifat sangat dinamis sehingga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH rendah (Sitepu, 2007). Untuk mencukupi kebutuhan kalium oleh tanaman dapat digunakan pupuk anorganik. Pupuk K yang banyak digunakan di Indonesia yaitu kalium klorida (KCl), namun akhir-akhir ini berkembang dengan menggunakan kalium sulfat (K2SO4). Hasil penelitian menunjukkan telah terbukti K2SO4 mampu memperbaiki karakteristik kualitas beberapa produk sayuran (Gunadi, 2007).

2.12. Respirasi Mikroba

Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah adalah metode yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah dan menetapkan keamanan hasil tumbuhan yang dihasilkan (Munir, 2001). Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitan dengan aktifitas mikroba seperti kandungan bahan organik, transformasi N atau P, hasil antara pH, dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Anas, 2009).

Laju respirasi meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan bahan organik dalam tanah. Makin tinggi respirasi menunjukkan makin bertambahnya populasi mikroorganisme pada tanah yang diuji. Hal ini disebabkan ammonia dan bahan organik yang terdegradasi merupakan substrat yang bagus bagi

(19)

pertumbuhan mikroorganisme (Adianto et al., 2004). Aktivitas mikroorganisme menunjang terjadinya peningkatan respirasi tanah yang baik untuk kesehatan tanah itu sendiri (Sutanto, 2005).

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Ilmu Tanah dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2015 sampai tanggal 12 Mei 2015 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman dan Laboratorium Biokimia Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ilmu tanah antara lain kamera untuk mengambil foto profil tanah, alat tulis untuk menggambar profil tanah, sekop untuk mengambil sampel tanah biasa dan tanah agregat, mortar untuk menghaluskan tanah, tabel tekstur untuk menentukan kelas tekstur, cawan

(20)

porselen sebagai tempat sampel tanah yang akan diuji, timbangan analitis untuk menimbang berat tanah, oven untuk mengeringkan tanah, tanur untuk memanaskan tanah, tabung reaksi untuk meletakkan air dan sampel tanah, corong untuk membantu memasukkan tanah atau larutan, termometer untuk mengukur suhu tanah, benang untuk mengikat bongkah tanah, gelas ukur untuk mengukur volume bongkah tanah dan volume H2SO4, kompor untuk melelehkan lilin, cawan pemanas lilin untuk meletakkan lilin yang sudah dilelehkan, shaker untuk menggojok sampel kemasaman tanah, kartu warna pH untuk mengetahui tingkat kemasaman tanah, indikator universal, spektrofotometer untuk mengukur absorbansi karbon dan fosfor, kjeldahl sebagai tempat untuk mencampurkan tanah dan selenium, grinder untuk menghaluskan sampel tanah, erlemenyer untuk meletakkan sampel, alat destilasi untuk memisahkan larutan ke dalam masing-masing komponennya, lemari asam untuk meletakkan sampel tanah yang telah ditambahkan H2SO4 pada saat proses destruksi, kompor listrik untuk mendidihkan sampel tanah yang telah ditambahkan NaOH, pipet tetes untuk mengambil suatu larutan, buret untuk mentitrasi sampel, plastik untuk menutup mulut erlenmeyer, flame photometer untuk mengukur absorbansi kalium, kertas saring untuk menyaring sampel tanah, kjeldahl untuk menampung sampel tanah, pemanas listrik untuk memanaskan sampel tanah, tabung film sebagai wadah NaOH, paralon untuk melindungi tabung film berisi NaOH di dalam tanah, cangkul yang digunakan untuk mencangkul tanah, pengaduk magnetik untuk mengaduk sampel ketika dititrasi.

(21)

Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ilmu tanah antara lain tubuh tanah untuk diamati susunan horizon tanahnya, sampel tanah agregat dan tanah biasa sebagai objek yang diamati, aquades untuk mengencerkan tanah, lilin, aquades, H2SO4 pekat, K2Cr2O7 1 N, selenium untuk pereaksi destruksi, larutan asam sulfat 0,05 N untuk pereaksi destilasi, larutan standar, pereaksi asam askorbat, asam borat 1 %, P2O5, K2O, MRMB (Metil Red Metil Blue), KCl 1 N, NaOH 40 %, tanah subur dan tanah gersang, BaCl2, indikator phenolphthalein (PP), HCl untuk mentitrasi NaOH yang telah diinkubasi di dalam tanah.

3.2. Metode 3.2.1. Profil tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum profil tanah yaitu menentukan lokasi yang horizon tanahnya tampak jelas agar dapat mengamati profil tanah. Mengambil foto di lokasi yang telah ditentukan tersebut dengan menggunakan kamera dan digambar di laporan sementara (modul praktikum ilmu tanah). Mentukan horizon-horizonnya dan dibandingkan secara teori.

3.2.2. Tekstur tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum tekstur tanah yaitu mengambil sampel tanah biasa dan tanah agregat dari tanah lapang (tanah yang digunakan untuk praktikum pertanian organik). Tanah dibasahi dengan air secukupnya (tidak

(22)

terlalu lembab). Menggosokkan sampel tanah pada ibu jari dengan jari lain. Menentukan tekstur tanah berdasarkan tabel di modul praktikum ilmu tanah.

3.2.3. Konsistensi tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum konsistensi tanah yaitu mengambil sampel tanah biasa dari lapang (tanah yang digunakan untuk praktikum pertanian organik). Tanah kering dibuat bentuk bulatan, tanah lembab dan basah diberi air secukupnya hingga kondisinya lembab dan basah. Ketiga tanah tersebut diremas satu per satu. Mengamati dan mencocokkan sesuai nilai yang ada di tabel konsistensi kering, lembab dan basah.

3.2.4. Kadar air tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum kadar air tanah yaitu menimbang 3 cawan porselen secara bergantian satu per satu. Menimbang sampel tanah biasa, tanah agregat dan pupuk kandang masing-masing 5 gram. Memasukkan sampel yang telah ditimbang ke dalam cawan 1, cawan 2 dan cawan 3. Memasukkan ketiga cawan yang telah diisi sampel tersebut ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Menimbang cawan dan sampel yang telah dioven. Menghitung kadar air tanah menggunakan rumus yang telah ditentukan.

3.2.5. Kerapatan partikel dan kerapatan massa tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum kerapatan partikel (BJ) tanah yaitu menimbang tabung reaksi. Mengisi tabung reaksi dengan air sampai ¾ dari tabung reaksi. Menimbang tabung reaksi berisi air. Mengukur suhu sampel menggunakan termometer. Membuang air dalam tabung reaksi sampai air habis.

(23)

Mengisi tabung reaksi yang telah kering dengan sampel tanah agregat yang telah dihaluskan dengan massa 2 gram dan menimbangnya. Mengisi tabung reaksi dengan air sampai ¾ dari tabung. Mengaduk sampel yang telah dicampurkan dengan air untuk menghilangkan udara yang tersekap pada tanah, kemudian mendiamkan tabung reaksi selama semalam. Keesokan harinya menambahkan sampel dengan aquades hingga batas yang telah ditentukan. Menimbang sampel yang telah diisi dengan aquades dan mengukur suhunya. Menghitung kerapatan partikel (BJ) menggunakan rumus yang telah ditentukan.

Metode yang digunakan dalam praktikum kerapatan massa (BV) tanah yaitu dengan menimbang sampel tanah agregat yang sekiranya dapat dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan berat 4,6642 gram. Mengikatkan benang pada sampel tanah yang telah ditimbang. Mencelupkan sampel tanah yang telah ditimbang dan diikat dengan benang ke dalam lilin yang telah dilelehkan. Mendinginkan sampel tanah yang telah dilapisi oleh lilin dan menimbang sampel tanah tersebut. Mengisi gelas ukur dengan air sebanyak 50 ml. Memasukkan sampel ke dalam gelas ukur, mencatat pertambahan volumenya dan menghitung berat kering mutlak. Menghitung kerapatan massa (BV) menggunakan rumus yang telah ditentukan.

3.2.6. Kemasaman tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum kemasaman tanah adalah menyiapkan 2 buah erlenmeyer yang masing-masing diberi label A dan B. Memasukkan sampel tanah biasa dan tanah agregrat ke dalam masing-masing erlenmeyer sebanyak 5 gram. Menambahkan KCl 1 N sebanyak 25 ml pada erlenmeyer A dan 25 ml aquades pada erlenmeyer B. Menggojok kedua

(24)

erlenmeyer menggunakan shaker selama 30 menit. Memasukkan kartu warna pH ke dalam larutan. Membandingkan warna yang timbul dengan indikator universal.

3.2.7. Bahan organik tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum bahan organik tanah yaitu menimbang 2 cawan porselen secara bergantian. Menimbang sampel tanah biasa dan pupuk kandang masing-masing sebanyak 2 gram. Meletakkan tanah biasa dan pupuk kandang yang sudah ditimbang ke dalam cawan porselen. Memasukkan cawan porselen yang berisi sampel tanah biasa dan pupuk kandang ke dalam tanur dengan suhu 600˚C selama 4 jam. Menimbang cawan porselen dan sampel yang telah ditanur. Menghitung kadar bahan organik tanah menggunakan rumus yang telah ditentukan.

3.2.8. Kadar karbon tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum kadar karbon tanah yaitu menimbang sampel tanah seberat 0,5 gr. Memasukkan sampel tanah ke dalam erlenmeyer. Menambahkan larutan K2CrO7 sebanyak 2,5 ml dan H2SO4 sebanyak 7,5 ml. Menutup mulut erlenmeyer menggunakan plastik dan diikat dengan karet. Mendiamkan larutan selama 30 menit. Memindahkan larutan ke labu kjeldahl dan mengencerkan larutan menggunakan aquades sampai 100 ml. Menyaring sampel menggunakan corong yang di atasnya diberi kertas saring ke dalam erlenmeyer. Mengukur absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 561 nm. Menghitung kadar karbon tanah menggunakan rumus yang telah ditentukan.

(25)

3.2.9. Kadar nitrogen tanah

Metode yang digunakan dalam praktikum kadar nitrogen tanah yaitu menimbang 1 gram sampel tanah yang telah dihaluskan. Menambahkan satu sendok kecil selenium dan 10 ml H2SO4 atau asam sulfat pekat dan mendestruksinya selama 45 menit. Destruksi selesai apabila mengeluarkan uap putih dan terdapat ekstrak jernih. Menunggu sampel yang akan diamati hingga dingin. Memindahkan semua sampel ke dalam erlenmeyer besar. Mengencerkan sampel dengan aquades 90 ml dan ditambah NaOH sebanyak 40 ml. Menyiapkan erlenmeyer kecil yang telah diisi asam borat 20 ml dan 2 tetes methyl red methyl blue (MRMB). Mendestilasi kedua sampel hingga volume di erlenmeyer kecil sebanyak 50 ml. Mentitrasi sampel yang ada di erlenmeyer kecil hingga warnanya yang semula hijau kebiruan berubah menjadi ungu. Mencatat volume titrasi (Vc) dan blanko (Vb). Menghitung kadar nitrogen menggunakan rumus yang telah ditentukan.

3.2.10. Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5

Metode yang digunakan dalam praktikum kadar unsur hara fosfor sebagai P2O5 adalah menyiapkan 2 gram sampel yang diambil dari hasil praktikum bahan organik. Memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Menambahkan 5 ml HCl dan 5 ml aquades lalu mendestruksinya selama 3 - 5 menit. Memindahkan larutan ke labu kjeldahl. Mengencerkan larutan dengan menambahkan aquades sampai garis batas. Menyaring larutan dengan kertas saring ke dalam erlenmeyer. Mengambil 0,5 ml dari sampel, dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan menambahkan 1 ml

(26)

pereaksi asam askorbat. Menambahkan aquades sebanyak 8,5 ml. Membuat blanko dengan kelipatan 0 – 2 – 4 – 8 – 10. Menghitung absorbansi sampel menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 nm. Menghitung kadar fosfor menggunakan rumus yang telah ditentukan.

3.2.11. Kadar unsur hara kalium sebagai K2O

Metode yang digunakan dalam praktikum kadar unsur hara kalium sebagai K2O adalah menyiapkan 2 gram sampel yang diambil dari hasil praktikum bahan organik. Memasukkannya ke dalam erlenmeyer. Menambahkan 5 ml HCl dan 5 ml aquades lalu mendestruksinya selama 3 - 5 menit. Memindahkan larutan ke labu kjeldahl. Mengencerkan larutan dengan menambahkan aquades sampai garis batas. Menyaring larutan dengan kertas saring ke dalam erlenmeyer. Menghitung absorbansi sampel menggunakan flame fotometer. Sebelumnya mengecek serapan kalium standar dari k 50 ppm, k 100 ppm dan k 250 ppm. Mencatat absorbansi sampel. Menghitung kadar kalium menggunakan rumus yang telah ditentukan.

3.2.12. Respirasi mikroba

Metode yang digunakan dalam praktikum respirasi mikroba adalah menyiapkan 40 ml NaOH 0,4 N, memasukan NaOH ke dalam dua tabung film masing-masing sebanyak 20 ml dan menutupnya. Menggali tanah gersang dan tanah subur. Memasukkan tabung film ke dalam tanah yang sudah digali, ditutup dengan paralon. Menginkubasi pada tanah gersang dan tanah subur selama 2-3 jam. Setelah 2-3 jam, mengambil sampel sebanyak 5 ml menggunakan pipet. Memasukkan sampel tersebut ke dalam erlenmeyer, menambahkan 2,5 ml BaCl2

(27)

dan 2 tetes indikator phenolphthalein (PP). Mentitrasi larutan tersebut dengan HCl sampai warnanya berubah menjadi putih. Mencatat volume titrasi. Melakukan perhitungan CO2 hasil respirasi mikroba menggunakan rumus yang telah ditentukan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Tanah

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diketahui bahwa profil tanah di daerah Sigar Bencah terdiri dari horizon O - A1 - A2 - B - C. Hal ini sesuai dengan pendapat Rayes (2006) yang menyatakan bahwa profil tanah merupakan penampang vertikal tanah yang terdiri atas horizon-horizon atau lapisan-lapisan tanah, yang dibedakan atas solum (horizon A dan B), bahan induk (horizon C) dan batuan induk (R, singkatan rock). Bagian teratas berwarna gelap merupakan horizon O yang banyak mengandung bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniawan (2010) yang menyatakan bahwa horizon O didominasi oleh bahan organik, pecahan-pecahan mineral volumenya kecil sekali dan beratnya biasanya kurang dari separuhnya. Horizon A terdiri dari horizon A1 dan A2.

Horizon A berada di permukaan dicirikan sebagai zona di mana terjadi pencucian maksimum. Horizon B disebut iluvial, meliputi lapisan dimana terjadi penimbunan dari atas maupun bawah. Hal ini sesuai dengan pendapat Tim Penyusun PS (2013) yang menyatakan bahwa horizon A terletak di permukaan tanah yang terdiri dari campuran bahan organik dan bahan mineral dan

(28)

merupakan horizon eluviasi yaitu horizon-horizon yang mengalami pencucian, sedangkan horizon B merupakan horizon iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya yaitu liat, besi oksida, aluminium oksida dan bahan organik. Lapisan paling bawah adalah horizon C yang merupakan bahan induk yang kurang mengalami hancuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Byrne (2001) yang menyatakan bahwa horizon C merupakan zona bahan induk kurang mengalami pelapukan yang disebut regolith, sedikit bahan organik dan humus sehingga akar tanaman tidak dapat menembus lapisan ini.

4.2. Tekstur Tanah

Berdasarkan pengamatan dalam praktikum tekstur tanah, diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Tekstur Tanah

Sampel tanah Tekstur

Tanah Agregat Lempung berpasir

Tanah Biasa Pasir

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Berdasarkan hasil praktikum tekstur tanah, sampel tanah agregat memiliki tekstur lempung berpasir karena rasa dan sifat tanahnya agak kasar, membentuk bola, mudah hancur dan melekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mega et al. (2010) yang menyatakan bahwa tanah yang bila dirasakan dengan jari terasa kasar agak jelas, membentuk bola agak keras, mudah hancur serta melekat maka tanah tersebut bertekstur lempung berpasir. Sampel tanah biasa memiliki tekstur pasir karena bila dirasakan dengan ibu jari dan telunjuk terasa kasar, tidak membentuk bola dan gulungan serta tidak melekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa tanah terasa kasar, tanpa rasa

(29)

licin dan tanpa rasa lengket, serta tidak bisa membentuk gulungan atau lempengan kontinyu, berarti tanah bertekstur pasir. Jika partikel tanah terasa halus, lengket dan dapat dibuat gulungan atau lempengan kontinyu, berarti tanah bertekstur liat. Tanah bertekstur debu akan mempunyai partikel-partikel yang terasa agak halus dan licin tetapi tidak lengket, serta gulungan atau lempengan yang terbentuk rapuh. Secara umum tekstur tanah dibedakan menjadi 3, yaitu pasir, debu dan liat. Sutanto (2005) menambahkan bahwa tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antar partikel tanah yang terdiri atas fraksi lempung, debu, dan pasir. Lempung memiliki ukuran paling kecil yaitu < 0,002 mm, partikel debu berukuran 0,002-0,05 mm dan pasir berukuran > 0,05 mm.

4.3. Konsistensi Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi yaitu basah, lembab dan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa konsistensi tanah adalah ketahanan tanah terhadap perubahan bentuk atau perpecahan yang ditentukan oleh sifat kohesi dan adhesi, penentuan konsistensi tanah di lapangan harus disesuaikan dengan kondisi kelengasan tanah yaitu konsistensi basah, lembab dan kering. Konsistensi kering tanah biasa bersifat lunak karena gumpalan tanahnya mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Madjid (2009) yang menyatakan bahwa konsistensi kering tanah terbagi menjadi lima bagian yaitu lepas (tanah mudah hancur), lunak (tanah mudah hancur dengan sedikit ditekan), agak keras (tanah dapat hancur dengan tekanan kuat), keras (tanah dapat hancur dengan

(30)

menggunakan tekanan yang besar) dan sangat keras (tanah tidak bisa hancur dengan tekanan kuat sekalipun, harus menggunakan alat khusus).

Konsistensi lembab tanah biasa bersifat lepas karena ketika diremas tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah mudah terpisah. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjito (2002) yang menyatakan bahwa pada kondisi lembab konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai dengan tingkat kekokohannya. Konsistensi lembab dinilai dimulai dari lepas, sangat gembur, gembur, kokoh, sangat kokoh dan ekstrim teguh. Konsistensi basah tanah biasa bersifat sangat lekat karena tanah sangat melekat pada jari tangan atau benda lain. Selain itu, tanah biasa juga bersifat tidak plastis karena tidak dapat membentuk gulungan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mega (2010) yang menyatakan bahwa pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat kelekatan. Kondisi tanah yang melekat pada kondisi tanah basah menunjukan bahwa konsistensi tanah menggambarkan derajat kohesi dan adhesi tanah yang kuat.

4.4. Kadar Air Tanah

Berdasarkan praktikum kadar air tanah diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Perhitungan Kadar Air Tanah

Pengamatan Hasil ………...%………... KA tanah biasa 1,4 KA tanah agregat KA Pupuk kandang 1,002 12,384 Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

(31)

Berdasarkan hasil praktikum kadar air tanah diperoleh hasil bahwa kadar air pada tanah biasa sebesar 1,4 %, kadar air tanah agregat sebesar 1,002 % dan kadar air pupuk kandang sebesar 12,384 %. Perbedaan kadar air pada tanah biasa, tanah agregat dan pupuk kandang ini dipengaruhi oleh perbedaan tekstur, kandungan bahan organik tanah serta adanya gaya kohesi antara molekul air dan butir tanah. Tanah biasa memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan tanah agregat karena kandungan bahan organik dalam tanah biasa lebih tinggi dibandingkan tanah agregat serta tekstur tanah biasa yang lebih halus sehingga kemampuan menahan airnya lebih besar dari tanah agregat. Kadar air pupuk kandang paling tinggi dikarenakan kandungan bahan organiknya yang sangat tinggi sehingga kemampuan menahan airnya juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Baskoro dan Tarigan (2007) yang menyatakan bahwa air yang tersedia di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik dan tekstur tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, air yang tersedia semakin tinggi dan semakin kasar tekstur suatu tanah, air yang tersedia semakin rendah. Berat sampel menyusut setelah dioven karena proses pemanasan dapat menguapkan air tanah sehingga kadar air berkurang dan beratnya menyusut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurdin (2011) yang menyatakan bahwa proses pemanasan tanah dengan temperatur dan waktu pemanasan yang berbeda dapat mempengaruhi kadar air yang hilang dan kadar air yang tersisa di dalam rongga tanah. Semakin tinggi temperatur dan lama waktu pemanasan, maka kadar air yang hilang semakin besar.

(32)

4.5. Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah

Berdasarkan praktikum kerapatan partikel (BJ) dan kerapatan massa (BV) tanah diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Perhitungan Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah

Pengamatan Hasil

…..………...………..…...gr/cm3……..………….………...

Kerapatan partikel (BJ) 2,3617

Kerapatan massa (BV) 1,382

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh kerapatan partikel (BJ) tanah sebesar 2,3617 gr/cm3. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kerapatan partikel pada tanah agregat mendekati kerapatan partikel tanah mineral pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dalam tanah tersebut rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai daripada particle densitynya adalah 2,65 g/cm3. Tanah mineral merupakan tanah yang kandungan bahan organiknya kurang dari 20 % atau tanah yang mempunyai lapisan organik dengan ketebalan kurang dari 30 cm. Perbedaan particle density diantara jenis-jenis tanah tidak begitu besar, kecuali terdapat variasi yang besar dalam hal kandungan bahan organik ataupun komposisi mineral tanah. Hal ini didukung oleh pendapat Arsyad (2006) yang menyatakan bahwa semakin besar kandungan bahan organik tanah akan semakin kecil kerapatan partikelnya.

Hasil analisa kerapatan massa (bulk density) pada sampel tanah agregat menunjukkan bahwa kerapatan massa (bulk density) pada sampel tanah agregat termasuk tinggi yaitu sebesar 1,382 gr/cm3. Artinya, tanah agregat ini sulit untuk

(33)

meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa semakin padat suatu tanah, maka semakin tinggi bulk density yang berarti semakin sulit untuk meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Nugroho (2009) menambahkan bahwa nilai bulk density 1,36 sampai 1,60 gr/cm3 akan menghambat pertumbuhan akar karena tanahnya memadat dan oksigen kurang tersedia sebagai akibat berkurangnya ruang/pori tanah. Kerapatan massa sebesar 1,382 gr/cm3 artinya berat tanah beserta pori-porinya yaitu 1,382 gram tiap 1 cm3 volume tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa kerapatan massa (bulk density) adalah berat per unit volume tanah yang dikeringkan dengan oven yang biasanya dinyatakan dalam gram/cm3.

4.6. Kemasaman Tanah

Berdasarkan praktikum pengamatan kemasaman (pH) tanah diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kemasaman Tanah

Pengamatan pH Tanah

H2O 7

KCl 6

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Berdasarkan hasil praktikum kemasaman (pH) tanah diperoleh hasil bahwa pH H2O yaitu 7 dan pH KCl yaitu 6 atau tanah bersifat netral. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tanah ini baik untuk pertumbuhan tanaman karena memiliki ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayanto et al. (2004) yang menyatakan bahwa nilai pH akan

(34)

mempengaruhi kelarutan atau ketersediaan unsur hara. Nilai pH sekitar netral, kelarutan unsur hara makro seperti P dan K tinggi, sedangkan kelarutan unsur hara mikro seperti Al dan Fe rendah. pH tanah dipengaruhi oleh bahan induk, iklim, bahan organik dan perlakuan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah (2003) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hubungan pH suatu tanah yang ada dengan ketersediaan nutrisi diantaranya tipe tanah (tanah asam, sulfat, basa dan lain-lain), kelembaban tanah dan faktor meteorologika. 4.7. Bahan Organik Tanah

Berdasarkan praktikum bahan organik tanah diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Hasil Perhitungan Bahan Organik Tanah

Pengamatan Hasil ……….………….%……….…………. Tanah biasa Pupuk kandang 1,69% 6,93% Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kadar bahan organik tanah didapat hasil bahwa kadar bahan organik pada tanah biasa sebesar 1,69 % sedangkan kadar bahan organik pada pupuk kandang sebesar 6,93 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanah biasa tersebut kurang subur untuk pertumbuhan tanaman karena kekurangan unsur hara dilihat dari kadar bahan organiknya yang di bawah rata-rata. Hal ini sesuai dengan pendapat Mega (2010) yang menyatakan bahwa sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 % karena tanahnya memiliki ketersediaan unsur hara yang dapat mencukupi kebutuhan tanaman. Dapat diketahui bahwa pupuk kandang memiliki

(35)

kadar bahan organik yang tinggi yaitu sebesar 6,49 %. Artinya, pupuk kandang mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang tinggi. Untuk meningkatkan kesuburan tanah tersebut maka perlu penambahan pupuk kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijanarko (2012) yang menyatakan bahwa penambahan bahan organik dalam tanah berupa pupuk kandang atau limbah panen dapat meningkatkan kandungan N dan C dalam tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah. Unsur N dibutuhkan dalam jumlah paling banyak dari semua unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman, tetapi ketersediaannya selalu rendah karena mobilitasnya dalam tanah sangat tinggi.

4.8. Kadar Karbon Tanah

Berdasarkan hasil analisa kadar karbon tanah didapatkan hasil yang sangat rendah yaitu 0,329 % dimana kadar karbon organik yang normal sesuai kriteria hara tanah yaitu 2,1 – 3,0 %. Hal ini menunjukan bahwa tanah biasa termasuk dalam kondisi tidak subur atau sakit karena kandungan C organiknya berada di bawah 2%. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa tanah yang mengandung kadar C organik < 2% termasuk dalam kategori sakit. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa potensi tanah untuk mendukung produksi pertanian kurang optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan kandungan karbon dalam tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Supriyadi (2008) yang menyatakan bahwa kandungan karbon organik dalam tanah mencerminkan kualitas tanah yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada kualitas tanah tersebut dan sustainabilitas agronomi karena pengaruhnya pada indikator fisik, kimia dan biologi dari kualitas tanah.

(36)

4.9. Kadar Nitrogen Tanah

Berdasarkan hasil penetapan kadar nitrogen diperoleh kadar nitrogen yang rendah yaitu 0,159 %, dimana kadar nitrogen normal yaitu sekitar 0,21 – 0,50 %. Hal ini dapat dikatakan bahwa tanah biasa yang dianalisa merupakan jenis tanah yang mengandung nutrisi dan kandungan bahan organik yang rendah yang menyebabkan tingkat kesuburan kimiawi tanahnya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamani (2010) yang menyatakan bahwa kriteria penilaian kadar nitrogen tanah adalah sangat rendah (<0,10 %), rendah (0,10 – 0,20 %), sedang (0,21 – 0,50 %), tinggi (0,51 – 0,75 %) dan sangat tinggi (>0,75 %). Nitrogen sangat diperlukan oleh tanaman karena berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari tanaman. Untuk mengatasi kekurangan nitrogen pada tanah ini dapat digunakan pupuk hijau, urea, ZA dan pupuk lain yang mengandung N. Hal ini sesuai dengan pendapat Bachtiar (2006) yang menyatakan bahwa karena N dapat merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, maka pupuk yang harus digunakan adalah pupuk yang mengandung hara N, seperti urea, ZA dan pupuk N lainnya.

4.10. Kadar Unsur Hara Fosfor sebagai P2O5

Berdasarkan hasil penetapan kadar fosfor diperoleh kadar fosfor yang rendah yaitu 0,1317%, dimana kadar fosfor normal yaitu sekitar 0,21 – 0,40%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamani (2010) yang menyatakan bahwa kriteria penilaian kadar P2O5 tanah adalah sangat rendah (<0,10%), rendah (0,10 - 0,20%), sedang (0,21 - 0,40%), tinggi (0,41 - 0,60%) dan sangat tinggi (>0,60%).

(37)

Ketersediaan P tanah yang rendah dapat disebabkan oleh kondisi tanah yang kering dan mengandung sedikit bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Arifin (2004) yang menyatakan bahwa bahan organik dan kelengasan tanah dapat mempengaruhi kandungan fosfor tersedia, pemberian air hingga tergenang pada tanah-tanah alkalis akan menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan kandungan P tersedia. Setiawan (1998) menambahkan bahwa unsur fosfor (P) bagi tanaman lebih banyak berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar tanaman muda. Berbagai jenis protein tertentu memerlukan unsur fosfor sebagai bahan mentahnya. Fosfor juga berfungsi untuk membantu asimilasi dan pernafasan sekaligus mempercepat pembuangan, pemasakan biji dan buah.

4.11. Kadar Unsur Hara Kalium sebagai K2O

Berdasarkan hasil penetapan kadar kalium diperoleh kadar kalium yang rendah yaitu 0,1433 %, dimana kadar kalium normal yaitu sekitar 0,21 – 0,40%. Hal ini sesuai dengan pendapat Yamani (2010) yang menyatakan bahwa kriteria penilaian kadar K2O tanah adalah sangat rendah (<0,10%), rendah (0,10 – 0,20%), sedang (0,21 – 0,40%), tinggi (0,41 – 0,60%) dan sangat tinggi (>0,60%). Kadar kalium yang rendah ini disebabkan karena tanah memiliki tekstur berpasir dan pH yang rendah sehingga kalium mudah mengalami pencucian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sitepu (2007) yang menyatakan bahwa berbagai faktor yang mempengaruhi ketersediaan kalium dalam tanah untuk tanaman adalah pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan pelapukan. Kalium di dalam tanah bersifat sangat dinamis sehingga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH rendah.

(38)

Kalium sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Kekurangan K dapat menyebabkan terganggunya aktivitas metabolisme tanaman serta lambatnya pertumbuhan akar tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosman et al. (2013) yang menyatakan bahwa apabila K tidak cukup tersedia maka translokasi dan retranslokasi hasil fotosintesis (fotosintat) ke seluruh bagian tanaman akan terganggu. K yang tersedia cukup dalam tanah akan merangsang pertumbuhan akar. Gunadi (2007) menambahkan bahwa untuk mencukupi kebutuhan kalium oleh tanaman dapat digunakan pupuk anorganik seperti KCl dan K2SO4.

4.12. Respirasi Mikroba

Berdasarkan hasil praktikum respirasi mikroba, diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Perhitungan Respirasi Mikroba

Pengamatan CO2 yang diikat NaOH

……….……mgrek……….… Tanah Subur

Tanah Gersang

10,472 7,502 Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap respirasi mikroba didapat hasil bahwa kandungan CO2 di dalam tanah subur sebesar 10,472 mgrek dan tanah gersang sebesar 7,502 mgrek. Jumlah CO2 yang diikat NaOH pada tanah subur lebih banyak dibandingkan dengan tanah gersang. Hal ini menunjukkan bahwa laju respirasi mikroba lebih cepat pada tanah subur karena tanah subur mengandung lebih banyak bahan organik yang merupakan substrat yang bagus bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga jumlah O2 yang digunakan mikroba tanah untuk merombak bahan organik banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat

(39)

Adianto et al. (2004) yang menyatakan bahwa laju respirasi meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan bahan organik dalam tanah. Makin tinggi respirasi menunjukkan makin bertambahnya populasi mikroorganisme pada tanah yang diuji. Hal ini disebabkan amonia dan bahan organik yang terdegradasi merupakan substrat yang bagus bagi pertumbuhan mikroorganisme. Nilai aktifitas mikroorganisme tanah subur yang lebih besar daripada tanah gersang menunjukkan tingkat respirasi tanah (aerase) yang baik dan merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme menunjang terjadinya peningkatan respirasi tanah yang baik untuk kesehatan tanah itu sendiri. Anas (2009) menambahkan bahwa pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitan dengan aktifitas mikroba seperti kandungan bahan organik, transformasi N atau P, hasil antara pH dan rata-rata jumlah mikroorganisme.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum ilmu tanah dapat disimpulkan bahwa sampel tanah yang diamati bertekstur kasar, memiliki kadar air yang rendah, kerapatan partikel dan kerapatan massa yang tinggi, kandungan bahan organik rendah, kandungan unsur hara makro (N, P dan K) rendah sehingga tanah tersebut termasuk tanah yang kurang subur karena tidak memiliki

(40)

ketersediaan air, bahan organik dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurang suburnya tanah tersebut antara lain sedikit terdapat organisme penyubur tanah (misalnya cacing dan mikroorganisme tanah lainnya), tanah keras dan kurang gembur, sedikit kandungan air (kondisinya kering) dan tanah tidak pernah diolah (sebelumnya hanya lahan yang tidak terpakai dan ditumbuhi oleh semak-semak dan rumput liar).

5.2. Saran

Untuk meningkatkan kesuburan tanah tersebut maka perlu dilakukan pengelolaan tanah secara rutin dan terpadu seperti penggemburan tanah, pembuatan saluran air untuk pengairan serta penambahan pupuk, baik pupuk alami maupun pupuk buatan untuk meningkatkan kandungan unsur hara tanah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2003. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Jakarta : Penebar Swadaya. Adianto, D. U. Safitri dan Nuryati Y. 2004. Pengaruh inokulasi cacing tanah

(pontoscolex corethrurus fr mull) terhadap sifat fisika kimia tanah dan pertumbuhan tanaman kacang hijau (vigna radiata l.wilczek) varietas walet. Jurnal Matematika dan Sains : 9 (1) 175 – 182.

Anas, D. 2009. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Arifin, M. 2004. Dampak penambahan bahan amandemen di berbagai kelengasan

tanah terhadap ketersediaan hara pada vertisol. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Pertanian. : 4 (1) 52 – 56.

Arsyad, S., 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Bachtiar, E. 2006. Ilmu Tanah. Medan : Fakultas Pertanian USU.

(41)

Baskoro, D. P. T. dan S. D. Tarigan. 2007. Karakteristik kelembaban tanah pada beberapa jenis tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan : 9 (2) 77 – 81.

Byrne, K. 2001. Environmental Science. Cheltenham : Nelson Thornes.

Gunadi. 2007. Penggunaan kalium sulfat sebagai alternatif sumber pupuk kalium pada tanaman kentang. J. Hort. 17 (1) : 52 – 60.

Hanafiah, A. K. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : Grafindo Persada. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika

Presindo.

Hasibuan, B. E. 2006. Ilmu Tanah. Medan : Fakultas Pertanian USU.

Hidayanto, M., W. A. Heru dan F. Yossita. 2004. Analisis tanah tambak sebagai indikator tingkat kesuburan tambak. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian : 7 (2) 180-186.

Kurniawan, F. 2010. Mengenal Tanah Sebagai Media Tanam. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Madjid, A. 2009. Sifat Fisika Tanah. Jakarta : Erlangga.

Mega, I. M et al. 2010. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Denpasar : Universitas Udayana

Mega, M. I. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta : Bhratara Karya Aksara

Mukaromah L., T. Nurhidayati dan S. Nurfadilah. 2013. Pengaruh sumber dan konsentrasi nitrogen terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji dendrobium laxiflorum j.j smith secara in vitro. Jurnal Sains dan Seni Pomits : 2 (1) 2337 - 3520

Munir. 2001. Tanah-tanah Utama Indonesia. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.

Mustafa M., et al. 2012. Buku Ajar Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Makasar : Universitas Hasanuddin.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agro Media Pustaka Nugroho, Y. 2009. Analisis sifat fisik-kimia dan kesuburan tanah pada lokasi

rencana hutan tanaman industri pt prima multibuwana. Jurnal Hutan Tropis Borneo : 10 (27) 222 – 229.

(42)

Nurdin, S. 2011. Analisis perubahan kadar air dan kuat geser tanah gambut lalombi akibat pengaruh temperatur dan waktu pemanasan. Jurnal SMARTek : 9 (2) 88 – 108.

Patti, P. S., E. Karya dan Ch. Silahooy. 2013. Analisis status nitrogen tanah dalam kaitannya dengan serapan N oleh tanaman padi sawah di desa waimital, kecamatan kairatu, kabupaten seram bagian barat. Jurnal Agrologia : 2 (1) 51 – 58.

Rayes, l. 2006. Deskripsi Profil Tanah di Lapangan. Malang : Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Rosman, R., O. Trisilawati dan Setiawan. 2013. Pemupukan nitrogen, fosfor dan kalium pada tanaman akar wangi. Jurnal Littri : 19 (1) 33 – 40.

Sitepu, R. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) terhadap Pupuk Kalium dan Paklobutrazol. Skripsi Jurusan Agronomi. Medan : USU.

Soetjito, C. 2002. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Supriyadi, S. 2008. Kandungan bahan organik sebagai dasar pengelolaan tanah di lahan kering madura. Jurnal Embryo : 5 (2) 176 – 183.

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta : Kanisius.

Syakir, M. dan Gusmaini. 2012. Pengaruh penggunaan sumber pupuk kalium terhadap produksi dan mutu minyak tanaman nilam. Jurnal Littri :18 (2) 60-65.

Tim Penyusun Kamus PS. 2013. Kamus Pertanian Umum. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wardana, N. 1999. Penetapan Metode Analisis dan Batas Kritis P– tanah pada Inseptisol Togging. Skripsi Jurusan Ilmu Tanah. Medan : USU.

Wijanarko, A. et al. 2012. Pengaruh kualitas bahan organik dan kesuburan tanah terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan n oleh tanaman ubikayu di ultisol. Jurnal Perkebuanan dan Lahan Tropika : 2 (2) 1 – 14.

Yamani, A. 2010. Analisis kadar hara makro dalam tanah pada tanaman agroforestri di desa tambun raya kalimantan tengah. Jurnal Hutan Tropis : 11 (30) 37 – 46.

Yani, A. 2003. Beberapa Pendekatan Pengukuran Karbon Tanah Gambut di Jambi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

(43)

LAMPIRAN

(44)

Keterangan

Horizon O : Horizon O didominasi oleh bahan organik, pecahan-pecahan mineral volumenya kecil sekali dan beratnya biasanya kurang dari separuhnya

Horizon A : Horizon A terletak di permukaan tanah yang terdiri dari campuran bahan organik dan bahan mineral, merupakan horizon eluviasi yaitu horizon-horizon yang mengalami pencucian

Horizon A1 : Horizon mineral berwarna gelap mengandung banyak bahan organik yang dihumifikasikan tercampur rata dengan bahan anorganik

Horizon A2 : Horizon mineral yang berwarna terang karena pencucian dan bleching (eluviasi)

Horizon B : Horizon B merupakan horizon iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya, yaitu liat, besi oksida, aluminium oksida dan bahan organik

Horizon C : Horizon C merupakan zona bahan induk kurang mengalami pelapukan yang disebut regolith, sedikit bahan organik dan humus sehingga akar tanaman tidak dapat menembus lapisan ini

Lampiran 2. Konsistensi Tanah Konsistensi Tanah

(45)

Konsistensi kering gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh

1 lunak

Konsistensi lembab tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah mudah terpisah

0 lepas

Konsistensi Basah (a) tingkat kelekatan (b) tingkat plastisitas

sangat melekat pada jari tangan atau benda lain tidak dapat membentuk gulungan tanah

3 0

sangat lekat tidak plastis Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Lampiran 3. Perhitungan Kadar Air Tanah Perhitungan Kadar Air Tanah

(46)

Sampel Tanah Berat dalam gram

Cawan Cawan + tanah setelah dioven

Tanah biasa 21,714 26,726 26,357 Tanah agregat Pupuk kandang 19, 983 22,129 24,991 27,133 24,743 24,143 Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

KA Tanah Agregat = x 100 % = x 100 % = 1,002 % KA Tanah Biasa = x 100% = 100 % = 1,4 %

Kadar Air Pukan =

x 100%

= 100 %

(47)

Lampiran 4. Perhitungan Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah

Perhitungan Kerapatan Partikel Tanah

Pengamatan Hasil

Berat tabung reaksi (a) 18,7479 gram

Berat tabung reaksi + air (b) 31,7224 gram

Suhu air dalam tabung reaksi 28°C

Berat jenis air 1

Berat tabung reaksi + tanah (c) 20,7752 gram Berat tabung reaksi + tanah + air (d) 32,8999 gram

Suhu air dalam tabung reaksi 32°C

Kerapatan partikel (BJ) 2,3617 gr/cm3 Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Kerapatan partikel (BJ) tanah Berat kering tanah mutlak

= = = 2,0273 x 0,9900 = 2,0070 gr Volume butir = =

(48)

= 12,9745 - 12,1247 = 0,8498 cm3

Berat Jenis (BJ) tanah

= =

= 2,3617 gr/cm

3

Lampiran 4. (lanjutan)

Perhitungan Kerapatan Massa Tanah

Pengamatan Hasil

Berat bongkah tanah (a) 4,6642 gram

Berat bongkah tanah + lilin (b) 5,2379 gram

Volume air gelas ukur 50 ml

Volume air + Bongkah tanah 54 ml

Berat jenis Lilin 0,87 cm3

Kerapatan massa (BV) 1,382 gr/cm3

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015. Kerapatan massa tanah (BV)

Berat tanah kering mutlak

= x a

= x 4,6642

= 0,99 x 4,6642 = 4,617 gr Volume bongkah tanah

(49)

= (54 - 50) - = 4 - 0,6594 = 3,3406 cm3 Berat Volume (BV) tanah

=

=

= 1,382 gr/cm3

Lampiran 5. Perhitungan Bahan Organik Tanah Perhitungan Bahan Organik Tanah

Sampel Berat dalam gram

Sebelum Sesudah Kadar BO

Tanah biasa Pupuk kandang 22,189 gr 24,284 gr 21,814 22,599 1,69% 6,94% Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

Kadar bahan organik

BO Tanah Biasa = x 100 %

= x 100 %

(50)

BO Pupuk Kandang = x 100 %

= x 100 %

= 6,93 %

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Karbon Tanah Perhitungan Kadar Karbon Tanah

Pengamatan Hasil ABS sampel Berat sampel 0,107 2007 Kadar C 0,3298 %

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015. Kadar karbon tanah → % C

[C] = 643,996 (ABS sampel) – 1,715 = 643,996 (0,107) – 1,715

(51)

= 66,1925

% C = [C] x x 100 %

= 66,1925 x 0,1 x x 100 %

= 0,3298 %

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Nitrogen Tanah Perhitungan Kadar Nitrogen Tanah

Pengamatan Hasil V.titran V.blanko Berat sampel 1,26 0,12 1002,4 Kadar N 0,1593 %

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015.

(52)

= x 100 %

= x 100 %

= 0,1593 %

Lampiran 8. Perhitungan Kadar Unsur Hara Fosfor sebagai P2O5 Perhitungan Kadar Fosfor Tanah

Pengamatan Hasil ABS sampel V. blangko Berat sampel Larutan pengamatan 0,317 0,12 2,007 0,5 % P2O5 0,1317%

(53)

[Larutan] = = = 1,322 % P2O5 = = = 0,1317 %

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Unsur Hara Kalium sebagai K2O Perhitungan Kadar Kalium Tanah

Pengamatan Hasil

(54)

Berat sampel 2007 mg

% K2O 0,1433%

Sumber : Data primer praktikum ilmu tanah, 2015. Kadar K2O

% K2O =

=

(55)

Lampiran 10. Perhitungan Respirasi Mikroba Tanah Subur HCl titrasi = 15,24 ml → (a) 0,1 HCl = 0,1 x a = 0,1 x 15,24 = 1,524 ml → (b) NaOH mula-mula = 0,4 x 5 = 2 ml → (c)

NaOH yang bereaksi dengan CO2 = 2 – b = 2 – 1,524 = 0,476 → (d)

CO2 yang diikat oleh NaOH = x d

= x 0,476

= 0,238 → (e) 5 ml = e x 44 mgrek

= 0,238 x 44 mgrek = 10,472 mgrek

(56)

Lampiran 10. (lanjutan) Tanah Gersang HCl Titrasi = 16,59 ml → (a) 0,1 HCl = 0,1 x a = 0,1 x 16,59 = 1,659 ml → (b) NaOH mula-mula = 0,4 x 5 = 2 ml → (c)

NaOH yang bereaksi dengan CO2 = 2 – b = 2 – 1,659 = 0,341 → (d)

CO2 yang diikat oleh NaOH = x d

= x 0,341 = 0,1705 → (e) 5 ml = e x 44 mgrek

= 0,1705 x 44 mgrek = 7,502 mgrek

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari segi kerapatan massanya dan kerapatan partikelnya, semakin tinggi nilai kerapatan massa tanah dan kerapatan partikel tanah, maka semakin sulit tanah tersebut

Pada praktikum ini kadar lengas tanah yang diamati yaitu tanah Vertisol.Tanah vertisol merupakan tanah yang memiliki sifat kusus yakni mempunyai sifat vertik,hal

Sedangkan data profil di Darmaga yang memiliki tanah dengan warna coklat kemerahan, solum yang dalam, konsistensi dari agak lekat sampai lekat dan plastis

Tanah yang banyak mengandung pasir akan mempunyai tekstur yang kasar, mudah untuk diolah, mudah merembeskan air dan disebut sebagai tanah ringan1. Sebaliknya tanah yang

Ilmu ukur tanah merupakan salah satu cabang dari ilmu Geodesi. Ilmu ini mempunyai tujuan untuk menentukan permukaan bumi dari keadaan yang sebenarnya lalu

Manfaat yang diperoleh dari praktikum tentang penyiapan contoh beberapa jenis tanah ini adalah didapatkannya contoh tanah pada beberapa jenis tanah

Dilihat dari segi kerapatan massanya dan kerapatan partikelnya, semakin tinggi nilai kerapatan massa tanah dan kerapatan partikel tanah, maka semakin padat tanah

Diperiksa pada Diperiksa oleh Keterangan LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAH HUTAN ACARA I PENGENALAN ALAT LABORATORIUM Disusun Oleh: Nama : Ela Mufidatul Laili NIM :