• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil dan Pembahasan Pola Pembelajaran Murid SLB Sekarang Metode Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hasil dan Pembahasan Pola Pembelajaran Murid SLB Sekarang Metode Penelitian"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perancangan Aplikasi Pembelajaran Bahasa Isyarat Sistem Isyarat Bahasa

Indonesia (SIBI) Untuk Tunarungu-Tunawicara

Alvin Sentosa, Kristiana Asih Damayanti

Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141

Email: rafael.neander@yahoo.com, thedy75@gmail.com

Abstrak

Penyandang tunarungu-tunawicara merupakan seseorang yang memiliki keterbatasan dalam hal mendengar dan berkomunikasi. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran perkembangan bahasa dan komunikasi menjadi terhambat. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara social, penyandang tunarungu menggunakan bahasa isyarat. Bahasa Isyarat yang sering digunakan di Indonesia adalah menggunakan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI). Akan tetapi pembelajaran bahasa isyarat sekarang ini hanya terbatas diajarkan di sekolah khusus untuk penyandang disabilitas. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perancangan sebuah aplikasi yang dapat menunjang pembelajaran bahasa isyarat untuk anak-anak.

Tahap awal perancangan adalah mengidentifikasi kebutuhan terhadap lima orang guru Sekolah Dasar (SD) dan delapan orang anak SD. Kemudian dilakukan penyusunan rancangan konsep menggunakan prinsip desain interaksi dan dihasilkan 3 alternatif rancangan konsep. Selanjutnya dilakukan penilaian untuk menentukan konsep terpilih. Konsep terpilih akan dibuat prototipe dengan jenis High-Fidelity. Setelah itu, prototipe akan dievaluasi dengan cara usability testing yang melibatkan tujuh orang anak SD. Evaluasi dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung jumlah waktu penyelesaian tugas dan jumlah kesalahan setiap tugas. Sedangkan evaluasi kualitatif dilakukan dengan dengan melihat dari jenis kesalahan, observasi bahasa tubuh, dan System Usability Scale (SUS).

Hasil dari penelitian ini adalah berupa aplikasi yang menampilkan pembelajaran bahasa melalui gambar, video isyarat, dan permainan. Hasil evaluasi secara keseluruhan dan berdasarkan nilai SUS sebesar 70,71 didapatkan bahwa rancangan aplikasi sudah cukup baik dalam memberikan kemudahan pembelajaran bahasa isyarat untuk anak-anak penyandang tunarungu-tunawicara.

Kata kunci: Tunarungu, Aplikasi, Desain Interaksi, Prototype, Usability Testing

Pendahuluan

Di dunia ini penderita tunarungu atau tunawicara jumlahnya sangat banyak. Dari data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan fakta-fakta sebagai berikut dimana 360 juta orang diestimasikan di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran (5,3% dari populasi dunia). Dari jumlah tersebut 328 juta orang atau sekitar 91% adalah orang dewasa (183 juta adalah laki-laki, 143 juta adalah perempuan), sisanya sebanyak 32 juta orang (9%) adalah anak-anak. Banyak penderita tunarungu terdapat pada negara-negara berkembang seperti negara-negara di Asia Selatan, Asia Pasifik, dan Afrika.

Penyandang tunarungu-tunawicara pada umumnya mengalami kesulitan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Somantri (2006) anak penyandang tunarungu

perkembangan bahasa dan bicara berkaitan dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan terganggunya komunikasi karena terhambatnya proses peniruan suara sehingga anak hanya meniru sebatas meniru secara visual.

Dalam kehidupan sehari-hari orang tunarungu-tunawicara salah satu cara berkomunikasi dan berinteraksi secara sosial adalah dengan menggunakan bahasa isyarat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia versi

online (http://kbbi.web.id/bahasa), bahasa

isyarat artinya bahasa yang tidak menggunakan bunyi ucapan manusia atau tulisan dalam sistem perlambangannya. Bahasa yang menggunakan isyarat (gerakan tangan, kepala, badan, dan sebagainya),

(2)

khusus diciptakan untuk tunarungu, tunawicara, tunanetra, dan sebagainya.

Dari hasil wawancara, pengenalan bahasa isyarat kepada anak dimulai sejak bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Pengenalan bahasa isyarat tersebut diajarkan hanya sebatas dasar kata seperti abjad, kata benda, dan angka. Ketika anak mulai memasuki Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) pola pembelajaran di sana, bahasa isyarat hanya diajarkan ketika pada pelajaran-pelajaran dimana terdapat istilah atau kosakata baru. Bahasa isyarat yang hanya diajarkan pada saat-saat tertentu, membuat penguasaan bahasa isyarat dari anak sendiri sangat kurang dan terhambat. Padahal penguasaan bahasa isyarat tersebut penting bagi anak penyandang karena digunakan untuk komunikasi sehari-sehari dengan teman ataupun dengan guru. Selain itu di rumah, orang tua penyandang mengalami kesulitan dalam mengajarkan anaknya bahasa isyarat karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang bahasa isyarat itu sendiri.

Dari kesulitan yang ditemukan di atas perlu disosialisasikan bahasa isyarat SIBI agar lebih mudah dipelajari oleh anak penyandang tunarungu-tunawicara. Salah satu cara menyosialisasikan bahasa isyarat SIBI dengan mengikuti perkembangan teknologi yang ada adalah melalui aplikasi. Dengan menggunakan aplikasi diharapkan anak dapat belajar bahasa isyarat dengan mandiri.

Metode Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu aplikasi pembelajaran bahasa isyarat untuk anak penyandang tunarungu. Untuk terciptanya sebuah aplikasi, dibutuhkan prinsip desain interaksi. Menurut Preece, J., Rogers, Y., dan Sharp, H. (2007), desain interaksi adalah prinsip yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi serta interaksi antara manusia dengan produk yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Tahapan perancangan aplikasi pembelajaran bahasa isyarat dimulai dengan identifikasi kebutuhan dengan cara wawancara

secara langsung kepada responden. Proses wawancara dilakukan terhadap 5 guru SD dan 8 murid SD di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Cicendo.

Tahapan perancangan kemudian dilanjutkan dengan merancang alternatif konsep berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan. Pembuatan alternatif konsep dilakukan dengan cara melakukan benchmarking terhadap aplikasi lain dan ide dari penulis. Pembuatan konsep dilakukan dengan cara low-fidelity prototype menggunakan sketsa. Proses penilaian dan pemilihan konsep adalah untuk menentukan konsep yang terpilih dari ketiga konsep yang telah dibuat.

Setelah didapatkan sebuah konsep terpilih, perancangan dilanjutkan dengan pembuatan high fidelity prototype menggunakan aplikasi Just in Mind dan akan digunakan dalam proses evaluasi dengan cara usability testing yang diikuti oleh tujuh responden.

Hasil dan Pembahasan

Berikut merupakan hasil dan pembahasan yang diperoleh melalui keseluruhan tahapan perancangan aplikasi pembelajaran bahasa isyarat.

Pola Pembelajaran Murid SLB Sekarang

Pada pengamatan yang dilakukan pada anak Sekolah Dasar (SD) kelas 1 sampai kelas 6, pola belajar anak adalah mereka belajar secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak. Metode guru dalam mengajar anak tunarungu tidaklah sama dengan guru yang mengajar pada sekolah yang normal dimana pada sekolah normal, guru mengajar dengan metode yang sama kepada semua anak. Pada anak tunarungu, guru mengajar dengan metode yang berbeda-beda tergantung kemampuan anak dalam mengenali bahasa. Kemudian seberapa cepat anak dalam mengenali bahasa isyarat itu tergantung dari kemampuan anak sendiri, baik itu anak kelas 1 ataupun anak kelas 6.

Pelajaran di sekolah SLB memakai buku tematik dimana menggabungkan semua pelajaran seperti matematika, bahasa, IPA,

(3)

dan IPS. Pada saat proses belajar berlangsung biasanya guru menerangkan pelajaran dengan disertai suatu isyarat kata. Selain itu dari pengamatan cara belajar anak-anak disana berlangsung secara dua arah dimana guru menerangkan dan anak ikut berinteraksi dengan guru. Hal tersebut diperlukan karena anak memiliki keterbatasan dalam mengerti bahasa yang disampaikan.

Selain belajar pelajaran biasa, terdapat pelajaran Pengembangan Komunikasi Persepsi Bunyi Dan Suara (PKPBI) untuk SD sampai dengan SMA. Pada pelajaran PKPBI, anak belajar cara pengucapan dengan artikulasi yang baik dan benar Selain itu diharapkan anak juga mampu mengenali suatu bunyi seperti bunyi yang dihasilkan oleh suatu alat musik. Nantinya diharapkan dengan belajar PKPBI, anak dapat berbicara atau berkomunikasi dengan baik.

Identifikasi Kebutuhan

Terdapat total 13 responden yang akan diwawancara yaitu masing sebanyak 5 guru dan 8 murid SDLB kelas 5 dan 6 yang akan melalui tahapan identifikasi kebutuhan dengan proses wawancara semiterstruktur.

Jenis pertanyaan yang diajukan terhadap responden guru dan anak berbeda. Berikut ini adalah list pertanyaan yang diajukan kepada anak-anak, yaitu:

1. Siapa nama anda?

2. Apakah anda mempunyai handphone? 3. Apa yang aktifitas yang biasa dilakukan

dengan handphone anda?

4. Apakah anda pernah mengerjakan pekerjaan rumah dengan bantuan handphone?

5. Apakah anda pernah mencari isyarat kata di handphone?

6. Apakah anda pernah menggunakan aplikasi pembelajaran bahasa isyarat di handphone anda?

7.

Jika ada aplikasi pembelajar di handphone anda, apakah mau yang sederhana, menarik, atau yang bagaimana?

Kemudian untuk pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada guru adalah sebagai berikut:

1. Siapa nama anda?

2. Apakah anda pernah menemukan aplikasi pembelajaran?

3. Jika ada aplikasi pembelajaran bahasa isyarat, fitur-fitur apa yang diperlukan dalam aplikasi tersebut?

Dari hasil wawancara tersebut, dihasilkan sebanyak 30 interpretasi kebutuhan. Interpretasi 30 kebutuhan yang dihasilkan kemudian dikelompokkan menjadi 6 hierarki kebutuhan. Proses screening dilakukan untuk menghilangkan kebutuhan yang tidak perlu. List kebutuhan user tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Akhir No. Kelompok Kebutuhan

1 Aplikasi yang menampilkan pembendaharaan kata secara visual

2 Aplikasi yang menyampaikan bahasa melalui suara atau bunyi yang jelas

3 Aplikasi dengan pembelajaran bahasa melalui permainan

4 Aplikasi yang memberikan kemudahan dalam belajar

5 Aplikasi dengan desain yang menarik Penyusunan Konsep Rancangan Aplikasi

Rancangan aplikasi dibuat menjadi 3 rancangan konsep aplikasi berdasarkan benchmark dari aplikasi. Penyusunan konsep rancangan dilakukan dengan cara membuat sketsa. Sketsa aplikasi dibuat dengan menampilkan antarmuka aplikasi yang saling berkaitan. Desain antarmuka aplikasi dibuat diusahakan mirip seperti pengguna menggunakan handphone pada umumnya.

Dari 3 rancangan konsep yang dibuat semuanya memiliki fitur yang sama seperti fitur dasar, kamus, dan permaianan (kecuali konsep 2 tidak ada fitur permainan). Perbedaan dari ketiga konsep tersebut adalah terletak pada desain antarmuka yang berbeda-beda di setiap konsep. Alternatif rancangan konsep 1, 2, dan 3 dapat dilihat pada gambar 1, gambar 2, dan gambar 3.

(4)

Gambar 1. Alternatif Rancangan Konsep 1

Gambar 2. Alternatif Rancangan Konsep 2

Gambar 3. Alternatif Rancangan Konsep 3 Penilaian Dan Pemilihan Rancangan Konsep

Setelah pembuatan ketiga rancangan konsep, berikut ini dapat dilihat pada tabel III.4 adalah tabel pemenuhan kebutuhan dari masing-masing konsep. Tabel ini berisi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masing-masing konsep yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Pemenuhan Kebutuhan

No Kebutuhan Pemenuhan Kebutuhan Alt. 1 Alt. 2 Alt. 3 1 Aplikasi yang menampilkan pembendaharaan kata secara visual 2 Aplikasi yang menyampaikan bahasa melalui suara atau bunyi yang jelas

3 Aplikasi dengan

pembelajaran bahasa melalui permainan

4 Aplikasi yang memberikan kemudahan dalam belajar 5 Aplikasi dengan desain

(5)

Proses penilaian dilakukan untuk melihat konsep mana yang terpilih dan nantinya akan dibuat prototype. Penilaian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penilaian kualitatif untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif konsep. Sedangkan penilaian kuantitatif untuk melihat konsep terpilih berdasarkan nilai rata-rata terbesar. Hasil penilaian secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Penilaian Kuantitatif Alternatif 1 2 3 Responden 1 30 30 40 Responden 2 30 20 50 Responden 3 40 20 40 Responden 4 30 20 50 Responden 5 30 30 40 Responden 6 35 35 30 Rata-rata 32,5 25,83 41,67 Pembuatan Prototype

Setelah mendapatkan rancangan yang terpilih adalah membuat prototipe. Keuntungan pembuatan prototipe menggunakan cara high fidelity adalah suatu prototipe dapat mendekati produk akhir. Dalam pembuatan high-fidelity prototype menggunakan aplikasi Just in Mind. Prototipe ini dibuat dengan spesifikasi layar lebar x tinggi yaitu 360 pixel x 640 pixel menyesuaikan dengan handphone yang digunakan yaitu Xiaomi Mi4i. Hasil prototype dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Tampilan Prototype Evaluasi

Setelah prototipe dibuat, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap prototipe. Evaluasi merupakan suatu proses penilaian tentang seberapa baik suatu desain dapat memenuhi kebutuhan pengguna (Preece et al., 2007). Dalam evaluasi ini dilakukan dengan cara usability testing (uji kemampupakaian) yaitu untuk mengetahui bagaimana pengguna, menggunakan, berinteraksi, melihat, dan merasakan produk (Rubin, 2008). Selama proses uji kemampakaian memakai handphone XiaoMi Mi4i sebagai prototipe aplikasi.

Dalam pemilihan responden dilakukan kepada murid SDLB kelas 1 sampai kelas 6. Kemudian dipilih sebanyak 7 responden yang akan melakukan uji kemampupakaian yaitu 3 anak dari kelas 4 dan 4 anak dari kelas 6. Responden sebanyak 7 anak tersebut, 4 anak berjenis kelamin laki-laki dan sisanya berjenis kelamin perempuan.

Setelah pemilihan responden langkah selanjutnya adalah membuat task list. Task list berisi daftar-daftar tugas yang harus dikerjakan oleh responden selama pengujian prototipe berlangsung. Berikut ini adalah task list yang akan digunakan dalam pengujian.

1. Ke menu aplikasi

2. Mencari alfabet dan melihat isyaratnya 3. Mencari kata di kamus

(6)

Proses selanjutnya adalah membuat langkah standar ketika responden menggunakan aplikasi berdasarkan task list. Langkah standar dapat membantu untuk melihat jumlah kesalahan (error) yang terjadi selama pengujian berlangsung. Berikut ini pada tabel 4 merupakan tabel langkah standar. Tabel 4. Langkah Standar Pengerjaan Aplikasi

Task 1 Task 2 Task 3 Task 4 Tekan icon menu Tekan icon dasar Tekan icon menu Tekan icon menu Tekan alfabet Tekan icon kamus Tekan icon permainan Tekan huruf d Tekan kamus buah Tekan tebak isyarat Tekan icon play

Tekan nanas Pilih jawaban Tekan icon back Tekan icon play Tekan lanjut Tekan icon panah kanan Tekan icon back sebanyak 3 kali Pilih jawaban Tekan icon play

Scroll bawah Tekan lanjut Tekan kamus

warna

Pilih jawaban Tekan hijau Tekan

selesai Tekan icon play Tekan tebak gambar Pilih jawaban Tekan lanjut Pilih jawaban Tekan lanjut Pilih jawaban Tekan selesai Data yang dibutuhkan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang dibutuhkan adalah data jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah task dan data jumlah kesalahan oleh anak-anak tiap task. Sedangkan untuk data kualitatif yang dibutuhkan adalah alasan kesalahan, tingkat kesulitan pengguna, hasil observasi ekspresi atau bahasa tubuh anak-anak selama pengujian, dan kuesioner dalam bentuk System Usability Scale (SUS).

Berikut pada tabel 5 merupakan hasil perhitungan waktu yang dibutuhkan anak-anak dalam menyelesaikan setiap task yang diberikan. Jumlah waktu yang dibutuhkan per

task untuk pengujian kemampupakaian

digunakan untuk melihat tingkat efisiensi dari aplikasi Belajar Isyarat.

Tabel 5. Waktu Yang Dibutuhkan per Task Responden Waktu (detik)

Task 1 Task 2 Task 3 Task 4

1 7 80 90 116 2 5 52 76 97 3 3 38 92 117 4 2 74 87 75 5 2 38 40 40 6 5 50 55 70 7 2 51 50 55 Rata-rata 3,71 54,71 70 81,43 Waktu yang dibutuhkan anak-anak dalam menyelesaikan task tersebut kemudian dirata-rata. Hasil rata-rata tersebut digunakan untuk melihat jumlah anak-anak yang menyelesaikan task kurang dari rata atau lebih dari rata-rata yang dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Responden Dibanding Rata-Rata

Task List Jumlah responden kurang dari rata-rata Rata-rata Waktu (detik) Jumlah responden lebih dari rata-rata Task 1 4 3,71 3 Task 2 5 54,71 2 Task 3 3 70 4 Task 4 4 81,43 3

Dari jumlah kesalahan dan kesulitan yang dibuat oleh responden selama pengujian kemudian direkapitulasi hasilnya untuk semua responden yang dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Jumlah Error

No Task List Jumlah Error Jumlah Kesulitan

(7)

2 Task 2 10 1

3 Task 3 11 5

4 Task 4 2 1

Kemudian data kualititatif selanjutnya adalah hasil gestur atau bahasa tubuh responden selama proses pengujian berlangsung dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil Observasi Bahasa Tubuh

No Bahasa tubuh Jumlah responden 1 Pengguna senang atau

kecewa ketika bermain games

4

2 Pengguna merasakan

kebingungan ketika menggunakan aplikasi

5

3 Pengguna ikut memperagakan isyarat

7

Setelah dilakukan pengujian kemampupakaian, responden diberikan kuesioner dalam bentuk System Usability

Testing (SUS). SUS adalah metode

pengukuran yang dikembangkan oleh John Brooke pada tahun 1986 untuk mengevaluasi produk, perangkat mobile, software, hardware, website, maupun aplikasi. SUS terdiri dari 10 pertanyaan dalam bentuk kuesioner dan terdapat 5 opsi jawaban untuk setiap pertanyaan. Berikut ini pada tabel 9 merupakan hasil SUS. . Dari hasil perhitungan SUS, rata-rata didapatkan nilai 70,71. Nilai tersebut berada diatas rata-rata karena nilai rata-ratanya adalah 68.

Setelah melakukan pengujian kemampupakaian, dari jumlah kesalahan selama pengujian kemampupakaian tersebut dikelompokkan berdasarkan kesalahan yang sama ke dalam usability problem. Kesalahan-kesalahan tersebut juga dilihat berapa frekuensi yang terjadi selama pengujian. Berikut ini adalah prioritas masalah yang harus diperbaiki dan rekomendasi yang diberikan yang dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Prioritas Perbaikan Usability Problem Prioritas Usability Problem Total Rekomendasi Perbaikan 1 Pengguna tidak 10 Menambahkan menu “tentang” mengetahui fungsi tugas aplikasi 2 Pengguna tidak sadar dengan fungsi panah kanan 6 Memperbesar ukuran panah kanan-kiri dan menampilkan penjelasan lanjut atau sebelumnya 3 Tombol back yang tidak selalu digunakan 5 Memberikan penjelasan tulisan tombol tujuan layar. Contoh: “kembali ke kamus” 4 Tulisan keterangan icon pada menu utama yang tidak kontras 2 Latar belakang tulisan diberikan warna agar kontras 5 Ukuran huruf kecil pada sub menu kamus sehingga pengguna harus mendekat ke perangkat 2 Memperbesar bentuk tampilan kelompok kata yang tadinya dalam bentuk tabel 4 kolom diganti menjadi 3 kolom . Kesimpulan

Terdapat 5 kebutuhan aplikasi pembelajaran bahasa isyarat hasil dari wawancara yang akan dibuat konsep rancangan, yaitu kebutuhan dengan aplikasi yang menampilkan pembendaharaan kata secara visual, kebutuhan aplikasi yang menyampaikan bahasa melalui suara atau bunyi yang jelas, kebutuhan aplikasi dengan pembelajaran bahasa melalui permainan, kebutuhan aplikasi yang memberikan kemudahan dalam belajar, dan kebutuhan aplikasi dengan desain yang menarik

Sebanyak 3 alternatif konsep dihasilkan dengan menggunakan sketsa, alternatif konsep 3 merupakan konsep terpilih, dan dibuat prototipe high-fidelity.

Hasil System Usability Scale (SUS) berada diatas rata-rata yaitu sebesar 70,71. Usability Problem yang ditemukan selama usability tesing ada 5 dan sudah diberikan rekomendasi perbaikan.

(8)

Saran yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya adalah:

1. Mempertimbangkan pembuatan working prototype sehingga lebih mempermudah responden dalam tahapan evaluasi usability testing.

2. Proses design workshop sebaiknya diikuti oleh lebih banyak anggota, sehingga dapat menghasilkan lebih banyak konsep yang bervariasi.

Daftar Pustaka

Brooke, J. (2016, 23 November). System Usability Scale (SUS). Diunduh dari

https://www.usability.gov/how-to-and-tools/methods/system-usability-scale.html Departemen Pendidikan Nasional. (2009).

Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan Pendidikan Luar Biasa.

Heuristic. (2016, 26 April). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diunduh dari http://kbbi.web.id/bahasa

Nielsen, J. (2016, 19 November). Why You Only Need to Test with 5 Users. Diunduh dari https://www.nngroup.com/articles/why-you-only-need-to-test-with-5-users/

Preece, J., Rogers, Y., dan Sharp, H. (2007). Interaction Design: Beyond Human-Computer Interaction. England: John Wiley & Sons, Ltd.

Rubin, J dan Chisnell, D. (2008). Handbook of usability Testing. Indianapolis, USA: Wiley Publishing, Inc.

Sekaran, U. (2003). Research Methods For Business. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. Diunduh dari http://iaear.weebly.com/uploads/2/6/2/5/262 57106/research_methods_entiree_book_u

masekaram-pdf-130527124352-phpapp02.pdf

Somantri, T. S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Redaksi Refika.

Ulrich, K.T dan Eppinger, S.D. (2011). Product Design and Development. United States of America: McGraw-Hill.

Wijaya, K. K. (2016, 11 Mei). Berapa Jumlah Pengguna Website, Mobile, dan Media Sosial di Indonesia. Diunduh dari https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-indonesia Wikipedia. (2016, 3 Mei). Bahasa Isyarat.

Diunduh dari https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_isyarat

World Health Organization. (2016, 2 Mei). Prevention of Blindness and Deafness.

Diunduh dari

http://www.who.int/pbd/deafness/estimates/ en/

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Akhir  No.  Kelompok Kebutuhan
Gambar 2. Alternatif Rancangan Konsep 2
Tabel 3. Hasil Penilaian Kuantitatif
Tabel 4. Langkah Standar Pengerjaan Aplikasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Mekanika tubuh penting bagi perawat dan klien. 0al ini mempengaruhi tingkat kesehatan mereka. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan dan

PDRB riil per kapita kedua propinsi tersebut tidak lebih dari Rp 5,000,000 pada tahun 2008, dan kedua propinsi tersebut memiliki persentase penduduk miskin

[r]

usia remaja yang melahirkan, wanita usia 15-19 tahun, dengan MDG 5.4; (4) Proporsi kelahiran dari ibu, usia 15-24 tahun, yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, di

Biaya-biaya terkait dengan kedua perjanjian tersebut yang dibebankan dalam operasi untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2010 adalah sebesar Rp171.724.749 yang

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 48 ayat (4), Pasal 50 ayat (5), Pasal 54 ayat (6), Pasal 55 ayat (7), Pasal 57 ayat (3), dan Pasal 59 ayat (2) Peraturan

Dengan berpegang pada ordonansi-ordonansi itu pemerintah Hindia Belanda telah membentuk -- kadang secara paksa, seperti halnya di Belitung -- daerah-daerah baru yang diberi

Bidang U dan V berpotongan di suatu garis yang dilukiskan dengan (U,V), PQ (U,V) dan QR (U,V), sehingga PQR adalah wakil dari sudut antara bidang U dan V. Buat segitiga,