i Universitas Krister Maranatha
ABSTRAK
ii Universitas Krister Maranatha
ABSTRACT
iii Universitas Krister Maranatha
DAFTAR ISI
Lembar Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak ...i
Abstract ...ii
Kata Pengantar ...iii
Daftar Isi ...vi
Daftar Bagan...ix
Daftar Tabel ...x
Daftar Lampiran ...xi
BAB I Pendahuluan ...1
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Identifikasi Masalah ...7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...7
1.3.1 Maksud Penelitian ...7
1.3.2 Tujuan Penelitian ...7
1.4 Kegunaan Penelitian ...7
1.4.1 Kegunaan Teoretis ...7
1.4.2 Kegunaan Praktis ...8
1.5 Kerangka Pikir ...8
1.6 Asumsi ...17
iv Universitas Krister Maranatha
2.1 Definisi Self-Compassion ...19
2.2 Komponen Self-Compassion ...20
2.2.1 Self-Kindness vs Self-Judgement ...20
2.2.2 Common Humanity vs Isolation ...22
2.2.3 Mindfulness vs Over-identification ...23
2.2.4 Korelasi Antar Komponen ...25
2.3 Faktor-faktor yang memengaruhi Self-Compassion ...27
2.4 Dampak Self-Compassion ...37
2.5 Manfaat Self-Compassion ...39
2.6 Perbedaan compassion dengan pity, indulgence dan self-esteem...40
2.7 Tahap Perkembangan Dewasa Awal ...42
2.7 Tugas Perkembangan Dewasa Awal ...43
2.8 Tahap Perkembangan Keluarga ...44
BAB III Metodologi Penelitian ...49
3.1 Rancangan Penelitian ...49
3.2 Bagan Rancangan Penelitian ...49
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...50
3.3.1 Definisi Konseptual Self-Compassion ...50
3.3.2 Definisi Operasional Self-Compassion ...50
3.4 Alat Ukur Self-Compassion ...51
3.4.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion ...52
v Universitas Krister Maranatha
3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ...53
3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...53
3.5.1 Validitas Alat Ukur ...53
3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ...54
3.6 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ...54
3.6.1 Populasi Sasaran ...54
3.6.2 Karakteristik Populasi ...54
3.6.3 Teknik Penarikan Sampel ...55
3.7 Teknik Analisis ...55
BAB IV Hasil dan Pembahasan ...56
4.1 Gambaran Responden ...56
4.2 Hasil Penelitian ...57
4.3 Pembahasan ...60
BAB V Simpulan dan Saran ...68
5.1 Simpulan ...68
5.2 Saran ...69
5.2.1 Saran teoretis ...69
5.2.2 Saran Praktis ...70
Daftar Pustaka ...71
Daftar Rujukan ...72
vi Universitas Krister Maranatha
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir ...17
vii Universitas Krister Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Alat Ukur Self Compassion ...52
Tabel 3.2 Cara Skoring Self Compassion ...52
Tabel 4.1 Gambaran Responden berdasarkan Usia ...56
Tabel 4.2 Gambaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan ...56
Tabel 4.3 Gambaran Responden berdasarkan Lama Pernikahan ...57
Tabel 4.4 Gambaran Responden berdasarkan Jumlah Anak ...57
Tabel 4.5 Gambaran Self-compassion yang dimiliki Responden ...58
Tabel 4.6 Gambaran Self-compassion dan self-kindness ...58
Tabel 4.7 Gambaran Self-compassion dan common humanity ...59
viii Universitas Krister Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kisi-Kisi Alat Ukur Self-Compassion
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan
Lampiran 3 : Alat Ukur self-compassion dan dara penunjang
Lampiran 4 : Validitas dan Reliabilitas kuesioner Self-Compassion
Lampiran 5 : Tabel data mentah
1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa pernikahan dan membina keluarga adalah salah satu fase yang
dialami dalam kehidupan dewasa awal, meskipun tidak semua mengalaminya.
Pada umumnya wanita berumur 20 tahun - 30/40 tahun mengalami masa
pernikahan dan membina keluarga. Setelah menikah, masing-masing pasangan
memiliki tugas baru dalam membina perkawinannya, begitu juga ketika mereka
dikaruniai anak. Tahap kehidupan keluarga saat memiliki anak menurut Duvall
(1997) dimulai dari childbearing family dan dilanjutkan dengan tahap preschool
children. Tahap preschool children dimulai dari pra-TK, TK A dan TK B ketika anak berada dalam rentang usia dua setengah sampai enam tahun. Anak pada tahap
preschool memerlukan banyak perhatian dari orang tuanya, khususnya figur seorang ibu yang mampu memberikan perhatian dalam pembentukan karakter anak.
Seorang ibu yang memiliki anak preschool tidak hanya memiliki peran
sebagai ibu yang mengasuh anak tetapi ia juga berperan sebagai seorang istri dan
sebagai individu, sehingga tugas dan tanggung jawabnya semakin bertambah
banyak, terlebih ia juga masih harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri tanpa
bantuan pembantu. Melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri
kelihatannya sepele tetapi ketika dilihat kegiatan kesehariannya akan menguras
2
Universitas Kristen Maranatha menyesuaikan diri dalam menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga yang
memiliki anak preschool, terlebih bila memiliki anak lebih dari satu. Ibu rumah
tangga ini diharapkan dapat belajar dan bertanggung jawab untuk memahami dan
mencintai anaknya serta memiliki keyakinan untuk dapat berperan sebagai istri,
ibu dan juga sebagai individu. (Duvall, 1997)
Terdapat beberapa tugas dan tanggung jawab yang perlu diperhatikan
seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool, yaitu perlu belajar
bagaimana mengasuh dan membuat rencana untuk anak, menyediakan ruang,
fasilitas dan peralatan yang adekuat untuk pertumbuhan anak, dan mengeksplorasi
kemandirian anak misalnya melatih anak cara makan, mandi, minum sendiri,
memantau acara televisi yang ditonton anak, oleh siapa anak diajarkan bahasa dan
perbendaharaan bahasa anak juga membantu anak dalam mengerjakan tugas yang
diberikan kepadanya. Ia juga perlu memikirkan dan menyiapkan pendidikan yang
baik bagi anaknya untuk masa yang akan datang, karena pada tahap preschool
anak sangat memerlukan perhatian dan kedekatan yang intens dari figur seorang ibu
untuk awal pembentukan kepribadian, karakter anak dan pengembangan potensi
anak. (Duvall, 1997)
Selain memiliki tugas sebagai ibu, ia juga memiliki peranan sebagai
seorang istri yang harus mampu melayani kebutuhan suaminya. Istri juga perlu
merawat, mengurus dan menjaga kesejahteraan suami, misalnya memberikan
perhatian kepada suami ketika menghadapi masalah, menghibur suami, memberi
dukungan, merawat ketika sakit, juga memperhatikan makanan dan waktu
3
Universitas Kristen Maranatha perencanaan keuangan dan kebutuhan sehari-hari baik untuk anak maupun
kebutuhan lainnya, selain itu juga ia perlu memiliki tugas untuk membersihkan
dan menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga misalnya mencuci dan
menyetrika pakaian, memasak, membersihkan rumah dal lain-lain yang harus ia
kerjakan sendiri.
Ia juga memiliki peranan sebagai seorang individu, ia tetap dapat
menjalani dan memenuhi kebutuhan personal-nya dengan memberikan kepuasan
pribadi dan memberikan perhatian kepada diri sendiri ketika ia sedang
menghadapi kegagalan atau masalah, juga mampu membina hubungan sosialisasi
dengan teman maupun ibu-ibu lainnya. Begitu banyak tugas dan tanggung jawab
yang perlu dilakukan dalam menjalankan ketiga peranannya, dapat dilihat bahwa ibu
rumah tangga memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan semuanya dalam waktu
yang terbatas, terlebih lagi ibu yang melakukan pekerjaan rumahnya sendiri tanpa
bantuan pembantu dan memiliki jumlah anak lebih dari satu.
Dalam melakukan semua aktifitasnya, seorang ibu tentu merasakan
tekanan dan kejenuhan, oleh karena itu ia perlu mengatur waktu untuk
menyelesaikan semua pekerjaan rumah, menyiapkan makanan untuk anak dan suami,
menemani anak bermain dan menyediakan waktu untuk dirinya sendiri agar tidak
terabaikan. Begitu juga ketika ia memiliki anak preschool, ia tentunya akan lebih
banyak memberikan waktu dan mementingkan kepentingan anak terlebih dulu
dibandingkan dirinya sendiri. Hal ini yang disebut compassion for others. Bila
seorang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool lebih banyak
4
Universitas Kristen Maranatha dikatakan ia memiliki self-compassion yang rendah. Self-compassion merupakan
keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindari
penderitaan itu, memberikan pengertian kepada diri sendiri tanpa menghakimi
kekurangan dan kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai
pengalaman yang dialami semua manusia (Neff,2003). Begitu pula pada ibu
rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung, ia harus
memiliki self-compassion terlebih dahulu agar dapat memberikan compassion
secara penuh kepada orang lain (kepada anak dan suaminya), sehingga mereka
dapat memberikan kepedulian dan perhatian kepada anaknya secara optimal dan
dapat mengasuh anak-anaknya dengan baik dalam hal perkembangan karakter dan
kepribadian anak yang baik. Self-compassion ini dibangun oleh tiga komponen
yang saling berkaitan, yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness
(Neff, 2003).
Dari data survei awal kepada sepuluh orang ibu rumah tangga yang
memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung diperoleh: dari sepuluh orang
ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool, enam di antaranya (60%) tidak
mengkritik diri dan tidak menyalahkan dirinya saat mengalami kegagalan,
misalnya ketika dua orang ibu yang merasa gagal dalam menetapkan aturan yang
tegas untuk anaknya, satu orang ibu merasa gagal menjadi ibu yang baik karena
sering memarahi anaknya, dan tiga lainnya karena sulit meluangkan waktu untuk
anaknya ketika anaknya menginginkan ibu mengajari dalam belajar, sehingga ia
terpaksa memarahi anaknya karena ia merasa lelah setelah mengerjakan semua
5
Universitas Kristen Maranatha kesalahan yang mereka lakukan. Hal tersebut dinamakan self-kindness yaitu
bersikap hangat dan memahami diri sendiri saat menghadapi penderitaan,
kegagalan dan ketidaksempurnaan tanpa menghakimi diri (Neff, 2003). Empat ibu
lainnya (40%) memiliki self-kindness yang rendah, yaitu mengkritik diri dan
menyalahkan dirinya secara berlebihan saat menghadapi kegagalan, misalnya satu
orang ibu yang selalu menyalahkan diri ketika melakukan kesalahan dalam
memberikan makanan sehat kepada anaknya sampai anaknya masuk rumah sakit
dua kali dan tiga ibu lainnya kurang memberikan waktu luang, bermain bersama
anak, mengajak bicara dan berbagi cerita dengan anaknya karena terlalu banyak
menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah
sehingga ia menjadi tidak dekat dengan anak-anaknya dan sering mengabaikan
dirinya sendiri.
Dari sepuluh orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool
70% menganggap kegagalan yang dialami sebagai kejadian yang wajar dan
menganggap bahwa semua manusia pasti mengalami kegagalan dalam hidup,
misalnya ibu menganggap memarahi anaknya merupakan salah satu cara
mendidik anak, ibu merasa gagal ketika kurang meluangkan waktu menemani
anaknya dalam belajar dan merasa ada ibu lain yang juga melakukan hal tersebut.
Hal ini dinamakan common humanity yaitu kesadaran individu bahwa kesulitan
hidup dan kegagalan merupakan bagian dari kehidupan yang dialami oleh semua
manusia, bukan hanya dialami oleh diri sendiri (Neff, 2003), sedangkan 30%
lainnya menganggap kegagalan yang dialami bukanlah suatu kejadian yang wajar
6
Universitas Kristen Maranatha dapat menetapkan aturan yang tegas untuk anaknya dan lalai memberikan
makanan sehat untuk anaknya.
Dari sepuluh orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool,
60% di antaranya menghadapi kegagalan secara wajar dan tidak berlebihan,
misalnya ketika sedang menghadapi kegagalan ia tidak menampilkan emosi yang
berlebihan dan merugikan orang lain, yaitu ketika ibu merasa sedih akibat
kegagalannya tetapi mereka tidak menangis atau menyesali dirinya berlarut-larut.
Hal ini dinamakan mindfulness yaitu kemampuan individu untuk menerima dan
melihat secara jelas perasaan dan pikiran diri sendiri saat mengalami kegagalan
dengan apa adanya, tanpa disangkal atau ditekan (Neff, 2003). Sebanyak 40%
lainnya menghadapi kegagalan secara tidak wajar dan berlebihan (mindfulness
yang rendah), contohnya ibu yang menangis berlarut-larut karena kegagalan yang
telah ia lakukan kepada anaknya sampai ia tidak memikirkan kesehatan diri
sendiri dan suaminya, dan secara terus menerus menyalahkan dirinya.
Self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu personality, attachment dan budaya.
Personality type extraversion dan agreeableness dapat membantu ibu rumah tangga untuk bersikap baik kepada dirinya sendiri dan memandang kegagalannya
dialami semua ibu lain. Attachment yang dimiliki ibu rumah tangga juga turut
memengaruhi, bila ia mendapatkan kehangatan dan dukungan dari orang tuanya
maka iapun terkadang akan menurunkan sikap tersebut kepada anaknya.
Penjabaran di atas menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak
7
Universitas Kristen Maranatha bervariasi. Melalui fenomena tersebut, maka peneliti ingin meneliti bagaimanakah
gambaran derajat self-compassion yang dimiliki oleh ibu rumah tangga yang
memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.
1.2 Indentifikasi Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, dari penelitian ini ingin
diketahui gambaran mengenai derajat self-compassion pada ibu rumah tangga
yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat
self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh keterkaitan mengenai derajat
self-compassion dengan komponen-komponen dan faktor-faktor self-self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
• Diharapkan dapat memberikan sumbangan yang dapat menambah
8
Universitas Kristen Maranatha derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak
preschool di sekolah “X” Bandung.
• Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang ingin meneliti lebih lanjut
mengenai derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang
memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung.
1.4.2 Kegunaan Praktis
• Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi ibu rumah tangga
yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung mengenai
derajat self-compassion yang mereka miliki untuk meningkatkan
kesejahteraan mental mereka.
• Memberikan informasi mengenai self-compassion ibu rumah tangga
kepada suami atau orang yang tinggal bersama dengan ibu rumah
tangga yang memiliki anak preschool mengenai derajat
self-compassion yang dimiliki untuk mempertahankan dan membantu meningkatkan self-compassion.
1.5 Kerangka Pikir
Setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
tahap-tahap perkembangannya, begitu juga saat memasuki tahap-tahap perkembangan di masa
dewasa awal, dimana pada masa ini diakhiri dengan mendidik dan mengasuh
anak. Tahap perkembangan berkeluarga saat memiliki anak dimulai dari
9
Universitas Kristen Maranatha memberikan perhatian kepada anaknya yang baru berusia antara dua setengah
sampai enam tahun karena pada tahap ini merupakan tahap awal pembentukan
karakter bagi anak dan memerlukan bimbingan dan asuhan dari orang tua,
terutama figur seorang ibu.
Pada tahap preschool children juga, figur ibu juga perlu membina
hubungan baik dengan anak agar tercipta hubungan yang harmonis dan
pembentukkan karakter anak menjadi terkendali. Selain itu, ibu juga perlu
mengawasi anak mengenai hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh
anak, memberikan pengajaran kepada anak, perhatian, melatih keterampilan anak
dan mengenali kebutuhan-kebutuhan anak. Selain tugas mengawasi anak, seorang
ibu juga memiliki peranan sebagai seorang istri dan individu, dimana istri perlu
tetap memelihara hubungan dengan suami dan mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Ia perlu menyesuaikan diri sebagai ibu yang mengasuh anak dengan
mengerjakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan secara bersamaan, terlebih
bila ia mengerjakan pekerjaan rumah sendiri tanpa bantuan pembantu (ibu rumah
tangga). Sebagai individu, ia perlu dapat memberikan beberapa kepuasan pribadi
dalam beberapa aspek, yaitu bagaimana merawat diri, menyediakan waktu untuk
berekreasi agar tidak terpaku pada rutinitas semata yang akan mengakibatkan
kejenuhan (Duvall, E.M., 1997).
Dari begitu banyak tugas yang perlu dilakukan dalam menjalankan ketiga
peranannya, dapat dilihat bahwa ibu rumah tangga memerlukan banyak waktu untuk
menyelesaikan semuanya dalam waktu yang terbatas, ia banyak menyita pikiran,
10
Universitas Kristen Maranatha semakin berkurang, oleh karena itu ia perlu menyeimbangkan ketiga peranannya,
terutama dalam mengasuh anak preschool. Dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya, menurut Neff ia harus terlebih dulu memberikan perhatian kepada
dirinya sendiri (self-compassion) sebelum ia memberikan perhatian kepada orang
lain, karena bila ia sudah memberikan perhatian kepada dirinya sendiri maka ia
pun akan dengan mudah memberikan perhatian kepada orang lain (compassion for
others). Menurut Neff (2003), self-compassion merupakan adanya keterbukaan dan kesadaran terhadap penderitaan diri sendiri, tanpa menghindari penderitaan
itu, memberikan pengertian pada diri sendiri tanpa menghakimi kekurangan dan
kegagalan yang dialami, serta melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang
dialami semua manusia. Self-compassion seseorang dibangun oleh tiga komponen,
yaitu self-kindness, common humanity, dan mindfulness (Neff, 2011).
Self-kindness merupakan kemampuan ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung untuk tetap menghargai diri sendiri ketika ada masalah, tanpa melakukan penilaian yang negatif terhadap dirinya ketika sedang
menghadapi kegagalan dalam mendidik anak sehingga anak menjadi tidak
menurut atau membangkang orang tuanya dengan berbicara kasar atau keras
sesuai modeling dari ibunya. Jika seorang ibu rumah tangga yang memiliki
self-kindness, maka ibu tersebut tetap dapat menghargai dirinya sendiri dan tidak menghakimi dirinya sendiri ketika gagal mendidik anaknya. Hal sebaliknya terjadi
pada ibu yang memiliki self-kindness yang rendah akan cenderung memberikan
label kepada dirinya sendiri secara negatif ketika ia merasa gagal dan tidak
11
Universitas Kristen Maranatha Komponen common humanity merupakan kemampuan seorang ibu untuk
menyadari bahwa masalah yang ia hadapi apakah juga terjadi pada ibu-ibu
lainnya. Masalah tersebut meliputi kegagalan dalam mendidik anak dan ketika
salah memberikan asupan gizi yang tepat untuk anak sehingga tumbuh kembang
anak menjadi terhambat. Ibu rumah tangga yang memiliki common humanity akan
menganggap bahwa masalah tersebut juga dialami oleh semua ibu-ibu lainnya.
Hal sebaliknya, bila seorang ibu merasa bahwa hanya dirinya yang mengalami
masalah tersebut ataupun merasa dirinya paling sering mengalami atau melakukan
masalah tersebut, maka ibu tersebut memiliki common humanity yang rendah. Ibu
rumah tangga ini memiliki perspektif yang sempit dengan berpikir bahwa hanya ia
yang bodoh dan melakukan kesalahan dalam merawat anaknya, sedangkan ibu
lain tidak pernah melakukan hal itu, sehingga ia lebih melihat kekurangannya
Komponen mindfulness merupakan kemampuan seorang ibu rumah tangga
yang memiliki anak preschool untuk menyadari dan menghadapi masalah dengan
baik, tanpa menekan atau melebih-lebihkan perasaannya. Seorang ibu rumah
tanga yang memiliki mindfulness, ia mampu mengakui bahwa ia sedang
mengalami kegagalan dan berusaha untuk tetap berpikiran positif dan secara
tenang memperbaiki kegagalannya dengan berusaha menghindari melakukan
kesalahan yang sama, yaitu dengan lebih tenang dan sabar dalam mendidik anak,
juga cukup cekatan dalam menyiapkan makanan untuk anak serta tidak
menyalahkan dirinya secara terus menerus akan kesalahan yang telah ia lakukan,
sebaliknya ibu rumah tangga yang memiliki mindfulness yang rendah cenderung
12
Universitas Kristen Maranatha berlebihan ketika gagal, contohnya dengan selalu menangis dengan keras atau
menyiksa dirinya sendiri setiap kali menceritakan kepada orang lain mengenai
masalah yang telah diperbuatnya.
Ketiga komponen tersebut menurut Neff (2003) memiliki derajat
interkorelasi yang tinggi. Satu komponen berhubungan dengan
komponen-komponen lainnya dalam membangun self-compassion seorang ibu rumah tangga
yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung dan saling mempengaruhi
satu dan lainnya. Sehingga self-compassion dari seorang ibu dapat dikatakan
tinggi apabila ketiga komponen tersebut dikatakan tinggi untuk masing-masing
komponennya. Sebaliknya bila terdapat salah satu atau kedua ataupun ketiga
komponen rendah, maka self-compassion dari ibu tersebut dapat dikategorikan
sebagai self-compassion yang rendah.
Self-kindness yang dimiliki oleh seseorang dapat meningkatkan komponen common humanity dan mindfulnessnya. Apabila seorang ibu tetap
menghargai dirinya meskipun sedang mengalami masalah dalam mendidik anak,
maka ia tidak akan mengkritik dirinya secara berlebihan ketika melakukan
kegagalan melainkan ia dapat memberikan dukungan kepada dirinya sendiri, ia
juga akan tetap membina hubungan baik dengan ibu-ibu lainnya dengan
berdiskusi dan menemukan bahwa ternyata ibu lain pun pernah mengalami
masalah yang sama. Selain itu, dengan adanya self-kindness pada diri seorang ibu,
maka ia dapat fokus dalam menghadapi masalah yang sedang terjadi tanpa
13
Universitas Kristen Maranatha seimbang, tanpa ada ketakutan akan masa depan dan masalah di masa lalu.
(Greenberg, Watson, & Goleman, 1998).
Menurut Neff (2003) komponen common humanity yang dimiliki
seseorang juga dapat meningkatkan komponen self-kindness dan mindfulness yang
ibu rumah tangga miliki. Seorang ibu yang merasakan keterikatan dengan ibu-ibu
lainnya mungkin tidak akan menilai dirinya dengan negatif dan merasa bahwa
masalah yang ia alami wajar dan memang sering dialami oleh ibu lainnya. Hal ini
juga dapat membuat ibu ini dapat memandang kekurangannya dan melihat
masalah secara jelas dan obyektif, tanpa menghindari dan melebih-lebihkan
masalah mendidik anak yang ia hadapi serta berusaha untuk mengatasi masalah
tersebut dengan positif dan baik.
Komponen terakhir self-compassion yaitu mindfulness juga dapat
meningkatkan komponen self-kindness dan common humanity (Neff, 2003).
Seorang ibu yang memiliki komponen mindfulness akan menilai kesalahan dan
masalah yang ia hadapi pada saat ini secara obyektif tanpa mengurangi atau
melebih-lebihkannya. Hal ini akan mencegah ibu tersebut untuk menilai dirinya
tidak baik dan berlebihan atas kesalahan yang telah ia perbuat. Komponen
mindfulness ini juga dapat membuat ibu lebih mudah untuk menyadari akan adanya ibu-ibu lain yang juga mengalami kesalahan dan masalah mendidik anak
yang sama.
Selain ketiga komponen tersebut, derajat self-compassion seorang ibu
rumah tangga yang memiliki anak preschool dipengaruhi oleh beberapa faktor
14
Universitas Kristen Maranatha mempengaruhi derajat self compassion seorang ibu rumah tangga yang memiliki
anak preschool di sekolah “X” Bandung adalah personality atau kepribadian dan
jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi culture atau kebudayaan dari
masing-masing ibu dan pengaruh dari pola asuh orangtua masing-masing-masing-masing ibu tersebut,
yang meliputi adanya attachment dan early family experience.
Self-compassion yang dimiliki ibu rumah tangga juga bergantung pada tipe personality yang dimilikinya. The big five menjelaskan lima dimensi kepribadian, antara lain: openness to experiences, conscientiousness, extraversion,
agreeableness, dan neuroticism. Misalnya hubungan self-compassion dengan neuroticism yang dirasakan ibu tersebut. Semakin tinggi level neuroticism yang dimilikinya, maka semakin rendah derajat self-compassion yang dimiliki ibu
tersebut, hal ini dikarenakan level neuroticism yang tinggi akan membuat
orangtua merasa terancam, tidak aman, sehingga terlalu berlebihan dalam
menghadapi suatu permasalahan. Sebagai contoh, dalam menghadapi kegagalan
merawat anak, orangtua yang dapat menerima saran dari orangtua lainnya
(agreeableness) dan mudah menceritakan (sharing) masalah yang menimpanya
kepada orangtua lain (extraversion) akan memiliki derajat self-compassion yang
lebih tinggi, karena dimensi openness to experiences, conscientiousness,
extraversion, dan agreeableness akan membuat orangtua lebih terbuka, lebih dapat menerima dengan tegar, mampu melakukan sharing mengenai
permasalahan yang dihadapinya, juga akan lebih dapat menenangkan dirinya.
Latar belakang budaya atau culture juga turut mempengaruhi derajat
15
Universitas Kristen Maranatha Bandung. Hal ini dikarenakan kebudayaan dari masing-masing orangtua yang
mengajarkan bagaimana mereka membawa diri atau menempatkan diri dan
merespon masalah yang mereka hadapi dalam kehidupannya. Misalnya, orangtua
dari ibu yang mengajarkan untuk lebih mementingkan kepentingan orang lain
dibandingkan kepentingannya sendiri (budaya collectivism), sebaliknya budaya
Barat diajarkan untuk lebih bersikap mandiri (individualism).
Faktor lain yang mempengaruhi adalah bagaimana peran orangtua dalam
pola asuh yang dialami masing-masing ibu yang memiliki anak preschool.
Pengalaman orangtua pada masa kanak-kanak dapat mempengaruhi
tinggi-rendahnya derajat self-compassion yang dimilikinya. Storolow, Brandchaft dan
Atwood (1987) menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk menyadari dan
melakukan empati berkaitan dengan empati yang diberikan oleh pengasuhnya
(orangtua) saat masih kanak-kanak. Artinya, jika ibu rumah tangga yang memiliki
anak preschool mendapat kehangatan dan dukungan dari orangtua mereka, maka
ia cenderung akan memiliki derajat self-compassion yang lebih tinggi. Sedangkan
orangtua yang tinggal bersama orangtua yang “dingin”, cenderung akan memiliki
derajat self-compassion yang lebih rendah, karena terbiasa mengkritik diri saat
melakukan kesalahan (Brown, 1999).
Selain itu, Gilbert (2005) menyatakan bahwa self-compassion muncul dari
sistem attachment atau kedekatan, sehingga orangtua yang tumbuh dalam
lingkungan yang aman dan mengalami hubungan yang saling mendukung dengan
orangtuanya dalam pengasuhan, akan lebih mungkin memperlakukan diri mereka
16
Universitas Kristen Maranatha lingkungan yang tidak aman, penuh stressful, mengancam, dan banyak mengalami
pengacuhan dalam pertumbuhannya, maka ia akan menjadi orangtua yang juga
akan lebih banyak bersikap acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Lain pula
halnya apabila orangtua yang banyak menerima kritikan dari pengasuh mereka,
maka akan cenderung memiliki self-critical daripada self-compassion (Gilbert &
Proctor, 2006). Ini terjadi karena seseorang dengan hubungan yang tidak terjamin,
maka tidak akan mampu mempunyai sistem untuk menenangkan diri dan
17
Universitas Kristen Maranatha
Bagan Kerangka Pikir
Bagan 1.1 Kerangka pikir
1.6 Asumsi
• Ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung
memiliki self-compassion yang bervariasi ada yang tinggi dan rendah.
• Self-compassion ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di
sekolah "X" Bandung dibangun oleh tiga komponen yang terdiri dari
self-kindness, common humanity, dan mindfulness. Faktor internal yang memengaruhi :
• Personality
• Jenis kelamin
Faktor eksternal yang memengaruhi
• Pola asuh (dalam attachment, Early Family Experience, maternal criticism dan traumatic)
• Culture
Tinggi Ibu rumah tangga
yang memiliki anak preschool “X”
Bandung
Self-Compassion
Rendah
Komponen self-compassion:
Self-kindness
18
Universitas Kristen Maranatha
• Self-compassion dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yang memengaruhi derajat self-compassion seorang ibu yang memiliki
anak preschool di sekolah “X” Bandung adalah personality atau
kepribadian dan jenis kelamin.
• Faktor eksternal meliputi budaya, pola asuh orangtua, yang meliputi
adanya attachment, early family experience dan traumatic (stress, family
68 Universitas Kristen Maranatha
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan kepada
40 orang ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X”
Bandung mengenai derajat self-compassion, didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X” Bandung
lebih banyak memiliki self-compassion yang tergolong rendah yang
dipengaruhi oleh ketiga komponen self-compassion itu, yaitu self kindness,
cummon humanity dan mindfulness yang juga tergolong rendah.
2. Rendahnya derajat self-compassion dan ketiga komponen self-compassion
pada ibu rumah tangga yang memiliki anak preschool di sekolah “X”
berkaitan dengan faktor fearful attachment. Semakin tinggi derajat fearful
attachment, maka semakin rendah derajat compassion. Derajat self-compassion yang rendah berkaitan juga dengan self-kindness, common humanitu dan mindfulness yang rendah.
3. Derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak
preschool di sekolah “X” yang rendah dipengaruhi juga oleh rendahnya derajat mindfulness yang dipengaruhi oleh faktor conscientiousness.
Semakin rendah derajat conscientiousnes, maka semakin rendah derajat
69
Universitas Kristen Maranatha
4. Derajat self-compassion pada ibu rumah tangga yang memiliki anak
preschool di sekolah “X” yang rendah dipengaruhi oleh compassion for others dan derajat extraversion. Semakin rendah derajat extraversion, maka semakin rendah pula derajat self-compassion-nya. Semakin tinggi
derajat compassion for others, maka semakin rendah pula derajat
self-compassion-nya.
5. Derajat self-compassion yang rendah tidak berkaitan dengan faktor
agreabbleness dan opennes to experiences.
5.2 SARAN
5.2.1 Saran Teoritis
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
peneliti, mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk meneliti
self-compassion, disarankan untuk menambahkan jumlah sampel agar data yang diperoleh menjadi lebih relevan dan menambah pertanyaan yang
lebih mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi agar
memperoleh data yang lebih mendalam.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan antara self-compassion dengan faktor-faktor yang
70
Universitas Kristen Maranatha
5.2.2 Saran Praktis
1. Memberikan informasi kepada ibu rumah tangga yang memiliki anak
preschool di sekolah “X” Bandung mengenai derajat self-compassion yang mereka miliki, dan yang memiliki self-compassion yang rendah dapat
disarankan untuk dapat lebih membuka dirinya dan berbagi cerita dengan
ibu-ibu lain agar pandangannya menjadi lebih luas terhadap masalah
ataupun kegagalan, sehingga mereka dapat menyadari bahwa setiap orang
juga pernah mengalami kegagalan.
2. Memberikan informasi kepada suami atau orang yang tinggal bersama ibu
rumah tangga yang memiliki anak preschool mengenai self-compassion ia
miliki untuk membantu meningkatkan self-compassion dan
mempertahankan self-compassion dengan memberikan dukungan dan
bimbingan kepada ibu rumah tangga, serta selalu terbuka untuk
memberikan nasihat dan teguran yang tidak berlebihan kepada ibu rumah
71 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Duvall, E.M., 1997, Marriage and Family Development, Philadelphia; J.B. Lippincott Company
Gilbert. 2005. Compassionate Mind Training. The Compassionate Mind, 128-130.
Goleman, Greenberg & Watson. 1998. Self-Compassion and Emotional Intelligence. Self-Compassion, 122-125.
Hurlock,E.B.1993. Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Kumar, Rajit. 1999. Research Methodology. London : Sage Publications
Neff, K. D. (2003). Self-Compassion. In M. R. Leary & R. H. Hoyle (Eds.), Handbook of Individual Differences in Social Behavior (pp. 561-573). New York: Guilford Press.
Neff, K. D. Self-Compassion. In S. Lopez (Ed.), The Encyclopedia of Positive Psychology (pp. 864-867). University of Texas at Austin.
Neff, K. D. 2003. The Development and Validation of a Scale to Measure Self-Compassion. University of Texas at Austin, Austin, Texas, USA
Neff, K. D., Rude, Stephanie, S., Kirkpatrick, L.K. (2006). An examination of self-compassion in relation to positive psychological functioning and personality traits. University of Texas at Austin : Educational Psychology Department. Neff, K.D. 2011. Self-Compassion-stop beating yourself up and leave insecurity
behind. New York : HarperCollins Publication.
Rammstedt, Beatrice., John, O.P (2007). Measuring personality in one minute or less: A 10-item short version of the Big Five Inventory in English and German. University of California : Barkeley.
Santrock.2002. Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Santrock.2007. Perkembangan Anak.Jilid 1.Jakarta: Erlangga
72 Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR RUJUKAN
Al-Maghribicendekia. 2013. Keluarga. (http://www.al-maghribicendekia.com/2013/02/agar-ibu-tetap-semangat-mengurus-rumah.html
2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi revisi III. Bandung: Fakultas Psikologi Maranatha Bandung.
Mandasari. 2012. Big Five Personality.
(http://11014ems.blogspot.com/2012/07/1-sejarah-teori-big-five.html)
Neff, K. 2009. Test Your Self-Compassion Level.
(http://self-compassion.org/test-your-self-compassion-level.html)
Nurul. 2011.
http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/psikologi-perkembangan-dewasa-awal/, diakses 12 Juli 2011.
Qalbinur. 2009. Periodisasi Masa Dewasa awal. (http://qalbinur.wordpress/2009/03/27).
Sulistiyowati. 2009. Tahap Perkembangan Individu.
http://sulistiyowati.blog.co.uk/2009/11/25/tahap-tahap-perkembangan-individu-dalam-rentang-kehidupan-7455203/, Diakses 25 November 2009.
Sulistia. 2009. Karakteristik Anak.