BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Statistik Deskriftif
Penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia dan kementerian BUMN
dengan menentukan perusahaan-perusahaan Induk BUMN yang diprivatisasi di
Indonesia pada tahun 2001-2011 sebagai populasi penelitian dan prosedur
penentuan sampel dengan menggunakan purposive judgement sampling.
Dari 17 data perusahaan BUMN yang di privsatisasi pada Bursa Efek
Indonesia yang memenuhi kriteria sampel, terdapat 5 perusahaan yang tidak
memenuhi kriteria, sehingga data yang diolah dalam penelitiaan ini adalah 12
sampel perusahaan.
1. Analisis Statistik Deskriftif Perbandingan Proporsi Kepemilikan Saham Pemerintah dan Publik
Pada tabel 4.1 menunjukan perbandingan proporsi kepemilkan saham
pemerintah dan publik pada saat privatisasi dan pengaruhnya terhadap
kinerja perusahaan pada privatisasi. Berikut penjelasan analisis deskriftif:
Tabel 4.1
Analisis Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Kepemilikan_Pemerintah 12 0,5100 0,9080 0,719967 0,1172372 Kepemilikan_Publik 12 0,0920 0,4900 0,280033 0,1172372 Valid N (listwise) 12
a. Dari analisis deskriftif pada tabel 4.1 menunjukan bahwa
perusahaan dengan proporsi kepemilikan saham pemerintah nilai
terendah adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dengan nilai minimum
yaitu 51%, sedangkan perusahaan dengan tingkat proporsi
kepemilikan saham tertinggi adalah PT Kimia Farma Tbk (KAEF)
dengan proporsi kepemilikan saham pemerintah sebesar 90,8%,.
Rata-rata perusahaan BUMN di Indonesia memiliki proporsi kepemilikan
saham pemerintah 71,99%. Standar deviasi 11,72% berada di bawah
nilai rata-rata menunjukkan bahwa total proporsi kepemilikan saham
pemerintah perusahaan yang dijadikan sampel hampir sama antara
perusahaan.
b. Perusahaan dengan proporsi kepemilikan saham publik nilai terendah
adalah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dengan nilai minimum yaitu
9,2%, sedangkan perusahaan dengan tingkat proporsi kepemilikan
saham tertinggi adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dengan proporsi
kepemilikan saham publik sebesar 49%, Rata-rata perusahaan BUMN
di Indonesia memiliki proporsi kepemilikan saham publik 28%.
Standar deviasi 11,72% berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan
bahwa total proporsi kepemilikan saham publik yang dijadikan sampel
hampir sama antara perusahaan.
Dari penjelasan menujukan bahwa privatisasi merupakan
suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengalihkan
publik, yang diharapkan dapat terbentuknya prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) yang meliputi
transparasi, akuntabilitas, dan kemandirian. Masuknya investor baru
dari proses privatisasi diharapkan dapat menimbulkan suasana kerja
yang lebih produktif, denagan visi, misi dan strategi baru. Dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuann dan teknologi yang diadopsi
BUMN setelah privatisasi, perubahan suasana kerja ini diharapkan
jadi pemicu perubahan budaya kerja dan perubahan proses bisnis
internal yang lebih efesien namun semua harapan tersebut masih
tergantung pada pemerintah Indonesia yang masih memegang
mayoritas saham BUMN.
2. Analisis Statistik Deskriftif Sales, Profit, Assets, Profitabilitas, Efisiensi Operasi, Nilai penjualan rill perusahaan, Leverage Sebelum dan Setelah Privatisasi
Statistik deskriftif pada tabel 4.2 menjelaskan secara deskriftif
perkembangan kinerja BUMN sebelum dan setelah privatisasi secara
rata-rata tidak begitu menggembirakan. Sementar efisiensi penjulan, nilai
penjualan rill perusahaan dan tingkat tenaga kerja mengalami sedikit
perubahan setelah privatisasi dilihat dari hasi analisis statistik deskriftif
Tabel 4.2
Analisis Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Kinerja Keuangan Sebelum Privatisasi
N Minimum Maximum Mean Std. Devation Sales_B 12 493371,0000 31878668,0000 8424810,6666 9841230,4078 Profit_B 12 44338,0000 3585589,0000 720038,8333 987440,3350 Assets_B 12 538173 250394689,0000 35970033,3333 72081925,2336 NPM_B 12 0,0198 0,3540 0,1190 0,0991 ROA_B 12 0,0096 0,2049 0,0787 0,0761 ROE_B 12 0,0852 0,4962 0,2394 0,1118 SALEFF_B 12 294,5928 3562,4147 1553,8460 1210,5393 NIEFF_B 12 32,9744 1017,0593 161,3306 273,7276 SAL_B 12 2346,3690 135797,1497 35249,6891 45832,5035 LEV_1B 12 0,3148 0,9423 0,6885 0,2172
Kinerja Keuangan Setelah Privatisasi
N Minimum Maximum Mean Std. Devation Sales_A 12 687983,0000 22882385,0000 8652170,9166 7896238,2830 Profit_A 12 -59825,0000 5255631,000 1084392,0000 1644319,7661 Assets_A 12 810027,0000 248155827,0000 42087576,6666 72543973,8867 NPM_A 12 -0,0870 0,2745 0,1112 0,1094 ROA_A 12 -0,0739 0,1011 0,0296 0,0393 ROE_A 12 -0,1532 0,2918 0,1198 0,1093 SALEFF_A 12 28,0786 5172,7737 1721,2288 1557,4179 NIEFF_A 12 -53,2251 353,1929 120,9040 112,5316 SAL_A 12 2625,2881 169067,2024 66029,0733 62490,1491 LEV_1A 12 0,3263 0,8995 0,6428 0,2087 Valid N (listwise) 12
Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization Sumber: Data sekunder yang diolah 2013
a. Sales
1) Sales Sebelum Privatisasi
Statistik deskriftif pada tabel 4.2 menjelaskan perbandingan
kinerja perusahaan sebelum dan setelah privatisasi yang dilihat dari
sales yang dimiliki. Dari analisis deskriftif dilihat bahwa sales
dengan nilai minimum yaitu 493.371, sedangkan perusahaan dengan
sales tertinggi terjadi pada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar
31.878.668, rata-rata perusahaan BUMN di Indonesia memiliki sales
8.424.810,66. Standar deviasi 9.841.230,40 berada diatas nilai
rata-rata menunjukkan bahwa total sales perusahaan yang dijadikan sampel
penelitian memiliki perbedaan yang relatif besar.
2) Sales Setelah Privatisasi
Sales setelah privatisasi terendah terjadi pada PT Indofarma
Tbk (INAF) dengan nilai minimum yaitu 687.983, sedangkan
perusahaan dengan tingkat sales tertinggi terjadi pada PT Garuda
Indonesia Tbk (GIAA) sebesar 22.882.385, rata-rata perusahaan
BUMN di Indonesia memiliki sales 8.652.170,66. Standar deviasi
7.896.238,28 berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan bahwa total
sales perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki sampel
hampir sama antara perusahaan.
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah privatisasi
kinerja perusahaan dalam pemanfaatan sales mengalami peningkatan
yang dilihat dari nilai rata-rata sales.
b. Profit
1) Profit Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa profit
sebelum privatisasi terendah terendah terjadi pada PT Adhi Karya Tbk
dengan tingkat profit tertinggi adalah PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)
sebesar 3.585.589, rata-rata perusahaan BUMN di Indonesia memiliki
profit 720.038,83. Standar deviasi 987.440,33 berada diatas nilai
rata-rata menunjukkan bahwa jumlah profit perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian memiliki perbedaan yang relatif besar.
2) Profit Setelah Privatisasi
Profit setelah privatisasi terendah terjadi pada PT Indofarma
Tbk (INAF) dengan nilai minimum yaitu -59.825, sedangkan
perusahaan dengan tingkat profit tertinggi terjadi pada PT Bank
Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 5.255.631, rata-rata perusahaan BUMN
di Indonesia memiliki profit 1.084.392. Standar deviasi 1.644.319,76
berada diatas nilai rata-rata menunjukkan bahwa jumlah profit
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki perbedaan
yang relatif besar.
Dari analisis tersebut menunjukan bahwa setelah privatisasi
kinerja perusahaan dalam pemanfaatan profit mengalami peningkatan
yang dilihat dari nilai rata-rata profit.
a. Assets
1) Assets Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa assets
sebelum privatisasi terendah terjadi pada PT Indofarma Tbk (INAF)
dengan nilai minimum yaitu 538.173, sedangkan perusahaan dengan
sebesar 250.394.689, rata-rata perusahaan BUMN di Indonesia
memiliki assets 35.970.033,33. Standar deviasi 72.081.925,23 berada
diatas nilai rata-rata menunjukkan bahwa jumlah assets perusahaan
yang dijadikan sampel penelitian memiliki perbedaan yang relatif
besar.
2) Assets Setelah Privatisasi
Aktiva setelah privatisasi terendah terjadi pada PT Indofarma
Tbk (INAF) dengan nilai minimum yaitu 810.027 sedangkan
perusahaan dengan tingkat assets tertinggi terjadi pada PT Bank
Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 248.155.827, rata-rata perusahaan
BUMN di Indonesia memiliki assets 42.087.575,66. Standar deviasi
72.543.973,88. berada diatas nilai rata-rata menunjukkan bahwa total
assets perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki
perbedaan yang relatif besar. Dari Analisis tersebut menunjukan
bahwa setelah privatisasi kinerja perusahaan dalam pemanfaatan
assets mengalami peningkatan yang dilihat dari nilai rata-rata assets.
Kondisi ini mencerminkan bahwa privatisasi dapat
memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru kepada
BUMN, sehingga BUMN mampu memberikan sarana kepada para
karyawan untuk terus melakukan pembelajaran dan pengembangan
diri sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas, dengan
d. Net Profit Margin
1). Net Profit Margin Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa net
profit margin sebelum privatisasi terendah terjadi pada PT Adhi Karya
Tbk (ADHI) dengan nilai minimum yaitu 0,0918, sedangkan
perusahaan dengan tingkat net profit margin tertinggi terjadi pada
PT Gas Negara Tbk (PGAS) sebesar 0,354, rata-rata perusahaan
BUMN di Indonesia memiliki net profit margin 0,119014. Standar
deviasi 0,0991858 berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan bahwa
total net profit margin perusahaan yang dijadikan sampel penelitian
hampir sama antara perusahaan.
1) Net profit margin setelah privatisasi
Net profit margin terendah terjadi pada PT Indofarma Tbk
(INAF) dengan nilai minimum yaitu -0,087 sedangkan perusahaan
dengan tingkat net profit margin tertinggi terjadi pada PT Bank
Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 0,2745, rata-rata perusahaan BUMN di
Indonesia memiliki net profit margin 0,111251. Standar deviasi
0.1094676. berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan bahwa total
net profit margin perusahaan yang dijadikan sampel penelitian
hampir sama antara perusahaan.
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan penjualan yang
tersedia didalam perusahaan mengalami penurunan.
e. Return on Assets
1) Return on Assets Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa return
on assetss sebelum privatisasi terendah terjadi pada PT Bank
Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan nilai minimum yaitu 0,0096,
sedangkan perusahaan dengan tingkat return on assetss tertinggi
terjadi pada PT Indofarma Tbk (INAF) sebesar 0,2049, rata-rata
perusahaan BUMN di Indonesia memiliki return on assets 0,078791.
Standar deviasi 0,1094676 berada diatas nilai rata-rata menunjukkan
bahwa total return on assets perusahaan yang dijadikan sampel
penelitian memiliki perbedaan yang relatif besar.
2) Retrun on Assets Setelah Privatisasi
Return on assets setelah privatisasi terendah terjadi pada PT
Indofarm Tbk (INAF) dengan nilai minimum yaitu -0,0739 sedangkan
perusahaan dengan tingkat return on assets tertinggi terjadi pada PT
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 0,1011, rata-rata
perusahaan BUMN di Indonesia memiliki return on asssets 0,029616.
Standar deviasi 0,0393895. berada diatas nilai rata-rata menunjukkan
bahwa jumlah return on assets perusahaan yang dijadikan sampel
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah privatisasi
kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan
keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam
perusahaan mengalami penurunan.
f. Return on Equity
1) Return on Equity Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan return on
equity sebelum privatisasi terendah terjadi pada PT Krakatau Steel
Tbk (KRAS) dengan nilai minimum yaitu 0,0852 sedangkan
perusahaan dengan tingkat return on equity tertinggi terjadi pada PT
Gas Negara Tbk (PGAS) sebesar 0,4962, rata-rata perusahaan BUMN
di Indonesia memiliki return on equity 0,239445. Standar deviasi
0,1118185 berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan bahwa jumlah
return on equity perusahaan yang dijadikan sampel penelitian hampir
sama antara perusahaan.
2) Return on Equity Sebelum Privatisasi
Return on equity setelah privatisasi terendah terjadi pada PT
Indofarma Tbk (INAF) dengan nilai minimum yaitu -0,1532
sedangkan perusahaan dengan tingkat return on equity tertinggi
terjadi pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 0,2918,
rata-rata perusahaan BUMN di Indonesia memiliki return on equity
menunjukkan bahwa total return on equity perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian hampir sama antara perusahaan.
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah
privatisasi secara keseluruhan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan pemilik modal
atau pemegang sahan yang tersedia didalam perusahaan mengalami
penurunan.
g. Sales Effeciency
1) Sales Effeciency Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa
efisiensi penjualan (sales effeciency) sebelum privatisasi terendah
terjadi pada PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dengan nilai minimum
yaitu 294,5928 sedangkan perusahaan dengan tingkat efisiensi
penjualan (sales effeciency tertinggi terjadi pada PT Wijaya Karya
Tbk (WIKA) sebesar 3562,4147, rata-rata perusahaan BUMN di
Indonesia memiliki efisiensi penjualan (sales effeciency) 1553,846.
Standar deviasi 1210,5393 berada di bawah nilai rata-rata
menunjukkan bahwa total efisiensi penjualan (sales effeciency)
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian hampir sama antara
perusahaan.
2) Sales Effeciency Setelah Privatisasi
Efisiensi penjualan (sales effeciency) setelah privatisasi terendah
yaitu 28,0786 sedangkan perusahaan dengan tingkat efisiensi
penjualan (sales effeciency) tertinggi terjadi pada PT Wijaya Karya
Tbk (WIKA) sebesar 5172,7737, rata-rata perusahaan BUMN di
Indonesia memiliki efisiensi penjualan (sales effeciency) 1721,2288.
Standar deviasi 1557,418 di bawah nilai rata-rata menunjukkan bahwa
total efisiensi penjualan (sales effeciency) perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian hampir sama antara perusahaan.
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah privatisasi
kinerja perusahaan dalam pemanfaatan penjualan atau pendapatan jasa
yang dilihat dari total tenaga kerja perusahaan mengalami
peningkatan.
h. Net Income Effeciency
1) Net Income Effeciency Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa
efisiensi laba bersih (net income effeciency) sebelum privatisasi
terendah terjadi pada PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dengan nilai
minimum yaitu 32,9744, sedangkan perusahaan dengan tingkat
efisiensi laba bersih (net income effeciency) tertinggi terjadi pada PT
Gas Negara Tbk (PGAS) sebesar 1017,0593, rata-rata perusahaan
BUMN di Indonesia memiliki efisiensi laba bersih (net income
effeciency 161,33062. Standar deviasi 273,72763 berada diatas nilai
effeciency) perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki
perbedaan yang relatif besar.
2) Net Income Effeciency Sebelum Privatisasi
Efisiensi laba bersih (net income effeciency) setelah privatisasi
terendah terjadi pada PT Indofarma Tbk (INAF) dengan nilai
minimum yaitu -53,2251 sedangkan perusahaan dengan tingkat
efisiensi laba bersih (net income effeciency) tertinggi terjadi pada PT
Gas Negara Tbk (PGAS sebesar 353,1929, rata-rata perusahaan
BUMN di Indonesia memiliki efisiensi laba bersih (net income
effeciency) 120,90402. Standar deviasi 112,5316 di bawah nilai
rata-rata menunjukkan bahwa jumlah efisiensi laba bersih (net income
effeciency) perusahaan yang dijadikan sampel penelitian hampir sama
antara perusahaan. Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah
privatisasi kinerja perusahaan dalam pemanfaatan income yang dilihat
dari total tenaga kerja perusahaan mengalami penurunan.
i. Output (Nilai Penjualan Rill Perusahaan)
1) Output (Nilai Penjualan Rill Perusahaan) Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa nilai
penjualan rill perusahaan (real sales) sebelum privatisasi terendah
terjadi pada PT Indofarma Tbk (INAF) dengan nilai minimum yaitu
2346,3690, sedangkan perusahaan dengan tingkat nilai penjualan rill
perusahaan (real sales) tertinggi terjadi pada PT Krakatau Steel Tbk
Indonesia memiliki nilai penjualan rill perusahaan (real sales)
35249,689122. Standar deviasi 45832,5035731 berada diatas nilai
rata-rata menunjukkan bahwa total nilai penjualan rill perusahaan
(real sales) perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki
perbedaan yang relatif besar.
2) Output (Nilai Penjualan Rill Perusahaan) Sebelum Privatisasi
Nilai penjualan rill perusahaan (real sales) setelah privatisasi
terendah terjadi pada PT Indofarma Tbk (INAF) dengan nilai
minimum yaitu 2625,2881 sedangkan perusahaan dengan tingkat
nilai penjualan rill perusahaan (real sales) tertinggi terjadi pada PT
Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebesar 169067,2024, rata-rata
perusahaan BUMN di Indonesia memiliki nilai penjualan rill
perusahaan (real sales) 66029,073353. Standar deviasi 62490,1491234 berada berada di bawah nilai rata-rata menunjukkan
bahwa output (nilai penjualan rill perusahaan) perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian hampir sama antara perusahaan.
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah privatisasi
kinerja perusahaan dalam pemanfaatan penjualan atau pendapatan jasa
yang disesuaikan berdasarkan indeks harga konsumen mengalami
j. Leverage
1) Leverage Sebelum Privatisasi
Dari analisis deskriftif pada tabel 4.2 menunjukan bahwa debt to
assets sebelum privatisasi terendah terjadi pada PT Tambang Batubara
Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan nilai minimum yaitu 0,3148,
sedangkan perusahaan dengan tingkat debt to assets tertinggi terjadi
pada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 0,9423, rata-rata
perusahaan BUMN di Indonesia memiliki debt to assets 0,688598.
Standar deviasi 0,2172463 berada di bawah nilai rata-rata
menunjukkan bahwa total debt to assets perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian hampir sama antara perusahaan.
2) Leverage Setelah Privatisasi
Debt to assets setelah privatisasi memiiki nilai terendah terjadi
pada PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan nilai
minimum yaitu 0,3263 sedangkan perusahaan dengan debt to assets
tingkat tertinggi terjadi pada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar
0,8995, rata-rata perusahaan BUMN di Indonesia memiliki debt to
assets 0,642813. Standar deviasi 0,2087044 berada di bawah nilai
rata-rata menunjukkan bahwa total debt to assets perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian hampir sama antara perusahaan.
Dari Analisis tersebut menunjukan bahwa setelah privatisasi
kinerja perusahaan yang dilihat berdasarkan rasio total kewajiban
dapat mengurangi rasio hutang, salah satunya disebabkan BUMN kini
memiliki akses ke dalam pasar modal untuk mengembangkan
usahanya sehingga tidak harus meminjam ke pihak lain dalam bentuk
suntikan hutang seperti yang selama ini BUMN lakukan.
B. Hasil Uji Normalitas
1. Uji Kolmogorov Smirnov Test
Sebagai salah satu syarat untuk melakukan pengujian adalah data
yang digunakan harus memiliki distribusi data yang normal atau mendekati
normal. Untuk melakukan pengujian normalitas data penulis menggunakan
One Sample Kolmogorov Smirnov Test dengan menggunakan program
SPSS 20. Dasar dalam pengambilan keputusan adalah jika 2-tailed > 0,05,
maka model pengujian memenuhi asumsi normalitas dan sebaliknya, hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas
one sample kolmogorov smirnov test
Variable Kolomogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tiled) Variable Kolomogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tiled) Kepemilikan Pemerintah 0,586 0,882 ROA_A 0,884 0,416 Kepemilikan Publik 0,586 0,882 ROE_B 0,755 0,618
Sales_ B 1,106 0,173 ROE_A 0,641 0,806 Sales _A 0,939 0,341 SALEFF_B 0,746 0,633 Profit_B 1,15 0,142 SALEFF_A 0,64 0,807 Profit_A 1,206 0,109 NIEFF_B 1,359 0,05 Assets_B 1,287 0,073 NIEFF_A 0,787 0,566 Assets_A 1,253 0,087 SAL_B 0,984 0,287 ROS_B 0,816 0,519 SAL_A 0,881 0,419 ROS_A 0,528 0,943 LEV_B 0,524 0,946 ROA_B 1,169 0,13 LEV_A 0,577 0,893
Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization Sumber: Data sekunder yang diolah 2013
Dari tabel diatas menunjukan hasil bahwa semua indikator yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai probability lebih besar dari
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
C. Uji Hipotesis dan Hasil Pembahasan 1. Uji Hipotesis
a. Uji Paired Sample T-Test
1) Pengujian Hipotesis Pertama Pengaruh Privatisasi Terhadap Sales, Profit, dan Assets
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan sales, profit dan assets setelah privatisasi. Kriteria
pengujian yang digunakan dalam penelitian adalah :
a. thitung > ttabel = Maka terdapat perbedaan yang signifikan.
b. thitung < ttabel = Maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
Tabel 4.4
Uji Paired Sample T-Test Sales, Profit dan Assets
Paired Sample Test
Paired Difference T Df Sig. (2.tailed)
Mean
Pair 1 Sales _B - Sales _A -227360,2500000 -0,186 11 0,856 Pair 2 Profit_B - Profit_A -364353,1666667 -1,531 11 0,154 Pair 3 Assets_B - Assets_A -6117542,3333333 -2,534 11 0,028 Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization
Sumber: Data sekunder yang diolah 2013
a) Dari hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung = -0,186 dan
t tabel 2,201, karena t hitung < t tabel, dengan demikian
dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak berbeda),
dengan demikian dapat dinyatakan bahwa privatisasi tidak
mempengaruhi sales BUMN di Indonesia. Hal ini juga
dapat dilihat dari tingkat signifikan = 0,856 yang lebih
besar dari (α = 0,05) yang berarti tidak signifikan.
b) Hal yang sama ternyata juga terjadi pada uji beda t profit
untuk dari hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung =
-1,531 dan t tabel 2,201, karena t hitung < t tabel, dengan
demikian H0 diterima dan Ha ditolak, artinya rata-rata
profit sebelum dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak
berbeda), dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
privatisasi tidak mempengaruhi sales BUMN di Indonesia.
Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat signifikan = 0,154
yang lebih besar dari (α = 0,05) yang berarti tidak
signifikan
c) Assets sebelum dan setelah privatisasi memiliki perbedaan
dilihat dari hasil uji dua sisi diperoleh tingkat nilai t hitung
-2,534 jika diberi nilai diberi harga mutlak = 2,534 maka t
tabel = 2,201. Karena t hitung > t tabel maka dapat
disimpulkan H0 ditolak dan Ha diterima, artinya rata-rata
assets sebelum dan sesudah privatisasi adalah berbeda,
dengan demikian dapat dinyatakan bahwa privatisasi
juga dapat dilihat dari tingkat signifikan = 0,028 yang
lebih kecil dari α = 0,05) yang berarti signifikan sebesar
0,028.
2) Pengujian Hipotesis Kedua Pengaruh Privatisasi Terhadap Profitabilitas
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan net profit margin, return on assetss dan return on
equity setelah privatisasi. Kriteria pengujian yang digunakan
dalam penelitian adalah:
a. thitung > ttabel = Maka terdapat perbedaan yang signifikan.
b. thitung > ttabel = Maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
Tabel 4.5
Uji Paired Sample T-Test Profitabilitas
Paired Sample Test
Paired Difference T Df Sig. (2.tailed)
Mean
Pair 1 ROS_B - ROS_A 0,0077628 0,191 11 0,852 Pair 2 ROA_B - ROA_A 0,0491742 1,845 11 0,092 Pair 3 ROE_B - ROE_A 0,1196117 2,375 11 0,037 Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization
Sumber: Data sekunder yang diolah 2013
a) Dari hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung = 0,191 dan t
tabel 2,201, karena t hitung < t tabel, dengan demikian H0
diterima danHa ditolak, artinya net profit margin sebelum
dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak berbeda),
mempengaruhi net profit margin BUMN di Indonesia. Hal
ini juga dapat dilihat dari tingkat signifikan = 0,852 yang
lebih besar dari (α = 0,05) yang berarti tidak signifikan.
b) Hal yang sama ternyata juga terjadi pada uji beda return
on assets hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung = 1,845
dan t tabel 2,201, karena t hitung < t tabel, dengan
demikian H0 diterima dan Ha ditolak, artinya return on
assets sebelum dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak
berbeda), dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
privatisasi tidak mempengaruhi return on assets BUMN di
Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat signifikan
= 0,092 yang lebih besar dari (α = 0,05) yang berarti tidak
signifikan.
c) Return on equity sebelum dan setelah privatisasi memiliki
perbedaan dilihat dari hasil uji dua sisi diperoleh nilai t
hitung = 2,375 dan t tabel 2,201, karena t hitung > t tabel,
dengan demikian H0 ditolak danHa diterima, artinya return
on equity sebelum dan sesudah privatisasi adalah berbeda,
dengan demikian dapat dinyatakan bahwa privatisasi
mempengaruhi return on equity BUMN di Indonesia . Hal
ini juga dapat dilihat dari tingkat signifikan = 0,037 yang
3) Pengujian Hipotesis Ketiga Pengaruh Privatisasi Terhadap Efisiensi Operasi
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan sales effeciency dan net income effeciency setelah
privatisasi. Kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian
adalah:
a. thitung > ttabel = Maka terdapat perbedaan yang signifikan.
b. thitung > ttabel = Maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan
Tabel 4.6
Uji Paired Sample T-Test
Efisiensi Operasi
Paired Sample Test
Paired Difference T Df Sig. (2.tailed)
Mean
Pair 1 SALEFF_B - SALEFF_A -167,3827856 -1,035 11 0,323 Pair 2 NIEFF_B - NIEFF_A 40,4266024 0,672 11 0,515 Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization
Sumber: Data sekunder yang diolah 2013
a) Dari hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung = -1,035 dan
t tabel 2,201, karena t hitung < t tabel, dengan demikian
H0 diterima dan Ha ditolak, artinya sales effeciency
sebelum dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak
berbeda), dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
privatisasi tidak mempengaruhi sales effeciency BUMN di
Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat signifikan
= 0,323 yang lebih besar dari (α = 0,05) yang berarti tidak
b) Hal yang sama ternyata juga terjadi pada uji beda t dari
hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung = 0,672 dan t tabel
2,201, karena t hitung < t tabel, dengan demikian H0
diterima dan Ha ditolak, artinya net income effeciency
sebelum dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak
berbeda), dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
privatisasi tidak mempengaruhi net incoem effeciency
BUMN di Indonesia Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat
signifikan = 0,8656 yang lebih besar dari (α = 0,05) yang
berarti tidak signifikan.
4) Pengujian Hipotesis Keempat Pengaruh Privatisasi Terhadap Output (Nilai penjualan rill perusahaan)
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
perbedaan real sales setelah privatisasi. Kriteria pengujian yang
digunakan dalam penelitian adalah:
a. thitung > ttabel = Maka terdapat perbedaan yang signifikan.
b. thitung > ttabel = Maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Tabel 4.7
Uji Paired Sample T-Test
Nilai penjualan rill perusahaan
Paired Sample Test
Paired Difference T Df Sig. (2.tailed)
Mean
Pair 1 SAL_B - SAL_A -30779,3842317 -2,519 11 0,029 Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization
a) Nilai penjualan rill perusahaan sebelum dan setelah
privatisasi memiliki perbedaan dilihat dari hasil uji dua
sisi diperoleh tingkat nilai t hitung -2,519 jika diberi nilai
diberi harga mutlak = 2,519 maka t tabel = 2,201. Karena
t hitung > t tabel maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan
Ha diterima, artinya rata-rata nilai penjualan rill
perusahaan sebelum dan sesudah privatisasi adalah
berbeda, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
privatisasi mempengaruhi jumlah nilai penjualan rill
perusahaan BUMN di Indonesia.. Hal ini juga dapat dilihat
dari tingkat signifikan = 0,029 yang lebih kecil dari α =
0,05) yang berarti signifikan sebesar 0,029.
5) Pengujian Hipotesis Kelima Pengaruh Privatisasi Terhadap
Leverage
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan
debt to assets setelah privatisasi. Kriteria pengujian yang
digunakan dalam penelitian adalah:
a. thitung > ttabel = Maka terdapat perbedaan yang signifikan.
b. thitung > ttabel = Maka tidak terdapat perbedaan yang
Tabel 4.8
Uji Paired Sample T-Test Leverage
Paired Sample Test
Paired Difference T Df Sig. (2.tailed)
Mean
Pair 1 LEV_1B - LEV_1A 0,0457854 1,722 11 0,113 Keterangan : B: Before Privatization dan A : After Privatization
Sumber : Data sekunder yang diolah 2013
a) Dari hasil uji dua sisi diperoleh nilai t hitung = 0,1722 dan
t tabel 2,201, karena t hitung < t tabel, dengan demikian
H0 diterima dan Ha ditolak, artinya rata-rata debt to assets
sebelum dan sesudah privatisasi adalah sama (tidak
berbeda), dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
privatisasi tidak mempengaruhi debt to assets BUMN di
Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat signifikan
= 0,113 yang lebih besar dari (α = 0,05) yang berarti tidak
2. Pembahasan
Secara keseluruhan hasil hipotesis dengan menggunakan uji beda t-test uji
paired sample t-test adalah sebagai berikut :
Tabel 4.9
Ringkasan Uji Hipotesis Uji T-TEST
Uji Paired Sample T-Test
T-Sig T-Hitung T-Tabel Keputusan Hipotesis
H1 0,856 -0,186 2,201 Ha Ditolak Privatisasi tidak mempengaruhi
sales
H2 0,154 -1,531 2,201 Ha Ditolak Privatisasi tidak mempengaruhi
profit
H3 0,028 2,534 2,201 Ha Diterma Privatisasi mempengaruhi assets
H4 0,852 0,191 2,201 Ha Ditolak privatisasi tidak mempengaruhi
net profit margin
H5 0,092 1,845 2,201 Ha Ditolak Privatisasi tidak mempengaruhi
return on assets
H6 0,037 2,375 2,201 Ha Diterima Privatisasi mempengaruhi
return on equity
H7 0,323 -1,035 2,201 Ha Ditolak Privatisasi tidak mempengaruhi
sales effeciency
H8 0,515 0,672 2,201 Ha Ditolak Privatisasi tidak mempengaruhi
net income effeciency
H9 0,029 2,519 2,201 Ha Diterima Privatisasi mempengaruhi real
sales
H10 0,113 1,722 2,201 Ha Ditolak Privatisasi tidak mempengaruhi
debt to assets Sumber: Data sekunder yang diolah 2013
a. Pengaruh Privatisasi Terhadap Sales, Profit dan Assets
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa sales dan
profit diatas 0,05 hasil ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh
yang signifikan antara privatisasi dengan sales dan profit. Sedangkan
assets di bawah 0,05 hasil ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh
yang signifikan antara privatisasi dengan assets.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang di lakukan
Gupta (2005) yang meneliti kinerja operasional dan kinerja keuangan
menyatakan bahwa privatisasi tidak memiliki pengaruh yang cukup
signifikan terhadap penjualan atau pendapatan jasa.
Privatisasi tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan
terhadap sales, mungkin hal ini terjadi karena BUMN memiliki
keterbatasan dana internal menjadikan BUMN sangat tergantung pada
dana luar negeri, yang memperolehnya harus melalui prosedur rumit
dan biaya tinggi. Akibatnya, investasi sarana dan prasarana produksi
barang menjadi sangat terbatas sehingga menghasilkan produktivitas,
pendapatan, kualitas produk yang rendah dan tidak responsif terhadap
kebutuhan publik sedangkan privatisasi tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencapaian profit perusahaan mungkin hal ini
terjadi karena proses privatisasi dibeberapa negara berkembang
merugikan disebabkan kurang siapnya menghadapi persaingan di era
globalisasi dibandingkan negara maju. Salah satu faktor yang sering
menekan dan potensi yang sering menekan dan berpotensi merugikan
karena ketidakpastiannya tersebut yaitu adanya pengaitan isu
demokrasi, penanganan hak-hak asasi manusia (HAM), perburuhan,
lingkungan hidup dan sebagainya. Kondisi ini menyebabkan BUMN
tidak mampu memenuhi permintaan konsumen atau bersaing dipasar
sehingga arus kas (cash flow) yang dimiliki dan laba yang dihasilkan
sangat kecil, bahkan terkadang negatif.
Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa privatisasi memiliki
disebabkan karena setelah privatisasi perusahaan dapat memanfaatan
kinerja assets secara optimal.
b. Pengaruh Privatisasi Terhadap Profitabilitas
Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa
profitabilitas perusahaan berkorelasi positif dengan privatisasi. Dalam
penelitian yang kami lakukan menggunakan proxy kinerja ROS, ROE
dan ROA. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa privatisasi
tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap profitabilitas
hanya return on equity yang memiliki pengaruh setelah privatisasi.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang di lakukan
Harko dan Arkam (2009) yang meneliti kinerja operasional dan
kinerja keuangan dari 49 sektor selama 17 tahun di Pakistan dan
Abdollahi (2012) yang meneliti kinerja operasional dan kinerja
keuangan dari tahun 2003-2009 di Iran. Dalam penelitian tersebut
menyatakan bahwa privatisasi tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas dan tidak ada perbaikan yang signifikan dalam indikator
kinerja yang diamati setelah privatisasi.
Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian
Boubakri dan Cosset (1998), Omran (2004), Azid, Kouser dan Ali
(2012) Boardman, Laurin dan Vinning (2000), Megginson dan Netter
(2001) yang menyatakan bahwa profitabilitas meningkat secara
Di Indonesia proses privatisasi diatur oleh Kementerian Badan
Usaha Milik Negara dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan,
memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
kepemilikan saham oleh masyarakat. Namum hal itu bertentangan
dengan kondisi sebenarnya privatisasi seringkali dilaksanakan untuk
kepentingan kelompok politik dan kelompok ekonomi tertentu. Di
negara maju seperti Inggris, privatisasi seringkali dipakai sebagai alat
politik untuk memenangkan pemilu dan bahkan melemahkan
kelompok oposisi seperti terjadi pada tahun 1980. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, ekonomi dan politik justru digunakan
untuk memperkaya diri dengan kebijakan privatisasi yang
“undervalue”.
Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa menyatakan bahwa
privatisasi tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap
profitabilitas, dan proses privatisasi yang di lakukan oleh pemerintah
dianggap tidak efisien karena memungkinkan terjadi proses ”buying
votes & political power” (Pembelian suara untuk kekuatan ekonomi
tertentu) dan dipengaruhi oleh orientasi pendirian BUMN yang pada
awalnya diperioritaskan pada pemenuhan kebutuhan publik dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dibandingkan dengan
perolehan laba (profitability). Dewenter dan Malatasa (2001) dalam
memang sengaja meningkatkan profitabilitas BUMN sebelum
melakukan penjualan saham agar dapat meningkatkan nilai penjualan
saham BUMN, namun tidak menjaga profitabilitas nilai perusahaan
setelah privatisasi.
c. Pengaruh Privatisasi Terhadap Efisiensi Operasi
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa sales
effeciency dan net income effeciency diatas 0,05 hasil ini menunjukkan
bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara privatisasi
dengan efisiensi operasi kemungkinan besar disebabkan kurang
banyaknya sampel yang digunakan di dalam penelitian ini.
Hal ini mungkin karena struktur kepemilikan BUMN di
Indonesia baik secara parsial maupun bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap kinerja BUMN dan tidak dapat meningkatkan
nilai tambah ekonomi Hasnawati (2007).
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang di lakukan
Harko dan Arkam (2009) yang meneliti kinerja operasional dan
kinerja keuangan dari 49 sektor selama 17 tahun di Pakistan. Dalam
penelitian tersebut menyatakan bahwa privatisasi tidak memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap efesieni operasi. Kondisi ini
dikarenakan inefisiensi, kelebihan karyawan, dan produktivitas yang
rendah. Masalah tersebut terbilang akut dan dominan pada BUMN
d. Pengaruh Privatisasi Terhadap Nilai Penjualan Rill perusahaan
Hasil pengujian statistik dalam penelitian ini menunjukkan real
sales dengan tingkat p-value < 0,05 menunjukkan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan antara privatisasi dengan real sales.
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan
oleh D'Souza et al, (2001), Boubakri dan Cosset (1998) dan
Megginson, Nash Van Randenborg (2000). Hasil ini membuktikan
bahwa privatisasi mampu dimanfaatkan BUMN untuk bersaing di
dalam pasar masing-masing dengan meningkatkan output.
Peningkatan output perusahaan setelah privatisasi dimanfaatkan
perusahaan untuk meningkatkan harga saham, karena perusahaan akan
memiliki catatan penjualan atau output yang baik akan meningkatkan
image perusahaan dibursa saham sehingga berimplikasi pada
peningkatan harga saham BUMN di pasar modal.
e. Pengaruh Privatisasi Terhadap Leverage
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa leverage
diatas 0,05 hasil ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara privatisasi dengan leverage.
Hasil pengujian ini menolak hipotesis yang diajukan. Hal ini ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Harko dan Arkam
(2009) yang meneliti kinerja operasional dan kinerja keuangan dari 49
sektor selama 17 tahun di pakistan dan Kouser, Azid dan Ali (2012)
33 perusahaan di pakistan tahun 1999-2005. Dalam penelitian
tersebut menyatakan bahwa privatisasi tidak memiliki pengaruh yang
cukup signifikan terhadap leverage.
Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan Megginson, Nash, dan Randenborgh (1994), Boubakri dan
Cosset (1998), D'Souza dan Megginson (1999), Dewenter dan
Malatesta (2001), Wei, Varela, D'Souza, dan Hassan (2003), Tatahi
dan Heshmati (2009) yang menyatakan bahwa privatiasi memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap leverage.
Tidak terjadinya perubahan pemanfaatan hutang setelah
privatisasi dikarenakan BUMN selalu mengalami rugi yang
berkelanjutan dan peningkatan hutang. Dalam beberapa kasus BUMN
yang merugi memiliki hutang yang cukup besar tidak dapat segera
melakukan pembenahan untuk meningkatkan kinerjanya karena
beberapa alasan. Salah satunya adalah assets BUMN yang berasal dari
penyisihan APBN (sebelum diteteapkannya Undang - Undang Nomor
19 Tahun 2003 tentang BUMN) harus dikonsultasikan kepada