• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Mengenai Self-Esteem Pada Istri Yang Pernah Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Bandung (Subyek Berdomisili di Kota Bandung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kasus Mengenai Self-Esteem Pada Istri Yang Pernah Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kota Bandung (Subyek Berdomisili di Kota Bandung)."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh dinamika mengenai self-esteem yang ditinjau dari aspek power, significance, virtue, dan competence pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung.

Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan sampel penelitian ini berjumlah dua orang. Karakteristik sampelnya adalah istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, berada pada tahapan dewasa madya, memutuskan untuk bekerja, dan mengalami lebih dari satu kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Alat ukur yang digunakan berupa daftar pertanyaan wawancara mengenai self-esteem yang didasarkan pada teori Coopersmith (1967).

Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik coding dan tampak bahwa self-esteem kedua responden berbeda. Seorang responden memiliki self-esteem yang sedang, dan seorang responden lagi memiliki self-esteem yang tinggi. Hal ini berakitan dengan empat faktor yang mempengaruhi self-seteem.

(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………...………...i

ABSTRAK………...…ii

KATA PENGANTAR………...……….iii

DAFTAR ISI………..……….vi

DAFTAR TABEL………...…….x

DAFTAR SKEMA……….xi

DAFTAR LAMPIRAN………..……...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………...……….1

1.2. Identifikasi Masalah………...……….11

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian………...………...…………..11

1.3.1 Maksud Penelitian………...……11

1.3.2 Tujuan Penelitian………....12

1.4. Kegunaan Penelitian………..………..12

1.4.1 Kegunaan Teoritis………...………...….12

1.4.2 Kegunaan Paktis...………...…12

1.5. Kerangka Pemikiran………...……….13

(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Self-Esteem

2.1.1 Pengertian Self-Esteem………………...………..25

2.1.2 Aspek Self-Esteem………..….……….25

2.1.3 Area dalam Self-Esteem………...………..28

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Self-Esteem……...………..29

2.1.5 Derajat Self-Esteem………...……….31

2.2 Perkembangan Masa Dewasa Madya 2.2.1 Masa Dewasa Madya……….………32

2.2.2 Perkembangan Fisik………...………33

2.2.3 Perkembangan Kognitif………....35

2.2.4 Karir, Kerja, dan Waktu Luang………36

2.2.5 Perkembangan Sosio-Emosional……….…………..38

2.3 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 2.3.1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga………..……….……..40

2.3.2 Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga……….40

2.3.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga………..…….……41

(4)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian………..………48

3.2 Rancangan Penelitian…………...………48

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.3.1 Variabel Penelitian……….……….49

3.3.1 Definisi Operasional………49

3.4 Alat Ukur 3.4.1 Alat Ukur Self-Esteem………..………...52

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang……….…..54

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.3.1 Validitas………..……55

3.4.3.2 Reliabilitas………..55

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel 3.5.1 Populasi Sasaran……….………56

3.5.2 Karakteristik Populasi……….56

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel…………..……….56

3.6 Teknik Analisa Data………57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kasus I………58

4.1.2 Pembahasan Kasus I………..….68

(5)

4.1.4 Pembahasan Kasus II………..…..104

4.2 Pembahasan Umum………..…………..125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………..………..127

5.2 Saran

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan………...…..128

5.2.2 Saran Guna Laksana……….………128

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.3.1 Pembagian Item-item dalam Alat Ukur Self-Esteem……….….52

Tabel 4.1.2 Tabel Derajat Self-Esteem Ibu A……….68

Tabel 4.1.4 Tabel Derajat Self-Esteem Ibu B………...104

(7)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Kerangka Pemikiran………...………..23

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Data Pribadi dan Data Penunjang………...………..….L2

Daftar Pertanyaan Wawancara………..………..…..L3

Kisi-Kisi Alat ukur………..………..…L7

Data Responden Kasus I………..………...L15

Verbatim Kasus I……….………..………..…L16

Kisi-kisi Pembahasan Kasus I……….………..……….……L31

Data Responden Kasus II……….…L38

Verbatim Kasus II………...……….…L39

(9)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kekerasan dalam rumah tangga akhir-akhir ini banyak dibicarakan baik

dalam media cetak maupun media elektronik. Seperti kasus kekerasan rumah

tangga yang dialami oleh Lisa. Lisa disiram air keras oleh suaminya sendiri

karena merasa cemburu, sehingga menyebabkan seluruh wajahnya rusak

(http://www.elshinta.com, diakses 11 Februari 2010). Selain itu ada juga kasus

yang dialami oleh Suyatmi. Suyatmi dihukum empat tahun penjara karena terbukti

membunuh suaminya sendiri. Hal ini dilakukannya karena ia sering menerima

kekerasan fisik, psikis, maupun ekonomi dari suaminya sendiri selama

bertahun-tahun pernikahannya (http://www.freewebs.com, diakses 11 Februari 2010).

Pada pasal 1 ayat 1 di dalam UU No. 23 Tahun 2004, kekerasan dalam

rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan

yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,

psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut Rismiyati EK (2005), kekerasan

fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Sedangkan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,

(10)

berdaya, dan atau munculnya penderitaan psikis yang berat. Kekerasan seksual

adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan seks, hubungan seksual dengan

cara tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang

lain untuk tujuan komersail atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga

adalah perbuatan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,

padahal menurut perjanjian atau hukum yang berlaku ia wajib memberikan

kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Bentuk kekerasan

dalam rumah tangga yang terakhir adalah penelantaran bagi setiap orang yang

mengakibatkan adanya ketergantungan ekonomi dengan cara membatasai dan

melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban

berada di bawah kendali orang tersebut (Kekerasan terhadap Perempuan ; dalam

Dr. Elmira N. Sumintapradja, 2010).

Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang dilakukan

suami terhadap istri, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

meliputi kepribadian dari pelaku yang mudah sekali melakukan tindak kekerasan

bila menghadapi situasi yang menimbulkan kemarahan atau frustasi, dan pernah

mengalami kekerasan pada masa anak-anak sehingga terjadi imitasi. Faktor

eksternal meliputi kesulitan ekonomi yang berkepanjangan, penyelewengan suami

atau istri, keterlibatan anak dalam kenakalan remaja atau penyalahan obat

terlarang, adanya sterotipe bahwa laki-laki adalah tokoh yang dominan, tegar, dan

agresif, dan banyaknya perempuan yang bekerja diluar rumah (Kekerasan Dalam

(11)

Seperti kita ketahui, Indonesia saat ini sudah memiliki UU Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa

kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan kriminal, sehingga

pelakunya dapat dihukum, namun jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga

terus saja mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data Komisi Nasional

Perempuan, tindakan KDRT skala nasional tahun 2008 mencapai 35.398 kasus

dan meningkat menjadi 43.000 kasus di tahun 2009 (http://www.yarsi.ac.id,

diakses 25 Januari 2010). Di Kota Bandung sendiri, hingga September 2010 sudah

ada 61 kasus yang masuk ke database P2TP2A Bandung.

Kekerasan dalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja termasuk ibu,

bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga, namun jumlah korban

terbanyak adalah kaum istri. Data komnas perempuan tahun 2004 menunjukkan

bahwa 1782 istri di seluruh Indonesia telah mengalami kekerasan dalam rumah

tangga yang dilakukan oleh suaminya sendiri. Sebagian besar korban mengalami

jenis kekerasan lebih dari satu (multikausal), namun, jenis kekerasan yang paling

banyak terjadi adalah kekerasan fisik dan psikis. Angka-angka tersebut haruslah

dilihat dalam konteks ‘fenomena gunung es’, di mana kasus yang tampak hanya

sebagian kecil saja dari kejadian yang sebenarnya (http://www.estufani.wordpress.

com, diakses 25 Januari 2010).

Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, pada tahun 1998

jumlah kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia lebih banyak terjadi pada istri

yang tidak bekerja yaitu 39,7 %, dan 35,7 % pada istri yang bekerja. Kebanyakan

(12)

meskipun diwarnai oleh kekerasan. Faktor ketergantungan istri kepada suami

dalam hal ekonomi, memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami

meskipun ia merasa menderita. Bahkan jika sekalipun tindakan keras dilakukan

kepadanya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan

pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya sendiri dan pendidikan

anak-anaknya (http://www.pembaharuan-hukum.blogspot.com, diakses tanggal 18

agustus 2010).

Menurut Astrid Wiratna (Psikolog), dibutuhkan energi dan keberanian

yang cukup besar bagi istri korban kekerasan dalam rumah tangga untuk

memutuskan lingkaran kekerasan tersebut. Tidak sedikit istri yang pada akhirnya

memilih untuk bercerai dan mampu hidup mandiri secara ekonomi.

Ketergantungan secara ekonomi dan emosional kepada suami, membuat istri

seringkali merasa dirinya tidak dihargai, namun merasa tidak berdaya untuk

melawan kekerasan yang dilakukan oleh suami mereka. Istri harus mampu bangkit

agar dapat hidup mandiri secara ekonomi, dan tidak terus bergantung kepada

suami mereka. Istri yang mampu hidup mandiri secara ekonomi akan lebih

dihargai oleh suami daripada yang tidak bekerja (http http://www.surya.co.id,

diakses tanggal 24 November 2010).

Berdasarkan wawancara dengan dua orang istri yang mengalami

kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung, mereka merasa tidak berdaya

untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh suami mereka sendiri. Kedua

orang istri yang sama-sama tidak bekerja tersebut, merasa takut jika diceraikan

(13)

dan anak-anaknya. Kedua istri tersebut merasa tidak mampu untuk menghidupi

diri dan anak-anaknya. Kekerasan yang dilakukan suami membuat mereka merasa

dirinya tidak berdaya tanpa bantuan suami mereka tersebut. Hal ini menurunkan

harga diri istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Harga diri itulah yang dalam ilmu Psikologi dikenal sebagai self-esteem.

Self-esteem merupakan penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri yang

disimpulkan seseorang dan tetap dipertahankannya. Dengan kata lain Self-esteem

merupakan personal judgement mengenai perasaan berharga yang diekspresikan

dalam sikap individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut selanjutnya akan

menentukan penghargaan dan penerimaan individu atas dirinya (Coopersmith,

1967). Menurut Coopersmith (1967) self-esteem terdiri dari empat aspek, yaitu

power, significance, virtue, dan competence. Area keluarga, teman sebaya, diri

pribadi, dan pekerjaan merupakan keempat area dalam Self-esteem.

Power merupakan kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan

mengatur orang lain yang didasari oleh adanya pengakuan dan rasa hormat yang

diterima individu dari orang lain. Aspek power dalam area keluarga contohnya

istri memiliki anak-anak yang mau mematuhi peraturan yang ditetapkannya

dirumah, sehingga istri merasa dihormati sebagai orang tua. Dalam area teman

sebaya, saat istri menyampaikan pendapatnya, teman-temannya mau

mendengarkan pendapat istri, sehingga istri merasa dirinya dihargai. Area diri

pribadi, istri mampu mengambil keputusan sendiri, walaupun banyak orang yang

(14)

istri, karena dirinya mampu memberikan ide-ide dan pendapatnya di dalam rapat,

terlepas bahwa istri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Kedua, significance, menunjukkan adanya kepedulian, perhatian, dan

kasih sayang yang diterima individu dari orang lain. Aspek significance dalam

area keluarga, istri merasa dirinya begitu dicintai oleh kedua anak-anaknya karena

anak-anaknya tersebut selalu membelanya dari suaminya saat sedang marah. Area

teman sebaya, S merasa teman-temannya begitu mempedulikan dirinya karena

saat S memiliki masalah, teman-teman S selalu siap membantunya. Area diri

pribadi, S mampu menerima semua kekurangan dan kelebihan dirinya, dan selalu

menjadi diri sendiri saat bergaul dengan orang lain. Area pekerjaan dapat dihayati

istri melalui adanya penerimaan dan perhatian yang diterima istri dari atasan

maupun teman-teman sekantorya, meskipun istri mengalami kekerasan dalam

rumah tangga. Misalnya atasan dan teman-teman sekantor istri selalu

mendukungnya untuk kembali bangkit dari keterpurukan, dengan cara

menghiburnya. Selain itu atasan memberikan waktu kepada istri untuk

menyembuhkan luka fisik maupun trauma psikisnya, tanpa memberhentikan istri

dari pekerjaanya. Hal ini dapat membuat istri menghayati dirinya diterima dan

diperhatiakan oleh lingkungan pekerjaannya.

Aspek yang ketiga adalah virtue, yang merupakan suatu ketaatan untuk

mengikuti standar moral dan etika, dimana individu akan menjauhi tingkah laku

yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang dibolehkan atau

diharuskan oleh moral, etika dan agama. Dalam area keluarga, istri selalu taat

(15)

teman-teman, saat ada temannya yang mengajaknya melakukan perbuatan yang

salah, istri menolaknya karena merasa hal tersebut bertentangan dengan dirinya.

Area diri prbadi, S tidak pernah berniat bunuh diri atau membunuh suaminya atas

kekerasan yang dialaminya. Area pekerjaan, istri menghayati dirinya tetap

mampu menjalin relasi dengan teman kantornya yang berlawan jenis. Istri tidak

lantas menjadi sinis ataupun menyamakan semua laki-laki dengan suaminya.

Selain itu, meskipun istri merupakan orang tua tunggal dan harus menghidupi diri

dan keluarganya, istri tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh moral, etika,

dan agama di kantornya, seperti korupsi.

Aspek yang terakhir adalah competence, menunjukkan kemampuan untuk

sukses memenuhi tuntutan prestasi yang ditandai dengan keberhasilan individu

dalam mengerjakan bermacam tugas. Area keluarga, istri merasa dirinya mampu

megerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga dengan baik. Area teman, diantara

teman-temannya istri merasa dirinya lebih unggul berprestasi dalam bidang

pendidikan. Area diri pribadi, istri merasa dirinya mampu untuk mewujudkan

cita-citanya membuka bisnis makanan. Dalam area pekerjaan, aspek competence dapat

dihayati istri melalui kemampuannya untuk tetap menjadi karyawan berprestasi di

kantornya, terlepas dirinya pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Istri menghayati dirinya tetap mampu mengerjakan berbagai tugas yang diberikan

atasan dan mampu bersaing dengan teman-teman kantor lainnya. Meskipun istri

mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dirinya tetap mampu bekerja sesuai

(16)

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang istri lainnya yang

mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung dan memutuskan

untuk bekerja, reaksi awal mereka adalah merasa dirinya tidak berdaya, tidak

berharga, terpuruk, kehilangan rasa percaya diri, depresi, menyalahkan Tuhan

YME, dan bahkan berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya. Sama halnya dengan

kebanyakan korban kekerasan dalam rumah tangga, pada awalnya mereka enggan

menceritakan dan melaporkan kekerasan yang dialami kepada keluarga ataupun

pihak yang berwenang. Hal ini dikarenakan mereka merasa apa yang dialaminya

merupakan aib dan urusan rumah tangga, namun karena merasa sudah tidak tahan,

mereka mau berbagi masalahnya kepada orang lain.

Ibu X merupakan salah seorang istri yang pernah mengalami kekerasan

dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya sendiri. Saat ini ibu X telah

bercerai, dan bekerja untuk dapat menghidupi diri dan anaknya. Empat tahun

adalah waktu yang dibutuhkan ibu X untuk bertahan dalam pernikahan yang

diwarani kekerasan. Hampir setiap hari suami ibu X mencaci dan menghina

dirinya sehingga ibu X merasa dirinya lemah dan tidak berdaya. Selain itu, ibu X

pun dilarang untuk bekerja oleh suaminya tersebut. Suami ibu X hanya

memukulnya dua kali ketika masih menikah. Alasan ibu X tetap bertahan dan

menerima setiap perlakuan kasar suaminya, karena takut tidak bisa membiayai

hidup anaknya yang masih kecil.

Terlepas dari kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya, ibu X

mampu berwiraswasta dengan membuka warung masakan di rumahnya. Menurut

(17)

memiliki banyak pelanggan (competence). Sebagai seorang single-parent, ibu X

banyak mendapatkan perhatian dukungan dari keluarga dan teman-temannya, baik

moril maupun materil, sehingga membuat ibu X tetap disayangi meskipun

mengalami kekerasan dalam rumah tangga (significance). Ibu X tidak pernah

merasa dendam dan menyalahkan Tuhan atas kekerasan yang dialaminya, karena

ia menganggapnya sebagai takdir (virtue). Ibu X mengatakan bahwa ia cukup

mampu mempertahankan keinginannya ketika ada orang lain yang coba

membantahnya. Misalnya ibu X mampu mempertahankan keinginannya untuk

membuka warung masakan, meskipun keluarga mencoba mencegah keinginan ibu

X tersebut (power).

Sama halnya dengan ibu X, ibu Y juga sering menerima cacian dan

omongan-omongan kasar dari suaminya. Menurut ibu Y dahulu sebenarnya suami

ibu Y merupakan orang yang sabar dan sangat menyayangi dirinya, namun

berubah menjadi pemarah stelah suami ibu Y terkena PHK. Terlebih lagi, ibu Y

memiliki pekerjaan dan penghasilan yang cukup tinggi pada saat itu. Suami ibu Y

sering mencuri uangnya untuk dipakai mabuk-mabukkan. Pada saat mabuk itulah

suami ibu Y sering mencaci dirinya dengan omongan-omongan kasar. Ibu Y tidak

pernah memiliki keberanian untuk melawan ataupun melaporkannya kepada pihak

berwenang.

Saat ini ibu Y telah bercerai dengan suaminya tersebut dan anak-anaknya

tinggal bersama mantan suaminya. Sejak bercerai, anak-anak ibu Y tidak pernah

mau menemui dirinya. Hal ini membuat ibu Y merasa diasingkan dan tidak

(18)

tangganya, ibu Y sekarang bekerja sebagai helper anak berkebutuhan khusus. Ia

merasa mampu bekerja menghidupi dirinya sendiri tanpa bantuan mantan suami

(competence). Ibu Y mampu melupakan masalahnya saat bekerja, sehingga ia

mampu mengajari dan mengatur anak didiknya dengan baik (power). Setelah

pulang bekerja, ibu Y lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengurung

diri di kamar dan menyesali nasibnya. Ibu Y sering merasa dirinya sudah tidak

berarti lagi bagi keluarganya (significance). Hal ini sering membuat ibu Y ingin

mengakhiri hidupnya (virtue).

Sampel terakhir adalah ibu Z. Sama halnya dengan ibu X, ibu Z juga

dilarang bekerja oleh suaminya, padahal ibu Z ingin sekali membantu

perekonomian keluarga. Hal yang paling menyakitkan hatinya adalah, saat suami

ibu Z berselingkuh dengan pembantunya dan memutuskan untuk menikahinya.

Ibu Z merasa tidak berdaya untuk mencegahnya dan ia juga tidak mampu untuk

bercerai. Hal ini dikarenakan ibu Z tidak memiliki penghasilan untuk menghidupi

kedua anaknya. Ibu Z sempat melakukan percobaan bunuh diri agar suaminya

menceraikan pembantunya tersebut, namun usaha tersebut sia-sia. Pada akhirnya

ibu Z malah diceraikan oleh suaminya tersebut.

Saat ini ibu Z sedang mencari pekerjaan. Ibu Z merasa yakin bahwa ia

mampu bekerja untuk menghidupi dirinya dan anaknya (competence). Saat ini ibu

Z mengikuti banyak kegiatan sosial, seperti PKK dan pengajian. Menurutnya

dengan cara demikian, ia dapat melupakan masalah yang menimpanya dan bisa

lebih mendekatkan diri dengan Tuhan (virtue). Namun tak jarang, ibu Z memiliki

(19)

anaknya lah yang menguatkan dirinya hingga saat ini. Ibu Z merasa dirinya begitu

dicintai oleh kedua anaknya tersebut (significance). Hal ini terlihat dari perhatian

yang ditunjukkan mereka. Sekarang ibu Z sedang beruasah mendapatkan hak asuh

anak laki-lakinya. Namun, ia merasa tidak mampu meyakinkan suaminyaagar

mamppu memberikan hak asuh tersebut kepada dirinya (power).

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan diatas ditemukan self-esteem

yang berbeda-beda dari setiap istri yang pernah mengalami kekerasan dalam

rumah tangga di Kota Bandung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana self-esteem pada istri yang pernah

mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana self-esteem pada istri yang

pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

self-esteem pada istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota

(20)

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dinamika mengenai

self-esteem yang ditinjau dari aspek power, significance, virtue, dan competence

pada istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota

Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai self-esteem

pada istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sehingga dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi

Keluarga.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk penelitian

selanjutnya mengenai self-esteem pada istri yang pernah mengalami kekerasan

dalam rumah tangga.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi bagi istri yang pernah mengalami kekerasan dalam

rumah tangga di kota Bandung tentang self-esteem, bahwa mereka merupakan

seseorang yang berarti dan berharga bagi orang lain, sehingga mereka mampu

bangkit dan menghargai dirinya sendiri.

2. Memberikan masukan kepada keluarga agar dapat memberikan kasih sayang,

(21)

rumah tangga di kota Bandung, sehingga istri merasa dirinya tetap diterima dan

dicintai walaupun mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

3. Memberikan informasi kepada orang-orang di lingkungan pekerjaan, agar

dapat menunjukkan penghargaan dan kepeduliannya kepada istri yang pernah

mengalami kekerasan dalam rumah tangga, sehingga istri merasa dirinya diterima

dan dihormati meskipun dirinya pernah mengalami kekerasan dalam rumah

tangga.

1.5 Kerangka Pemikiran

Istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota

Bandung berada pada usia 33 – 45 tahun, yang merupakan tahapan dewasa madya

(middle adulthood). Pada tahapan ini seseorang akan memasuki fase dimana

mereka memiliki kepuasan kerja, kemajuan karir, dan kepuasan dalam

pernikahan. Pada fase ini, ada perempuan yang lebih memilih untuk mengurus

keluarga dibandingkan mengejar karir diluar rumah (Santrock, 2002). Hal ini

dapat menyebabkan ketergantungan ekonomi istri kepada suami mereka. Menurut

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan kekerasan dalam rumah tangga lebih

banyak dialami oleh istri yang tidak bekerja.

Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami, memaksa

istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita.

Dibutuhkan keberanian yang cukup besar bagi istri untuk memutuskan lingkaran

kekerasan tersebut, sehingga tak sedikit istri yang pada akhirnya memutuskan

(22)

(2002), pada fase ini motif utama perempuan bekerja adalah uang. Banyak

perempuan dewasa madya memilih untuk bekerja karena dihadapkan pada

kebutuhan untuk membantu diri mereka sendiri juga keluarga (Santrock, 2002).

Begitu pula yang terjadi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah

tangga di kota Bandung (yang selanjutnya akan ditulis sebagai istri).

Selain untuk mendapatkan penghasilan, bekerja juga dapat meningkatkan

harga diri mereka dimata suami. Harga diri yang dalam ilmu Psikologi disebut

sebagai self-esteem. Menurut Coopersmith (1967) self-esteem merupakan

penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri yang telah disimpulkan dan tetap

dipertahankannya. Dengan kata lain self-esteem merupakan personal judgement

mengenai perasaan berharga yang diekspresikan dalam sikap individu terhadap

dirinya. Penilaian tersebut selanjutnya akan menentukan penghargaan dan

penerimaan individu atas dirinya.

Coopersmith (1967) mengungkapkan terdapat empat aspek dari

self-esteem, yaitu power, significance, virtue, dan competence. Power merupakan

keberhasilan individu dalam mengendalikan tingkah lakunya sendiri dan

mempengaruhi tingkah laku orang lain. Dalam situasi tertentu, power muncul

melalui penghargaan, penghormatan, dan pembobotan terhadap pendapat dan

hak-haknya dari orang lain. Keberhasilan dan kesuksesan dalam hal ini akan

mempengaruhi status dan posisi mereka dalam kehidupan. Perlakuan-perlakuan

tersebut dapat mengembangkan sikap kepemimpianan, kemandirian, asertivitas

(23)

Significance, diukur melalui seberapa banyak kepedulian, perhatian, dan

kasih sayang yang diterima individu dari orang lain. Hal ini berkenaan dengan

perasaan bahwa individu memiliki arti dan nilai baik bagi dirinya sendiri maupun

orang lain. Ungkapan-ungkapan pengertian ini digolongkan kedalam istilah umum

penerimaan dan popularitas, sedangkan lawannya adalah penolakan dan isolasi.

Significance ditandai oleh adanya keramahan, daya tanggap, perhatian, dan

menyukai individu tersebut sebagaimana adanya. Dorongan semangat ketika

individu mengalami krisis, perhatian terhadap aktivitas individu, ekspresi kasih

sayang yang disampaikan secara verbal dan rasional akan menimbulkan sense of

importance dalam diri individu. Sense of importance merupakan pencerminan rasa

berharga yang diperoleh individu dari orang lain. Semakin banyak yang

mengekspresikan perhatian dan kasih sayang pada individu, semakin sering

individu menerimanya, semakin besar kemungkinan penilaian diri yang

memuaskan.

Virtue merupakan suatu ketaatan untuk mengikuti standar moral, etika, dan

prisnip-prinsip religius dimana individu akan menjauhi tingkah laku yang harus

dihindari dan melakukan tingkah laku yang dibolehkan atau diharuskan oleh

moral, etika, dan agama. Dalam hal ini orang lain lah yang akan menilai perilaku

individu tersebut. Virtue tercermin melalui larangan untuk melakukan tindakan

yang buruk seperti, mencuri, menyerang orang lain, serta anjuran untuk berbuat

baik, seperti, menghormati orang tua, dan melakukan ibadah secara teratur.

Individu yang taat pada kode-kode etik dan agama yang telah mereka terima dan

(24)

berasal dari keberhasilan individu untuk bertingkah laku sesuai dengan nilai

moral, etika, dan prinsip-prinsip agama.

Competence menunjukkan kemampuan untuk sukses memenuhi tuntutan

prestasi yang ditandai oleh prestasi yang tinggi, dengan tingkatan dan tugas yang

bervariasi untuk kelompok usia tertentu. Apabila individu berhasil mencapai

hal-hal tersebut, mereka akan menilai dirinya positif. White (1959 dalam

Coopersmith, 1967) mengemukakan bahwa sejak bayi sampai dewasa, individu

mengalami sense of efficacy yang akan menyertai individu menghadapi

lingkungannya. Sense of efficacy merupakan dasar terbentuknya motivasi intrinsik

untuk terus memenuhi dan meningkatkan kompetensi yang dimiliki.

Selain itu self-esteem memiliki empat area didalamnya, yaitu keluarga,

teman sebaya, diri pribadi, dan aktivitas sosial umum, dalam hal ini adalah

pekerjaan (Coopersmith, 1967). Derajat self-esteem pada istri yang mengalami

kekerasan dalam rumah tangga berbeda-beda. Hal ini tidak terlepas dari faktor

yang mempengaruhi self-esteem mereka. Coopersmith (1967) menyebutkan empat

faktor utama yang menjadi sumber pembentukan dan perkembangan self-esteem

pada individu. Pertama, pengakuan, perhatian, dan penerimaan yang diterima

individu dari orang-orang yang signifikan dalam hidupnya. Hal ini merupakan

faktor yang paling utama dalam pembentukan dan perkembangan self-esteem.

Perlakuan yang diterima individu akan berpengaruh terhadap penilaian dirinya.

Melalui perlakuan yang diterimanya, individu akan mengetahui sejauh mana

(25)

Kedua, sejarah keberhasilan, status, serta posisi individu dalam

masyarakat. Sejarah keberhasilan, status, serta posisi individu dalam masyarakat.

Keberhasilan yang diraih individu membawa keberartian diri, dan berhubungan

dengan status individu dalam masyarakat. Keberhasilan individu merupakan dasar

yang nyata dalam pembentukkan self-esteem, dan dapat diukur meluai

keberhasilan yang termaifestasi dan memperoleh pengakuan sosial. Ketiga,

nilai-nilai dan aspirasi individu. Pengalaman-pengalaman individu akan diinterpretasi

dan dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi yang dimilikinya. Hal ini

tidak terlepas pada nilai-nilai yang mereka internalisasikan dari orang tua dan

individu lain yang signifikan dalam hidupnya. Keempat, cara individu berespon

terhadap situasi yang dapat menurunkan self-esteem. Pemaknaan individu

terhadap kegagalan tergantung pada cara mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan

aspirasinya. Cara individu mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia

mempertahankan self-esteemnya dari perasaan tidak mampu, tidak berkuasa, tidak

berarti, dan tidak bermoral. Individu yang dapat mengatasi kegagalan dan

kekurangannya akan dapat mempertahankan self-esteemnya.

Istri yang menghayati dirinya mendapatkan pengakuan, perhatian, dan

penerimaan di area keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan pekerjaan akan

memiliki significance yang tinggi. Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga

yang dialaminya, istri merasa dirinya mendapatkan dukungan, perhatian, dan

kepedulian dari keluarga, teman-teman, dan orang-orang di lingkungan pekerjaan

hingga saat ini. Mereka memberikan bantuan secara moril maupun materil kepada

(26)

istri pekerjaan, dan meminjamkan uang saat istri memerlukannya. Hal ini

membuat istri merasa dirinya diakui dan diterima keberadaanya, dan

mempengaruhi istri terhadap penerimaan dirinya sendiri. Istri merasa dirinya

berharga meskipun mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Sebaliknya apabila istri menghayati dirinya tidak mendapatkan pengakuan,

perhatian, dan penerimaan di area keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan

pekerjaan, maka akan memiliki significance yang rendah. Istri menghayati dirinya

mendapatkan penolakan dari keluarga, teman-teman, dan orang-orang di

lingkungan pekerjaan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga yang

dialaminya. Hal ini dapat membuat istri semakin terpuruk, dan menyesali

keadaannya. Penolakan lingkungan terhadap dirinya juga berpengaruh kepada

penerimaan istri terhadap dirinya sendiri. Akibat kekerasan yang dialaminya,

ditambah penolakan dari lingkungan, membuat istri menghayati dirinya tidak

berharga. Apabila istri menghayati dirinya hanya mendapatkan pengakuan,

perhatian, dan penerimaan di dua area, namun di dua area lainnya tidak, maka

significance yang dmilikinya akan menjadi sedang. Misalnya istri merasa dirinya

diberikan dukungan, perhatian, dan kepedulian dari teman-teman dan

pekerjaannya saja, namun keluarga tidak memberikannya. Sehingga menyebabkan

penerimaan istri terhadap dirinya sendiri pun menjadi rendah.

Apabila istri menghayati dirinya memiliki sejarah keberhasilan, yang dapat

meningkatkan status, serta posisinya di dalam masyarakat, maka competence yang

dimiliki istri di area keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan pekerjaan akan

(27)

memperoleh prestasi di masa kini. Apabila dahulu istri memiliki banyak sejarah

keberhasilan, maka meskipun mengalami kekerasan dalam rumah tangga, akan

mudah bagi istri untuk mampu bangkit dan mendapatkan prestasi kembali saat ini.

Misalnya saat masih sekolah istri mendaptkan banyak prestasi di dalam maupun

diluar pendidikan. Setelah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, istri

memutuskan untuk bekerja dan mendapatkan prestasi karyawan terbaik di

kantornya. Hal ini juga dapat meningkatkan keberhargaan istri bagi dirinya sendiri

maupun lingkungan.

Sebaliknya jika istri menghayati dirinya tidak atau kurang memiliki

sejarah keberhasilan, yang dapat meningkatkan status, serta posisinya di dalam

masyarakat, maka competence yang dimilikinya di area keluarga, teman sebaya,

diri pribadi, dan pekerjaan akan rendah. Sebelum mengalami kekerasan dalam

rumah tangga, istri menghayati dirinya hampir tidak memiliki sejarah

keberhasilan apapun, sehingga ia dinilai bodoh oleh lingkungannya. Setelah

mengalami kekerasan dalam rumah tangga, istri menilai dirinya bodoh dan tidak

berdaya, sehingga menyebabkan ia tidak berusaha untuk mendapatkan prestasi.

Hal ini juga dapat menurunkan keberhargaan istri bagi dirinya sendiri maupun

lingkungan. Apabila sejarah keberhasilan istri mempengaruhinya untuk

berprestasi di dua area saja, maka competencenya akan sedang. Misalnya istri

menghayati dirinya mampu memperoleh prestasi sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan bagi dirinya sendiri, dan mampu berprestasi di kantornya, namun

merasa kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan merasa tidak unggul

(28)

Istri yang menghayati dirinya mampu menjadikan nilai-nilai yang telah

diinternalisasikannya dari orang tua sebagai pegangan ketika beringkah laku akan

memiliki virtue yang tinggi. Istri mampu bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai

yang dimilikinya dan tidak bertentangan dengan moral, etika, dan agama di area

keluarga, teman sebaya, diri pribadi dan pekerjaan. Terkait dengan kekerasan

dalam rumah tangga yang dialaminya, istri tidak merasa dendam dengan suami

yang telah melakukan kekerasan terhadap dirinya, karena istri memiliki nilai

bahwa ia harus mampu memaafkan kesalahan orang lain.

Sebaliknya istri yang tidak mampu bertingkah laku sesuai dengan

nilai-nilai yang dimilikinya di area keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan pekerjaan,

maka akan memiliki virtue yang rendah. Misalnya istri sadar bahwa membunuh

suami merupakan perbuatan yang menyebabkan dosa besar, juga bertentangan

dengan nilai yang dimiliki dirinya. Namun karena sudah merasa tidak tahan

dengan kekerasan yang dialaminya, istri mengabaikan nilai-nilai tersebut. Istri

melakukan percobaan pembunuhan terhadap suaminya tersebut. Apabila istri

menghayati dirinya mampu bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang

dipegangnya dan sesuai dengan moral, etika, dan agama hanya di dua area saja,

maka virtue yang dimilikinya akan menajdi sedang. Misal istri mampu

menajalankan perintah agama di dalam keluarganya, dan juga tidak pernah

melanggar aturan di kanornya, namun ketika sedang bersama teman-temannya,

istri suka menjelek-jelekkan orang lain, serta memiliki keinginan untuk

(29)

Cara individu berespon terhadap situasi yang dapat menurunkan

self-esteem akan mempengaruhi power istri. Saat istri menghayati dirinya mampu

melawan rasa tidak berdaya dan tidak berharga yang diperolehnya saat mengalami

kekerasan dalam rumah tangga, untuk tetap dapat mengendalikan dirinya sendiri

dan mengatur orang lain di area keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan

pekerjaan, maka power yang dimilikinya akan tinggi. Misalnya rasa tidak berdaya

tidak menghalangi istri untuk dapat mengendalikan dirinya sendiri,

mengungkapkan pendapat dan mengambil keputusan di area keluarga, teman

sebaya, diri pribadi, dan pekerjaan, serta mampu mempertahankannya apabila ada

orang lain yang membantahnya.

Sebaliknya apabila istri menghayati dirinya tidak mampu melawan rasa

tidak berdaya dan tidak berharga yang diperolehnya saat mengalami kekerasan

dalam rumah tangga, untuk tetap dapat mengendalikan dirinya sendiri dan

mengatur orang lain di area keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan pekerjaan,

maka power yang dimilikinya akan rendah. Misalnya istri terus-menerus

menyesali keadaannya, sehingga membuat dirinya tidak berkuasa dan tidak

berdaya untuk mengendalikan dan mempengaruhi tingkah laku orang lain di area

keluarga, teman sebaya, diri pribadi, dan pekerjaan. Power dapat dikatakan

sedang, apabila istri mampu mempengaruhi dan mengendalikan orang lain hanya

di dia area saja, dan di dua area lainnya ia merasa tidak mampu. Misalnya istri

mampu mengatur dan mengendalikan tingkah laku anak-anaknya dan mampu

mengendalikan dirinya sendiri setelah mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

(30)

teman-temannya dan orang orang di lingkungan pekerjaannya, seperti mengungkapkan

pendapat da mempertahankannya.

Istri dapat mencapai tingkat self-esteem yang tinggi dengan hanya

terpenuhinya area-area tertentu dari keempat aspek diatas. Dengan kata lain, bila

pemenuhan salah satu aspek tinggi, sementara aspek lainnya rendah, tetap

memungkinkan istri memiliki self-esteem yang tinggi. Disisi lain, istri yang

mencapai keberhasilan dalam suatu aspek, tetap akan mengembangkan perasaan

tidak berharga jika dia gagal pada aspek yang dianggapnya penting. Berdasarkan

uraian diatas, maka dapat digambarkan dengan bagan kerangka pemikiran sebagai

(31)

Skema 1.1 Kerangka Pikir

Tinggi Istri yang Pernah

Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga di kota Bandung

Sedang Self-esteem

Rendah

Faktor yang mempengaruhi pembentukan Self-esteem :  Pengakuan, perhatian, dan

penerimaan yang diterima individu dari orang-orang yang signifikan dalam hidupnya

 Sejarah keberhasilan, status, serta posisi individu dalam masyarakat.

 Nilai-nilai dan aspirasi individu.

 Cara individu berespon terhadap situasi yang dapat menurunkan self-esteem. Aspek self-esteem :

Power Significance Virtue Competence

(32)

1.6 Asumsi

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi sebagai

berikut :

1. Istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di kota Bandung

pada usia 33-45 tahun memiliki self-esteem yang bervariasi terlihat melalui

power, significance, virtue, dan, competence.

2. Derajat self-esteem pada istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah

tangga di kota Bandung dipengaruhi oleh pengakuan, perhatian, dan

penerimaan yang diterima individu dari orang-orang yang signifikan dalam

hidupnya, sejarah keberhasilan, status, serta posisi individu dalam masyarakat,

nilai-nilai dan aspirasi individu, dan cara individu berespon terhadap situasi

yang dapat menurunkan self-esteem.

3. Self-esteem istri yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di

kota Bandung memiliki hasil yang berbeda-beda, yaitu tinggi, sedang dan

(33)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga yang dialami kedua subyek

penelitian dapat disimpulkan bahawa derajat self-esteem kedua subyek

tersebut berbeda, begitupun dengan derajat aspek-aspek self-esteemnya.

2. Perbedaan self-esteem tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi self-esteem, terutama sejarah keberhasilan, status, serta posisi

individu dalam masyarakat, nilai-nilai dan aspirasi individu, dan cara individu

berespon terhadap situasi yang dapat menurunkan self-esteem.

3. Persamaan antara kedua subyek penelitian terletak pada penghayatan kedua

subyek bahwa mereka mendapatkan pengakuan, perlakuan, dan penerimaan

yang diterima individu dari orang-orang yang signifikan dalam hidupnya,

sehingga menyebabkan significance keduanya menjadi tinggi.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, dan dengan menyadari adanya berbagai

keterbatasan dari hasil penelitian yang teah diperoleh, maka peneliti mengajukan

(34)

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai istri yang pada saat

mengalami kekerasan dalam rumah tangga sudah bekerja, sehingga

dapat dibandingkan self-esteemnya dengan istri yang pada saat

mengalami kekerasan dalam rumah tangga tidak bekerja.

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai self-esteem istri yang

pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan

memperbanyak jumlah sampel agar mendapatkan hasil yang lebih

representatif.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Saran bagi kedua subyek penelitian :

a. Ibu A

 Memberikkan informasi kepada ibu A untuk lebih berusaha

melawan rasa tidak berdayanya akibat kekerasan dalam rumah

tangga yang dialaminya, sehingga lebih percaya diri dalam

mengungkapkan keinginan dan pendapatnya, serta dalam

mengambil keputusan di dalam keluarga, teman-teman, dan

pekerjaan. Majikan ibu A yang sangat mempedulikannya dapat

membawanya ke Psikolog untuk mengatasi rasa tidak berdaya

akibat kekerasan yang dialami ibu A tersebut.

 Harus mengembangkan sikap kemandirian dan inisiatif yang

(35)

tangga, maupun pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga,

agar semua orang mampu menghormati dan menghargainya.

 Bukan hanya mendekatkan diri kepada Tuhan YME, akan tetapi

menjadikan keimanannya sebagai pegangan dalam bertingkah

laku agar tidak bertentangan dengan m oral, etika, dan agama.

b. Ibu B

 Memberikan masukan kepada ibu B untuk membuat skala

prioritas yang dapat membantunya dalam membagi waktu antara

pekerjaan rumah tangga dan kantor.

 Memberikan masukan kepada ibu B untuk lebih meningkatkan

rasa percaya dirinya saat berada diantara teman-temannya dalam

hal prestas, karena setiap orang memiliki potensi yang

berbeda-beda, sehingga dapat menambah prestasi yang dimilikinya saat

ini dan membuat ibu B lebih unggul dibandingkan dengan

teman-temannya.

2. Sebagai informasi bagi istri yang pernah mengalami kekerasan

dalam rumah tangga bahwa dengan bekerja dapat mengurangi

kekerasan dalam rumah tangga yang mereka alami, karena dapat

melepaskan mereka dari ketergantungan ekonomi terhadap suami.

Selain itu dengan self-esteem istri yang mengalami kekerasan dalam

rumah tangga dapat menilai rasa berharga diri merek sendiri,

sehingga dapat bangkit dari keterpurukan dan melanjutkan

(36)

3. Sebagai informasi bagi keluarga, teman-teman, dan orang-orang di

lingkungan pekerjaan istri yang pernah mengalami kekerasan dalam

rumah tangga untuk lebih memahami kondisi istri, sehingga mampu

memberikan dukungan, perhatian, kepedulian dan kasih sayangnya

kepada istri. Hal ini akan membuat istri merasa dirinya diakui dan

diterima keberadaannya, meskipun dirinya mengalami kekerasan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Adinda, Titiana. 2008. Kekerasan Itu Berulang Padaku. Jakarta: PT. Elex Media Computindo.

Alwasilah, A Chaedar. 2003. Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya

Coopersmith, Stanley. 1967. The Antecedents Of Self-Esteem. San Francisco: Freedman.

Lianawati, Ester. 2009. KDRT Persepektif Psikologi Feminis. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Soeroso, Moerti Hadiati. 2010. Kekerasan Dalam rumah Tangga. Jakarta : Sinar Grafika.

Sugiono, Dr.. 2002. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Ikatan Penerbit Indonesia.

Sulaeman, M. Mundar dan Siti Homzah. 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan. Bandung. PT. Refika Aditama.

(38)

DAFTAR RUJUKAN

El-Shinta. 2006. Tim Dokter dr. Soetomo Diperiksa Kepolisian. (Online). (http://www.elshinta.com/v2003a/readnews.htm?id=27413&i=5&qr=, diakses tanggal 11 Februari 2010).

Fanani, Estu. 2007. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Belum Menjawab Keadilan Bagi Korban KDRT. (Online).

(http://estufanani.wordpress.com/2007/07/11/undang-undang- penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-belum-menjawab-keadilan-bagi-korban-kdrt/, diakses tanggal 25 Januari 2010).

Kdrt. 2006. Buku “Kejahatan yang tak dihukum”. (Online). (http://freewebs.com/kejahatanygtakdihukum.htm, diakses tanggal 11 Februari 2010).

Perangin-angin, Yan. 2007. “Studi Deskriptif Mengenai Self-Esteem Pada Penyandang Tuna Rungu yang Mengikuti Paduan Suara “X” di Bandung”. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Surya. 2007. Memutus Rantai Ketakutan, Istri Bisa Salah tapi Kekerasan Bukan Solusi. (Online). (http://www.surya.co.id/v2/?m=200704&paged81, diakses tanggal 24 November 2010).

Susilowati S.Psi, Pudji. 2008. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Istri. (Online). (http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=475, diakses tanggal 11 Februari 2010).

Yarsi. 2009. Seminar Nasional "Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Suatu Kasus dengan Pendekatan Multidisiplin". (Online). (http://www.yarsi.ac.id/web-

Referensi

Dokumen terkait

 Melakukan perlombaan atletik lompat tinggi dengan meng- gunakan peraturan yang dimodifikasi untuk menumbuh- kan dan membina nilai-nilai kerjasama,

Keluarga , bahwa bukan hanya sekedar suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam bentuk rumah tangga atau keluarga

Hasil analisis data penelitian dengan tehnik statistik chi square pada taraf signifikan 5 % dan derajat kebebasan (d.k) 1 menunjukkan bahwa X 2 lebih besar dari X tabel

I) Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk mempelajari hal-hal bermakna baginya. 2) Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang baru jika dia memiliki

Dahulu kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui pengalaman lang- sung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir ( entrepreneurship are

China membidik Asia Selatan, Asia Tengah dan wilayah timur laut Asia, dengan menawarkan konsep kesejahteraan bersama di kawasan dengan pendekatan bilateral (Hwang dan

Gejala-gejala tersebut telah dipelajari sebelumnya oleh Newton sehingga menghasilkan Hukum II Newton, yang menyatakan bahwa jika resultan gaya yang bekerja pada suatu benda

Kesimpulan dari penelitian ini adalah deskripsi HOTS peserta didik setalah diterapkannya model PBL yaitu: (1) HOTS peserta didik berada di bawah rata-rata tingkat standar