• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5

SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penelitian berlangsung dalam dua periode yang masing-masing selama kurang lebih satu minggu. Periode pertama pada tanggal 2 Desember 2014 sampai dengan 9 Desember 2014. 16 Partisipan mengerjakan pretest dan perlakuan, serta posttest. Kemudian, periode kedua pada tanggal 30 Desember 2014 sampai 6 Januari 2014, dilalui oleh empat partisipan. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pesan persuasif melalui workbook efektif dalam meningkatkan sikap terhadap makan sehat mahasiswa Binus University.

5.2. Diskusi

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data penelitian ini

menyatakan bahwa ada perbedaan perubahan hasil sikap terhadap makan sehat yang signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen. Selain, menggunakan uji statistik, hal tersebut ditunjukkan dalam nilai perubahan kelompok eksperimen yang lebih tinggi, sementara setengah dari partisipan kelompok kontrol mengalami penurunan nilai sikap.

Hasil ini dapat dijelaskan dengan tiga teori pesan persuasif yang sudah dijabarkan sebelumnya; Inoculation, Fear Communication dan Cognitive Response Theory. Workbook makan sehat disusun berdasarkan ketiga teori ini, pertama adalah Inoculation. Partisipan menerima pesan makan sehat dari sisi positif (manfaat) dan negatif (alasan tidak makan sehat). Teori ini menyatakan bahwa kilasan argumen yang berlawanan akan membuat individu lebih kebal terhadap pesan tersebut saat dipaparkan di lain waktu (Bohner dan Wanke, 2012). Dalam workbook ini, pesan negatif yang ada segera dibantah dengan argumen yang masuk akal. Sehingga, saat partisipan dihadapkan dengan pesan yang berlawanan dengan makan sehat, diharapkan argumen tersebut dapat membuat partisipan lebih tidak goyah dalam menjaga sikap positifnya terhadap

(2)

makan sehat. Hal tersebut juga pernah dibuktikan dalam penelitian yang mencoba menjaga individu dari tekanan teman sebaya untuk minum minuman beralkohol secara berlebihan (binge drinking) (Cornelis, Cauberghe, & De Pelsmacker, 2014).

Alasan makan sehat yang dipaparkan dalam workbook adalah; Mahal, merepotkan, tidak enak dan jadi sulit makan makanan yang disukai. Respon partisipan terhadap pesan tersebut menunjukkan bahwa proses inokulasi sedang bekerja. Beberapa respon yang muncul adalah; ‘Makan sehat itu tidak

merepotkan dan menyenangkan’ (partisipan AHD), ‘Makan sehat itu adalah investasi, lebih baik sedikit repot daripada sakit yang mahal’, ‘Merasa makan sehat itu tidak sulit ataupun mahal sehingga bisa diterapkan’ (partisipan A), ‘Cara makan sehat dirasa tidak rumit, yang dibutuhkan hanya niat dan kepedulian pada kesehatan diri’ (partisipan RS), ‘Lebih memilih makan sehat daripada yang tidak’ (partisipan AK), ‘Setuju bahwa makan sehat adalah investasi walaupun terkadang lebih mahal’ (patisipan Al), ‘Makan sehat itu bermanfaat untuk diri dan di masa depan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak melakukannya’ (partisipan T).

Teori yang kedua adalah Fear Communication. Studi menunjukkan fear appeal dapat memotivasi orang untuk mengadopsi beragam sikap dan perilaku yang lebih sehat (Diefenbach, 2004, dalam Sarafino & Smith, 2012). Individu yang mendapat workbook makan sehat menerima informasi dengan pesan menakutkan melalui ‘dampak tidak makan sehat’. Partisipan melihat foto-foto yang terkait dengan penyakit akibat tidak makan sehat.

Respon yang ditunjukkan adalah ‘Setuju bahwa apa yang diasup tentu akan berdampak pada tubuh, sehingga bila tidak sehat sama saja seperti merusak tubuh’ (partisipan J), Skor partisipan J pada item ‘khawatir saat tidak makan sehat’ juga meningkat nilainya. ‘Mengatakan bahwa dampak tersebut berbahaya dan mengerikan’ (partisipan MS), skor pada jawaban ‘saya menjadi khawatir saat tidak makan sehat, dan ‘takut akan konsekuensi yang timbul’ meningkat. Kemudian respon lain dari partisipan T ‘Menyatakan bahwa

dampak-dampak tersebut sangat buruk’ skor pada item ‘takut akan konsekuensi akibat tidak makan sehat’ pun meningkat. Dampak tidak makan sehat membuat

(3)

patisipan AK ‘ingin makan sehat dan mengingatkan juga kepada orang terdekat agar mencegah penyakit di masa datang’. Selain itu, item ‘takut akan

konsekuensi akibat tidak makan sehat’ juga mengalami peningkatan skor. Partisipan AHD akan ‘berusaha sebisa mungkin untuk menghindari makanan-makanan yang berbahaya’, bersamaan dengan itu nilai item ‘khawatir saat tidak makan sehat’ dan ‘merasa kesal saat disuruh makan sehat meningkat. Respon lainnya adalah ‘Menjadi sedikit takut dan semakin merasa harus berubah’ datang dari partisipan A. Sama halnya dengan partisipan H yang ‘menjadi merasa takut setelah membaca mengenai dampak tidak makan’.

Cognitive Response Theory adalah bagian ketiga dari workbook makan sehat. Individu diminta menuliskan apa yang terlintas dalam pikirannya saat membaca workbook tersebut. Dengan menulis sendiri pikiran atau pernyataan yang muncul saat mendengar atau membaca pesan persuasif, individu

berpartisipasi aktif dalam persuasi. Selain itu, individu diminta untuk menuliskan pesan tersebut dengan kata-kata mereka sendiri (pertanyaannya adalah ‘Bila harus menjelaskannya pada teman/keluarga, apa yang akan dikatakan?’). Studi mengatakan individu yang mengimprovisasi sendiri pesan persuasif yang ada menunjukkan perubahan sikap yang lebih tinggi dan tahan lama dibandingkan yang hanya membaca pelan atau keras ke sebuah rekaman (King & Janis, 1956, dalam Oskamp & Schultz, 2005).

Analisis mengenai mengapa kelompok kontrol mengalami kenaikan dan juga penurunan skor sikap makan sehat ada beberapa penjelasan. Pertama, bagi nilai yang menurun, individu yang mendapat perlakuan kontrol (workbook aktivitas fisik) merasa sudah sehat dengan hanya aktivitas fisik, sehingga ia tidak merasa makan sehat itu penting. Dapat dilihat pada respon ‘M

menyatakan bahwa ia senang karena merasa sudah dijauhi dari konsekuensi akibat tidak melakukan aktivitas fisik.’ Bersamaan dengan itu nilai pada item ‘takut akan konsekuensi tidak makan sehat’ tetap pada tidak setuju. Terjadi juga penurunan pada item-item perilaku ‘akan menyediakan makan sehat setiap hari’, ‘akan memastikan selalu makan sehat’. Karena tidak mendapat informasi atau pesan persuasif mengenai makan sehat, sikap makan sehat kelompok kontrol ada yang menurun. Hal ini tampak pada menurunnya nilai item ‘memahami

(4)

makanan sehat’. Kedua, nilai kelompok kontrol yang meningkat bisa disebabkan oleh pengaruh faktor lain, seperti terpengaruh kuesioner makan sehat, merasa aktivitas fisik memiliki kaitan dengan makan sehat, dan juga pengaruh informasi di luar selama periode seminggu sebelum perlakuan.

Meskipun ada perbedaan signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen, ada dua partisipan kelompok eksperimen yang tidak mengalami perubahan total skor sikap makan sehat. Partisipan H tidak mengubah

jawabannya sama sekali, semua item dijawab dengan setuju kecuali item nomor empat (sangat setuju). Hal ini disebabkan sejak awal skor partisipan sudah masuk ke norma tinggi. Sehingga, kemungkinan skor untuk lebih meningkat lebih kecil, hal ini disebut juga dengan performance asymptote, saat performa sudah mencapai nilai tertinggi (Asymptote) sehingga kemungkinan bagi IV untuk memiliki pengaruh pada DV lebih kecil (Miller dalam Wang, Zhang, McArdles & Salthouse, 2009).

Sementara partisipan Al, meskipun skor total tidak berubah, sebenarnya beberapa item mengalami perubahan nilai. Item yang naik terletak pada dimensi afektif ‘menjadi khawatir saat tidak makan sehat’ dimensi kognitif ‘makan sehat membuat tubuh kuat’, ‘mengetahui konsep makan sehat’, dan ‘memahami makanan-makanan sehat’. Sementara dimensi perilaku adalah item ‘akan makan sehat setiap hari’, dan ‘akan memastikan untuk selalu menyantap makanan sehat’. Tetapi pada dimensi perilaku eksternal seperti ‘akan menyebarkan informasi’ dan ‘akan ikut kampanye makan sehat’ mengalami penurunan. Begitu juga dengan eksternal kognitif dan afektif ‘melihat informasi tentang makan sehat membuat senang’, ‘tidak suka bila keluarga di rumah tidak makan sehat’.

Keterbatasan dalam penelitian ini terdapat pada kurang maksimalnya kendali variabel extraneous pada jeda antara pretest dan perlakuan (satu minggu). Peneliti tidak memantau kegiatan partisipan dalam waktu tersebut, sehingga bisa jadi ada faktor di luar variabel bebas yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Kemudian partisipan yang tidak terlalu banyak membuat penelitian ini dapat berdampak pada kemampuan generalisasi. Selain itu, jumlah partisipan ini juga membuat penelitian menggunakan teknik

(5)

nonparametrik yang lebih lemah dibandingkan dengan uji parametrik. Kemudian, workbook yang disusun masih dapat diperkaya materinya serta membuat tampilannya menjadi lebih menarik.

5.3. Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan, yang jika diperbaiki dapat memungkinkan penelitian yang lebih baik. Maka, saran-saran berikut akan sangat berguna untuk penelitian selanjutnya. Pertama, partisipan yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar adalah perempuan, maka sebaiknya jumlah keduanya seimbang untuk melihat adakah pengaruh jenis kelamin terhadap hasil skor sikap. Karena menurut penelitian yang diadakan di. 23 Negara, ada perbedaan antara keduanya (Wardle, Haase, Steptoe , Nillapun, Jonwutiwes , & Bellisle, 2004). Selain itu, menurut penelitian perempuan lebih mudah dipersuasi dibandingkan laki-laki (Hogg & Vaughan, 2008).

Kedua, agar mencapai validitas internal yang lebih tinggi, seharusnya lebih memperhatikan faktor yang mempengaruhi sikap terhadap makan sehat. Seperti, faktor pengalaman pribadi (riwayat penyakit keluarga, penyakit

individu), dan modal pengetahuan yang dimiliki. Ketiga, jumlah partisipan bisa ditingkatkan agar validitas eksternal lebih baik, yang berarti kemampuan menggeneralisasi hasil riset pada orang, kondisi, waktu, pengukuran dan karakteristik yang berbeda dari yang digunakan di riset, yang lebih tinggi (Gravetter & Forzano, 2012). Selain jenis kelamin dan jumlah, partisipan juga akan lebih menyeluruh jika semua jenjang usia dewasa muda (18-25 tahun) dilengkapi. Didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa ada perbedaan sikap makan sehat antara yang berusia di bawah dan di atas 21 tahun (Sharma, dkk, 2009).

Terakhir, perbedaan individu juga perlu diperhatikan, keragaman partisipan seperti pendidikan, status pekerjaan, SES (Socioeconomic Status), dan domisili (Jakarta/luar Jakarta, dan kos/bersama keluarga) dapat

ditingkatkan agar dapat dilihat pengaruhnya, karena sikap dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti keluarga (Azwar, 2011). Dan penelitian yang diadakan Sharma, dkk (2009) juga membuktikan bahwa individu yang tinggal

(6)

sendiri mengkonsumsi lebih sedikit buah dan sayur dibandingkan yang tinggal bersama keluarga. Penelitian Le, dkk (2013) juga menunjukkan bahwa individu dengan SES rendah lebih mungkin memilih makanan yang tidak sehat.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh store environment terhadap store image melalui variabel mediasi service

Nilai korelasi yang tergolong rendah (r : 0,271) antara loneliness dan cognitive distortion dapat terjadi karena dalam penelitian ini tidak ditentukan bahwa subyek harus

Matahari Department Store diharapkan meningkatkan strategi pada harga dengan memberikan promosi harga yang menarik salah satunya seperti memberikan special price pada

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dijabarkan dalam bab sebelumnya untuk menjawab hipotesa didapatkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yaitu terdapat hubungan negatif

(provider) yang tidak mampu memperikan bantuan yang sesuai kebutuhan atau tidak menyadari bahwa dirinya dibutuhkan, dan faktor eksternal lainnya seperti struktur dan kondisi

Menurut peneliti hubungan yang negatif tersebut terjadi karena ketika subjek mengalami stres, maka subjek akan melakukan upaya coping sebagai usaha untuk

Instalasi Farmasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta hendaknya secara terus menerus menjaga interaksi antara farmasis dengan pasien ataupun antara

Penelitian Maltby et al (2004) menemukan hasil bahwa dalam hal kesehatan mental dari dimensi celebrity worship, yang secara signifikan berhubungan dengan kesehatan