• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan mengenai keadaan dengan sebenar-benarnya atau menguraikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan mengenai keadaan dengan sebenar-benarnya atau menguraikan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Nichlos (Nichols, 2010) memaparkan bahwa pengambaran terhadap suatu kejadian pada film dokumenter terlihat nyata, terasa lebih ekspresif dan menunjukkan mengenai keadaan dengan sebenar-benarnya atau menguraikan sebuah fakta. Film dokumenter menunjukkan suatu historis, sehingga di dalamnya tidak menciptakan sesuatu yang baru maupun sesuatu yang tidak bisa untuk ditunjukkan bukti-buktinya. Nichols membagi tiga asumsi pada pengertian film dokumenter, yaitu:

1. Dokumenter merupakan sebuah realitas yang benar-benar dialami oleh subjek.

2. Dokumenter membahas tentang orang yang benar-benar nyata.

3. Dokumenter membahas atau menceritakan sesuatu apa yang terjadi secara nyata.

Dari asumsi-asumsi tersebut, menunjukkan bahwa film dokumenter merupakan sebuah fiilm yang mengnterpretasikan suatu subjek dan diambil berdasarkan pengalaman hidup dengan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.

Rabiger (2014) juga mengutarakan pendapat bahwasanya dalam film dokumenter sesungguhnya tidaklah mencoba menunjukkan realitas, akan tetapi juga memiliki tujuan untuk menyadarkan khalayak dalam mengambil keputusan atau sudut pandang dalam hidup.

2.1. Film Dokumenter

(2)

10 Pada film sendiri memiliki banyak sekali genre yang dapat diketahui, yaitu melodrama, horor, komedi, science fiction, dan sebagainya. Tapi tidak menutup kemungkinan terdapat film yang menggabungkan genre satu dengan lainnya (mix genre) seperti horor-komedi, drama-komedi, dan lain sebagainya. Genre-genre tersebut juga bisa lebih dispesifikkan lagi menjadi sub-genre, seperti pada genre komedi sendiri memiliki sub-genre yaitu komedi satir atau situasi komedi. Tidak hanya ddalam film fiksi yang memiliki genre atau jenis, film dokumenter juga memiliki jenisnya. Dari kutipan buku dengan judul Dari Ide Sampai Produksi, Gerzon R. Ayawaila memaparkan dua jenis documenter (Ayawaila, 2017). Yang kemudia oleh penulisnya membagi jenis film tersebut dalam berbagai kelompok, yaitu:

1. Laporan Perjalanan 2. Sejarah

3. Potret/Biografi 4. Nostalgia 5. Rekonstruksi 6. Investigasi

7. Perbandingan dan Kontradiksi 8. Ilmu Pengetahuan

9. Buku Harian (diary) 10. Music

11. Association Picture Story 2.2. Jenis Film Dokumenter

(3)

11 12. Dokudrama

Hermansyah (Hermansyah, 2016) memaparkan tipe-tipe dokumenter yang sebelumnya telah dikemukakan argumen tersebut oleh warren Buckland.

Tipe tersebut muncul berdasakan asumsi-asumsi orang mengenai dokumenter, yaitu:

a. Tipe Expository

Bill Nichols memberikan penjelasan bahwasanya tipe ini memuat narasi (voice over commentary) dengan mempadukan rangkaian-rangkaian dari gambar. Hal tersebut dimaksudkan agara film tersebut memiliki isi lebih deskriptif dan juga lebih informatif.

Narasi ini ditunjukkan langsung kepada orang yang menontonnya dengan menyampaikan rangkaian fakta dan juga argumen-argumen yang dapat digambarkan melalui shot yang ada dalam frame.

Terdapat hal-hal yang dapat menguatkan sebuah narasi yang ingin dibentuk, yaitu:

- Sebuah narasi disampaikan dengan memasukkan informasi- informasi abstrak, yang di mana hal tersebut tidak memungkinkan untuk ditampilkan oleh shot yang disajikan.

- Sebuah narasi dibuat untuk memperjelas sebuah peristiwa yang terjadi atau dapat memperjelas peristiwa ataupun tindakan yang dilakukan oleh tokoh yang telah terekam akan tetapi kurang bisa dipahami oleh orang yang menontonnya.

2.3. Tipe Film Dokumenter

(4)

12 Narasi dalam film dokumenter merupakan suatu inovasi yang nyata dan mempunyai tendensi untuk menunjukkan sesuatu dengan cara terbuka. Pada awalnya, narasi ini digambarkan seperti sesuatu yang muncul di mana-mana (omnipresent), bersifat mahatau (omniscient) dan berwujud suara obyektif yang pada dasarnya hal tersebut meripakan penjelasan dari ilustrasi gambar yang muncul.

Sebuah narasi sesungguhnya memiliki tujuan untuk menjaga kualitas dari penceritaan dan juga argumen dalam kandungan ekspresif. Jika diamati pada masa saat itu, karya dokumenter tipe puitik lebih berkembang pada pembuat film, hal tersebut dikarekanan dapat membuat sebuah interpretasi subjektif dan juga estetik terhadap subjek visual. Inilah yang menciptakan sebuah kemerdekaan di kalangan pembuat film di masa itu.

b. Tipe Observational

Tipe ini merupakan film di mana pembuat film tersebut menepis untuk melakukan intervensi terhadap objek dan juga kejadiannya.

Dalam pelaksanaannya, pembuat film akan bersifat netral dan juga tidak akan melakukan penghakiman kepada subjek dan juga kejadian. Selain itu, dalam tipe ini pembuat film tidak ingin untuk mempergunakan narasi (voive of god), komentar di luar cerita, wawancara, dan juga tidak menggunakan tulisan-tulisan yang panjang untuk memperjelas adegan. Hal ini dapat kita lihat pada karya Robert Flaherty melalui filmnya berjudul Nanook of the North. Dalam tipe ini, pembuat film menekankan untuk

(5)

13 memperlihatkan potongan-potongan kehidupan manusia dengan cara yang akurat dan juga memperlihatkan bagaimana kehidupan maunia yang menjadi subjek secara langsung. Cara tersebut digunakan oleh pembuat film untuk melakukan observasi sederhana.

c. Tipe Interactive

Pada tipe observational sebelumnya, pembuat film tidak diperbolehkan muncul dalam filmnya, sedangkan pada tipe interaktif ini, pembuat filmnya boleh untuk muncul, bahkan bisa juga secara terang-terangan di frame dan juga pembuat film dapat melibatkan diri dengan cara melakukan wawancara atau berinteraksi dengan subjeknya. Sehingga aspek utama yang terkandung dalam film dokumenter tipe ini yaitu dalam hal wawancara. Di mana hal tersebut dapat menunjukkan secara langsung komentar maupun respon secara langsung dari subjek dari film tersebut. Sehingga dalam pelaksanaannya narasumber atau subjek dari film tersebut dapat dengan mudah menyampaikan argumen maupun panddangan mereka pada konflik yang diangkat dari film itu. Ketika masuk dalam tahap penyuntingan gambar, argumen-argumen tersebut dapat disajikan dengan cara bergantian, sehingga dapat menunjukkan argumen yang saling menyokong satu sama lain dan bisa juga saling menentang. Dalam tipe ini, wawancara sebenarnya digunakan sebagai sebuah argumendari pembuat film terkait konflik yang ingin ditunjukkan dan juga tidak untuk mencoba netral pada konflik tersebut.

(6)

14 d. Tipe Reflexive

Pembuat film tipe refleksif memusatkan pada proses bagaimana agar film tersebut membuat kesadaran bagi yang menontonnya akan unsur-unsur film dan juga bagaiama sebuah film tersebut digarap (Hermansyah. K.D: 2016). Inilah yang masuk dalam perhatian pembuat film pada tipe ini. Dalam tipe ini juga, pembuat film memiliki kemajuan dibanding pada tipe interaktif. Tujuan dari tipe ini adalah agar memperjelas sebuah kebenaran kepada yang menonton.

e. Tipe Performative

Dalam tipe performatif ini, memiliki ciri-ciri yaitu paradoksal.

Pembuat film berusaha mengalihkan perhatian penonton dari

‘dunia’ yang diciptakan dengan mencondongkan perhatian penontonnya kepada aspek ekspresi dari film. Tujuan dari condongnya aspek ekspresi yaitu untuk menafsirkan ‘dunia’ dalam film tersebut dengan cara tidak langsung. Selain itu, dalam tipe ini memiliki tujuan untuk memunculkan suasana dan nuansa. Alasanya agar terciptanya subjek maupun kejadian dalam film. Penciptaan tersebut kemudian di maksudkan agar subjek maupun kejadian tersebut dapat tergambarkan dengan lebih subjektif, ekspresif dan juga mendalam. Tipe ini membuat kejadian dan subjek terasa lebih hidup yang juga membuat penonton bisa merasa berada dalam kejadian tersebut. Subjek dan kejadian tersebut dibikin sangat

(7)

15 lengkat agar yang memonton bisa merasakan akan adanya perubahan dan juga macamnya.

f. Tipe Poetic

Pada tipe puetik ini, Bill Nichols memaparkan bagaimana pada tipe ini pembuat film lebih condong pada penggambaran subjektif yang ada pada subjeknya. Penceritaan tradisional seperti memakai karakter tunggal diabaikan oleh pembuat film tipe ini dan lebih pada pengembangan kejadian. Penyunting gambar pada tipe ini menggunakan lebih banyak eksplorasi dan juga menggunakan pola ritme dalam waktu (temporal rhytms) dan jukstaposisi ruang (spatial juxtapositions). Hal ini dilakukan karena menurutnya sebuah continuity tidak berdampak apapun.

Peranan seorang DoP menurut Wheeler (Wheeler, 2012) yaitu menginterpretasikan sebuah rasa ke dalam sebuah gambar dengan menggunakan cahaya. Fokus utama dalam peran DoP yaitu mewujudkan ide dasar maupun visi dari sutradara ke dalam gambar. Sehingga DoP dituntut untuk bertanggungjawab dalam semua aspek pengambilan gambar dari film yang dibuat, berupa exposure, komposisi dan cleanliness. Selanjutnya Wheeler memaparkan bahwa seorang kepala departemen, dalam hal ini DoP merupakan ccontoh bagi krunya yang lain.

Box (Box, 2013) menyebutkan bahwasanya seorang DoP merupakan kaki tangan sutradara, DoP akan membantu sutradara dalam mengambil keputusan terkait pengambilan gambar. Setiap DoP bertanggungjawab dalam menginterpretasikan tiap scene yang sudah dirancang, menjadi sebuah satuan 2.4. Peranan Director of Photography

(8)

16 gambar yang dapat menunjukkan suatu tempat, waktu, atmosfer kejadian dengan menggunakan cahaya. DoP berfokus pada pemilihan angle camera dan pergerakan kamera yang sesuai dengan apa yang ingin disampaikan pada sebuah cerita dan juga scene. DoP mendesain cahaya agar memberikan kesan dramatis, realistik maupun suasana yang seperti diinginkan sutrada. DoP juga berkewajiban untuk berkoordinasi dengan asisten sutradara dalam mengolah manajemen waktu mengeset lampu maupun kamera, sehingga film berjalan dengan waktu yang telah dirancang.

dan paska produksi

2.5.1 Pra Produksi

Menurut Wheeler (Wheeler, 2012) tugas seorang DoP yang menjadi awal penggarapan film dalam tahap pra-produksi yaitu membaca atau membedah skenario bersama sutradara. DoP juga dapat memberi keputusan terhadap emosi yang terletak pada skenario, sehingga mood yang ingin disampaikan dalam aspek fotografi dapat berkesinambuangan dengan cerita. Pada tahap ini, DoP juga dapat menentukan kru yang akan bekerja pada hal teknis, film laboratory dan alat yang ingin digunakan.

2.5.2 Produksi

Menurut Wheeler (Wheeler, 2012) sebelum melakukan syuting, DoP akan melakukan reheasal terlebih dahulu untuk mengetahui 2.5. Tanggung Jawab Director of Photography Saat Pra produksi, Produksi,

(9)

17 gambaran shot yang akan diambil pada saat syuting. Wheeler juga menjabarkan proses dari produksi, yaitu:

1. Melakukan rehearsal dengan membuat block-out disetiap scene yang akan diambil gambarnya.

2. Memikirkan shot-shot dengan persetujuan sutradara sebelumnya mengenai shot yang akan digunakan disetiap scenenya.

3. Mengikuti jadwal yang telah ditentukan asisten sutradara.

4. Memastikan bahwa rancangan desain yang telah dibuat pada saat pra-produksi telah dilakukan dan memberikan konfirmasi keepada asisten kamera terkait spot yang akan digunakan.

5. Bekerja sama dengan asisten sutradara untuk mengatur background action.

6. Memberitahu set-up kamera kepada camera operator dan memberikan konfirmasi terhadap sutradara.

2.5.3 Paska Produksi

Menurut Wheeler (Wheeler, 2012) DoP akan tetap bekerja paada saat pasca produksi yaitu dengan melakukan pengecekan pada hasil efek, komposisi shot sebelum potongan gambar tersebut dijadikan final cut. Setelah final cut selesai, DoP juga akan melihat hasilnya.

Seorang DoP akan menghadiri pada saat Digital Intermediete grade dan memiliki hak untuk menyetuji peruhanan yang terjadi. Terakhir, DoP akan melakukan supervisi pada hasil scan yang sudah selesai.

(10)

18 2.6.1 Framing

Berbeda dengan pertunjukkan, film kadang kala melakukan pergerakan kamera seperti jarak lebih dekat agar dapat memperlihatkan emosi tokoh maupun menjelaskan suatu onjek tertentu secara detail. Jika diamati, tuntutan unsur naratif dan juga unsur estetik, menjadikan pembuat film melakukan pembatasan dalam unsur mise-en-scene dengan menyesuaikan kebutuhan. Hal inilah yang disebut dengan istilah framing atau pembangkaian yang merupakan teknik pembatasan gambar dengan kamera.

Terdapat 4 aspek framing yaitu; bentuk dan dimensi frame, ruang off screen dan on screen, sudut kemiringan, jarak, tinggi serta pergerakan kamera (Pratista, 2017).

2.6.2 Angel Camera

Definisi angel kamera yaitu wilayah atau titik pandang yang direkam oleh lensa (Mascelli, 2010). Pengambilan angle gamar ini disesuaikan dengan apa yang ingin disampaikan pada film seperti kesan daya tarik visual, mengacu ketegangan, memberi sudut pandang dan memunculkan efek dramatis. Dalam satu long take shot, DoP harus bisa mengarahkan sudut pandang penonton dengan menggunakan angle kamera. Apabila DoP menggunakan angle kamera dengan baik dan sesuai, maka akan menunjukkan visualisasi yang dramatic sesuai dengan cerita (Mascelli, 2010). Fungsi lain dari penggunaan angle yaitu untuk memperlihatkan sebuah konflik yang disajikan pada satu adegan. Penggunaan angle kamera 2.6. Teknik Pengambilan Gambar

(11)

19 pada film dokumenter ini yaitu menggunakan angle kamera objektif.

Fungsinya yaitu menggambarkan ruang dan waktu peristiwa dengan seada- adanya. Himawan Pratista dalam bukunya dengan judul Memahami Film (Pratista, 2017) membagi angle menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Straight on Angle/Eye Level

Objek dalam frame diambil secara lurus.dan sejajar dengan mata b. Low Angle

Biasanya dipakai untuk memperlihatkan subjek yang tinggi.

c. High Angle

Kamera diarahkan kebawah dalam mengambil gambar subjek.

d. Overhead Shot

Shot yang diambil yaitu tegak lurus kebawah.

2.6.3 Type Of Shot

Pada saat produksi film, DoP sangat bebas untuk mengambil gambar dengan berbagai pergerakan. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pergerakan kamera dapat mempengaruhi sudut, kemiringan, ketinggian, serta jarak. Pergerakan kamera sesungguhnya didasarkan pada pergerakan tokoh maupun objek, penggambaran sebuah situasi.

Dalam buku berjudul Semua Bisa Menulis Skenario, Budiana Akbar membagi shot menjadi tujuh tipe (Akbar, 2017), yaitu:

a. Extreme Long Shot (ELS)

Fungsi dari shot ini adalah menunjukkan suatu jarak yang sangat jauh dalam wilayah yang luas.

(12)

20 Gambar II.1. Extreme Long Shot (Contis, 2018)

b. Long Shot (LS)

Fungsi dari Long Shot yaitu memperlihatkan wilayah dan lokasi kejadian.

Gambar II.2 Long Shot (Contis, 2018) c. Full Shot

Pada tipe ini orang yang menonton akan melihat bagaimana subjek satu berinteraksi dengan subjek lainnya dalam keseluruhan gambar.

(13)

21 Gambar II.3 Full Shot (Contis, 2018)

d. Medium Shot (MS)

Medium Shot mengambil gambar dari bawah pinggang ke bagian atas.

Gambar II.4 Medium Shot (Contis, 2018) e. Medium Close-Up (MCU)

Medium Close Up diambil dari batas dada hingga kepala subjek.

Gambar II.5 Medium Close-Up (Contis, 2018)

(14)

22 f. Close Up

Close Up memiliki fungsi untuk memperlihatkan ekspresi tokoh.

Gambar II.5 Close-Up (Contis, 2018) g. Extreme Close Up

Pada tipe ini, pengambil gambar akan berfokus pada detail, baik detail wajah maupun detail gambar.

Gambar II.6 Exyreme Close Up (Contis, 2018) 2.6.4 Camera Movement

Menurut (Pratista, 2017) jenis-jenis pergerakan kamera terdiri dari:

a. Pan

Pergerakan kamera dimana kamera tetap pada porosnya dan hanya bergerak dari kanan ke kiri atau sebaliknya.

(15)

23 Gambar II.7 Pan (Imanto, 21)

b. Tilt

Pergerakan kamera dimana kamera tetap pada porosnya dan hanya bergerak dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Gambar II.8 Tilt (Imanto, 21) c. Roll

Pergerakan kamera Roll mengambil gambar secara memutar.

(16)

24 Gambar II.9 Roll (Soule, 2018)

d. Tracking Shot

Merupakan pergerakan kamera yang mengambil gambar secara horizontal.

Gambar II.10 Track (Imanto, 21) e. Crane

Pergerakan kamera yang mengambil gambar di atas permukaan tanah atau melayang.

(17)

25 Gambar II.11 Crane (Pergerakan Kamera, 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan BAPPEDA yang tercantum dalam Strategi Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat, point 8 dari 15 point yang ada dalam kebijakan tersebut

Paritas dapat mempengaruhi terjadinya Preeklampsi pada ibu hamil karena wanita dengan pre- eklampsia dan eklamsia dapat mengalami kelaian aktifisi imun dan hal ini

Kebutuhan pompa yang lebih rendah akan mengurangi kebutuhan daya engine untuk hidrolik, sehingga akan tersedia daya tarik yang lebih besar untuk peningkatan produksi dari

Secara lebih rinci, penelitian ini (1) mengkaji kemam- puan berpikir produktif dalam pembelajaran Laboratorium Statistik Deskriptif antara maha- siswa yang

Skripsi ini menggambarkan tentang pelaksanaan penanggulangan bencana melalui program Sekolah Madrasah Aman Bencana (SMAB) sebagai upaya mitigasi bencana di Kota Malang

Menurut Satuhu (2004), secara visual kerusakan akibat suhu dingin dapat dilihat dari penampakannya. Panjang penyimpanan bervariasi dengan kematangan ketika ditempatkan

Perlu dibuat standar prosedur operasional (SPO) kelengkapan pengisian resume medis 24 jam setelah selesai pelayanan, perlu melakukan koordinasi antara bagian keuangan