• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM LAPANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKU PANDUAN PRAKTIKUM LAPANGAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM LAPANGAN

MATA KULIAH

PEMBANGUNAN MASYARAKAT

DISUSUN OLEH:

Dr. Siti Andarwati, S.Pt., MP. Ir. F. Trisakti Haryadi, M.Si., Ph.D.

Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., Ph.D. Endang Sulastri, S.Pt., MA., Ph.D. R. Ahmad Romadhoni Surya Putra, S.Pt., M.Sc.

LABORATORIUM KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2016

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karuniaNya, buku panduan praktikum Pembangunan Masyarakat ini dapat tersusun.

Buku panduan praktikum ini disusun sebagai pedoman bagi praktikan dalam melaksanakan Praktikum Lapangan Pembangunan Masyarakat. Buku panduan ini berisi uraian kegiatan praktikum yang akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Seluruh praktikan diwajibkan memahami isi buku ini sebelum mengikuti rangkaian kegiatan praktikum.

Buku panduan praktikum ini tidak memuat semua ilmu tentang Pembangunan Masyarakat, sehingga seluruh praktikan diharapkan dapat memperluas wawasan dengan memperbanyak literatur dari sumber lain. Keaktifan praktikan sangat diharapkan dalam melaksanakan rangkaian acara praktikum demi tercapainya tujuan kegiatan praktikum secara maksimal.

Semoga buku panduan praktikum ini dapat memperlancar pelaksanaan kegiatan praktikum.

(3)

Praktikum lapangan Pembangunan Masyarakat adalah salah satu kegiatan mahasiswa yang mengambil matakuliah Pembangunan Masyarakat. Dengan demikian, praktikum lapangan ini wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa, baik yang baru mengambil maupun

mendalami matakuliah Pembangunan Masyarakat. Tujuan Kegiatan

Agar mahasiswa dapat melihat secara langsung kegiatan peternakan rakyat di pedesaan, mengetahui program-program yang dilakukan dan menganalisis permasalah yang ada di masyarakat, khususnya pembangunan di bidang peternakan.

Hasil yang diharapkan

Mahasiswa dapat memberikan masukan/ide dalam pembangunan masyarakat dan alternatif pemecahan permasalahan peternakan yang ada di masyarakat, khususnya di pedesaan.

Tata Tertib Umum

1. Mahasiswa yang baru mengambil maupun mendalami matakuliah Pembangunan Masyarakat, wajib mengikuti kegiatan praktikum.

2. Bagi praktikan yang tidak dapat mengikuti asistensi, GP, ataupun responsi tulis dengan alasan yang jelas, wajib mengisi buku izin praktikum maksimal 1 hari sebelum kegiatan berlangsung di Ruang Asisten Sosial Ekonomi Peternakan.

3. Praktikan tidak diperkenankan tukar jadwal praktikum lapangan.

4. Bagi praktikan yang berhalangan mengikuti kegiatan praktikum lapangan, karena alasan tertentu (sakit atau keluarga terdekat meninggal dunia atau menjadi perwakilan fakultas), dapat membuat surat izin dengan melampirkan bukti (surat dokter atau surat tugas).

5. Tanpa alasan jelas atau tanpa izin dianggap tidak mengikuti kegiatan tersebut (nilai 0). 6. Setiap kelompok wajib menghubungi dan menemui masing-masing asisten pendamping

sebelum dan sesudah kegiatan praktikum lapangan berlangsung untuk dilaksanakannya kegiatan diskusi.

7. Praktikan wajib mengikuti Diskusi I yang dilaksanakan sebelum praktikum lapangan dan Diskusi II dilaksanakan setelah praktikum lapangan. Bagi yang tidak mengikuti Diskusi I tidak dapat mengikuti praktikum lapangan, sedangkan bagi yang tidak mengikuti Diskusi II tidak dapat mengikuti responsi presentasi maupun tulis.

(4)

8. Setiap kelompok wajib mengumpulkan laporan 1 minggu setelah praktikum lapangan dilaksanakan. Keterlambatan pengumpulan akan mendapatkan pengurangan nilai (1 hari minus 5 poin).

9. Asisten berhak menegur praktikan yang melanggar tata tertib baik secara lisan, tertulis, maupun tidak tertulis.

10. Segala jenis sanksi (berupa tugas) dikumpulkan kepada Sie. Tata Tertib asisten Pembangunan Masyarakat (Maya Kurnia Kusuma).

11. Ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam tata tertib akan ditentukan dikemudian hari.

Praktikum Lapangan

1. Praktikan wajib hadir pukul 06.30 WIB dan berkumpul di depan Auditorium Fakultas Peternakan UGM. Jika terlambat lebih dari 10 menit dari jadwal, praktikan dipersilahkan pulang (nilai praktikum 0).

2. Praktikan wajib mengenakan jas almamater UGM, pakaian rapi dan sopan (berkerah), dan bersepatu selama kegiatan praktikum berlangsung. Dilarang mengenakan sandal atau sepatu sandal dan kaos tanpa kerah.

3. Praktikan wajib membawa buku praktikum (diktat, kartu praktikum), alat tulis, dan kamera. Setiap kelompok minimal 1 kamera.

4. Praktikan dilarang merokok dan membawa senjata tajam serta bermain handphone selama praktikum berlangsung.

5. Setiap praktikan wajib menjaga ketenangan dan keamanan selama kegiatan praktikum berlangsung.

(5)

Proporsi Nilai Praktikum yang Baru Mengambil dan Mendalami:  Asistensi : 5%  General Pre-test : 10%  Praktikum Lapangan : 30%  Laporan Praktikum : 20%  Responsi Presentasi : 15%  Responsi Tulis : 20%  TOTAL : 100%

(6)

TIMELINE PRAKTIKUM

PEMBANGUNAN MASYARAKAT

MINGGU KEGIATAN MATERI ALAT

1 Pendaftaran Praktikum Mengisi Formulir Pendaftaran

Kloter I

2 Asistensi dan General

Pre-Test

1. Pengantar Pembangunan Masyarakat

2. Perspektif dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat 3. Community Development Program 4. Pemberdayaan 5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Komputer dan LCD, ceramah dan diskusi

2 Diskusi I Persiapan praktikum lapangan Diskusi

2 Kunjungan Lapangan Kelompok ternak Diskusi

3 Diskusi II Pembuatan laporan dan persiapan

responsi Diskusi

3 Kumpul Laporan

(Kloter 1) Laporan praktikum Diskusi

Kloter II

3 Asistensi dan General

Pre-Test

1. Pengantar Pembangunan Masyarakat

2. Perspektif dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat 3. Community Development Program 4. Pemberdayaan 5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) Komputerdan LCD, ceramah dan diskusi

3 Diskusi I Persiapan praktikum lapangan

responsi Diskusi

3 Kunjungan Lapangan Kelompok ternak Diskusi

4 Diskusi II Pembuatan laporan dan persiapan

responsi Diskusi

4 Kumpul Laporan

(7)

Kloter I & II

5 Responsi Presentasi Hasil praktikum Komputer dan

LCD, diskusi

6 ACC Laporan Laporan praktikum -

6 Responsi Tulis Hasil praktikum Komputer dan

(8)

PEMBANGUNAN MASYARAKAT Pengertian Pembangunan Masyarakat

Pembangunan masyarakat, menurut Dirjen Bangdes pada hakekatnya merupakan proses dinamis yang berkelanjutan dari masyarakat untuk mewujudkan keinginan dan harapan hidup yang lebih sejahtera dengan strategi menghindari kemungkinan tersudutnya masyarakat desa sebagai penanggung ekses dari pembangunan regional/daerah atau nasional.

Berkaitan dengan batasan pengertian di atas ada beberapa unsur dalam pengertian pembangunan masyarakat, yaitu 1) menitikberatkan pada komunitas sebagai suatu kesatuan, 2) mengutamakan prakarsa dan sumberdaya setempat, 3) sinergi antara sumber daya internal dan eksternal serta 4) terintegrsinya msyarakat lokal dan nasional.

Esensi yang terkandung dalam pembangunan masyarakat pada hakekatnya tidak sekedar membantu masyarakat dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi, namun lebih dari itu pembangunan masyarakat merupakan usaha untuk membentuk kemandirian mereka, sehingga dapat mengatasi permasalahannya sendiri. Implisit di dalamnya, manusia merupakan unsur pokok di dalam proses pembangunan. Dengan demikian, selain bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka secara ideal pembangunan masyarakat juga mempersyaratkan adanya partisipasi, kreatifitas dan inisiatif dari masyarakat. Oleh karena itu, salah satu indikator keberhasilan pembangunan masyarakat juga harus diukur dengan ada atau tidaknya partisipasi masyarakat di dalamnya. Peningkatan kapasitas masyarakat menjadi titik sentral dalam pembangunan masyarakat.

Menurut Korten (Moeljarto, 1987) konsep pembangunan masyarakat pada hakekatnya memiliki beberapa aspek sebagai berikut :

1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibuat di tingkat lokal.

2. Fokus utama adalah memperkuat kemampuan masyarakat miskin dalam mengawasi dan mengerahkan aset-aset untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan potensi daerah mereka sendiri.

3. Memiliki toleransi terhadap perbedaan dan mengakui arti penting pilihan nilai individu dan pembuatan keputusan yang telah terdistribusi.

4. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan sosial dilakukan melalui proses pembelajaran sosial (social learning), dimana individu berinteraksi satu sama lain menembus batas-batas organisatoris dan dituntun oleh kesadaran kritis individual.

(9)

5. Budaya kelembagaan ditandai dengan adanya organisasi yang mengatur diri sendiri (adanya unit-unit lokal) yang mengelola dirinya sendiri.

6. Jaringan koalisi dan komunikasi pelaku (aktor) lokal dan unit-unit lokal yang mengelola diri sendiri mencakup kelompok penerima manfaat lokal, organisasi pelayanan daerah, pemerintah daerah, bank-bank pedesaan dan lain-lain akan menjadikan basis tindakan-tindakan lokal yang diserahkan untuk memperkuat pengawasan lokal yang mempunyai dasar luas atas sumber-sumber dan kemampuan lokal untuk mengelola sumber daya mereka.

Tabel 1. Perbedaan dua tipologi model pembangunan

Konvensional (Pertumbuhan)

Alternatif (Pemberdayaan)

Masyarakat tidak maju, karena pengetahuan rendah atau bodoh, terbelakang

ASUMSI

Masyarakat tidak maju bukan karena mereka bodoh, tetapi karena tekanan, penindasan atau paksaan struktural

Topdown, sentralistik,

menciptakan homogenitas, monologis

PERENCANAAN

Botton-up, parsial, otonomi,

akomodatif terhadap semua kepentingan, dialogis Pertumbuhan ekonomi secepatnya,

rakyat mengikuti pemerintah melalui mobilisasi, pada umumnya dilakukan dengan paksaan

ORIENTASI

Pertumbuhan ekonomi tidak terabaikan, tetapi masyarakat diberi kebebasan berinisiatif, partisipatif

Birokrasi dilayani masyarakat

melalui birokrat PELAYANAN

Birokrasi melayani kebutuhan masyarakat, kontrol dilakukan oleh masyarakat

Terbentuk manusia teknis, pasif, tidak kritis, ketergantungan dan menyimpan konflik laten

IMPLIKASI SOSIAL

Masyarakat kritis dan penuh inisiatif

(10)

Pandangan Pembangunan Masyarakat

Konsep pembangunan masyarakat diakui merupakan gabungan dari bentuk dan orientasi. Cara dari masing-masing yang dilakukan berpengaruh kepada filosofi dan implementasi/pelaksanaan dari program tindakan untuk perbaikan masyarakat. Oleh karenanya pembangunan masyarakat dilakukan dan dipahami dalam banyak cara.

Pembangunan masyarakat dikonseptualisasi sebagai proses, metode, program dan gerakan.

a. Sebagai suatu proses

Pembangunan masyarakat sebagai suatu proses bergerak dengan tingkatan-tingkatan, dari satu kondisi atau tingkatan ke kondisi/tingkatan berikutnya.

b. Sebagai suatu metode (proses dan tujuan)

Pembangunan masyarakat adalah alat (means) untuk mencapai tujuan; cara bekerja sehingga tujuan dapat dicapai.

c. Sebagai suatu program (metode dan muatan)

Metode dinyatakan sebagai seperangkat prosedur dan muatan dari aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan dengan menggunakan prosedur diharapkan akivitas-aktivitas dapat dilaksanakan dengan baik.

d. Sebagai suatu gerakan (program dan dinamika emosional)

Pembangunan masyarakat adalah suatu upaya keras, dimana membentuk suatu komitmen, membawa pesan tanggung jawab emosional yang berjuang atau melawannya.

(11)

PERSPEKTIF DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN MASYARAKAT

Secara teoritis, Pembangunan Masyarakat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pekerjaan sosial yang dikembangkan dari dua perspektif yang berlawanan, yakni aliran kiri (Sosialis-Marxis) dan aliran kanan (Kapitalis-Demokratis) dalam spektrum politik. Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya sistem ekonomi pasar bebas dan swastanisasi kesejahteraan sosial. Pembangunan Masyarakat semakin menekankan pentingnya swadaya dan keterlibatan informal dalam mendukung strategi penanganan kemiskinan dan penindasan, maupun dalam memfasilitasi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

Twelvetrees (1991) membagi perspektif teoritis menjadi Pembangunan Masyarakat ke dalam dua bingkai, yaitu pendekatan profesional dan pendekatan radikal.

Tabel 2. Dua Perspektif Pembangunan Masyarakat

Pendekatan Perspektif Tujuan/Asumsi

Profesional (Tradisional, netral, teknikal) - Perawatan masyarakat - Pengorganisasian masyarakat - Pembangunan masyarakat

- Meningkatkan inisiatif dan kemandirian masyarakat

- Memperbaiki pemberian pelayanan sosial dalam kerangka relasi sosial yang ada Radikal (Transformasional) - Aksi masyarakat berdasarkan kelas - Aksi masyarakat berdasarkan gender - Aksi masyarakat berdasarkan ras

- Meningkatkan kesadaran dan inisiatif masyarakat

- Memberdayakan masyarakat guna mencari akar penyebab ketertindasan dan diskriminasi

- Mengembangkan strategi dan membangun kerjasama dalam melakukan perubahan sosial sebagai bagian dari upaya merubah relasi sosial yang menindas, diskriminatif, dan eksploitatif

(12)

Dua pendekatan tersebut dapat dipecah lagi ke dalam beberapa perspektif sesuai dengan beragam jenis dan tingkat praktek pembangunan masyarakat, yang meliputi perawatan masyarakat, pengorganisasian masyarakat dan pembangunan masyarakat pada gugus profesional dan aksi masyarakat berdasarkan kelas sosial, aksi masyarakat berdasarkan gender dan aksi masyarakat berdasarkan ras (warna kulit) pada gugus radikal.

Prinsip-Prinsip Pembangunan Masyarakat

Jum Ife (1995) mengungkapkan 22 prinsip pembangunan masyarakat, yaitu: 1. Pembangunan terpadu dan seimbang

2. Konfrontasi terhadap ketimpangan struktural 3. Menjunjung tinggi hak asasi manusia

4. Keberlanjutan 5. Pemberdayaan

6. Pembangunan personal dan politik 7. Pemilikan komunitas

8. Kemandirian

9. Independen dari negara

10. Tujuan dekat (antara) dan visi akhir jangka panjang 11. Pembangunan organis

12. Tahapan pembangunan 13. Bebas dari tekanan luar 14. Pembangunan komunitas 15. Proses dan hasil

16. Integritas proses 17. Anti kekerasan 18. Inklusif 19. Konsensus 20. Kooperasi 21. Partisipasi 22. Mendefiniskan kebutuhan

(13)

Tabel 3. Model-Model Pembangunan Masyarakat PARAMETER PEMBANGUNAN MASYARAKAT LOKAL PERENCANAAN

SOSIAL AKSI SOSIAL

Orientasi tujuan Kemandirian, integrasi dan kemampuan masyarakat (tujuan proses) Pemecahan masalah sosial yang ada di masyarakat (tujuan tugas/hasil)

Perubahan struktur kekuasaan, lembaga dan sumber (tujuan, proses dan tugas) Asumsi mengenai struktur masyarakat dan kondisi masalah Keseimbangan, kurang kemampuan dalam relasi dan pemecahan masalah

Masalah sosial nyata; kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja Keridakadilan, kesengsaraan, ketidakmerataan, ketidaksetaraan Asumsi mengenai kepentingan masyarakat Kepentingan umum atau perbedaan-perbedaan yang dapat diselaraskan

Kepentingan yang dapat diseleraskan atau konflik kepentingan

Konflik kepentingan yang tidak dapat diselaraskan; ketiadaan sumber

Konsepsi mengenai

kepentingan umum Rationalist-unity Idealist-unity Realist-individualist

Orientasi terhadap struktur kekuasaan Struktur kekuasaan sebagai kolaborator, perwakilan Struktur kekuasaan sebagai pekerja dan sponsor

Struktur kekuasaan sebagai sasaran aksi, dominasi elit kekuasaan harus

dihilangkan

Sistem klien atau sistem perubahan

Masyarakat secara keseluruhan

Seluruh atau kelompok masyarakat, termasuk masyarakat fungsional

Sebagian atau sekelompok anggota masyarakat tertentu Konsepsi mengenai klien atau penerima pelayanan Warga masyarakat

atau negara Konsumen Korban

Peranan masyarakat Partisipan dalam proses pemecahan masalah Konsumen atau

penerima pelayanan Pelaku, elemen, anggota

Peranan pekerja sosial Pemungkin, Koordinator, Pembimbing Peneliti, analis, fasilitator, pelaksanaan program

Aktivis advokasi: agitator, broker, negotiator

Media perubahan Mobilisasi

kelompok-kelompok kecil

Mobilisasi organisasi formal

Mobilisasi organisasi masa dan politik

Strategi perubahan

Pelibatan masyarakat dalam pemecahan masalah

Penentuan masalah dan keputusan melalui tindakan rasional para ahli Katalisasi dan pengorganisasian masyarakat untuk mengubah struktur kekuasaan Teknik perubahan Konsensus dan diskusi kelompok, partisipasi, brain storming, role playing, bimbingan dan penyuluhan Advokasi, andragogy, perumusan kebijakan, perencanaan program

Konflik atau unjuk rasa , konfrontasi atau tindakan langsung, mobilisasi massa, analisis kekuasaan, mediasi, agitasi, negosiasi, pembelaan

(14)

COMMUNITY DEVELOPMENT PROGRAM 1. Perencanaan dan Evaluasi

Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat seringkali melibatkan perencanaan, pengkoordinasian dan pengembangan sebagai pembuatan program atau proyek kemasyarakatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial

(social well-being) masyarakat. Membangun masyarakat dan memberdayakan rakyat

dapat dilakukan melalui penetapan sebuah program atau proyek pembangunan yang perumusannya dilakukan melalui perencanaan program.

Hakekat Perencanaan

“If we fail to plan, we plan to fail”, jika kita gagal merencanakan, kita merencanakan gagal. Perencanaan merupakan proses yang penting dan menentukan keberhasilan suatu tindakan. Perencanaan pada hakekatnya merupakan usaha secara sadar terorganisir dan terus-menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan juga dapat diartikan sebagai kegiatan ilmiah yang melibatkan pengolahan fakta dan situasi sebagaimana adanya yang ditujukan untuk mencari jalan keluar memecahkan masalah.

Model Perencanaan

Prinsip-prinsip dalam perencanaan program sangat tergantung pada asumsi dan tujuan perencanaan itu sendiri. Asumsi dan tujuan tersebut tidak ada yang seragam, melainkan tergantung pada model perencanaan yang terpilih. Sedikitnya ada empat model perencanaan yang memuat prinsip-prinsip perencanaan secara tersendiri, yaitu:

1. Model Rasional Komprehensif

Model perencanaan ini merupakan model yang paling terkenal luas diterima oleh pengambil keputusan. Prinsip utama model ini adalah bahwa perencanaan merupakan suatu proses yang teratur dan logis sejak dari diagnosis masalah sampai pada pelaksanaan kegiatan atau penerapan program. Model ini sangat menekankan pada aspek teknis metodologis yang didasarkan atas fakta-fakta, teori-teori, dan nilai-nilai tertentu yang relevan. Dalam model ini masalah yang ditemukan harus didiagnosis, ditentukan pemecahannya melalui perancangan program yang komprehensif, kemudaian diuji efektivitasnya sehingga diperoleh cara pemecahan masalah dan pencapaian tujuan yang paling baik.

(15)

a. Program yang diusulkan oleh pengambil keputusan seringkali tidak mampu merespon masalah yang spesifik dan kongkrit karena masalah dan alternatif yang diusulkan sangat komprehensif dan multisektoral.

b. Teori rasional komprehensif seringkali tidak realistis karena informasi mengenai masalah yang dikaji dan alternatif yang diajukan sering menghadapi hambatan misalnya dalam hal waktui dan biaya.

c. Para pembuat keputusan biasanya berhadapan dengan situasi konflik antar berbagai kelompok kepentingan.

2. Model Inkremental

Prinsipnya perubahan-perubahan yang diharapkan dari sebuah perencanaan tidak bersifat radikal, melainkan hanya perubahan-parubahan kecil atau penambahan pada aspek-aspek program yang sudah ada. Model ini menyarankan bahwa perencanaan tidak perlu menentukan tujuan-tujuan dan kemudian menetapkan kebijakan-kebijakan untuk mencapainya. Yang diperlukan adalah menetukan pilihan terhadap kebijakan-kebijakan berbeda secara marginal saja.

3. Model Pengamatan Terpadu

Model ini adalah jalan tengah antara model pertama dan kedua yang memadukan unsur-unsur yang terdapat pada kedua pendekatan di atas yakni mengenai keputusan fundamental dan inkremental. Keputusan fundamental dilakukan dengan menjajagi alternatif-alternatif utama yang terhubung dengan tujuan, namun hal-hal detail dan spesifik diabaikan. Sementara itu, keputusan-keputusan yang bersifat tambahan atau inkremental dibuat dalam konteks yang ditentukan oleh keputusan-keputusan fundamental.

4. Model Transaksi

Prinsip utama model ini adalah bahwa perencanaan melibatkan proses interaksi dan komunikasi antara perencana dan penerima layanan. Model ini meyarankan bahwa perencanaan harus dapat menutup jurang komunikasi antara perencana dan penerima pelayanan.

(16)

Proses Perencanaan Program

Secara garis besar proses perencanaan dapat dirumuskan menjadi lima tahapan seperti berikut:

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan asesmen kebutuhan (need

assessment). Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekurangan yang mendorong

masyarakat untuk mengatasinya. Asesmen kebutuhan dapat didefinisikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan dalam kondisi yang ingin direalisasikan. Ada lima jenis kebutuhan, yaitu:

a. Kebutuhan absolut (absolute need), adalah kebutuhan minimal atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia untuk bisa mempertahankan kehidupannya (survive).

b. Kebutuhan normatif (normative need), adalah kebutuhan yang didefinisikan oleh ahli atau tenaga profesional yang didasarkan pada standar tertentu.

c. Kebutuhan yang dirasakan (felt need), adalah kebutuhan yang dianggap atau dirasakan orang sebagai kebutuhannya. Kebutuhan ini merupakan petunjuk akan kebutuhan yang nyata (real need) namun berbeda pada setiap individu tergantung pada persepsi mereka terhadap kebutuhan itu sendiri.

d. Kebutuhan yang dinyatakan (stated need), adalah kebutuhan yang dirasakan yang diubah menjadi kebutuhan berdasarkan jumlah permintaaan. Besarnya kebutuhan ini tergantung pada seberapa orang yang memerlukan pelayanan sosial.

e. Kebutuhan komparatif (comparative need), adalah kesenjangan antara tingkat pelayanan yang ada di wilayah-wilayah berbeda untuk kelompok orang yang memiliki karakteristik sama.

2. Penentuan Tujuan

Tujuan dapat didefinisikan sebagai kondisi masa depan yang ingin dicapai. Maksud utama dari penentuan tujuan adalah untuk membimbing program ke arah pemecahan masalah. Ada dua tingkat atau jenis tujuan yaitu tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objective). Tujuan umum dirimuskan secara luas sehingga pencapaiannya tidak dapat diukur. Sedangkan tujuan khusus merupakan pernyataan spesifik dan terukur mengenai jumlah yang menunjukkan kemajuann ke arah pencapaian tujuan umum.

(17)

Rumusan tujuan khusus yang baik memiliki ciri, yaitu:

a. Berorientasi pada keluaran (output) bukan pada proses atau masukan (input). b. Dinyatakan dalam istilah terukur.

c. Tidak hanya menunjukkan arah perubahan tetapi juga tingkat perubahan yang diharapkan.

d. Menunjukkan jumlah populasi secara terbatas. e. Menunjukkan pembatasan waktu.

f. Realistis dalam arti dapat dicapai dan menunjukkan usaha untuk mencapainya. g. Relevan dengan kebutuhan dan tujuan umum.

Ciri-ciri tersebut dirumuskan dalam akronim SMART (Specific, Measurable,

Achievable, Realistic, Time-Bound).

3. Penyusunan dan Pengembangan Rencana Program

Pada proses perencanaan harus disusun pola rencana intervensi yang komprehensif menyangkut tujuan khusus, strategi, tugas-tugas, dan prosedur untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah. Program dirumuskan sebagai suatu perangkat kegiatan yangs saling tergantung dan diarahkan pada pencapaian satu atau beberapa tujuan khusus. Ada beberapa yang perlu dipertimbangkan dalam proses perumusan program, yaitu :

a. Identifikasi program alternatif

Penyusunan program merupakan tahapan yang membutuhkan kreativitas sehingga perlu diidentifikasi program alternatif sebelum mengambil keputusan.

b. Penentuan hasil program

Setiap program alternatif perlu disusun mengenai hasil yang akan diperoleh. Hasil tersebut diharapkan merujuk pada keluaran atau output yang terukur.

c. Penentuan biaya

Informasi tentang biaya mencakup keseluruhan biaya program maupun biaya per hasil.

d. Kriteria pemilihan program

Pilihan terhadap program alternatif didasarkan alasan yang rasional dan bersandar pada kriteria tertentu. Kriteria tersebut biasanya menyangkut pada tingkat kepentingan, efisiensi, efektivitas, feasibility, keadilan, dan hasil-hasil tertentu. 4. Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program intinya menunjuk perubahan proses perencanaan pada tingkat abstraksi yang lebih rendah. Ada dua prosedur dalam implementasi

(18)

program, yaitu:

a. Merinci prosedur operasional untuk melaksanakan program. b. Merinci prosedur agar kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana. 5. Evaluasi Program

Dalam tahap evaluasi program, proses analisis akan kembali pada seluruh proses perencanaan untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Evaluasi menjadikan perencanaan sebagai suatu proses yang berkesinambungan.

2. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan Evaluasi (MONEV) merupakan dua istilah yang senantiasa

dipadukan dan bahkan pengertian keduanya sering dipertukarkan. Banyak ahli yang tidak melihat monev sebagai dua kegiatan yang terpisah satu-sama lain. Akan tetapi, kita dapat membedakan pengertian monitoring dan evaluasi.

a. Monitoring

Definisinya adalah pemantauan secara terus-menerus pada proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Monitoring adalah proses pengumpulan informasi mengenai yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi atau penerapan program. Tujuan

monitoring adalah :

1. Mengetahui bagaiman input sumber-sumber rencana digunakan. 2. Bagaimana kegiatan implementasi dilaksanakan.

3. Apakah rentang waktu implementasi terpenuhi secara tepat atau tidak.

4. Apakah setiap aspek dalam perencanaan dan implementasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

(19)

Monitoring pada dasarnya merupakan pemantauan suatu kegiatan proyek atau

program sosial yang dilaksanakan pada saat kegiatan tersebut sedang berlangsung.

b. Evaluasi

Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan dan/atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Secara umum ada dua tipe evaluasi, yaitu:

1. On-going evaluation (evaluasi terus menerus), evaluasi yang dilaksanakan pada interval periode tertentu selama proses implementasi.

2. Ex-post evaluation (evaluasi akhir) evaluasi yang dilaksanakan setelah implementasi suatu program atau rencana.

Evaluasi lebih difokuskan pada pengidentifikasi kualitas program yang bertujuan : 1. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan.

2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran.

3. Mengukur dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di luar rencana.

Hal paling mendasar dari proses monev adalah mengetahui terlebih dahulu kegiatan atau objek apa saja yang dijadikan bahan atau sasaran monev. Menurut Owen dan Rogers (1999) ada 5 objek sasaran yang dapat dijadikan bahan MONEV, yaitu : 1. Program

Program adalah seperangkat aktivitas atau kegiatan yang ditujukan untuk mencapai suatu perubahan tertentu terhadap kelompok sasaran tertentu.

2. Kebijakan

Kebijakan adalah ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara konsisten dan terencana dalam mencapai tujuan tertentu. 3. Organisasi

Organisasi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4. Produk

Produk adalah keluaran atau output yang diharapkan dari suatu proses kegiatan tertentu.

5. Individu

Individu yang dimaksud adalah manusia yang berada di dalam suatu organisasi. Monev terhadap individu umumnya difokuskan pada kemampuan atau performa yang dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas tertentuPrinsip monitoring yang berkaitan

(20)

dengan program sosial adalah untuk meningkatkan kualitas pembuatan keputusan. Dalam konteks ini maka monev dapat diartikan sebagai proses penilaian terhadap pentingnya suatu pelayanan sosial. Hal ini dilakukan dengan membandingkan antara bukti (evidence) terhadap kriteria (criteria) yang telah ditetapkan.

Prinsip-prinsip Evaluasi:

1. Evaluasi harus merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari kegiatan perencanaan program.

2. Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan, yaitu: a. Obyektif

b. Menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan

c. Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat dan teliti d. Menggunakan alat ukur yang tepat dan dapat dipercaya

3. Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda.

4. Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk:

a. Data kuantitatif, agar jelas dapat diketahui tingkat pencapaian tujuannya dan tingkat penyimpangan pelaksanaannya.

b. Uraian kualitatif, agar dapat diketahui faktor penentu keberhasilan, penyebab kegagalan, dan faktor penghambat dan penunjang keberhasilan tujuan program yang direncanakan.

5. Evaluasi harus efektif dan efisien:

a. Evaluasi harus menghasilkan temuan-temuan yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitas dalam rangka tercapainya tujuan program.

b. Evaluasi harus mempertimbangkan ketersediaan sumber daya sehingga tidak terjebak pada kegiatan-kegiatan yang terlalu rinci namun tidak banyak manfaatnya dalam pencapaian tujuan.

Kualifikasi Evaluasi yang Baik:

1. Memiliki tujuan yang jelas dan spesifik 2. Menggunakan instrument yang tepat dan teliti

3. Memberikan gambaran yang jelas tentang perubahan perilaku sasarannya 4. Evaluasi harus praktis

(21)

Indikator Evaluasi

Secara umum, indikator dapat didefinisikan sebagai suatu alat ukur untuk menunjukkan atau menggambarkan suatu keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian. Indikator evaluasi dapat menyangkut suatu fenomena sosial, ekonomi, penelitian, proses suatu usaha peningkatan kualitas. Indikator dapat berbentuk ukuran, angka, atribut, atau pendapat yang menunjukkan suatu keadaan. Indikator dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :

a. Indikator kinerja, mengindikasikan keadaan masukan dan proses sosial yang dilakukan lembaga dan aktor-aktor yang terkait.

b. Indikator keluaran, menunjukkan hasil langsung (output) maupun tidak langsung atau dampak (outcome) dari suatu kegiatan.

(22)

PEMBERDAYAAN Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, empowerment (pemberdayaan) berasal dari kata power. Power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu namun juga mempunyai kuasa. Kekuasaan sering dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat orang lain melakukan segala sesuatu yang diinginkan oleh pemilik kekuasaan tersebut. Kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Terjadinya proses pembedayaan sangat tergantung pada dua hal, yakni: 1) kekuasaan dapat berubah, dan 2) kekuasaan dapat diperluas.

Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Pemberdayaan juga menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui perubahan struktur sosial. Dalam pemberdayaan, rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya. Pemberdayaan memiliki makna sebuah proses orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengkontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok lemah dan rentan untuk:

1. Memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan.

2. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka.

Berdasarkan makna pemberdayaan tersebut, dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan selain sebuah proses juga merupakan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau

(23)

mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial.

Indikator Pemberdayaan

Indikator pemberdayaan merupakan hal yang perlu dipahami untuk mengetahui seseorang berdaya atau tidak. Dengan memahami indikator-indikator tersebut, maka segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan yang disebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan. Indikator-indikator tersebut adalah:

1. Kebebasan mobilitas, yaitu kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya. Tingkat mobilitas dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

2. Kemampuan membeli komoditas kecil, yaitu kemampuan individu membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan dirinya. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya, terlebih jika dapat membeli barang-barang tersebut dengan uang sendiri.

3. Kemampuan membeli komoditas besar, yakni kemampuan individu membeli barang-barang sekunder atau tersier. Point tinggi diberikan kepada individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa ijin pasangannya, terlebih jika dapat membeli barang-barang tersebut dengan uang sendiri.

4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, yakni mampu membuat keputusan sendiri maupun bersama suami/isteri mengenai keputusan-keputusan keluarga.

5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga, yakni responden ditanya mengenai ada tidaknya seseorang (suami/isteri/anak/mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya, yang melarang punya anak, atau melarang bekerja di luar rumah.

6. Kesadaran hukum dan politik yakni mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa, seorang anggota DPRD setempat, nama presiden, pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

(24)

7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes, yakni seorang dianggap berdaya jika pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes.

8. Jaminan ekonomi dan kontribusi pada keluarga, yakni memiliki rumah, tanah, aset produktif, tabungan. Point tinggi diberikan jika memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat juga dapat dilihat dari keberdayaan yang menyangkut kemampuan ekonomi, mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan dimensi kekuasaan yakni (1) kekuasaan di dalam (power within), (2) kekuasaan untuk (power to), (3) kekuasaan atas (power over), dan (4) kekuasaan dengan (power with) seperti terlihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Indikator keberdayaan

Jenis Hubungan Kekuasaan Kemampuan Ekonomi Kemampuan Mengakses Manfaat Kesejahteraan Kemampuan Kulturan dan Politis

Kekuasaan di dalam: Meningkatnya kesadaran dan keinginan untuk berubah - Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya. - Keingnan memiliki kesempatan ekonomi yang setara. - Keinginan memiliki kesamaan hak

terhadap sumber yang ada pada rumah tangga dan masyarakat.

- Kepercayaan diri dan kebahagiaan. - Keinginan memiliki kesejahteraan yang setara. - Keinginan membuat keputusan mengenai diri dan orang lain. - Keinginan untuk mengontrol jumlah anak. - Assertiveness dan otonomi. - Keinginan untuk menghadapi subordinasi jender termasuk tradisi. budaya, diskriminasi hukum dan pengucilan politik.

- Keinginan terlibat dalam proses-proses budaya, hukum dan politik. Kekusaan untuk: - Meningkatnya kemampuan individu untuk berubah. - Meningkatnya kesempatan untuk memperoleh akses. - Akses terhadap pelayanan keuangan mikro. - Akses terhadap pendapatan.

- Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumah tangga. - Akses terhadap pasar. - Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. - Ketrampilan, termasuk kemelekan huruf. - Status kesehatan dan

gizi.

- Kesadaran mengenal dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi. - Ketersediaan pelayanan kesejahteraan publik. -

(25)

Kekusaan atas: - Perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro. - Kekuasaan atau tindakan individu untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut. - Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya. - Kontrol atas pendapatan aktivitas produktif keluarga yang lainnya. - Kontrol atas aset

produktif dan kepemilikan keluarga.

- Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga. - Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar.

- Kontrol atas ukuran konsumsi leluarga dan aspek bernilai lainnya dari pembuatan keputusan keluarga termasuk keputusan keluarga berencana. - Aksi individu untuk mempertahankan diri dari kekerasan keluarga dan masyarakat.

- Aksi individu dalam menghadapi dan mengubah persepsi budaya kapasitas dan hak wanita pada tingkat keluarga dan masyarakat.

- Ketertiban individu dan pengambilan peran dalam proses budaya, hukum dan politik.

Kekusaan dengan:

Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumah tangga, masyarakat dan makro. - Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern. - Mampu memberi

gaji terhadap orang lain. - Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi jender pada konteks ekonomi makro. - Penghargaan tinggi terhadap dan peningkatan pengeluaran untuk anggota keluarga. - Tindakan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan publik. - Peningkatan jaringan untuk memperolah dukungan pada saat krisis.

- Tindakan bersama untuk membela orang lain menghadapi perlakuan salah dalam keluarga dan masyarakat.

- Partisipasi dalam gerakan-gerakan menghadapi subordinasi jender yang bersifat kultural, politis, hukm pada tingkat masyarakat dan makro.

(26)

Indikator pemberdayaan dapat pula dilihat berdasarkan dimensi individu, kelompok/organisasi, dan sistem. Secara detail indikator tersebut terlihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Dimensi dan indikator pemberdayaan

Dimensi Indikator

Individu

Pengembangan potensi dan ketrampilan

- Kepemilikan aset/modal - Kekuatan fisik

- Tidak terisolasi

- Penguasaan ketrampilan - Keberfunsian lembaga usaha

Kelompok/Organisasi

Partisipasi dalam pembangunan

- Perencanaan dan pengambilan keputusan - Pelaksanaan dan pengawasan keputusan

bersama

- Pemanfaatan hasil-hasil pembangunan

Sistem

Kemandirian masyarakat

- Pengurangan ketergantungan pada bantuan luar

Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah sebuah ”proses menjadi”, bukan sebuah ”proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan. Tahapan pertama adalah penyadaran yakni sasaran yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran, bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai ”sesuatu”. Tahap berikutnya adalah pengkapasitasan yang biasa disebut capacity building atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan (enabling). Tahap yang terakhir adalah pembeian daya itu sendiri atau empowerment yakni sasaran diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang yang sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.

Proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif, walaupun dalam beberapa situasi dapat saja dilakukan secara individual. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowering setting) yakni:

1. Aras mikro, yaitu pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utama adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya (task

centered approach).

2. Aras mezzo, yakni pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien melalui kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan serta dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran pengetahuan, ketrampilan, dan sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

(27)

3. Aras makro, yakni sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, dan manajemen konflik adalah strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang sistem klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan, yaitu:

1. Pemungkinan, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal.

2. Penguatan, yaitu memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhannya.

3. Perlindungan, yaitu melindungi masyarakat, terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang antara yang kuat dan lemah, dan mencegah adanya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah.

4. Penyokongan, yaitu memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.

5. Pemeliharaan, yaitu memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan melalui pendampingan sosial mencakup lima kegiatan penting, yakni: 1. Motivasi

Keluarga miskin dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial, dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Rumahtangga miskin perlu didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan penting untuk mengorganisir dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan mereka sendiri.

2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan

Hal ini dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi. Ketrampilan vokasional bisa dikembangkan melalui cara partisipatif sehingga dapat

(28)

membantu masyarakat untuk menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.

3. Manajemen diri

Kelompok harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri.

4. Mobilisasi sumber

Merupakan metode untuk menghimpun sumber-sumber individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial.

5. Pembangunan dan pengembangan jaringan.

Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial di sekitarnya.

(29)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

 Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

 Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan".

Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting, yaitu:

1. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial, kaum miskin sedunia yang harus diberi prioritas utama.

2. Gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation

Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources

(IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980.

Syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan :

1. Menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang secara ekologis, benar.

2. Pemanfaatan sumberdaya terbarukan (renewable resources) tidak boleh melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumberdaya tak terbarukan (non-renewable resources).

3. Pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi pencemaran.

4. Perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung lingkungan (carrying capacity).

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam

(30)

sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersedian menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.

Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.

Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam, namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan Pada laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.

Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.

(31)

Lingkup Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama Dokumen-dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.

Skema pembangunan berkelanjutanpada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Divisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan mendaftar beberapa lingkup berikut ini sebagai bagian dari Pembangunan Berkelanjutan :

Pertanian, Atmosfir, Keanekaragaman Hayati, Biotekhnologi, Pengembangan Kapasitas, Perubahan Iklim, Pola Konsumsi dan Produksi, Demografi, Penggurunan dan Kekeringan, Pengurangan dan Manajemen Bencana, Pendidikan dan Kesadaran Energi, Keuangan, Hutan, Air Segar, Kesehatan, Tempat tinggal, Indikator Industri, Informasi bagi Pembuatan keputusan dan Partisipasi, Pembuatan Keputusan yang terintegrasi, Hukum Internasional, Kerjasama Internasional memberdayakan lingkungan, Pengaturan Institusional, Manajemen lahan, Kelompok Besar Gunung, Strategi Pembangunan Berkelanjutan Nasional, samudera dan laut, Kemiskinan, Sanitasi, Pengeta-huan Alam, Pulau kecil, Wisata Berkelanjutan, Tekhnologi, Bahan Kimia Beracun, Perdagangan dan Lingkungan, Transport, Limbah (Beracun), Limbah (Radio-aktif), Limbah (Padat)

(32)

Aspek-aspek Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) berawal dari keprihatinan kaum environmentalist terhadap konsekuensi jangka panjang dari tekanan-tekanan terhadap daya dukung alami. Pandangan tersebut diperkuat oleh Club of Rome (1972) yang mengestimasi performa pembangunan ekonomi tetap berada pada titik puncak akan berimplikasi pada penurunan penyediaan sumber daya alam (SDA) pada masa yang akan datang. Secara substantive pandangan ini tegolong sebagai pandangan yang pesimistis dan ecosentris (Court, 1990) karena lebih menekankan pada efek pembangunan bumi sebagai

world system dan memperhatikan keberlanjutan dan kelangsungan world system dalam

interaksi antara manusia dan lingkungan pada proses pembangunan.

Konsep pembangunan berkelanjutan secara remi di publiksikan th 1987 oleh World

Commission on Environment and Development (WCED) dalam dokumen yang berjudul Our Common Future atau Brundtland Report. Pada laporan tersebut dijelaskan bahwa

pembangunan berkelanjutan adalan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Court (1990) berpendapat bahwa pandangan ini cukup kotroversial karena berbeda dengan studi sebelumnya. Kemiskinan yang banyak terjadi di negara dunia ketiga adalah penyebab dari kerusa-kanlingkungan dan pengentasan kemiskinan merupakan jalan untuk menuju keberlanjutan. Pendapat ini lebih optimistik dan antroposentris menuju keberlanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan selanjutnya menjadi dasar bagi mun-culnya pradigma dan teori pembangunan. Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan diwujudkan dalam 3 aspek, yaitu (1) social security, (2) ecology dan economy yang saling berinteraksi. (Sharp (2001) mengemukakan ada 3 dimensi kunci dalam pembangunan berkelanjutan yaitu (1) aspek ekonomi (pertumbuhan dalam arti kualitas dan kuantitas), (2) sosial (institusi yang berungsi baik, stabilitas sosial, keadilan) dan (3) lingkungan (stabilits lingkungan bio-fisik,lingkungan yang sehat yang saling berinteraksi satu sama lain yang biasa disebut segitiga keberlanjutan (triangle of sustainable).

(33)

1. Resiko kesehatan, dampak pada kehidupan dan kondisi pekerjaan 2. Tekanan terhadap lingkungan,

kesadaran lingkungan, partisipasi 3. Kualits dan kuantitas angkatan

kerja, konsumsi 4. Distribusi pendapatan,

kesempatan kerja

5. Fungsi produktif dari lingkungan 6. Tekanan terhadap sumberdaya,

investasi dalam perlindungan lingkungan.

Gambar 1. Interaksi sosial, ekonomi dan lingkungan (Sharp, 2001).

Pembangunan dikatakan tidak berkelanjutan bila rekonsiliasi dari ke 3 aspek (sosial, ekonomi dan lingkungan) tidak diimbangi dengan proses penyelamatan jangka panjang, misalnya: ekonomi dan kondisi kehidupan sosial harua didukung dengan proses penyelamatan lingkungan jangka panjang sebagai dasar kehidupan. Keberlanjutan kehidupan sosial ekonomi seharusnya memperhatikan 3 kriteria apek dasar yang bisa disebut model pengelolaan berkelanjutan (management rules of sustainable), yaitu: (1) Eksploitasi sumberdaya alam yang dapat diperbaruhi (misal hutan, cadangan ikan) seharusnya tidak dilakukan dalam jangka panjang dan terus menerus, sehingga melampaui kemampuannya untuk beregenerasi, dan mengakibatkan SDA tersebut musnah bagi generasi mendatang (2) Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaruhi (misal BBM, lahan pertanian dll) seharusnya tidak dilakukan dalam jangka panjang dan terus menerus, sehingga melampaui kemampuan penggantian funsinya (misal kemungkinan penggantian BBM dengan energi matahari) (3) Penggunaan sumber energi tidak dilakukan dalam jangka panjang sehingga melampaui daya dukung lingkungan untuk menerimanya (misal akumulasi dari greenhouse

(34)

Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelajutan

Houghton dan Hunter (1994) mengemukakan tiga prinsip dasar pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) Prinsip kesamaan lintas generasi, (2) Prinsip keadilan sosial dan (3) Prinsip kebertanggungjawaban pengambil kebijakan.

Fowke dan Prasad (1996) menginterpretasikan pembangunan berkelanjutan yang tidak jauh berbeda, dimana mereka menyepakati beberapa butir prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu :

1. Intergenerational and intragenerational equity, prinsip dimana generasi sekarang

seharusnya tidak meninggalkan degradasi lingkungan bagi generasi berikutnya dan menghendaki adanya keadilan tanpa mengurangi kesempatan generasi sekaang mencapai tujuan.

2. Integration of economy and enviroment adalah prinsip yang menghargai hubungan

yang harmonis antara ekonomi dan lingkungan alam.

3. Dealing cautiously with risk uncertainity and irreversiblity adalah prisip untuk

mengadopsi pendekatan pencegahan dan antisipsi terhadap dampak potensial pembangunan. Dengan kata lain prinsip untuk sepakat tidak menggunakan ”asas praduga tidak bersalah” dalam merespon dampak pembangunan.

4. Conservation of biologycal diversity adalah prinsip yang sepakat untuk memelihara

berbagai bentuk kehidupan dan kesatuan ekologis.

5. Recognation of the global dimension adalah prinsip untuk memerima bahwa dampak

dari kebijakan nasional maupun lokal tidak dapat dibatasi secara spasial mapun temporal.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan terdapat 3 pilar keseimbangan yang dijadikan indikator keberlanjutan, yaitu: sosial budaya, ekologi dan ekonomi. Relevansi ketiga ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Dimensi sosial budaya disamping merupakan representasi dari human and social

capital juga merupakan representasi daari well being (pencapaian dari ultimate ends)

yang harus bisa dicapai oleh semua masyarakat.

2. Dimensi ekologi merupakan representasi dari natural capital dan human made capital yang harus terus dipertahankan eksistensinya tanpa menurun kualitasnya dan diefisienkan penggunaannya.

3. Dimensi ekonomi merupakan representasi dari human capital dan social capital yang harus dapat dirasakan oleh semua mayarakat.

(35)

Pendapat lain berkaitan dengan indikator pembangunan berkelanjutan di- kemukakan oleh Warren (1997) yang merumuskan kriteria ideal bagi indikator pembangunan berkelanjutan, yaitu:

1. Indikator harus merefleksikan suatu dasar atau fundamental ekonomi dalam jangka panjang dan sosial-lingkungan bagi generasi yang akan datang.

2. Mudah dipahami dan jelas: sederhana, dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat.

3. Dapat dikuantitatifkan.

4. Sensitif terhadap perubahan lokasi atau grup masyarakat. 5. Prediktif dan antisipatif.

(36)

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ...

Latar Belakang ... Tujuan dan Manfaat ...

BAB II. GAMBARAN UMUM PEMBANGUNAN PETANIAN ... BAB III. GAMBARAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN ... BAB IV. PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN ...

Permasalahan ... Pemecahan ...

BAB V. PENUTUP...

Kesimpulan ... Saran ...

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN...

Laporan dibuat oleh tiap group dengan masing-masing beranggotakan 5 mahasiswa. Laporan diketik pada kertas HVS ukuran 70 gram ukuran kuarto, dengan aturan: batas kiri dan atas 4 cm, dan batas kanan dan bawah 4 cm menggunakan font Arial 12, jarak spasi 1,5.

(37)

ASISTEN PRAKTIKUM PEMBANGUNAN MASYARAKAT 2016 Koordinator Praktikum

Adelia Ghafira Putri

13/346241/PT/06468 (0896-3816-7763)

Hendri Fatchurahman Travelia Febrin Taufik Ismail

12/334493/PT/06363 12/334289/PT/06309 12/334553/PT/06398 (0821-4144-7949) (0857-2915-5625) (0856-4162-2420)

Swastian Ganicka Maya Kurnia Kusuma Wahyu Wijayanti

11/313669/PT/06014 13/346203/PT/06438 13/346263/PT/06479 (0857-1732-2569) (0856-4349-7970) (0858-6897-8434)

Lintang Gia Purwashanti Sinta Puspita Sari Muhammad Setio Budi

13/346186/PT/06424 13/349170/PT/06549 14/368301/PT/06865 (0857-4703-2231) (0857-1028-5859) (0896-7921-3293)

(38)
(39)
(40)

Gambar

Tabel 1. Perbedaan dua tipologi model pembangunan  Konvensional
Tabel 2. Dua Perspektif Pembangunan Masyarakat
Tabel 3. Model-Model Pembangunan Masyarakat  PARAMETER  PEMBANGUNAN MASYARAKAT  LOKAL  PERENCANAAN
Tabel 4. Indikator keberdayaan Jenis Hubungan  Kekuasaan  Kemampuan Ekonomi  Kemampuan  Mengakses Manfaat  Kesejahteraan  Kemampuan  Kulturan dan Politis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay menggunakan variabel-variabel karakteristik auditor yang

Penentuan KLB bertujuan menetapkan apakah kejadian tesebut merupakan KLB atau bukan, dilakukan dengan membandingkan insiden penyakit yang telah berjalan dengan insiden penyakit dalam

Pencapaian indikator keenam , jumlah teknologi spesifik lokasi telah tercapai sebesar 100%, dari target 250 teknologi. Adapun output yang dihasilkan berupa: 55 paket

P NPM Mandiri merupakan program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

Dengan menggunakan teknik ini, diketahui bahwa dari ketiga bahasa yang dibandingkan, hubungan kekerabatan yang paling erat terdapat pada bahasa Batak dengan bahasa

Setelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis histopatologi ditegakkan secara blopsi inchi/eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium klinisnya, maka dilakukan

•Urusan mengkafankan Jenazah akan dibantu oleh waris yang berhak dengan menitik berat alemen hukum dan sensitiviti masyarakat setempat. •Sebagai menghormati khariah setempat

Dan ketika rokok tersebut telah diterima oleh PT Panamas, pihak mereka juga akan mengirim informasi berupa pemberitahuan bahwasanya rokok yang dikirim dari PT