18 2.1. Operan
2.1.1 Pengertian Operan
Operan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah handover, dalam istilah lain operan/timbang terima memiliki beberpa istilah yaitu handover, handoffs, shift report, signout, signover, cross coverage, overhand, report nursing, (Triwibowo, 2013; Nursalam, 2015; Putra, 2016). Handover merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien, Triwibowo (2013). Handover merupakan pengalihan tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan pasien, atau kelompok Pasien, kepada orang lain atau kelompok profesioanl secara sementara atau permanen (AMA, 2006) dalam Triwibowo, 2013).
Handover merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan menerima laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien. Handover harus dilakukan seefektif mungkin secara singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat, sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna (Triwibowo, 2013).
Operan pasien merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima suatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Pada saat operan atau timbang terima anatarperawat, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan yang sudah dan yang belum dilaksanakan, serta respons yang terjadi pada pasien. Perawat melakukan operan atau timbang
terima bersama dengan perawat lainnya dengan cara berkeliling ke setiap pasien dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat di dekat pasien. Cara ini akan lebih efektif daripada harus nmengahbiskan waktu orang lain sekedar untuk membaca dokumentasi yang telah kita buat, selain itu juga akan membantu perawat dalam menerima operan atau timbnag terima secara nyata (Nursalam2015). Handover adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan oleh perawat pada pergantian shift (Putra, 2016).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa operan adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien secara akurat lengkap dan jelas oleh perawat secara langsung pada pergantian shift yang dilakukan tidak hanya di nurse station tetapi dengan berkeliling ke setiap pasien tanpa membedakan kebutuhan pasien.
2.1.2 Tujuan Operan
Operan memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan pasien dan keefektifan dalam bekerja (Putra,2016). Sedangkan menurut Nursalam (2015) Secara umum tujuan timbang terima yaitu mengkomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan informasi yang penting.
Sedangkan tujuan khusus timbang terima yaitu:
2.1.2.1 Menyampaikan kondisi dan data keadaan pasien (data fokus).
2.1.2.2 Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada pasien.
2.1.2.3 Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindaklanjuti oleh perawat dinas berikutnya.
2.1.2.4 Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Menurut Australian Healthcare dan Hospitals As-sociation atau AHHA (2009) Tujuan Nasional Clinical Intiative Handover adalah untuk mengidentifikasi, mengembangkan dan meningkatkan serah terima klinis dalam berbagai pengaturan kesehatan.
2.1.3 Manfaat Operan
Manfaat operan bagi perawat yaitu: Meningkatkan kemampuan komunikasi antarperawat, Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antarperawat, Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien dilaksanakan secara berkesinambungan, Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna. Sedangkan manfaat bagi pasien yaitu pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap (Nursalam, 2015)
Manfaat lain operan yaitu:
2.1.3.1 Kunci dari operan (handove) yaitu kualitas asuhan keperawatan selanjutnya. Misalnya penyediaan informasi yang tidak akurat atau adanya kesalahan yang dapat membahayakan kondisi pasien.
2.1.3.2 Selain mentransfer informasi pasien, operan (handover) juga merupakan sebuah ritual atau kebiasaan yang dilakukan oleh perawat. handover mengandung unsur-unsur kebudayaan, tradisi, dan kebiasaan. Selain itu handover juga sebagai dukungan terhadap teman sejawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan selanjutnya.
2.1.3.3 Operan (Handover) juga memberikan manfaat katarsis, karena perawat yang mengalami kelelahan emosional akibat asuhan keperawatan yang dilakukan bisa diberikan kepada perawat berikutnya pada pergantian shift dan tidak dibawa pulang.
Dengan kata lain, proses handover dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada perawat.
2.1.3.4 Operan (Handover) memiliki dampak yang positif bagi perawat, yaitu memberikan motivasi, menggunakan pengalaman dan informasi untuk membantu perencanaan pada tahap asuhan keperawatan selanjutnya (pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan), meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat, menjalin suatu hubungan kerjasama dan bertanggungjawab antar perawat, dan perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara komprehensif.
2.1.3.5 Selain itu, operan (handover) memiliki manfaat bagi pasien diantaranya, pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, dan dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum terungkap. Bagi rumah sakit, handover dapat meningkatkan pelayanan keperawatan kepada pasien secara komprehensif (Australian Healthcare dan Hospitals As- sociation atau AHHA, 2009).
2.1.4 Fungsi Operan
Sekecil apapun kegiatan yang akan dilakukan pasti memiliki tujuan dan fungsi maupun kegunaan, begitu juga operan/timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama yaitu:
2.1.4.1 Sebagai forum untuk bertukar pendapat dan mengekspersikan perasaan perawat
2.1.4.2 Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan tindakan keperawatan (Putra, 2016).
2.1.5 Langkah-Langkah Dalam Operan
Melaksanakan suatu kegiatan tentunya memiliki beberapa langkah yang harus dilewati agar kegiatan yang dilakukan bisa terlaksana secara sistematis, adapun langkah dalam pelaksanaan operan/ timbang terima (handover) menurut (Nursalam, 2011) yaitu:
2.1.5.1 Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2.1.5.2 Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-hal apa yang akan disampaiakan
2.1.5.3 Perawat primer menyampaikan kepada penanggungjawab shift yang selanjutnya meliputi:
a. Kondisi atau keadaan pasien secara umum b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
d. Penyampaian operan harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru
e. Perawat primer dan anggota kedua shift bersama secara langsung melihat keadaan pasien.
2.1.6 Prosedur Operan
Kegiatan operan (handover) yang dilaksanakan dengan baik dan benar tentunya memerlukan sebuah prosedur yang jelas agar tercapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan rencana, dengan adanya prosedur yang jelas sehingga tidak menyalahi aturan yang sudah ada dalam pelaksanaannya, adapun prosedur operan/timbang terima (handover) menurut (Nursalam, 2002 dalam Putra, 2016) yaitu:
2.1.6.1 Kedua kelompok dalam keadaan siap.
2.1.6.2 Kelompok yang bertugas menyiapkan buku catatan.
2.1.6.3 Dalam penerapannya dilakukan timbang terima kepada masing-masing penanggungjawab:
a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan
b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada perawat yang berikutnya.
d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah:
1) Identitas klien dan diagnosa medis
2) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
4) Intervensi kolaborasi dan dependen
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin.
6) Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi atau tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas penyampaian pada saat timbang terima secara singkat dan jelas.
7) Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap dan rinci. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat.
Tabel 2.1 Prosedur Operan (Nursalam, 2015)
TAHAP KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKSANA
Persiapan 1. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian sif/operan.
2. Prinsip timbang terima, semua pasien baru masuk dan pasien yang dilakukan timbang terima khususnya pasien yang memeliki permasalahan yang belum/dapat teratasi serta yang membutuhkan observasi lanjut.
3. PA/PP menyampaiakan timbang terima kepada PP (yang menerima pendelegasian) berikutnya, hal yang perlu disampaikan dalam timbang terima:
3.1 Aspek umum yang meliputi:
M1 s/d M5 3.2 Jumlah pasien
3.3 Identitas pasien dan diagnosa medis
3.4 Data (keluhan/subjektif dan objektif)
3.5 Masalah keperawatan yang masih muncul
3.6 Intervensi keperawatan yang
sudah dan belum
dilaksanakan (secara umum) 3.7 Intervensi kolaboratif dan
dependen
3.8 Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang, dan program lainnya).
....Menit Nurse Station
PP,PA
Pelaksanaan Nurse Station
1. Kedua kelompok dinas sudah siap (sif jaga)
2. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan 3. Kepala Ruang membuka acara
timbang terima
4. Penyampaian yang jelas, singkat dan padat oleh perawat jaga (NIC)
5. Perawat jaga sif selanjutnya dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas.
...Men it
Nurse Station
PP,PA
Di bed pasien
6. Kepala ruang menyampaiakn salam dan PP menanyakan kebutuhan dasar pasien
7. Perawat jaga selanjutnya mengkaji secara penuh terhadap masalah keperawatan, kebutuhan dan tindakan yang telah/belum dilaksanakan, serta hal-hal penting lainnya selama masa perawatan
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang matang sebaiknya dicatat secara khsus untuk kemudian diserahterimakan kepada petugas berikutnya.
Ruang/
Bed Pasien
Post- timbang terima
1. Diskusi
2. Pelaporan timbang terima dituliskan secara langsung pada format timbang terima yang ditanda tangani oleh PP yang jaga saat itu dan PP yang jaga berikutnya diketahui oleh kepala ruang
3. Ditutup oleh kepala ruang.
...Men it
Nurse Station
Karu, PP, PA
Tabel 2.2 Standar Prosedur Operasional Timbang Terima Asuhan Keperawatan (RSUD Ulin Banjarmasin)
RSUD ULIN Jl. A. Yani 43 Telp. 32574472/ 3252180
Fax. 3252229 Banjarmasin
TIMBANG TERIMA ASUHAN KEPERAWATAN PERAWAT RUANGAN
No Dokumen 065/ 032. Y –YW/RSUDU
No Revisi Halaman 1/2
Standar Prosedur Operasional
Tanggal Terbit Januari 2015
Ditetapkan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Banjarmasin
dr. Hj. Suciati, M.Kes Pembina Utama Madya NIP. 19600721 198802 2 001 Tanggal Revisi
Pengertian Merupakan tata cara pelaksanaan penyerahan tugas perawat jaga diruangan sewaktu pergantian Shif.
Tujuan Agar pelaksanaan timbang terima asuhan keperawatan perawat ruangan dapat terlaksana dengan baik dan berkesinambungan.
Kebijakan Serah terima jaga/shif perawat ruang rawat inap yang berdinas pagi, sore dan malam hari dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan diberlakukan.
Prosedur A. Serah terima perawat shift pagi
1. Supervisor askep, ketua tim, dan perawat pelaksana dinas pagi datang jam 07.45 WITA untuk serah terima klien dengan perawat jaga malam.
2. Supervisor, ketua tim dan perawat pelaksana jaga shif pagi beserta perawat jaga shif malam bersama-sama ke kamar klien melihat keadaan klien setiap kamar.
3. Perawat jaga shif malam melaporkan keadaan setiap klien selama dilakukan perawatan pada malam hari disertai dengan dokumentasi askep.
4. Semua perawat yang yang melakukan serah terima shif jaga menandatangi format serah terima shif/ jaga perawat.
5. Format timbnag terima jaga perawat ditanda tangani oleh supervisor ruangan.
6. Supervisor, ketua tim dan perawat pelaksana jaga shif pagi berkoordinasi untuk pelaksanaan tugas lainnya.
B. Serah terima perawat shift siang
1. Perawat jaga shif siang datang jam 13.45 WITA 2. Perawat jaga shif pagi dan perawat jaga shif sore
bersama-sama ke kamar klien melihat keadaan klien.
3. Perawat jaga shif pagi melaporkan keadaan setiap klien kepada perawat jaga shif sore.
4. Semua perawat yang melakukan timbang terima shif/
jaga menandatangani buku serah terima shif/ jaga perawat.
C. Serah terima perawat shift malam
1. Perawat jaga shif malam datang jam 20.45 WITA.
2. Perawat Jaga shif siang dan perawat jaga malam bersama-sama ke kamar klien melihat keadaan klien.
3. Perawat jaga shif sore menginformasikan keadaan setiap klien kepada perawat jaga shif malam.
4. semua perawat yang melakukan serah terima shif/
jaga menandatangani buku serah terima shif/ jaga perawat.
Unit Terkait 1. Instalasi Rawat Inap 2. Bidang Keperawatan 3. Komite Keperawatan
Gambar 2.1: Standard Operating Protocol for Bedside Handover (Sumber: Chaboyer et all, 2008)
1. Persiapan
Alokasi pasien
Perbarui lembar serah terima
Menginformasikan pasien
Meminta pengunjung selain keluarga untuk pergi
2. Pendahuluan
Staf keluar menyapa pasien
Staf keluar memperkenalkan staf yang datang ke pasien
3. Pertukaran informasi
Kondisi klinis
Tes dan prosedur
Bantuan ADL
Perencanaan pulang
Pertanyaan dari staf yang datang
4. Keterlibatan Pasien
Tanyakan kepada pasien apakah mereka memiliki pertanyaan atau komentar
Undang pasien untuk mengkonfirmasi atau mengklarifikasi informasi
5. Safety Scan
Bel panggilan dalam jangkauan
Peralatan berfungsi
Akses ke alat bantu mobilitas
Lembar ceklis
Bagan pengobatan ditinjau
Tinjauan bagan di samping tempat tidur
Pasien Selanjutnya
Tempat tidur
Pasien merasa nyaman untuk melanjutkan serah terima
Keluarga hadir dengan persetujuan pasien
Privasi diamankan
Kerahasiaan
Informasi sensitif dibagi di lokasi pribadi
Informasi sensitif dapat dicatat pada lembar serah terima
Mengadakan Peserta
Pemimpin tim keluar
Staf masuk
Pasien dan keluarga
Shift co-ordinator
Akronim untuk Mengajak Berbagi Informasi
Kondisi pasien berubah
Perubahan dalam manajemen pasien
Staf yang tidak terbiasa dengan pasien
Pertanyaan Akhir
2.1.7 Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Operan
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan sebuah tindakan keperawatan, dalam hal ini salah satunya adalah operan, agar operan dapat berjalan dengan baik alangkah baiknya perlu diperhatikan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam operan/timbang terima, hal-hal tersebut yaitu:
2.1.7.1 Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian sif.
Operan dilaksanakan tepat pada waktu pergantian sif, yang berarti bahwa operan yang dilaksanakan perawat di ruang rawat harus sesuai dengan jam yang telah ditentukan dan operan dapat dilaksanakan tepat waktu sehingga tidak mengganggu jam pulang perawat yang berdinas di shift sebelumnya serta operan yang diserahkanpun terkesan tidak terburu-buru dan mengurangi kesalahan dalam operan.
2.1.7.2 Dipimpin oleh kepala ruang atau penanggung jawab pasien (PP).
Pelaksanakan operan yang dilaksanakan pada shift pagi dipimpin oleh kepala ruang sedangkan untuk yang berdinas siang dan malam operan dipimpin oleh perawat penanggung jawab, dengan hal demikian perawat yang berdinas berperan sesuai tugas dan tanggung jawabnya sehingga tidak tumpang tindih pembagian tugas dalam pelaksanaan operan.
2.1.7.3 Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas.
Operan yang dilaksanakn dihadiri oleh semua perawat yang telah dan yang akan berdinas sehingga operan yang dilakukan dapat berlangsung dengan baik karena dihadiri oleh semuaa perawat dikedua belah pihak, dan perawat yang jaga di shift selanjutnya juga dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah dioperkan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang jelas. Oleh karena itu perawat yang berdinas shift selanjutnya datang lebih
awal sesuai waktu yang ditetapkan, dan perawat yang dinas shift sebelumnyapun dilarang pulang lebih awal sebelum operan selesai dilakukan secara bersama.
2.1.7.4 Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
2.1.7.5 Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan pasien.
Operan yang dilakukan harus berorientasi pada permasalahan pasien sehingga perawat yang jaga pada shift selanjutnya akan mengetahui hal apa saja yang harus diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan, dan operan yang dilakukan tidak memakan banyak waktu serta operan dapat berjalan dengan baik, singkat dan efektif.
2.1.7.6 Pada saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi pasien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung di dekat pasien.
2.1.7.7 Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan shock sebaiknya dibicarakan di nurse station (Nursalam, 2015).
2.1.8 Alur Operan
Menurut Nursalam (2015) alur timbang terima meliputi Situantion (Kondisi terkini yang terjadi pada pasien), sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk dan hari perawatan, serta dokter yang merawat dan sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang belum atau sudah teratasi/keluhan. Kemudian selanjutnya Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini) dengan menjelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari setiap diagnosis keperawatan dan menyebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif dan obat-obatan termasuk
cairan infus yang digunakan. Serta mejelaskan tentang penyakit yang diderita kepada pasien dan keluarga terhadap diagnosis medis.
Selanjutnya Assesment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini) menjelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda vital, skor nyeri, tingkat kesadaran, braden, restrain, risiko jatuh, pivas score, status nutrisi, kemampuan eliminasi dan lain-lain serta menjelaskan informasi klinik lain yang mendukung dan selanjutnya Recomendation yaitu merekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu dilanjutkan (refer to nursing care plan) termasuk discharge planning dan edukasi pasien dan keluarga.
Berikut digambarkan dalam gambar alur timbang terima pada gambar 2.2.
Gambar 2.2: Alur Timbang Terima ( Sumber: Nursalam 2015)
SITUATION
Data Demografi Diagnosis Medis Diagnosa Keperawatan (Data)
BACKGROUND
Riwayat Keperawatan
Assessment
KU; TTV; GCS; Skala Nyeri;
Skala Risiko Jatuh; dan ROS (point yang penting)
Rekomendation 1. Tindakan yang sudah 2. Dilanjutkan
3. Stop 4. Modifikasi 5. Startegi Baru
2.1.9 Format Operan dengan SBAR
Handover memiliki beberapa panduan dalam hal penyampaian pelaporan pada saat pergantian shift, salah satu yang dijabarkan disini adalah yang sudah direkomendasikan WHO pada tahun 2007 adalah timbang terima dengan metode SBAR, SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian atau tindakan segera.
S: Situantion (Kondisi terkini yang terjadi pada pasien) meliputi:
Sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk dan hari perawatan, serta dokter yang merawat.
Sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang belum atau sudah teratasi/keluhan
B: Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini) meliputi:
Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari setiap diagnosis keperawatan.
Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif dan obat-obatan termasuk cairan infus yang digunakan.
Jelaskan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis medis.
A: Assesment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini) meliputi:
Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda vital, skor nyeri, tingkat kesadaran, braden, restrain, risiko jatuh, pivas score, status nutrisi, kemampuan eliminasi dan lain-lain.
Jelaskan informasi klinik lain yang mendukung R: Recomendation meliputi:
Rekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu dilanjutkan (refer to nursing care plan) termasuk discharge planning dan edukasi pasien dan keluarga, Nursalam (2015).
2.1.10 Faktor yang Mempengaruhi Operan
Menurut Huges (2008) dalam Kamil (2011) mengemukakan hasil kajian literatur berbasis bukti proses operan/serah terima pasien dipengaruhi oleh faktor individu, kelompok dan organisasi. Berikut akan dijelaskan faktor yang mempengaruhi tersebut yaitu:
2.1.10.1 Faktor eksternal dan internal individu atau kelompok. Faktor eksternal dan internal individu atau kelompok tersebut mencakup:
a. Komunikasi
Bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara serah terima pasien. Dialek yang berbeda aksen, dan nuansa dapat disalahpahami atau disalahtafsirkan oleh perawat menerima laporan. Singkatan dan akronim yang unik untuk pengaturan pelayanan keperawatan tertentu mungkin membingungkan bagi seorang perawat yang bekerja dilingkungan yang berbeda atau khusus.
b. Gangguan
Faktor-faktor situasional selama serah terima pasien yang dapat berkontribusi sebagai gangguan.
c. Interupsi
Interupsi dilaporkan sering terjadi dalam pengaturan perawatan kesehatan.
d. Kebisingan
Latar belakang suara, seperti ; pager, telepon, handphone, suara peralatan, alarm dan berbicara, berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan untuk mendengar laporan dan dapat mengakibatkan tafsiran informasi yang tidak tepat.
e. Kelelahan
Peningkatan kesalahan dapat terjadi oleh perawat yang bekerja pada shift yang berkepanjangan.
f. Memori
Memori jangka pendek dan daya penyimpanan yang terbatas dapat terjadi ketika sejumlah besar informasi yang dikomunikasikan selama serah terima pasien.
g. Pengetahuan atau pengalaman
Perawat pemula dan perawat ahli memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, perawat pemula mungkin menghadapi masalah dengan serah terima pasien dan perawat pemula mungkin memerlukan informasi tambahan yang lebih selama serah terima pasien.
h. Komunikasi tertulis
Mencoba untuk menafsirkan catatan yang tidak terbaca, mungkin akan membuat kesalahan dalam komunikasi.
i. Variasi dalam proses.
Mungkin ada varians yang luas dalam melakukan cara serah terima pasien yang dapat menyebabkan kelalaian dari informasi penting dan berkontribusi untuk kesalahan dalam tindakan dan obat-obatan.
2.1.10.2 Faktor organisasi
Faktor organisasi meliputi:
a. Budaya organisasi
Budaya organisasi yang tidak memiliki cukup perhatian pada keselamatan pasien, staf mungkin enggan untuk melaporkan masalah atau mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan bila ada hal yang belum jelas saat serah terima pasien.
b. Hirarki
Masalah struktur hirarkis dapat menghambat komunikasi terbuka. Perawat mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan untuk mengkalrifikasi informasi atau mungkin merasa terintimidasi.
c. Sistem dukungan
Kurangnya waktu untuk mengakses informasi dan laporan lengkap akan mengurangi waktu untuk mengajukan pertanyaan dan jawaban pada saat serah terima pasien.
d. Infrastruktur
Mungkin ada infrastruktur yang tidak memadai untuk kegiatan serah terima pasien yang efektif.
e. Pengiriman pasien (dalam organisasi perawatan kesehatan)
Peningkatan jumlah pengiriman pasien akan meningkatkan kebutuhan untuk serah terima pasien yang mungkin akan berdampak pada keselamatan pasien.
f. Keterbatasan ruang untuk serah terima pasien
Lingkungan mungkin tidak kondusif untuk melakukan serah terima pasien.
g. Keterbatasan teknologi dan penggunaan catatan dan laporan Manual/ kesulitan mengakses informasi penting.
h. Budaya organisasi yang berbeda
Masing-masing organisasi mungkin memiliki tujuan, fokus dan sumber daya yang berbeda.
i. Intra atau ekstra sistem pengiriman pasien
Pengiriman pasien ke fasilitas dalam suatu system pelayanan kesehatan dapat menciptakan masalah lebih sedikit daripada pengiriman pasien ke penyedia pelayanan/system perawatan kesehatan yang lain, kemungkinan terdapat pengggunaan bentuk pengaturan dan teknologi berbeda.
j. Keterbatasan tenaga
Kekurangan tenaga dapat berkontribusi untuk kesenjangan dalam penyampaian informasi saat serah terima pasien.
k. Kegagalan peralatan
Sejumlah perangkat yang digunakan dalam sebuah pasien dapat saja gagal berfungsi. Informasi penting tidak dapat disampaiakan jika terjadi kegagalan pada perangkat elektronik.
l. Garis tanggungjawab
Saat situasi serah terima pasien, mungkin ada staf yang tidak jelas tanggungjawabnya kepada pasien atau situasi yang sedang berlangsung.
m. Batasan waktu yang ketat
Kendala waktu selama serah terima pasien dapat menyebabkan pembuatan laporan yang terburu-buru dan tidak lengkap.
n. Situasi darurat atau kegiatan kritis
Serah terima pasien dalam situasi kritis menimbulkan sejumlah masalah.
o. Kode status
Kode status tidak tercantum dalam laporan serah terima pasien dan tidak didokumentasikan dalam catatan medis, sehingga informasi tidak dapat diakses.
p. Pasien kritis atau labil
Perawat yang akan menyelesaikan dan yang akan melaksanakan shif, mungkin dapat memandang situasi pasien secara berbeda, dan situasi pasien dapat terus berubah selama transisi pergantian shift.
q. Variabel sumber daya setelah selesai shift
Pengiriman atau serah terima pasien setelah jam kerja/shift sering terjadi ketika sumber daya kurang tersedia, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan kehilangan informasi.
Hasil penelitian Rose & Newman (2016) bahwa Faktor yang Mempengaruhi Keselamatan Pasien Selama Serah Terima Pascaoperasi yaitu faktor intrapersonal termasuk gaya komunikasi individu, faktor interpersonal berhubungan dengan anestesi dan kepada dinamika tim penyelenggara PACU, Faktor lingkungan organisasi menggambarkan lingkungan PACU yang dinamis, dan faktor tingkat kebijakan organisasi termasuk menekankan budaya keselamatan pasien.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Siemsen et all (2012) tentang faktor yang mempengaruhi keamanan handover pasien, dengan sebuah studi wawancara ditemukan delapan faktor sentral yang berdampak pada keselamatan pasien dalam situasi serah terima yaitu komunikasi, informasi, organisasi, infrastruktur, profesionalisme, tanggung jawab, kesadaran tim, dan budaya.
Kesimpulannya delapan faktor yang diidentifikasi menunjukkan bahwa handover adalah situasi yang kompleks. Organisasi tersebut tidak melihat penyerahan pasien sebagai titik pengaman kritis di rumah sakit, mengungkapkan bahwa budaya keselamatan sehubungan dengan penyerahan tidak matang. Pekerjaan dilakukan di silo dan banyak penghalang penyerahan terlihat terkait dengan fakta bahwa hanya sedikit yang memiliki gambaran lengkap tentang jalur lengkap pasien.
2.2 Konsep Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Secara biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sedangkan yang disbeut perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap). Perilaku aktif dapat dilihat (overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah nampak seperti pengetahuan, persepsi atau motivasi (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua pengalaman atau kegiatan maupun aktivitas manusia dan lingkungannya terhadap stimulus dari dalam maupun dari luar dirinya baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari luar dirinya oleh orang lain secara langsung. Sedangkan untuk perilaku perawat dalam pelaksanaan operan adalah kegiatan atau aktivitas perawat dalam melakukan operan baik yang dilakukan sendiri atau bersama dengan tim perawat lain dalam pergantian shif.
2.2.2 Bentuk Perilaku
Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultant antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain sesuai dengan tujuan pendidikan.
ketiga domain perilaku tersebut yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor) (Notoatmodjo, 2012).
Benyamin Bloom membagi perilaku manusia menjadi 3 domain yaitu pengetahuan, sikap dan praktik.
2.2.2.1 Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012).
2.2.2.2 Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat terlihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2012).
Seperti halnya dengan pengetahuan sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikaptingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2012)
2.2.2.3 Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas, (Notoatmodjo, 2012).
Selain faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support)dari pihak lain, adapun tingkatan faktor dukungan praktik ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
a. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama.
b. Respon Terpimpin (Guided respons)
Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator tindakan tingkat dua.
c. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat tiga.
d. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Purwoastuti & Walyani. 2015).
2.2.3 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yang sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri yang disebut faktor intern (dalam) dan sebagian terletak di luar dirinya, yang disebut dengan ekstern (luar).
2.2.3.1 Faktor intern (dalam) termasuk : a. Keturunan
Perilaku atau kegiatan manusia dalam masyarakatnya merupakan warisan struktur biologis dari orang tuanya atau yang menurunkannya. Dapat dsimpulkan bahwa seseorang
berperilaku tertentu, karena memang sudah demikianlah warisan yang diturunkan oleh orang tuanya atau yang menurunkannya.
b. Motif, dimana seseorang berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif tertentu. Dorongan ini timbul karena dilandasi oleh adanya kebutuhan, yang oleh Maslow dikelompokkan sebagai berikut:
1) Kebutuhan biologis, kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar atau kebutuhan fisiologis (kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan perumahan, kebutuhan akan pakaian, kebutuhan akan sex).
2) Kebutuhan sosial, yang meliputi akan perlindungan, kebutuhan untuk bergaul dengan orang lain, kebutuhan akan kasih sayang/cinta kasih, kebutuhan untuk diakui kelompoknya.
3) Kebutuhan rohani yang meliputi kebutuhan agama, kebutuhan pendidikan, kebutuhan akan prestise/gengsi dan sebagainya.
2.2.3.2 Faktor ekstern (luar) yaitu faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan yang mempengaruhi individu sehingga di dalam diri individu timbul dorongan untuk berbuat sesuatu misalnya pengaruh dari lingkungan sendiri (Notoatmodjo, 2010).
2.2.4 Faktor Pembentuk atau Penentu Perilaku
Faktor yang membentuk perilaku sesorang menurut Lawrence Green (1980) dalam Purwoastuti & Walyani (2015) mengemukakan bahwa faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh 3 faktor antara lain:
2.2.4.1 Faktor predisposisi (predisposing factors), mencakup:
pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan, sosial ekonomi, dan sebagainya.
2.2.4.2 Faktor pendukung (enabling factors), mencakup: lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya RS, poliklinik, puskesmas, RS, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
2.2.4.3 Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup: sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain (sikap dan perilaku petugas lain tersebut merupakan panutan bagi petugas kesehatan lain atau sebagai role model), kebijakan/peraturan/UU dan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Teori lain yang mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya adalah menurut Snehandu B. Kar, Kar mencoba menganalisis perilaku dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari: niat seseorang untuk bertindak (behaviour intention), dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi (accessebility of information), otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat, ada atau tidaknya informasi, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau berperilaku tidak bertindak (Notoatmodjo, 2012).
Pelaksanaan operan yang dilakukan perawat pada saat pergantian shift dinas merupakan sebuah perilaku perawat itu sendiri, sehingga perilaku perawat itu sendiri dalam pelaksanaan operan dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor pendukung (enabling factors).
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motiv atau motivasi berasal dari kata latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.
Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Banyak batasan pengertian tentang motivasi antara lain:
Menurut Terry G (1986) motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku. Pengertian lain menurut Stooner (1992) mendifinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang. Sedangkan dalam konteks pengembangan organisasi, Flippo (1984) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu arahan pegawai dalam suatu organisasi agar mau bekerjasama dalam mencapai keinginan para pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan organisasi. Dalam konteks yang sama Duncan (1981) mengemukakan bahwa motivasi adalah setiap usaha yang didasarkan untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam meningkatkan tujuan organisasi semaksimal mungkin. Berbeda dengan Hasibuan (1995) yang merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan yang akhirnya seseorang bertindak atau berperilaku. Ia menambahkan bahwa setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai (Notoatmodjo, 2010).
Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan (wants) terhadap objek di luar seesorang tersebut,
kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan situasi di luar objek tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seesorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo, 2010).
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh karena itu motivasi kerja dalam psikologi kerja biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seesorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya (Purwoastuti & Walyani, 2015).
Berdasarkan berbagai batasan dan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu keinginan, dorongan, kekuatan, penggerak kemauan yang terdapat dalam diri seseorang individu yang menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang yang sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi.
2.3.2 Teori Motivasi
Banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu merumuskan tentang konsep atau teori tentang motivasi yang dapat memberikan penjelasan mengenai motivasi, mulai dari teori motivasi hirarki kebutuhan dari maslow, teori X dan Y oleh Mc Gregor, teori motivasi & Hygiene oleh Herzberg, teori Existence, relatedness, dan Growth (ERG) dari Al defer, teori kebutuhan dari Mc Clelland yang kesemuanya bertitik tolak dari kebutuhan individu.
2.3.2.1 Motivasi menurut Mc. Gregar
Berdasarkan penelitiannya, Mc. Gregar menyimpulkan teori motivasi itu dalam teori X dan Y. Teori ini didasarkan pada
pandangan konvensional atau klasik (teori X) dan pandangan baru atau modern (teori Y). Teori X yang bertolak dari pandangan klasik ini bertolak dari anggapan bahwa pada umumnya manusia itu tidak senang bekerja, pada umumnya manusia cenderung sedikit mungkin melakukan aktivitas atau bekerja, pada umumnya manusia kurang berambisi, pada umumnya manusia kurang senang apabila diberi tanggungjawab melainkan suka diatur dan diarahkan, pada umumnya manusia bersifat egosi dan kurang acuh terhadap organisasi oleh sebab itu dalam melakukan pekerjaan harus diawasi dengan ketat dan harus dipaksa untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Teori Y bertumpu pada pandangan atau pendekatan baru ini beranggapan bahwa: pada dasarnya manusia itu tidak pasif tetapi aktif, pada dasarnya manusia itu tidak malas kerja tetapi suka bekerja, pada dasarnya manusia dapat berprestasi dalam menjalankan pekerjaannya, pada umumnya manusia selalu berusaha mencapai sasaran atau tujuan organisasi dan pada umumnya manusia itu selalu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan atau sasaran.
Berdasarkan teori Mc Greger ini para pimpinan atau manajer atau pimpinan organisasi, lembaga atau institusi mempunyai keyakinan bahwa mereka dapat mengarahkan para anggotanya atau bawahannya untuk mencapai produktifitas atau tujuan-tujuan organisasi mereka.
2.3.2.2 Motivasi menurut Frederik Herzberg
Herzberg adalah seorang ahli psikologi dari universitas Cleveland, Amerika Serikat. Pada tahun 1950 telah
mengembangkan teori motivasi dua faktor (Herzberg’s Two Factors Motivation). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi seesorang dalam kegiatan, tugas atau pekerjaan yakni:
a. Faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasioanl. Faktor penyebab kepuasan ini menyangkut kebutuhan psikologis seesorang, yang meliputi serangkaian kondisi intrinsik. Apabila kepuasan dicapai dalam kegiatannya atau pekerjaan, maka akan menggerakan tingkat motivasi yang kuat bagi seseorang untuk bertindak atau bekerja, dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional ini mencakup antara lain: prestasi (achievement), penghargaan (recognation), tanggungjawab (responsibility), kesempatan untuk maju (posibility of growth) dan pekerjaan itu sendiri (work).
b. Faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene. Faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factor yang merupakan hakikatmanusia yang ingin memperoleh kesehatan badaniah. Hilangnya faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan bekerja (dissatisfaction). Faktor higienes yang menimbulkan ketidakpuasan melakukan kegiatan, tugas atau pekerjaan ini antara lain: kondisi kerja fisik (physical environment), hubungan interpersonal (interpersonal relationship), kebijakan dan administrasi perusahaan (company and adminstration policy), pengawasan (supervisison), gaji (salary) dan keamanan kerja (job security).
Faktor yang dapat meningkatkan atau memotivasi seseorang dalam meningkatkan kinerjanya adalah kelompok faktor motivasional (satisfiers) sedangkan perbaikan gaji, kondisi kerja, kebijakan organisasi dan administrasi tidak akan menimbulkan kepuasan, melainkan menimbulkan ketidakpuasan. Sedangkan faktor yang menimbulkan kepuasan adalah hasil kegiatan atau hasil kerja itu sendiri. Perbaikan faktor higiene kurang dapat mempengaruhi terhadap sikap melakukan kegiatan atau kerja yang positif (Notoatmodjo, 2010).
2.3.2.3 Teori Hierarki Kebutuhan
Maslow menyebutkan bahwa faktor pendorong yang menyebabkan seseorang bekerja adalah motivasi, triwibowo (2013). Teori motivasi terbaik yang diketahui adalah teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow, Maslow membuat hipotesis bahwa di dalam setiap manusia terdapat hierarki lima kebutuhan yaitu:
a. Fisiologis meliputi kelaparan, kehausan, tempat perlindungan, seks dan kebutuhan fisik lainnya.
b. Rasa aman meliputi keamanan dan perlindungan dari bahaya fisik dan emosional.
c. Sosial meliputi kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan dan persahabatan.
d. Penghargaan, faktor internal misalnya rasa harga diri, kemandirian, dan pencapaian, serta faktor eksternal misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
e. Aktualisasi diri. Dorongan yang mampu membentuk seseorang untuk menjadi apa; meliputi pertumbuhan, mencapai potensi kita dan pemenuhan diri.
Meskipun tidak ada kebutuhan yang terpuaskan sepenuhnya, kebutuhan yang pada dasarnya telah terpenuhi tidak lagi memotivasi, dengan begitu, sebagaimana setiap kebutuhan pada dasarnya telah terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya menjadi dominan. Dengan demikian apabila ingin memotivasi seseorang menurut Maslow perlu memahami level hierarki kebutuhan yang mana orang tersebut berada saat ini dan pusatkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan di level tersebut maupun di atasnya (Robbins, 2015).
2.3.2.4 Motivasi menurut Mc. Clelland
Mc. Clelland menyatakan bahwa pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam apabila disadari bahwa setiap orang mempunyai tiga jenis kebutuhan yaitu:
kebutuhan akan berprestasi/usaha, kebutuhan akan kekuasaan/kekuatan dan kebutuhan akan berafiliasi/berhubungan. Kebutuhan akan berprestasi merupakan motif yang secara kontras dapat dibedakan dengan kebutuhan lainnya. Kebutuhan akan berhubungan/berafiliasi hampir sama dengan kebutuhan akan rasa disertakan, cinta, aktivitas sosial yang dikemukakan oleh Maslow. Kebutuhan akan kekuasaan merupakan dorongan yang muncul dalam diri seesorang untuk duduk pada posisi paling dominan atau pengatur di dalam kelompok (Triwibowo, 2013).
2.3.2.5 Teori Existence, Relatedness, dan Growth (ERG)
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (existence, kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan
antarpribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pengaruh produktif).
Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan (Nursalam, 2015).
2.3.3 Unsur Motivasi dan Jenis Motivasi
Motivasi mempunyai tiga unsur yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan.
dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemehnuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti daripada motivasi.
Pada dasarnya motivasi mempunyai sifat siklus (melingkar), yaitu motivasi timbul, memicu perilaku tertuju pada tujuan (goal), dan kahirnya setelah tujuan tercapai motivasi itu berhenti (Nursalam, 2015).
Pada dasarnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua menurut Sudirman (2003) dalam Nursalam (2015) yaitu:
a. Motivasi Internal
Motivasi internal merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Keperluan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internal. Kekuatan ini akan mempengaruhi pikirannya yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Motivasi internal dikelompokan menjadi dua yaitu:
1) Fisiologis, merupakan motivasi alamiah seperti rasa lapar, haus dan lain-lain.
2) Psikologis, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu:
a) Kasih sayang, motivasi untuk menciptakan kehangatan,keharmonisan, kepuasan batin/emosi dalam berhubungan dengan orang lain.
b) Mempertahankan diri, untuk melindungi kepribadian, menghindari luka fisik dan psikologis, menghindari dari rasa malu dan ditertawakan orang, serta kehilangan muk, mempertahankan gengsi dan mendapatkan kebanggaan diri.
c) Memperkuat diri, mengembangkan kepribadian, berprestasi, mendapatkan pengakuan dari orang lain, memuaskan diri dengan penguasaannya terhadap orang lain.
b. Motivasi Eksternal
Motivasi eksternal tidak dapat dilepaskan dari motivasi internal.
Motivasi eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar/lingkungan. Misalnya motivasi eksternal dalam belajar antara lain berupa penghargaan, pujian, hukuman, atau celaan yang diberikan oleh guru, teman dan keluarga.
Menurut bentuknya motivasi terdiri dari motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri individu, motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu, dan motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara serentak dan menghentak dengan cepat sekali (Nursalam, 2015).
2.3.4 Prinsip dalam Memotivasi Kerja Pegawai
Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai, menurut Mangkunegara (2000) dalam Nursalam (2007) yaitu:
2.3.4.1 Prinsip partisipatif
Pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi menentukan tujuanyang akan dicapai oleh pemimpin dalam upaya memotivasi kerja.
2.3.4.2 Prinsip komunikasi
Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, informsi yang jelas akan membuat pegawai lebih mudah dimotivasi.
2.3.4.3 Prinsip mengakui andil bawahan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi
2.3.4.4 Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya sewaktu-waktu. Hal ini akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
2.3.4.5 Prinsip memberi perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang dinginkan pegawai bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pimpinan.
2.3.5 Hubungan Motivasi dengan Pelaksanaan Operan
Motivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang lain tergerak (Stoner dan Freeman, 1995: 134 dalam Nursalam, 2015).
Berdasarkan hasil riset Aeni dkk (2016) bahwa ada hubungan antara motivasi intrinsik perawat dengan pelaksanaan timbang terima, timbang terima merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima informasi yang berkaitan dengan pasien yang dilakukan oleh perawat dinas sebelum dan selanjutnya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan timbang terima yaitu motivasi, dimana motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang atau biasanya disebut dengan motivasi intrinsik. Orang yang memiliki motivasi
intrinsik yang tinggi cenderung akan melaksanakan pekerjaanya dengan baik pula terutama dalam pelaksanaan timbang terima, Hal ni juga diperkuat oleh penelitian bahwa Pelaksanaan timbang terima selain dipengaruhi oleh kedisiplinan waktu, supervisi, kepemimpinan, dan pelatihan juga sangat dipengaruhi oleh motivasi, karena motivasi merupakan suatu proses dimana kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ketercapainya suatu tujuan tertentu (Mangkunegara, 2009).
Pelaksanaan operan merupakan sebuah perilaku perawat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam melakukan asuhan keperawatan kepada pasien, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas motivasi perawat berhubungan dengan pelaksanaan operan perawat, perawat yang memiliki motivasi yang tinggi cenderung akan melaksanakan operan dengan baik. Dengan adanya dorongan yang kuat dalam diri perawat untuk melakukan operan maka tujuan pelaksanaan operan akan tercapai dengan baik pula.
2.4 Sikap
2.4.1 Pengertian Sikap
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).
Thomas & Znaniecki (1920) dalam Wawan & Dewi (2010) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psyhic
inner state) tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual.
Sikap mulai menjadi fokus pembahsan dalam ilmu sosial semenjak abad 20. Secara bahasa, Oxford Advanced Leaner Cictionary Hornby (1974) mencantumkan bahwa sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu Manner of placing or holding the body dan way of feeling, thinking or behaving yang artinya sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku (Wawan & Dewi, 2010).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap (attitude) adalah reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap rangsangan yang disertai dengan kecenderungan untuk berperilaku berdasarkan sikap terhadap stimulus atau objek.
2.4.2 Teori Sikap
Sepertinya halnya motivasi, sikap juga memiliki beberapa teori, berikut akan dipaparkan teori sikap yaitu:
2.4.2.1 Teori Rosenberg
Teori Rosenberg dikenal dengan teori affective-cognitive consistency dalam hal sikap dan teori ini juga disebut teori dua faktor. Rosenberg memusatkan perhatiannya pada hubungan komponen kognitif dan komponen afektif. Suatu hal penting penerapan teori Rosenberg ini adalah dalam kaitannya dengan pengubahan sikap. Karena hubungan komponen afektif konsisten, maka bila komponen afektifnya berubah maka komponen afektifnya juga akan berubah, demikian pula komponen kognitifnya berubah komponen afektifnya juga berubah. Pada umumnya dalam rangka pengubahan sikap, orang akan mengubah komponen kognitifnya sehingga
akhirnya komponen afektifnya akan berubah.dalam rangka pengubahan Sikap Rosenberg mencoba mengubah komponen afektif terlebih dahulu. Dengan berubahnya komponen afektif akan berubah pula komponen kognitif yang pada akhirnya akan berubah pula sikapnya.
2.4.2.2 Teori Festinger
Teori Fsetinger dikenal dengan teori disonansi kognitif (the cognitive disonance theory) dalam sikap. Festinger meneropong tentang sikap dikaitkan dengan perilaku yang nyata, yang merupakan persoalan yang banyak mengundang perdebatan. Festinger dalam teorinya mengemukakan bahwa sikap individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain dan dalam tindakannya juga konsisten satu dengan yang lain.
Menurut Festinger apa yang dimaksud dengan komponen kognitif ialah mencakup pengetahuan pandangan, kepercayaan tentang lingkungan, tentang seseorang atau tentang tindakan.
Pengertian disonansi adalah tidak cocoknya antara dua atau tiga elemen-elemen kognitif. Hubungan antara elemen stau dengan elemen lain dapat relevan tetapi juga dapat tidak relevan, (Wawan & Dewi, 2010).
2.4.3 Komponen Sikap
Menurut Azwar S (2000) dalam Wawan & Dewi (2010) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:
2.4.3.1 Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
2.4.3.2 Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap terhadap pengaruh- pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
2.4.3.3 Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
Baron dan Byrne juga Myers dan Gerungan menyatakan bahwa ada 3 komponen yang membentuk sikap yaitu: Komponen Kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap. Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Komponen konatif (komponen perilaku atau action component) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap (Wawan & Dewi, 2010)
2.4.4 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2010) sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan inetnsitasnya yaitu:
2.4.4.1 Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).
2.4.4.2 Mennggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
2.4.4.3 Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
2.4.4.4 Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
2.4.5 Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif:
2.4.5.1 Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu.
2.4.5.2 Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Wawan & Dewi, 2010).