• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi Kebijakan Sosial Pencegahan di Kabupaten Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Implementasi Kebijakan Sosial Pencegahan di Kabupaten Malang"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

241

Analisis Implementasi Kebijakan Sosial Pencegahan Stunting di Kabupaten Malang

Hutri Agustino1*, Eko Rizqi Purwo Widodo2

*Corresponding Author: hutri_agustino@umm.ac.id

1,2Universitas Muhammadiyah Malang DOI: 10.22219/jurnalsospol.v8i2.22558 Abstract

This study aims to assess the level of achievement of the success of the policy program by examining the implementation of the Stunting Prevention Policy in Malang Regency based on Regent Regulation Number 33 of 2018. According to the statistics of the Malang Regency Health Office in 2018 which recorded that there were at least 30,323 stunted children, which were divided into two groups, namely very short and short based on classification with height measurement criteria. This study used a qualitative technique with a descriptive type, and the participants were selected purposively with program recipient informants from the Malang Regency area. The results showed that the Department of Population Control and Family Planning (DP2KB) of Malang Regency consisted of four areas, namely: (1) Field of Counseling and Mobilization of Regional Family Planning (PPKBD); (2) Population Control Sector; (3) Family Resilience and Welfare Sector; and (4) Family Planning Service Sector. Each of these four fields has a number of priority activity programs in preventing stunting in Malang Regency.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menilai tingkat pencapaian keberhasilan program kebijakan dengan mengkaji pelaksanaan Kebijakan Pencegahan Stunting di Kabupaten Malang berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2018.

Menurut statistik Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2018 yang mencatat terdapat sedikitnya 30.323 anak stunting tersebut, yang terbagi kedalam dua kelompok, yakni sangat pendek dan pendek berdasarkan penggolongan dengan kriteria pengukuran tinggi badan. Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif dengan tipe deskriptif, dan partisipan dipilih secara sengaja dengan informan penerima program dari wilayah Kabupaten Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Malang terdiri dari empat bidang, yakni: (1) Bidang Penyuluhan dan Penggerakan Keluarga Berencana Daerah (PPKBD); (2) Bidang Pengendalian Penduduk; (3) Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga; dan (4) Bidang Pelayanan Keluarga Berencana.

Keempat bidang tersebut masing-masing memiliki sejumlah program kegiatan prioritas dalam pencegahan stunting di Kabupaten Malang.

Keywords

Balita, Kabupaten Malang, Kebijakan Sosial, Stunting

Article History Received September, 10 Revised December, 16 Accepted December, 28 Published December, 30

Corresponding Author Hutri Agustino.

Jl. Raya Tlogomas No. 246, Kota Malang. 65144.

Pendahuluan

Percepatan penanganan stunting pada tahun 2020 diperpanjang dari 160 kabupaten dan kota pada tahun 2019 menjadi 260 kabupaten dan kota pada tahun 2020. Stunting diproyeksikan sebesar 19% pada tahun 2024 di bawah RPJMN 2020-2024, turun dari 30,8% sekarang. Upaya ini harus dimaksimalkan dengan memberikan perawatan nutrisi yang terarah dan hati-hati.

Stunting adalah gangguan pertumbuhan pada anak di bawah usia lima tahun yang disebabkan oleh kekurangan gizi yang menetap, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).

Stunting menghambat perkembangan otak dan meningkatkan kemungkinan mendapatkan gangguan kronis di kemudian hari. Stunting dimulai sejak dalam kandungan dan tidak muncul

(2)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

242

dengan sendirinya sampai anak berusia dua tahun. UNICEF mendefinisikan stunting sebagai persentase anak usia 0 sampai 59 bulan yang lebih pendek dari dibawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga sentimeter (stunting kronis). Ini diukur dengan menggunakan kriteria pertumbuhan anak WHO.

Seperti diberitakan sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatatkan Indonesia sebagai negara ketiga paling pendek di Asia pada 2017. Namun, menjelang akhir masa jabatannya sebagai Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek menyatakan bahwa pada 2019, angka stunting menurun. menjadi 27,67%, penurunan 10%. Namun, persyaratan WHO adalah 20%.

Harap diingat bahwa Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan penelitian setiap lima tahun. Mereka mempelajari 84.000 anak sebagai bagian dari Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI). SSGBI 2019 dilakukan bersamaan dengan Susenas untuk mendapatkan gambaran status gizi yang meliputi underweight, wasting, dan stunting. Akibatnya, prevalensi gizi kurang atau gizi buruk pada 2019 sebesar 16,29 persen.

Angka ini menurun sebesar 1,5 persen. Prevalensi stunting pada anak balita sebesar 27,67 persen pada 2019, turun 3,1 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, 7,44 persen balita tergolong wasting (kurus) (Administrator, 2019).

Sebagaimana tertuang dalam roadmap nasional, persoalan children stunting ditargetkan tuntas pada tahun tahun 2024 mendatang yang menjadi akhir dari pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo sebagaimana tampak dalam gambar di bawah ini:

Gambar 1: Fakta Stunting di Indonesia Sumber: LPPA PDA Karanganyar, 2020

Berikutnya adalah data prevalensi stunting pada tahun 2007 sampai 2019 serta target yang ingin dicapai pada tahun 2024 tampak dalam gambar 2 di bawah ini:

(3)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

243

Gambar 2: Grafik Prevalensi Stunting 2007-2019 dan Target 2024 Sumber: Sumarjati Arjoso, 2021

Dengan mempertimbangkan berbagai fakta dan analisis yang disajikan di atas, penelitian ini akan berkonsentrasi pada mengidentifikasi cara-cara untuk memecahkan masalah stunting anak di Kabupaten Malang. karena wilayah ini masuk kategori yang cukup tinggi prevalensi stuntingnya sebagaimana data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2018 yang mencatat terdapat sedikitnya 30.323 anak stunting tersebut, yang terbagi kedalam dua kelompok, yakni sangat pendek dan pendek berdasarkan penggolongan dengan kriteria pengukuran tinggi badan.

Angka kejadian stunting di Kabupaten Malang sebesar 14,1 persen atau sekitar 26.700 anak balita dari total 189.600 balita. Kabupaten Malang merupakan salah satu dari 16 kabupaten/kota di Jatim yang ditetapkan sebagai daerah prioritas stunting tahun 2020.

Seiring dengan hal tersebut, penelitian terdahulu terhadap stunting telah dilakukan melalui berbagai sumber jurnal maupun artikel di Indonesia. Menurut berbagai analisis dari penelitian terdahulu tersebut, Stunting memang merupakan sebuah gejala yang kerap di alami oleh anak khususnya pada balita yang berusia 0 sampai 59 bulan dan memiliki resiko untuk mengalami penyakit kronis pada saat anak tersebut beranjak dewasa. Maka dari itu diperlukannya gizi yang cukup semenjak dini (Nurul Imani 2020). Seiring dengan hal tersebut, penelitian (Sutarto dkk 2018) menyebutkan bahwa stunting biasanya dialami oleh Ibu hamil maupun anak balita dan intervensi agar mengurangi pervalensi sunting harus dilakukan semenjak 1000 hari pertama (HPK) dari anak balita dengan terus mencukupi gizinya. Penelitian ini juga senada dengan (Kinanti 2020). Yang menjelaskan bahwa sangat diperlukannya penguatan koordinasi serta perluasan cakupan dari setiap program dari Lembaga maupun kementerian terkait guna menurunkan angka stunting di setiap daerah atau desa yang sudah masuk kedalam desa prioritas.

disamping itu, menurut penelitian (Trihono dkk 2015) melalui publikasi kemenkes mengatakan bahwa, pencukupan gizi saja tidak cukup dalam mencegah stunting pada anak. Selain pencukupan gizi yang baik pada setiap umurnya, anak dan orang tua juga memerlukan sebuah program berupa bimbingan dan edukasi, wajib belajar, hingga revisi UU perkawinan. Sejalan

(4)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

244

dngan penelitian tersebut, stunting dapat terjadi karena factor multi dimensi yang tidak hanya disebabkan oleh factor gizi buruk, maka dari itu pencegahannya harus dikaji pada tataran akar rumput sebagai sebuah upaya preventif di ranah individu, tidak hanya bergantung pada pemerintah saja dan stunting adalah masalah mendesak yang harus diselesaikan secara bersama (Rini & jeki 2019).

Peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi stunting sangatlah penting.

Menurut penelitian terdahulu lainnya, salah satu temuan pencegahan stunting lainnya di Surabaya juga dilakukan melalui modifikasi makanan pada anak oleh peran orang tua (Idham Choliq dkk 2020). Sejalan dengan hal tersebut, tentu saja peran bersama antara pemerintah dengan orang tua diperlukan untuk berjalan secara beriringan, jika hanya pemerintah dan lembaga saja yang bergerak maka program tidak akan berjalan dan sebaliknya, jika hanya masyarakat saja yang bertindak tanpa bantuan pemerintah maka masalah stunting pada anak di Indonesia tidak akan bisa diselesaikan karena, pendidikan serta pendapatan keluarga yang lebih rendah juga sangatlah berpengaruh pada kasus stunting pada anak. (Agus dkk 2016). Melalui berbagai penelitian terdahulu tersebut, maka dalam penanggulangan stunting haruslah melalui beberapa bidang yang mencakup tidak hanya pada pemenuhan gizi anak, namun pada gizi ibu, Pendidikan orang tua, penghasilan orang tua, sampai dengan berbagai peran dari pemrintah dan Lembaga terkait.

Berbeda dengan riset-riset terdahulu sebelumnya, penelitian ini akan menggunakan kebijakan sosial sebagai kerangka teoritis. Adanya kebijakan sosial bertujuan untuk menangani masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial untuk semua kelompok orang untuk memungkinkan dan meningkatkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan sosial. Terdapat cukup banyak definisi mengenai kebijakan sosial. Marshall, Rein, Hutman, Magil, Spicker, dan Hill antara lain telah mengemukakan berbagai definisi kebijakan sosial, antara lain:

“Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berdampak langsung pada kesejahteraan warga negara melalui penyediaan layanan, atau bantuan keuangan," tulis Marshal (1965).

“Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya sosial, mempromosikan pemerataan, distribusi sumber daya, dan dukungan sosial,” tulis Rein (1970). Huttman (1981) mendefinisikan kebijakan sosial sebagai “kumpulan metode, tindakan, atau program yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial dan memenuhi harapan sosial.”

Adapun Magil (1986) mendefinisikan kebijakan sosial sebagai bagian dari kebijakan publik. Semua kebijakan yang berasal dari pemerintah dianggap kebijakan publik, yang meliputi ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan dan keamanan (militer), dan infrastruktur publik lainnya (air bersih, listrik). Menurut Spicker (1995), kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan (welfare), baik dalam arti luas mempertimbangkan kualitas keberadaan manusia maupun dalam arti sempit mengacu pada berbagai jenis penyediaan layanan kolektif tertentu untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, Hill (1996) mendefinisikan kebijakan sosial sebagai studi tentang peran negara dalam kaitannya dengan kesejahteraan warganya; Bessant, Watts, Dalton, dan Smith (2006) mendefinisikan kebijakan sosial sebagai apa yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui penyediaan berbagai manfaat pendapatan, layanan masyarakat, dan program manfaat sosial lainnya.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli, kebijakan sosial merupakan salah satu kebijakan publik. Kebijakan sosial adalah pilihan yang dibuat oleh pemerintah dalam

(5)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

245

menanggapi isu-isu publik seperti menyelesaikan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Sebagai salah satu jenis kebijakan publik, kebijakan sosial melayani tujuan preventif, kuratif, dan pembangunan. Sebagai simbol komitmen negara untuk memenuhi hak-hak sosial warga negaranya. Secara umum, tiga jalur digunakan untuk mencapai kebijakan sosial:

legislasi, program bantuan sosial, dan sistem perpajakan. Menurut definisi ini, kebijakan sosial mencakup undang-undang, undang-undang, atau peraturan apa pun yang berkaitan dengan masalah dan kehidupan sosial. Namun, tidak semua upaya sosial menjadi hukum (Kebijakan Sosial, 2010).

Metode

Penelitian lapangan ini lebih menitikberatkan pada pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif naratif. Secara formal, lokasi penelitian berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang dengan kemungkinan terfokus pada beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menjadi leading sector dalam proses implementasi Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2018 tentang Upaya Pencegahan Stunting, yaitu Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB). Pemilihan subjek penelitian akan dilakukan secara sengaja, yaitu dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, sejalan dengan pengertian nonprobability sampling. Misalnya subjek tertentu dianggap paling tahu dan memiliki kewenangan untuk menjelaskan beberapa hal yang ditanyakan dalam penelitian ini, atau bisa disebut sebagai key person di beberapa Kepala Bagian (Kabid) di lingkungan Dinas Pengendalian Kependudukan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Malang dalam Perbup No 33 Tahun 2018.

Denzin dan Lincoln sering menggunakan prosedur pengumpulan data berikut dalam penelitian kualitatif: (a) Observasi terstruktur mengacu pada observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti selama kegiatan pelatihan, penyuluhan, dan simulasi program pencegahan stunting di Kabupaten Malang. (a) Wawancara mendalam yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dengan cara berikut: (1) Bagaimana implementasi Perbup No 33 Tahun 2018 tentang pencegahan stunting oleh beberapa OPD sebagai telah tersebut di atas; (2) bagaimana tantangan dan dinamika yang dihadapi saat realisasi strategi tersebut serta hasil yang diperoleh. (c) Dokumenter menyiratkan bahwa penelitian ini sangat mungkin membutuhkan penjelasan data sekunder berupa dokumentasi gambar, video, artikel, dan klip berita yang signifikan. (d) Focus Group Discussion (FGD) adalah metode pengumpulan data dan informasi secara sistematis tentang suatu topik tertentu melalui diskusi kelompok. Untuk alasan filosofis, metodologis, dan praktis, FGD digunakan. FGD diadakan karena alasan filosofis, artinya dapat memberikan informasi dari berbagai perspektif untuk melengkapi temuan penelitian. —yang dalam konteks ini berarti bagaimana implementasi strategi pencegahan stunting oleh Pemerintah Kabupaten Malang melalui beberapa OPD terkait serta tantangan dalam proses implementasi strategi tersebut. FGD digunakan karena alasan praktis, artinya peserta FGD tidak merasa sebagai 'objek', melainkan sebagai 'subjek' yang aktif dan bebas yang terlibat secara mendalam dalam penemuan-penemuan hasil penelitian.

Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian diolah melalui langkah awal reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau penarikan kesimpulan. (1) Reduksi data adalah proses mereduksi, mengabstraksi, dan memanipulasi data “mentah” dari rekaman tekstual yang diperoleh di lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses penelitian,

(6)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

246

bahkan sebelum peneliti menentukan kerangka konseptual topik penelitian, hambatan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. Bahkan setelah penelitian lapangan dilakukan reduksi data di tempat penelitian yaitu Pemerintah Kabupaten Malang. (2) Tahap penyajian data adalah kumpulan informasi secara teratur yang memungkinkan ditariknya kesimpulan. Jenis presentasi yang paling umum adalah teks naratif. (3) Langkah- langkah verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan bagian dari pengaturan keseluruhan.

Temuan-temuan yang ada divalidasi selama investigasi, sehingga menghasilkan aspek siklus pada prinsip-prinsip fase analisis data.

Hasil dan Pembahasan

Persoalan Stunting di Indonesia

Stunting adalah kondisi di mana anak gagal berkembang (pertumbuhan fisik dan mental) akibat kekurangan gizi secara terus-menerus. Akibatnya, anak-anak bertubuh lebih pendek atau lebih rendah daripada teman sebayanya, dan mereka memiliki gangguan kognitif. Umumnya disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi kebutuhan gizi. Pada tahun 2017, Pemantauan Status Gizi (PSG) mengungkapkan bahwa prevalensi stunting pada anak di bawah usia lima tahun masih tinggi di Indonesia, yaitu 29,6 persen di atas standar WHO (20 persen). Pada tahun 2015, Indonesia memiliki jumlah anak stunting terbanyak kedua setelah Laos. Indonesia menempati urutan keempat dunia dalam hal angka stunting. Sekitar 9 juta balita Indonesia atau 37% mengalami stunting (kerdil). Stunting seringkali dimulai saat anak masih dalam kandungan dan diketahui saat anak berusia dua tahun. Stunting menyebabkan gejala yang terlihat seperti: wajah tampak lebih muda dari anak seusianya; keterlambatan pertumbuhan tubuh dan gigi; fokus belajar dan keterampilan memori yang buruk; pubertas lambat; anak usia 8-10 tahun cenderung lebih pendiam dan kurang melakukan kontak mata dengan orang di sekitarnya;

dan bobot yang lebih ringan untuk usia mereka.

Stunting, menurut Kemenkes, merupakan bahaya berat bagi kualitas masyarakat Indonesia. Anak-anak tidak hanya menghadapi gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga masalah perkembangan otak yang memengaruhi bakat dan prestasi mereka. Lebih lanjut, anak dengan stunting memiliki riwayat kesehatan yang buruk karena daya tahan tubuh yang lemah. Jika stunting tidak ditangani secara serius, maka dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Mengingat fakta bahwa stunting merupakan masalah kesehatan yang serius, sangat penting untuk memahami penyebab stunting. Anda kemudian dapat mengambil tindakan pencegahan untuk menghindarinya. Beberapa variabel yang berkontribusi terhadap stunting harus diidentifikasi:

Variabel seperti sanitasi, infeksi berulang, penyakit mental dan hipertensi pada ibu, kegagalan merawat anak setelah lahir, pola makan yang buruk dan kebiasaan pengasuhan yang mengakibatkan kekurangan gizi jangka panjang adalah faktor-faktor tersebut yang berkontribusi terhadap malnutrisi jangka panjang. Menyadari bahwa stunting merupakan masalah kesehatan berisiko tinggi yang dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi perkembangan anak, maka diperlukan berbagai upaya pencegahan mulai dari meningkatkan kebersihan, mengkonsumsi asam folat, pentingnya asupan Air Susu Ibu (ASI), melakukan pemeriksaan kesehatan secara regular, pilihan menu makanan yang beragam yang menyesuaikan dengan usia dan kebutuhan asupan gizi (Tim RSUD Blora, 2022).

(7)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

247

Stunting merupakan penyakit tumbuh kembang anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi secara terus-menerus sejak anak masih dalam kandungan. Umumnya, tanda-tanda stunting tidak muncul hingga anak berusia dua tahun. Stunting adalah kriteria pertumbuhan berdasarkan tinggi badan untuk anak-anak. Wasting adalah ukuran pertumbuhan berdasarkan berat badan untuk anak-anak. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2017, Indonesia menempati urutan keenam dunia dalam hal jumlah kasus stunting terbanyak, dengan proporsi mencapai 37 persen. Upaya menekan angka kasus stunting tetap menjadi prioritas utama Indonesia. Pemberantasan stunting merupakan upaya terus menerus untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia masa depan. Hal ini dilakukan agar Indonesia dapat mengembangkan sejumlah besar sumber daya manusia yang unggul dan dapat berdaya saing secara internasional.

Pencegahan stunting menjadi tugas seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah sebagai fasilitator, tidak hanya individu atau calon orang tua saja. Sehingga, menurunkan prevalensi stunting pada balita menjadi prioritas utama Pemerintah Indonesia. Misalnya, Sekretariat Wakil Presiden menyelenggarakan upaya percepatan pencegahan stunting agar konvergen di semua tingkatan pemerintahan, termasuk desa, dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Sekretariat Presiden mengajak semua pihak untuk bekerja sama menurunkan angka kejadian stunting hingga 14 persen pada tahun 2024. Selanjutnya, frekuensi stunting di Jawa Timur sebesar 13,6 persen pada Februari 2020, menurut data statistik yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Namun persentase tersebut masih tergolong tinggi, mengingat masih banyak anak stunting di Jawa Timur, khususnya sekitar 380.000 balita. Angka kejadian stunting di Kabupaten Malang sebesar 14,1 persen atau sekitar 26.700 anak balita dari total 189.600 balita. Kabupaten Malang merupakan salah satu dari 16 kabupaten dan kota di Jawa Timur yang ditetapkan sebagai daerah prioritas stunting tahun 2020.

Dengan memperhatikan data diatas, maka Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Malang sebagai leading sector utamanya dalam aksi atau tindakan pencegahan stunting memiliki berbagai program sebagaimana di sampaikan oleh Ibu Anis Waty Aziz selaku Kepala Dinas berikut ini:

“Program kami dalam mencegah bertambahnya jumlah stunting seperti edukasi pranikah, TRIBINA yang merupakan singkatan dari keluarga bina balita, keluarga asuh remaja, dan keluarga asuh lansia, serta UPPKS singkatan dari Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera, merupakan organisasi yang beranggotakan ibu-ibu yang ber-KB dan memiliki usaha.

Selanjutnya ada aplikasi kontra war aplikasi yang bisa mengetahui tentang ibu hamil dengan resiko tinggi”.

Sedangkan Bapak Aunur Rofiq selaku Sekretaris DP2KB memaparkan lebih detail sebagai berikut ini:

“Kebijakan yang dilakukan di DPPKB yaitu terkait pengendalian penduduk dengan cara mengedukasi remaja pranikah yang kita lakukan melalui program pengendalian penduduksekolah siaga kependudukan yang berbasis masyarakat memberikan wawasan terhadap anak usia sekolah terkait aspek dampak kependudukan dalam rangka pengendalian penduduk dan peningkatan kualitas”.

Masih menurut Bapak Rofiq, bahwa dalam mendukung realisasi program—DP2KB juga berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk Perguruan Tinggi sebagaimana di sampaikan di bawah ini:

(8)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

248

“Dalam membantu kelancaran kegiatan tersebut kami memiliki aplikasi yang bisa diakses masyarakat yaitu aplikasi “Konco Sregep” ada 13 materi dalam apliksai tersebut yang akan menilai kesehatan reproduksi. Pembuatan aplikasi ini kami bekerjasama dengan SKM UNAIR.

Sedangkan terkait dengan surveillance kami memiliki aplikasi “Contra War”.

Bidang Penyuluhan dan Penggerakan Keluarga Berencana Daerah (PPKBD)

Berikutnya adalah penyampaian dari Bapak Pamuji Handoko selaku Kepala Bidang Penyuluhan dan Penggerakan di bawah ini:

“Dalam kepentingan aksi pencegahan stunting, bidang Penyuluhan dan Penggerakan adalah membantu memberikan support ke 3998 kader Pembantu Pembina Keluarga Berencana di Desa (PPKBD) yang ada di desa dalam upaya mencegah bertambahnya jumlah stunting”.

Selanjutnya Institut Masyarakat Perdesaan (IMP) berfungsi sebagai wadah pengorganisasian dan pelaksanaan gerakan pembangunan keluarga sejahtera di tingkat desa/kelurahan, dusun/RW, dan RT di bawahnya yaitu PPKBD, SUB PPKBD. Pembantu Bantuan Keluarga Berencana Desa (PPKBD) bekerja di tingkat Desa atau Kelurahan. Sub Asisten Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD), yang bekerja di tingkat Dusun atau RW. Kader PPKBD dan Sub PPKBD merupakan sumber daya manusia lokal yang kritis dan andal untuk menjaga keberhasilan program KB di masyarakat, serta pengembangan program yang aktif menerapkan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dalam program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana) kepada masyarakat dan keluarga.

Latar Belakang adalah Permasalahan penduduk yang semakin kompleks membutuh perhatian dari berbagai pihak, sehingga perlu dilakukan pemetaan wilayah berdampak agar program pemerintah lebih tepat sasaran; Pentingnya skala prioritas permasalahan, untuk mengetahui tingkat urgensi atau mendesaknya suatu permasalahan untuk segera ditangani;

Pentingnya dukungan dari berbagai sektor atau komponen bidang lain dalam mendukung keberhasilan program BANGGA KENCANA apalagi dengan dikeluarkannya Prepres nomor 72 tahun 2021 tentang Pecepatan Penurunan Stunting, yang menjadi tanggung jawab dari BKKBN untuk mengawal penurunnan stunting. Pola pembinaan PPKBD dalam memberikan KIE kepada masyarakat pedesaan:

Pola 1. PPKBD langsung ke Keluarga Pola 2. PPKBD ke Sub PPKBD ke Keluarga

Pola 3. PPKBD ke Sub PPKBD ke Kelompok KB ke Keluarga

Pola 4. PPKBD ke Sub PPKBD ke Kelompok KB ke Dasa Wisma Keluarga

Pola 5.PPKBD ke Sub PPKBD ke Kelompok KB ke Dasa Wisma Keluarga ke keluarga Lain

Selanjutnya, terdapat 6 (enam) peran Bakti bagi kader IMP yang terdiri dari:

1. Pengorganisasian

Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) memerlukan kepengurusan sebagai wadah berbagai kegiatan di tingkat desa/kelurahan di bawahnya.

a) Kepengurusan Tunggal - PPKBD

b) Kepengurusan Kolektif - Sub PPKBD, Kelompok KB

(9)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

249 2. Pertemuan

Pelaksanaannya dilakukan oleh Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP), baik antar pengurus kelembagaan, pengurus PLKB/PKB, maupun petugas pengelola KB lainnya. Platform untuk mengkomunikasikan informasi/data, pendampingan, evaluasi, pemecahan masalah, dan perencanaan kegiatan untuk program BANGGA KENCANA di tingkat lapangan, termasuk pembicaraan tentang identifikasi dini kasus stunting.

3. Kie Dan Konseling

a) Mendukung peningkatan keterlibatan masyarakat dalam keluarga berencana yang lebih mandiri dan berkelanjutan.

b) Mendorong keterlibatan masyarakat dan kepedulian terhadap kesehatan dan keselamatan perempuan dan keluarganya

c) Meningkatkan pengetahuan keluarga dan peduli terhadap kesehatan reproduksi guna terciptanya keutuhan keluarga.

d) Meningkatkan ketahanan keluarga dalam rangka membangun keluarga yang berkualitas, yang meliputi komponen agama, pendidikan, sosial budaya, kasih sayang, dan perlindungan.

e) Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perlunya penerapan pola asuh yang berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan balita yang sehat.

f) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga lanjut usia dan keluarga dengan anggota keluarga di atas usia 60 tahun.

g) Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan orang tua dan anggota keluarga lainnya, serta mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja yang seimbang, melalui komunikasi yang baik antara orang tua dan remaja. Mendorong keluarga agar mau dan mampu meningkatkan pendapatan keluarga melalui pemberdayaan ekonomi keluarga dalam rangka membangun keluarga sejahtera.

Bidang Pengendalian Penduduk

Berikutnya adalah yang di sampaikan oleh Bapak Yudiono selaku Kepala Bidang Pengendalian Penduduk berikut ini:

“Program yang berkaitan dengan stunting yaitu Sekolah Siaga Kependudukan dimana akan memberikan penguatan pengetahuan kepada remaja yang akan menikah. Dalam program ini sekolah harus memasukkan kurikulum yang akan memberikan materi tentang kesehatan reproduksi dan kesejahteraan keluaraga. Saat pelatihaan bagaimana semua materi masuk dalam semua mata pelajaran disekolah sehingga materi pelajaran akan menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan kependudukan”.

Di Sekolah Siaga Kependudukan, pendidikan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga diintegrasikan ke dalam berbagai tema (mata pelajaran) dan/atau muatan lokal khusus kependudukan. Edukasi juga disampaikan melalui kegiatan kemahasiswaan dan Population Corner. Tujuan SSK adalah sebagai berikut: (a) Siswa memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan tentang kepedulian kependudukan; (b) Siswa berperilaku yang menunjukkan kekeluargaan yang baik; (c) Siswa memiliki pengetahuan yang utuh tentang masalah dan manfaat penduduk setempat (local genius); (d) Siswa dapat menyajikan data mikro kependudukan dalam bentuk peta, grafik, atau digital untuk analisis sederhana. (e) Mengurangi angka putus sekolah dan

(10)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

250

kasus lain yang sering terjadi di sekolah; dan (f) Meningkatkan pemahaman pendidik dan peserta didik tentang manfaat dan implikasi demografi. Sampai dengan saat ini, sudah terdapat 7 SSK di Kabupaten Malang dengan rincian di bawah ini: SMAN 1 Kepanjen, SMAN 1 Turen, SMPN 5 Karangploso, SMPN 5 Kepanjen, SMPN 1 Wajak, SMPN 1 Tirtoyudo dan MTS Babusalam Pagelaran. Berikut ini beberapa dokumentasi kegiatan SSK di Kabupaten Malang

Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga

Selanjutnya adalah penyampaian dari Ibu Ida Sari Wardani selaku Kepala Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga (K3) berikut ini:

“Terdapat program “Kids Siap Nikah Anti Stunting” merupakan program yang masih baru yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada remaja yang akan menikah melalui berbagai modul yang disediakan, untuk bina keluarga balita ada program pola pengasuhan yang menyasar para orangtua sebagai bentuk pencegahan bertambahnya angka stunting”.

Lebih lanjut, masih menurut ibu Ida bahwa terdapat beberapa program kegiatan strategis yang sudah dan akan di laksanakan, diantaranya adalah sebagai berikut: (a) Operasional Ketahanan Keluarga Berbasis Kelompok Kegiatan BKB; (b) Penyuluhan Tentang Pengasuhan 1000 HPK Bagi Kelompok Bina Keluarga Balita (BKB); (c) Operasional Penanganan Stunting – Edukasi Pengasuhan 1000 HPK bagi Ibu dan Keluarga; dan (d) Pemahaman Kespro dan Stunting Bagi Calon Pengantin.

Bidang Pelayanan Keluarga Berencana

Menurut ibu Dewi Indriati selaku Kasie Pembinaan Kesertaan Ber KB terdapat beberapa program pokok di bidang Pelayanan Keluarga Berencana, antara lain: (a) Penyuluhan Bagi Calon Peserta Keluarga Berencana dan Penyuluhan Bagi PUS Risti merupakan Komunikasi, Edukasi kepada Keluarga dan masyarakat tentang Keluarga Berencana dan Kesehatnn Reproduksi, Keikutsertaan ber KB yang bertujuan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, penundaan usia kehamilan dan jarak kehamilan dengan tujuan menurunkan risiko Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kelahiran Bayi (KB) Stunting pada Pasangan Usia Subur (PUS) dan PUS Risiko Tinggi untuk Keluarga Berencana (KB); (b) Pelayanan KB dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (intra uterine device), tubektomi (MOW), vasektomi (MOP, dan implan) dan metode kontrasepsi non jangka panjang seperti suntik, pil, dan kondom merupakan salah satu strategi pelaksanaan program KB itu sendiri; (c) Dengan tersedianya alat dan obat kontrasepsi bagi instansi kesehatan pemerintah dan swasta di 33 kecamatan Kabupaten Malang. Hal tersebut diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang menyebutkan dalam pasal 20 bahwa untuk mencapai pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga yang berkualitas, pemerintah harus menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan Pembangunan Keluarga, Program Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), yang bertujuan untuk mencapai pemenuhan Visi BKKBN yaitu terwujudnya Keluarga Berkualitas dan BKKBN. Berdasarkan hasil FGD di atas, maka dapat di sajikan secara ringkas dalam bagan pencegahan stunting oleh DP2KB Kabupaten Malang di bawah ini:

(11)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

251

Gambar 3: Bagan Pencegahan Stunting oleh DP2KB Kabupaten Malang Sumber: diolah dari hasil penelitian, 2021

Kesimpulan

Secara umum implementasi kebijakan sosial pencegahan stunting di Kabupaten Malang telah berjalan dengan baik. Namun terdapat dua permasalahan. Pertama, kurangnya sinergitas program antar OPD yang secara khusus memiliki irisan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus stunting, termasuk pelibatan unsur Perguruan Tinggi, NGO yang concern terhadap persoalan tersebut sampai NGO yang relevan. Kedua, belum meratanya distribusi program untuk setiap sektor DP2KB di seluruh desa/kelurahan Kabupaten Malang, termasuk yang menggabungkan aspek lembaga pendidikan formal (sekolah) dan nonformal (pondok pesantren), serta berbagai organ lain yang dapat menjadi mitra program.

Referensi

Administrator. (2019). Kementerian Kesehatan Fokus pada Pencegahan Stunting. Indonesia.Go.Id.

https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/kementerian-kesehatan- fokus-pada-pencegahan-stunting

Choliq, I., Nasrullah, D., & Mundakir, M. (2020). Pencegahan stunting di Medokan Semampir Surabaya melalui modifikasi makanan pada anak. Humanism: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1).

http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/HMN/article/view/4544

Imani, N. (2020). Stunting pada anak: kenali dan cegah sejak dini. Hijaz Pustaka Mandiri.

https://books.google.co.id/books/about/Stunting_Pada_Anak.html?id=NmRVEAAAQB AJ&redir_esc=y

LPPA PDA Karanganyar. (2020). Fakta Stunting di Indonesia. Pimpinan Daerah ’Aisyiyah (PDA) Karanganyar. http://karanganyar.aisyiyah.or.id/en/berita/fakta-stunting-di-indonesia.html P2PTM Kemenkes RI. (2018). 1 dari 3 Balita Indonesia Derita StuntingNo Title. DIREKTORAT

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT.

https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/1-dari-3-balita-indonesia-derita-stunting

(12)

Copyright © 2022, Hutri Agustino,

Eko Rizqi Purwo Widodo

This is an open access article under the CC–BY-SA license

ISSN 2088-8090 (Print) ISSN 2597-6648 (Online) Sospol: Jurnal Sosial Politik Vol 8 No 2 (2022), pp.241-252

252

Rahmad, A. H. A., & Miko, A. (2016). Kajian stunting pada anak balita berdasarkan pola asuh dan pendapatan keluarga di Kota Banda Aceh. Kesmas Indonesia, 8(2), 63-79.

http://jos.unsoed.ac.id/index.php/kesmasindo/article/view/151

Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 225-229. https://akper-sandikarsa.e-journal.id/jiksh/article/view/253

Saputri, R. A., & Tumangger, J. (2019). Hulu-hilir penanggulangan stunting di Indonesia. Journal of Political Issues, 1(1), 1-9. http://www.jpi.ubb.ac.id/index.php/JPI/article/view/2

Sumarjati Arjoso. (2021). Cegah Stunting untuk Indonesia Emas. Media Indonesia.

https://mediaindonesia.com/opini/378697/cegah-stunting-untuk-indonesia-emas

Sutarto, S. T. T., Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. Agromedicine Unila, 5(1), 540-545. http://repository.lppm.unila.ac.id/9767/

Tim RSUD Blora. (2022). Mengenal Stunting, Penyebab Hingga Cara Pencegahannya. RSUD Dr. R Soetijono Blora. https://rsudblora.blorakab.go.id/2022/12/15/mengenal-stunting- penyebab-hingga-cara-pencegahannya/

Trihono, T., Atmarita, A., Tjandrarini, D. H., Irawati, A., Nurlinawati, I., Utami, N. H., &

Tejayanti, T. (2015). Pendek (stunting) di Indonesia, masalah dan solusinya. Lembaga Penerbit Badan Litbangkes. http://repository.bkpk.kemkes.go.id/id/eprint/3512

Zainal Arif. (2020). 5 Daerah Jatim Ini Berisiko Stunting Tinggi, Wagub Emil Sorot Kedisiplinan Masyarakat: PR Bersama. Tribunjatim.Com. https://jatim.tribunnews.com/2020/08/02/5- daerah-jatim-ini-berisiko-stunting-tinggi-wagub-emil-sorot-kedisiplinan-masyarakat-pr- bersama

Wawancara

Aziz, Anis Waty. (2022). Malang, 19 Januari 2022.

Handoko, Pamuji. (2022). Malang, 19 Januari 2022.

Rofiq, Aunur. (2022). Malang, 19 Januari 2022.

Wardani, Ida Sari. (2022). Malang, 19 Januari 2022.

Yudiono. (2022). Malang, 19 Januari 2022.

(13)

BUKTI KORESPONDENSI

ARTIKEL JURNAL NASIONAL TERAKREDITASI SINTA 3

Judul Artikel : Analisis Implementasi Kebijakan Sosial Pencegahan Stunting di Kabupaten Malang

Jurnal : Sospol: Jurnal Sosial Politik, 2022, Volume 8 (2), 241-252 Penulis : Hutri Agustino (Penulis 1 sekaligus Corresponding Author)

Eko Rizqi Purwo Widodo (Penulis 2)

No. Perihal Tanggal

1. Bukti korfirmasi telah melakukan submit artikel dan naskah artikel yang di submit

10 September 2022

2. Bukti konfirmasi review yang disertai dengan screenshot naskah yang telah di komentari oleh reviewer

6 Desember 2022

3. Bukti re-submit dan naskah artikel hasil revisi 16 Desember 2022 4. Bukti konfirmasi re-sumbit naskah artikel dengan

status accepted

28 Desember 2022

5. Bukti screenshot naskah artikel status published 28 Desember 2022

(14)

1. Bukti korfirmasi submit artikel dan artikel

yang di submit tanggal 10 September 2022

(15)

[Jurnal Sospol] Submission Acknowledgement

Inbox

Hafid Adim Pradana <noreply-ejournal@umm.ac.id> Sep 10, 2022, 9:08 AM to me

Hutri Agustino:

Thank you for submitting the manuscript, "Analisis Impementasi Kebijakan Sosial Pencegahan Stunting di Kabupaten Malang " to Sospol : Jurnal Sosial Politik. With the online journal management system that we are using, you will be able to track its progress through the editorial process by logging in to the journal web site:

Submission

URL: https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sospol/authorDashboard/submission/2255 8

Username: hutriagustino

If you have any questions, please contact me. Thank you for considering this journal as a venue for your work.

Hafid Adim Pradana

___________________________________________________________________

_____ Sospol : Jurnal Sosial

Politik jurnalsospol@umm.ac.id http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sospol/index

(16)

Analisis Impementasi Kebijakan Sosial Pencegahan Stunting di Kabupaten Malang Oleh: Hutri Agustino, Eko Rizqi Purwo Widodo

Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial FISIP-UMM email: hutri_agustino@umm.ac.id

Abstraksi

Bonus demografi ditandai dengan meningkatkan proporsi penduduk usia kerja.

Diperkirakan, pada tahun 2045 ada sebanyak 70 persen dari total jumlah penduduk Indonesia berusia produktif (usia 15 – 64 tahun). Sisanya sebanyak 30 persen adalah penduduk tidak produktif (usia di bawah 14 tahun dan diatas 65 tahun). Dengan jumlah usia produktif mencapai 70 persen, maka beban tanggungan dari penduduk usia produktif menurun atau menjadi rendah, yakni antara 0,4 – 0,5 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif hanya menanggung 40-50 penduduk nonproduktif. Persoalannya adalah, anak-anak dan remaja yang berusia belia saat ini menyimpan potensi penyakit yang dapat mengganggu diusia produktifnya nanti.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Double Burden of Diseases dan WHO NCD Country Profile pada 2014, menunjukkan bahwa angka kematian karena penyakit tidak menular (PTM) meningkat drastis. Jika pada tahun 1990 angka kematian akibat PTM baru mencapai 58 persen, pada 2014 angka tersebut naik menjadi 71 persen.

Percepatan penanganan stunting tahun 2020 diperluas ke 260 kabupaten/kota dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada 2019. Dalam RPJMN 2020-2024 penekanan angka stunting ditargetkan menjadi 19% pada 2024 dari yang saat ini 30,8% (Riskesdas 2018). Upaya ini harus dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan intervensi gizi spesifik dan sensitive.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak stunting juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Implementasi Kebijakan Pencegahan Stunting di Kabupaten Malang berdasarkan pada Peraturan Bupati No 33 Tahun 2018 sebagai sarana evaluasi tingkat capaian keberhasilan program kebijakan. Sebagaimana data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2018 yang mencatat terdapat sedikitnya 30.323 anak stunting tersebut, yang terbagi kedalam dua kelompok, yakni sangat pendek dan pendek berdasarkan penggolongan dengan kriteria pengukuran tinggi badan. Adapun subyek dalam penelitian ini di tentukan dengan purposive dengan informan adalah penerima manfaat program yang berada di wilayah Kabupaten Malang.

Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Malang terdiri dari empat bidang, yakni: (1) Bidang Penyuluhan dan Penggerakan Keluarga Berencana Daerah (PPKBD); (2) Bidang Pengendalian Penduduk; (3) Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga; dan (4) Bidang Pelayanan Keluarga Berencana. Keempat bidang tersebut masing-masing memiliki sejumlah program kegiatan prioritas dalam pencegahan stunting di Kabupaten Malang. Secara umum kegiatan pencegahan sudah berjalan dengan baik, namun terdapat beberapa hal yang dirasa belum maksimal, diantaranya adalah: (1) Kurangnya sinergitas program antar OPD yang secara khusus memiliki irisan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan, penanggulangan dan penanganan kasus stunting, termasuk pelibatan unsur Perguruan Tinggi, NGO yang concern terhadap persoalan tersebut sampai NGO yang relevan;

(17)

dan (2) Belum meratanya program masing-masing bidang DP2KB di seluruh desa/ kelurahan yang ada di Kabupaten Malang termasuk yang melibatkan unsur lembaga pendidikan baik formal (sekolah) maupun non formal (Ponpes) serta berbagai organ lain yang bisa menjadi mitra program.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan; Stunting.

Latarbelakang

Percepatan penanganan stunting tahun 2020 diperluas ke 260 kabupaten/kota dari yang sebelumnya 160 kabupaten/kota pada 2019. Dalam RPJMN 2020-2024 penekanan angka stunting ditargetkan menjadi 19% pada 2024 dari yang saat ini 30,8% (Riskesdas 2018). Upaya ini harus dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan intervensi gizi spesifik dan sensitive.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Stunting mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak dan memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun. UNICEF mendefinisikan stunting sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis). Hal ini diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO.

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada 2017. Namun Nila F Moeloek di akhir masa jabatannya sebagai Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa pada 2019 angka stunting sudah turun menjadi 27,67 persen atau berkurang 10 persen. Tapi standar WHO 20 persen. Perlu diketahui, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) secara periodik 5 tahunan melakukan riset. Mereka riset terhadap 84.000 balita dalam bentuk Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI). SSGBI 2019 dilakukan secara terintegrasi dengan Susenas untuk mendapatkan gambaran status gizi yang meliputi underweight (gizi kurang), wasting (kurus), dan stunting (kerdil). Hasilnya, prevalensi balita underweight atau gizi kurang pada 2019 berada di angka 16,29 persen. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 1,5 persen. Kemudian prevalensi balita stunting pada 2019 sebanyak 27,67 persen, turun sebanyak 3,1 persen. Sementara itu untuk prevalensi balita wasting (kurus), berada pada angka 7,44 persen.

(18)

Sumber: http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/1-dari-3-balita-indonesia-derita- stunting, diakses tanggal 10 Februari 2021

Sebagaimana tertuang dalam roadmap nasional, persoalan children stunting ditargetkan tuntas pada tahun 2024 mendatang yang notabene menjadi akhir dari pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo sebagaimana tampak dalam gambar di bawah ini:

(19)

Sumber: http://karanganyar.aisyiyah.or.id/en/berita/fakta-stunting-di-indonesia.html, diakses tanggal 10 Februari 2021

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/378697/cegah-stunting-untuk-indonesia-emas, diakses tanggal 10 Februari 2021

(20)

Sumber: https://jatim.tribunnews.com/2020/08/02/5-daerah-jatim-ini-berisiko-stunting- tinggi-wagub-emil-sorot-kedisiplinan-masyarakat-pr-bersama, diakses tanggal 10 Februari

2021.

Memperhatikan berbagai data dan analisis di atas, maka penelitian ini akan di fokuskan untuk memahami strategi penanggulangan persoalan children stunting di Kabupaten Malang, karena wilayah ini masuk kategori yang cukup tinggi prevalensi stuntingnya sebagaimana data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2018 yang mencatat terdapat sedikitnya 30.323 anak stunting tersebut, yang terbagi kedalam dua kelompok, yakni sangat pendek dan pendek berdasarkan penggolongan dengan kriteria pengukuran tinggi badan. Di Kabupaten Malang prevalensi stunting sebesar 14.1 persen atau sekitar 26.700 balita dari seluruh balita di Kabupaten Malang sebanyak 189.600. Pada tahun 2020 di Jawa Timur ada 16 Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah prioritas penggarapan stunting salah satunya adalah Kabupaten Malang.

Kajian Pustaka

A. Kebijakan Sosial

Kebijakan sosial hadir sebagai cara untuk memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial bagi semua golongan masyarakat yang mempermudah dan meningkatkan kemampuan mereka dalam menanggapi perubahan sosial. Ada berbagai definisi mengenai yang kebijakan sosial yang dikemukan oleh beberapa ahli seperti Marshall, Rein, Hutman, Magil, Spicker dan Hill juga yang mengartikan kebijakan sosial dalam kaitannya dengan kebijakan kesejahteraan sosial, yaitu:

(21)

a. Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan tindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial atau bantuan keuangan (Marshal, 1965)

b. Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasi biaya-biaya sosial, peningkatan pemerataan, pendistribusian pelayanan dan bantuan sosial (Rein, 1970).

c. Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan atau rencana-rencana untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial (Huttman, 1981)

d. Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik. Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanan keamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik). Kebijakan sosial merupakan satu tipe kebijakan publik yang diarahkan untuk tujuan sosial (Magil, 1986)

e. Kebijakan sosial adalah kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan (welfare), baik dalam arti luas yang menyangkut kualitas hidup manusia maupun dalam arti sempit yang menunjuk pada beberapa jenis pemberian pelayanan kolektif tertentu guna melidungi kesejahteraan rakyat (Spicker, 1995)

f. Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam kaitannya dengan kesejahteraan warganya (Hill,1996)

g. Kebijakan sosial menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya (Bessant, Watts, Dalton dan Smith 2006).

Dari berbagai definisi yang dikemukan oleh berbagai ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan sosial merupakan salah satu kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengembangan (developmental). Sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya. Secara garis besar kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yakni perundang-undangan, program pelayanan sosial dan sistem perpajakan.

Berdasarkan kategori ini maka dapat dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun tidak semua kebijakan sosial berbentuk perundang-undangan.

(22)

B. Stunting

Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak)

akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan prevalensi Balita stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 29,6% di atas batasan yang ditetapkan WHO (20%). Tahun 2015 Indonesia tertinggi ke-2 dibawah Laos untuk jumlah anak stunting. Indonesia merupakan negara nomor empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Lebih kurang sebanyak 9 juta atau 37 persen balita Indonesia mengalami stunting (kerdil).

Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun. Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa Anda kenali, misalnya:

a. Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya

b. Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat

c. Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk

d. Pubertas yang lambat

e. Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya

f. Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya

Kementrian Kesehatan menegaskan bahwa stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia. Bukan hanya mengganggu pertumbuhan fisik, anak- anak juga mengalami gangguan perkembangan otak yang akan memengaruhi kemampuan dan prestasi mereka. Selain itu, anak yang menderita stunting akan memiliki riwayat kesehatan buruk karena daya tahan tubuh yang juga buruk. Stunting juga bisa menurun ke generasi berikutnya bila tidak ditangani dengan serius.

Mengingat stunting adalah salah satu masalah kesehatan yang cukup membahayakan, memahami faktor penyebab stunting sangat penting untuk dilakukan. Dengan begitu, Anda bisa melakukan langkah-langkah preventif untuk menghindarinya. Berikut ini beberapa faktor penyebab stunting yang perlu Anda ketahui:

a. Kurang Gizi dalam Waktu Lama.

b. Pola Asuh Kurang Efektif.

(23)

c. Pola Makan.

d. Tidak Melakukan Perawatan Pasca Melahirkan.

e. Gangguan Mental dan Hipertensi Pada Ibu.

f. Sakit Infeksi yang Berulang.

g. Faktor Sanitasi.

Menyadari bahwa stunting adalah masalah kesehatan yang berisiko tinggi dan dapat memengaruhi pertumbuhan anak hingga dewasa, Anda tentu perlu mengenal berbagai usaha pencegahannya. Simak beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting. Tindakan pencegahan ini sebaiknya dilakukan sebelum, saat, dan sesudah masa kehamilan.

a. Pahami Konsep Gizi.

b. Pilihan Menu Beragam.

c. Pemeriksaan Rutin.

d. Pentingnya ASI.

e. Konsumsi Asam Folat.

f. Tingkatkan Kebersihan.

Untuk mencegah stunting melalui sanitasi, Anda disarankan memilih produk-produk kebersihan tubuh yang efektif melindungi dari kuman berbahaya. Pilihlah produk kebersihan seperti sabun cuci tangan maupun hand sanitizer yang dirancang khusus dengan manfaat pembersihan maksimal, seperti produk-produk Lifebuoy. Sabun cuci tangan Lifebuoy dihadirkan dengan formula lembut dan beragam wewangian yang cocok digunakan seluruh anggota keluarga. Sementara itu, hand sanitizer Lifebuoy dapat melindungi keluarga Anda dari kuman dengan cepat tanpa menggunakan air. Karena memiliki anak yang sehat dan tumbuh dengan baik hingga dewasa adalah idaman setiap orang tua, bukan? Yuk, cegah risiko stunting dengan selalu memperhatikan nutrisi, kesehatan, dan kebersihan tubuh buah hati.

Metode Penelitian

Penelitian lapangan ini lebih ditekankan pada pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif naratif. Secara formal, lokasi penelitian berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang dengan kemungkinan terfokus pada beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menjadi leading sector dalam proses implementasi Peraturan Bupati Nomor 33

(24)

Tahun 2018 tentang Upaya Pencegahan Stunting, yaitu Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB). Penentuan subjek penelitian akan dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu sesuai dengan prinsip nonprobability sampling. Misalnya, subjek tertentu di anggap paling mengetahui dan memiliki otoritas untuk menjelaskan beberapa hal yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini atau bisa di istilahkan sebagai tokoh kunci (key persons) pada beberapa Kepala Bidang (Kabid) di lingkungan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Malang dalam kaitan implementasi Perbup No 33 Tahun 2018.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang lazim digunakan menurut Denzin dan Lincoln1 adalah sebagai berikut: (a) Observasi terstruktur maksudnya Peneliti melakukan pengamatan secara langsung dalam kegiatan pelatihan, penyuluhan dan simulasi program pencegahan stunting di Kabupaten Malang. (b) Wawancara Mendalam maksudnya Penggunaan teknik ini ditujukan untuk keperluan koleksi data sebagai berikut: (1) Bagaimana implementasi Perbup No 33 Tahun 2018 tentang pencegahan stunting oleh beberapa OPD sebagai telah tersebut di atas; (2) bagaimana tantangan dan dinamika yang dihadapi saat realisasi strategi tersebut serta hasil yang diperoleh. (c) Dokumenter maksudnya Penelitian ini tentu juga membutuhkan justifikasi data sekunder berupa dokumentasi foto, video, artikel dan kliping berita yang relevan dengan tema penelitian. (d) Focus Group Discussion (FGD) maksudnya adalah proses pengumpulan data dan informasi sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. FGD digunakan karena alasan baik filosofis, metodologis maupun praktis. FGD dilakukan karena alasan filosofis artinya FGD dapat memberikan informasi dari berbagai perspektif sehingga dapat memperkaya temuan hasil penelitian—yang dalam konteks ini berarti bagaimana implementasi strategi pencegahan stunting oleh Pemerintah Kabupaten Malang melalui beberapa OPD terkait serta tantangan dalam proses implementasi strategi tersebut. FGD digunakan dengan alasan praktis artinya pihak yang dilibatkan dalam FGD tidak merasa sebagai ‘objek’ namun merasa sebagai

‘subjek’ yang aktif dan bebas serta merasa benar-benar terlibat dalam penemuan hasil penelitian.

Data yang telah terkumpul melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi kemudian dianalisis dengan tahapan pertama reduksi data, display data dan verifikasi atau penarikan konklusi. (1) Tahapan reduksi data adalah tahapan penyederhanaan, pengabstrakan

1 Denzin, Norman K dan Lincoln, Yvonna S. 2009. Handbook of Qualitative Research. Terjemahan Dariyatmo, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(25)

dan transformasi data “kasar” yang terkumpul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung bahkan dimulai sebelum peneliti memutuskan kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini. Reduksi data berlanjut terus sesudah penelitian lapangan di lokasi penelitian yaitu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang. (2) Tahapan data display atau penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian yang paling sering dipakai dalam bentuk teks naratif. (3) Tahapan verifikasi atau penarikan kesimpulan adalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan yang ada diverifikasi selama penelitian berlangsung sehingga prinsip dari tahapan analisis data ini sifatnya sirkuler.

Analisa Data Penelitian

Secara umum, stunting dapat didefinisikan sebagai gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan masalah gizi kronis sejak anak masih berada dalam kandungan. Umumnya, gejala stunting baru terlihat saat anak berusia 2 tahun. Stunting merupakan parameter pertumbuhan anak berdasarkan tinggi badan. Wasting adalah parameter pertumbuhan anak berdasarkan berat badan. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2017, Indonesia menempati urutan kelima untuk kategori negara yang memiliki jumlah kasus stunting terbanyak di dunia dengan persentase mencapai 37%. Berdasarkan data tersebut, kawasan Ogan Komering Ilir, Lampung, merupakan salah satu daerah dengan kasus stunting terbanyak di Tanah Air dengan persentase 40,5%, jauh di atas rata-rata angka stunting nasional. Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) periode 2014- 2019, Nila Moeloek menyatakan, angka stunting anak di Indonesia menunjukkan penurunan pada 2019 dengan persentase 27,67%. Angka tersebut juga menunjukkan penurunan bila dibandingkan data serupa pada 2018 dengan persentase 30,8%. Meskipun mengalami penurunan, persentase tersebut masih jauh dari standar WHO yang berkisar di angka 20%.

Artinya, dari setiap lima balita, hanya boleh ada maksimal satu orang yang mengalami stunting.

Upaya menurunkan jumlah kasus stunting masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Pemberantasan stunting adalah usaha berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas SDM di masa mendatang. Ini agar Indonesia dapat menghasilkan banyak SDM unggul yang memiliki daya saing hingga ke tingkat internasional. Pencegahan stunting tak hanya menjadi tanggung jawab individu atau calon orang tua, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah sebagai fasilitator.

(26)

Oleh sebab itu, penurunan prevalensi stunting pada balita telah menjadi agenda utama Pemerintah RI. Misalnya, Sekretariat Wakil Presiden mengkoordinasikan upaya percepatan pencegahan stunting agar konvergen, baik pada perencanaan, pelaksanaan, termasuk pemantauan dan evaluasinya di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk desa. Setwapres mendorong keterlibatan semua pihak dalam percepatan pencegahan stunting agar prevalensi turun hingga 14% pada 2024 nanti. Selanjutnya, berdasarkan data yang dikumpulkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada bulan Pebruari 2020 prevalensi stunting di Jawa Timur adalah sebesar 13.6 persen. Namun demikian angka ini masih terhitung tinggi dan masih banyak anak mengalami stunting di Jawa Timur yaitu sekitar 380.000 balita. Di Kabupaten Malang prevalensi stunting sebesar 14.1 persen atau sekitar 26.700 balita dari seluruh balita di Kabupaten Malang sebanyak 189.600. Pada tahun 2020 di Jawa Timur ada 16 Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah prioritas penggarapan stunting salah satunya adalah Kabupaten Malang.

Memperhatikan data diatas, maka Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Malang sebagai leading sector utamanya dalam aksi atau tindakan pencegahan stunting memiliki berbagai program sebagaimana di sampaikan oleh Ibu Anis Waty Aziz selaku Kepala Dinas berikut ini:

“Program kami dalam mencegah bertambahnya jumlah stunting seperti edukasi pranikah, TRIBINA yaitu bina keluarga balita, bina keluarga remaja dan bina keluarga lansia kemudian juga ada UPPKS nya Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera jadi itu adalah kelompok yang terdiri dari ibu ibu saja yang ber KB yang memiliki usaha. Selanjutnya ada aplikasi kontra war aplikasi yang bisa mengetahui tentnag ibu hamil dengan resiko tinggi “ (23/8).

(27)

Sedangkan Bapak Aunur Rofiq selaku Sekretaris DP2KB memaparkan lebih detail sebagai berikut ini:

“Kebijakan yang dilakukan di DPPKB yaitu terkait pengendalian penduduk dengan cara mengedukasi remaja pranikah yang kita lakukan melalui program pengendalian penduduksekolah siaga kependudukan yang berbasis masyarakat memberikan wawsan terhadap anak usia sekolah terkait aspek dampak kependudukan dalam rangka pengendalian penduduk dan peningkatan kualitas”.

Masih menurut Bpk Rofiq, bahwa dalam mendukung realisasi program—DP2KB juga berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk Perguruan Tinggi sebagaimana di sampaikan di bawah ini:

“Dalam membantu kelancaran kegiatan tersebut kami memiliki aplikasi yang bisa diakses masyarakat yaitu aplikasi “Konco Sregep” ada 13 materi dalam apliksai tersebut yang akan menilai kesehatan reproduksi. Pembuatan aplikasi ini kami bekerjasama dengan SKM UNAIR. Sedangkan terkait dengan surveillance kami memiliki aplikasi “Contra War”.

A. Bidang Penyuluhan dan Penggerakan Keluarga Berencana Daerah (PPKBD)

Berikutnya adalah penyampaian dari Bapak Pamuji Handoko selaku Kepala Bidang Penyuluhan dan Penggerakan di bawah ini:

(28)

“Dalam kepentingan aksi pencegahan Stunting, bidang Penyuluhan dan Penggerakan adalah membantu memberikan support ke 3998 kader PPKBD (Pembantu Pembina Keluarga Berencana di Desa) yang ada di desa dalam upaya mencegah bertambahnya jumlah stunting”.

Selanjutnya terkait dengan Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang merupakan wadah pengelolaan dan pelaksanaan gerakan pembangunan keluarga sejahtera ditingkat Desa/

Kelurahan, dusun/RW dan RT kebawah, yaitu PPKBD, SUB PPKBD. Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) yang wilayah kerjanya setingkat Desa atau Kelurahan. dan Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) wilayah kerjanya setingkat Dusun atau RW. Kader PPKBD dan Sub PPKBD merupakan sumber daya manusia lokal yang sangat penting dan menjadi satu kekuatan yang dapat diandalkan untuk tetap dapat mempertahankan keberhasilan program KB di masyarakat seiring dengan perkembangan program yang terus melakukan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) tentang program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kepandudukan dan Keluarga Berencana) dengan aktif kepada masyarakat dan keluarga.

Latar Belakang adalah Permasalahan penduduk yang semakin kompleks membutuh perhatian dari berbagai pihak, sehingga perlu dilakukan pemetaan wilayah berdampak agar program pemerintah lebih tepat sasaran; Pentingnya skala prioritas permasalahan, untuk mengetahui tingkat urgensi atau mendesaknya suatu permasalahan untuk segera ditangani;

Pentingnya dukungan dari berbagai sektor atau komponen bidang lain dalam mendukung keberhasilan program BANGGA KENCANA apalagi dengan dikeluarkannya Prepres nomor 72 tahun 2021 tentang Pecepatan Penurunan Stunting, yang menjadi tanggung jawab dari BKKBN untuk mengawal penurunnan stunting. Pola pembinaan PPKBD dalam memberikan KIE kepada masyarakat pedesaan:

Pola 1. PPKBD langsung ke Keluarga Pola 2. PPKBD ke Sub PPKBD ke Keluarga

Pola 3. PPKBD ke Sub PPKBD ke Kelompok KB ke Keluarga

Pola 4. PPKBD ke Sub PPKBD ke Kelompok KB ke Dasa Wisma Keluarga

Pola 5.PPKBD ke Sub PPKBD ke Kelompok KB ke Dasa Wisma Keluarga ke keluarga Lain

REKAP PPKBD DAN SUB PPKBD SEKABUPATEN MALANG DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2021

Referensi

Dokumen terkait

Jakarta, 2012, h.. tepatnya kejadian-kejadian yang men-datang dapat diramalkan sebelumnya. Pembangunan ekonomi nasional dalam pencapaiannya tidak terlepas dari peran

[r]

Rancangan interface sistem informasi data guru dan sekolah SD, SMP, SMA dan SMK pada Dinas Pendidikan Kota Manado berbasis web terbagi atas 2 (dua), yaitu

Uraian untuk memecahkan permasalahan penelitian semiotika dalam objek kebudayaan material seni ini, akan dibagi menjadi empat bagian yaitu pertama menguraikan

Kehidupan yang berada dalam taraf hidup yang rendah dapat memberikan dorongan bagi keluarga untuk ikut serta menjadi pekerja di sector public guna meningkatkan ekonomi

[r]

Mengetahui formulasi kombinasi pupuk daun dan konsentrasi air kelapa yang tepat, sehingga dapat digunakan pada perbanyakan tanaman kentang varietas Granola secara in vitro Kegunaan

Upaya yang telah dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamuju belum maksimal dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengembangan