BERPENGISI SERBUK SABUT KELAPA SAWIT SEBAGAI MATERIAL PEREDAM SUARA
SKRIPSI
ROYHANNA PUTRI HARAHAP 170802005
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLISTIRENA DENGAN KARET EPDM TERMODIFIKASI MALEAT ANHIDRAT
BERPENGISI SERBUK SABUT KELAPA SAWIT SEBAGAI MATERIAL PEREDAM SUARA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ROYHANNA PUTRI HARAHAP 170802005
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
PERNYATAAN ORISINALITAS
KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLISTIRENA DENGAN KARET EPDM TERMODIFIKASI MALEAT ANHIDRAT BERPENGISI
SERBUK SABUT KELAPA SAWIT SEBAGAI MATERIAL PEREDAM SUARA
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 17 Februrai 2021
Royhanna Putri Harahap 170802005
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Karakteristik Komposit Polistirena Dengan Karet EPDM Termodifikasi Maleat Anhidrat Berpengisi Serbuk Sabut Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara
Kategori : Skripsi
Nama : Royhanna Putri Harahap
Nomor Induk Mahasiswa : 170802005
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara
Disetujui
Medan, 22 Maret 2022
Ketua Program Studi Pembimbing
KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLISTIRENA DENGAN KARET EPDM TERMODIFIKASI MALEAT ANHIDRAT
BERPENGISI SERBUK SABUT KELAPA SAWIT SEBAGAI MATERIAL PEREDAM SUARA
ABSTRAK
Penelitian mengenai Karakteristik Komposit Polistirena Dengan Karet EPDM Termodifikasi Maleat Anhidrat Berpengisi Serbuk Sabut Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara telah dilakukan. Maleat anhidrat sebagai pengikat polistirena dan karet EPDM dan BPO sebagai inisiator serta serbuk sabut kelapa sawit sebagai filer (bahan pengisi). Untuk komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA 80:20 (Phr) dicampurkan dengan menggunakan metode refluks pada suhu 1800C.
Kemudian ditambahkan serbuk sabut kelapa sawit dengan perbandingan (0 : 50 : 60 dan 70) Phr. Kemudian campuran tersebut di hot press sesuai dengan ASTM D790- 02. Selanjutnya dikarakterisasi uji campuran tersebut dengan kuat tekan, uji SEM, uji FTIR, uji TGA, uji daya serap air dan uji daya serap bunyi. Hasil uji kuat tekan komposit optimum 80:20:0 sebesar 4,75 MPa dan MoE sebesar 24,59 MPa. Hasil morfologi dengan SEM menunjukkan bahwa campuran telah terdistribusi dengan baik. Analisa TGA menunjukkan bahwa pada suhu 5000C berat sampel menjadi 0,30.
Analisa spektrum FTIR menunjukkan bahwa puncak serapan karbonil (C=O) pada 1711,26 cm-1. Dan uji koefisien daya serap air diperoleh hasil optimum 80:20:70 dengan nilai daya serap air 17,803%. Dari uji koefisien daya serap bunyi diperoleh penyerapan bunyi paling tinggi terjadi pada frekuensi 1500 Hz dengan nilai 0,7152 pada pencampuran PS-g-MA/EPDM-g-MA : Serbuk Sabut Kelapa Sawit.
Kata Kunci : Polistirena, maleat anhidrat, karet EPDM, Peredam Suara, BPO dan Serbuk Sabut Kelapa Sawit.
CHARACTERISTIC COMPOSITE OF POLYSTYRENE WITH EPDM RUBBER MODIFICATION MALEIC ANHYDRIDE
WITH FILLER PALM COIR AS SOUND DAMPING
ABSTRACT
The research about composite characteristic of polystyrene with epdm rubber modification maleic anhydride with filler palm coir powder as sound damping has been carried out. Maleic anhydride as binder for polystyrene and EPDM rubber and BPO as initiator and plam coir powder as a filler. For the mixture of PS-g- MA/EPDM-g-MA 80:20:0 (Phr). Mixed by reflux method at a temperature of 1800C.
Then add the palm coir powder in a ratio (0 : 50 : 60 and 70) Phr. Then hot press the mixture according ASTM D790-02. Then characteristic by compressive strength test, SEM test, TGA analysis, FTIR test,TGA test, water absorption test and sound ab- sorption test. The result of the compressive strength test of optimum composite 80:20:0 a mounting to 4,75 MPa and MoE 24,59 MPa. The result of morphological testing by SEM showed that the mixture was well distributed. TGA analysis shows that at temperature of 5000C the sample weight becomes 0,30. FTIR spectrum analy- sis showed the absorption peak of the carbonyl group (C=O) at 1711,26 cm-1. And the water absorption test optimum result obtained 80:20:70 with a water absorption value 19,806%. From the sound absorption coefficient test, it was found that the highest sound absorption occurred at frequency of 1500 Hz with a value of 0,7152 in the mixing of PS-g-MA/EPDM-g-MA and palm coir powder.
Keywords : Polystyrene, maleic anhydride, EPDM rubber, BPO, silencers and palm coir powder.
PENGHARGAAN
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullillahirobbil’alamin, puji dan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan kepada Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik Komposit Polistirena dengan Karet EPDM Termodifikasi Maleat Anhidrat Berpingisi Serbuk Sabut Kelapa Sawit Sebagai Material Peredam Suara.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya selama penyusu- nan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si dan juga Bapak Mu- hammad Zulham Efendi, M.Si selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi S1 Kimia FMIPA USU Medan, Dekan dan Wakil Dekan FMIPA USU, serta seluruh staf dan dosen Program Studi Kimia FMIPA USU, serta pegawai FMIPA USU.
Terimakasih penulis sampaikan yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta Ayanda M. Gozali Harahap dan Ibunda Ida Tiurida Siagian yang telah men- curahkan kasih sayangnya selama ini, serta senantiasa memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada saudara-saudari penulis M. Yusuf Harahap, Laila Izzati Ramadani Harahap dan M. Farid Attala Harahap yang menjadi semangat dan dukungan kepada penulis.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ari Saputra Hsb, Siti Wahyuni, Claudina Simamora, Sartina, Roma Uli, Chairunnisa, Intan, Ayu Dira, Elisabet, De- vita, Kak Rahma Tahri, Kak Siti Zahrona, Alwi, Fefa Arista dan semua teman-teman penulis yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk seluruh pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi.
Medan, 22 Maret 2022
Royhanna Putri Harahap
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ORISINALITAS i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PENGHARGAAN v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
DAFTAR SINGKATAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.3 Pembatasan Masalah 5
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Manfaat Penelitian 5
1.6 Metodologi Penelitian 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polimer 8
2.1.1 Polimerisasi 9
2.2 Sabut Kelapa Sawit 10
2.3 Karet Sintesis 11
2.4 Karet Sintesis Ethylene Propylene Diene Monomer 11
2.5 Komposit 12
2.5.1 Sifat Papan Komposit 12 2.5.2 Pembagian Komposit 13
2.6 Selulosa 13
2.7 Polistirena 14
2.8 Xilena 15
2.9 Klorobenzena 16
2.10 Maleat Anhidrat 16
2.11 Benzoil Peroksida 17
2.12 Proses Reaksi Grafting 18
2.13 Proses Reaksi Grafting Anhidrat Maleat Karet EPDM 20
2.14 Material Akustik 23
2.14.1 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Koefisien
Serap Bunyi 23
2.15 Fourier Transform Infra Red (FTIR) 24 2.16 Scanning Electron Microscope (SEM) 24 2.17 Thermogravimetric Analysis (TGA) 25
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat 26
3.2 Alat Dan Bahan 26
3.2.1 Alat 26
3.2.2 Bahan 27
3.3 Penyiapan Serbuk Sabut Kelapa Sawit 27 3.3.1 Tahap Preparasi Sabut Kelapa Sawit 27 3.4 Pembuatan Campuran Polistirena dan Maleat Anhidrat dengan Penambahan Benzoil Peroksida (BPO) 28 3.5 Pembuatan Campuran Karet Sintesis EPDM yang
Termodifikasi Anhidrat Maleat dengan Penambahan
Benzoil Peroksida (BPO) 28
3.6 Pembuatan Komposit Polistirena dan Karet Sintesis
EPDM Tergrafting Maleat Anhidrat 29
3.7 Analisa Sifat Mekanik 29
3.8 Pembuatan Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA dengan Penambahan Serbuk Sabut Kelapa Sawit 30 3.8.1 Uji Persentase Daya Serap Air (Rasio Swelling) 31
3.8.2 Analisa Gugus Fungsi Dengan Fourier Transform
Infra Red 31
3.8.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning
Electron Microscope 31 3.8.4 Uji Ketahanan Termal dengan Thermogravimeric
Analysis (TGA) 32
3.8.5 Uji Koefisien Serap Bunyi 32
3.9 Bagan Penelitian 34
3.9.1 Penyiapan Serat Sabut Kelapa Sawit 34 3.9.2 Pembuatan Polistirena dan Maleat Anhidrat
dengan Penambahan Benzoil Peroksida 35 3.9.3 Pembuatan Campuran Karet EPDM yang
Termdofikasi Maleat Anhidrat 36 3.9.4 Pembuatan Komposit Polistirena dan Karet
EPDM yang Termdofikasi Maleat Anhidrat 37 3.9.5 Pembuatan Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA
dengan Serbuk Sabut Kelapa Sawit 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa FTIR Pencampuran
PS-g-MA, EPDM-g-MA dan Pencampuran
PS-g-MA/EPDM-g-MA 39
4.2 Analisa Sifat Mekanik 40
4.2.1 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Paduan Polistirena dengan Karet EPDM 41 4.2.2 Hasil Uji Mekanik PS-g-MA 41 4.2.3 Hasil Uji Mekanik EPDM-g-MA 41
4.3 Uji Daya Serap Air 44
4.4 Analisa dengan SEM (Spectroscopy Electron
Microscope) 44
4.5 Uji Koefisien Serap Bunyi 46 4.6 Analisa Thermal dengan Thermogravimetric Analysis 49 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 52
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Komponen Kimia yang Terkandung dalam
Sabut Kelapa Sawit (%) 11
2.2 Sifat-sifat Polistiren 15
2.3 Sifat Fisika Xilena 16
2.4 Karaktersitik Maleat Anhidrat 17
3.1 Perbandingan Campuran Antara Polistirena dengan
Maleat Anhidra 28
3.2 Perbandingan Campuran Antara Karet EPDM dengan
Maleat Anhidrat 29
3.3 Perbandingan Campuran Antara PS-g-MA dengan
EPDM-g-MA 29
3.4 Perbandingan Campuran Antara Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA dengan Serbuk Sabut
Kelapa Sawit (SSKS) 31
4.1 Serapan Spektrum FTIR Komposit
PS-g-MA/EPDM-g-MA 39
4.2 Hasil Pengujian Mekanik Komposit
PS-g-MA/EPDM-g-MA 41
4.3 Uji Mekanik PS-g-MA 41
4.4 Uji Mekanik EPDM-g-MA 41
4.5 Hasil Uji Koefisien Serap Bunyi 46
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
2.1 Sabut Kelapa Sawit 10
2.2 Struktur Karet Sintesis EPDM 12
2.3 Struktur Xilena 15
2.4 Struktur Klorobenzena 16
2.5 Struktur Maleat Anhidrat 16
2.6 Struktur Benzoil Peroksida 17
2.7 Mekanisme Reaksi Dekomposisi dan Grafting Maleat
Anhidrat 20
2.8 Mekanisme Reaksi Grafting EPDM-g-MA 22
3.1 Spesimen Uji Berdasarkan ASTM D638 Tipe IV 30
3.2 Cetakan Uji Daya Redam Suara 30
3.3 Pengukuran Koefisien Serap Bunyi Dengan
Tabung Impedansi 33
4.1 Spektrum FT-IR dari komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA,
PS-g-MA dan EPDM-g-MA 40
4.2 Grafik Kuat Tarik (Stress) 42
4.3 Grafik Kemuluran (Strain) 42
4.4 Grafik Modulus Elastisitas (MoE) 42
4.5 Daya Serap Air Komposit Polimer dengan SSKS 44
4.6 Morfologi permukaan dari Komposit Campuran PS-g-MA/EPDM-g-MA dengan perbesaran 600 kali
4.7 Morfologi permukaan dari komposit campuran 45
PS-g-MA/EPDM-g-MA : SSKS dengan perbesaran 600 kali 46 4.8 Grafik dan Nilai Koefisien Serap Bunyi (α)
PS-g-MA/EPDM-g-MA : SSKS 47
4.9 Grafik Hasil Uji Thermal dengan TGA 49
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman Lampiran
1 Peralatan Penelitian 59
2 Bahan-Bahan Penelitian 61
3 Hasil Penelitian 62
4 Termogram TGA PS-g-MA/EPDM-g-MA: SSKS 63
4.1 Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA 63
4.2 Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA:SSKS 64
5 Hasil Uji SEM 65
5.1 Sampel PS-g-MA/EPDM-g-MA 65
5.2 Sampel PS-g-MA/EPDM-g-MA:SSKS 65
6 Hasil Uji FTIR 66
6.1 FTIR EPDM Murni 66
6.2 FTIR Polistirena Murni 66
6.3 FTIR EPDM-g-MA 67
6.4 FTIR PS-g-MA 68
6.5 FTIR PS-g-MA/EPDM-g-MA 69
7 Perhitungan 70
7.1 Perhitungan Kekuatan Tarik 70
7.2 Perhitungan Nilai Kemuluran 70
7.3 Perhitungan Nilai Modulus Elastisitas 70
7.4 Perhitungan Daya Serap Air 71
7.5 Perhitungan Koefisien Serap Bunyi dengan MATLAB 72
DAFTAR SINGKATAN
PS = Polistirena
BPO = Benzoil Peroksida
MA = Maleat Anhidrat
EPDM = Ethylene Propylene Diene Monomer
SSKS = Serbuk Sabut Kelapa Sawit
FTIR = Fourier Transform Infra Red
SEM = Scanning Electron Microscope
TGA = Thermogravimetri Analysis
MoE = Modulus of Elastisitas
Mpa = Mega Paskal
Kgf = kilogram Paskal
WA = Water Absorbtion
Mb = Massa Basah
Mk = Massa Kering
Phr = Part Hundred Rubber
PS-g-MA = Polistirena Grafting Maleat Anhidrat
EPDM-g-MA = Ethylene Propylene Diene Monomer Grafting Maleat Anhidrat
PS-g-MA/EPDM-g-MA:SSKS = Komposit Polistirena dengan Karet EPDM Termodifikasi Maleat Anhidrat berpengisi Serbuk Sabut Kelapa Sawit
TPE = Termoplastik Elastromer
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman yang semakin modern seperti yang kita rasakan pada saat ini, diiringi juga dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih ternyata menimbulkan permasalahan baru. Dimana permasalahan baru ini dilatarbelakangi dengan berkembang pesatnya peralatan teknologi seperti sarana informasi, produksi, konsumsi, transportasi dan lain sebagainya yang dapat menghasilkan suatu kebisingan (populasi suara). Dan untuk menanggulangi permasalahan kebisingan ini maka dikembangkan alat peredam suara atau absorber suara (Masyarakat).
Peredam suara atau absorber suara merupakan bahan yang dapat menyerap energi suara dari suatu sumber suara yang bermanfaat untuk dapat mengendalikan kebisingan. Adapun karakteristik dan jenis dari alat peredam suara yang sudah diciptakan adalah bahan yang berpori, resonator dan panel. Dari ketiga jenis karakteristik bahan tersebut maka bahan yang berpori yang paling sering digunakan untuk dapat mengurangi kebisingan (populasi suara) yang tidak diharapkan pada ruang-ruang yang sempit seperti perumahan, hotel dan perkantoran. Hal tersebut dikarenakan bahan berpori memiliki keunggulan yang relatif murah dan juga ringan jika dibandingkan dengan jenis bahan yang lainnya (Lee, 2003).
Adapun bahan yang banyak dipergunakan sebagai material peredam suara yakni glasswool, rockwool dan bahan yang mengandung selulosa. Umumnya jenis bahan yang mengandung selulosa dipergunakan untuk bahan dasar pada pembuatan alat peredam suara dan salah satunya ialah serbuk sabut kelapa sawit (Bucur, 2016).
Serat alam umumnya memiliki kemampuan menyerap suara khususnya dalam mengurangi kebisingan, karena mempunyai sifat porositas dan struktur amorf yang lebih tinggi dibandingkan dengan serat sintetik. Disamping itu, komposit dengan penguat serat alam, seperti juga komposit yang berbahan dasar serat alam memiliki karakteristik yang lebih baik, yakni mudah didapat, lebih murah, lebih ringan, ramah lingkungan dan juga dapat mengurangi penggunaan serat sintesis serta resin (Mutia, 2014).
Serbuk sabut kelapa sawit memiliki potensi sebagai bahan penyerap suara.
Kandungan selulosa yang berasal dari sabut kelapa sawit dapat menjadi bahan pen- guat atau bahan pengisi (filler) alternatif karena sifat seratnya yang kuat (Hairiyah dkk, 2017). Komposisi kimia dan juga struktur selulosa yang berserat dan ikatan- ikatan hidrogennya yang kuat, selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi, dan juga mudah terdegradasi (Wiradipta, 2017). Kandungan selulosa 44% dalam sabut kelapa sawit dapat meningkatkan penyerapan bunyi pada suatu komposit peredam suara.
Pada zaman sekarang ini pemanfaatan komposit yang diperkuat dengan serat telah banyak dimanfaatkan dalam struktur utama pembuatan pesawat terbang, kapal, pesawat, peredam suara dan lain-lain. Oleh karena hal itu, semakin banyak berkem- bang penelitian komposit untuk menilai ketahanan dari struktur komposit pada beban mulur dan kelelahan jangka panjang dan kondisi lingkungan (suhu, penyerapan air, dan lain sebagainya) (Daniel, 2009).
Pencampuran antara plastik (termoplastik) dengan karet (elastromer) dapat menghasilkan suatu material yang baru dengan menggunakan bahan penghubung (curative agent) yang disebut dengan termoplastik elastromer (TPE) yang memiliki sifat dan fungsi hampir sama dengan karet vulkanisasi pada temperature yang ambi- ent, dapat dilelehkan pada suhu yang tinggi seperti termoplastik (Naskar, 2006). Sifat – sifat ini dapat menghubungkan perbedaan sifat karet (elastromer) dengan sifat plas- tik (termoplastik) yang dapat bermanfaat sebagai alternatif penggunaan karet dalam berbagai bidang seperti industri otomotif, elektronik dan konstruksi bangunan.
Polistirena adalah salah satu bahan dari golongan termoplastik. Plastik polistirena merupakan suatu bahan yang dihasilkan dari proses penambahan polimer- isasi dari stirena. Polistirena adalah suatu bahan yang transparan dan umumnya mu- dah rapuh, dengan cara mencampurkannya dengan bahan yang lain, dimana suatu plastik polistirena yang ulet dengan memiliki ketahanan tumbuk yang dapat dihasilkan, memiliki ketahanan terhadap pelarut organik, bahan kimia anorganik, non pengoksidan dan mempunyai sifat isolator yang baik sehingga baik digunakan dalam material penyusun suatu komposit peredam suara (Wunsch, 2000).
Karet sintesis EPDM pertama kali diperkenalkan kepada publik di Amerika secara komersil yaitu pada tahun 1962. Pada zaman dewasa kini EPDM sendiri
adalah suatu karet maupun elastomer yang memiliki perkembangan yang paling cepat ( yaitu sekitar 6% per tahun). Memiliki berat molekul dari karet yang biasanya dinyatakan sebagai viskositas mooney. Dimana viskositas mooney dari karet sintesis EPDM ini paling minimum 20 hingga yang paling maksimum adalah 100. Karet EPDM memiliki beberapa keunggulan yaitu tahan terhadap panas, sinar matahari, paparan ozon dan tidak terlalu elastis sehingga baik ddigunakan sebagai bahan pem- buatan suatu peredam suara yang harus memiliki ketahanan terhadap panas yang tinggi (Morton, 1987).
Beberapa penelitian telah mengembangkan metode-metode pencampuran un- tuk dapat meningkatkan sifat mekanik campuran karet (elastomer) dengan plastik (termoplastik) yang umumnya dapat menggunakan peroksida sebagai curriteve agent (zat penghubung) seperti contohnya Benzoil peroksida. Untuk meningkatkan sifat mekanik campuran termoplastik elastromer dan untuk dapat menurunkan pemutusan rantai polimer yang disebabkan penambahan inisiator peroksida maka umumnya dit- ambahkan zat pengserasi (pengkompatibel) atau zat pengikat silang seperti maleat anhidrat (Ismail, 2001).
Maleat anhidrat (MA) untuk pertama kalinya diproduksi sekitar 150 tahun yang lalu dengan dehidrasi asam maleat. Maleat anhidrat adalah bahan kimia yang cukup penting secara komersial (Trivedi, 2006). Maleat anhidrat ialah suatu senyawa golongan vinil yang tidak jenuh dan juga merupakan material mentah dalam proses sintesa resin poliester, dimana umumnya terdapat pada pelapisan permukaan karet, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer serta deterjen maupun pada kopolimer (Arifin, 1996).
Jefri (2020) telah melakukan penelitian tentang karakterisasi komposit berbasis plastik (PS) dan karet EPDM dengan pengisi serat pelepah pisang raja seb agai peredam suara. Hasil penelitian ini menunjukkan campuran komposit EPDM- PS-Serat pelepah pisang raja memiliki koefisien serap bunyi sebesar 0,5827. Mem- iliki ketahanan termal hingga suhu 553,280C. Dan daya serap air tertinggi pada per- bandingan 60:40 yaitu sebesar 5,1902%.
Qodri (2019) melakukan penelitian tentang karakteristik komposit polistirena termodifikasi anhidrat maleat sebagai pengikat agraet pasir. Polistirena dimodifikasi dengan cara menggrafting Polistirena dengan Anhidrat Maleat menggunakan
inisiator Benzoil Peroksida (BPO) menghasilkan PS-g-MA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa grafting PS dengan MA dapat membentuk PS-g-MA, pada spektrum FTIR sampel PS-g-MA muncul puncak pada bilangan gelombang 1761,17 cm-1 yang menandakan terdapatnya gugus C=O dan didukung adanya puncak pada panjang gelombang 1366,61 – 1026,60 merupakan C-O dari MA. Hasil uji mekanis komposit diperoleh kuat lentur (MoE) maksimum sebesar 268295,5 Kgf/cm2 dan kuat tekan (MoR) maksimum sebesar 177,075 Kgf/cm2.
Rosinta (2019) melakukan penelitian tentang karakterisasi komposit dari karet SIR 10 termodifikasi Anhidrat Maleat pada pencampuran polistirena dengan serbuk bambu talang dengan metode refluks dengan benzoil peroksida (BPO) menghasilkan NR-g-MA : PS dan serbuk bambu talang dari uji sifat fisik dan mekanik yang diperoleh nilai kuat patah (MoR) 9.04 Kgf/cm2, modulus elastisitas (MoE) 130.62 Kgf/cm2 dan uji daya redam diperoleh pada frekuensi 500 Hz sebesar 1.238.
Siti (2021) melakukan penelitian tentang karakteristik komposit polistirena termodifikasi maleat anhidrat dengan penambahan karet alam SIR 10 dan serbuk kelapa sebagai bahan peredam suara menghasilkan PS-g-MA/KA dari uji kuat tekan 3.60 MPa, modulus elastisitas (MoE) 27.43 dan uji daya serap bunyi 1500 Hz dengan nilai 0.6585.
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka peneliti tertarik untuk memanfaatkan serbuk sabut kelapa sawit sebagai bahan pengisi untuk pembuatan material komposit yang memiliki sifat kuat dan memiliki daya redam yang baik sehingga pemanfaatan sabut kelapa sawit sebagai bahan komposit dapat digunakan sebagai peredam suara yang baik.
1.2 Permasalahan
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Berapakah perbandingan optimum dari campuran plastik polistirena dengan karet sintesis EPDM yang tergrafting maleat anhidrat ditinjau dari kekuatan tarik, kemuluran dan nilai modulus elastisitas?
2. Bagaimana karakteristik komposit peredam suara dengan analisa gugus fungsi menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infra Red?
3. Bagaimana pengaruh penambahan serbuk sabut kelapa sawit pada komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA dalam uji koefisien serap bunyi,uji daya serap air, ketahanan termal dan morfologi permukaan?
1.3 Pembatasan Masalah
Adapun batasan dalam penelitian ini adalah:
1. Polistirene yang digunakan adalah biji plastik polistiren.
2. Karet Sintesis EPDM yang digunakan adalah karet komersial.
3. Serat alam yang digunakan berasal dari serbuk sabut kelapa sawit . 4. Metode yang digunakan adalah grafting.
5. Suhu pengepresan bahan adalah 1400C.
6. Karakteristik penelitian yang dilakukan meliputi Scanning Electron Microscope (SEM), Uji FTIR, Uji daya serap air, uji sifat mekanik, uji koefisien serap bunyi dan Thermogravimetric Analysis (TGA).
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbandingan optimum dari campuran plastik polistirena dengan karet sintesis EPDM yang tergrafting maleat anhidrat ditinjau dari kekuatan tarik, kemuluran dan nilai modulus elastisitas.
2. Untuk menganalisa karakteristik komposit peredam suara dengan analisa gugus fungsi menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infra Red.
3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk sabut kelapa sawit pada komposit dalam uji koefisien serap bunyi, uji daya serap air, ketahanan termal dan morfologi permukaan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam pembuatan komposit peredam suara tentang modifikasi polistirena dan karet sintesis EPDM dengan metode grafting. Mengetahui informasi bahwa sabut kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan material komposit dengan daya serap suara yang baik. Meningkatkan nilai tambah dalam industri dan pemanfaatnya sebagai bahan pengisi komposit peredam suara.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di laboratorium (experiment laboratory) adapun tahapannya sebagai berikut :
a) Tahap I
Sabut kelapa sawit yang telah dipisahkan dari bijinya, dikeringkan dan kemudian dihaluskan. Kemudian direndam di dalam NaOH 17,5% selama 24 jam pada suhu kamar dan dicuci dengan aquadest lalu dikeringkan dengan dioven pada suhu 700C (Martina, 2016).
b) Tahap II
Pada tahap ini ditimbang 80 phr polistirena dan dilarutkan dalam xilena 300 ml, dipanaskan pada suhu 1800C diatas hotplate sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer. Ditambahkan Benzoil perokisda 0,5 phr dan Maleat anhidrat 5 phr lalu diaduk hingga homogen. Kemudian campuran dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan pada suhu ruang (Qodri, 2019).
c) Tahap III
Pada tahap ini dimasukkan karet EPDM yang telah dipotong kecil-kecil ke dalam labu leher tiga, kemudian ditambahkan 500 ml klorobenzena. Dipanaskan sampai suhu 800C dan dimasukkan 10 phr Maleat anhidrat dan 1 phr Benzoil Peroksida secara berselang waktu. Kemudian hasil grafting diendapkan pada metanol, lalu dicuci dengan aseton serta divakum pada suhu 400C selama 4 jam (Barra, 1999).
d) Tahap IV
Campuran PS-g-MA dan EPDM-g-MA yang terbentuk dilanjutkan kembali sesuai prosedur selanjutnya yaitu ditambahkan dengan bahan pengisi serbuk sabut kelapa sawit dengan ukuran 80 mesh. Kemudian dicetak dengan cetakan sesuai standar ASTM D790-02 untuk uji tarik lalu di press dengan menggunakan press hidrolik pada suhu 1400C. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan PS-g- MA/EPDM-g-MA : Serbuk Sabut Kelapa Sawit (b/b%), (yang kemudian akan dikarakterisasi dengan uji ketahanan termal dengan thermogravimetric analysis, uji analisis gugus fungsi Fourier Transform Infra Red, uji Scanning Electron Microscope, uji koefisien serap bunyi dan uji daya serap air serta uji sifat mekanik).
Variabel yang digunakan adalah :
1. Variabel bebas : Berat serbuk sabut kelapa sawit (0,50,60 dan 70) phr
2. Variabel terikat :Uji sifat mekanik, daya serap air, analisa koefisien serap bunyi, analisa gugus fungsi dengan menggunakan Fourier Transform Infrared (FT-IR), analisa Scanning Electron Microscope (SEM) dan thermogravimetric analysis (TGA) 3. Variabel tetap : Berat polistirena (80 phr), berat karet EPDM (20 phr).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polimer
Polimer ialah suatu makromolekul yang terbangun dari unit-unit yang berulang sederhana. Polimer berasal dari bahasa Yunani yakni Poly yang artinya banyak, dan mer yang artinya bagian atau satuan. Kesatuan unit-unit berulang penyusun sebuah polimer dikenal dengan monomer. Adapun ciri utama polimer yaitu memiliki rantai yang sangat panjang dan mempunyai massa molekul yang sangat besar. Polimer dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber, struktur rantai, sifat termal, dan komposisi serta fase (Stevens, 2001).
Suatu campuran fisis dari dua atau lebih polimer ataupun kopolimer berbeda yang terikat melalui ikatan-ikatan kovalen ialah suatu paduan polimer (polymer blend) atau polipaduan (polyblend). Beberapa ilmuwan gemar membuat analogi dengan logam-logam dan menyebut campuran itu adalah polymer alloy (Stevens, 2001).
Blending kimia merupakan suatu proses pencampuran antara dua jenis polimer atau lebih yang mempunyai struktur berbeda dan ditandai dengan terdapatmya ikatan-ikatan kovalen antara polimer-polimer penyusunnya. Blending kimia akan dapat menghasilkan kopolimer. Sebuah interaksi yang terjadi dalam poliblen merupakan suatu ikatan van der Waals, ikatan hidrogen ataupun interaksi dipol-dipol. Paduan polimer tersebut bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat dari material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan (Prendika, 2013).
Adapun sifat tertentu seperti komposisi kimia, hidrofilitas, kekasaran, kekristalan, daya hantar listrik, daya adhesi, serta kelumasan dibutuhkan untuk dapat memanfaatkan polimer tersebut. Untuk dapat meningkatkan kesesuaian dari sifatnya (compatibility), adapun cara yang sudah dikembangkan yaitu dengan memodifikasi permukaan agar dapat berinteraksi dengan bahan lain sehingga dapat memenuhi persyaratan yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan (Hendri, 2007).
Tujuan dari proses pencampuran ini ialah untuk dapat melapisi partikel dengan pengikat, untuk dapat memutus aglomerat dan untuk dapat mencapai distribusi seragam pengikat serta ukuran partikel seluruh bahan baku. Selain daripada
itu, beberapa komponen dari pengikat harus tersebar diantara partikel, untuk mendapatkanhal ini beberapa cara yang harus menjadi pertimbangan yang penting.
Untuk pengikat termoplastik pencampuran dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi/menengah. Proses pencampuran dapat memungkinkan bahan pengikat untuk berpindah diantara permukaan bahan campuran untuk mencapai keseragaman.
Dimana tingkat keseragaman diperoleh berdasarkan sifat alami dari setiap komponen campuran dan juga teknik pencampurannya.
2.1.1 Polimerisasi
Carothers seorang ahli kimia di Amerika Serikat, mengelompokkan polimerisasi (proses pembentukan polimer tinggi) menjadi dua golongan, yakni polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi.
1. Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi mencakup berbagai reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung suatu elektron yang tidak berpasangan) atau disebut dengan ion. Radikal bebas umumnya terbentuk dari proses penguraian zat yang tidak tepat yang disebut pemicu. Pemicu ini dapat memicu suatu reaksi rantai pada proses pembentukan polimer sehingga polimerisasi ini akan berlangsung sangat cepat. Polimerisasi adisi terjadi khususnya pada senyawa yang memiliki suatu ikatan rangkap, contohnya : etena dan turunan-turunannya.
2. Polimerisasi kondensasi
Polimerisasi kondensasi dikenal memiliki persamaan dengan reaksi kondensasi (atau adisi-penyingkiran) yang dapat terjadi pada zat yang memiliki massa molekul rendah. Pada polimerisasi kondensasi dapat terjadi reaksi antara dua molekul bergugus fungsi yang banyak (molekul yang mempunyai dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan menyumbangkan satu molekul besar bergugus fungsi dan diikuti oleh eliminasi molekul kecil, contohnya air. Polimerisasi adisi terbagi kedalam tiga tahap, yaitu pemicuan, perambatan, dan pengakhiran. Oleh sebab itu, pembawa rantai dapat berupa radikal bebas atau ion, maka polimerisasi adisi selanjutnya dapat digolongkan ke dalam dua golongan, berupa polimerisasi radikal bebas dan polimerisasi ion (kation dan anion) (Cowd, 1991).
2.2 Sabut Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elais guineensis) memiliki batang berdiameter 25-75 cm, namun di perkebunan umumnya 45-65 cm. Batang kelapa sawit merupakan batang tunggal yang tidak bercabang. Laju pertumbuhan batang di pengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.Akar kelapa sawit dapat mencapai 8 meter dan 16 meter secara horizontal. Seperti tanaman palma lainnya daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda.
Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak (Hadi, 2004).
Kelapa sawit ialah tumbuhan yang berasal dari Nigeria. Kelapa sawit ini termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat mencapai 24 m. Bunga buahnya berupa tandan, yang bercabang banyak. Buahnya kecil, bila sudah matang berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya terdapat minyak yang bisa digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun dan lilin sedangkan ampasnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Tempurungnya juga dapat digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, umumnya tumbuh di daerah yang tropis, pada ketinggian 0-500 mdpl. Kelapa sawit tumbuh di tanah yang subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi serta curah hujan yang berkisar 2.000–2.500 mm/tahun (Hadi, 2004)
Gambar 2.1 Sabut Kelapa Sawit
Sabut kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah limbah padat yang dihasilkan oleh industri perkebunan kelapa sawit. Adapun komponen-komponen yang terkandung didalam tumbuhan kelapa sawit dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Komponen Kimia yang terkandung dalam sabut kelapa sawit (%)
Kandungan Persen
Lignin 40%
Selulosa 44,4%
Hemiselulosa 15%
Sumber : Dwiyana et al, 2015.
2.3 Karet Sintesis
Karet sintesis pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan dasar dari minyak bumi. Pemanfaatannya ada dua jenis karet sintesis yakni karet sintesis yang dapat dipergunakan secara umum dan karet sintesis yang dipergunakan secara khusus. Adapun jenis karet sintesis untuk keperluan khusus disebakan memiliki sifat yang khusus yang tidak dimiliki oleh karet sintesis pada umumnya, misalnya sifat ketahanan terhadap minyak, panas/suhu tinggi dan proses oksidasi.
Ada beberapa faktor yang menjadikan produksi karet sintesis antara lain : 1. Untuk memperoleh kemampuan yang lebih besar seiring meningkatnya
permintaan.
2. Untuk memperoleh kemandirian dalam menciptakan produk yang sampai saat ini telah diperoleh dari produk alami.
3. Untuk memperoleh rasa ingin tahu yang tinggi.
4. Untuk memperoleh karet dimana sifatnya berbeda denga karet alam, misalnya ketahanan menggembung dalam nminyak, ketahanannya terhadap suhu dan terhadap pengaruh buruk ozon (Blackley, 1983).
2.4 Karet Sintesis Ethylene Propylene Diene Monomer (EPDM)
Karet EPDM awalnya dipublikasikan di Amerika secara komersil tahun 1962.
Hingga saat ini karet EPDM adalah karet yang memiliki pertumbuhan yang paling cepat yaitu mencapai 6% per tahunnya. Dimana berat molekul dari elastromer ini telah banyak dinyatakan sebagai suatu viskositas money. Adapun viskositas money paling minimum dari karet EPDM adalah 20 dan paling maksimum 100 (Morton, 1987).
Karakteristik dari karet sintesis EPDM ialah memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan suatu elastromer berwujud padat. Karet EPDM mempunyai nilai viskositas larutan yang encer 1,6-2,5 yang dapat dihitung dengan 0,2 gram karet
EPDM per desiliter toluene pada suhu 250C. Karet EPDM mempunyai nilai kekuatan tarik sekitar 800-1800 psi dan sifat kemulurannya mencapai 60% (Baituk, 1976).
Gambar 2.2 Struktur Karet Sintesis EPDM
2.5 Komposit
Penggunaan komposit pada bidang industri bukan lagi menjadi hal yang asing. Karakteristiknya yang dapat digunakan telah sesuai dengan kebutuhan dan juga proses manufaktur yang sudah relatif murah, untuk pembuatan bahan komposit menjadi bahan yang sering dimanfaatkan pada industri sekarang ini. Dimana densitas dari material komposit sangat minimum sehingga massanya lebih ringan jika dibandingkan dengan logam, akan tetapi karakteristik secara mekanik dari material komposit dapat menyerupai atau bahkan melampaui material dari logam (Arif, 2019).
Komposit merupakan suatu material yang terbentuk dari proses penggabungan dua atau lebih komponen yang berbeda. Komposit termasuk plastik yang diperkuat dengan serat, logam, keramik, dan kopolimer plastik yang berpengisi ataupun campuran dua atau lebih material untuk menghasilkan bahan yang baru (Kroschwitz et al, 1987).
2.5.1 Sifat Papan Komposit
Adapun sifat maupun karakteristik dari komposit menurut Matthew, 1999 : 1. Material yang menjadi penyusun komposit
Sifat dari komposit dapat diketahui berdasarkan sifat bahan penyusun sesuai rule of mixture sehingga dapat berbanding secara proporsional.
2. Bentuk dan penyusunan struktur dari penyusun
Bentuk dari cara penyusunan komposit yang dapat mempengaruhi sifat dari komposit itu sendiri.
3. Interaksi antar penyusun dan bila terjadi interaksi antara penyusun maka dapat meningkatkan sifat dari komposit itu sendiri.
2.5.2 Pembagian Komposit
a. Berdasarkan matriksnya komposit dibagi menjadi 3 bagian yakni :
1. Metal matrix composite (MMC) yaitu komposit dengan menggunakan matriks logam.
2. Ceramic matrix composite (CMC) ialah komposit dengan menggunakan matriks keramik.
3. Polymer matrix composite (PMC) ialah komposit dengan menggunakan matriks polimer.
b. Berdasakan jenis penguatnya :
1. Material komposit serat ialah suatu komposit yang disusun oleh serat dan bahan dasar yang diproses secara fabrikasi, contohnya serat dengan resin sebagai bahan perekat, misalnya FRP (Fiber Reinforce Plastic) plastik yang diperkuat dengan serat dan umunya digunakan disebut dengan fiber glass.
2. Komposit lapis ialah komposit yang terdiri dari lapisan dan material penguat, misalnya polywood, laminated glass yang umumnya dipergunakan untuk bahan bangunan.
3. Komposit partikel ialah komposit yang terdiri dari partikel dan material penguat misalnya, butiran (batu dan pasir) yang dapat diperkuat dengan semen yang telah sering kita kenal dengan beton.
2.6 Selulosa
Selulosa adalah suatu bahan polimer berbentuk linier yang memiliki unit monomer berupa glukosa. Selulosa umumnya banyak diperoleh di alam diantaranya ada pada kayu dan juga daun. Selulosa mempunya peran yang besar di berbagai industri sebagai emulsifer (senayawa pengemulsi), pengental (thickener), senyawa anti penggumpalan dan sebagainya. (Rochmadi, 2015).
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% selulosa digolongkan kedalam 3 jenis yakni :
1. Selulosa α (alpha cellulose) merupakan selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimeri sasi 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling ting gi (murni).
2 Selulosa β (betha cellulose) merupakan selulosa berantai pende, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa γ (gamma cellulose) merupakan sama dengan selulosa β, tetapi dera jat polimerisasinya kurang dari 15. Bervariasinya struktur kimia selulosa (α, β, γ) mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hi droksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi,sedangkan gugus-gugus 9 hidroksil yang terdapat dalam dae rah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterifikasi (asam) (Shofianto, 2008).
2.7 Polistirena
Pertama kalinya polistirena diteliti pada tahun 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker berkebangsaan Jerman. Polistirena merupakan sebuah polimer dengan monomernya stirena, sebuah hidrokarbon cair yang dapat dibuat secarakomersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan polistirena umumnya bersifat termoplastik padat, tidak mudah patah dan tidak beracun serta dapat juga mencair pada suhu yang lebih tinggi (Anonim, 2012).
Polistirena adalah suatu bahan baku penting dalam berbagai produk polimer.
Dari jumlah stirena yang dihasilkan, hamper 50% dapat digunakan untuk membuat polistirena. 20% untuk elastromer, resin tremoset dan juga disperse polimer, 15%
dalam kopolimer ABS dan SAN, 10% dalam polistiren yang diperluas (EPS), serta sisanya dalam berbagai kopolimer dan bahan khusus (Wunsch, 2000).
Polistirena juga sangat mudah untuk diproses. Kestabilan dan alirannya dibawah kodisi cetakan suntik membuat polistirena menjadi polimer yang ideal dalam teknik ini. Sifat-sifat optiknya seperti warna, kejernihan dan lain sebagainya
sangatlah baik, dan tingginya indeks refraksinya (1,60) dapat membuat polistirena sangat berguna untuk komponen optik yang berbahan plastik. Polistirena adalah suatu isolator listrik yang baik dan memiliki dielektrik yang rendah. Kekuatan tariknya mencapai sekitar 8000 Psi. Akan tetapi polistyrena dapat diserang dengan mudah oleh berbagai jenis pelarut, termasuk bahan pembersih. Kestabilannya terhadap cuaca luar sangat rendah polistirena akan berubah warna menjadi kuning.
Dua kekurangan utama sifat mekanik dari polistirena ialah kerapuhannya dan kerelatifannya mengalami pembelokan panas pada suhu rendah dari 82 – 880C,Oleh karena itu polistirena tidak dapat disterilkan (Billmeyer, 1984).
Tabel 2.2 Sifat-sifat Polistirena
Sifat Fisik Ukuran
Densitas 1050 kg/m3
Densitas EPS 25-200 kg/m3
Spesifik Gravitasi 1,05
Konduktivitas Listrik (s) 10-16 S/m
Modulus Young (E) 3000-3600 MPa
Kekuatan Tarik (st) 40-60 MPa
Perpanjangan 3-4%
Notch test 2-5 KJ/m2
Sumber : HSBD, 1995.
2.8 Xilena
Xilena ialah suatu hidrokarbon aromatik yang tersusun oleh cincin benzena yang memiliki dua subsituen metil. Xilena mempunyai tiga buah isomer dimetilbenzena dengan rumus kimia C6H4(CH3)2 akan tetapi struktur molekulnya berbeda pada penempatan gugus metilnya. Xilena merupakan suatu cairan yang tidak berwarna, memiliki titik leleh sekitar -47,870C dan memiliki kerapatan 0,87 g/ml, bersifat mudah terbakar dan titik didihnya sekitar 1400C. Adapun struktur dari xilena dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.3 Struktur Xilena
Campuran bahan xilena komersia adalah tidak memiliki warna, tidak kental, dan mudah terbakar, juga cairan yang beracun yang tidak dapat larut didalam air akan tetapi dapat larut dengan baik dalam pelarut organik.
Berikut ini merupakan tabel 2.3 Sifat Fisika Xilena
Sifat Fisika Ukuran
Berat Molekul 106.16 g/mol
Densitas 0,864 g/cm3 (200C)
Titik didih 137-1400C (P=760 torr)
Titik Beku 13,20C
Deksripsi Cairan tidak berwarna
Sumber : Mallinckrodt, 2002.
2.9 Klorobenzena
Klorobenzena merupakan suatu senyawa yang berasal dari golongan benzena dengan rumus kimianya C6H5Cl. Senyawa klorobenzena ini umumnya diperoleh dengan cara mereaksikan senyawa fenol dengan fosfor pentaklorida, Senyawa ini tidak dapat larut dalam air dan mempunyai titik lebur yaitu -450C dan titik didihnya 1310C. Berikut ini adalah merupakan gambar struktur dari senyawa klorobenzena (Ayu, 2021).
Gambar 2.4 Klorobenzena
2.10 Maleat Anhidrat
Anhidrida maleat merupakan suatu senyawa organik yang memiliki rumus kimia C4H2O3. Pada keadaan murninya, Anhidrida Maleat berwarna putih padat dengan bau yang sangat tajam. Anhidrida maleat secara tradisional umumnya diproduksi dari oksidasi benzena atau senyawa aromatik lainnya. Oleh sebab itu terjadi kenaikan harga benzena, kebanyakan pabrik menggunakan n-butana sebagai bahan utama pembuatan anhidrida maleat (Al-Malaika, 1997).
Gambar 2.5 Struktur Maleat Anhidrat
Terdapat banyak reaksi kimia yang terjadi dari senyawa maleat anhidrida, antara lain:
1. Reaksi hidrolisis, menghasilkan asam maleat,cis-HO2CCH=CHCO2H, dengan alkohol, menghasilkan setengah ester, cis-HO2CCH=CHCO2CH3.
2. Maleat anhidrida merupakan dienofil dalam reaksi Diels-Alder
3. Maleat anhidrida (MA) merupakan ligan yang baik untuk pembuatan kompleks logam bervalensi rendah, misalnya Pt(PPh3)2(MA) dan Fe(CO)2(MA).
Tabel 2.4 Karakterisasi Maleat Anhidrat
Karakteristik Keadaan
Dekskripsi Berwarna putih
Bentuk Molekul C4H2O3
Berat Molekul 98,6 g/mol
Titik didih 2020C
Titik leleh 52,80C
Sumber : HSBD, 1995.
2.11 Benzoil Peroksida
Pada umumnya inisiator seperti benzoil peroksida telah digunakan secara luas merupakan suatu radikal bebas yang diperoleh dari proses penguraian peroksida.
Dimana peroksida organik seperti contoh benzoil peroksida yang dapat diurai dengan cara hemolitik yang menghasilkan suatu zat radikal bebas benzoil. Selanjutnya zat radikal bebas diurai untuk menghasilkan suatu senyawa karbon dioksida (CO dan zat radikal bebas fenil) yang nantinya ditambahkan pada senyawa monomer vinil yang lainnya. Inisiator benzoil peroksida adalah zat pengoksidasi yang prinsipnya ialah dimanfaatkan untuk proses produksi polimer. Dimana benzoil peroksida ini juga digunakan pada beberapa bidang industri seperti contohnya industri tekstil dan plastik (Parker,1994)
Gambar 2.6 Struktur Benzoil Peroksida
2.12 Proses Reaksi Grafting
Berlangsungnya reaksi ini dalam ekstruder yaitu :
Granul polimer dilelehkan pada daerah awal umpan ekstrudernya. Katalis Peroksida diinjeksikan kedalam ekstruder, membentuk loka aktif pada rantai utama polimer monomer diinjeksikan kelelehan tadi, terkadang katalis dan monomernya tercampur. Komponen-komponen dicampur dengan laju geser tinggi. Monomer dan produk samping dikeluarkan dari campuran lelehan pada daerah pengatsiran vakum.
Lelehan reaksi diekstruksi dan dipeletkan sebagai bahan baku granul dan dibentuk menjadi produk akhir (Hartomo, 1993).
Grafting Polistirena dengan Maleat Andirida
Adapun sifat polistirena dapat yang dapat dikembangkan dengan modifikasi kimia melalui polaritas maupun fungsionalitas dari rantai polimer. Grafting atau pencangkokan radikal bebas dari monomer vinil dari poliolefin merupakan salah satu pendekatan yang sudah lama dilakukan dengan biaya yang murah sehingga dapat diterapkan dalam berbagai proses industri yang telah ada. Proses pencangkokan radikal bebas telah dikembangkan selama bertahun-tahun dalam bidang kimia polimer dengan modifikasi reaktif dengan menggunakan pelarut ataupun tanpa pelarut, contohnya dalam pelelehan polimer. Sistem pencangkokan terdiri atas minimal tiga komponen reaktan yaitu, polimer, monomer reaktif (mengandung ikatan tidak jenuh seperti gugus vinyl) dan inisiator radikal bebas seperti peroksida.
Penelitian dibidang grafting polyolefin dengan gugus polar turunan maleat dan turunan akrilat sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Maleat Anhidrida sudah digunakan sebagai koupling agen pada pencampuran polietilena dan karet alam SIR 20 dengan pengisi pulp tandan kosong sawit, dan dapat meningkatkan kompatbilitas campuran. Senyawa anhidrida maleat mempunyai peranan penting dalam modifikasi kimia pada lelehan polimer-polimer komersial diantaranya : PP dan PS (Al Malaika, 1999), serta sudah digunakan untuk dapat meningkatkan kompatibilitas campuran.
Adapun kemungkinan reaksi lainnya ialah terjadi pemutusan rantai polimer atau disebabkan adanya BPO yang menyebabkan rantai polimer menjadi lebih pendek dan membentuk radikal, sehingga dengan adanya senyawa maleat anhidrida yang memiliki ikatan rangkap akan terbentuk reaksi kimia ataupun grafting senyawa
+
maleat anhidrida ke matriks PS. Skema reaksi dekomposisi BPO, penarikan atom hydrogen dan pemutusan rantai PS serta grafting gugus maleat pada matrik PS dapat dilihat berikut ini :
Dekomposisi Benzoil Peroksida
Benzoil Peroksida Benzoiloksil Radikal
Penarikan Atom Hidrogen
Pemutusan β
Polystirene Radikal PS1 PS1 Radikal
Propagasi (Grafting Maleat Anhidrat)
Polistirena terpotong radikal (PS1) PS Terikat Silang
Terminasi
2 Polistirena Radikal Polistirena Terikat Silang
Gambar 2.7. Mekanisme Reaksi dekomposisi BPO, penarikan atom Hidrogen
Polistirena, terminasi dan Grafting Maleat Anhidrida pada matriks Polistirena (Eddyanto, 2007).
2.13 Proses Grafting Anhidrat Maleat dengan Karet EPDM
Kopolimerisasi cangkok atau proses grafting ini digunakan sebagai kompatibilitas pada suatu proses pencampuran suatu polimer yang memiliki tujuan untuk dapat meningkatkan pencampuran dari perbedaan sifat yang tidak bercampur, mengurangi fasa antar permukaan kedua polimer dan mampu meningkatkan kekuatan mekanik suatu kopolimer dalam bentuk insitu serta menunjukkan fasa dispersi yang lebih efisien dan mengikuti titik leleh campurannya (Nasution,2011).
1. Dekomposisi Benzoil Peroksida
Benzoil Peroksida Benzoiloksil Radikal
2. Penarikan Atom Hidrogen
+
Karet EPDM Benzoiloksil Radikal
3. Pemutusan β
+
EPDM Radikal EPDM1
EPDM1 Radikal 4. Propagasi Maleat Anhidrat
+
EPDM Radikal Maleat Anhidrat
EPDM terikat silang 5. Terminasi
+ 2 EPDM Radikal
+
EPDM Terikat Silang EPDM1
Gambar 2.8 Mekanisme Reaksi EPDM-g-MA
2.14 Material Akustik
Umumnya, semua bahan dapat menyerap energi suara, akan tetapi besarnya energi yang diserap berbeda-beda pada setiap bahan. Energi suara dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan juga berdeformasi. Energi panas yang dihasilkan sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak terlalu terasa perubahan temperatur pada bahan tersebut. Peredam suara ialah suatu hal penting didalam desain akustik, dan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yakni material berpori, membrane penyerap, dan rongga penyerap (Koizumi, et al. 2002).
2.14.1 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Koefisien Serap Bunyi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi antara lain:
1. Ukuran Serat
Ukuran serat yang kecil akan lebih mudah untuk berpropagsi dibandingkan serat yang lebih besar. Koefisien serap bunyi akan meningkat seiring menurunnya diameter serat (Nasution, 2014).
2. Porositas (Rongga berpori)
Suatu material berforasi dengan ukuran pori yang besar mempunyai koefisien serap bunyi yang baik yaitu pada frekuensi 200 Hz – 2000 Hz. Sedangkan material berforasi dengan pori yang kecil menyerap baik pada frekuensi yang lebih tinggi. (Mediastika, 2009).
3. Ketebalan
Pada bahan berserat biasanya dibutuhkan ketebalan yang lebih besar untuk dapat menyerap suara dengan frekuensi yang rendah. Oleh sebab itu, ketebalan akan mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi (Mediastika, 2009).
4. Densitas
Pertambahan densitas umumnya dapat menyebabkan koefisien serap bunyi peredam suara berbahan dasar sabut kelapa pada frekuensi yang rendah akan meningkat (Mediastika, 2009).
2.15 Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR)
Prinsip dasar spektroskopi infra merah ialah suatu interaksi antara vibrasi atom-atom yang berikatan maupun gugus fungsi dalam molekul yang dapat mengadsorbsi radiasi gelombang elektromagnetik infra merah. Adsorbsi terhadap radiasi infra merah dapat mengakibatkan eksitasi energi vibrasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi. Untuk dapat mengadsorbsi, molekul maka harus memiliki suatu perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi. Daerah radiasi spektroskopi infra merah berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1. Pada umumnya daerah radiasi infra merah terbagi dalam daerah infra merah dekat (12800- 4000 cm-1), daerah infra merah tengah (4000- 200 cm-1), daerah infra merah jauh (200-10 cm-1). Dan daerah yang paling banyak digunakan yaitu daerah infra merah tengah 4000-690 cm-1 (Khopkar, 2008).
Adapun identifikasi pita adsorbsi khas yang dapat diakibatkan oleh berbagai gugus fungsi adalah suatu dasar penafsiran spektrum inframerah (Creshwell, 1972).
Munculnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi pada sebuah spekturm infra merah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu yang terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian juga, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum infra merah biasanya menunjukkan bahwa gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1998).
2.16 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Mikroskop elektron merupakan suatu mikroskop yang dapat melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, dengan menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengatur pencahayaan dan tampilan gambar serta mempunyai kemampuan untuk pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini dapat menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya (Qiu, 2005).
SEM memiliki prinsip scanning yakni berkas elektron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagiannya lagi akan diteruskan. Apabila permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan,
lipatan maupun lubang-lubang maka setiap bagian dari permukaan tersebut akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan selanjutnya akan ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang didapatkan adalah gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi (Steven, 2001).
2.17 Analisa Ketahanan Termal dengan Thermogravimetric Analysis (TGA) Analisa thermogravimetri adalah suatu analisis yang dipergunakan untuk dapat mengukur serta mengetahui perubahan dari suatu massa pada suatu senyawa kimia yang berfungsi dari temperatur ataupun waktu. Analisa thermogravimetri ini didasarkan kepada tingkat presisi yang tinggi pada tiga pengukuran yaitu meliputi : temperatur, berat dan perubahan temperatur.
Adapun prinsip dari analisa ketahanan termal tersebut meruupakan salah satunya mampu menggunakan suatu teknik analisis termal yang dimanfaatkan untuk menggambarkan sifat thermal berbagai bahan kimia seperti contohnya : komposiit, polimer, keramik serta logam. Analisa thermogravimetri ini pada praktiknya meru- pakan suatu analisa ketahanan thermal yang mengamati perubahan berat suatu sam- pel sebagai pengaruh dari perlakuan perubahan suhu dalam waktu tertentu. Adapun hasil dari analisa TGA ini tidak seluruhnya menyebabkan perubahan berat pada suatu sampel uji contohnya : kristalisasi, meleleh, serta transisi gelas. Namun demikian, jika suhu mengalami peningkatan, maka dapat menyebabkan perubahan berat yakni : seperti terjadinya absorpsi, penguapan, desorpsi dan juga sublimasi.
Adapun instrument atau alat yang digunakan pada analisa themogravimetri (TGA) ini adalah thermobalance. Data yang direkam dalam bentuk kurva yang dikenal dengan sebutan thermogram. Analisa ini menyediakan penentuan endoterm, eksoterm, penurunan berat pada saat dilakukan pemanasan., pendingan dan lainnya.
Bahan atau sampel yang di analisa oleh TGA ini umumnya meliputi sampel ; polimer, plastik, komposit, laminasi, perekat, makanan, pelapis, obat-obatan, karet, bahan-bahan organik, bahan-bahan kimia, bahan-bahan peledak, dan biologis.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Laboratorium Kimia Fisika USU. Uji tarik dilakukan di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Uji Scanning Electron Microscope (SEM) dan uji termal dengan thermogravimetric analysis (TGA) dilakukan di Politeknik Negeri Lhokseumawe serta Uji Fourier Transfoarm Infra Red (FTIR) Laboratorium Penelitian Farmasi USU Medan dan Uji Koefisien Serap Bunyi dilakukan di Fakultas Teknik di Laboratorium Teknik Mesin USU.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Hot plate stirrer Coming PC 400 D
Magnetic stirrer -
Corong Buncher Pyrex
Oven Pipet Tetes
Kertas Saring Whattman No.42
Vakum -
Erlenmeyer 250 ml Pyrex
Ayakan 80 mesh
Labu leher tiga -
Alu dan lumping -
Termometer 3600 Fischer
Statif dan klem -
Neraca Analitik Radwag
Pompa air -
Alat refluks -
Hot press Gotech
Cetakan spesimen ASTM D790-02
Seperangkat alat FTIR Shimadzu
Seperangkat alat Uji Tekan Torsee
Seperangkat alat SEM EVO MA 10
Seperangkat alat TGA -
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:
-Serbuk sabut kelapa sawit 80 Mesh
-Polistirena -
-Benzoil peroksida Merck
-Anhidrida Maleat Merck
-Metanol Merck
-Xylena Teknis
-Natrium Hidroksida Merck
-Karet Sintesis EPDM -
-Metanol Merck
-Klorobenzena Merck
-Minyak -
3.3 Penyiapan Serbuk Sabut Kelapa Sawit
Sabut Kelapa Sawit dipisah dari bijinya, kemudian dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari. Dipotong menjadi kecil-kecil, dan dikeringkan hingga kadar air dibawah 5%. Selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mesin disk mill. lalu disaring dengan ayakan berukuran 80 mesh.
3.3.1 Tahap Preparasi Serbuk Sabut Kelapa Sawit
Serbuk sabut kelapa sawit direndam dengan larutan NaOH 17,5%.
Dipanasakan selama 30 menit pada suhu 800C. Kemudian didinginkan dan disaring.
Lalu dicuci dengan aquadest. Kemudian dikeringkan dengan cara dioven selama 2 jam pada suhu 700C (Martina,2016).
3.4 Pembuatan Campuran Polistirena dan Maleat Anhidrat dengan Penambahan Benzoil Peroksida ( BPO )
Pada tahap ini dimasukkan 80 gram polistirena ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan 300ml xilena. Ditutup rapat dengan menggunakan aluminium foil, kemudian dipanaskan diatas hotplate pada suhu 180⁰C dan di aduk dengan magnetik stirrer. Dirangkai kondensor pada lubang bagian tengah labu leher tiga, sementara bagian kiri ditutup dengan stopper kaca dan bagian kanan dimasukkan termometer, lalu direfluks diatas hotplate pada suhu 180⁰C selama 60 menit dan diaduk dengan magnetik stirer. Setelah masing masing bahan tersebut larut sempurna, kemudian ditambahkan maleat anhidrat sebanyak 5 php lalu diaduk kembali menggunakan magnetik stirer selama ± 15 menit tanpa pemanasan. Setalah tercampur kemudian ditambahkaan 1 php benzoil peroksida lalu diaduk kembali menggunakan magnetik stirer selama ± 15 menit sambil dipanaskan. Kemudian campuran dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan pada suhu ruang (Qodri,2019).
Tabel 3.1 Perbandingan Campuran Antara Polistirena dengan Maleat Anhidrat Perbandingan PS (phr) MA (phr) BPO (phr)
50:50 50 12,5 1,25
60:40 60 10 1
70:30 70 7,5 0,75
80:20 80 5 0,5
90:10 90 2,5 0,25
3.5 Pembuatan Campuran Karet Sintesis EPDM yang Termodifikasi Anhidrat Maleat dengan Penambahan Benzoil Peroksida (BPO)
Pada tahapan ini dipotong kecil-kecil karet EPDM sebanyak 60 gram, kemudian dimasukkan kedalam labu leher tiga dan ditambahkan 500 ml kloroben- zena. Dirangkai kondensor pada lubang bagian tengah labuleher tiga, bagian kiri ditutup dengan stopper kaca dan sementara bagian kanan dimasukkan termometer, lalu dipanaskan diatas hot plate pada suhu 800C sambil diaduk dengan magnetic stirrer. Kemudian karet sintesis EPDM larut sempurna, lalu ditambahkan benzoil peroksida sebanyak 1 phr dan kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer setelah itu ditambahkan maleat anhidrat 10 phr lalu diaduk kembali tanpa pemanasan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 60 menit (Barra, 1999).
Tabel 3.2 Perbandingan Campuran Antara Karet EPDM dengan Maleat Anhidrat Perbandingan PS (phr) MA (phr) BPO (phr)
50:50 50 12,5 1,25
60:40 60 10 1
70:30 70 7,5 0,75
80:20 80 5 0,5
90:10 90 2,5 0,25
3.6 Pembuatan Komposit Polistirena dan Karet Sintesis EPDM Tergrafting Maleat Anhidrat
Dimasukkan larutan PS-g-MA 80 phr kedalam labu leher tiga sambil dipanaskan pada suhu 1800C dan diaduk dengan magnetic stirer. Kemudian 20 phr karet EPDM-g-MA dimasukkan kedalam labu leher tiga yang berisi larutan PS-g- MA . Diaduk kembali dengan magnetic stirer selama 60 menit. Setelah itu, masing- masing bahan tersebut larut sempurna. Dilakukan perlakuan campuran variasi untuk perbandingan PS-g-MA dengan EPDM-g-MA dengan perbandingan 50:50; 60:40;
70:30; 80:20 dan 90:10 (phr/phr). Kemudian campuran tersebut dituang kedalam ca- wan petri dan dikeringkan pada suhu ruang, bertujuan untuk memperoleh campuran yang homogen, kemudian dihaluskan dengan alu dan lumping. Kemudian campuran PS-g-MA dengan EPDM-g-MA diuji sifat mekanik, morfologi permukaan dengan SEM, analisa gugus fungsi dengan FTIR, dan ketahanan termal dengan TGA serta uji daya serap bunyi.
Tabel 3.3 Perbandingan Campuran Antara PS-g-MA dengan EPDM-g-MA
PS-g-MA (b/b) EPDM-g-MA (b/b)
90 10
80 20
70 30
60 40
50 50
3.7 Analisa Sifat Mekanik
Material komposit mempunyai sifat tekan yang lebih baik dibanding sifat tariknya. Kekuatan tarik dipengaruhi oleh ikatan molekul material penyusunnya.
Pada pengujian bending ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan lentur dari material komposit. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi beban lentur secara perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah. Pada perlakuan uji
bending bagian atas spesimen mengalami proses penekanan dan bagian bawah mengalami proses tarik sehingga akibatnya spesimen mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Spesimen uji bending dibuat sesuai standar ASTM D638 Tipe IV.
Gambar 3.1 Spesimen Uji berdasarkan ASTM D638 Tipe IV (Abdillah, 2008).
Keterangan :
L0 : Panjang spesimen mula-mula (mm) d : Tebal (mm)
b : Lebar (mm) Z : Panjang total spesimen (mm) A : Lebar spesimen (mm)
3.8 Pembuatan Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA dengan Penambahan Serbuk Sabut Kelapa Sawit
Pada tahap ini campuran PS-g-MA/EPDM-g-MA akan dicampurkan dengan serbuk sabut kelapa sawit 80 mesh yang kemudian akan dicetak dengan spesimen ASTM D790-02 lalu dipress dengan menggunkan press hidrolik pada suhu ruang.
Perlakuan yang sama akan dilakukan dengan perbandingan PS-g-MA/EPDM-g-MA : Serbuk Sabut Kelapa Sawit (50:50; 60:40; 70:30 dan 80:20) Phr. Cetakan spesimen uji daya redam suara sesuai ASTM 1059-98 dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.2 Cetakan Uji Daya Redam Suara
Tabel 3.4 Perbandingan Campuran antara Komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA dengan Serbuk Sabut Kelapa Sawit (SSKS)
PS-g-MA/EPDM-g-MA % (w/w) SSKS % (w/w)
80 20
70 30
60 40
50 50
3.8.1 Uji Persentase Daya Serap Air (Rasio Swelling)
Pengujian persentase daya serap air dilakukan dengan metode penentuan persen rasio swelling dengan cara mengukur berat awal (Wd) sampel yang kemudian di rendam dalam air suling selama 24 jam, sampel yang telah direndam kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan diukur lagi berat akhirnya (Ws).
Pengukuran persen daya serap air pada hidrogel dapat ditentukan dengan rumus berikut :
%S = x 100% (3.1)
Dimana :
%S = Persentasi daya serap air (%) Ws = Berat swollen dari spesimen (g) Wd= Berat kering dari spesimen (g)
3.8.2 Analisa Gugus Fungsi Dengan Fourier Transform Infra Red
Analisis spektroskopi infra merah dilakukan terhadap PS-g-MA,EPDM-g- MA dan komposit PS-g-MA/EPDM-g-MA bertujuan untuk mengetahui dan serta untuk melihat perubahan yang terjadi pada ketiga spektrumnya. Sampel PS-g- MA/EPDM-g-MA yang diperoleh dicetak tekan sehingga diperoleh film dengan ketebalan 0,02 mm. Selanjutnya direkam spektrumnya dengan spektrofotometer infra merah (FTIR).
3.8.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Scanning Electron Microscope
Proses pengamatan mikroskopis menggunakan Scanning Electron Microscopy dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula-mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator)