• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN ALAT MUSIK PENGIRING TAYUB DI DESA SULURSARI KECAMATAN GABUS KABUPATEN GROBOGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERUBAHAN ALAT MUSIK PENGIRING TAYUB DI DESA SULURSARI KECAMATAN GABUS KABUPATEN GROBOGAN."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN ALAT MUSIK PENGIRING TAYUB DI DESA SULURSARI KECAMATAN GABUS

KABUPATEN GROBOGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Yusak Suluh Putra Karunia NIM 12208244031

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Perubahan Alat Musik Pengiring Tayub di Desa Sulursari Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan” ini telah disetujui Pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta, 9 September 2016 Yogyakarta, 9 September 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Perubahan Alat Musik Pengiring Tayub di Desa Sulursari Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan ini telah dipertahankan di Dewan Penguji

pada tanggal 23 September 2016 dan dinyatakan lulus

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Drs. Sritanto, M.Pd Ketua Penguji : …………... ………... F.X.Diah Kristianingsih, S.Pd., M.A Sekretaris Penguji : ………..…. ………… Yunike Juniarti Fitria, S.Pd., M.A Penguji I : ……..……. ………… Dr. AM. Susilo Pradoko, M.Si Penguji II : ……..……. …………

Yogyakarta, Oktober 2016 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Dekan,

(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Yusak Suluh Putra Karunia NIM : 12208244031

Jurusan : Pendidikan Seni Musik

Fakultas : Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi-materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim. Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, 27 Juni 2016

Penulis

(5)

v MOTTO

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Perubahan Alat Musik Pengiring Tayub di Desa Sulursari Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan”.

Selama penyusunan skripsi ini penulis juga mendapatan dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis menucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. AM. Susilo Pradoko, M.Si. selaku Dosen pembimbing I.

2. Francisca Xaveria Diah.K, S.Pd., M.A. selaku Dosen pembimbing II.

3. Bapak Djayat, Bapak Supriyadi dan Bapak Cipto yang telah memberikan informasi, ijin dan waktu untuk memperoleh data penyusunan skripsi.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan serta bantuan selama penyusuna skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, dan oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan bagi penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 27 Juni 2016 Penulis

(7)

vii

A. Penelitian Yang Relevan ... 14

BAB III ... 16

METODE PENELITIAN ... 16

A. Pendekatan Penelitian ... 16

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

C. Informan ... 17

D. Teknik Pengumpulan Data ... 17

(8)

viii

PERUBAHAN ALAT MUSIK PENGIRING TAYUB DI DESA SULURSARI KECAMATAN GABUS KABUPATEN GROBOGAN ... 23

A. Periode Tahun 1985 Hingga Tahun 1993. ... 23

1. Kelompok Balungan (Saron I, Saron II, Demung dan Peking) ... 26

2. Kelompok Garap (Bonang Barung, Bonang Penerus dan Gambang) ... 30

3. Kelompok Struktural (Kethuk dan Kenong, Kempul dan Gong) ... 33

4. Kendhang Jawa ... 38

5. Kelompok yang dikurangi (Rebab, Siter, Suling, Gender, Slenthem) ... 39

6. Penyajian Lagu dan Setting... 41

B. Periode Tahun 1994 Hingga Tahun 2016 ... 42

1. Jedor dan Jes ... 43

2. Kendhang Jaipong... 46

3. Keyboard ... 48

4. Penyajian Lagu dan Setting... 52

5. Bagan Perubahan Alat Musik Pengiring Tayub ... 57

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alat musik pengiring Tayub ... 24

Gambar 2. Alat musik pengiring Tayub ... 24

Gambar 3. Ledhek ... 25

Gambar 4. Alat musik saron I ... 27

Gambar 5. Alat musik saron I (kanan) dan saron II (kiri) ... 28

Gambar 6. Alat musik demung ... 29

Gambar 7. Alat musik peking ... 30

Gambar 8. Alat musik bonang barung (kiri) dan bonang penerus (kanan) ... 32

Gambar 9. Alat musik gambang... 33

Gambar 10. Alat musik kethuk (pecon kecil) dan kenong (pecon besar) ... 35

Gambar 11. Alat musik kempul ... 36

Gambar 12. Alat musik gong ... 38

Gambar 13. Alat musik kendhang Jawa ... 39

Gambar 14. Alat musik suling dan rebab ... 40

Gambar 15. Alat musik gender (kiri atas), slenthem (kiri bawah), siter (kanan) ... 41

Gambar 16. Alat musik jedor dan jes ... 44

Gambar 17. Alat musik jes dengan empat baut ... 45

Gambar 18. Alat musik kendhang jaipong ... 47

Gambar 19. Alat musik kendhang jaipong buatan lokal ... 48

Gambar 20. Alat musik keyboard ... 51

Gambar 21. Alat musik pengiring Tayub ... 52

Gambar 22. Ledhek dan Penayub... 53

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

RAMBU-RAMBU WAWANCARA ... 62

HASIL WAWANCARA ... 65

GLOSARIUM ... 73

(11)

xi

PERUBAHAN ALAT MUSIK PENGIRING TAYUB DI DESA SULURSARI KECAMATAN GABUS

KABUPATEN GROBOGAN oleh:

Yusak Suluh Putra Karunia NIM 12208244031

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan perbedaan penggunaan alat musik pengiring Tayub dari tahun 1985 hingga tahun1993 dan tahun 1994 sampai tahun 2016.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi, untuk mendeskripsikan perubahan alat musik kesenian Tayub. Informan penelitian adalah kelompok paguyuban Tayub dan masyarakat di Desa Sulursari. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Untuk menganalisa data menggunakan reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Uji keabsahan data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Periode tahun 1985 sampai tahun 1993, alat musik pengiring Tayub menggunakan alat musik gamelan lengkap yaitu: bonang barung, bonang penerus, saron I, saron II, peking, demung, gender, slenthem, gambang, rebab, siter, suling, kendhang, kenong, kethuk, kempul, dan gong. (2) Perubahan alat musik pengiring Tayub mulai berkembang tahun 1994 seiring dengan masuknya musik campursari yakni mengakulturasikan gamelan dengan alat musik jedor dan jes, diikuti kendhang jaipong dan keyboard. Proses akulturasi turut mengurangi alat musik rebab, siter, suling, slenthem dan gender. (3) Perubahan alat musik mengakibatkan perubahan penyajian musik dalam hal lagu yang dibawakan serta setting. Konsep pokok fungsi alat musik gamelan tidak berubah, namun disesuaikan dengan lagu dan pembawaan musik Tayub serta perubahan alat musiknya.

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tayub merupakan sebuah kesenian yang lahir dari adat istiadat Jawa. Meskipun Tayub merupakan kesenian yang lahir dan berkembang di Jawa, tidak semua wilayah mengadakan kesenian ini. Asal kata Tayub adalah dari sebuah ungkapan “ditata ben

guyub” atau yang dalam bahasa Indonesia berarti “diatur agar tercipta kerukunan”.

Keberadaan Tayub berpangkal pada cerita kedewataan (para dewa-dewi), yaitu ketika dewa-dewi mataya (menari berjajar-jajar) dengan gerak yang guyub (serasi). Rabimin (2010:219) menjelaskan Tayub berasal dari kata bahasa Jawa yaitu “ditata kareben

guyub” (diatur agar bersatu). Dari pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa tingkah

dan gerak harus kompak lahir batin, kompak antar penari wanita dengan penari pria dan penabuh gamelan.

(13)

2 Pertunjukan Tayub dipentaskan dalam upacara bersih desa dan upacara perkawinan. Tayub yang dipentaskan dalam upacara bersih desa mempunyai peranan penting, yaitu sebagai harapan dan doa agar mendapatkan kesuburan tanah, hasil panen yang melimpah, ketenangan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Pertunjukan Tayub dalam upacara perkawinan ditandai dengan tampilnya sesepuh desa menari berpasangan dengan penari perempuan atau ledhek yang melambangkan seorang pria membelah rahim wanita untuk mendapatkan kesuburan, agar cepat mendapatkan anak. Waktu pertunjukan dilaksanakan pada dua pembagian yaitu siang hari (11.30-16.00 WIB), dan malam hari dari pukul 21.00 WIB sampai 04.00 WIB, namun saat ini pertunjukan kesenian Tayub malam hari hanya dibatasi hingga pukul 02.00 WIB dikarenakan kebijakan dari pihak kepolisian.

Masyarakat Kabupaten Grobogan dan khususnya Desa Sulursari bangga memiliki dan melestarikan kesenian Tayub hingga sekarang. Kendati potensi kesenian tradisional rakyat sekarang tidak luput dari masalah, tantangan, atau hambatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa pertunjukan Tayub dalam kehidupan masyarakat masih mampu bertahan dan tetap hidup di tengah-tengah perkembangan musik modern yang berkembang begitu pesat.

(14)

perubahan tampilan atau kemasan dalam pementasan keseniannya untuk dapat hidup dan berkembang di antara masyarakat. Perubahan dan perkembangan Tayub yang terjadi saat ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, sehingga banyak masyarakat sangat antusias.

(15)

4 Masyarakat Desa Sulursari mulai mengenal jenis musik campursari sekitar tahun 1994. Campursari mulai masuk dengan musik yang dekat dengan masyarakat menjadikan campursari cepat diterima dan disukai masyarakat. Alat musik campursari merupakan perpaduan antara gamelan dan alat musik modern dengan mencampurkannya dalam musik baru dan konsep baru. Pengaruh musik campursari yang masuk dan sudah mendapatkan hati masyarakat menjadikan seniman Tayub berinovasi dengan menambahkan alat musik yang digunakan seperti alat musik campursari.

Setiap alat musik pengiring Tayub memiliki fungsi masing-masing dalam sebuah pertunjukan dan sajian musik. Meskipun fungsi masing-masing alat musik pengiring Tayub berbeda, tetapi kepaduan setiap alat musik mampu terjalin harmonis. Perubahan alat musik pengiring Tayub turut serta mengubah fungsi alat musik yang sebelumnya, baik dalam hal cara bermain maupun fungsi alat musik dalam sajian musik Tayub.

(16)

sekarang. Perubahan jenis musik yang terjadi mempengaruhi perubahan penyajian musik pengiring Tayub dalam hal lagu dan setting.

Berdasarkan dokumentasi yang telah ditemukan yaitu foto pertunjukan Tayub oleh kelompok seniman Desa Sulursari tahun 1985, pertunjukan Tayub menggunakan alat musik gamelan lengkap. Dengan demikian, dokumentasi tersebut membatasi penelitian dalam mendekripsikan alat musik pengiring Tayub sebelum terjadi perubahan.

Meninjau uraian penjelasan masalah yang muncul, pertunjukan Tayub sangat menarik untuk dilihat dari sisi penari maupun jenis iringan musiknya. Penelitian ini akan membahas pertunjukan Tayub dilihat dari sisi perubahan alat musik iringannya. Penelitian ini dilakukan karena sejauh pengetahuan peneliti belum pernah ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang perubahan alat musiknya.

B. Fokus Permasalahan

(17)

6

C. Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan dalam ruang lingkup perubahan alat musik Tayub periode tahun 1985 hingga tahun 1993 dan periode tahun 1994 hingga tahun 2016 saat penelitian ini berlangsung.

D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis

Memberikan wawasan perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan serta untuk mendeskripsikan perubahan alat musik Tayub periode tahun 1985 hingga tahun 1993 dan periode tahun 1994 hingga tahun 2016, sebagai sarana dokumentasi kebudayaan dan kesenian Tayub yang lahir dan berkembang serta memiliki nilai budaya yang tinggi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini dapat menjadi acuan dan pandangan serta sebagai kesenian warisan leluhur yang patut untuk dilestarikan dan dihargai, serta perlu untuk mendapatkan dukungan secara moral maupun material sekaligus membina seniman kesenian Tayub dan seluruh komponen masyarakat akan upaya mempertahankan budaya kebanggaan masyarakat Sulursari.

(18)

c. Bagi masyarakat dan penikmat seni, penelitian ini dapat menjadi sarana untuk memberikan wawasan dan berapresiasi seni serta menghargai kesenian tradisional terhusus musik pengiring Tayub.

(19)

8 BAB II KAJIAN TEORI

1. Kebudayaan

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi “Kebudayaan adalah semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat” (1964:113). Kebudayaan merujuk

pada pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial (Spradley, 2007:6). Menurut Marvin Harris “konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai

pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti adat atau cara hidup masyarakat” (1968:16).

Kebudayaan yang dengan makna lain adalah sebuah kebiasaan dan pola tingkah laku manusia, mengartikan bahwa kebudayaan bukan sesuatu yang mengikat dan bisa berubah atau berganti kapan saja. Kebudayaan yang bersifat situasional yang keberadaannya tergantung pada karakter kekuasaan dan hubungan-hubungan yang berubah waktu ke waktu (Abdullah, 2015:10).

(20)

2. Akulturasi

Akulturasi terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur kebudayaan lain yang berbeda, sehingga unsur-unsur kebudayaan lain tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Sumandiyo Hadi (2006:35) menyatakan bahwa “Akulturasi sebagai perubahan budaya ditandai dengan adanya hubungan antara dua kebudayaan yang saling memberi dan menerima”. Menurut Robert (1989:402-407) akulturasi digambarkan sebagai pola penyatuan antara dua kebudayaan, yang berarti bahwa kesamaan kedua budaya lebih banyak dari pada perbedaannya, dan saling berinteraksi.

Robert.L.Bee dalam Wiyoso (2011:38) menyebutkan bahwa dalam setiap proses terjadinya akulturasi terdapat tiga langkah yang harus dilalui. Ketiga langkah tersebut adalah langkah pertama “difusi” yaitu perpindahan gagasan atau sifat. Langkah kedua “evaluasi” yaitu unsur-unsur yang telah melalui difusi

tersebut melewati beberapa jenis filter persepsi dan interpretatif. Selanjutnya bila berdasarkan evaluasi tersebut, unsur-unsur tertentu dapat diterima, maka kemudian diintegrasikan ke dalam sistem budaya penerima hingga terjadi penemuan.

3. Kesenian Tayub

(21)

10 Tayuban berarti tarian bersama ronggeng untuk bersenang-senang. Tayub berarti diajak berjoget (Mangunsuwito, 2002:542). Suharto (1999:62) mengemukakan bahwa berdasarkan catatan dari Mangkunegaran terdapat keterangan bahwa Tayub berasal dari kata nayub, dan guyub yang berarti rukun bersama. Dua kata tersebut diperkirakan mengalami penggabungan yaitu: mataya (joget atau menari) dan guyub (rukun atau damai) menjadi Tayub. Rabimin (2010:219) menjelaskan Tayub berasal dari kata bahasa Jawa yaitu “ditata kareben guyub” (diatur agar

bersatu). Dari pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa tingkah dan gerak harus kompak lahir batin, kompak antara penari wanita dengan penari pria dan penabuh gamelan.

Cahyono (2000:30) mengatakan bahwa Tayub merupakan seni pertunjukan tradisional rakyat yang telah ada pada waktu masyarakat mengenal pertanian, yang berwujud tari berpasangan antara penari wanita yang disebut taledhek atau ledhek, ronggeng atau joget dengan penari pria yang menjadi pengibing atau penayub.

Dari pengertian-pengertian tentang Tayub di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Tayub adalah seni tari-tarian yang memiliki makna “menari bersama agar tercipta kerukunan” dengan penari wanita atau ledhek dan penari pria atau

pengibing serta keselarasan dengan penabuh atau pemain musik yang mengiringi pertunjukan Tayub.

(22)

a. Ledhek

Holt (1999:138-139) menyatakan bahwa ledhek adalah jantung dari sebuah pesta pertunjukan Tayub. Ledhek dalam Tayub bertugas sebagai penyanyi atau sindhen yang membawakan gendhing atau lagu penari pria atau penayub.

Ledhek adalah wanita dalam sebuah pertunjukan Tayub, dimana peran ledhek sangat penting sebagai daya pikat dari pertunjukan untuk berjoget bersama. Sesungguhnya keindahan tari Tayub dapat berasal dari berbagai aspek. Salah satunya aspek daya tarik tari yang pertama-tama muncul pada image penonton adalah sosok atau figur penarinya, kemudian secara stimultan adalah aspek-aspek penunjang penampilan tari (Pratjichno, 2006:132).

b. Pengibing

Pengibing adalah penari pria yang berjoget bersama ledhek dalam pertunjukan Tayub. Widyastutiningrum (2002:108) mengatakan bahwa pengibing adalah penampilan penari pria bersama joget, biasanya diawali menerima tamu kehormatan yang menyelenggarakan hajat. Seorang pengibing berperan sebagai pendamping ledhek untuk menari, namun tidaklah harus pandai berjoget hanya perlu menggoyangkan badan semampunya, seirama dengan iringan musik. c. Penabuh atau pengrawit

(23)

12 d. Pramuladi atau pramugari

Pramuladi atau pramugari adalah pengatur pertunjukan Tayub, dan berperan sebagai penata acara. Pramuladi mengatur urutan penari, mencegah perkelahian, mabuk-mabukan dan mengatisipasi terjadinya pelanggaran asusila (Cahyono, 2000:76). Pramuladi menjadi peran yang penting dalam pertunjukan karena perannya yang sangat vital dalam kelangsungan pertunjukan.

e. Penonton

Knobler (dalam Mulyadi, 1991:10) mengatakan bahwa aktivitas penghayatan karya seni melibatkan peran subyek (pengamat) dan peran obyek (karya seni), sehingga aktivitas penghayatan merupakan interaksi antara subyek yang memiliki implus estetik dengan obyek yang memiliki kualitas estetik. Penonton tidak hanya sebagai orang yang melihat pertunjukan, namun juga sebagai penikmat dan pengamat seni.

Kelima unsur dalam pertunjukan Tayub yaitu: ledhek, pengibing, pengrawit,

pramuladi dan penonton memiliki peran yang sama-sama penting. Semua

bertugas saling mendukung, sehingga terjalin pertunjukan Tayub yang guyub dan rukun.

4. Musik Pengiring

(24)

menyatukan keduanya dan saling menyelaraskan dan menjadi bentuk seni yang padu antara gerak dan ritme (McDermott, 2013:40).

Musik pengiring memiliki peran penting untuk membawa dan memberikan suasana dan emosi kepada penikmat seni ke dalam ruang dimensi lain. Dalam hal ini selain sebagai musik pengiring, juga berperan menjadi musik ilustrasi karena musik memiliki kekuatan yang hidup (McDermott, 2013:8).

Fungsi musik dalam tari di samping untuk memperkuat ekspresi gerak tari, juga didesain sebagai ilustrasi, pemberi suasana dan membangkitkan imaji tertentu pada penonton. Musik pengiring tarian dapat hadir dengan bentuk eksternal maupun internal. Dalam bentuk eksternal, musik hadir dari luar diri penari, sedangkan bentuk internal, musik datang dari tubuh penari, misalnya dengan tepukan, vokal dan sebagainya.

Menurut Jazuli (1994:10) fungsi musik dikelompokkan menjadi 3 yaitu: a. Sebagai pengiring tari, berarti peranan musik hanya untuk mengiringi atau

menunjang penampilan tari sehingga tidak banyak menentukan isi tarinya. b. Sebagai pemberi suasana tari.

c. Sebagai ilustrasi atau pengantar tari yang menggunakan musik baik sebagai pengiring atau pemberi suasana pada saat-saat tertentu saja tergantung kebutuhan garapan tari.

5. Gamelan

(25)

14 dan budaya Indonesia. Ditinjau dari jumlah alat atau instrumen musik yang digunakan dalam gamelan merupakan bentuk ansambel besar karena merupakan kumpulan berbagai alat musik (Hardjono, 2004:479).

Kesenian Tayub menggunakan iringan alat musik gamelan yang pada umumnya alat musik yang digunakan antara lain terdiri dari bonang barung, bonang penerus, kendhang, saron I, saron II, demung, peking, kenong, kethuk, kempul dan gong.

Kridolaksono (2001:76) mengatakan bahwa dalam gamelan Jawa terdapat dua laras atau dalam istilah musik disebut tangga nada pentatonik, yaitu laras pelog dan laras slendro. Pelog : 1(ji), 2(ro), 3(lu), 4(pat), 5(mo), 6(nem), 7(pi). Slendro: 1(ji), 2(ro), 3(lu), 5(mo), 6(nem). Lebih lanjut lagi dalam instrumen gamelan Jawa selain mengenal tangga nada atau titilaras, juga mengenal nada dasar atau kunci yang disebut dengan istilah pathet.

A. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dan menjadi rujukan peneliti adalah “Bentuk Penyajian

(26)

sebuah kesimpulan bahwa musik iringan kesenian Tayub termasuk dalam musik polifoni. Penelitian ini relevan dalam kajian musik iringan Tayub, lagu dan peran alat musik pengiring Tayub.

Penelitian lainnya adalah “Perkembangan Pertunjukan Kesenian Tayub Di Desa Crewek Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Tahun 1965-2002” (2008). Skripsi sarjana dari jurusan ilmu sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang yang diteliti dan ditulis oleh Sri Purwatiningsih. Hasil dan penelitian ini adalah menemukan perkembangan pertunjukan kesenian Tayub tahun 1965-2002 yaitu perubahan tata cara pertunjukan Tayub sejak tahun 1990-an meninggalkan tata cara lama yang tidak sesuai dengan pandangan agama dan disesuaikan dengan aturan yang dicantumkan pemerintah. Penelitian juga ini meninjau kehidupan penari atau

ledhek dalam hal perekonomian dan pendapat masyarakat mengenai perkembangan

pertunjukan Tayub. Penelitian ini relevan dalam mengkaji perkembangan kesenian Tayub.

(27)

16 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian dengan judul Perubahan Alat Musik Pengiring Tayub di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Menurut Spradley (2007:13) etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan manusia. Etnografi dilakukan dengan terjun meneliti langsung di masyarakat atau kelompok etnis tertentu dengan cara melakukan observasi partisipasi, mengamati langsung masyarakat, pemilik kebudayaan, dengan melakukan wawancara, menghubungi informan sesuai dengan fokus penelitian (Pradoko, 2015:4).

(28)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan perkembangan kesenian Tayub dari Desa Sulursari sangat berpengaruh di masyarakat Kecamatan Gabus. Seniman dan kelompok kesenian Tayub masih banyak serta pertunjukan Tayub masih besar peminatnya di Desa Sulursari. Aspek lain yang menjadi alasan adalah peneliti lahir dan dibesarkan dari lokasi tersebut, karena menurut Spradley (2007:36) etnografi yang ditulis oleh penulis yang berasal dari kalangan penduduk asli memberikan deskripsi yang lebih dekat dengan sudut pandang penduduk asli. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April hingga Juni 2016.

C. Informan

Informan dari penelitian ini adalah seniman Tayub dari kelompok Laras Widayat yang diketuai oleh Djayat Susilo dan kelompok Manunggal Rasa yang diketuai oleh Supriyadi, sebagai kelompok kesenian Tayub di Desa Sulursari. Sebagai pelengkap data juga ditambahkan informasi dari Bapak Cipto sebagai tokoh masyarakat selaku pramugari pertunjukan Tayub.

D. Teknik Pengumpulan Data

(29)

18

1. Observasi

Penelitian langsung terjun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam atau menata secara terstruktur maupun semistruktur aktivitas di lokasi penelitian (Creswell, 2014:267). Peneliti juga terlibat sebagai non partisipan atau partisipasi pasif yaitu peneliti hadir ke lokasi orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2013:227).

Dalam hal menyusun data yang diperoleh dari informan mengenai perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, peneliti melakukan observasi dengan objek penelitian yang meliputi:

a. Pertunjukan Tayub mengenai perubahan format alat musik pengiring Tayub yang terjadi saat ini.

b. Seniman Tayub dan penonton serta pengaruh dalam perubahan alat musik pengiring Tayub.

2. Wawancara

(30)

bersifat tidak terstruktur yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari pertisipan (Creswell, 2014:267).

Wawancara penelitian ini dilakukan dengan informan seniman Tayub dari paguyuban Laras Widayat yang diketuai oleh Bapak Djayat Susilo dan Manunggal Rasa yang diketuai oleh Bapak Supriyadi, serta tokoh masyarakat Bapak Cipto yang berperan sebagai pramugari dalam pertunjukan Tayub.

Rambu-rambu wawancara dalam pembatasan bahasan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari. b. Perubahan fungsi alat musik pengiring Tayub.

c. Perubahan penyajian musik pengiring Tayub dalam hal lagu dan setting.

Untuk melengkapi data wawancara penelitian, maka pertanyaan terkait rambu-rambu wawancara ditulis dalam lampiran.

3. Dokumentasi

Dokumentasi publik seperti koran, makalah, laporan kantor ataupun dokumen privat seperti surat, catatan pribadi dan lain sebagainya menunjang penelitian (Creswell, 2014:267,270). Dengan dokumen tersebut dapat diakses kapan saja dan sebagai bukti tertulis yang berbobot dengan bahasa dan kata-kata tekstual dari partisipan.

(31)

20 di Sulursari berupa video ataupun audio musik pertunjukan Tayub paguyuban Laras Widayat dan Manunggal Rasa dilengkapi dengan foto-foto alat musik dengan format pertunjukan kesenian Tayub. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila di dukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, 2013:240).

E. Instrumen

Penelitian kualitatif merupakan peneliti interpretif, dimana peneliti terlibat dalam pengalaman yang berkelanjutan dengan para partisipan. Peran peneliti sebagai instrumen primer dalam pengumpulan data kualitatif (Creswell, 2014:264,294). Peneliti berperan aktif dalam memperoleh data dengan observasi, wawancara dan terjun langsung ke lapangan guna melakukan pengumpulan data, menganalisa dan membuat kesimpulan.

F. Analisa Data

(32)

Dalam menganalisis data, peneliti melakukan langkah-langkah analisa sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis yang melibatkan transkripsi wawancara, memeriksa materi atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi (Creswell, 2014:276). Mereduksi data yang berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya (Sugiyono, 2013:247).

Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian data

(33)

22

3. Kesimpulan

Langkah selanjutnya setelah melakukan reduksi data dan penyajian adalah menyimpulkan data. Data disajikan dalam bentuk deskriptif mengenai Perubahan alat musik Pengiring Tayub di Desa Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan untuk diambil kesimpulan atau garis besar sesuai objek penelitian (Sugiyono, 2013:244).

G. Keabsahan Data

(34)

23 BAB IV

PERUBAHAN ALAT MUSIK PENGIRING TAYUB DI DESA SULURSARI KECAMATAN GABUS KABUPATEN GROBOGAN

A. Periode Tahun 1985 Hingga Tahun 1993.

Periode pertama penelitian ini berawal pada tahun 1985 hingga tahun 1993. Permulaan ini ditinjau berdasarkan terbentuknya kelompok Tayub Laras Widayat yang terbentuk tahun 1985 yang diketuai oleh Bapak Djayat. “aku marai manjak ki awet tahun 85” (saya menjadi ketua mulai tahun 85/1985) ungkap Bapak Djayat. Berdasarkan dokumentasi yang telah ditemukan yaitu foto pertunjukan Tayub oleh kelompok seniman Desa Sulursari tahun 1985, pertunjukan Tayub menggunakan alat musik gamelan lengkap.

Alat musik pengiring Tayub yang digunakan dalam pertunjukan Tayub adalah seperangkat gamelan atau masyarakat Desa Sulursari menyebutnya gongso. Seperti halnya pada kesenian Karawitan, musik dalam Tayub juga menggunakan lagu atau gendhing Karawitan. Format alat musik pengiring Tayub asli atau sebelum mengalami perubahan adalah: bonang barung, bonang penerus, slenthem, saron I, saron II, peking, demung, gender, kethuk, kenong, kempul, gong, gambang, rebab, suling, siter dan kendhang. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penjelasan wawancara Bapak Cipto sebagai berikut:

(35)

24 (pertama bonang, kedua balung saron I, saron II, peking, demung, terus kethuk, kenong, gong, gambang, kendhang, jika perlu ada gender, slenthem, jika lengkap ada rebab, siter, suling).

Gambar 1. Alat musik pengiring Tayub (Dok: Teguh, 1985)

(36)

Gambar 3. Ledhek (Dok: Teguh, 1988)

Penyajian pertunjukan musik tidak lepas dari instrumen musik yang berada di dalamnya. Setiap alat musik memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan kelompok serta karakter alat musiknya. Fungsi alat musik sangat berpengaruh pada sajian musik yang dihadirkan. Meskipun masing-masing alat musik mempunyai fungsi yang berbeda, namun perbedaan itu memberikan keharmonisan dan keselarasan musik yang disajikan. Hal ini disebabkan karena berbedaan karakter alat musik dan fungsi setiap instrumen musik saling mendukung dan melengkapi untuk membuat sajian musik menjadi lebih indah.

(37)

26 kelompok alat musik pengiring Tayub terbagi menjadi tiga, yaitu: kelompok ricikan balungan, kelompok ricikan garap dan kelompok ricikan struktural.

Kelompok ricikan balungan yaitu: slenthem, saron, demung dan peking. Kelompok ini memainkan bentuk lagu atau gendhing dalam penyajian musik. Kemudian kelompok ricikan garap alat musiknya adalah: kendhang, bonang, gambang, sindhen atau ledhek, gender, rebab, siter, suling. Kelompok ricikan garap bertugas menghiasi dan memperindah bentuk lagu yang dimainkan kelompok balungan. Lalu kelompok ricikan struktural diantaranya: kendhang, kethuk, kenong, kempul, gong. Kelompok ini adalah kelompok yang memberi ketukan dan mengatur jalannya lagu atau gendhing.

1. Kelompok Balungan (Saron I, Saron II, Demung dan Peking)

(38)

Gambar 4. Alat musik saron I (Dok: Yusak, Mei 2016)

(39)

28

Gambar 5. Alat musik saron I (kanan) dan saron II (kiri) (Dok: Yusak, Mei 2016)

(40)

Gambar 6. Alat musik demung (Dok: Yusak, Mei 2016)

(41)

30

Gambar 7. Alat musik peking (Dok: Yusak, Mei 2016)

2. Kelompok Garap (Bonang Barung, Bonang Penerus dan Gambang) Bonang barung, bonang penerus dan gambang merupakan instrumen gamelan pengiring Tayub yang termasuk dalam bagian kelompok garap. Kelompok garap ini bertanggung jawab memberikan hiasan pada lagu.

Bonang terdiri dari 12 peconlaras slendro dan 14 peconlaras pelog. Susunan bonang barung meliputi dua baris horisontal, baris bawah untuk oktaf rendah dan baris atas untuk oktaf tinggi.

(42)

bawah dan atas yang bernada sama secara bersamaan, yakni permainan yang berdasarkan bentuk lagu atau gendhingnya dengan pola ritme yang sesuai dengan ketukan. Yang terakhir teknik kempyung hampir sama dengan teknik gembyang, dengan memainkan dua nada yang sama baris atas dan bawah namun cara memukulnya hampir bersamaan. Diawali dengan memukul pecon bonang baris bawah lalu disusul dengan pecon bonang baris atas. Bila dalam teknik sticking drum, teknik kempyung hampir sama dengan teknik sticking flam yang menghasilkan dua pukulan hampir bersamaan.

Fungsi bonang barung dalam sajian musik pengiring Tayub sangat bervariasi. Bonang barung bisa berperan sebagai buka atau intro lagu dengan teknik mipil. Selain itu dengan dengan teknik mipil juga, bonang barung mampu berperan sebagai sekar atau hiasan lagu dengan memainkan nada-nada tambahan yang diakhiri not sesuai dengan gendhingnya.

(43)

32

Gambar 8. Alat musik bonang barung (kiri) dan bonang penerus (kanan) (Dok: Yusak, Mei 2016)

Lalu alat musik gambang yang merupakan instrumen yang bertanggung jawab pada sajian musik iringan sekar atau hiasan. Peran gambang dalam menghiasi satu sajian musik iringan Tayub sangatlah penting, dengan menjadikan sebuah komposisi yang lengkap dan berisi. Permainan gambang yang mengisi dan menghiasi kekosongan sajian musik turut menambah nilai estetika dalam musik iringan Tayub dengan memberi nuansa suara kayu yang khas.

(44)

mengalir dan bebas tidak terpaku pada gendhing. Meskipun permainan gambang bebas, namun tetap harus diakhiri dengan nada yang sesuai dengan permainan demung. Kebanyakan permainan gambang lebih cenderung memainkan pola dengan interval oktaf dan ritme yang stabil. Sering kali pola permainan yang dimainkan banyak berupa pengulangan ritme dengan melodi yang sama dan sedikit hiasan (ostinato). Meskipun demikian terkadang pola ritme sinkop juga diselipkan dalam sajian iringan musik pengiring Tayub.

Gambar 9. Alat musik gambang (Dok: Yusak, Mei 2016)

3. Kelompok Struktural (Kethuk dan Kenong, Kempul dan Gong)

(45)

34 Meskipun tidak terdengar keberadaannya, namun peran kethuk tetap penting dalam satu sajian musik pengirig Tayub sebagai penanda kalimat lagu.

Fungsi kethuk dalam sajian musik pengiring Tayub adalah sebagai aksen alur lagu atau gendhing yang dimainkan sehingga menjadi kalimat-kalimat pendek. Selain sebagai aksen, kethuk juga sebagai jembatan permainan kenong, kempul dan gong sehingga saling jalin menjalin. Permainan kethuk sendiri berada pada sela-sela permainan balungan, yakni kethuk ditabuh diantara ketukan-ketukan balungan. Teknik yang digunakan dalam permainan kethuk adalah dengan teknik mipil.

Pada penyajian musik pengiring Tayub saat ini, permainan kethuk lebih berkurang. Permainan kethuk saat ini tidak selalu dibunyikan oleh penabuh. Hal ini disebabkan karena penambahan dan perkembangan lagu dalam penyajian musik pengiring Tayub. Dengan penambahan dan perkembangan lagu pengiring Tayub, fungsi kethuk sedikit dikurangi porsinya, karena sajian musik saat ini lebih mengedepankan iringan imbalan dan permainan kendhang jaipong serta jedor dan jes.

(46)

Gambar 10. Alat musik kethuk (pecon kecil) dan kenong (pecon besar) (Dok: Yusak, Mei 2016)

Fungsi kenong adalah untuk mempertegas irama akhir kalimat panjang, saling bergantian dengan kempul dan gong. Selain menandai struktur lagu, kenong juga memainkan nada yang sama dengan nada balungan. Pola permainan kenong bisa mendahului nada balungan untuk menuntun alur lagu atau gendhing. Lalu bisa juga permainan kenong yang sedikit terlambat mengikuti nada balungan untuk mendukung rasa pathet. Pola permainan kenong yang mendukung rasa pathet ini sering digunakan dalam penyajian musik pengiring Tayub. Permainan kenong pada lagu campursari lebih padat dan penuh.

(47)

36 atau hanya satu orang. Kempul terdiri dari tujuh buah, yang masing-masing memiliki laras pelog dan laras slendro.

Fungsi kempul dalam penyajian musik pengiring Tayub adalah menandai aksen penting dalam lagu gendhing bergantian dengan permainan kenong. Seperti permainan kenong, pola permaian kempul juga ada tiga macam, yakni mendahului nada balungan yang berikutnya untuk menuntun arah lagu, lalu memainkan nada yang sama dengan nada balungan, dan memainkan dengan sedikit terlambat atau menyusul setelah nada balungan untuk menegaskan rasa pathet. Pola permainan kempul terkadang juga memainkan pola permainan seperti gitar bass dalam penyajian musik dengan lagu campursari.

(48)

Gong merupakan alat musik pengiring Tayub yang mempunyai ukuran paling besar. Ukuran gong yang besar, membuat gong selalu ditempatkan di belakang. Gong terdiri dari tiga buah gong, yaitu gong suwuk yang ukurannya paling kecil, lalu gong siyem yang ukurannya sedang atau menengah, dan gong ageng yang mempunyai ukuran paling besar.

Fungsi gong ageng dalam sajian musik pengiring Tayub adalah sebagai penanda permulaan dan akhir gendhing. Gong ageng mempunyai peran memberikan rasa keseimbangan setelah kalimat lagu atau gendhing yang panjang. Lalu gong suwukan memiliki peran sebagai penanda struktur kalimat lagu pendek. Kemudian gong siyem yang memiliki ukuran sedang ini memiliki peran hampir sama dengan gong suwukan yakni menandai kalimat lagu pendek. Hal yang membedakan adalah nada gong siyem lebih rendah dari gong suwukan.

(49)

38

Gambar 12. Alat musik gong (Dok: Yusak, Mei 2016) 4. Kendhang Jawa

Kendhang adalah salah satu alat musik yang paling penting dalam penyajian musik pengiring Tayub. Peran kendhang yang menjadi patokan dalam membawa alur lagu atau gendhing menjadi fungsi utama kendhang sebagai pamurba irama. Selain mengatur jalannya lagu atau gendhing, kendhang juga sebagai pengatur tempo dan peralihan antar irama. Dalam peralihan irama gendhing, kendhang sangat berperan penting untuk mengajak dan menjembatani instrumen lain untuk beralih irama gendhing. Lalu fungsi lain kendhang adalah memainkan suwuk untuk menghentikan tabuhangendhing.

(50)

dan kendhang ageng atau bem yang berukuran paling besar. Masing-masing kendhang memiliki peran yang berbeda-beda. Kendhang ciblon adalah kendhang yang memiliki porsi paling banyak, karena permainan kendhang ciblon ini memainkan pola irama yang berasosiasi dengan gerak tarian pada pertunjukan Tayub.

Teknik yang sering digunakan pada alat musik kendhang ini adalah teknik permainan kendhang kalih yaitu kombinasi permainan antara kendhang ketipung dan kendhang ageng. Permainan kendhang kalih ini selalu dibarengi dengan permainan jedor dan jes sehingga menghasilkan sajian bunyi yang menyatu dan menghentak.

Gambar 13. Alat musik kendhang Jawa (Dok: Yusak, Mei 2016)

(51)

40 merupakan keluarga gender namun memainkan bentuk lagu seperti kelompok balungan.

Alat musik tersebut merupakan alat musik yang dikurangi atau dihilangkan dalam pertunjukan Tayub setelah mengalami perubahan alat musik. Rebab dihilangkan karena fungsinya yang hanya untuk pambuka atau intro lagu di awal pertunjukan saja. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Bapak Cipto sebagai berikut:

“kuwi sing dikurangi ngene mas, nek kanggo tayub nek rebab nggo pembukaan pisanan, bar kuwi ra kanggo”

(itu yang dikurangi, begini mas, kalau untuk Tayub jika rebab untuk pembukaan pertama, setelah itu tidak digunakan)

Gambar 14. Alat musik suling dan rebab (Dok: Yusak, Juni 2016)

(52)

dalam alat musik yang dihilangkan sebab fungsinya yang sama dengan kelompok balungan dan karakter suara yang rendah dan pelan, cenderung tertutupi oleh permainan alat musik lain. Apalagi saat ini ditambahkan alat musik jedor dan jes, yang membuat musik pengiring Tayub disajikan dengan keras dan bersemangat.

Gambar 15. Alat musik gender (kiri atas), slenthem (kiri bawah), siter (kanan) (Dok: Yusak, Juni 2016)

6. Penyajian Lagu dan Setting

(53)

42 wejangan dalam berumah tangga. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Bapak Cipto sebagai berikut:

kepinginane sing duwe omah kan kebiasaane eleng-eleng, momong ben ndang duwe putu, kadang-kadang ngono kuwi, ning kadang-kadang bangun jiwa ning

gathuke yo momong.

(keinginan yang punya rumah kebiasaannya eleng-eleng, momong agar cepat punya cucu, kadang-kadang seperti itu, tapi kadang-kadang bangun jiwa tapi pasangannya juga momong.)

Pertunjukan Tayub terbagi dalam dua waktu pertunjukan, yakni siang pukul 11.30 WIB sampai pukul 16.00 WIB dan malam hari pukul 21.00 WIB sampai 04.00 WIB. Patokan baku dalam penempatan alat musik tidak ada aturannya. Hal ini berkaitan dengan kondisi tempat dan penata gamelan yang bertanggung jawab mengatur posisi gamelan. Penyesuaian penempatan alat musik ditempatkan sesuai dengan kelompok alat musiknya dan saling berdekatan.

B. Periode Tahun 1994 Hingga Tahun 2016

Berawal ketika musik campursari yang mulai berkembang dan masuk di masyarakat Desa Sulursari tahun 1994. Musik campursari yang masuk mulai diterima dan disukai masyarakat dengan nuansa musik yang baru. Seniman mencoba mengubah alat musik yang dilihat pada pencampuran alat musik dalam musik campursari. Bapak Djayat menjelaskan bagaimana perubahan alat musik mulai terjadi, berikut pernyataaan beliau:

(54)

Awal perubahan alat musik dicoba dalam pertunjukan Karawitan dengan menambahkan alat musik keyboard, gitar bass, ketipung. Dalam pertunjukan Tayub hanya menambahkan jedor dan jes (bass drum dan simbal) saja, diikuti kendhang jaipong dan keyboard. Hal ini dibenarkan melalui pernyataan yang diungkapkan Bapak Djayat sebagai berikut:

Nek karawitan kan enek organ, enek ketipunge, bass modele koyo campursari, nek tayuban gak, eneke yo jedor, jaipong, organ

(kalau karawitan ada keyboard, ada ketipung, bass modelnya seperti campursari, kalau tayub adanya ya jedor, kendhang jaipong, keyboard)

Setelah mengalami perubahan alat musik, alat musik gamelan ini hanya digunakan sebagian dan beberapa yang dikurangi karena fungsi dan karakter bunyinya kurang sesuai dengan pertunjukan Tayub. Alat yang dikurangi atau tidak digunakan adalah rebab, suling, siter, gender dan slenthem.

Alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari telah mengalami perubahan dengan menambahkan alat musik modern berupa jedor (bass drum), jes (simbal), keyboard dan adaptasi dengan kendhang jaipong. Adapun perubahan alat musik pengiring Tayub ini merupakan sebuah perubahan penyajian musik dalam mengikuti perkembangan jaman dan industri musik.

1. Jedor dan Jes

(55)

44 musik jedor dan jes telah menambahkan suasana regeng atau semangat dan menyatu pada sajian musik pengiring Tayub, sehingga jedor dan jes menjadi alat musik inti dan pasti dalam setiap pertunjukan Tayub.

Gambar 16. Alat musik jedor dan jes (Dok: Yusak, Mei 2016)

(56)

dari jedor, maka jedor menjadi satu alat musik yang pasti dan harus ada pada pertunjukan Tayub.

Selain jedor ada juga jes atau yang lebih dikenal dengan istilah simbal. Bentuk jes sedikit berbeda dengan simbal pada umumnya. Hal yang menjadi perbedaannya adalah pada jes menggunakan semacam baut yang dipasang pada lubang dipinggir jes. Pemberian baut di setiap lubang pada jes memberikan karakter suara bergemirincing, dan jika dibunyikan bersama dengan jedor akan menimbulkan suara yang khas. Cara memainkan jes dipukul dengan menggunakan stick dan baut yang menghiasi di sekitar samping jes dapat dimainkan dengan dipukulkan antara baut dan simbal atau jes. Cara memukulkan baut dengan simbal adalah dengan menggunakan dua jari, jari telunjuk untuk baut atas dan jari tengah untuk baut bawah, lalu dipukulkan pada simbal dengan cara ditarik. Suara baut dan simbal yang dipukulkan menghasilkan bunyi yang menyerupai bunyi hi-hat posisi tertutup.

Gambar 17. Alat musik jes dengan empat baut (Dok: Yusak, Mei 2016)

(57)

46 itu, jes juga mampu memberikan ritme atau irama pada sajian musik dengan membunyikan baut dan simbal yang menyerupai bunyi closehi-hat pada drum set. Pemilihan alat musik jedor dan jes ini tidak memiliki kriteria khusus dalam hal merk dan kualitas bunyi yang dihasilkan. Jedor dan jes yang digunakan dalam pertunjukan Tayub merupakan alat musik buatan tangan pengrajin lokal. Bahkan hingga penelitian berlangsung, kondisi jedor dan jes sudah mengalami kerusakan. Meski demikian, kondisi jedor dan jes tidak menjadi hirauan seniman, asal masih berbunyi alat musik tersebut masih digunakan.

2. Kendhang Jaipong

Pada Tahun 2004 para seniman Tayub berinisiatif menambahkan kendhang jaipong ke dalam format alat musik pengiring Tayub. Seniman merasa kendhang jaipong cocok untuk irama tarian pada Tayub. Meskipun pada format pertunjukan Tayub sudah memakai kendhang Jawa, namun penambahan kendhang jaipong justru selalu ada dan tidak pernah ditinggalkan. Mengikuti jedor dan jes, alat musik kendhang jaipong juga memberikan suasana semangat pada pertunjukan Tayub.

(58)

memiliki suara yang khas membuat suasana baru dalam penyajian musik pengiring Tayub.

Gambar 18. Alat musik kendhang jaipong (Dok: Yusak, Mei 2016)

Seperti peran kendhang Jawa dalam penyajian musik, kendhang jaipong juga memiliki fungsi untuk mengatur tempo dan jalannya lagu. Meski demikian kendhang jaipong tetap sebagai alat musik pelengkap yang memainkan lagu campursari dan dangdut. Selain lagu campursari dan dangdut, kendhang jaipong juga mempunyai lagu wajib khusus irama kendhang jaipong yaitu gendhing bajing loncat dan gendhing sambel kemangi. Sebagaimana pernyataan Bapak Djayat mengungkapkan bahwa:

gendhing nggo jaipong sing baku kan gendhing bajing loncat, sambel kemangi”.

(59)

48 Posisi kendhang jaipong yang miring memungkinkan penabuh untuk menggunakan teknik permainan dengan kaki dengan cara sliding atau digeser. Dengan teknik ini membuat variasi bunyi yang banyak dan karakternya cocok untuk tarian dan musik dangdut.

Kendhang jaipong yang digunakan dalam pertunjukan Tayub tidak memiliki kriteria khusus dalam pemilihan alat. Bahkan para seniman memproduksi dan membuat sendiri kendhang jaipong. Pernyataan ini dikuatkan oleh Bapak Supriyadi yang mengungkapkan bahwa:

“Kendhang jaipong do gawe dewe, yo lokal lah, buatan sendiri” (kendhang jaipong memproduksi sendiri, ya lokal, buatan sendiri).

Gambar 19. Alat musik kendhang jaipong buatan lokal (Dok: Yusak, Juni 2016)

3. Keyboard

(60)

dangdut, oleh sebab itu untuk memenuhi selera pasar para seniman menambahkan alat musik keyboard. Kehadiran alat musik keyboard pada musik pengiring Tayub hanya sebagai tambahan dalam sajian musik pertunjukan Tayub. Berbeda dengan tambahan alat musik jedor, jes dan kendhang jaipong, alat musik keyboard hanya sebagai pelengkap musik pertunjukan Tayub. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Bapak Supriyadi sebagai berikut:

“campursari niku kan musik digathuki gong, nek saiki klenengan digathuki

keyboard ngoten”.

(campursari itu musik digabungkan gamelan, kalau sekarang gamelan digabungkan keyboard begitu.)

Meskipun hanya sebagai pelengkap, penambahan alat musik keyboard turut menyempurnakan sajian musik pengiring Tayub, dengan memberikan sajian musik dangdut yang banyak digemari pemuda-pemuda, telah memberi daya tarik dan kepuasan tersendiri untuk penikmat seni.

(61)

50 keyboard disini mampu menggantikan alat musik lain yang digunakan pada musik campursari dan dangdut, yang dirangkum dan disajikan dalam format midi.

Pada penyajian musik campursari dan dangdut yang selalu dimainkan oleh keyboard, biasanya juga diiringi dengan permainan kendhang jaipong. Kendhang jaipong turut melengkapi sajian musik yang dimainkan oleh keyboard, karena karakter bunyi yang dihasilkan dari keyboard bersifat kaku dengan suara-suara sampling. Disamping itu tipe keyboard yang dipakai termasuk seri lama sehingga karakter bunyi yang dihasilkan belum secanggih keyboard tipe serta seri yang terbaru. Meskipun demikian, musik iringan keyboard selalu diminati dan disukai oleh masyarakat terkhusus para pemuda dengan lagu-lagu dangdut yang sedang populer.

Selain peran keyboard yang memainkan lagu dangdut dan campursari dengan permainan seperti organ tunggal, terkadang keyboard juga berperan membantu dan melengkapi sajian musik dengan memainkan permainan gitar bass pada lagu campursari sebagai pengganti kempul, karena nadanya lebih cocok dan sesuai dibandingkan nada pada kempul. Lain pula permainan keyboard pada lagu karawitan, yakni memainkan suara snare drum untuk melengkapi permainan jedor dan jes. Perihal tersebut dibenarkan oleh Bapak Djayat yang mengungkapkan bahwa:

organ ki gur nunut mas, organ ki mung ngebassi, nek pas dangdutan wi dibarengno menas, meneng yo menas, tapi sing dibarengno gur ricikan antarane saron, demung karo peking wi, karo jaipong jedor wi”.

(62)

Permainan keyboard tidak menggantikan fungsi rebab atau suling yang memiliki fungsi untuk buka lagu atau gendhing serta gender atau siter yang memainkan gambangan atau hiasan lagu. Hal ini disebabkan karena pemain keyboard yang lebih memilih untuk istirahat dan kurang inisiatif untuk mengisi kekosongan sajian musik. Menurut Bapak Cipto hal ini turut menghilangkan nilai keindahan musiknya. Berikut pernyataan beliau:

yo menghilangkan to,,yo tetepe nek dikurangi yo menghilangkan to corone siter ki menase pol kok, nakmatan keri-keri ditinggal.”

(ya menghilangkan,,ya tetap kalau dikurangi ya menghilangkan, contohnya siter itu enak banget, ternyata ditinggal.)

Tipe dan model keyboard yang digunakan dalam kelompok kesenian Tayub di Desa Sulursari termasuk tipe keyboard buatan lama. Keyboard roland e-86 merupakan keyboard yang digunakan dalam pertunjukan Tayub di Desa Sulursari. Keyboard ini banyak dipilih oleh pemain organ tunggal karena sample suaranya cukup lengkap dan cocok untuk musik campursari dan dangdut. Selain itu midi lagu baru sangat mudah didapatkan dalam format keyboard ini.

(63)

52 4. Penyajian Lagu dan Setting

Penambahan dan pengurangan yang terjadi pada alat musik pengiring Tayub membuat semakin diminati masyarakat. Perubahan alat musik pengiring Tayub yang mengikuti jaman dan industri musik serta selera masyarakat mendapat sambutan baik dari masyarakat. Dengan demikian format alat musik pegiring Tayub yang digunakan sekarang meliputi : bonang barung, bonang penerus, saron I, saron II, demung, peking, kethuk, kenong, kempul, gong, gambang, kendhang jawa, jedor, jes, kendhang jaipong dan keyboard.

(64)

Gambar 22. Ledhek dan Penayub (Dok: Yusak, Mei 2016)

(65)

54 masih dipertahankan sebagai gendhing pembuka pertunjukan Tayub. Bapak Djayat menjelaskan gendhing wajib untuk pertunjukan Tayub sebagai berikut:

“gendhinge podo wae, tapi eneng wajibe mas, nek tayub wajibe eleng-eleng, momong, ladrang eleng-eleng, lancarane momong”.

(Gendhing sama saja, tapi ada wajibnya mas, kalau wajib gendhing eleng-eleng, momong, ladrang eleng-eleng-eleng, lancaran momong.)

Selain gendhing di atas, gendhing yang masih dipertahankan dan wajib dibawakan saat pertunjukan Tayub sebagai gendhing tarian gambyong yaitu gendhingpareanom. Gendhing ini dibawakan di awal-awal pertunjukan sebelum para ledhek berjoget dengan penayub. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Bapak Djayat sebagai berikut:

sak durunge dijogeti sing duwe omah rak gambyong leh, gendhinge pareanom ngangone pelog”.

(Sebelum menari bersama dengan pemilik rumah tari gambyong dulu, gendhingnya pareanom menggunakan laras pelog.)

Senada dengan peryataan Bapak Djayat, Bapak Supriyadi mengungkapkan bahwa:

pas pembukaan ledhek arep acak nganggo tari gambyong, gendhing gambyong pareanom”.

(Waktu pembukaan ledhek memulai pentas dengan tari gambyong, gendhing gambyong pareanom.)

(66)

musik yang digunakan juga seperti Karawitan yang lembut dan berwibawa. Berbeda dengan itu, sekarang buka atau intro pada sajian musik setelah mengalami perubahan alat musik telah diperbarui dengan rasa yang lebih ramai. Mengingat ditambahkannya alat musik jedor (bass drum) dan jes (simbal), menambah rasa penuh hentakan pada setiap sajian musik yang dimainkan.

Selain pada buka atau intro, aransemen pada bagian lagu tidaklah jauh berbeda antara sebelum dan setelah penambahan alat musik. Hal yang menjadi perbedaan hanya bentuk irama gendhing yang digunakan saat ini lebih banyak dengan irama rangkep dan keras. Bentuk aransemen menyesuaikan pada gendhing atau lagu yang dibawakan. Bapak Djayat menjelaskan aransemen lagu pertunjukan Tayub saat ini banyak digubah bagian intro, berikut pernyataan beliau:

nek campursari mung garapan, digarap neng intro, nganggo spot barang ngono kae to introne dikerasno, corone ompak genjlengan”.

(Kalau campursari hanya aransemen, diaransemen pada intro menggunakan spot seperti itu, dibuat keras, caranya intro keras.)

(67)

56 “padane aku gawe gendhing ayun-ayun ditibakno asmaradana yo bisa,, ditibakno langgam yo bisa, umpanane ngajak dangdut, wi sabet sek terus jaipong ya manut, istilahe gampangane methokipun, opo minggahipun yo apik

(Contohnya saya memainkan gendhingayun-ayun dilanjutkan asmaradana ya bisa, dilanjutkan langgam ya bisa, seumpama dijadikan dangdut itu kendhang sabet / ciblon dulu terus kendhang jaipong, istilahnya methokipun, atau meinggahipin juga bagus.)

Penyajian waktu pertunjukan Tayub dalam periode tahun 1994 hingga 2016 juga mengalami perubahan. Perubahan waktu pertunjukan Tayub menjadi lebih singkat, yakni siang pukul 11.30 sampai pukul 16.00 dan malam hari pukul 21.00 sampai pukul 02.00 dini hari dan bahkan terkadang pukul 24.00 sudah selesai. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Bapak Supriyadi sebagai berikut:

nek riyen, pas kulo pentas pertama dugi jam 2, saiki jam 12 wes rampung, nek siang jam 16 mulai jam 11.30, nek siang riyen kalih sakniki podo.”

(kalau dulu, waktu saya pentas pertama sampai jam 02.00, sekarang jam 24.00 sudah selesai, kalau siang jam 16.00 selesai, muali jam 11.30. kalau siang, dulu dan sekarang sama.)

(68)

5. Bagan Perubahan Alat Musik Pengiring Tayub

(69)

58 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diperoleh kesimpulan perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan.

1. Alat musik pengiring Tayub periode tahun 1985 hingga tahun 1993 adalah seperangkat gamelan lengkap yaitu: bonang barung, bonang penerus, saron I, saron II, peking, demung, gender, slenthem, kethuk, kenong, kempul, gong, gambang, rebab, suling, siter dan kendhang dengan lagu atau gendhing Karawitan asli.

(70)

B. Saran

(71)

60

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irawan. 2015. Konstruksi dan Reproduksi KEBUDAYAAN. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cahyono, Agus. 2000. “Kehidupan Seni Pertunjukan Tayub di Blora dan Sistem

Transmisinya”. Tesis untuk mencapai derajat Sarjana S-2 pada Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Creswell, John W. 2014. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif: Rancangan Metodologi Presentasi dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa dan Peneliti Pemula Bidang Ilmu-ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora. Bandung: CV Pustaka Setia.

Hadi, Sumandiyo. 2006. Seni Dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Pustaka

Hardjono, Suka. 2004. Musik Antara Kritik dan Apresiasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Harris, Marvin. 1968. The Rise of Antropology Theory. New York: Crowell

Holt, Claire. 1999. Melacak Jejak Perkembangan Seni Indonesia. Terjemahan R.M Soedarsono. Bandung: MSPJ.

Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press.

Kridolaksono, Harimurti. 2001. Pengantar Bahasa dan Kebudayaan Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mangunsuwito. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Bandung: CV Yrama Widya. McDermott, Vincent. 2013. IMAGI-NATION Membuat Musik Jadi Luar

(72)

Moleong, Lexy J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyadi, D. 1991. Apresiasi Seni. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta Pradoko, Susilo. 2015. Penelitian Kualitatif dan Inspirasi Permasalahan Penelitian.

Dalam Makalah Workshop Percepatan Tugas Akhir Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS UNY.

Pratjichno, Bambang. 2006. “Pornografi Dalam Dunia Seni Tari”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni.Vol VII. No. 2/Mei-Agustus 2006: UNNES

Rabimin. 2010. “Makna Kesuburan Dalam Pertunjukan Tayub”, dalam Gelar Jurnal Seni dan Budaya 2, hlm.219-236.

Robert H, Lauer. 1989. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Bina Aksara. Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soenardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

________. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.

Sutardi, Tedi. 2007. Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Setia Purna Inves.

Suharto, Ben. 1999. Tayub dan Ritus Kesuburan. Bandung: MSPJ.

Widyastutiningrum, Sri Rochana.2002. “Tayuban dan Perempuan”. Antara Realita di Panggung dan di Luar Panggung. Dewa Ruci Vol 1 No.1. Surakarta: Program Pendidikan Pascasarjana STSI Surakarta.

(73)

62

LAMPIRAN

(74)

63

Rambu-rambu Wawancara

A. Perubahan alat musik pengiring Tayub di Desa Sulursari.

1. Kapan perubahan alat musik pengiring Tayub terjadi perubahan?

2. Apa saja perbedaan alat musik yang digunakan dalam pertunjukan Tayub sebelum dan sesudah tahun 1994?

3. Bagaimana proses perubahan alat musik pengiring Tayub dari tahun 1994 hingga saat ini?

4. Mengapa alat musik pengiring Tayub mengalami penambahan dan pengurangan alat?

5. Bagaimana perkembangan industri musik dan selera musik masyarakat Desa Sulursari?

6. Apakah seniman Tayub tetap mempertahankan musik tradisi dalam pengiring Tayub?

7. Apakah penambahan dan pengurangan alat musik pengiring Tayub menghilangkan nilai dan estetika musik?

(75)

64 B. Perubahan fungsi alat musik pengiring Tayub.

1. Apa fungsi masing-masing alat musik pengiring Tayub?

2. Apa perbedaan fungsi alat musik baru (modern) dengan alat musik yang dikurangi dalam sebuah pertunjukan Tayub?

3. Apakah ada perubahan fungsi alat musik pengiring Tayub setelah mengalami penambahan alat musik?

4. Apa saja teknik permainan gamelan yang digunakan dalam pertunjukan Tayub? 5. Apakah ada perbedaan dalam teknik dan cara bermain alat musik sebelum dan

sesudah tahun 1994?

C. Perubahan penyajian musik pengiring Tayub dalam hal lagu dan setting.

1. Apa perbedaan penyajian alat musik pengiring Tayub sebelum dan sesudah tahun 1994?

2. Bagaimana sajian aransemen musik setelah penambahan alat musik?

3. Bagaimana perbedaan pembawaan musik pengiring Tayub sebelum dan sesudah tahun1994?

4. Bagaimana perbedaan lagu atau gendhing pada pertunjukan Tayub sebelum dan sesudah tahun 1994?

5. Apakah ada patokan lagu atau gendhing yang wajib dibawakan?

(76)

65

LAMPIRAN

(77)

66 Hasil Wawancara

Narasumber : Djayat

Tempat : Sulursari, Nglinduk Rt 03/Rw 06 Hari/ Tanggal : 9 Mei 2016

Pekerjaan : Petani

Peran : Ketua Paguyuban Laras Widayat Keterangan : P=Peneliti, NS=Narasumber

P : Tayub enten tambahane alat niku bar campursari?

NS : yo butohe sak, sak wise eneng campursari iki, enek jaipong sekitare tahun 2004, enek organ ki langgek wae mas tahun 2009, nek opo wi jedor wi yo nganu 94 enek jedor.

P : urutan tambahe jedor riyen?

NS : urutan tambahe yo jedor, terus jaipong, terus organ. Wong aku marai manjak ki awet tahun 85 ik, njenengan rung lahir.

P : nek tambahane niku kepinginane seniman nopo mergi kepinginane masyarakat?

NS : kepinginane seniman, dadi seniman ki pengen kiro-kiro rodo nggenah penak ngono lho kepinginane.

P : nggeh pas masyarakate do seneng campursari ditambahi ngoten NS : lha do seneng.

P : menurute njenengan enten tambahan alat niku nilai Tayub berkurang nopo tambah sae?

NS : nek kanggoku ki gak kurang yo wes ngono kuwi, marai kanggone tayuban yo mas? Nek karawitan kan enek organ, enek ketipunge, bas modele koyo campursari, nek tayuban gak, eneke yo jedor, jaipong, organ.

(78)

NS : yo podo wae, gendhinge podo wae, tapi eneng wajibe mas, nek tayub wajibe eleng-eleng, momong, ladrang eleng-eleng, lancarane momong.

P : nek teng tayub niku kathahe ngagem lancaran?

NS : lancaran ki nek wes tengah-tengahan to mas, nek daerah kene sing okeh lancaran mas, nek daerah doplang sing akeh gendhing, bedo.

P : nek teng gamelan niku, carane nuthuk istilahe nopo mawon?

NS : mipil??bonang ki mipil sak durunge disabet, peking yo mipil, imbalan ki bonang, sing dicacah ki saron.

P : nek kendhang niku nggeh enten carane?

NS : enek mas, kendhang yo enek note mas, ndisik note ruwet mas, enek kendhang ciblon, kendhang peralihan, sing penting iku pisanane kendhang yo pambuko nganggo peralian sek, ki kendhang loro, tung da wi peralihan, pelaihan to terus ciblon, dadi sing ngatur gong ki, arep kerep arep arang ki sing ngatur kendhang mas, lha nek takok sing ngebari, kendhang ki enek suwuk.

P : sak wise enten jedor, jaipong organ nopo carane nuthuk benten?

NS :bedo mas, corone nuthuk, nek organ ki nggo selingan..nek kendhang jaipong ki tabuhane gendhing bajing loncat, sambel kemangi.

P : niku pas ladrang nopo pas lancaran kanggene?

NS : yo nek ladrang lancaran kuwi nganggne kendhang sabet, jaipong ki tabuhane nek lancaran nek didangdutno wi jaipong, gendhing nggo jaipong sing baku kan gendhing bajing loncat, sambel kemangi ngunu wi baku nggo kendhang jaipong. Nek ketawang puspowarno yo ketawang ilir-ilir.

P : nek campursari pripun?

NS : campursari ki gendhing mung kacek sitik thok, nek campursari mung garapan, digarap neng intro, nganggo spot barang ngono kae to introne dikerasno, corone ompak genjlengan. Nek langgam ki lancaran mas.

P : fungsine alat sak wise enten tambahan alat nopo enten sing bedo?

NS : gak, gak iso bubrah, jeh ajek, sak upomo mas enek buko bonang nek diselingi organ yo gak bubrah, organ ki gur nunut mas, organ ki mung ngebassi,,nek pas dangdutan wi dibarengno menas, meneng yo menas, ,tapi sing dibarengno gur ricikan antarane saron, demung karo peking wi, karo jaipong jedor wi.

(79)

68 NS : leh yo podo wae, marai jamane ndisik gak enek jaipong, jedor rumangsaku jaman ndisik yo penak, do jeget yo do seneng, marai soko jaman saiki,,njenengan jupuk gambar kae gonge ra penak marai bonange ning ngisor gak sak panggung. Marai saiki tayub ki camburadul, marai manut sing jaluki, nek karawitan nganggo pakem, butohe seni saiki camburadul.

P : nek teng campursari ngagem laras nopo?

NS : nek campursari okehe pelog. 4, 7 thuthuk kabeh, tuthukane bedo, bedone soko lagune kuwi.

P : nek awal niku enten gambyong?

(80)

Hasil Wawancara Narasumber : Cipto

Tempat : Bungas RT 3/ RW 4, Sulursari Hari/ Tanggal : 2 Mei 2016

Pekerjaan : Petani

Peran : Tokoh masyarakat, Pramugari Keterangan : P=Peneliti, NS=Narasumber

P : menawi perkembangan Tayub kan enten tambahan?

NS : amrih komplite sing jenenge yogo Tayub, sepisan bonang, kaping kalih balung padane omah balung ki cagak, rumah tanpa cagak ra ngadek gampangane,,hehe, ketiga saron I, saron II, peking terus kethuk, kenong, gong, gambang, kendhang, nek perlu diparingi gender, slenthem..nek komplit ono rebab, siter, suling.

P : kapan nek nambahi keyboard organ?

NS : tahun piro yo?sek, antarane yo 6 tahunan 2009, antarane mas. P : perubahane pas campurasari mlebet?

NS : pancen iyo , nek campursari organ, kendhang jaipong, neng yo ono gongsone neng gur balungan, saron I, II, demung kuwi tok..umpamane kan koyo-koyo nggo gong barang yo iso carane, wes komplit nggambangi yo iso.

P : urut-uruane tambahane pripun?

NS : jaipong sek, organ yo termasuk mburi, sek jaiponge wi, eh jedor rung mau yo? Wi tambahan corone, karo jaipong sek jedor, gathuke jes wi.

P : kan enten tambahane alat, lha niku gamelan sing lengkap mau enten sing dikurangi?

NS : kuwi sing dikurangi ngene mas, nek kanggo tayub nek rebab nggo pembukaan pisanan, bar kuwi ra kanggo.

P : menurut pak cipto tambahan alat wau menghilangkan nilai Tayub?

Gambar

Gambar 1. Alat musik pengiring Tayub
Gambar 3. Ledhek
Gambar 4. Alat musik saron I
Gambar 5. Alat musik saron I (kanan) dan saron II (kiri)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Pengawasan Pembangunan Jetty Rubek Meupayong, Kuala Rubek (Tahap II) (OTSUS) dengan ini kami

[r]

PES 6 ini merupakan salah tapi di dwnloadan agan cuma ada e_text sama uniformnya keren Download E_text.afs/Baground PES 2016 untuk PES 6-united-universal.blogspot.com tampilan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24–36 BULAN DI KECAMATAN SEMARANG TIMUR.. Retrieved from

• Tingkat kesiapan teknologi dari litbang dan perguruan tinggi sehingga tidak terlalu lama inkubasi. • Perlunya guidance terkait dengan NSPK sehingga akan memudahkan dalam

semesteran maka komisi diberikan per6 bulan, jika menabung triwulan maka komisi diberikan per3 bulan, jika menabung bulanan maka komisi

The grouping variable JK is a string, so the test for linearity cannot

Sejak Okun menemukan hubungan negatif antara tingkat pengangguran dengan kesenjangan output, penurunan setiap 1 persen tingkat pengangguran untuk setiap kenaikan 3 persen