• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang luas lautannya lebih besar dibandingkan dengan luas daratannya yang menjadikannya sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dengan jumlah pulau sebanyak 16.056 pulau yang sudah dibakukan dan disubmisi ke PBB. Indonesia miliki garis pantai sepanjang 108.000 km yang luas wilayah kedaulatannya terdiri dari laut teritorial seluas 290.000 km², zona tambahan seluas 270.000 km², zona ekonomi eksklusif seluas 3.000.000 km², serta landas kontinen seluas 2.800.000 km² (Pushidrosal, 2018). Kondisi inilah yang membuat persoalan penetapan batas wilayah bagi setiap daerah termasuk untuk batas daerah yang mencakup wilayah laut memerlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya konflik dan sengketa akibat tumpang tindih batas wilayah di darat maupun di laut yang dapat menghambat proses pembangunan.

Setiap provinsi yang ada di Indonesia harus dilakukan penentuan batas dalam pengelolaan wilayah di laut dikarenakan hal tersebut berkaitan dengan kewenangan setiap daerah dalam mengelola sumberdaya yang tersedia di wilayah daerah serta bertanggung jawab dalam memelihara kelestarian lingkungan. Berdampingan dengan itu, kewenangan daerah di wilayah laut akan meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut.

Oleh sebab itu penetapan dan penegasan batas wilayah pun menjadi suatu aktivitas yang penting dan bernilai strategis bagi suatu wilayah daerah (Sugito, 2016).

Diberlakukannya Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 perihal pedoman penegasan batas daerah yang merujuk kepada Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 mengenai pemerintahan daerah menjadi pedoman dalam penentuan batas pengelolaan wilayah laut yang menerangkan bahwasanya daerah yang memiliki wilayah laut diberi wewenang dalam mengelola wilayah lautnya sejauh 12 mil laut dengan prinsip sama jarak serta mengatur tentang hal peta dasar yang digunakan dalam penentuan batas pengelolaan wilayah laut (Azizah, et al., 2021). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 bahwa garis pantai terbagi dalam tiga bagian

(2)

21

yang pertama adalah garis pantai saat surut paling rendah, kedua adalah garis pantai yang menunjukkan tinggi muka air laut rata-rata serta yang ketiga adalah garis pantai saat pasang paling tinggi. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 171 Tahun 2017 menjelaskan mengenai garis pantai yang digunakan dalam penetapan batas daerah untuk pengelolaan wilayah laut yaitu garis pantai saat kedudukan pasang paling tinggi.

Provinsi Maluku Utara mempunyai beberapa pulau dengan berbagai ukuran yang jaraknya tidak berjauhan sehingga menjadikannya provinsi yang bericirikan kepulauan. Maluku Utara dan Papua Barat merupakan provinsi yang saling berhadapan langsung serta jaraknya yang tidak melebihi dari 24 mil laut, oleh sebab itu perlunya dilakukan penentuan batas pengelolaan wilayah lautnya (Prasetyo, et al., 2020). Apabila terdapat dua daerah provinsi yang wilayah lautnya kurang dari 24 mil laut, maka kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut dilakukan pembagian sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari wilayah antar dua daerah provinsi tersebut (Djunarsjah, 2020). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui luas daerah dari pengelolaan laut Provinsi Maluku Utara dan batas pengelolaan wilayah lautnya terhadap Provinsi Papua Barat.

Kawasan perbatasan wilayah laut dari kedua provinsi tersebut merupakan kawasan potensial yang memiliki nilai strategis di sektor kelautan dalam rangka pemanfaatan serta eksplorasi sumber daya yang terkandung didalamnya. Provinsi Maluku Utara dengan luas wilayahnya kurang lebih seluas 145.801,10 km² yang 69,08% dari wilayahnya adalah lautan dan 32.004,57 km² sisanya adalah daratan yang menjadikannya daerah yang potensial untuk sumber daya yang berada di wilayah pesisir maupun wilayah di laut dalam membantu kelancaran pembangunan daerah.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan serta Komnas KAJISKAN RI, daerah perairan dari Maluku Utara termasuk dalam daerah pengelolaan dari pertemuan beberapa laut yaitu Laut Halmahera, Laut Maluku, serta Laut Seram dengan jumlah kesediaan sumber daya ikan (standing stock) yang ditaksir mencapai jumlah 1.035.230,00 ton dengan jumlah kesediaan lestari (Maximum Sustainable Yield) yang dapat dimanfaatkan sebesar 828.180,00 ton/tahun yang terdiri dari ikan pelagis 602.114,74 ton/tahun dan ikan demersal 226.065,26 ton/tahun (Suhardi, 2018). Papua Barat memiliki

(3)

22

potensi sumber daya alam yang besar terutama pada wilayah pesisir dan laut. Hal ini didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas dan memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan yang sebagian besar produksi perikanan di Provinsi Papua Barat merupakan perikanan tangkap laut yang hasil produksi perikanan tangkap laut Papua Barat menyumbang 2,13 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar 5.707.012 ton pada tahun 2013 (Bappenas, 2015). Kondisi seperti inilah yang menyebabkan kawasan ini butuh penetapan dengan jelas yang berkenaan dengan batas pengelolaan wilayah lautnya agar sumber daya yang tersedia lebih dapat dimaksimalkan pemanfaatannya.

Dalam hal menentukan batas wilayah laut diperlukannya peta dasar yang dimanfaatkan dalam hal penetapan batas serta luas pengelolaan wilayah laut suatu provinsi, yang mana dalam penelitian ini menggunakan citra Sentinel-1A sebagai bahan dalam penarikan batas wilayah laut. Citra Sentinel-1A memiliki kelebihan dibandingkan dengan citra lain dikarenakan dapat bekerja disegala cuaca serta tidak terhalang oleh awan pada saat melakukan akuisisi citra, sehingga wilayah daratan pada daerah pesisir pantai terlihat jelas dan akan memudahkan dalam melakukan penarikan batas wilayah laut (Siregar, et al., 2021).

I.2. Rumusan Masalah

Perlunya ditetapkan batas pengelolaan wilayah laut pada setiap daerah provinsi untuk menghindari terjadinya permasalahan atau konflik atas sengketa yang dapat menimbulkan perselisihan antar daerah serta untuk memaksimalkan pengelolaan sumber daya yang tersedia di suatu daerah, dengan demikian tujuan dari penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui luas untuk Provinsi Maluku Utara mengenai daerah pengelolaan wilayah lautnya serta batas daerah untuk pengelolaan lautnya dengan Provinsi Papua Barat.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penelitian ini melakukan penentuan luas serta batas pengelolaan wilayah laut dari masing-masing provinsi yaitu Maluku Utara dan Papua Barat yang acuannya mengacu kepada Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 sebagai aplikasi teknis penetapan batas wilayah pengelolaan laut dan

(4)

23

melakukan analisis luasan wilayahnya menggunakan data berupa citra dari satelit Sentinel-1A yang nantinya bisa dijadikan acuan pemerintah dalam penentuan batas wilayah pengelolaan laut daerahnya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka akan timbul beberapa pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Bagaimana teknis aplikasi dalam penetapan batas pengelolaan wilayah laut antara Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah?

2. Bagaimana hasil serta analisis luas pengelolaan wilayah laut dari Provinsi Maluku Utara dengan menggunakan citra satelit Sentinel-1A?

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dari penelitian tugas akhir ini dapat dibagi menjadi tujuan secara umum dan tujuan secara khusus sebagai berikut:

I.3.1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis luas wilayah pengelolaan laut dari Provinsi Maluku Utara dan menentukan batas pengelolaan wilayah lautnya dengan Provinsi Papua Barat menggunakan citra Sentinel-1A berdasarkan Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 sebagai acuan dari teknis aplikasi dalam penentuan batas wilayah pengelolaan laut.

I.3.2. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan memahami aspek teknis dalam penentuan batas pengelolaan wilayah laut antara Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat berdasarkan Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 mengenai pedoman dan penegasan batas bagi setiap daerah.

2. Menentukan batas untuk pengelolaan wilayah laut antar kedua provinsi yaitu Maluku Utara dan Papua Barat.

3. Menganalisis luasan pengelolaan wilayah laut dari Provinsi Maluku Utara yang ditinjau berdasarkan citra Sentinel-1A.

(5)

24

I.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian tugas akhir ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat secara akademisi dan manfaat secara praktisi, yakni:

I.4.1. Manfaat Akademisi

Secara akademisi manfaat dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam memahami mengenai batas wilayah laut serta sebagai media referensi untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan konsep dan dasar penelitian yang sama, yaitu mengenai penetapan batas daerah untuk pengelolaan laut provinsi yang menggunakan citra dari satelit Sentinel-1A.

I.4.2. Manfaat Praktisi

Secara praktisi manfaat penelitian ini adalah sebagai media referensi bagi pemerintah maupun instansi melalui hasil dan analisis yang dihasilkan untuk membantu dalam penyelesaian penentuan batas wilayah pengelolaan laut suatu daerah.

I.5. Ruang Lingkup Penelitian

Berlandaskan rumusan masalah serta tujuan yang dijabarkan sebelumnya, dapat ditentukan ruang lingkup penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

a. Wilayah penelitian tugas akhir ini berada di Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat yang tepatnya berada di Laut Halmahera.

b. Garis pantai yang digunakan pada citra Sentinel-1A menyesuaikan berdasarkan waktu perekaman citra dengan pengamatan pasang surut air laut saat kondisi pasang.

c. Penetapan batas wilayah pengelolaan laut dilakukan secara digital.

d. Permendagri No. 141/2017 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 dijadikan sebagai dasar hukum untuk aspek teknis dalam penarikan batas wilayah laut.

e. Penulis hanya melakukan penelitian dan mengidentifikasi penentuan batas pengelolaan wilayah laut untuk Provinsi Maluku Utara dengan Provinsi Papua Barat serta menentukan hasil luasan untuk wilayah pengelolaan laut dari Provinsi Maluku Utara dengan menggunakan citra satelit Sentinel-1A.

(6)

25

I.6. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan Permendagri No. 141/2017 menerangkan bahwasanya penetapan batas daerah yang berada di laut merupakan perbuatan dalam menentukan titik-titik sebagai pembatas kewenangan suatu daerah provinsi dalam pengelolaan sumberdaya di laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Panusunan Nauli Siregar pada tahun 2021 melakukan penelitian mengenai penentuan atau delimitasi batas pengelolaan wilayah laut yang menggunakan citra satelit Sentinel-1A dan mengaitkan hubungannya dengan batas maritim negara Indonesia yang lokasi penelitiannya dilakukan di Provinsi Kepulauan Riau. Dalam penarikan garis pantai citra Sentinel-1A digunakan sebagai referensi dalam penentuan dan penetapan batas pengelolaan wilayah laut suatu provinsi, penggunaan citra Sentinel-1A memiliki keunggulan dibandingkan dengan citra lainnya dikarenakan citra Sentinel-1A ini tidak terhalang dengan awan saat melakukan akuisisi citra, sehingga seluruh daerah daratan pada daerah pesisir dapat terlihat dengan jelas. Sebelum menggunakan citra Sentinel-1A dalam penentuan batas untuk pengelolaan wilayah laut provinsi, citra ini harus dilakukan beberapa tahapan pengolahan koreksi agar citra lebih baik yang dilakukan menggunakan perangkat lunak SNAP yang meliputi koreksi radometrik, koreksi geometrik, dan speckle filtering, kemudian selanjutnya melakukan pendigitasian garis pantai,

penentuan titik dasar, penentuan batas pengelolaan wilayah laut, yang dilanjutkan untuk perhitungan luasnya. Hasil dari luas batas pengelolaan wilayah laut yang dihasilkan dengan menggunakan citra Sentinel-1A dibandingkan dengan batas pengelolaan wilayah laut yang menggunakan batas maritim ekstensi untuk mengetahui selisih luasan yang didapatkan.

Haris Hakim Prasetyo pada tahun 2020 melakukan delimitasi batas pengelolaan laut yang lokasi penelitiannya berada di Provinsi Maluku Utara dengan analisis membandingkan garis pangkal yang acuannya berdasarakan Permendagri No. 141/2017 yakni garis pangkal normal atau disebut dengan normal baseline dengan garis pangkal yang mengacu berdasarkan RUU yakni garis pangkal kepulauan atau bisa disebut dengan archipelagic baseline. Tujuan dari penelitian ini dilakukan yaitu untuk penentuan untuk menetapkan batas pengelolaan wilayah laut untuk Provinsi Maluku Utara serta mengetahui perbandingan luas wilayah

(7)

26

pengelolaan lautnya antara penggunaan normal baseline dengan archipelagic baseline.

I.7. Hipotesis

Berdasarkan sumber masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, beserta literatur yang didapatkan maka nantinya penelitian ini akan menghasilkan peta yang menginformasikan luasan pengelolaan wilayah laut dari Provinsi Maluku Utara dan batas dari pengelolaan wilayah lautnya dengan Provinsi Papua Barat menggunakan citra satelit Sentinel-1A yang dapat memberikan hasil yang lebih baik dikarenakan citra ini tidak terkendala awan pada saat melakukan akuisisi citra sehingga seluruh daratan dan pada daerah pesisir pantai dapat terlihat dengan jelas yang berguna untuk memudahkan dalam penentuan garis pantai. Dikarenakan Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat letaknya bersebelahan dan berbatasan langsung yang jarak antar kedua provinsi tersebut tidak sampai 24 mil laut sehingga pentingnya diadakan penentuan batas pengelolaan wilayah lautnya (Prasetyo, et al., 2020). Maka dari itu jika dilakukan proses buffering pada setiap provinsi dari tiap garis pantai dengan jarak sepanjang 12 mil laut, pengelolaan wilayah lautnya untuk kedua provinsi tersebut akan terjadi tumpang tindih. Perihal penarikan batas untuk pengelolaan wilayah laut daerah yang berdasarkan UU No. 23/2014 tentang pemerintahan daerah mengenai garis pantai yang dipakai dalam hal ini yaitu batas yang terbentuk berdasarkan tempat bertemunya bagian daratan dengan laut ketika air laut dalam kondisi pasang tertinggi. Penarikan batas dalam penentuan serta penetapan batas untuk pengelolaan wilayah laut antar provinsi yang letaknya saling berhadapan satu sama lain, maka dilakukan pengukuran dengan memakai prinsip garis tengah (median line) (Permendagri, 2017). Hasil penarikan batas yang dilakukan menghasilkan beberapa titik batas yang menunjukkan visualisasi batas untuk pengelolaan wilayah laut antara kedua provinsi yaitu Maluku Utara dengan Papua Barat.

Referensi

Dokumen terkait

anita usia subur - cakupan yang tinggi untuk semua kelompok sasaran sulit dicapai ;aksinasi rnasai bnntuk - cukup potensial menghambat h-ansmisi - rnenyisakan kelompok

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta – pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan dilakukan penelitian yang berjudul “Upaya meningkatkan minat dan hasil belajar matematika dengan model

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Setelah itu teller akan memanggil dan nasabah akan memberikan sejumlah uang dan buku tabungan untuk meminta pencetakan transaksi setor tunai ke bank..