A. PENDAHULUAN pasang surut (terutama dipantai yang terlindung, laguna, sepanjang sungai dan Hutan mangrove dapat didefinisikan
muara sungai) yang tergenang pada saat pasang sebagai suatu hutan yang tumbuh di daerah
Volume 3 Nomor 2 Oktober2019
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
FAL AK
BADAN PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
dan mulai volume 2 No 1 April 2018 terbit dalam versi cetak.
JournalFaloak is a 3-agency consortium journals, the Indonesian Institute of Technology for Research and Development of Non-Timber Forest Products Technology, Kupang Research and Development Center for Environment and Forestry and Humanitarian Research and Development Center and Manokwari. This journal contains research results in Silviculture, Environmental Services, Biometrics, Harvesting and Processing of Wood and Non-Timber Forest Products, Protection, Resource Conservation, Socio Economic and Policy, Plant Ecology, Microbiology and Biotechnology, Nature of Wood and Plants, Hydrology and Soil Conservation. Published twice a year in April and October. First published in April 2017 in electronic version and started volume 2 No. 1 April 2018 published in print version.
Diterbitkan oleh (Published by):
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehtanuan Kupang Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
1. Dr. Kresno Agus Hendarto, S.Hut., MM (Balai Penelitian dan 4. Dr. Ir. Puja Mardi Utomo (Balai Penelitian dan Pengembangan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan / Ekonomi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari / Silvikultur)
Kehutanan) 5. Dr. Ryke Nandini, S.Si., M.Si (Balai Penelitian dan Pengembangan 2. Dr. Budiyanto Dwi Prasetyo (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu / Konservasi Tanah dan Air)
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang / Sosiologi) 6. Amalia Indah Prihantini, S.Hut, M.Agr, Ph.D (Balai Penelitian dan 3. Dr. Gerson N.D. Njurumana (Balai Penelitian dan Pengembangan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/ Biofarmaka)
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang / Konservasi)
PENANGGUNG JAWAB :Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
Mitra Bestari (Peer reviewer) 9. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut.MSc.F. (Institut Pertanian Bogor / Sifat 1. Prof. Dr. Gustan Pari,M.Si (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Mekanis Kayu dan Nondestruktif Hasil Hutan)
Hutan / Pengolahan Hasil Hutan 10.Asep Hidayat, S.Hut, M.Agr, Ph.D (Pusat Penelitian dan 2. Prof. DR. Budi Leksono, MP (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengembangan Hutan / Mikrobiologi Hutan)
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan / Pemuliaan, Silvikultur) 11. Dr. Irawan Wijaya Kusuma, S.Hut, M.P. (Universitas Mulawarman / 3. Prof. Madya, Dr. Seca Gandaseca, BSc., M.Sc M.Si (Fakulti Perhutanan, Teknologi Hasil Hutan
Universiti Putra Malaysia / Keteknikan Hutan) 12. Andi Dirpan, STP., M.Si., PhD. (Universitas Hasanudin Makassar / 4. Dr. Saptadi Darmawan, S.Hut, M.Si (Pusat Penelitian dan Teknologi Pasca Panen)
Pengembangan Hasil Hutan / Pengolahan Hasil Hutan) 13.Dr. Soni Trison, S.Hut., M.Si (Fakultas Kehutanan Institus Pertanian 5. Dr. Siti Latifah, S.Hut., M.Sc.F (Universitas Mataram / Sosekjak dan Bogor / Sosial Kehutanan)
Biometrika) 14. Dr. Ardhasena Sopaheluwakan (Pusat Penelitian dan
6. Dr. Liliana Baskorowati, S.Hut., MP (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika / Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan / Klimatologi, Modeling, Matematika Terapan)
Pemuliaan, Silvikultur) 15. Sumardi, S.Hut, M.Sc (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan 7. Dr. Markum (Universitas Mataram / Sosial Ekonomi Kebijakan) Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan / Pemuliaan, 8. Dr. Alim Setiawan Slamet, S.TP., M.Si. Institut Pertanian Bogor / Silvikultur)
Manajemen Hutan
:
PIMPINAN REDAKSI PELAKSANA
(Managing editor) : Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana Penelitian Anggota (Members) :
1. Ahmad Nur, S.Hum., M.E 3. Hendra Priatna, ST
2. Yobo Endra Prananta, S.Si, M.Kom 4. Triko Slamet, S.Hut., M.Ak
DEWAN REDAKSI (Editor Board)
Ketua (Editor in Chief) : Agus Sukito, S.Hut., M.Agr., Ph.D (BPPTHHBK/ Biofarmaka) Anggota (Members) :
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
UCAPAN TERIMAKASIH
Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dewan Redaksi dan Mitra Bestari (peer reviewers) yang telah menelaah, analisa naskah yang dimuat pada edisi Vol. 3 No. 2, Oktober 2019 :
Agus Sukito, S.Hut., M.Agr., Ph.D
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/Biofarmaka) Dr. Budiyanto Dwi Prasetyo
(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang / Sosiologi) Dr. Gerson N.D. Njurumana
(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang / Konservasi) Ir. I Wayan Widhiana Susila, MP
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/Biometrika) Dr. Kresno Agus Hendarto, S.Hut., MM
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan/Ekonomi Kehutanan) Dr. Markum
(Universitas Mataram / Manajemen Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutnan Dr. Ryke Nandini, S.Si. M.Si
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/ Konservasi Tanah dan Air) Dr. Ir. Subarudi, M. Wood.Sc
iii DAFTAR ISI
CONTENTS
Allometri Biomassa Atas Tanah Zizipus mauritiana untuk Pendugaan Biomassa di Pulau Timor
(Above Ground Bopmass Allometry of Zizipus mauritiana for Estimating Biomass in Timor Island)
Hery Kurniawan & Eko Pujiono ………... 59-74 Kelayakan Usahatani Jalawure (Tacca leontopetaloides) Di Bawah Tegakan Jati
(Tectona grandis)
(Feasibility of Jalawure(Tacca leontopetaloides) Farming Under Teak (Tectona grandis) Stands)
Suhartono & Aji Winara ... 75-86 Kajian Migrasi Lebah Hutan Sumbawa di KPHP Batulanteh
(Study of Sumbawa Forest Bee Migration in KPHP Batulanteh (Case Study))
Cecep Handoko & M. Hidayatullah………... 87-100 Dampak Implementasi Regulasi Tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK) Terhadap Ekspor Produk Industri Kehutanan Indonesia
(The Impact of Timber Legality Assurance System (SVLK) Implementation on Indonesia’s Forest Products Exports)
Yuliyanto & Mahjus Ekananda ……… 101-116
Pemanfaatan Tradisional Dan Tataniaga Kura-Kura Di Merauke Provinsi Papua (Traditional Utilization and Trading System of Tortoise in Merauke, Papua Province)
Lembar Abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya UDC 630.114.36
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, hal:59-74
Allometri Biomassa Atas Tanah Zizipus mauritiana untuk Pendugaan Biomassa di Pulau Timor
Hery Kurniawan1, Eko Pujiono2(1Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok - Jl.
Raya Bangkinang-Kuok Km.9, Kampar, Riau, 2Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang - Jl. Alfons Nisnoni no. 7b, Air Nona, Kupang, NTT)
Salah satu jenis dominan yang membentuk satu tipe savana dari delapan tipe yang ada di Nusa Tenggara dan Maluku, adalah savana Ziziphus mauritiana (Bidara). Ziziphus mauritiana Lam., masuk dalam kelompok family Rhamnaceae. Tanaman ini biasa digunakan oleh masyarakat di Pulau Timor untuk memperbaiki kualitas lahan. Saat ini belum ada persamaan allometrik biomassa yang khusus dikembangkan untuk jenis ini. Berkaitan dengan penyediaan data dengan tingkat kerincian (Tier) 3 dalam rangka mitigasi perubahan iklim maka perlu dibangun persamaan allometrik khusus untuk jenis Z. mauritiana guna pendugaan potensi cadangan/simpanan karbonnya. Sebanyak 18 pohon sampel dipilih, ukuran pohon sampel yang diambil dikelompokkan dalam 6 kelas diameter, masing-masing kelas diameter diambil 3 sampel pohon. Hasil penelitian menunjukkan persamaan terbaik untuk allometri biomassa batang dengan dbh: y = 50,75x2,35; allometri biomassa cabang dengan dbh: y =28,20x2,308; allometri biomassa ranting dengan: y = 40,785x2,077
. Kata kunci: Allometri; biomassa; stok karbon; Ziziphus mauritiana UDC 631.164
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, hal:75-86
Kelayakan Usahatani Jalawure (Tacca leontopetaloides) Di Bawah Tegakan Jati (Tectona grandis) Suhartono1, Aji Winara1 (1Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry - Jalan Ciamis Banjar km 4Pamalayan Cijeungjing Ciamis)
Jalawure merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang dapat menjadi sumber pangan alternatif di wilayah pesisir pantai hingga dataran rendah. Pemanfaatan umbi jalawure masih mengandalkan hasil dari sebaran alami dan budidaya non intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani jalawure di bawah tegakan jati hutan rakyat. Penelitian dilaksanakan tahun 2016 hingga 2017 di Kecamatan Cikelat, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah observasi langsung dan wawancara dengan informan kunci. Kriteria kelayakan usahatani jangka pendek dihitung dengan pendekatan rasio biaya pendapatan dan analisis produktivitas pertanian; sedangkan kelayakan usahatani jangka panjang dinilai dengan pendekatan Net Present Value dan Net Benefit Cost Ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani jalawure pada jarak tanam 75x75 cm dengan produksi akhir tepung lebih layak dijalankan dibanding dengan jarak tanam 50x50 cm dan 100x100 cm. Untuk tujuan usaha jangka panjang, usahatani jalawaure berpotensi menjadi agribisnis yang menguntungkan dengan NPV 14.400.059,11 dan Net B/C 1,08.
Kata kunci: agroforestri, budidaya jawure, tegakan jati, usahatani UDC 638.12
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, hal:87-100
Kajian Migrasi Lebah Hutan Sumbawa di KPHP Batulanteh
Cecep Handoko1, M. Hidayatullah1(1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Jl. Darma Bakti No 7 Ds. Langko Kec. Lingsar, )
v
mengembangkan sarang pada waktu tertentu. Informasi tersebut penting dalam menentukan musim dan tata waktu panen madu bagi para pemburu madu hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi migrasi musiman lebah hutan, perkembangan sarang dan perilaku kewilayahan lebah hutan. Penelitian dilakukan pada tahun 2017, di KPHP Batulanteh Kabupaten Sumbawa di tiga lokasi yaitu Batudulang, Sampa dan Arung Santek. Metode yang digunakan adalah pengamatan migrasi koloni, perkembangan sarang serta perilaku kewilayahan koloni lebah hutan, pada titik-titik pengamatan yang ditentukan secara purposive. Data yang dikumpulkan dianalisis secara desktriptif. Hasil pengamatan menunjukkan migrasi lebah hutan terjadi di dalam dan antar pulau. Musim madu di Batudulang terjadi pada bulan Mei, Juli dan Desember, di Sampa bulan April, Mei dan Nopember, sedangkan di Arung Santek bulan April, Mei dan Oktober. Sarang terbentuk sejak kedatangan koloni lebah dan membangun sarang muda berwarna putih bulat kecil, 2 minggu setelahnya menjadi sarang dewasa berwarna coklat bulat pipih besar dan siap dipanen. Keberadaan sarang dan musim panen madu hutan teramati mengikuti periode pembungaan vegetasi pakan pada masing-masing lokasi. Aktivitas migrasi lebah pada tiga titik, teramati pada pukul 07.12 – 16.45, namun aktivitas migrasi paling sering dijumpai pada pukul 09.00 – 10.00. Migrasi dapat terjadi karena disebabkan ketersediaan pakan, kondisi lingkungan yang tidak mendukung maupun karena adanya gangguan dari aktivitas manusia. Kata kunci: lebah hutan sumbawa, migrasi, KPHP Batulanteh
UDC 630.903
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, hal:101-116
Dampak Implementasi Regulasi Tentang Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) Terhadap Ekspor Produk Industri Kehutanan Indonesia
Yuliyanto1, Mahjus Ekananda1 (1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Indonesia, Gedung Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI Lantai 2 Kampus UI Depok, 16424 Telp. 021-788 491 52-53, 787 5056, 390 1586 (Salemba), Fax. 021-788 49154)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah implementasi regulasi mengenai SVLK berdampak terhadap ekspor produk industri kehutanan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke-37 negara Pengimpor selama 2005–2016. Hasil regresi menunjukkan bahwa regulasi/ketentuan legalitas kayu yang hanya diimplementasikan di Indonesia (SVLK) atau negara pengimpor tidak berpengaruh terhadap kuantitas (volume) ekspor produk industri kehutanan Indonesia. Sementara itu, regulasi/ketentuan legalitas kayu yang sama-sama sudah diimplementasikan di kedua negara akan dapat meningkatkan kuantitas (volume) ekspor produk industri kehutanan Indonesia sebesar 0,38. Hal ini dapat terjadi karena regulasi SVLK yang diimplementasikan oleh Indonesia mulai diakui dan diterima oleh negara pengimpor. Kata kunci: sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK); ekspor; produk industri kehutanan
UDC 637.5’848
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, hal:117-126
Pemanfaatan Tradisional Dan Tataniaga Kura-Kura Di Merauke Provinsi Papua
Richard Gatot Nugroho Triantoro & Abdullah Tuharea 1 ( Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari - Jl. Inamberi Pasir Putih, Susweni, Manokwari 98312,)
Kura-kura bagi sebagian masyarakat Papua merupakan komoditi yang tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan protein, tapi Juga untuk memperoleh sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bentuk pemanfaatan kura-kura oleh masyarakat dan sistem tataniaganya. Metode penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan analisisnya menggunakan deskriptif kualitatif serta analisis tabulasi dengan melihat keterkaitan data dan informasi sehingga dapat menjawab substansi penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemanfaatan kura-kura oleh masyarakat selain untuk dikonsumsi juga diperdagangkan. Tingginya nilai ekonomi kura-kura menyebabkan perburuan satwa ini cukup tinggi, sehingga keberadaannya di alam sudah sangat sulit dijumpai. Tataniaga kura-kura hampir sama dengan tataniaga komoditi lainnya yang diperoleh di alam seperti Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Diharapkan dengan penelitian ini, pemberian kuota untuk kura-kura perlu ditetapkan dengan baik dan benar khususnya yang diperoleh dari alam, sehingga keberadaan satwa ini dapat lestari.
Lembar Abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya UDC 630.114.36
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, page: 59-74
Above Ground Bopmass Allometry of Zizipus mauritiana for Estimating Biomass in Timor Island
Hery Kurniawan1, Eko Pujiono2 (1Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok - Jl. Raya Bangkinang-Kuok Km.9, Kampar, Riau, 2Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang - Jl. Alfons Nisnoni no. 7b, Air Nona, Kupang, NTT)
One of the dominant species that form a savanna type of the eight types in Nusa Tenggara and Maluku is the savanna Ziziphus mauritiana (Bidara). Ziziphus mauritiana Lam., Belongs to the Rhamnaceae family group. This plant is commonly used by communities on Timor Island to improve the quality of land. There is currently no biomass allometric equation specifically developed for this species. In connection with the provision of data with the level of detail (Tier) 3 in the framework of climate change mitigation, it is necessary to build a specific allometric equation for the species Z. mauritiana in order to estimate the potential carbon stocks. A total of 18 sample trees were selected, the sample tree size taken was grouped in 6 diameter classes, each diameter class taken 3 tree samples. The results showed the best equation for allometry stem biomass with dbh: y =50,75X2,35allometri biomassa cabang dengan dbh: y =28,20x2,308allometri biomassa ranting dengan: y = 40,785x2,077.
Keywords : Allometry, biomass, carbon stock, Ziziphus mauritiana UDC 631.164
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, page: 75-86
Feasibility of Jalawure (Tacca leontopetaloides) Farming Under Teak (Tectona grandis) Stands
Suhartono1, Aji Winara1(1Institute for Agroforestry Technology Research and Development - Jalan Ciamis Banjar km 4
Pamalayan Cijeungjing Ciamis)
Jalawure is a type of tuber vegetation that becomes an alternative food producers in coastal areas to the lowlands. However the utilization of jalawure tubers was still relied by product of natural distribution and non-intensive cultivation. This study aims to determine the feasibility of jalawure farming under teak stands on the private forest. The study was conducted in 2016 until 2017 in Cikelat Subdistrict, Garut Regency, West Java by direct observation and interview method. Criteria of farm feasibility for the short-term were calculated by income cost ratio approach and analysis of agriculture productivity, while long-term farm feasibility was assessed by the Net Present Value approach and Net Benefit-Cost Ratio. The results showed that jalawure farming at planting spacing 75x75 cm with a flour of final product was more feasible than those planting spacing 50x50 cm and 100x100 cm. For long-term business, jalawure farming has been the potential to be a profitable business with NPV14.400.059,11 and Net B/C 1,08.
Keywords: agroforestry, business farming, jalawure cultivation, teak stands UDC 638.12
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, page: 87-100
Study of Sumbawa Forest Bee Migration in KPHP Batulanteh (Case Study)
Cecep Handoko1, M. Hidayatullah1(1Research and Development Center for Non Timber Forest Products Technology, Jl. Darma
Bakti No 7 Ds. Langko Kec. Lingsar, )
Bee colonies can migrate seasonally or permanently. Bee colony uses forest areas to develop nests at certain times. This information is important for forest honey hunters to determining the season and timing of harvesting honey. The study aims to obtain information on seasonal bee forest migration, nest development and regional behavior of forest bees. The study was
vii
Santek. The methods carried out are observations of colony migration, nest growth and development and territorial behavior of forest bee colonies, at purposively determined observation points. The resulting data is analyzed descriptively. Observations show that forest bee migration occurs within and between islands. The honey season in Batudulang occurs in May, July and December, in Sampa in April, May and November, while in Arung Santek in April, May and October. The nest is formed from the arrival ofthe bee colony and builds a young, small, round white nest, 2 weeks after becoming a large flat round brown nest and ready to be harvested. The presence of nests and forest honey harvest season were observed following the flowering period of feed vegetation in each location. Bee migration activities at three points, observed at 07.12-16.45, but migration activities are most often found at 09.00 - 10.00. Bees migrate due to food scarcity and disturbed environmental condition caused by human activity.
Keywords: Sumbawa bee forest, migration, KPHP Batulanteh UDC 630.11
JPK Faloak, Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, page: 101-116
The Impact of Timber Legality Assurance System (SVLK) Implementation on Indonesia’s Forest Products Exports
Yuliyanto1, Mahjus Ekananda1(1Faculty of Economics and Business, University of Indonesia Postgraduate Building Faculty of Economics UI 2nd Floor UI Campus Depok, 16424Tel. 021-788 491 52-53, 787 5056, 390 1586 (Salemba), Fax. 021-788 49154)
This study aims to analyze whether the implementation of Indonesia’s Timber Legality Assurance System (SVLK) scheme affects Indonesia’s local forest products exports statistics. This research uses a panel data of Indonesia’s forest export commodities to 37 importing countries during 2005-2016. A regression indicates that the implemented regulation on Timber Legality Assurance System in either sides (Indonesia alone or importing countries alone) has no significant impact on the quantity (volume) of local forest products exports. Meanwhile, the timber legality verification regulation that has been implemented in both sides (Indonesia and importing countries) will increase the quantity (volume) of local forest goods exports 0.38 times. It happened because SVLK was began to be recognized and accepted by importing countries.
Keywords: Timber Legality Assurance System (SVLK); export; forest products UDC 630.232.42
JPK Faloak, Vol. 3 No. 1, April 2019, hal: 43-50
Traditional Utilization and Trading System of Tortoise in Merauke, Papua Province
Richard Gatot Nugroho Triantoro1, & Abdullah Tuharea1 (Researcher Research and Development Center for Environment and Forestry Manokwari - Jl. InamberiPasir Putih, Susweni, Manokwari 98312)
Tortoise for some Papuans are commodities that are not only for fulfilling protein needs, but also for obtaining some money to fulfill other living needs. This research aims to description the shape of the tortoise utilization by the public and trading system. The research method used is in deep interview and descriptive qualitative analysis by looking at the relevance of data and information so that it can answer the substance of this research. The results of the study showed that the use of turtles by the community besides being consumed was also traded. The high economic value of turtles causes hunting of these animals to bequite high, so that their presence in the nature has been very difficult to find. The tortoise trading system is almost the same as other commodities obtained in nature such as Non-Timber Forest Products (NTFPs). It is expected that with this study, the provision of quotas for tortoise needs to be properly and correctly determined, especially those obtained from nature, so that the existence of these animals can be sustainable.
ALLOMETRI BIOMASSA ATAS TANAH Ziziphus mauritiana
UNTUK PENDUGAAN BIOMASSA DI PULAU TIMOR
Above Ground Biomass Allometry of Ziziphus mauritianafor Estimating Biomass in Timor Island
Hery Kurniawan1
Eko Pujiono2
ABSTRACT
One of the dominant species that form a savanna type of the eight types in Nusa Tenggara and Maluku is the savanna Ziziphus mauritiana (Bidara). Ziziphus mauritiana Lam., Belongs to the Rhamnaceae family group. This plant is commonly used by communities on Timor Island to improve the quality of land. There is currently no biomass allometric equation specifically developed for this species. In connection with the provision of data with the level of detail (Tier) 3 in the framework of climate change mitigation, it is necessary to build a specific allometric equation for the species Z. mauritiana in order to estimate the potential carbon stocks. A total of 18 sample trees were selected, the sample tree size taken was grouped in 6 diameter classes, each diameter class taken 3 tree samples. The results showed the best equation for allometry stem biomass with dbh: y = 50,75X2,35; allometry branches biomass with dbh: y = 28,20X2,308; allometry twigs biomass with dbh: y = 40.785X2.077.
Keywords : Allometry, biomass, carbon stock, Ziziphus mauritiana
ABSTRAK
Salah satu jenis dominan yang membentuk satu tipe savana dari delapan tipe yang ada di Nusa Tenggara dan Maluku, adalah savana Ziziphus mauritiana (Bidara). Ziziphus mauritiana Lam., masuk dalam kelompok family Rhamnaceae. Tanaman ini biasa digunakan oleh masyarakat di Pulau Timor untuk memperbaiki kualitas lahan. Saat ini belum ada persamaan allometrik biomassa yang khusus dikembangkan untuk jenis ini. Berkaitan dengan penyediaan data dengan tingkat kerincian (Tier) 3 dalam rangka mitigasi perubahan iklim maka perlu dibangun persamaan allometrik khusus untuk jenis Z. mauritiana guna pendugaan potensi cadangan/simpanan karbonnya. Sebanyak 18 pohon sampel dipilih, ukuran pohon sampel yang diambil dikelompokkan dalam 6 kelas diameter, masing-masing kelas diameter diambil 3 sampel pohon. Hasil penelitian menunjukkan persamaan terbaik untuk allometri biomassa batang dengan dbh: y = 50,75x2,35; allometri biomassa cabang dengan dbh: y =
28,20x2,308; allometri biomassa ranting dengan: y = 40,785x2,077. Kata Kunci : Allometri; biomassa; stok karbon; Ziziphus mauritiana
Author Institution : 1Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok - Jl. Raya
Bangkinang-Kuok Km.9, Kampar, Riau
2Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang - Jl. Alfons
Nisnoni no. 7b, Air Nona, Kupang, NTT Koresponding Author : herykurniawan2012@gmail.com
ekopujiono78@gmail.com
Articel History : Received 7 February 2019; received in revised from 8 April 2019; accepted 10 September 2019; Available online since 30 Oktober 2019
60
I. PENDAHULUAN
Jumlah populasi dan spesies kupu-kupu Hutan merupakan tempat utama bagi pertukaran sebagian besar karbon dari atmosfer ke biosfer daratan, sehingga wajar dikatakan bahwa kehutanan memainkan peranan penting dalam siklus karbon (Wibowo, 2009). Lebih jauh lagi, biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomasa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Sekitar 50% dari keseluruhan karbon hutan, tersimpan dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, karbon di atmosfer akan bertambah jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya (Sutaryo, 2009).
Menurut Monk et al. (1997) salah satu jenis dominan yang membentuk satu tipe savana dari delapan tipe yang ada di Nusa Tenggara dan Maluku, adalah savana Bidara (Ziziphus mauritiana). Ketujuh savana lainnya adalah Albizzia chinensis, Palem-paleman,
Eucalyptus alba, Melaleuca cajuputi, Acacia leucophloea, Casuarina junghuhniana, dan
Tamarind. Savana merupakan tipe ekosistem di dataran rendah, atau dataran tinggi, dengan komunitasnya terdiri dari beberapa pohon yang tersebar tidak merata dan lapisan bawahnya didominasi oleh suku rumput‐rumputan (Ford, 2009; Gottsberger
& Silberbauer-Gottsberger, 2009). Savanna adalah vegetasi padang rumput yang ditumbuhi pohon atau sekelompok pohon yang terpencar‐pencar (Sutomo, 2015). Sebaran jenis bidara di P. Timor terdapat di setiap kabupaten yakni di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU) dan Belu.
Bidara merupakan tumbuhan semak
atau pohon kecil, berduri, evergreen yang tingginya bisa mencapai 15 m, dengan diameter batang bisa mencapai 40 cm atau lebih, tajuknya lebar, duri tumbuh dari stipula dan cabangnya umumnya mendatar (Rameshkumar & Eswaran, 2013). Bidara, masuk dalam kelompok famili Rhamnaceae. Pohon ini juga sering disebut dengan nama Jujube Ber (Rathore et al., 2012). Sementara di Pulau Timor khususnya, jenis ini sering disebut dengan kom atau bidara. Bidara merupakan salah satu tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat di Pulau Timor untuk memperbaiki kualitas lahan atau setidaknya untuk mempertahankan produktivitasnya (Djogo et al., 2007).
Hasil analisa peta penutupan lahan provinsi NTT tahun 2016, savana memiliki luas 10.719 km2 (23% dari luas daratan NTT),
yang merupakan tipe penutupan lahan dominan di NTT setelah tipe penutupan lahan berupa hutan lahan kering dan pertanian lahan kering yang masing-masing memiliki proporsi luas sebesar 35% dan 26% dari total luas daratan NTT (BPKH Wil XIV Kupang, 2017). Savana di NTT paling banyak ditemukan di pulau Sumba, Flores dan Timor yang secara berurutan memiliki proporsi sebesar 56%, 25% dan 12% dari total luas savana di NTT. Di pulau Timor, total luas savana sekitar 1.269 km2, yang sebagian besar
terdistribusi di Kabupaten Timor Tengah Utara (34%), Timor Tengah Selatan (29%) dan Kupang (24%) (BPKH Wil XIV Kupang, 2017).
Hasil penelitian Hendrik (2017), menunjukkan di Kabupaten Kupang dan TTS jenis bidara memiliki INP >19% pada fase tiang dan pohon di hutan primer dan sekunder. Hasil penelitian Ndappa dkk., (2017) menunjukkan bahwa pada tiga kabupaten yang disurvei yakni Kabupaten
Kupang, TTS dan Malaka, jenis ini terdapat pada berbagai bentuk tutupan lahan pada ketinggian 35-448 m dpl. Menurut Widiyono, (2010) bidara merupakan jenis lokal yang cocok ditanam di daerah tangkapan air di Kabupaten Belu, dan memiliki fungsi lainnya sebagai penyedia kayu bakar dan sebagai pohon pelindung tanaman. Jenis bidara di Kabupaten TTU tumbuh di hampir semua tempat, hingga ketinggian di atas 1.000 mdpl. Menurut Agu dan Neonbeni (2019), pohon bidara mampu tumbuh pada dataran tinggi hingga ketinggian 1700 mdpl, terutama pada model silvopastur suf, pohon bidara dimanfaatkan untuk konservasi dan manfaat ekonomi lainnya.
Sebaran bidara di P. Timor cukup merata dengan pola sporadis. Keberadaannya sangat penting sebagai penyeimbang lingkungan savana yang sangat diperlukan masyarakat Timor. Belum ada persamaan allometrik yang khusus dikembangkan untuk
jenis ini. Berkaitan dengan penyediaan data dengan tingkat kerincian (Tier) 3 dalam rangka mitigasi perubahan iklim maka perlu dibangun persamaan allometrik khusus untuk jenis bidara untuk pendugaan potensi cadangan/simpanan karbonnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, adanya potensi populasi bidara di Kabupaten TTU yang diduga kuat lebih tinggi dibanding lokasi lainnya, maka penelitian ini difokuskan di Kabupaten TTU.
II.METODEPENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel jenis bidara dilaksanakan pada tipe penutupan lahan savana yang tersebar di Desa Letmafo, Kecamatan Insana Tengah dan Desa Keun, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (Gambar 1). Waktu pengambilan sampel adalah pada bulan September tahun 2014.
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel penelitian di Kab. TTU, Prov. NTT
62
Analisis biomassa dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Kehutanan Kupang, pengarangan/karbonasi dan uji karbon arang dilakukan di laboratorium Kimia Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor, uji karbon cuka dan ter dilakukan di laboratorium Padatan Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan dan Penyakit Menular Jogjakarta.
B. Metode Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pendugaan cadangan karbon dimulai dengan pendugaan biomasa menggunakan
modelling yang spesifik terhadap spesies dan tempat (site). Pendekatan destruktif masih dianggap sebagai metode paling akurat dalam pendugaan biomassa pohon (Shi & Liu, 2017). Metode ini memerlukan penebangan pohon-pohon dan menimbang bobot keseluruhan bagian-bagiannya. Mengingat savana NTT merupakan wilayah semi arid yang kering, maka perlu memperhatikan kepentingan konservasi dalam penentuan jumlah pohon sampelnya. Sebanyak 18 pohon sampel dipilih, ukuran pohon sampel yang diambil dikelompokkan dalam 6 kelas diameter, masing-masing kelas diameter diambil 3 sampel pohon. Diameter ditentukan berdasarkan pada ukuran diameter setinggi dada. Kelas diameter diambil berdasarkan sebaran riil di lapangan, dari diameter tingkat tiang (terkecil) hingga diameter pohon terbesar. Adapun ukuran pohon sampel yang diambil :
>10 – 15 cm terdiri dari ukuran 10,13 cm ; 12,57 cm ; 14,32 cm
>15 – 20 cm terdiri dari ukuran 16,24 cm ; 18,77 cm ; 19,09 cm
>20 – 25 cm terdiri dari ukuran 21,32 cm ; 23,25 cm ; 23,9 cm
>25 – 30 cm terdiri dari ukuran 26,75 cm ; 27,36 cm ; 28,66 cm
>30 – 35 cm terdiri dari ukuran 30,23 cm ; 31,5 cm ; 33,12 cm
>35 – 40 cm terdiri dari ukuran 35,6 cm ; 37,58 cm ; 39,49 cm
Selanjutnya dilakukan prosedur pengambilan data dan analisis sebagai berikut : a. Pengukuran tinggi total, diameter pangkal, diameter segmen batang dengan rentang 1 s.d. 2 meter dari pangkal dilanjutkan sampai ujung batang. Pengukuran segmen batang dilakukan untuk mencari volume batang dan bilangan bentuk. Tinggi total diukur pada kondisi pohon rebah, setelah penebangan pohon rata tanah.
b. Selanjutnya dilakukan pemisahan bagian-bagian pohon yang dalam hal ini terdiri dari batang, cabang, ranting dan daun. Jenis bidara ini pada umumnya memiliki percabangan yang banyak, dari 18 pohon sampel hanya 2 pohon yang tak bercabang, yakni pada kelas diameter paling kecil (>10-15 cm).
c. Untuk bagian batang diambil sampel dalam bentuk disc pada bagian pangkal, tengah dan ujung dan dilakukan penimbangan berat terhadap disc-disc sampel tersebut di samping juga dilakukan pengukuran diameter dan tebalnya (± 5 cm). Pada bagian cabang yang besar juga dilakukan pengambilan sampel dalam bentuk disc.
d. Untuk bagian ranting dan daun dilakukan penimbangan berat totalnya dan dilakukan pengambilan sampel masing-masing seberat 200 gram.
e. Sampel batang, cabang, ranting dan daun dibawa untuk kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven di laboratorium untuk diketahui biomasanya dan selanjutnya dilakukan analisis untuk
diketahui kandungan karbonnya. Metode pengambilan sampelnya sebagaimana dijelaskan di atas.
f. Pengukuran berat kering untuk menentukan kadar air dan menghitung biomassa dilakukan dengan mengeringkan sampel yang dibawa dari lapangan menggunakan oven pada suhu 103 ± 20C sampai
didapatkan berat konstan (Centre, 2011; Govett et al., 2010; Nelson et al., 1999; Sluiter et al., 2016). Dengan metode ini umumnya lebih cepat diperoleh berat konstan dibandingkan metode SNI.
g. Terhadap komponen pohon yang terdiri dari batang, cabang, ranting/daun dan buah yang telah dilakukan pengukuran berat kering, diambil sampel dengan berat tertentu untuk dilakukan proses pengarangan atau karbonasi dengan menggunakan retort listrik pada suhu akhir 500 oC selama ± 4 jam.
h. Pada suhu akhir 500 oC proses dihentikan,
selanjutnya sisa pembakaran berupa arang dikeluarkan dan ditimbang beratnya untuk mengetahui rendemen arang dari bahan baku. Produk dari proses karbonasi yang berupa distilat dan arang selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar karbon dari masing-masing produk.
2. Penyusunan Allometri Biomassa Bidara
Peneliti dan pelaksana proyek cenderung mengandalkan Biomass Estimation Model (BEM), yang menghubungkan biomassa pohon dengan dimensi yang mudah diukur berdasarkan pemikiran bahwa terdapat hubungan standar seperti diameter dengan massa atau tinggi dengan massa (West, 2015). Disebabkan adanya variasi karakteristik pohon antar kondisi ekologi, dan kebutuhan
untuk menghitung biomassa pada seluruh bagian tanaman, maka idealnya harus digunakan persamaan yang bersifat lokal atau BEM pada skala lokal (Henry et al., 2011).
Penyusunan allometri untuk pendugaan biomassa bidara dilakukan menggunakan bantuan program komputer SPSS 23, bentuk persamaan yang digunakan sebelum dipilih adalah menggunakan persamaan power function, linear dan polinomial (Mascaro et al., 2011) ; Packard, 2014; Shi & Liu, 2017; Sileshi, 2014). Tiga bentuk persamaan ini paling sering digunakan pada penyusunan allometri untuk tumbuhan berkayu. Parameter statistik yang digunakan untuk memilih model terbaik adalah koefisien determinasi (R2); nilai
signifikansi (F value) dan Mean Standart Error (MSE) (Diedhiou et al., 2017; Jara et al., 2015; Mascaro et al., 2011), serta residual standart error (RSE) (Dumont et al., 2013). R2
menunjukkan seberapa besar variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen. Nilai F menunjukkan apakah secara statistik koefisien regresi signifikan atau tidak. Nilai MSE mengindikasikan signifikansi dari model allometrinya. Sedangkan RSE mengindikasikan keterandalan hubungan variabel penjelas dengan variabel bergantungnya. Rumus RSE (dalam Emadi & Mahfoud 2011; Mbow et al. 2014) adalah sebagai berikut:
RSE = y n (1) Keterangan :
y = rerata sampel biomassa hasil observasi σ = standar deviasi
64
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Diameter Setinggi Dada dan
Allometri Biomassa
Persamaan allometri merupakan formula statistik antar parameter-parameter dendrometri dari pohon yaitu diameter setinggi dada (DBH), tinggi total dan biomassa kering (Moussa, Mahamane, & Saadou, 2015). DBH merupakan variabel prediktor yang paling mudah digunakan dan terbukti cukup akurat dalam pendugaan biomassa pohon dibandingkan dengan tinggi total yang lebih sulit dalam prakteknya, disebabkan oleh struktur hutan yang kompleks dan tajuk hutan yang rapat (Chave
et al., 2014; Fayolle, Doucet, Gillet, Bourland, & Lejeune, 2013).
Analisis pada tingkat global pada saat ini menunjukkan bahwa hubungan antara tinggi dan diameter untuk pohon-pohon tropis
bervariasi karena lokasi geografis (Feldpausch
et al., 2011). Selain itu, pada lokasi benua tertentu telah ditemukan bahwa hal ini telah menjelaskan hampir 50% variasi dari allometri pohon (Banin et al., 2012).
Tipe ataupun jenis persamaan yang dihasilkan berbeda pada zona ekologi yang berbeda. Pada zona semak belukar, sebagian besar persamaan adalah untuk menghitung biomassa (79%), sedangkan untuk hutan hujan tropis sebagian besar adalah untuk menghitung volume (88%). Pada daerah yang kering, pendugaan biomassa adalah lebih penting untuk mengestimasi ketersediaan bioenergi, sementara di daerah tropis yang lembap, pendugaan volume kayu komersial untuk perdagangan digunakan untuk menilai tingkat keuntungan operasi usaha kehutanan (Henry et al., 2011). Proporsi biomassa pada tiap komponen pohon bidara disajikan pada Gambar 2 di bawah ini.
Sumber: data primer diolah (Source: processed primary data)
Gambar 2. Proporsi biomassa pada tiap bagian pohon bidara
Pada penelitian ini yang dilakukan di daerah semi arid NTT yang cukup kering, sebagaimana dijelaskan, maka persamaan lebih diarahkan kepada penyusunan allometri untuk pendugaan biomassa. Menurut Monk et al
(1997), terdapat delapan tipe savana di Nusa Tenggara dan Maluku, dimana tipe savana yang mendominasi di Pulau Timor adalah savana lontar (Borassus flabbier), savana gewang (Coryphautan), savana kasuarina (Casuarina jughuhniana), savana bidara (Ziziphus mauritiana) dan savana asam (Tamarindus indicus). Pada savana tersebut, jenis bidara terlihat di seluruh wilayah NTT, yang tumbuh secara sporadis. Belum ditemukan studi terdahulu maupun laporan dari berbagai instansi yang menyebutkan secara detail
terkait sebaran masing-masing tipe savana di atas
B. Allometri Batang, Ranting dan Daun
dengan Biomassanya
Destruktif sampling dan regresi merupakan teknik atau metode yang paling sering digunakan untuk mendapatkan biomassa hutan (Basuki et al., 2007). Secara keseluruhan parameter-parameter statistik dari model persamaan yang diuji ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini. Sebagaimana dijelaskan pada metode, ketiga persamaan di bawah merupakan yang paling sering digunakan dan sesuai dengan kondisi obyeknya.
Tabel 1. Parameter persamaan untuk memilih model terbaik
Table 1. Parameters of the equation to select the best model
Bag. Pohon/tree component Persamaan/ equation R2/ determination coeficient SEE /standart error of estimate MSE/ Mean of standart error Signifikansi/ significance
Batang/stem Power 0.959 0.286 0.082 0.000
Linear 0.932 28364.134 804524087.218 0.000
Polinomial 0.938 29195.267 852363617.998 0.000
Cabang/ branches Power 0.777 0.423 0.179 0.000
Linear 0.747 20314.930 412696389.909 0.000
Polinomial 0.759 21410.989 458430464.564 0.001
Ranting/ twigs Power 0.825 0.422 0.178 0.000
Linear 0.637 18111.250 328017385.674 0.000
Polinomial 0.639 18756.551 351808194.147 0.001
Daun/ leaves Power 0.163 0.652 0.426 0.120
Linear 0.106 2308.096 5327308.104 0.219
Polinomial 0.283 2232.263 4982998.516 0.246
Sumber: data primer diolah (source:processed primary data)
Keputusan untuk memilih persamaan mana yang akan diambil didasarkan pada parameter-parameter statistik yang ada.
Parameter koefisien determinasi (R2)
bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan allometri mana yang paling baik,
66
namun perlu untuk memperhatikan tingkat residu (error) yang dihasilkan dari persamaan tersebut. Bias dapat terjadi karena tidak memperhatikan residunya, maka penting untuk memperhatikan nilai residu ini secara khusus selain juga nilai signifikansinya (Chave
et al., 2014; Jara et al., 2015; Moussa et al., 2015).
Berdasarkan hasil penghitungan parameter statistik untuk persamaan allometri yang disusun, yakni pada Tabel 1, terlihat bahwa untuk komponen batang, cabang dan ranting, memiliki koefisien determinasi yang tinggi (> 0,9) dan cukup tinggi (0,7-0,9). Koefisien determinasi merupakan nilai yang menunjukkan tingkat keterhandalan model persamaan yang diperoleh, semakin besar nilai R2, maka model
persamaan allometri yang dibangun semakin bagus (Siregar & Darmawan, 2011). Nilai koefisien determinasi adalah nilai hubungan relatif antara dua variabel yang langsung dapat diinterpretasikan pada tingkat persentase hubungan tersebut, persentase ini menunjukkan seberapa besar variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen (As-syakur, 2007; Japarianto & Sugiharto, 2011). Nilai koefisien determinasi ini berkisar diantara nol dan satu. Nilai koefisien determinasi (R2) = 1, artinya
variabel-variabel bebas memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi (R2) = 0, artinya variabel
independen tidak mampu menjelaskan variasi-variasi variabel dependen (Ernawati & Widyawati, 2015; Munparidi, 2012).
Koefisien determinasi untuk batang sebesar 0,959 berarti dari persamaan tersebut terdapat sekitar 95% variabel bergantung yang dapat dijelaskan oleh variabel
bebasnya. Kondisi alami dari batang bidara yang tidak banyak terjadi perubahan oleh faktor eksternal menjadikan hubungan antara biomassa batang dengan dbh menjadi sangat kuat. Demikian juga untuk cabang dan ranting, meskipun untuk fase pertumbuhan semai disukai oleh hewan ternak, namun pada fase pertumbuhan berikutnya tidak disukai lagi karena munculnya duri yang keras pada ranting-rantingnya. Variasi fenotip dari cabang dan ranting secara okuler lebih jelas dibandingkan pada batang, kondisi demikian menjadi alasan utama bagi nilai R2 yang lebih
rendah dibandingkan pada allometri biomassa batang.
Pada Tabel 1, nilai koefisen determinasi untuk allometri biomassa batang, cabang dan ranting tertinggi adalah pada model power function yakni berturut-turut sebesar 0,959, 0,777 dan 0,825. Sedangkan untuk allometri biomassa daun nilai R2 tertinggi adalah pada
model persamaan polinomial yakni 0,283. Nilai SSE dan MSE pada model power function
adalah terendah dibandingkan model persamaan lainnya. Nilai SSE dan MSE yang rendah, serta R2 yang lebih tinggi, menjadi
pertimbangan utama dalam memilih persamaan yang digunakan. Dengan demikian model power function terpilih menjadi persamaan allometri yang digunakan untuk pendugaan biomassa batang, cabang dan ranting jenis bidara. Sedangkan untuk daun dengan nilai R2 yang relatif kecil (0,163) dan
nilai signifikansi > 0,05, maka dinyatakan tidak layak untuk digunakan. Pada Gambar 3 (grafik allometri biomassa daun) terlihat sebaran daunnya tidak membentuk pola tertentu, menunjukkan adanya variasi yang sangat tinggi pada biomassa daunnya.
Parameter lainnya yang dapat dijadikan acuan dalam pemilihan model persamaan
terbaik adalah standart residual error (RSE). Menurut Dumont et al. (2013), berdasarkan pengaruh dari nilai persentase eror, biomassa dapat menjadi overestimated atau
underestimated, hubungannya yang terbaik dapat ditemukan menggunakan RSE.
Mc Cune dan Grace (2002), menyatakan bahwa pada kajian ekologi
dengan nilai RSE kurang dari 20% berarti hubungan antara variabel penjelas dengan variabel bergantungnya dapat diandalkan. Sementara Sileshi (2014), menyatakan bahwa persamaan allometri untuk pendugaan biomassa berkayu dapat diterima jika nilai RSE nya kurang dari 30%. Nilai RSE untuk masing-masing bagian pohon adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Nilai Residual Standar Error data sampel bagian pohon
Table 2.Value of data Residual Standart Error for each tree component
RSE
Bagian pohon (trees component)
Batang (stem) Cabang (branch) Ranting (twigs) Daun (leaves)
0.249 0.233 0.289 0.539
Sumber: data primer diolah (source: processed primary data)
Nilai RSE pada tabel 2 di atas untuk masing-masing bagian pohon, nilainya kurang dari 30%, dengan demikian persamaan yang dihasilkan layak untuk digunakan sebagai penduga biomassa, kecuali untuk bagian daun. Grafik allometri beserta persamaannya dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) beserta persamaan power
function yang terpilih. Diketahui nilai R2
tertinggi adalah allometri untuk biomassa batang (0,92), diikuti selanjutnya adalah biomassa ranting, cabang dan daun berturut-turut nilainya 0,825; 0,777; 0,163. Pada allometri cabang terdapat pengurangan sebanyak 2 sampel, karena pohon sampel tidak memiliki cabang, sedangkan pada allometri biomassa ranting terdapat pengurangan sebanyak 2 sampel juga karena 2 sampel tersebut termasuk outlier. Pengurangan 2 sampel outlier pada allometri biomassa ranting ini mampu meningkatkan nilai R2 dan menurunkan nilai SEE nya. Ini
sebagaimana yang dinyatakan oleh (Oliveras et
al., 2013), bahwa nilai R2 yang lebih tinggi
menunjukkan persamaan yang lebih baik, dan ini akan mengecilkan nilai RSE nya. Sebaliknya pengurangan sampel pada allometri cabang meningkatkan nilai SEE nya meski tidak signifikan, ini karena jumlah sampelnya menjadi lebih kecil (Puspaningdiah et al., 2014).
Pada bagian daun pohon bidaramemiliki nilai R2 yang rendah yakni hanya 0,163, artinya
hanya sekitar 16% variasi dari variabel bergantung yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Nilai ini sangat rendah, dan nilai SEE juga cukup tinggi yaitu 0,652, dengan nilai signifikansi di atas 5% yakni 0,12 yang berarti tidak berbeda nyata. Nilai R2 yang rendah juga
meningkatkan nilai RSE allometri biomassa daun dengan dbh. Nilai RSE yang dihasilkan adalah 0,539, yang berarti lebih besar dari 30%. Kondisi ini dapat dijelaskan berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa daun bidara memiliki daur hidup yang berbeda dengan daur hidup pohonnya.
68
Sumber: data primer diolah (source: primary data processed)
Gambar 3. Grafik allometri bagian pohon (batang, cabang, ranting, daun) dengan dbh
Figure 3. Graphic of allometry between trees component with dbh
Daun bidara akan tumbuh cukup cepat pada awal pertumbuhan hingga kurang lebih pada ukuran DBH 25 cm, selanjutnya daun akan mulai gugur seiring dengan pertumbuhan pohonnya yang juga sudah mulai melambat. Sampai dengan ukuran DBH mencapai 30 cm daun sudah tinggal sedikit saja, hingga pada pohon ukuran DBH 40 cm daun bisa gugur seluruhnya. Penjelasan lainnya adalah adanya pengaruh api dan kekeringan pada pertumbuhan bidara. Bidara yang mengalami kebakaran akan memberikan respon pertumbuhan daun yang berbeda-beda pada kelas pertumbuhan yang berbeda (Grice, 1997).
Demikian pula terhadap kekeringan,
bidara beradatapsi dengan baik pada kondisi iklim yang kering dengan variasi responnya yang bisa berbeda nyata (Kala & Godara, 2011; Maraghni, Gorai, & Neffati, 2011), diantaranya dengan kecenderungan mengurangi pertumbuhan daunnya daripada pertumbuhan akarnya (Lisar et al. 2012; Bhatt
et al. 2008). Dengan demikian grafik pertumbuhan daun bidara diduga kuat berbeda dengan model pertumbuhan pohonnya, perlu strategi waktu yang tepat untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi yang cukup tinggi (>0,5) pada allometrinya. Jumlah sampel untuk daun juga perlu diperbanyak dengan kelas diameter yang lebih rinci.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Persamaan allometri biomassa batang, cabang dan ranting dengan dbh untuk jenis bidara (Z. mauritiana), yang terbaik adalah model persamaan power function, dengan persamaannya adalah sebagai berikut:
Allometri biomassa dengan batang : y = 50,75x2,35
Allometri biomassa dengan cabang : y = 28,20x2,308
Allometri biomassa dengan ranting : y = 40,785x2,077
Persamaan ini berlaku spesifik untuk lokasi penelitian dan Pulau Timor pada umumnya yang memiliki kondisi lingkungan sama.
Selanjutnya persamaan allometri biomassa daun dengan dbh jenis bidara pada penelitian ini tidak dapat digunakan karena nilai koefisien determinasi yang rendah yakni 0,163 dan nilai signifikansi > 0,05, serta RSE>30%.
B. Saran
Perlu adanya penelitian yang lebih detail dan akurat lagi terkait biomassa daun bidara, yang pada penelitian ini diketahui memiliki daur pertumbuhan yang tidak linier dengan daur pertumbuhan pohon. Penelitian lebih lanjut terkait biomassa daun, sebaiknya dilakukan pada musim penghujan atau pada lokasi yang belum terkena kebakaran.
Allometri yang dihasilkan penelitian ini, mungkin tidak sesuai untuk digunakan di luar Pulau Timor. Disarankan hanya digunakan untuk lokasi yang berada di dalam wilayah Kabupaten TTU dan Pulau Timor pada umumnya yang memiliki kondisi lingkungan sama.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami tujukan kepada Saudara Martinus Lalus, selaku teknisi litkayasa di Balai Litbang LHK Kupang yang telah banyak membantu kami selama di lapangan. Masyarakat Desa Letmafo dan Desa Keun yang telah bersedia merelakan pohonnya sebagai sampel untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agu, Y. P. E. S., dan Neonbeni, Y. (2019). Identifikasi Model Pengelolaan Lahan Kering Dataran Tinggi Berbasis Agroforestri Tradisional di Pulau Timor.
Savana Cendana, 4(1), 12–16.
As-syakur, A. R. (2007). Identifikasi Hubungan Fluktuasi nilai SOI Terhadap Curah Hujan Bulanan di Kawasan batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 7(2), 123–129. Banin, L., Feldpausch, T. R., Phillips, O. L., Baker,
T. R., Lloyd, J., Affum-Baffoe, K., … Lewis, S. L. (2012). What controls tropical forest architecture? Testing environmental, structural and floristic drivers. Global Ecology and Biogeography,
21, 1179–1190.
https://doi.org/10.1111/j.1466-8238.2012.00778.x
Basuki, T. M., van Laake, P. E., Skidmore, A. K., & Hussin, Y. A. (2009). Allometric equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland Dipterocarp forests.
Forest Ecology and Management, 257, 1684–1694.
https://doi.org/10.1016/j.foreco.2009.01. 027
Bhatt, M. J., Patel, A. D., Bhatti, P. M., & Pandey, A. N. (2008). Effect Of Soil Salinity On
70
Growth , Water Status And Nutrient Accumulation In Seedlings Of Ziziphus mauritiana (RHAMNACEAE). Journal of Fruit and Ornamental Plant Research, 16, 383–401.
BPKH Wilayah XIV. (2017). Peta Tutupan Lahan Provinsi NTT tahun 2016. BPKH Wil. XIV Kupang. Kupang.
Centre, B. E. (2011). Testing moisture content ( simple method ). United Kingdom: Forest Comission.
Chave, J., Réjou-Méchain, M., Búrquez, A., Chidumayo, E., Colgan, M. S., Delitti, W. B. C., … Vieilledent, G. (2014). Improved pantropical allometric models to estimate the above ground biomass of tropical forests. Glob Change Biol.
https://doi.org/10.1111/gcb.12629
Diedhiou, I., Diallo, D., Mbengue, A. A., Hernandez, R. R., Bayala, R., Dieme, R., … Sene, A. (2017). Allometric equations and carbon stocks in tree biomass of Jatropha curcas L . in Senegal’s Peanut Basin. Global Ecology and Conservation, 9, 61–69.
https://doi.org/10.1016/j.gecco.2016.11.0 07
Djogo, T., Juhan, M., Aoetpah, A., & McCallie, E. (2007). Management of Tecoma Stans Fallows in Semi-arid, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. In M. Cairns (Ed.),
Voices From The Forest: Integrating Indigenous knowledge into Sustainable
Upland Farming (pp. 190–202).
Washington: Resources forthe Future. Dumont, C., Mentré, F., Gaynor, C., Brendel,
K., Gesson, C., & Chenel, M. (2013). Optimal sampling times for a drug and its metabolite using simcyp® simulations
as prior information. Clinical Pharmacokinetics, 52(1), 43–57. https://doi.org/10.1007/s40262-012-0022-9
Emadi, D., & Mahfoud, M. (2011). Comparison of Artificial Neural Network and Multiple Regression analysis techniques in predicting the mechanical properties of A356 alloy. Procedia Engineering, 10, 589–594.
https://doi.org/10.1016/j.proeng.2011.04. 098
Ernawati, D., & Widyawati, D. (2015). Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan.
Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 4(4), 17. Fayolle, A., Doucet, J., Gillet, J., Bourland, N., &
Lejeune, P. (2013). Tree allometry in Central Africa : Testing the validity of pantropical multi-species allometric equations for estimating biomass and carbon stocks. FOREST ECOLOGY AND
MANAGEMENT, 305, 29–37.
https://doi.org/10.1016/j.foreco.2013.05. 036
Feldpausch, T. R., Banin, L., Phillips, O. L., Baker, T. R., Lewis, S. L., Quesada, C. A., … Lloyd, J. (2011). Height-diameter allometry of tropical forest trees.
Biogeosciences, 8, 1081–1106. https://doi.org/10.5194/bg-8-1081-2011 Ford, P. . L. (2009). GRASSLANDS AND
SAVANNAS. In Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS) (Vol. Vol. III, pp. 252–261). EOLSS Publisher Co. Ltd. Gottsberger, G., & Silberbauer-Gottsberger, I.
(2009). Tropical Savannas - Introduction. In Tropical Biology And Conservation Management (Vol. Vol. X, pp. 341–351).
EOLSS Publisher Co. Ltd.
Govett, R., Mace, T., Utilization, W., & Bowe, S. (2010). A Practical Guide For The Determination Of Moisture Content. Wisconsin.
Grice, A. C. (1997). Post-fire regrowth and survival of the invasive tropical shrubs Cryptostegia grandiflora and Ziziphus mauritiana. Austral Ecology, 22(1), 49–55.
https://doi.org/10.1111/j.1442-9993.1997.tb00640.x
Hendrik, A. C. (2017). Karakteristik Populasi dan Preferensi Ekologis Kabesak ( Acacia leucophloea ) di Timor Barat,. Institut Pertanian Bogor.
Henry, M., Picard, N., Trotta, C., Manlay, R. J., Valentini, R., Bernoux, M., & Saint-Andre, L. (2011). Estimating tree biomass of Sub-Saharan African forests: A review of available allometric equations. Silva
Fennica, 45(3 B), 477–569.
https://doi.org/10.1055/s-2002-20437 Japarianto, E., & Sugiharto, S. (2011). Pengaruh
Shopping Life Style Dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran,
6(1), 32–41.
https://doi.org/10.9744/pemasaran.6.1.32 -41
Jara, M. C., Henry, M., Réjou-méchain, M., Wayson, C., Zapata-cuartas, M., Piotto, D., … Westfall, J. (2015). Guidelines for documenting and reporting tree allometric equations. Annals of Forest
Science, 72, 763–768.
https://doi.org/10.1007/s13595-014-0415-z
Kala, S., & Godara, A. K. (2011). Effect of
Moisture Stress on Leaf Total Proteins , Proline and Free Amino Acid Content in Commercial Cultivars of Ziziphus Mauritiana. Journal of Scientific Research,
55, 65–69.
Lisar, S. Y. S., Motafakkerazad, R., Hossain, M. M., & Rahman, I. M. M. (2012). Water Stress in Plants: Causes, Effects and Responses. (P. I. M. M. Rahman, Ed.) (online). InTech. Retrieved from http://www.intechopen.com/books/water -stress/water-stress-in- plants-causes-effects-and-responses
Maraghni, M., Gorai, M., & Neffati, M. (2011). The Influence of Water-Deficit Stress on Growth, Water Relations and Solute Accumulation in Wild Jujube (. Journal of Ornamental and Horticultural Plants, 1(2), 63–72.
Mascaro, J., Litton, C. M., Hughes, R. F., Uowolo, A., & Schnitzer, S. A. (2011). Minimizing Bias in Biomass Allometry : Model Selection and Log-transformation of Data. Biotropica, 43(6), 649–653.
https://doi.org/10.1111/j.1744-7429.2011.00798.x
Mbow, C., Verstraete, M. M., Sambou, B., Diaw, A. T., & Neufeldt, H. (2014). Allometric models for aboveground biomass in dry savanna trees of the Sudan and Sudan-Guinean ecosystems of Southern Senegal. Journal of Forest Research, 19(3), 340–347.
https://doi.org/10.1007/s10310-013-0414-1
McCune, B., Grace, J. B., & Urban, D. L. (2002). Analysis of Ecological Communities.
Gleneden Beach. OR. USA.
72
G. (1997). The ecology of Nusa Tenggara and Maluku / . (Periplus). Hongkong: Oxford University Press.
Moussa, M., Mahamane, L., & Saadou, M. (2015). Allometric Equations for Biomass Estimation of Woody Species and Organic Soil Carbon Stocks of Agroforestry Systems in West African : State Of Current Knowledge.
International Journal of Research in Agriculture and Forestry, 2(10), 17–33. Munparidi. (2012). Pengaruh Kepemimpinan,
Motivasi, Pelatihan, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi Kota Palembang. Jurnal Orasi Bisnis,
VII(Mei), 47–54. Retrieved from jurnal.polsri.ac.id
Ndappa, O., Nama, Y. F. M., Lalel, H. J. D., Kaho, N. R., Mahayasa, I. N. W., & Suaeudin. (2017). Pemetaan Keberadaan Buah Minor di Pulau Timor Menggunakan Open Data Kit (No. ke-2). Kupang.
Nelson, B. W., Mesquita, R., Pereira, J. L. G., De, S. G. A., Teixeira, G., & Bovino, L. (1999). Allometric regressions for improved estimate of secondary forest biomass in the central Amazon. Forest Ecology and Management, 117, 149–167.
Oliveras, I., Eynden, M. V. A. N. D. E. R., Malhi, Y., Cahuana, N., Menor, C., Zamora, F., & Haugaasen, T. (2013). Grass allometry and estimation of above-ground biomass in tropical alpine tussock grasslands.
Austral Ecology, 39(4), 8.
https://doi.org/10.1111/aec.12098
Packard, G. C. (2014). Multiplicative by Nature : Logarithmic Transformation in Allometry. Journal of Experimental
Zoology, (Mol.Dev.E(322B), 202–207. https://doi.org/10.1002/jez.b.22570 Popescu, S. C. (2007). Estimating biomass of
individual pine trees using airborne lidar.
Biomass and Bioenergy, 31(9), 646–655. https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2007. 06.022
Puspaningdiah, M., Solichin, A., & Ghofar, A. (2014). Aspek Biologi Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) DI PERAIRAN Rawa Pening, Kabupaten Semarang.
Journal of Maquares, 3, 75–82.
Rameshkumar, S., & Eswaran, K. (2013). Ecology , Utilization and Coastal Management of Salt Tolerant Plants ( Halophytes and Mangroves ) of Mypad Coastal Regions , Andhra Pradesh, India.
International Journal of Environmental Biology, 3((1)), 1–8.
Rathore, S. K., Bhatt, S., Dhyani, S., & Jain, A. (2012). Preliminary Phytochemical Screening Of Medicinal Plant Ziziphus Mauritiana Lam. Fruits. International Journal of Current Pharmaceutical Research,
4(3), 160–162.
Shi, L., & Liu, S. (2017). Methods of Estimating Forest Biomass : A Review Methods of Estimating Forest Biomass : A Review. In J. S. Tumuluru (Ed.), Biomass Volume Estimation and Valorization for Energy Accordingly, (p. 46). London: IntechOpen. https://doi.org/10.5772/62678
Sileshi, G. W. (2014). A critical review of forest biomass estimation models , common mistakes and corrective measures. Forest Ecology and Management, 329, 237–254. https://doi.org/10.1016/j.foreco.2014.06. 026
Stok Karbon Tegakan Hutan Alam Dipterokarpa Di Pt. Sarpatim, Kalimantan Tengah (Carbon Stock of Dipterocarp Natural Forest Stands at PT. Sarpatim, Central Kalimantan). Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam,
8(4), 337–348.
Sluiter, A., Sluiter, J., Wolfrum, E., Reed, M., Ness, R., Scarlata, C., & Henry, J. (2016). Biomass and Bioenergy Improved methods for the determination of drying conditions and fraction insoluble solids ( FIS ) in biomass pretreatment slurry.
Biomass and Bioenergy, 91, 234–242. https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2016. 05.027
Sutaryo, D. (2009). Penghitungan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi karbon dan
perdagangan karbon. Wetlands
International Indonesia Programme. Sutomo. (2015). Asal Usul Formasi Savana :
Tinjauan Pustaka dari Savana di Nusa Tenggara Timur dan Hasil Penelitian di Savana Baluran Jawa Timur. In G. N. Njurumana, S. Raharjo, M. L. Riwu Kaho, H. Kurniawan, & M. Hidayatullah (Eds.),
Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Savana Nusa Tenggara (pp. 246–265). Kupang: Balai Penelitian Dan Pengembangan Lhk Kupang.
West, P. W. (2015). Tree and Forest Measurement (3rd ed.). Springer International Publishing AG Switzerland. https://doi.org/10.1017/CBO978110741 5324.004
Widiyono, W. (2010). Inventarisasi Jenis-jenis Tumbuhan dan Kesesuaian Lahan untuk Konservasi Daerah Tangkapan Sumber Mata Air “Wetihu” Desa Baudaok Kecamatan Tasifeto Timur-Belu. Jurnal Tek.
Ling., 11(3), 353–361.
Wibowo, A. 2009. RPI Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Kehutanan. Puslitsosek Bogor. Bogor
KELAYAKAN USAHATANI JALAWURE (Tacca leontopetaloides)
DI BAWAH TEGAKAN JATI (Tectona grandis)
Feasibility of Jalawure (Tacca leontopetaloides) Farming Under Teak (Tectona grandis) Stands
Suhartono1
Aji Winara1
ABSTRACT
Jalawure is a type of tuber vegetation that becomes an alternative food producers in coastal areas to the lowlands. However the utilization of jalawure tubers was still relied by product of natural distribution and non-intensive cultivation. This study aims to determine the feasibility of jalawure farming under teak stands on the private forest. The study was conducted in 2016 until 2017 in Cikelat Subdistrict, Garut Regency, West Java by direct observation and interview method. Criteria of farm feasibility for the short-term were calculated by income cost ratio approach and analysis of agriculture productivity, while long-term farm feasibility was assessed by the Net Present Value approach and Net Benefit-Cost Ratio. The results showed that jalawure farming at planting spacing 75x75 cm with a flour of final product was more feasible than those planting spacing 50x50 cm and 100x100 cm. For long-term business, jalawure farming has been the potential to be a profitable business with NPV 14.400.059,11 and Net B/C 1,08.
Keywords :agroforestry, business farming, jalawure cultivation, teak stands
ABSTRAK
Jalawure merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang dapat menjadi sumber pangan alternatif di wilayah pesisir pantai hingga dataran rendah. Pemanfaatan umbi jalawure masih mengandalkan hasil dari sebaran alami dan budidaya non intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani jalawure di bawah tegakan jati hutan rakyat. Penelitian dilaksanakan tahun 2016 hingga 2017 di Kecamatan Cikelat, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah observasi langsung dan wawancara dengan informan kunci. Kriteria kelayakan usahatani jangka pendek dihitung dengan pendekatan rasio biaya pendapatan dan analisis produktivitas pertanian; sedangkan kelayakan usahatani jangka panjang dinilai dengan pendekatan Net Present Value dan Net Benefit Cost Ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani jalawure pada jarak tanam 75x75 cm dengan produksi akhir tepung lebih layak dijalankan dibanding dengan jarak tanam 50x50 cm dan 100x100 cm. Untuk tujuan usaha jangka panjang, usahatani jalawaure berpotensi menjadi agribisnis yang menguntungkan dengan NPV 14.400.059,11 dan Net B/C 1,08.
Kata Kunci : agroforestri, budidaya jawure, tegakan jati, usahatani
Author Institution : 1Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry - Jalan Ciamis Banjar km 4
Pamalayan Cijeungjing Ciamis Koresponding Author : har436@gmail.com
Articel History : Received 12 August 2019; received in revised from 12 September 2019; accepted 15 October 2019; Available online since 31 October 2019