• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Matematika

Gagne (Widayanti, 2014:100) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Selain itu, menurut Suparno (Sahrudin, 2014:2) dalam proses pembelajaran, murid harus membangun sendiri pengetahuan mereka. Disamping itu, seorang guru harus melihat mereka bukan sebagai lembar kertas putih kosong atau tabula rasa.

Pembelajaran yang mendukung proses internal belajar dan siswa harus membangun sendiri pengetahuan mereka serta dapat menumbuhkan kemampuan siswa dalam belajar yaitu melalui pembelajaran matematika. Chambers (Tias, 2015:29) mengatakan “melalui pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, sistematis, cermat, efektif, dan efisien dalam memecahkan masalah”.

Menurut Wardani (2008:8) tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

(2)

(3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Setiawati (2014:2) prinsip-prinsip pembelajaran matematika yaitu: (1) Melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran matematika; (2) Penilaian kemampuan siswa terhadap materi yang telah dipelajari; (3) Siswa melakukan penilaian terhadap diri sendiri; (4) Menyediakan kesempatan untuk berlatih dan mengulang; (5) Generalisasi ke situasi baru; (6) Membangun fondasi yang kokoh tentang konsep dan keterampilan matematika; (7) Menyajikan program matematika seimbang; (8) Suasana belajar yang efektif; (9) Pemberian penghargaan terhadap hasil belajar.

Berdasarkan tujuan dan prinsip pembelajaran matematika tersebut seharusnya guru dapat memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip pembelajaran matematika agar tujuan pembelajaran matematika itu tercapai dengan baik yaitu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, mengomunikasikan gagasan, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Dengan demikian pembelajaran matematika diharapkan dapat mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Mengenai peningkatan sebuah pembelajaran, salah satu kegiatan awal dalam meningkatkan

(3)

pembelajaran adalah memilih model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran yang memungkinkan untuk menciptakan suasana belajar yang efektif dan efisien.

2.2 Model Pembelajaran

Menurut Hamiyah (2014:57) Model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Model sangatlah penting peranannya dalam pembelajaran, karena pemilihan model yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif.

Menurut Komaruddin (Sagala, 2012:175) menyatakan bahwa model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.

Lebih lanjut Sagala (2012:176) mengungkapkan bahwa model pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.

(4)

Hamiyah (2014:57-58) mengungkapkan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai cara,contoh, maupun pola, yang mempunyai tujuan untuk menyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami, yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilh oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi dalam kelas. Suatu model akan mempunyai ciri-ciri tertentu dilihat daari faktor-faktor yang melengkapinya.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dimana pola/cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan untuk menyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami.

Menurut kurniasih (2015:18-19) dari sekian banyak model yang ada, baik yang sederhana ataupun yang rumit, semuanya memiliki ciri-ciri khusus yang mesti harus ada, diantaranya:

1. Model tersebut harus rasional teoritik serta yang logis

2. Memiliki landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar 3. Adanya tingkah laku dalam mengajar, agar model tersebut dapat

dilaksanakan dan berhasil

4. Adanya lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2.3 Model Pembelajaran Snowball Throwing

Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola

(5)

salju. Dalam pembelajaran snowball throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab. Menurut Bayor (Hamdayama, 2014:158) snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaanya banyak melibatkan siswa. Peran guru disini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran. Depdiknas dalam (Hamdayama, 2014:158) Snowball throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang merupakan rekomendasi UNESCO, yakni belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

Lebih lanjut Hamdayama (2014:158-159) menyimpulkan bahwa pembelajaran snowball throwing adalah suatu model pembelajaran yang membagi murid dalam beberapa kelompok, yang nantinya masing-masing anggota kelompok membuat sebuah pertanyaan pada selembar kertas dan membentuknya seperti bola, kemudian bola tersebut dilempar ke murid yang lain selama durasi waktu yang ditentukan, yang selanjutnya masing-masing murid menjawab pertanyaan dari bola yang diperolehnya. Model pembelajaran snowball throwing ini kurang tepat digunakan untuk matapelajaran atau bidang studi ilmu pengetahuan sosial. Karena ilmu pengetahuan sosial adalah ilmu yang cakupan materi pembelajarannya sangat luas, membutuhkan pengembangan yang mendalam karena materinya selalu berkembang. Jadi, yang lebih tepat menggunakan model pembelajaran snowball throwing ini adalah jenis-jenis mata pelajaran ilmu pengetahuan alam atau eksak

(6)

yang cenderung menggunakan rumus yang relatif tetap. Guru akan lebih mudah mengarahkan jalannya di kelas.

Menurut Suprijono (Widayanti, 2014:100) Model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Model Snowball Throwing dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan-bahan bacaan. Kertas yang berisi soal-soal dibuat seperti bola salju dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain. Di akhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta didik.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaanya banyak melibatkan siswa dimana kertas yang berisi soal-soal dibuat seperti bola salju dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain. Siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau berbicara melainkan melakukan aktivitas fisik yaitu dengan menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa yang lain.

Menurut Hamdayama dalam bukunya Model dan metode pembelajaran kreatif dan berkarater (2014:159-160), ada delapan langkah-langkah pelaksanaan snowball throwing:

1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai 2. Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua

(7)

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lainselama lebih kurang 5 menit

6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan yang diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian

7. Evaluasi 8. Penutup

Aturan atau cara bermain snowball throwing adalah sebagaimana diterangkan berikut ini:

1. Guru melemparkan bola secara acak kepada salah satu siswa.

2. Siswa yang mendapatkan bola melemparkannya ke siswa yang lain, boleh secara acak atau disengaja.

3. Siswa yang mendapatkan bola dari temannya melemparkannya kembali ke siswa yang lainnya.

4. Siswa ketiga/siswa terakhir, berkewajiban untuk mengerjakan soal yang telah disiapkan oleh guru.

5. Mengulangi terus metode diatas, sampai soal yang disediakan habis atau waktu habis.

(8)

6. Guru membenarkan jika jawaban benar, menegaskan apabila kurang pas dan menerangkan/membahas soal yang baru saja dibuat.

2.4 Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Menurut Kardi dan Nur (Setiawan, dkk, 2010:8) model pembelajaran langsung (direct instruction) merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari kemampuan dasar dan memperoleh informasi yang diajarkan selangkah demi selangkah. Hal ini sejalan dengan pendapat Widyantini (2012:4), yang menyatakan bahwa model pembelajaran langsung dirancang khusus untuk menunjang proses belajar berkenaan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu sedangkan pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu.

Lebih lanjut Widyantini mengungkapkan bahwa model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran berpusat pada guru atau guru mendominasi kegiatan pembelajaran dan komunikasi terjadi satu arah, akan tetapi tetap harus menjamin keterlibatan siswa.

Ismail (Widyantini, 2012:4) mengungkapkan lima fase dalam model pembelajaran langsung, yaitu:

1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Pada fase ini guru akan menyampaikan tujuan, menginformasikan latar belakang dan pentingnya pelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk belajar.

(9)

2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

Guru akan menyajikan informasi tahap demi tahap dan mendemonstrasikan keterampilan yang benar

3. Membimbing pelatihan

Pada fase ini guru akan merencanakan dan memberikan bimbingan awal 4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Disini guru akan mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dan guru akan memberikan umpan balik.

5. Memberikan latihan dan penerapan

Terakhir, guru akan memberikan kesempatan latihan lanjutan dengan perhatian khusus pada penerapan situasi yang lebih kompleks.

2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah

Menurut Wardani (2008:14-15) Salah satu tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Salah satu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa dalam belajar matematika adalah kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Setiap penugasan dalam belajar matematika untuk siswa dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu exercise atau latihan dan problem atau masalah. Exercise (latihan) merupakan tugas yang langkah penyelesaiannya sudah diketahui siswa. Pada umumnya suatu latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan secara langsung satu atau lebih algoritma. Problem

(10)

lebih kompleks daripada latihan karena strategi untuk menyelesaikannya tidak langsung tampak, dalam menyelesaikan problem siswa dituntut kreativitasnya.

Pada intinya tujuan ketiga itu tercapai bila siswa mampu memecahkan masalah atau melakukan problem solving. Mencermati tujuan ketiga dari mata pelajaran matematika maka siswa dikatakan mampu memecahkan masalah bila ia memiliki kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam pemecahan masalah adalah mampu:

1. menunjukkan pemahaman masalah

2. mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

3. menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk

4. memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat

5. mengembangkan strategi pemecahan masalah

6. membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah dan

(11)

Menurut George Polya (Hamiyah, 2014:116) ada empat tahap pemecahan masalah yaitu; (1) memahami masalah, (2) mermembuat rencana untuk menyelesaikan masalah, (3) melaksanakan rencana yang dibuat pada langkah kedua, (4) memeriksa ulang jawaban yang diperoleh. Pemecahan masalah Polya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Sementara itu, indikator dari tahap pemecahan masalah menurut Polya adalah sebagai berikut.

1. Indikator memahami masalah, meliputi: (a) mengetahui apa saja yang diketahui dan ditanyakan pada masalah.

2. Indikator membuat rencana, meliputi: (a) menyederhanakan masalah, (b) mampu membuat eksperimen dan simulasi, (c) mampu mencari subtujuan (hal-hal yang perlu dicari sebelum menyelesaikan masalah)

3. Indikator melaksanakan rencana, meliputi: (a) mengartikan masalah yang diberikan dalam bentuk kalimat matematika, dan (b) melaksanakan strategi selama proses dan penghitungan berlangsung.

4. Indikator melihat kembali, meliputi: (a) mengecek semua informasi dan penghitungan yang terlibat, (b) mempertimbangkan apakah solusinya logis atau memberi kesimpulan, (c) melihat alternatif penyelesaian yang lain.

(12)

Yeo (Tias, 2015:30) Untuk mengukur atau melihat suatu kemampuan pemecahan masalah dari siswa, maka diperlukan adanya soal-soal yang memenuhi kriteria soal pemecahan masalah. Pemecahan masalah matematika yang dimaksud adalah masalah nonrutin, yaitu masalah yang diberikan merupakan situasi masalah yang tidak biasa dan tidak ada standar yang pasti untuk menyelesaikannya. Dari soal (masalah) tersebut akan ditemukan perbedaan hasil jawaban siswa yang juga adalah hasil tampilan siswa sebagai problem solver karena kemampuan anak dalam pemecahan masalah sangat berkaitan dengan tingkat perkembangan mereka. Dari hasil evaluasi ini dapat diketahui sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran siswa dan jenis kesulitan yang dialami siswa. Terjadinya kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika juga bisa saja disebabkan karena perbedaan proses pemecahan masalah antar siswa di kelas.

Kemampuan pemecahan masalah menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan mempelajari pemecahan masalah di dalam matematika, para siswa akan mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun, dan keingintahuan, serta kepercayaan diri di dalam situasi-situasi tidak biasa, sebagaimana situasi-situasi yang akan mereka hadapi di luar ruang kelas matematika. Hal yang terpenting yang harus diketahui guru adalah kemampuan memecahkan masalah merupakan bagian yang menyatu dengan proses pertumbuhan anak. Kemampuan anak untuk memecahkan masalah umumnya sejalan dengan peningkatan usia.

(13)

Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud kemampuan pemecahan masalah matematika dalam penelitian ini mencakup indikator:

(1) Memahami masalah yaitu menentukan hal yang diketahui dalam soal dan menentukan hal yang ditanyakan.

(2) Merancang model matematika. Setelah masalah telah dipahami, langkah selanjutnya adalah merancang atau merencanakan model matematika dengan menerjemahkan suatu masalah kedalam bahasa matematika baik menggunakan persamaan, pertidaksamaan, atau fungsi.

(3) Menjalankan rancangan model yaitu melaksanakan rancangan atau rencana yang telah dibuat pada langkah kedua.

(4) Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan membuat kesimpulan terhadap jawaban atas permasalahan.

Menurut Hamiyah(2014:117) pemecahan masalah juga dapat mendorong pelaksanaan evaluasi. Cara memilih pembelajaran melalui pendekatan masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Mengaplikasikan pemahaman pengetahuan dalam kehidupan.

2. Memilih masalah yang berkaitan dengan situasi nyata dalam kehidupan.

3. Mengembangkan sifat ilmiah seperti jujur, teliti, terbuka, profesional dan kerja keras.

(14)

Adapun penskoran kemampuan pemecahan masalah pada tabel berikut ini: Tabel 2.1 Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator yang

dinilai

skor keterangan

(1) (2) (3)

Memahami ,masalah 0 Tidak menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan 1 Menyebutkan apa yang diketahui tanpa menyebutkan apa yang

ditanyakan atau sebaliknya

2 Menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan tapi kurang tepat.

3 Menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan secara tepat

Merencanakan penyelesaian

0 Tidak merencanakan penyelesaian masalah sama sekali

1 Merencanakan penyelesaian dengan membuat gambar berdasarkan masalah tetapi gambar kurang tepat

2 Merencanakan penyelesaian dengan membuat gambar berdasarkan masalah secara tepat

Melaksanakan rencana

0 Tidak ada jawaban sama sekali

1 Melaksanakan rencana dengan menuliskan jawaban tetapi jawaban salah atau hanya sebagian kecil jawaban benar

2 Melaksanakan rencana dengan menuliskan jawaban setengah atau sebagian besar jawaban benar

3 Melaksanakan rencana dengan menuliskan jawaban dengan lengkap dan benar

Menafsirkan hasil yang diperoleh atau memeriksa kembali

0 Tidak ada menuliskan kesimpulan

1 Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan membuat kesimpulan tetapi kurang tepat

2 Menafsirkan hasil yang diperoleh dengan membuat kesimpulan secara tepat

Mawaddah, siti dkk (2015:170) Adapun cara perhitungan nilai akhir sebagai berikut:

Tabel 2.2 Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Rentang Skor Kemampuan Pemecahan

Masalah(SKPM) Kategori (1) (2) 0 ≤ SKPM ≤ 20 Kurang Sekali 21 ≤ SKPM ≤ 40 Kurang 41 ≤ SKPM ≤ 60 Cukup 61 ≤ SKPM ≤ 80 Baik 81 ≤ SKPM ≤ 100 Baik Sekali Tampubolon, (2013:143)

Suatu kelas dikatakan telah mampu dalam pemecahan masalah matematika secara klasikal apabila terdapat 80% siswa berada pada kategori minimal “baik”.

(15)

2.6 Skenario Pembelajaran

Adapun skenario pembelajaran dengan model pembelajaran snowball throwing dan model pembelajaran Direct Instructional dapat dilihat dari tabel skenario pembelajaran dibawah ini :

Tabel 2.3 Skenario Pembelajaran

Model Pembelajaran snowball throwing Model Direct Instructional

(1) (2)

Pendahuluan:

1. Guru mempersiapkan siswa untuk siap menerima pelajaran

2. Guru meminta seorang siswa untuk memimpin do’a 3. Guru mengabsen dan menanyakan kejelasan siswa

yang tidak hadir dan izin.

4. Guru memotivasi siswa mengenai manfaat dalam kehidupan kita sehari-hari tentang materi PLSV dan PtLSV.

5. Guru memberikan apersepsi

6. Guru menyampaikan materi, KD, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. (langkah awal

snowball throwing)

Pendahuluan

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Guru memberikan informasi latar belakang pembelajaran.

3. Guru menjelaskan pentingnya pembelajaran.

4. Guru memotivasi siswa

5. Guru mempersiapkan siswa untuk belajar

Inti

1. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa.

2. Lalu guru memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi hari ini. (langkah kedua snowball throwing) 3. Guru memfasilitasi ketua kelompok mengenai materi

PLSV dan PtLSV.

4. Guru memberikan masing-masing ketua kelompok satu LKS per kelompok. (langkah ketiga snowball throwing)

5. Guru mengarahkan siswa untuk mencermati dan mengamati LKS yang sudah diberikan (tahap pertama pemecahan masalah yaitu memahami masalah)

6. Guru memberikan satu lembar kertas kerja untuk siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat soal sesuai dengan materi yang sudah mereka diskusikan dalam kelompok (tahap kedua pemecahan masalah yaitu membuat rencana) 7. Guru berkeliling mencermati siswa yang sedang

berdiskusi (langkah keempat snowball throwing) 8. Guru mengarahkan siswa untuk membentuk kertas

yang berisi soal tersebut menjadi sebuah gumpalan kertas seperti bola

Inti

1. Guru menyajikan informasi kepada siswa mengenai materi pelajaran secara tahap demi tahap dan memberi contoh-contoh yang relevan dari penjelasan dan informasi yang diberikan oleh guru. 2. Guru memberikan latihan kepada

siswa.

3. Guru mengecek apakah siswa berhasil melakukan tugas dengan baik.

(16)

(1)

9. Kemudian dilemparkan dari siswa satu kesiswa lain (pelemparan pertama akan dilempar dari guru berupa kertas dan siswa yang mendapatkan bola kertas tersebut melemparkan ke teman yang lain sampai didapat siswa penerima pelemparan bola ketiga) (langkah kelima snowball throwing)

10. Guru mengamati langkah pengerjaan siswa yang mendapatkan “bola salju” di papan tulis dan meminta siswa lain memperhatikan setiap langkah. (langkah ketiga pemecahan masalah yaitu melaksanakan rencana)

11. Dilakukan lagi langkah kelima snowball throwing pelemparan dari siswa yang maju pertama begitu selanjutnya sampai semua perwakilan kelompok maju atau waktu yang ditentukan habis

12. Guru meminta masing-masing siswa yang menjawab pertanyaan untuk menjelaskan kepada temannya yang lain. (langkah keenam snowball throwing) 13. Guru bersama-sama dengan siswa membahas soal

yang dikerjakan oleh siswa yang mendapatkan bola pertanyaan

Penutup

1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran pada hari ini

2. Guru memberikan kuis

3. Guru menutup pelajaran dengan mengucap salam penutup. (langkah terakhir snowball throwing)

C. Penutup

1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. 2. Guru bersama-sama dengan siswa

menyimpukan materi pelajaran yang dipelajari pada pertemuan tersebut. 3. Guru memberikan Pekerjaan Rumah

(PR) sebagai latihan lanjutan yang dikhususkan

pada penerapan kepada situasi yang lebih kompleks.

4. Guru menginformasikan materi pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

(17)

2.7 Tinjauan Karakteristik dan Uraian Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

Pada penelitian ini materi yang akan dipilih adalah Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel yang merupakan salah satu standar kompetensi pada Aljabar (2.Memahami Bentuk Aljabar, Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel) dan (3.Menggunakan Bentuk Aljabar, Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel, dan Perbandingan dalam Pemecahan Masalah) yang dipelajari di SMP kelas VII semester ganjil. Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel terdiri dari 4 Kompetensi Dasar yaitu:

2.3 Menyelesaikan persamaan linear satu variabel. 2.4 Menyelesaikan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

3.1 Membuat model Matematika dri masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel

3.2 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan Linear Satu Variabel dan pertidaksamaan linear satu variabel

Adapun indikator pencapaian kompetensinya yaitu pada KD 2.3 adalah (1) Menjelaskan PLSV dalam berbagai bentuk variabel, (2) Menentukan bentuk setara dari PLSV dengan cara kedua ruas ditambah, dikurang, dikalikan atau dibagi dengan bilangan yang sama, (3) Menentukan penyelesaian PLSV. Pada KD 2.4 indikator pencapaian kompetensinya adalah (1) Menjelaskan PtLSV dalam Berbagai Bentuk dan variabel, (2) Menentukan bentuk setara dari PtLSV dengan cara kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan atau dibagi dengan bilangan yang sama, (3) Menentukan penyelesaian PtLSV. Pada KD 3.1 indikator pencapaian kompetensinya

(18)

adalah (1) Mengubah masalah ke dalam bentuk persamaan linear satu variabel, (2) Mengubah masalah ke dalam bentuk pertidaksamaan linear satu variabel, (3) Menyelesaikan soal cerita yang berbentuk persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Serta KD 3.2 indikator pencapaian kompetensinya adalah (1) Menyelesaikan model matematika suatu masalah yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel, (2) Menyelesaikan suatu masalah yang berkaitan dengan pertidaksamaan linear satu variabel, (3) Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

Konsep Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel sangat penting peranannya dalam ilmu pengetahuan dan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman yang baik dalam materi ini akan membantu siswa secara cepat dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan mengetahui pentingnya materi Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dalam kehidupan maka peneliti memilih materi ini. Materi Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing. Karena model pembelajaran Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Model Snowball Throwing dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari membaca bahan-bahan bacaan. Kertas yang berisi soal-soal dibuat seperti bola salju dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain. Di akhir pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta didik.

(19)

Selain itu Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dapat juga menggali atau mengeksplor kemampuan dalam pemecahan masalah matematika yang terdapat dalam indikator langkah polya. Misalnya contoh soal Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel yaitu pada KD 3.1 dalam indikator pencapaian kompetensi yaitu penyelesaiannya siswa dapat membuat apa yang diketahui dan ditanya yang mengubah masalah ke dalam bentuk persamaan linear satu variabel (dalam tahap memahami masalah), mengubah masalah ke dalam bentuk pertidaksamaan linear satu variabel (membuat rencana), lalu melaksanakan strategi selama proses dan perhitungan berlangsung yaitu menyelesaikan soal cerita/uraian yang berbentuk persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel (melaksanakan rencana) yang terakhir mengecek semua informasi dan perhitungan yang terlibat (melihat kembali) apa yang telah dikerjakan oleh siswa. Dalam materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel diharapkan melalui model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siwa kelas VII SMP.

(20)

2.8 Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

1. Dola (2013) yang berjudul “Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap pemahaman konsep matematis siswa kelas vii smpn 2 ranah batahan tahun pelajaran 2012/2013” Dola menyimpulkan bahwa pemahaman konsep matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa dengan menerapkan pembelajaran konvensional.

2. Tias (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “analisis kesulitas siswa dalam pemecahan masalah matematika kelas XII IPA di kota yogyakarta”. Penelitian dilakukan di kelas XII IPA diyogyakarta dengan subjek penelitiannya sebanyak 94 orang dan berasal dari tiga sekolah. Secara keseluruhan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa letak kesulitan matematika siswa SMA Negeri di Kota Yogyakarta yang mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah matematika, yaitu pada kesulitan matematika siswa terletak pada kesulitan mengingat fakta 1,77%, kesulitan memahami fakta 3,54%, kesulitan menerapkan fakta 3,54%, kesulitan menganalisis fakta 10,18%, kesulitan mengingat konsep 1,33%, kesulitan memahami konsep 13,27%, kesulitan menerapkan konsep 11,95%, kesulitan menganalisis konsep 4,42%, kesulitan memahami prosedur 7,52%, kesulitan menerapkan prosedur 15,49%, kesulitan menganalisis prosedur 16,37%, kesulitan mengingat konsep visual

(21)

spasial 1,33%, kesulitan memahami visual spasial 3,54%, kesulitan menerapakan visual spasial 3,10%, dan kesulitan menganalisis visual spasial 2,65%. Faktor-faktor kesulitan yang dialami siswa SMA dalam memecahkan masalah matematika kelas XII program IPA yakni: siswa kurang teliti, tergesa-gesa dalam mengerjakan soal, lupa, kurang waktu untuk mengerjakan soal, cepat menyerah, terkecoh, dan cemas.

3. Widayanti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “keefektifan pembelajaran model snowball throwing berbantuan cd interaktif terhadap kemampuan pemecahan masalah” dan Tri menyimpulkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model Snowball Throwing berbantuan CD interaktif mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal, (2) kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Snowball Throwing berbantuan CD interaktif lebih baik dari peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan model Pembelajaran Langsung. Dengan demikian pembelajaran Snowball Throwing berbantuan CD interaktif dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengefektifkan pembelajaran matematika pada turunan fungsi di SMA Negeri 9 Semarang.

(22)

2.9 Kerangka Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti dan tujuan yang akan dikemukakan. Maka dapat dirancang kerangka penelitian yaitu populasi dengan sampel penelitian adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran Snowball Throwing, dan di kelas kontrol model Direct instruction (pembelajaran langsung). Setelah kedua kelas diberi perlakuan, kemudian diberi post-test untuk melihat hasil perlakuan dan kemudian di uji statistik untuk menjawab rumusan masalah hingga diperoleh kesimpulan. Dengan kerangka penelitianl sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka penelitian

Kelas kontrol Kelas eksperimen

Diterapkan model pembelajaran Snowball Throwing

Diterapkan model pembelajaran langsung(Direct Instruction) Post-test Analisis statistik Kesimpulan Sampel Populasi

Gambar

Tabel 2.1  Pemberian Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa  Indikator yang
Tabel 2.3 Skenario Pembelajaran
Gambar 2.2 Kerangka penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan karagenan sampai konsentrasi 0,30% tidak berpengaruh nyata terhadap warna jelly drink tomat karena karagenan tidak mengandung senyawa yang dapat

(1) Seksi Sarana dan Prasarana Perikanan dipimpin oleh Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok membantu Kepala Bidang Pengelolaan Perikanan dalam melaksanakan koordinasi,

Dalam melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan, Kecamatan Kembangbahu sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi yang merupakan upaya – upaya khusus untuk melaksanakan

Penelitian tentang pepaccur dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun dialek O dan kelayakannya sebagai materi pembelajaran sastra di SMP

Minat beli ulang konsumen Verde Resto And Lounge Bandung sudah dalam kategori baik, item pernyataan yang mendapatkan persentase tanggapan paling besar adalah saya

Pemalsuan file dapat dengan mudah dilakukan dengan mengubah indikator yang menunjukkan jenis file dari sebuah file, seperti ekstensi file dan magic bytes ,

Ny.S mengatakan tahu/ mengerti dengan penyakit yang sering diderita dirinya serta anak-anaknya. Baik itu mengenai pengertian, tanda gejala, etiologi.. maupun pencegahan

Hasil penelitian menunjukkan seluruh hasil pernyataan responden mengenai Komunikasi Interpersonal Salesman dalam kategori tinggi adalah sebanyak 25 orang atau 32,0%,