• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

179

TINGKAH LAKU TIKUS DAN PENGENDALIANNYA

Syamsuddin

Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

ABSTRAK

Hama tikus sangat sulit dikendaliakn karena hewan ini mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat dan mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan serta memiliki indera peraba, perasa dan pendengaran yang baik atau digolongkan sebagai hewan yang cerdik, walaupun demikian, usaha untuk menentukan teknologi yang tepat dalam mengendalikan hama tikus tersebut pada suatu agroekosistem tertentu terus berlansung melalui beberapa penelitiann disajikan dalam tulisan ini dalam berbagai cara-cara pengendalian hama tikus. Disamping itu juga diuraikan sebagian tentang perkembangbiakan dan prilaku tikus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pengendalian. Dari hasil penelitian diketahui bahwa puncak perkembangbiakan tikus terjadi pada saat padi stadia bunting dan bermalai dan populasi tertinggi terjadi pada saat panen. dengan demikian hasil penelitian pengendalian hama tikus telah diketahui antara lain : Pola tanam, Sanitasi lingkungan, Mekanis/fisik, Zat kimia dan Biologis. Pengendalian hama tikus tersebut tidak dapat dilakukan oleh sebagian petani, harus terorganisasi secara baik dalam wilayah yang luas. Tanpa organisasi pengendalian yang baik, maka teknologi pengendalian hama tikus yang efektif tidak akan berhasil menekan populasi hama tikus.

Kata kunci: Tingkah laku, tikus, pengendalian

PENDAHULUAN A. Tingkah Laku Tikus

Tikus adalah makhluk yang berkemampuan tinggi bila dibandingkan dengan serangga lain, dan juga tergolong hewan menyusui. Dalam banyak hal tikus juga bereaksi dan bertingkah laku seperti manusia, dan ini menjadi pegangan dalam merancang metode pengendaliannya (Brook dan Rowe, 1979). Tikus mempunyai/ memililki indera peraba, dan pendengaran yang baik sehingga digolongkan hewan cerdik karena memiliki otak yang berkembang baik, ini berarti tikus dapat belajar. Tingkah laku tikus dapat ditentukan oleh naluri dan faktor luar seperti suhu, panjang hari, curah hujan, serta pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Tikus adalah hewan yang lebih maju yang dapat mempelajari dengan cepat apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk kepentingan dirinya sendiri (Ismail et al., 1990 ). Jika tikus telah memiliki pengalaman memakan suatu jenis makanan tertentu akan menyebabkan sakit perut yang parah, maka mereka tidak akan memakan makanan sampai kedua kalinya, akan tetapi setelah beberapa lama hal tersebut dilupakan, sehingga mungkin dia mencoba memakan lagi (Van Vreden dan Rochman, 1990 ).

Tikus untuk bertahan hidup hampir sepenuhnya bergantung pada banyaknya makanan yang dapat ditemukan di lingkungannya Petani sangat berperan dalam persediaan makanan tikus, apalagi bila petani tersebut melindungi tanaman mereka, akibatnya populasi tikus akan meningkat (Manwan et al., 1992). Kejadian yang sama berlaku pada tanaman yang sedang tumbuh, tikus akan berkembang sangat cepat dan menyebabkan kerusakan yang lebih parah jika mereka memiliki jalan menuju persediaan makanan yang tidak ada habisnya (Boeadi, 1980). Dalam hal tersebut petani dapat mengendalikan dan menjaga populasi tikus di bawah batas yang dapat diterima,

(2)

180

pertama-tama harus dilakukan melalui manajemen pertanian yang lebih baik, bukan saja lahan perorangan akan tetapi di seluruh masyarakat pertanian (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1986).

Hasil penelitian Sukarna et al. (1986) sawah pasang surut yang baru dibuka telah mengindentifikasi adanya tiga jenis tikus, yaitu tikus sawah (Rattus Argentiventer), tikus ladang (Rattus exulans) dan tikus rumah (Rattus diardi). Kompotisi populasi dari ketiga jenis tikus tersebut adalah masing-masing 49%, 44%, dan 6,2% (Ismail et al., 1993 ).

Perkembangbiakan tikus betina (Rattus argentiventer) mampu melahirkan 10 – 12 anak, sementara dalam rahimnya mampu mengakomodasikan 18 embrio (calon anak tikus), sehingga memiliki potensi reproduksi tinggi.

Tikus dapat beranak empat kali dalam setahun, pada kondisi yang baik dan dari 3 pasang tikus selama 13 bulan akan melahirkan 2046 ekor tikus (Sama dan Rochman, 1988). Tikus rumah dan tikus ladang rata-rata mampu beranak 7 – 8 ekor tiap melahirkan dan pada masa puncak perkembangbiakan, tikus betina sangat berperan aktif. Tikus siap bunting lagi sementara anak pertama masih disusui, dengan demikian setiap betina dapat melahirkan 2 – 3 generasi anak dengan selisih umur diantara generasi sekitar sebulan. Masa menyusui berlansung 3 - 4 minggu dan kemudian disapih setelah anak berumur satu bulan dan anak tikus menjadi dewasa.

Dinamika populasi tikus didaerah endemis, populasi sangat erat kaitannya dengan situasi stadia tanaman sebagai pakan utamanya. Dengan pola tanam teratur dan serentak populasi tikus mudah dipantau sedangkan apabila tidak teratur perkembangan populasi tikus akan lebih cepat. Menurut Rochman et al. (1982) tersedianya padi bermalai merupakan paduan bagi terjadinya peningkatan populasi tikus. Pada awalnya pertanaman musim hujan populasi tikus jumlahnya sedikit karena sawah bera sebelumnya yang relative lama. Pada saat itu tikus berdomisili di tanggul irigasi primer, sekitar pekarangan, gudang atau tegalan dan tepi rawa.

Ruang gerak setiap hari tikus menempuh perjalanan secara teratur untuk mencari pakan, pasangan, sekaligus orientasi kawasan sekitarnya .Perjalanan harian tersebut menempuh jalan yang sama hingga terbentuk lintasan tetap (run ways). Rentang lintasannya ditentukan oleh jarak pakan, tempat bersembunyi atau lubang. Dengan alat “ Radio tracking “ jarak tersebut biasa diketahui.

Batas ruang kerak tikus apabila cukup tersedia makanan dan perlindungan, biasanya tidak lebih dari 50 m, tetapi apabila makanan tidak cukup maka tikus akan mengembara dan dapat mencapai jarak 700 m (Rochman dan Sukarna, 1991).

Habitat agrosistem tanaman pangan merupakan habitat yang cocok bagi perkembangan populasi tikus . Untuk mengendalikan tikus secara dini diperlukan pelacakan terhadap tempat perlindungan yang disenanginya. Hasil pengamatan Rochman 1994, dapat dikemukakan bahwa selama priode sawah bera hingga padi bertunas (stadia vegetatif) lubang tikus dengan hunian tertinggi berada tanggul irigasi, sedang pada waktu padi saat bunting dan bermalai sebagian besar populasi tikus bermigrasi ke sawah. Pada periode tersebut tikus betina menggunakan lubang dipematang sebagai tempat memelihara anaknya.

Tikus aktif pada malam hari (nocturnal), dan pada siang hari mereka berlindung di dalam lubang atau semak. Tempat tinggal tikus biasanya dipilih habitat yang cukup memberikan perlindungan dan aman terhadap predator, makanan tersedia dan dekat sumber air. Lubang tikus berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara anak dan anggota kelompok. Sejalan dengan bertambahnya anggota kelompok, maka jaringan lubang akan semakin luas. Tikus membuat jalan keluar yang ujungnya masih tertutup oleh rumput-rumputan, yang tebalnya berkisar 1 – 2 cm, jalan keluar tersebut dibuka pada keadaan darurat. Lubang tikus mampu membuat sarang dengan kedalaman antara 30 – 150 cm dan panjangnya dapat mencapai 10 m dengan diameter 10 cm (Rochman dan Sukarna, 1986). Tikus akan meninggalkan lubangnya apabila kekurangan makanan

(3)

181

atau banjir, dan mengembara kedaerah di sekitar sawah seperti tanggul irigasi, pekarangan gudang, kebun, semak belukar,atau permukaan tanah yang agak tinggi.

Tikus termasuk binatang omnivore, supaya mempunyai variasi makanan yang luas seperti padi, ubi-ubian, kacang-kacangan, berbagai jenis rumput, teki, serangga, siput dan ikan kecil. Sebagai binatang pemakan segala (omnivora) maka tikus mampu memamfaatkan berbagai makanan yang tersedia, sehingga tikus dapat lebih mudah dan cepat beradaptasi dalam lingkungan, serta selektif dalam memilih makanan apabila makanan banyak tersedia.

Kemampuan tikus menghabiskan beras dan ubi jalar masing-masing sekitar 10-23,6 gr/hari. Sedangkan ubi kayu, jagung pipil, kacang tanah dan ikan asin dapat dihabiskan masing – masing 20,6, 8,2, 7,2 dan 4,2 gr/hari. Menurut Rochman dan Suwalan (1993) apabila beberapa jenis makanan yang disiapkan pada saat bersamaan maka beras merupakan pilihan utama karena paling banyak dimakan.

Kebutuhan pakan kering bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih 10 % dari bobot tubuhnya, akan tetapi jika pakan tersebut berupa pakan basah dapat ditingkatkan sampai 15 % dari bobot tubuhnya. Sedangkan kebutuhan minum seekor tikus setiap harinya sekitar 15 – 30 ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan dikomsumsi sudah mengandung banyak air.

Proses mengenali dan mengambil pakan yang diumpan oleh manusia, tikus tidak lansung makan seluruhnya, tetapi terlebih dahulu dicicipi untuk merasakan reaksi yang terjadi didalam tubuhnya. Jika beberapa saat tidak terjadi reaksi yang membahayakan bagi tubuhnya, maka tikus akan memakan sampai pakan tersebut habis. Perilaku makan seperti ini, maka pengendalian tikus secara kimiawi dapat dilakunan dengan memberikan umpan pendahuluan yang tidak mengandung racun, kemudian diganti dengan menggunakan umpan yang mengandung racun akut (racun yang bekerja cepat). Hal ini bertujuan agar tikus sudah terbiasa dengan umpan yang diberikan sehingga pada saat diberi umpan yang mengandung racun akut tikus tersebut langsung memakannya dalam jumlah yang cukup banyak sampai pada dosis yang mematikan. Umpan pendahuluan tersebut tidak perlu diberikan jika jenis racun yang digunakan adalah racun kronis atau antikoagulan yang bekerja lambat.

Sifat tikus yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya, termasuk pakannya, disebut dengan neophobia, dan sifat tikus yang enggan memakan umpan beracun yang diberikan karena tidak melalui umpan pendahuluan disebut dengan jera umpan. Tikus muda selalu dijumpai berkelompok dalam satu lubang, namun setelah dewasa hanya dijumpai satu ekor tikus dalam satu lubang. Jarang sekali terdapat satu pasang tikus dalam satu lubang, hanya pada musim kawin tikus tinggal berpasangan dalam satu lubang. Akan tetapi hal ini jarang ditemukan dan bilamana ditemukan bersama dalam satu lubang terjadi sangat singkat. Masa aktif pada tikus jantan berlansung cukup lama, (kurang lebih 3 bulan) atau sejak fase generatif sampai panen, sehingga tikus jantan yang berpisah dengan pasangannya berpeluang mencari pasangan lain. Perilaku tikus yang demikian perlu diteliti, walaupun sebagian pakar berpendapat bahwa tikus semasa hidupnya mempunyai pasangan hidup yang tetap. Tikus adalah salah satu hewan pengerat yang sangat bermasalah, bukan saja sebagai perusak tanaman tetapi juga dapat merusak bangunan, lingkungan dengan pencemaran dan dapat bertindak sebagai vector penyakit manusia.

B. Cara Pengendaliannya

1. Pola tanam

Tanam serempak dan diupayakan keserentakan pada saat bunting dan bermalai padi pada areal meliputi satu WKPP (200 ha) dengan selisih waktu tanam antar hamparan kurang dari satu bulan.

(4)

182

2. Sanitasi

Membersihkan lingkungan dan rerumputan, semak-semak dan tempat persembunyian tikus.

3. Mekanis

Membongkar liang, mengguyur liang dengan air, membunuh dengan gropyokan, pengemposan (asap blerang) dan tanaman perangkap/TBS. Pengemposan lubang tikus yang aktif dianjurkan untuk dilakukan selama masa reproduksi pada tanaman, yaitu pada saat umpan beracun menjadi tidak efektif. Akan tetapi harus dihentikan bahwa pada tingkat ini tikus pada umumnya tidak lagi hidup dilubang karena tanaman yang mulai dewasa menyediakan tempat berlindung memadai. Oleh karena itu pengemposan sarang ikus hanya berpengaruh sebahagian saja karena hanya tikus yang masih tinggal disarangnya saja mati. Tikus betina dengan anak biasanya lebih menyukai lubang sebagai tempat bersarang. Pengemposan tidak hanya akan membunuh tikus dewasa tetapi juga anak-anak tikus.

Cara kerja membuat TBS (Traf Barrier System ) adalah (Gambar 1 ).

1. Bubu perangkap

Bubu perangkap berukuran 25 cm x 25 cm x 25 cm terbuat dari ram kawat dengan diameter 1 cm dan dibentuk dengan rangka penguat dari kawat berdiameter 0,3 cm. Pada sisi depan bagian bawah terdapat lubang masuk kedalam berukuran 10 cm x 10 cm dengan sistem bubu (corong) masuk kedalam perangkap. Sitem bubu perangkap menyebabkan tikus yang telah masuk perangkap tidak dapat keluar lagi. Perangkap juga dilengkapi pintu berukuran 10 cm x 10 cm untuk mengambil tikus dari dalam perangkap. Pintu dilengkapi dengan pintu pengait. Pegangan terletak di bagian atas untuk memudahkan pemindahan.

2. Pagar Plastik

Plastik untuk pagar dapat digunakan dari jenis plastik tipis transparan atau plastik tebal berwarna gelap. Plastik tipis hanya dapat dipakai dalam satu musim tanam, sedangkan plastik tebal dapat bertahan lebih dari tiga tahun. Tinggi pagar plastik 60 cm dengan panjang sesuai dengan kebutuhan. Pagar plastik ditegakkan dengan ajir bambu lebar 3-4 cm dengan bantuan tali atau dibuat jahitan kantong pada pagar plastik untuk

(5)

183

tempat ajir bambu. Ajir dipasang setiap jarak 1 m dengan menempel pada bagian dalam pagar plastik agar tikus tidak dapat memanjat melalui ajir bambu. Pada setiap jarak 2 m pada pagar plastik dibuat lubang berukuran 10 cm x 10 cm untuk masuk tikus. Pagar plastik bagian bawah dibenamkan kedalam tanah 5 cm dan digenangi air agar tikus tidak melubangi pagar atau membuat lubang dibawah pagar plastik. Bubu perangkap dipasang pada tiap lubang masuk di dalam pagar, sedangkan di depan lubang pintu masuk dibuatkan jalan dari tanah yang tingginya untuk memudahkan tikus masuk kedalam perangkap.

3. Tanaman perangkap

Agar system bubu perangkap dapat menarik tikus dari sekitarnya, maka didalam pagar ditanam tanaman perangkap. Pada perinsipnya tikus lebih tertarik pada padi yang sedang bunting atau matang susu lebih dahulu ditanam diantara padi di sekitarnya (early crop). Oleh karena itu tanaman perangkap ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman sekitarnya. Tanaman perangkap tetap akan menghasilkan padi secara normal karena tidak mengalami kerusakan oleh tikus ( terlindung oleh system pagar perangkap). Tiga komponen tersebut membentuk system bubu perangkap yang dapat diterapkan di lapangan dari pesemaian hingga padi bera. Ukuran petak perangkap dapat bervariasi tergantung kebutuhan dan kondisi lapangan. Petak pagar perangkap dapat dibuat berukuran 25 m x 25 m, atau 30 m x 30 m. Pemasangannya dapat dilaksanakan hanya selama 1 musim tanam saja atau secara permanen sepanjang tahun. Penetapan system bubu perangkap sebaiknya berdasarkan pada hasil pengamatan dimana daerah tersebut merupakan daerah kronis dan dekat dengan habitat/sarang tikus. Penentuan lokasi agar dimusyawarakan pada setiap kelompok tani. Berdasarkan hasil penelitian petak tanaman perangkap berukuran 30 m x 30 m dapat melindungi tanaman padi dari serangan tikus seluas 40 ha disekelilingnya (halo effect). Bubu perangkap juga dapat diterapkan dengan system baris ( line trap barrier system = LTBS ).

Penerapannya dengan cara membentangkan pagar plastik dengan bubu perangkap dipasang berselang seling sehingga tikus dari dua arah dapat tertangkap. Pemasangan sebaiknya dilakukan pada daerah terdekat dengan habitat/sarang tikus. 4. Zat kimia

Jika tingkat populasi tikus menjadi tinggi diluar batas toleransi selama fase vegetatif, metode pengendalian dengan rodentisida adalah satu satunya jalan yang effektif untuk mengurangi populasi tikus hingga ketingkat kerusakan minimum. Berdasarkan cara kerjanya racun tikus dapat dibagi dua kelompok yakni :

• Racun akut adalah Racun cepat bereaksi memiliki pengaruh yang cepat terhadap tikus setelah memakannya. Sebelum menggunakan racun akut, penting untuk diketahui bahwa tikus adalah binatang yang sangat mudah curiga. Mereka tidak akan segera makan suatu sumber makanan yang baru dalam jumlah besar, tetapi terlebih dahulu mencoba dalam jumlah kecil. Dengan rodentisida akut, gejala – gejala keracunan timbul begitu cepat sehingga tikus mungkin berhenti memakan umpan sebelum dosis mematikan terkonsumsi. Tikus dengan segera menghubungkan gejala – gejala yang tidak menyenangkan tersebut dengan bahan makanan yang baru mereka konsumsi. Inilah yang disebut “tikus jera” yang sering berlangsung terus selama hidup mereka. Bahkan tikus yang tidak makan umpan beracun akan menjauhdari tempat umpan oleh karena teriakan teman–teman mereka yang keracunan. Jika kita ingin tikus makan umpan beracun dalam jumlah besar sekaligus, kita harus membuat mereka terbiasa makan umpan tanpa racun terlebih dahulu. Racun akut yang paling dikenal di Indonesia adalah Zink phosphide.

• Racun kronis, adalah Racun yang bereaksi lambat, tikus merasakan pengaruhnya setelah beberapa hari, dibutuhkan waktu antara 5 sampai 7 hari sebelum tikus mati.

(6)

184

Seluruh racun kronis yang tersedia di Indonesia adalah antikoagulan. Racun ini membuat darah menjadi berkurang kekentalannya dan semakin lama semakin encer sehingga pada akhirnya tikus akan mati karena pendarahan didalam tubuhnya. Antikoagulan tidak menyebabkan rasa sakit terhadap tikus beberapa hari setelah makan umpan beracun mereka akan menjadi lelah dan lesu dan tidak akan meninggalkan lubang mereka lagi akhirnya mati dengan tenang. Tikus lain tidak mendapat peringatan dan akan terus memakan umpan beracun. Antikoagulan tidak membutuhkan pengumpanan awal dan tidak menyebabkan tikus jera seperti halnya racun akut.

Ada dua jenis antikoagulan yaitu : antikoagulan dosis tunggal dan antikoagulan dosis ganda. Antikoagulan dosis tunggal lebih beracun dan biasanya setelah makan satu kali, tikus telah mengkonsumsi racun dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya beberapa hari kemudian. Sedang antikoagulan dosis ganda selama beberapa hari berturut-turut makan sehingga tertimbun cukup racun didalam tubuh tikus untuk mebunuhnya( pengumpanan jenuh).

5. Biologis

Musuh alami tikus yang paling dikenal adalah kucing, anjing, ular, dan burung hantu. Predator ini sangat membantu usaha menjaga tetap rendahnya tingkat populasi tikus. Sayangnya predator berkembang biak jauh lebih lambat dibandingkan tikus. Oleh karena itu mereka tidak dapat mengurangi populasi tikus yang tinggi dalam jumlah besar. Pertama – tama petani harus mengurangi jumlah tikus hingga ke tingkat yang dapat diterima dengan menggunakan pendekatan pengendalian terpadu seperti yang dijelaskan diatas, predator akan membantu petani menjaga populasi tikus agar tetap rendah. Predator juga mungkin memakan tikus yang keracunan, oleh karena itu diperlukan perhatian besar untuk memusnahkan bangkai tikus dari sawah sesudah tiap pengumpanan guna menghindari keracunan pada predator dan hewan pemakan bangkai.

KESIMPULAN

Tikus seperti hewan lainnya yang memiliki kemampuan indera yang sangat tajam menunjang setiap aktivitas kehidupannya.Diantara kelima organ inderanya, hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera lainnya yang berkembang sangat baik Tikus mempunyai keterampilan dalam segi kelincahan bergerak, mencari makan pasangan dan perlindungan untuk melepaskan dirinya dari bahaya musuh alaminya. Keterampilan tersebut dimungkinkan oleh adanya indera yang sangat terlatih, alat penciuman, peraba pendengaran, dan perasa/pengecap. Pengendalian hama tikus tidak dapat dilakukan hanya oleh sebagian petani. Pengendaliannya harus terorganisasi secara baik dalam wilayah yang luas. Tanpa organisasi pengendalian yang baik, maka teknologi yang efektif tidak akan berhasil menekan populasi hama tikus. Sanitasi dan waktu tanam serentak adalah komponen pengendalian yang harus dilakukan oleh semua petani. Namun dalam mengatur setiap komponen pengendalian diperlukan adanya keterlibatan pengambil kebijakan yang bersama dengan penanggung jawab tehnis agar pengendalian dapat diorganisasi secara baik.

(7)

185

DAFTAR PUSTAKA

Boeadi, 1980. Invetarisasi R. rattus argentiventer dan studi perkembang-biakannya di Pamanukan, Subang dan Randudongkal Pemalang. Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu. Yokyakarta : 42 hal.

Brook, J.E. and F.P.Rowe, 1979. Commensal Rodent Control Mimmeograph WHO/VBC/79.726:109 hal.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 1986. Tikus sawah dan Pengendaliannya pada Tanaman Pangan Seminar Penggunaan Klerat RMB dalam Pengendalian Tikus dan ICI Pestisida Indonesia.

Ismail, G.I.Basa, Soetjipto Ph, TJ. 1990. Tinjauan Hasil Penelitian Usaha Lahan Pasang Surut di Sumatera Selatan. Usahatani dilahan Pasang surut dan Rawa. Badan Litbang Pertanian : 1-29.

Ismail. G.I, T.Alihamsyah IPG Wijaya A, Suwaarno, Tati.H, R.Thahir, dan D.E.Sianturi,.1993. Sewindu penelitian Pertanian dilahan Rawa ( 1985 1993). Badan Litbang Pertanian : 128 hal.

Manwan. I, I.G. Ismail, T. Alihamsyah dan S. Soetjipto. 1992. Teknologi untuk pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Prosiding Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Cisarua 3-4 Maret 1992.

Rochman, Dandi, S. dan Suwalan. 1982. Pola perkembangbiakan tikus sawah Rattus argentiventerpada daerah berpola tanam padi- padi di Subang. Penelitian Pertanian 3(2):77-80.

Rochman dan Suwalan.1991. Pola sebaran umpan dalam pengendalian tikus, Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Bogor vol. 2:203-245.

Rochman dan Suwalan S. 1993. Pengendalian hama utama tanaman pangan pada usaha tani didaerah pasang surut Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan. Reviw Hasil Penelitian Proyek SWAMPS II Bogor 19- 20 Pebruari 1993.

Rochman. 1994. Pola perpindahan populasi tikus sawah di pamanukan MT 1992/1993. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Bogor : 17 hal

Sukarna, D. Rochman, Mukelar, Juhani, Sutrisna, dan Solihin. 1986. Masalah hama dan penyakit serta pengendaliannya di lahan pasang surut. Risalah lokakarya Pola Usahatani , Badan litbang Pertanian : 205 – 218

Sama S. dan Rochman. 1988. Penerapan komponen dalam pengendalian tikus pada tanaman padi simposium penelitian tanaman pangan II. Bogor. 21 hal.

Van Vreden, G. dan Rochman. 1990. Rat damage of vegetable in the berebes area, Central Java. Report on a preliminary survey desember 19 – 21 , 1989 . Internal Communication LEHTI/ATA 395 No. 15:12 hal

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat repelensi dari bahan tanaman yang bersifat pedas, palatabilitas umpan, rodentisida racun kronis dan akut dengan pengaruh dari

Umpan pada semua konsentrasi keong yang diberikan pada aplikasi pertama. dikonsumsi oleh tikus (Tabel Lampiran

Jumlah anak yang dihasilkan dari perkawinan tikus jantan yang diberi perlakuan dengan tikus betina estrus tercantum pada Tabel 12. Pada tikus jantan yang diberi

Kelompok tikus yang diberi pakan standar memiliki indeks fagositosis 1,568, sedangkan kelompok tikus yang diberi pakan mengandung tepung tempe kedelai hitam sebanyak 25, 50, 75

Hasil Perhitungan Jumlah Leukosit Tikus Putih yang Diberi Ekstrak Herba Sawi Langit 1,5 g/kgBB secara Oral.... Hasil Perhitungan Jumlah Leukosit Tikus Putih yang Diberi Tenoksikam

Pada pengamatan tingkah laku pemijahan ikan kerapu tikus di BBAP Situbondo dan tingkah laku pemijahan ikan kerapu tikus pada beberapa literatur menunjukkan bahwa tidak ada

Mercon yang dibuat peneliti Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa mampu menekan populasi tikus sebesar 80 hingga 90% dari jumlah sarang aktif (Thamrin dan Asikin, 1996b),

Perlakuan yang diberikan adalah tikus betina ovariektomi yang diberi ransum dengan sumber protein kasein (OvxC), tikus betina ovariektomi yang diberi ransum dengan sumber