• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII-D SMP NEGERI 19 MALANG DALAM MENGAJUKAN MASALAH DENGAN SITUASI SEMI TERSTRUKTUR PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII-D SMP NEGERI 19 MALANG DALAM MENGAJUKAN MASALAH DENGAN SITUASI SEMI TERSTRUKTUR PADA MATERI GARIS DAN SUDUT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1. Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika FMIPA UM 2. Dosen Jurusan Matematika FMIPA UM

1

PROSES BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII-D SMP NEGERI 19 MALANG DALAM MENGAJUKAN MASALAH DENGAN SITUASI

SEMI TERSTRUKTUR PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Nurul Ulfiah1 dan H. M. Shohibul Kahfi2

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Matematika

Universitas Negeri Malang

Abstract: The purpose of this research is to discribe the creative thinking process of students seventh graders of SMP Negeri 19 Malang in problem posing with semi structured situations on material lines and angles. This research included in the descriptive research. The data collected in this research are the result of students problem posing sheet and the result of individual interviews to some selected students of class seventh grader of SMP Negeri 19 Malang. The results of this research showed that there are levels of creativity very creative, creative, and less creative. In each level, there are four steps of creative thinking, they are synthesizing ideas, building ideas, plan implementation ideas, and implement idea. There are different detail of creative thinking process in each level.

Keyword: creative thinking process, problem posing, semi structured situation

Dunia pendidikan berkembang sangat cepat dan menuntut manusia untuk berpikir kreatif agar dapat mengikuti perkembangan yang ada, tidak hanya di dunia pendidikan tetapi juga dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hudoyo (dalam Abdollah, 2011: 18) mengatakan bahwa di dalam proses belajar

matematika terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental, dan orang yang belajar matematika pasti melakukan kegiatan mental. Dengan belajar matematika diharapkan siswa dapat berlatih bernalar, aktif, dan berpikir kreatif.

Salah satu hal yang diharapkan dalam belajar matematika adalah siswa dapat berlatih berpikir kreatif. Berpikir kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru. Ciptaan itu tidak perlu seluruh produknya harus baru, bisa jadi yang baru adalah gabungan atau kombinasi yang digunakan, sedangkan unsur-unsurnya sudah ada sebelumnya. Jadi, berpikir kreatif adalah kemampuan untuk melihat kombinasi-kombinasi baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya (Semiawan dkk, 1987:8).

Menurut Siswono (2008: 61), proses berpikir kreatif adalah langkah-langkah berpikir kreatif yang meliputi mensintesis ide-ide, membangun suatu ide, kemudian merencanakan penerapan ide dan menerapkan ide tersebut untuk

menghasilkan sesuatu (produk) yang baru. Mensintesis ide artinya menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki yang dapat bersumber dari

pembelajaran di kelas maupun pengalaman sehari-hari. Membangun ide-ide artinya memunculkan ide-ide yang berkaitan dengan masalah yang diberikan sebagai hasil dari proses sintesis ide sebelumnya. Merencanakan penerapan ide artinya memilih suatu ide tertentu untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan atau yang ingin diselesaikan. Menerapkan ide artinya

(2)

2

mengimplementasikan atau menggunakan ide yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah

Mengajukan masalah atau problem posing menurut situasi yang tersedia, Stonayofa (dalam Hajar, 2001:13) mengklasifikasi menjadi tiga problem posing, yaitu problem posing bebas, semi terstruktur, dan terstruktur. Pada situasi bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus dipatuhi dalam membuat soal. Pada situasi semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Pada problem posing terstruktur, siswa diberi masalah khusus (soal), kemudian berdasarkan masalah/soal tersebut siswa membuat masalah/soal baru. Pada penelitian ini, yang dipakai adalah situasi semi terstruktur yang bertujuan untuk memberikan kebebasan siswa dalam membuat dan mengembangkan soal.

Berdasarkan observasi peneliti di SMP Negeri 19 Malang saat peneliti melaksanakan PPL pada semester ganjil tahun 2012 di sekolah tersebut,

khususnya di kelas VII-D, diperoleh bahwa kemampuan siswa dalam mengajukan soal atau masalah beragam. Ketika siswa diminta membuat soal atau masalah, soal atau masalah yang dihasilkan mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Beberapa soal dapat dikerjakan oleh siswa lain dengan mudah dan adapula siswa yang merasa kesulitan mengerjakan soal yang telah dibuat oleh temannya.

Pada SMP kelas VII, salah satu materi yang dipelajari adalah garis dan sudut. Materi ini dipelajari pada semester genap. Materi ini perlu dipelajari karena materi ini merupakan dasar dari materi tentang geometri.

Banyak penelitian yang berhubungan dengan pembelajaran berpikir kreatif. Dalam penelitian oleh Neni Apriliana pada tahun 2011 di SMP Negeri 2 Pandaan,telah didapat bahwa penerapan model pembelajaran problem posing dapat meningkatkan kreativitas siswa. Selain itu, penelitian oleh Jamaliatul Badriyah pada tahun 2010 yang berjudul “Penerapan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII-C SMPN 4 Malang” hasilnya adalah kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dan sudah mencapai 60,79%.

Berdasarkan hasil penelitian, penerapan pengajuan masalah (problem

posing) cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Tetapi karena pengajuan soal tersebut relatif “baru” bagi siswa, maka perlu diketahui bagaimana proses berpikir siswadalam mengajukan soal agar dalam penerapannya di kelas tidak mengalami kendala atau masalah. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam bagaimana proses berpikir kreatif siswa kelas VII-D SMP Negeri 19 Malang dalam mengajukan masalah dengan situasi semi terstruktur pada materi garis dan sudut.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 19 Malang dengan subyek penelitian siswa kelas VII-D sebanyak 6 siswa, terdiri dari 2 siswa yang berkemampuan matematika tinggi yang berikutnya disebut S1 dan S2, 2 siswa yang berkemampuan sedang yang berikutnya disebut S3 dan S4, dan 2 siswa yang berkemampuan rendah yang berikutnya disebut S5 dan S6. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi nilai rapor khususnya matematika semester ganjil tahun ajaran

(3)

3

diajukan siswa pada lembar problem posing, serta hasil rekaman suara saat wawancara individu subyek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah melalui observasi, pengajuan masalah, wawancara, dan alat rekam. Observasi dilakukan pada saat peneliti melaksakan PPL dan beberapa hari sebelum penelitian untuk mendapatkan nilai rapor semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 khususnya nilai matematika. Pada tahap ini, peneliti menentukan subyek penelitian dengan mempertimbangkan nilai rapor tersebut. Pada tahap mengajukan masalah, siswa diberi lembar problem posing. Dalam lembar tersebut, siswa membuat atau mengajukan soal atau masalah berdasarkan

informasi tertentu atau situasi semi terstruktur. Pada tahap wawancara, digunakan wawancara terstruktur yaitu melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya yang dapat mengungkap proses berpikir kreatif siswa dalam mengajukan masalah. Wawancara dilakukan terhadap 6 siswa yang menjadi subyek penelitian yang telah ditentukan pada tahap observasi. Kemudian alat rekam pada penelitian ini membantu peneliti untuk merekam semua ungkapan siswa saat wawancara yang berisi tentang penjelasan apa yang dilakukan dan apa yang dipikirkan siswa saat menyusun soal atau masalah pada lembar problem

posing.

Analisis data dilakukan apabila semua data sudah terkumpul. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah model alir (flow model) yang dikemukakan oleh Miles and Huberman (1992: 18) dengan tahap-tahap

mereduksi, menyajikan data, kemudian menarik kesimpulan. Mereduksi data adalah langkah dalam proses yang meliputi kegiatan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data yang diperoleh mulai dari awal pengumpulan data sampai penyusunan laporan penelitian. Oleh karena itu dari lembar problem

posing dan hasil rekaman dapat dilakukan reduksi data sehingga peneliti dapat

membuat kesimpulan yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Setelah itu dilakukan penyajian data. Penyajian data tersebut dilakukan dalam rangka

pengorganisasian informasi hasil reduksi yang disusun secara naratif, sehingga memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang makna data yang telah disajikan.

HASIL

Berdasrkan hasil pengajuan masalah pada lembar problem posing, S1 membuat gambar yang rumit. Dalam soal yang dibuat terdapat kesalahan dalam membuat kalimat, namun S1 dapat memperbaikinya dengan cukup baik. Selain itu, S1 mampu membuat soal-soal yang berbeda. Sama halnya dengan S1, S2 juga membuat gambar yang rumit untuk dijadikan soal. Kesalahan yang dialami oleh S2 pun sama dengan S1 yaitu kesalahan dalam membuat kalimat. S3 dan S4 juga membuat gambar yang rumit dan dapat dengan sangat baik memperbaiki

kesalahannya. Kesalahan yang dilakukan oleh S3 adalah kesalahan dalam

menggambar sudut sedangkan kesalahan S4 adalah kurang tepat dalam membuat kalimat. S5 dalam membuat soal memilih gambar yang beragam dan terdapat kesalahan dalam menggunakan konsep, namun S5 dapat memperbaikinya dengan tepat. Kemudian S6 membuat gambar yang sederhana namun soal yang dibuat berbeda dengan yang lain, karena dalam soal yang dibuat S6 melibatkan materi matematika yang lain. Semua subyek penelitian mampu membuat banyak soal dan

(4)

4

mampu membuat soal divergen, yaitu soal yang dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara. Mereka juga membuat kunci jawabannya dengan tepat.

Ditemukan bahwa dari 6 subyek penelitan, satu siswa dengan kemampuan matematika rendah memiliki tingkat kreativitas sangat kreatif. Empat siswa yang mempunyai kemampuan matematika di atasnya memiliki tingkat kreativitas kreatif. Jadi, kemampuan tinggi belum tentu paling kreatif, dan siswa yang

kemampuannya rendah tidak menutup kemungkinan untuk lebih kreatif dari siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang.

Berdasarkan hasil wawancara, ide yang dimunculkan oleh S1 berdasarkan garis, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Ide-ide tersebut bersumber dari

pembelajaran di kelas. S1 mampu menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki. Kemudian dalam membangun ide, S1 mencari gambar yang mudah. Pertimbangan S1 dalam membuat gambar bersifat konseptual dan intuitif (perasaan). Pada tahap merencanakan penerapan ide, S1 sangat lancar dalam memunculkan idenya. Pada tahap ini, S1 tidak mengalami kesulitan. Pada tahap mererapkan ide, S1 pernah melakukan kesalahan, namun dapat memperbaikinya dengan cukup tepat.

Ide yang dimunculkan oleh S2 berdasarkan garis, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Ide-ide tersebut bersumber dari pembelajaran di kelas. S2 mampu menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki. Kemudian dalam membangun ide, S2 mencari gambar yang mudah. Pertimbangan S2 dalam membuat gambar bersifat konseptual dan intuitif (perasaan). Pada tahap

merencanakan penerapan ide, S2 lancar dalam memunculkan idenya. Pada tahap ini, S2 tidak mengalami kesulitan. Pada tahap mererapkan ide, S2 pernah

melakukan kesalahan, namun dapat memperbaikinya dengan cukup tepat. Ide yang dimunculkan oleh S3 berdasarkan bentuk-bentuk gambar garis, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Ide-ide tersebut bersumber dari pembelajaran di kelas. S3 mampu menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki. Kemudian dalam membangun ide, S3 mencari gambar yang mudah. Pertimbangan S3 dalam membuat gambar bersifat konseptual dan intuitif (perasaan). Pada tahap merencanakan penerapan ide, S3 sangat lancar dan dalam memunculkan idenya. Pada tahap ini, S3 mengalami kesulitan, namun dapat nengatasinya. Pada tahap mererapkan ide, S3 pernah melakukan kesalahan, namun dapat memperbaikinya dengan tepat.

Ide yang dimunculkan oleh S4 berdasarkan bentuk garis yang

berpotongan, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Ide-ide tersebut bersumber dari pembelajaran di kelas dan dari LKS. S4 mampu menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki. Kemudian dalam membangun ide, S4 mencari gambar yang mudah. Pertimbangan S4 dalam membuat gambar bersifat konseptual dan intuitif (perasaan). Pada tahap merencanakan penerapan ide, S4 sangat lancar dalam memunculkan idenya. Pada tahap ini, S4 tidak mengalami kesulitan. Pada tahap mererapkan ide, S4 pernah melakukan kesalahan, namun dapat

memperbaikinya dengan tepat.

Ide yang dimunculkan oleh S5 berdasarkan garis-garis, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Ide-ide tersebut bersumber dari pembelajaran di kelas. S5 mampu menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki. Kemudian dalam membangun ide, S5 mencari gambar yang mudah. Pertimbangan S5 dalam

(5)

5

lancar dalam memunculkan idenya. Pada tahap ini, S5 tidak mengalami kesulitan. Pada tahap mererapkan ide, S5 pernah melakukan kesalahan, namun dapat

memperbaikinya dengan tepat.

Ide yang dimunculkan oleh S6 berdasarkan gambar garis, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Ide-ide tersebut bersumber dari pembelajaran di kelas termasuk materi sebelum-sebelumnya yang pernah dipelajari. S6 mampu menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki. Kemudian dalam membangun ide, S6 mencari gambar yang mudah. Pertimbangan S6 dalam membuat gambar bersifat konseptual dan intuitif (perasaan). Pada tahap merencanakan penerapan ide, S6 lancar dalam memunculkan idenya. Pada tahap ini, S6 tidak mengalami kesulitan. Pada tahap mererapkan ide, S6 pernah melakukan kesalahan, kemudian merubah soal tersebut.

PEMBAHASAN

Menurut Airasian (dalam Siswono, 2008: 66), proses berpikir kreatif umumnya berkoordinasi dengan pengalaman belajar siswa. Seperti terlihat pada tahap mensintesis ide, S1 sampai S6 memiliki perbedaan dalam menyatukan idenya. Ide-ide tersebut bersumber dari pengalaman belajar di kelas yang sekedar diingatnya, dipikirkan secara mendalam, atau berdasarkan materi

sebelum-sebelumnya yang telah dipelajari. Ide yang dibuat oleh S5 berdasarkan dari gambar garis-garis yang berpotongan, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. S5 tidak memikirkan lagi lebih dalam, yaitu hanya membuat gambar dan soal seperti yang didapatkan dalam pembelajaran di kelas. Kemudian ide yang dibuat oleh S1, S2, S3, dan S4 sama dengan S6, namun mereka memikirkannya lebih dalam dengan membuat gambar yang terdiri lebih dari tiga garis dan mampu membuat gambar yang berbeda. Ide yang dibuat oleh S6 selain berdasarkan gambar garis-garis yang berpotongan, sifat-sifat sudut, dan besar sudut, juga berdasarkan ingatannya tentang materi aljabar di semester ganjil dan segitiga ketika di Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu, gambar dan pertanyaan yang dibuat oleh S6 berbeda dan lebih kompleks. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Munandar (1987: 34), yaitu “Jika kita bandingkan pengalaman belajar kita dengan pengalaman belajar orang lain dalam suatu peristiwa yang sama, maka kita saksikan bahwa pengalaman belajar kita berbeda dibandingkan dengan pengalaman belajar orang lain”. Jadi, meskipun keenam subyek penelitian mendapat perlakuan yang sama, namun pengalaman belajar mereka berbeda, sehingga proses berpikir kreatif dari keenam subyek penelitian terdapat perbedaan.

Berdasarkan penelitian oleh Siswono (2008), selain pengalaman belajar siswa, kemampuan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang sudah diketahui juga memberi pengaruh terhadap proses kreatifnya. Hal ini juga terlihat pada penelitian ini, yaitu S6 mampu mengolah pengetahuan lebih baik daripada yang lain dengan memadukan materi yang sedang dipelajari dengan materi sebelumnya yang telah dipelajari. Jika dilihat dari tingkat kreativitas, siswa dengan tingkat kreativitas semakin tinggi, maka semakin kompleks siswa tersebut dalam menyatukan ide.

Dalam membuat soal, semua siswa menjelaskan bahwa mereka memilih soal-soal yang mudah. Namun, S1, S2, S3, dan S4 membuat soal yang lebih rumit daripada S5. S1, S2, S3, S4, dan S5 membuat pertanyaan atau soal-soal yang hampir sama semua, namun S1, S2, S3, dan S4 membuat soal dan gambar yang

(6)

6

berbeda-beda dan dapat membuat gambar yang lebih rumit daripada gambar yang dibuat oleh S5. S5 mampu membuat banyak soal, namun gambar yang dibuat tidak berbeda. S6 membuat soal yang lebih rumit daripada soal yang dibuat oleh S1, S2, S3, dan S4. S6 membuat soal yang juga melibatkan materi

sebelum-sebelumnya. Kemudian penelitian oleh Siswono (2002), disimpulkan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi membuat soal yang lebih rumit daripada siswa yang berkemampuan rendah. Hasil penelitian oleh Siswono tersebut tidak selalu benar, terbukti S6 yang memiliki kemampuan rendah mampu membuat soal yang lebih rumit dari pada S1, S2, S3, dan S4 yang berkemampuan tinggi dan sedang. Meskipun semua siswa memilih untuk membuat soal yang mudah, namun jika dilihat dari tingkat kreativitas siswa, maka yang lebih tepat dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kreativitas siswa, semakin rumit soal yang dibuat. Hal ini sesuai dengan penyataan Siswono (2008: 66), yaitu “mudah” bagi siswa dengan tingkat kreativitas tinggi bisa berarti yang sulit bagi siswa dengan tingkat kreativitas rendah.

S1 dalam membuat soal yang dapat dikerjakan dengan lebih dari satu cara adalah dengan mencoba-coba membuat jawabannya terlebih dahulu, baru

kemudian membuat soal. Kemudian S2, S3, S4, dan S5 terlebih dahulu mencoba-coba membuat soal, kemudian menmencoba-coba-mencoba-coba membuat jawabannya dengan lebih dari satu cara. S6 dalam membuat soal yang divergen dilakukan dengan tidak sengaja, namun S6 mampu membuat soal yang berbeda dari yang lainnya yang bahkan tidak terpikirkan oleh siswa lain dengan cara melibatkan materi sebelum-sebelumnya. Yang dilakukan oleh S6 sesuai dengan pernyataan Munandar (1990) yang menyatakan bahwa soal yang kreatif tidak harus soal yang dapat dikerjakan dengan lebih dari satu cara, namun soal dengan jawaban tunggal namun berbeda dari yang lain juga merupakan soal yang kreatif.

S1 dan S4 dalam membuat alternatif soal yang lain dengan membuat gambar yang berbeda serta pertanyaan yang berbeda. S2 dengan membuat gambar yang berbeda. S3 dengan membuat gambar yang beragam dan berbeda. S5 dengan merubah besar sudutnya. Jika dilihat dari tingkat kreativitasnya, siswa yang sangat kreatif dan kreatif dalam membuat alternatif soal yang lain umumnya dengan mempertimbangkan gambar. Siswa yang kurang kreatif dengan merubah

bilangannya (besar sudut). Ini sesuai dengan indikator proses berpikir kreatif oleh Siswono yang salah satunya adalah mengembangkan ide yang ada. Cara siswa mengembangkan ide berbeda-beda sesuai dengan pendapat Semiawan, dkk. (1987) bahwa kemampuan mengajukan masalah setiap siswa berbeda.

Berdasarkan soal yang dibuat, S1 pernah melakukan kesalahan karena ketidaktepatan penggunaan kalimat. S1 mampu memperbaiki beberapa kesalahannya, namun masih ada kekurangan, hal tersebut terlihat pada soal perbaikan nomor II3. Pada soal II3, awalnya “luar sepihak yaitu:”, kemudian diperbaiki dengan “sebutkan luar sepihak”. Dilihat dari kunci jawaban yang dibuat, ternyata yang dimaksud oleh S1 adalah pasangan sudut-sudut luar sepihak. Soal yang dibuat S2 terdapat kesalahan karena ketidaktepatan penggunaan

kalimat, sama halnya dengan S1.S1 mampu memperbaiki sebagian kesalahannya. S3 pernah melakukan kesalahan dalam membuat soal, yaitu

ketidaksesuaian gambar, namun S3 dapat memperbaikinya. Pada soal nomor 1, yang diketahui adalah besar suatu sudut 50°, namun pada gambar yang dibuat menunjukkan besar sudut tersebut sekitar 90°.

(7)

7

S4 pernah melakukan kesalahan dalam membuat soal, yaitu kalimatnya kurang rinci. Pada soal nomor 3, awalnya berbunyi “berdasarkan gambar di atas, sebutkan pasangan sudut-sudut yang dalam sepihak”, sedangkan gambar yang ada terdapat pada soal nomor 1 dan 2. Kemudian S4 merubah soal tersebut menjadi “berdasarkan gambar no. 2, sebutkan pasangan sudut-sudut yang dalam sepihak”. S4 tahu bahwa soal yang dibuat ada yang harus diperbaiki ketika membuat kunci jawabannya.

S5 pernah melakukan kesalahan dalam membuat soal, yaitu dua sudut yang saling berpelurus diketahui jumlah sudutnya tidak 180°. Kesalahan tersebut salah satunya dapat dilihat pada soal nomor 5 dan 6. Pada gambar, sudut A1 berpelurus dengan sudut A2, namun pada soal nomor 5 diketahui besar sudut A1 adalah 65° dan pada soal nomor 6 diketahui besar sudut A2 adalah 105°.

Kemudian S5 merubah soal nomor 5 sampai dengan nomor 10 sehingga besar sudut yang diketahui sesuai. Kesalahan lain yang dibuat oleh S5 adalah soal nomor 1. Soal nomor 1 berbunyi “sudut yang sehadap = ...”, pertanyaan tersebut ambigu. Jika dilihat dari kunci jawabannya, yang dimaksud oleh S5 untuk soal nomor 1 adalah “sebutkan sudut-sudut yang sehadap” dan S5 tidak memperbaiki kesalahan tersebut. S5 tahu bahwa soal yang dibuat ada yang harus diperbaiki ketika membuat kunci jawabannya.

S6 melakukan kesalahan dalam soal yang dibuatnya, yaitu dua sudut yang saling berpelurus diketahui jumlah sudutnya tidak 180°, kemudian S6 merubah soal tersebut. Selain itu, S6 juga memperbaiki soal nomor 2 dengan

menambahkan gambar. S6 tahu bahwa soal yang dibuat ada yang harus diperbaiki ketika membuat kunci jawabannya.

Dari uraian di atas, maka siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang umumnya melakukan kesalahan dalam penggunaan kalimat, sedangkan siswa dengan kemampuan rendah melakukan kesalahan dalam konsep. Namun yang terpenting adalah bagaimana siswa tersebut memperbaiki kesalahannya, sesuai dengan pendapat Semiawan, dkk. (1987). Kemampuan siswa dalam memperbaiki kesalahannya juga merupakan salah satu indikator kreativitas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siswono (2008), siswa yang mampu memperbaiki kesalahannya dengan tepat adalah siswa sangat kreatif. Siswa kreatif mampu memperbaiki kesalahan dengan cukup tepat, dan siswa dengan kreativitas di bawahnya tidak tepat dalam memperbaiki kesalahannya. Penelitian oleh Siswono tersebut tidak berlaku pasti, karena hasil penelitian ini yaitu bahwa S1dan S2 yang berada pada tingkat kreativitas kreatif dapat

memperbaiki kesalahan dengan cukup tepat, namun S3 dan S4 yang sama-sama berada pada tingkat kreativitas kreatif dapat dengan tepat memperbaiki

kesalahannya. Kemudian untuk S5 dan S6 yang berturut-turut merupakan siswa kurang kreatif dan sangat kreatif dapat memperbaiki kesalahannya dengan cukup tepat.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari keenam subyek penelitian, satu siswa yang berkemampuan rendah memiliki tingkat kreativitas yang paling tinggi daripada siswa yang berkemampuan tinggi dan sedang. Hal ini bertentangan dengan pendapat Siswono (dalam Siswono, 2004: 76) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kemampuan mengajukan masalah dengan prestasi belajar siswa. Namun hal hal ini bukanlah hal baru karena dalam penelitian Siswono pada tahun 2005 yang melakukan pengelompokan siswa berdasarkan

(8)

8

tingkat kreativitasnya, Siswono menemukan satu siswa dari tingkat rendah yang mempunyai tingkat kreativitas paling tinggi.

Menurut Semiawa, dkk. (1987: 27), ada siswa-siswa yang walaupun sebetulnya berbakat, tetapi prestasi belajarnya tidak menonjol. Alasan mengapa hal ini bisa terjadi salah satunya adalah siswa tersebut merasa bosan di dalam kelas karena kecepatan pemikirannya melebihi teman-temannya. Ia dapat lebih cepat mengerti atau menangkap sesuatu sehingga pelajaran-pelajaran di sekolah kurang mengandung tantangan baginya. Akhirnya karena kurang memperhatikan pelajaran yang diberikan ia tertinggal dan prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kemampuannya. Ia menjadi underchiever, yaitu seseorang yang

berprestasi di bawah potensinya. Kemungkinan satu siswa yang berkemampuan rendah namun mempunyai tingkat kreativitas tinggi merupakan salah satu siswa yang mengalami hal sesuai dengan pendapat Semiawan, dkk. di atas. Demikian pula Wallach (dalam Munandar, 1999: 33) yang menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/produktif.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pada lembar problem posing dan wawancara yang dilakukan terhadap subyek penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tingkat kreativitas sangat kreatif, kreatif, dan kurang kreatif. Pada masing-masing tingkat kreativitas terdapat empat tahap berpikir kreatif, yaitu tahap mensintesis ide, membangun ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapakan ide. Pada tingkat kreativitas sangat kreatif dalam mensintesis ide, ide berdasarkan gambar garis-garis yang berpotongan, sifat-sifat sudut, besar sudut, dan materi pelajaran matematika yang lain. Pernah mengalami kesalahan dalam menjalin ide, namun dapat mengatasinya. Pada tahap membangun ide, memilih gambar-gambar yang sederhana dan menghubungkan antara materi matematika yang satu dengan materi matematika yang lain. Pada tahap merencanakan penerapan ide, membuat soal terlebih dahulu kemudian membuat kunci jawabannya dan memilih gambar gambar yang berbeda. Pada tahap menerapkan ide pernah mengalami kesalahan konsep dan dapat dengan cukup tepat memberbaikinya, namun masih terdapat kesalahan dalam membuat kalimat.

Pada tingkat kreativitas kreatif dalam mensintesis ide, ide berdasarkan gambar garis-garis yang berpotongan, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Tidak pernah mengalami kesalahan dalam menjalin ide. Pada tahap membangun ide memilih gambar-gambar yang rumit. Pada tahap merencanakan penerapan ide, pada umumnya membuat soal terlebih dahulu kemudian membuat kunci

jawabannya, namun adapula yang membuat kunci jawabannya terlebih dahulu dan memilih gambar dan pertanyaan yang berbeda-beda. Pada tahap menerapkan ide pernah mengalami kesalahan dalam membuat kalimat dan dapat dengan cukup tepat memperbaikinya.

Pada tingkat kreativitas kurang kreatif dalam mensintesis ide, ide berdasarkan gambar garis-garis yang berpotongan, sifat-sifat sudut, dan besar sudut. Pernah mengalami kesalahan dalam menjalin ide, namun dapat

memperbaikinya. Pada tahap membangun ide memilih gambar-gambar yang sederhana. Pada tahap merencanakan penerapan ide, membuat soal terlebih dahulu

(9)

9

kemudian membuat kunci jawabannya, memilih gambar-gambar yang beragam dan lebih memikirkan untuk merubah bilangannya. Pada tahap menerapkan ide pernah mengalami kesalahan konsep dan dapat dengan tepat memperbakinya. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan matematika rendah belum tentu merupakan siswa dengan kreativitas yang rendah.

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan dalam penerapan pembelajaran matematika yang menggunakan pengajuan masalah untuk

mendorong berpikir kreatif perlu diperhatikan proses berpikir kreatif siswa agar kreativitas semua siswa terlatih dengan baik. Untuk semua siswa, perlu latihan untuk menggunakan bahasa atau kalimat dengan tepat. Kemudian untuk siswa yang tingkat kreativitasnya rendah, perlu diberikan dorongan untuk tidak hanya puas dengan hasil yang diperoleh. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siswa yang berkemampuan rendah namun kreativitasnya tinggi sebagai pertimbangan dalam menyusun pembelajaran yang efektif.

DAFTAR RUJUKAN

Abdollah. 2011. Proses Berpikir Siswa dalam Membuat Koneksi Matematika

Melalui Aktivitas Problem Solving. Tesis tidak diterbitkan. Malang:

Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Apriliana, Neni. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing Dengan

Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Pandaan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:

FMIPA Universitas Negeri Malang.

Badriyah, Jamaliatul. 2010. Penerapan Problem Posing pada Pembelajaran

Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas VIII-C SMPN 4 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA

Universitas Negeri Malang.

Hajar, Mohammad N. 2001. Belajar dari Masalah Membuat Masalah. (Online), (http://mashajar.wordpress.com/2008/08/09, diakses 27 November 2012) Miles, M. B. dan Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif, Terjemahan

oleh Tjetjep R, Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press).

Munandar, S. C. Utami. 1987. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas anak

Sekolah. Jakarta: PT Gramedia

Munandar, S. C. Utami. 1990. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas anak

Sekolah. Jakarta: PT Gramedia.

Munandar, S. C. Utami. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi

Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Semiawan, C., Munandar, A. S., dan Munandar, S. C. Utami. 1987. Memupuk

Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia.

Siswono, Tatag Yuli eko. 2002. Proses Berpikir Siswa dalam Pengajuan Soal. (Online),

(http://tatagyes.files.wordpress.com/2009/11/paper02_berpikir2.pdf, diakses 5 Januari 2013)

Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam

Memecahkan dan Mengajukan Masalah Matematika. Matematika, 15 (1): 60-68.

Referensi

Dokumen terkait

1 Obat Jadi Yakni obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk lain yang mempunyai teknis sesuai

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI ( team Assisted Individualization ) dapat meningkatkan prestasi dan motivasi belajar

Dari uraian di atas dapat dirumuskan b4hwa dalam kalimat maupun wacana ba- hasa Prancis, sebuah satuan lingual me- ngandung informasi lama jika pada saat tirdak wicara itu

Statuta FIFA sebagai bagian dari sistem hukum FIFA dengan karakteristik- karakteristiknya tersebut dengan demikian menjadi bagian dari Lex Sportiva dan merupakan

Guru memberikan tugas individu untuk mencari artikel yang berhubungan dengan pekerjaan administrasi sarana dan prasarana.. Memberikan umpan balik terhadap proses

Berdasarkan data tersebut, maka dengan penerapan model pembelajaran TS-TS pada kelas eksperimen 2 dapat dikatakan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika

Kemasan kompetensi yang digunakan mengacu pada SKKNI yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 142 Tahun 2013

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Pengaruh Konten Review