• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA ILMIAH TERAPAN PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM. BONNY STAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARYA ILMIAH TERAPAN PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM. BONNY STAR"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA ILMIAH TERAPAN

PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM. BONNY STAR

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III Pelayaran

HASBYL MALIK NIT.03.15.042.1.41

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III

POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA TAHUN 2019

(2)

ix

KARYA ILMIAH TERAPAN

PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM. BONNY STAR

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III

HASBYL MALIK NIT.03.15.042.1.41

AHLI NAUTIKA TINGKAT III

PROGRAM DIPLOMA III

POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA TAHUN 2019

(3)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : HASBYL MALIK

Nomor Induk Taruna : 03.15.042.1.41

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis dengan judul :

PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM.

BONNY STAR

merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri.

Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

SURABAYA, ...

Hasbyl Malik NIT: 03.15.042.1.41

(4)

ix

PERSETUJUAN SEMINAR KARYA ILMIAH TERAPAN

Judul : PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM. BONNY STAR

Nama : HASBYL MALIK NIT : 03.15.042.1.41 Jurusan : Nautika

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III

Dengan ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diseminarkan Surabaya, ………2019

Menyetujui:

Pembimbing I

Iskandar, S.H., M.T.

Penata Tk.I (III/d) NIP. 19730621 199808 1 001

Pembimbing II

Anak Agung Ngurah Ade Dwi P.Y, S.Si.T., M.Pd.

Penata (III/c)

NIP. 19830226 201012 1 003

Mengetahui:

Ketua Jurusan Nautika

Capt. Damoyanto Purba, M. Pd.

Penata (III/c)

NIP. 19730919 201012 1 001

(5)

ix

PENGESAHAN

KARYA ILMIAH TERAPAN

PENERAPAN ATURAN 13 P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT DI KM. BONNY STAR

Disusun dan Diajukan Oleh : Hasbyl Malik

03.15.042.1.41 Ahli Nautika Tingkat III

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Karya Ilmiah Terapan Politeknik Pelayaran Surabaya

Pada tanggal ………

Menyetujui:

Penguji I Penguji II Penguji III

Iskandar, SH, MT Penata Muda Tk I (III/d) NIP. 19730621 199808 1 001

(……….) NIP.

(……….) NIP.

Mengetahui:

Ketua Jurusan Nautika

Capt. Damoyanto Purba, M. Pd.

Penata (III/c)

NIP. 19730919 201012 1 001

(6)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya ilmiah terapan ini dengan judul penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan, karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat bagi taruna yang akan melaksanakan praktek laut Program Diploma III Politeknik Pelayaran Surabaya.

Penelitian ini dilaksanakan karena ketertarikan peneliti pada masalah yang sering terlupakan dan tidak dianggap menjadi masalah, padahal justru faktor yang sering diabaikan inilah yang menjadi salah satu faktor penghambat terwujudnya penerapan dinas jaga dengan standar yang baik dari sebuah kapal.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualilitatif yang ditekankan pada penggambaran objek penelitian dan menganalisisnya. Penelitian ini mendalami masalah penerapan aturan P2TL dengan baik saat melaksanakan dinas jaga. Peneliti telah melakukan pengumpulan data kemudian melakukan analisis dan menyusun simpulan sehingga tersaji fakta deskriptif sesuai tujuan penelitian.

Pada kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan, antara lain kepada :

1. Direktur Politeknik Pelayaran Surabaya

2. Dosen pembimbing dan Dosen Penguji Karya Ilmiah

Demikian, semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan meningkatkan kinerja dinas jaga diatas anjungan kapal.

Surabaya, ...

Hasbyl Malik

(7)

ix

ABSTRAK

MALIK, HASBYL, 2017 Penerapan Aturan P2TL Saat Dinas Jaga Laut Pada Situasi Penyusulan Untuk Menghindari Bahaya Tubrukan. Dibimbing oleh Iskandar, S.H, M.T dan Anak Agung Ngurah Ade Dwi P.Y, S.Si.T, M.Pd.

Kata kunci: Dinas Jaga, P2TL, dan Bahaya Tubrukan

Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) 1972 atau Collision Regulation 1972 adalah bagian dari mata pelajaran dinas jaga yang berisi peraturan-peraturan untuk bernavigasi secara aman. Di dalam P2TL semua kegiatan dan bagaimana pengambilan tindakan yang tepat terhadap segala keadaan dan kondisi sudah diatur.

Watchkeeping merupakan salah satu hal yang perlu sangat diperhatikan dalam melalui alur pelayaran sempit. Watchkeeping adalah sebuah pengetahuan yang diberikan kepada cadet sebagai calon perwira untuk mempersiapkan diri sebagai Perwira di atas kapal agar kapal tersebut mencapai tujuannya selamat sampai disuatu tempat tujuan yang telah direncanakan.

Bahaya tubrukan atau Risk of Collision dalam bahasa inggrisnya adalah suatu kondisi atau keadaan dimana kapal kita memiliki haluan yang sama dengan kapal lain yang berlawanan arah dan kapal yang akan bersilangan dengan kapal kita. Bahaya tubrukan juga dapat terjadi pada saat penyusulan apabila tidak ada koordinasi antar kapal.

(8)

ix

ABSTRACT

MALIK, HASBYL, 2017 Application of Rule of P2TL When Whatchkeeping at Overtaking to avoid the danger of collision. Supervised by Iskandar, S.H, M.T and Anak Agung Ngurah Ade Dwi P.Y, S.Si.T, M.Pd.

Key Word: Watchkeeping, P2TL, and Risk of Collision

. The 1972 Marine Collision Regulation (P2TL) or Collision Regulation 1972 is part of the guard duty that contains rules to navigate safely. In P2TL all activities and how to take appropriate action against all circumstances and conditions have been arranged.

Watchkeeping is one thing to be kept in through the narrow shipping lanes. Watchkeeping is a knowledge that is given to as a cadet officer candidates to prepare themselves as officer on board the vessels to reach the goal safely reach somewhere objectives that have been planned.

The collision hazard or Risk of Collision in English is a condition or circumstance in which our vessel has the same bow with other vessels in opposite directions and vessels that will cross with our ship. Collision hazards may also occur at the time of enrollment if there is no coordination between ships.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN SEMINAR ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Definisi Istilah... 3

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

(10)

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Review Penelitian Sebelumnya... 6

B. Landasan Teori ... 6

1. Dinas Jaga ... 7

2. Pengaturan Pencegahan Tubrukan Laut ... 12

3. Bahaya Tubrukan ... 14

4. Penerapan P2TL Saat Dinas Ja ... 16

C. Kerangka Penilitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 19

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

C. Sumber Data ... 20

D. Teknik Pengumpulan Data ... 21

E. Analisis Data ... 22

F. Teknik Analisis Data ... 23

DAFTAR PUSTAKA... 25 LAMPIRAN

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Daftar Dinas Jaga ... 9

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Radar ... 17 Gambar 4.2 Situasi Menyusul ... 18

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktifitas perkembangan transportasi di Indonesia semakin meningkat merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya masyarakat.

Dan transportasi laut merupakan salah satu dari efektivitas perekonomian bangsa indonesia sendiri. Menurut Noel John Vavasour (1981:23), angkutan laut adalah salah satu jenis transportasi yang saat ini sangat diperhatikan oleh Pemerintah, karena dipandang memiliki nilai potensial yang sangat tinggi dalam perkembangan sektor ekonomi maupun sektor sosial di Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Kerja sama antar negara dalam tukar-menukar teknologi dan perekonomian termasuk dalam hal ekspor impor barang yang sebagian besar melalui jalur laut karena biaya pengangkutan yang jauh lebih murah dibandingkan melalui angkutan udara. Dengan adanya jalur pelayaran, maka akan meningkatkan tingkat perdagangan yang mengacu pada tingkat pertumbuhan ekonomi dari sektor angkutan laut, agar dapat tercapai tentunya harus diimbangi dengan mutu pelayaran yang baik dan seefektif mungkin.

(14)

2

Kapal sebagai sarana angkutan laut memegang peranan yang sangat penting dalam kelancaran transportasi laut. Demi kelancaran transportasi selain keterampilan dan profesionalisme juga dituntut kedisiplinan. diatas kapal.

Sebagai contoh tubrukan dialur pelayaran sempit yang terjadi adalah tubrukan oleh KMP Bahuga Jaya dan MV Norgas Cathinka di Perairan Selat Sunda pada 26 September 2012. Dan kejadian yang baru ini adalah kecelakaan antara Kapal Motor (KM) Baita Jaya Samudera bertabrakan keras dengan MT Elisabet di perairan dekat Pulau Damar Kepulauan Seribu Jakarta Utara, pada hari Jumat, 07 April 2017 diliput dari beritatrans.com.

Kecelakaan diatas kapal yang terjadi yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa, sebagai contoh penyebab terjadinya tubrukan kapal ketika berlayar melalui alur pelayaran sempit yang sudah tidak dapat dikendalikan atau dikuasai, kapal tersebut mengalami kondisi atau keadaan darurat.

Mengakibatkan terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kurangnya penerapan pengamatan yang baik dalam melakukan dinas jaga. Dan juga kurang siapnya perwira jaga menerapkan aturan P2TL.

Oleh karena itu penerapan dan pemahaman mengenai aturan P2TL ketika sedang melaksanalan dinas jaga saat kapal berlayar harus benar diterapkan untuk mencegah kejadian seperti itu terulang kembali. Hal yang sebenarnya terkandung dalam materi dinas jaga adalah sebuah pengetahuan yang diberikan kepada cadet sebagai calon perwira untuk mempersiapkan diri sebagai Perwira di atas kapal agar kapal tersebut mencapai tujuannya selamat

(15)

3

sampai disuatu tempat tujuan yang telah direncanakan. Karena hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk mengambil judul:

“Penerapan Aturan 13 P2TL Saat Dinas Jaga Laut di KM. Bonny Star”

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimana penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut di KM. Bonny Star pada situasi penyusulan?”

C. BATASAN MASALAH

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis membatasi pembahasan hanya pada aturan 5, 6, 7, 13 dan 34 P2TL saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan.

D. DEFINISI ISTILAH

Berikut ini istilah-istilah yang dipakai penulis untu penelitian ini:

1. Dinas jaga adalah suatu kegiatan pengawasan selama 24 jam di atas kapal, yang dilakukan oleh muallim jaga dengan tujuan mendukung operasi pelayaran supaya terlaksana dengan selamat. Menurut Winardi (2003:43), dinas adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan urusan pekerjaan, sedang bertugas. Jaga adalah berkawal atau bertugas menjaga keselamatan.

(16)

4

2. P2TL atau peraturan pencegahan tuburkan laut adalah kumpulan dari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh IMO yang mengatur tentang alur pelayaran kapal dan untuk melakukan pencegahan tubrukan kapal di laut.

3. Bahaya tubrukan menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu hal atau peristiwa bertubrukan

E. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian tentang penerapan aturan pada P2TL saat berlayar dialur pelayaran sempit untuk menghindari bahaya tubrukan yaitu :

1. Untuk mengetahui penerapan aturan P2TL di atas kapal saat dinas jaga laut.

2. Mengetahui prosedur-prosedur saat situasi penyusulan ketika melaksanakan dinas jaga laut

F. MANFAAT PENELITIAN

Dengan adanya penelitian ini, manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Secara Teoritis

Untuk dapat menerapkan teori yang diperoleh serta menambah pengetahuan bagi penulis tentang pelaksanaan tugas dinas jaga dianjungan.

a. Menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan wawasan para taruna sebagai calon perwira kapal.

(17)

5

b. Sebagai perbandingan antara teori dengan praktek nyata dilapangan pada waktu praktek laut.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Membagi pengetahuan dan wawasan khususnya bagi para taruna di Politeknik Pelayaran Surabaya sebagai calon Perwira, agar dapat diajadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya untuk dapat menyajikan hasil penelitian yang lebih baik dan diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi calon perwira kapal tentang penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut.

b. Sebagai masukan dan saran pada perusahaan pelayaran/muallim saat melaksanakan pekerjaan dinas jaga dapat berjalan dengan lancar dan aman.

(18)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA

Beberapa penulis telah melakukan penelitian tentang penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan. Berikut ini penulis berikan penelitian aslinya:

1. Bimo Wira Para (2015), Keselamatan Aktivitas Transportasi Laut terhadap Collision pada Bouy, keselamatan aktivitas transportasi laut terhadap tubrukan kapal merupakan hal yang penting dilakukan bukan hanya untuk mengetahui safety level pada sebuah alur pelayaran, namun juga untuk mengurangi potensi terjadi tubrukan.

2. Berdasarkan laporan hasil penelitian oleh Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Inggris yang berjudul “ Major Marine Collisions and Effects of Prevention Recommendations “ tertanggal 9 September 1981 menyebutkan bahwa penyebab utama terjadinya tubrukan dilaut dari tahun 1970 hingga tahun 1979 adalah karena kesalahan manusia.

B. LANDASAN TEORI

Secara umum orang tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan dinas jaga, karena secara umum orang hanya mengetahui bahwa yang dimaksud dinas jaga adalah sebuah jadwal rutin yang diberlakukan kantor atau pun instansi untuk kepentingan keamanan lingkungan disekitarnya.

(19)

7

Hal yang sebenarnya terkandung dalam materi Watchkeeping adalah sebuah pengetahuan yang diberikan kepada cadet sebagai calon perwira untuk mempersiapkan diri sebagai Perwira di atas kapal agar kapal tersebut mencapai tujuannya selamat sampai disuatu tempat tujuan yang telah direncanakan.

Dalam Dinas Jaga calon perwira diberikan pemahaman tentang pengetahuan prosedur yang diperlukan untuk mempertahankan navigasi yang aman saat melakukan pengamatan di anjungan sebuah kapal.

Oleh karena itu penulis akan memberikan beberapa teori, yang didalamnya terdapat pemahaman tentang penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut sebagai pencegahan bahaya tubrukan :

1. Dinas Jaga

Salah satu tugas yang harus dilaksakan oleh awak kru kapal adalah dinas jaga. Dinas jaga adalah suatu kegiatan pengawasan selama 24 jam diatas kapal, yang dilakukan oleh muallim jaga dengan tujuan mednukung operasi pelayaran supaya terlaksana dengan selamat, ini dilakukan dengan mengkondisikan pelayaran supaya dapat berjalan dengan benar sesuai aturan IMO.

Sebagai dasar dari penjelasan tentang tugas jaga adalah berpedoman pada Konvensi Internasional untuk Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW 1978). Amandemen 1995) yaitu suatu badan internasional yang berwenang untuk subyek itu.

Peraturan mengenai tugas jaga diatur dalam Standards of Training Certification and Watchkeeping ( STCW ) 1995 pada Chapter VIII (delapan).

Chapter VIII berisi tentang standard-standard yang berkaitan dengan tugas

(20)

8

jaga, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) fitnes (kebugaran), 2) prinsip umum tugas jaga, 3) perlindungan lingkungan laut.

Seorang perwira jaga yang sedang melaksanakan dinas jaga laut harus dalam keadaan sehat dan bugar, maka STCW 1995 mengatur dalam hal kebugaran sebagai berikut: 1) Semua orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas jaga sebagai perwira yang melaksanakan suatu tugas jaga atau sebagai bawahan yang ambil bagian dalam suatu tugas jaga, harus diberikan waktu istirahat paling sedikit 10 jam setiap periode 24 jam. 2) Jam – jam istirahat paling banyak hanya boleh dibagi menjadi dua periode istirahat yang salah satu periodenya tidak boleh kurang dari 6 jam. 3) Persyaratan untuk periode istirahat yang diuraikan pada paragraph 1 dan paragraph 2 di atas, tidak harus diikuti jika berada dala situasi darurat atau situasi latihan atau terjadi kondisi- kondisi operasional yang mendesak.

Pelaksanaan tugas jaga di atas kapal juga diatur dalam STCW 1995 chapter VIII agar perwira jaga melaksanakan dinas jaga dengan tepat dan benar dengan prinsip-prinsi tugas jaga navigasi, yaitu:1) Pengaturan jaga navigasi oleh Nakhoda. 2) Dibawah pengarahan dan bimbingan Nakhoda, para petugas jaga melaksanakan tugas jaga navigasi dan ikut bertanggung jawab atas keselamatan pelayaran selama bertugas.

Ketika kapal sedang berlayar, perwira yang sedang melaksanakan dinas jaga navigasi juga harus memperhatikan lingkungan sekitar pelayaran karena hal-hal perlindungan laut juga di atur dalam STCW 1995 chapter VIII sebagai berikut: 1) setiap anggota tugas jaga harus memahami dan menyadari

(21)

9

sepenuhnya akibat yang timbul bila terjadi pencemaran, 2) harus selalu mengambil tindakan pencegahan pencemaran, 3) tindakan pencegahan mengacu pada peraturan internasional maupun nasional yang berlaku.

Dalam satu hari (selama 24 jam), tugas/dinas jaga dibagi menjadi 3 regu dengan masing-masing regu bertugas selama 4 jam siang dan 4 jam malam, sehingga tiap regu bertugas 8 jam per hari. Bagian dek dan bagian mesin sama-sama menggunakan pembagian waktu jaga tersebut, tetapi bagian radio hanya menggunakan 2 regu saja. Petugas jaga adalah para perwira-perwira dek dan ahli mesin kapal (engineers) serta anak buah (juru mudi), tukang minyak (oiler).

Sebagai contoh dapat dilihat tabel daftar jaga di bawah ini :

Daftar Tabel 2.1

Regu Jam jaga Nama jaga Petugas dek Petugas kamar mesin

1 04.00 – 08.00

16.00 – 20.00

Jaga subuh

Jaga sore

Mualim I dengan juru mudi dan panjarwala

Masinis I dengan juru minyak

2 08.00 – 12.00 20.00 – 24.00

Jaga pagi Jaga malam

Mualim III dengan juru mudi dan

Masinis III dengan juru minyak

(22)

10

panjarwala

3 00.00 – 04.00

12.00 – 16.00

Jaga tengah malam

Jaga siang

Mualim II dengan juru mudi dan panjarwala

Masinis II dengan juru minyak

Tugas dan tanggung jawab di kapal di bagi menjadi dua yaitu tugas dan tanggung jawab bagian deck dan tugas bagian mesin. Keduanya mempunyai fungsi dan tugas yang sangat erat hubungannya atas kelancaran operasional sebuah kapal. Tugas dan tanggung jawab di bagian mesin di pegang oleh Kepala Kamar Mesin (KKM) sedangkan bagian deck dan seluruh operasional kapal menjadi tanggung jawab seorang Nakhoda.

Namun dalam operasionalnya Nakhoda di bantu oleh para Mualim dan Anak Buah Kapal yang lainnya. Peran Nakhoda sangat sentral sekali sehingga apabila terjadi sesuatu atau kendala dalam menjalankan tugas atau dinas kapal maka wajib hukumnya Mualim untuk memberitahu kepada Nakhoda.

Dinas jaga di kapal meliputi dinas harian dan dinas jaga. Dinas harian di lakukan pada hari – hari kerja terutama saat kapal sedang mobilisasi di pelabuhan atau jetty sedang dinas jaga dilakukan di luar jam kerja atau saat kapal sedang berlayar. Maksud dan tujuan dilaksanakan tugas jaga adalah menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban kapal, muatan, penumpang dan

(23)

11

lingkungannya. Mentaati peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku (Internasional). Dan melaksanakan perintah dari perusahaan maupun Nakhoda (tertulis atau lisan).

Sebagai perwira jaga yang bertugas jaga navigasi merupakan wakil nahkoda dan terutama selalu bertanggung jawab atas navigasi yang aman dan mematuhi peraturan internasional COLREG (Collision Regulation). Akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan suatu tugas jaga. Dalam modul P2TL dijelaskan hal yang harus diperhatikan sebgai berikut:

a. Pengamatan (Look Out)

Perwira jaga yang melaksanakan suatu pengamatan yang baik harus sesuai dengan aturan 5 P2TL tahun 1972 bertujuan agar: a) menjaga kewaspadaan secara terus menerus dengan penglihatan, pendengaran dan juga dengan sarana lain yang ada sehubungan dengan setiap perubahan penting dalam hal suasana pengoperasian. b) memperhatikan sepenuhnya situasi-situasi dan resiko-resiko tubrukan, kandas dan bahaya navigasi lainnya. c) medeteksi kapal-kapal atau pesawat terbang yang sedang berada dalam bahaya, orang-orang yang mengalami kecelakaan kapal, kerangka kapal, serta bahaya-bahaya lain yang mengancam navigasi.

b. Melaksanakan tugas jaga navigasi

Perwira jaga mempunyai tanggung jawab bernavigasi yang baik dan benar. Selama bertugas jaga haluan, posisi dan kecepatan kapal harus diperiksa secara berkala degan mengunakan setiap peralatan navigasi

(24)

12

yang ada seperti Radar, GPS atau alat elektronik lainnya untuk menjamin bahwa kapal berada pada haluan yang telah direncanakan.

2. Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL)

Menurut modul P2TL (2015:26)Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut (P2TL) 1972 atau Collision Regulation 1972 adalah bagian dari mata pelajaran dinas jaga yang berisi peraturan-peraturan untuk bernavigasi secara aman. Di dalam P2TL semua kegiatan dan bagaimana pengambilan tindakan yang tepat terhadap segala keadaan dan kondisi sudah diatur.

Seorang pelaut dalam membawa kapal wajib mematuhi aturan P2TL ini, tetapi tidak serta merta mematuhi seluruh aturan karena masih ada pengecualian yaitu jika mengikuti aturan yang ada akan membahayakan kapal, kita diwajibkan menyimpang peraturan yang ada untuk keselamatan.

Tidak ada suatu peraturan yang membebaskan seorang nahkoda atau perwira jaga bila nyata-nyata terbukti lalai atau tidak memperhitungkan resiko terhadap semua kemungkinan bahaya yang timbul, maka setiap perwira laut khususnya perwira jaga harus mengetahui pengertian pokok dari beberapa pasal yang penting pada buku Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut ( Collision Regulation 1972 ).

Adapun aturan-aturan pencegahan tubrukan dilaut dalam modul P2TL (2015), yang menjadi batasan peneliti adalah:

1. Aturan 5 (Pengamatan) yaitu tiap kapal senantiasa melakukan pengamatan yang cermat, baik dengan penglihatan dan pendengaran maupun dengan semua saranan yang tersedia sesuai dengan keadaan

(25)

13

dan suasana sebagaimaan lazimnya, sehingga dapat membuat penilaian yang layak terhadap situasi dan bahaya tubrukan.

2. Aturan 6 (Kecepatan Aman) yaitu setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan efektif unutk menghindari tubrukan dan dapat dihentikan dalam jarak yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang sedang alami

3. Aturan 7 (Bahaya Tubrukan) Dalam menentukan bahaya tubrukan diantaranya harus dipertimbangkan keadaan berikut ini : 1) Bahaya demikian harus dianggap ada, jika baringan pedoman kapal yang mendekat, tidak menunjukkan perubahan yang berarti. 2) Bahaya demikian itu kadang-kadang terjadi walaupun perubahan baringan nyata, terutama bilamana mendekati sebuah kapal yang besar atau tundaan atau bilamana mendekati suatu kapal pada jarak dekat.

4. Aturan 13 (Penyusulan) yaitu:

a. Terlepas dari apapun juga tercantum dalam aturan-aturan bagian B seksi I dan II, setiap kapal yang sedang menyusul setiap kapal lain, harus menyimpang jalannya kapal yang sedang disusul itu.

b. Sebuah kapal dianggap sedang menyusul apabila sedang mendekati kapal lain dari arah lebih dari 22.50 lebih ke belakang dari arah tepat melintangnya, yakni dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga terhadap kapal sedang disusul itu pada malam hari hanya tampak lampu butiran kapal lain itu, tetapi tidak satupun dari lampu-lampu lambungnya

(26)

14

5. Aturan 34 ( Isyarat-isyarat olah gerak dan peringatan ) yaitu:

a. Jika kapal yang saling melihat satu sama lain kapal tenaga yang sedang berlayar, jika melakukan gerak sebagaimana yang diperbolehkan atau diharuskan oleh aturan-aturan ini harus menunjukkan olah gerak itu dengan isyarat-isyarat suling sebagai berikut: 1) Satu tiup pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke kanan”, 2) Dua tiup pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke kiri”, 3) Tiga tiup pendek berarti “mesin saya bergerak mundur”

b. Sebuah kapal yang bermaksud menyusul kapal sesuai dengan aturan harus menunjukkan maksudnya dengan isyarat-isyarat suling sebagai berikut: a) dua suling panjang diikuti satu tiup pendek berarti “saya hendak menyusul dari sisi kanan anda”, b) dua tiup pajang diikuti dua tiup pendek berarti “saya hendak menyusul dari sisi kiri anda”, c) satu tiup panjang, satu tiup pendek, satu tiup panjang dan satu tiup pendek secara berurutan berarti “saya menyetujuinya”

3. Bahaya Tubrukan

Menurut modul P2TL (2015:3) Bahaya tubrukan atau Risk of Collision dalam bahasa inggrisnya adalah suatu kondisi atau keadaan dimana kapal kita memiliki haluan yang sama dengan kapal lain yang berlawanan arah dan kapal yang akan bersilangan dengan kapal kita.

(27)

15

Bahaya tubrukan juga dapat terjadi pada saat penyusulan apabila tidak ada koordinasi antar kapal.

Sebagaimana yang telah dijelaskan didalam aturan 7 Peraturan Pencegahan Tubrukan Dilaut (P2TL), yang berisikan sebagai berikut,

6. Setiap kapal harus menggunakan semua peralatan yang tersedia sesuai dengan keadan dan kondisi yang ada, untuk menentukan ada dan tidaknya bahaya tubrukan. Jika ada keragu-raguan, maka bahaya demikian itu harus dianggap ada.

7. Pesawat radar harus digunakan setepat-tepatnya, jika ada dan dioperasikan dengan baik termasuk penelitian jarak jauh untuk mendapatkan peringatan awal dari bahaya tubrukan dan radar plotting atau pengamatan sistematis yang serupa atas benda-benda yang dideteksi.

8. Perkiraan-perkiraan tidak boleh dibuat atas dasar keterangan yang kurang sesuai, terutama yang berkenaan dengan keterangan radar.

9. Dalam menentukan bahaya tubrukan diantaranya harus dipertimbangkan keadaan berikut ini :

1) Bahaya demikian harus dianggap ada, jika baringan pedoman kapal yang mendekat, tidak menunjukkan perubahan yang berarti.

2) Bahaya demikian itu kadang-kadang terjadi walaupun perubahan baringan nyata, terutama bilamana mendekati sebuah kapal yang besar atau tundaan atau bilamana mendekati suatu kapal pada jarak dekat.

(28)

16

Jadi bahaya tubrukan itu harus dianggap ada apabila jarak kapal dengan kapal yang lain itu tidak jauh. Dan haluan kapal itu sendiri tidak berubah sehingga kita harus melakukan tindakan-tindakan agar tubrukan itu tidak terjadi. Maka dari itu organisasi internasional yang mengatur tentang pelayaran mengeluarkan peraturan Collision Regulatin 1972.

4. Penerapan P2TL untuk menghindari bahaya tubrukan

International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan sebuah peraturan Collision Regulation (COLREG 1972) karena sering terjadinya bahaya-bahaya yang terjadi saat pelayaran salah satunya bahaya tubrukan.

Peraturan pencegahan tubrukan laut (P2TL) yang mejadi pedoman para kru kapal saat dinas jaga agar tidak terjadi bahaya tubrukan. Menurut Viar Lantang (2012) tidak akan mungkin terjadi kecelakaan di laut kalau diasumsikan semua berjalan normal dan faktor manusia juga beerja sesuai dengan standart operating procedure, kecuali keadaan cuaca yang memaksa semua nya baik faktor manusia maupun peralatan sudah tidak berfungsi.

Ada banyak aturan yang terkandung dalam peraturan pencegahan tubrukan laut (P2TL) namun penulis akan menjelaskan beberapa aturan agar perwira yang saat berdinas jaga dapat menghindari bahaya tubrukan.

Di dalam P2TL mengatur perwira jaga harus selalu melakukan pengamatan (aturan 5) dikatakan bahwa “setiap kapal harus selalu menyelenggarakan pengamatan yang layak baik dengan penglihatan dan pendengaran maupun dengan semua sarana yang tersedia sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada untuk dapat membuat penilaian yang

(29)

17

lengkap tentang situasi dan bahaya tubrukan”. Dalam melakukan sebuah pengamatan perwira jaga dapat menggunakan peralatan navigasi untuk membantu menemukan objek-objek sekitar kapal. Adapun alat yang bisa digunakan: Radar, GPS dan lain-lain

Gambar 2.1Radar

Kecepatan sebuah kapal saat berlayar juga di atur dalam P2TL pada aturan 6. Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan efektif untuk menghindari tubrukan. Namun ada faktor-faktor yang diperhitungkan dalam aturan ini: 1) Tingkat penglihatan, 2) Kepadatan lalu lintas termasuk pemusatan kapal-kapal ikan atau kapal-kapal lainnya, 3) Kemampuan olah gerak kapal, khususnya yang berhubungan dengan gerak henta dan kemampuan berputar dalam setiap kondisi yang ada, 4) Pada malam hari terdapat cahaya latar belakang seperti lampu-lampu darurat atau pantulan dari lam[u-lampu kapal kita, 5) Keadaan angin, laut dan arus serta adanya bahaya-bahaya navigasi yang ada disekitarnya, 6) Sarat kapal sehubungan dengan kedalaman air yang dilalui

(30)

18

Para perwira jaga yang sedang melaksanakan dinas jaga harus dapat megatur kecepatan kapal dengan seaman mungkin. Dalam situasi menyusul perwira jaga juga diberlakukan aturan 13 yaitu sebuah kapal dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain dari arah lebih dari 22,5 derajat lebih ke belakang dari arah tepat melintangnya.

Gambar 2.2 situasi menyusul Sumber: calonrajakapal.blogspot.com

Keadaan ini harus dianggap ada oleh perwira jaga dan bertindak sesuai dengan ketentuan yaitu termasuk pada aturan 34 P2TL. Bahwa apabila kapal bermaksud untuk menyusul kapal lain harus menunjukkan isyarat-isyarat suling sebagai berikut:

1) Dua suling panjang diikuti satu tiup pendek (-- -- -) berarti “saya hendak menyusul dari sisi kanan anda”

2) Dua tiup panjang diikuti dua tiup pendek berarti (-- -- - -)“saya hendak menyusul dari sisi kiri anda”

Dan juga apabila sebuah kapal yang akan disusul harus menunjukkan persetujuannya dengan isyarat-isyarat sulingnya sebagai berikut:

3) Satu tiup panjang, satu tiup pendek, satu tiup panjang dan satu tiup pendek secara berurutan (-- - -- -)

(31)

19

Jadi perwira jaga harus selalu memperhatikan kondisi kapal saat dia berdinas jaga. Karena bahaya tubrukan bisa terjadi apabila perwira jaga lalai dalam memperhatikan aturan-aturan yang sudah ditetapkan.

(32)

20

Menghindari tubrukan saat dinas jaga laut dengan menerapkan aturan P2TL secara optimal C. Kerangka Penelitian

Penerapan Aturan P2TL Saat Dinas Jaga Laut Untuk Menghindari Bahaya Tubrukan

1. Aturan P2TL 2. Dinas jaga laaut 3. Bahaya tubrukan

Penerapan aturan P2TL yang baik pada saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan

Tingginya resiko bahaya tubrukan pada saat dinas

jaga laut

(33)

21

(34)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Sesuai dengan pengertian tersebut kami menganalisis data dengan menggunakan pendekatan induktif. Selain itu kami juga memberikan data yang sesuai dengan landasan teori yang kami gunakan. Sehingga penelitian kami dapat menjadi penelitian yang benar dan tepat.

Metode ini penulis dapat memahami dan mengungkapkan tentang masalah yang penulis teliti, dan juga metode kualitatif ini penulis dapat melakukan interview dengan objek yang penulis teliti. Dapat dipahami bahwa menganalisa deskriptif kualitatif adalah memberikan prediket pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi sebenarnya (Koentjaraningrat, 1993:89).

Maksudnya adalah untuk memperoleh gambaran yang sebenarnya antara keserasian teori dan praktek.

Dalam menganalisis dan mendeskripsikan mengenaipenerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan.

Penelitian menggunakan landasan teori sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian serta bahan pembahasan hasil penelitian.

(35)

21

B.LOKASI PENELITIAN

Penulis melaksanakan penelitian diatas kapal pada saat taruna melaksanakan praktek layar diatas kapal.

C. JENIS DATA

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2006 : 123). Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan penulis teliti. Perlunya sumber data yang akan memeberikan informasi diantaranya yaitu :

1. Data Primer

Data ini diperoleh penulis secara langsung pada obyek penelitian dengan cara melakukan pengamatan, pencatatan, serta wawancara dengan perwira kapal. Penulis memperoleh data primer dengan mengadakan penelitian di atas kapal dengan mewancarai perwira dan ABK kapal.

2. Sumber data sekunder

Data ini taruna peroleh dengan cara membaca dokumen-dokumen, buku-buku, studi pustaka yang berhubungan dengan penerapan aturan- aturan P2TL serta dinas jaga di atas kapal.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono

(36)

22

(2009:225) cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data. Untuk memperoleh data dilapangan yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti maka penulis menggunakan teknik sebagai berikut.

1. Observasi

Observasi menurut Kusuma (1987:25) adalah pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain yang diselidiki. Observasi pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.

Untuk memperoleh data yang autentik dalam pengumpulan data tentang dinas jaga laut di atas kapal.

Pengumpulan data dengan angket ini penulis mengajukan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden, dimana jawabannya sudah disediakan. Angket ini penulis tujukan kepada orangtua.

2. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi adalah data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip nilai, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Data yang akan dicari dapat berupa arsip-arsip tertulis, guna mengetahui panduan sistem kerja yang terjadi.

3. Wawancara

Menurut Margono (1997:167), interview adalah tehnik pengumpulan informasi dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan

(37)

23

dan dijawab secara lisan juga, dan dilakukan secara langsung dengan tatap muka antara pencari informasi dengan sumber informasi. Dalam interview ini penulis yang menjadi pencari informasi dan sumber informasinya adalah para perwira kapal.

E. ANALISI DATA

Dalam pengolahan data penulis akan memahami dan menganalisis dengan deskriptif kualitatif yang memberikan predikat pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, hasil ini akan diperoleh dari pelaksanaan observasi dan wawancara yang dianalisis dengan uraian dan penjelasan narasi. Menurut Patton (Moleong, 2001:103), analisis data adalah

“proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”.

Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Adapun tahap-tahap analisis data yang penulis gunakan terdiri dari : a) Seleksi data, yaitu menyeleksi data yang sudah terkumpul, apakah sudah terjawab masalah penelitian yang akan disajikan atau belum b) Menarik kesimpulan yaitu menarik kesimpulan dari data yang ditulis.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk

(38)

24

deskriptif. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2003:70), yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.

3. Display Data

Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan.

(39)

25

Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi

(40)

26

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam karya ilmiah terapan ini penulis akan mendeskripsikan tentang gambaran umum objek penelitian sesuai dengan judul yaitu

“PENERAPAN ATURAN P2TL SAAT DINAS JAGA LAUT PADA SITUASI PENYUSULAN UNTUK MENGHINDARI BAHAYA TUBRUKAN”. Sehingga dengan adanya deskripsi gambaran umum objek penelitian ini pembaca dapat memahami dan mampu merasakan tentang hal yang terjadi pada saat penulis melakukan penelitian diatas kapal KM. BONNY STAR.

KM. BONNY STAR adalah sebuah kapal Kontainer yang dimiliki oleh PT. Pelayaran Grogol Sarana Utama berkantor pusat di JL. Margomulyo 44- A1 Pergudangan Surimulya Permai Surabaya.

1. Tempat Penelitian

Tempat Penelitian dilakukan di KM. BONNY STAR, yang jenis kapalnya adalah Kapal Container dengan Rute Pelayaran area Indonesia.

KM. BONNY STAR memiliki data data kapal sebagai berikut :

Ship’s Name : KM. Bonny Star

Call Sign : Y.C.B.Z

IMO Number : 9085431

Class : BKI

Date of Build : Desember,1993

(41)

27

L.O.A : 107.20M

L.B.P : 98.0M

T.P.C : 14.95

Breadth : 17.20M

Depth : 8.30M

Draft : 6.50M

Internal Gross Tonnage : 4.136 ton

Nettonage : 1.897

Dead Weight Tonnage : 5981.1 ton

Displacement : 8134.5 ton

Power of Enggine : 4560Hp,diesel engine

Name of Build : SHINA-A SHIP

BUILDER,KOREA

Cargo : 342 TEU (HOLD:132

TEU+ONDECK:212)

Ship Owner : PT.Pelayaran Grogol Sarana Utama

Agen : PT. Mentari Line

2. Awak Kapal

Di atas Kapal KM. BONNY STAR memiliki 23 awak kapal termasuk juga Nahkoda. Awak kapal terdiri dari 4 orang deck officer termasuk Nakhoda, 4 orang enginer termasuk KKM, 1 orang Bosun, 3 orang Juru Mudi, 3 Oiler, 2 Deck Cadet, dan 2 Engine Cadet, 1 Orang Koki dan 1 orang Pelayan.

(42)

28

B. HASIL PENELITIAN

Dibawah ini merupakan hasil observasi dan pembahasan wawancara yang dilakukan di kapal KM. BONNY STAR selama taruna praktek berlayar adalah sebagai berikut :

1. Penyajian Data

Berdasarkan hasil dari pengamatan yang penulis dapat di atas kapal, maka penulis dapat mengkaji beberapa temuan penelitian yang behubungan dengan kurangnya tindakan sesuai aturan P2TL diatas kapal pada saat kapal KM. BONNY STAR berada pada situasi penyusulan untuk menghindari bahaya tubrukan.

Pada saat taruna melaksanakan dinas jaga di anjungan bersama Mualim jaga dan ketika kapal sedang dalam posisi situai penyusulan dengan kapal lain pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 10.30 waktu setempat. Ketika kapal sedang melintasi selat Makassar, mualim 3 memperhatikan jendela anjungan, mengecek apakah ada objek lain yang tertangkap oleh radar dan sesekali membaring posisi kapal pada peta apakah kapal masih tetep pada garis haluan.

Pada 27 Desember 2017 pukul 21.10 waktu setempat, pada saat taruna melaksanakan dinas jaga malam dengan mualim jaga kami melihat sebuah lampu navigasi sebuah kapal di depan kami. Kemudian mualim jaga memerintah penulis untuk mengamati lampu navigasi tersebut. Pada saat itu penulis mempuyai kendala yaitu tidak dapat mengamati kapal di depan dengan radar karena radar kami waktu itu dalam keadaan rusak. Maka penulis menggunakan binocular untuk mengetahui posisi kapal di depan

(43)

29

tersebut. Terlihat lampu buritan kapal tersebut berarti kapal kami dalam situasi penyusulan.

2. Analisis Data

Dari hasil data yang penulis kumpulkan selama praktek laut bisa disimpulkan bahwa penerapan aturan p2tl saat dinas jaga pada saat situasi penyusulan masih belom maksimal. Pengumpulan data yang penulis lakukan di atas kapal menggunakan beberapa cara yaitu denga cara melihat objek penelitian yang ada di atas kapal secara langsung, membaca data- data objek penelitian yang terdapat pada kapal, serta melakukan wawancara kepada perwira jaga di tempat penulis melaksanakan praktek.

Berikut analisa data yang peneliti dapat terhadap rumusan masalah yang ada:

1. Penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut

Dalam mencegah bahaya tubrukan di laut organisasi pelayaran di dunia membuat aturan-aturan dalam pencegahan tubrukan di laut (COLREG). Peraturan tersebut sudah dijelaskan bagaimana perwira jaga harus melakukan tindakan sesuai dengan aturan agar kapalnya tidak terjadi suatu tubrukan dengan kapal lain. Tapi walaupun IMO sudah membuat aturan-aturan tersebut masih ada kejadian tubrukan di laut.

Pada saat melaksanakan tugas jaga dengan mualim 3 peneliti menanyakan apa saja yang dilakukan perwira jaga saat melaksanakan dinas jaga laut. Kemudian Mualim III menjelaskan apa saja tugas jaga perwira jaga.

(44)

30

Dalam melaksanakan dinas jaga perwira jaga mempunyai tanggung jawab pada kapal. Perwira jaga harus selalu memeriksa posisi kapal dengan alat navigasi ataupun dengan peta. itu bertujuan agar kapal terhindar dari bahaya navigasi Taruna juga menanyakan bagaimana penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut. Mualim III terus menjelaskan lagi.

Pada saat dinas jaga laut perwira jaga itu harus terus mengamati kapal dengan menggunakan alat-alat navigasi yang tersedia di kapal sesuai aturan 5 karena aturan 5 inti dari semua aturan pencegahan bahaya tubrukan di laut. Selainnya itu mengikuti keadaan kapal kita saat itu

Dari jawaban Mualim III di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya suatu pengamatan saat dinas jaga laut. Dan sesering mungkin perwira jaga mengawasi dan mengamati sekitar kapal dengan menggunakan alat-alat navigasi yang tersedia seperti gambar 4.1 (terlampir)

2. Prosedur saat situasi penyusulan

Sebuah kapal dinyatakan dalam situasi menyusul apabila kapal sedang mendekati kapal lain dari arah lebih 22.5° lebih ke belakang dari arah tepat melintangnya sesuai dengan aturan 14 P2TL yang berisi Sebuah kapal dianggap sedang menyusul apabila sedang mendekati kapal lain dari arah lebih dari 22.50 lebih ke belakang dari arah tepat melintangnya, yakni dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga terhadap kapal sedang disusul itu pada malam hari hanya tampak lampu butiran kapal lain itu, tetapi tidak satupun dari lampu-lampu lambungnya.

Pada saat taruna sedang melaksanakan dinas jaga pada malam hari taruna menanyakan pada bapak Agus sebagai mualim II

(45)

31

bagaimana prosedur melakukan penyusulan terhadap kapal di depan. Kemudian mualim II menjelaskan prosedur saat melakukan penyusulan.

Pertama kita harus tahu apakah kapal kita dalam situasi penyusulan maka dari itu perlu kita mengamati sekitar kapal dengan menggunakan alat navigasi seperti Radar, AIS ataupun alat navigasi lainnya. apabila sudah tahu identitas kapal yang akan kita susul kita dapat berkomunikasi menggunakan Radio VHF dan secepatnya kita menentukan dari lambung sebelah mana kita akan susul. Sesudah itu kita harus dalam kecepatan aman.

Dapat disimpulkan dari penjelasan mualim II tentang prosedur menyusul bahwa kita tidak boleh ragu dan harus tegas untuk melakukan sebuah tindakan saat mau menyusul atau pun disusul.

Agar kapal lain juga dapat melakukan olahgerak segera mungkin.

Seperti gambar 4.2 (terlampir) kapal dibawah komando nahkoda saat mau menyusul kapal KM. Mentari Succes.

C. PEMBAHASAN

1. Pembahasan rumusan masalah pertama

Dari analisa data tersebut, maka penulis akan membahas rumusan masalah yang yang telah dituliskan pada bab sebelumnya. Penulis akan membahas tentang bagaimana penerapan aturan P2TL saat dinas jaga laut untuk menghindari bahaya tubrukan?

a. Melakukan pengamatan yang layak, baik dengan penglihatan dan pendengaran maupun dengan semua sarana tersedia yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada sehingga dapat membuat penilaian sepenuhnya terhadap situasi dan bahaya tubrukan.

(46)

32

b. Menggunakan semua sarana yang tersedia sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada untuk menentukan ada tidak adanya bahaya tubrukan. Jika timbul keragu - raguan maka bahaya demikian itu harus dianggap ada.

2. Pembahasan rumusan masalah kedua

Selanjutnya penulis akan membahas tentang rumusan masalah yang kedua yaitu bagaimana prosedur perwira jaga saat situasi penyusulan?

a. Bilamana sebuah kapal ragu - ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain ia harus menganggap bahwa demikain halnya dan bertindak sesuai dengan hal itu.

b. Harus tegas dalam melakukan tindakan untuk menghindari bahaya tubrukan

c. Bilamana kapal - kapal dalam keadaan saling melihat, kapal tenaga yang sedang berlayar, bilamana sedang berolah gerak sesuai dengan yang diharuskan atau dibolehkan atau disyaratkan oleh aturan terkait, harus menunjukan olah gerak tersebut dengan isyarat suling dan isyarat cahaya sesuai aturan yang terkait.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Burhan, Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kusuma, S, T. 1987. Psiko Diagnostik. Yogyakarta: SGPLB Negeri Yogyakarta

Lantang, Viar. 2012. http://www.kompasiana.com/villa/penyebab-tabrakan-kapal-laut-di- laut-luas_55180932a333114e07b663c3. diakses pada tanggal 08 April 2017

Moleong, Lexy J. 2001. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pritchard.

Noel, John Vavasour. 1981. The VNR Dictionary of Ships and the Seas. New York; Toronto:

Van Nostrand Reinhold.

Politeknik Pelayaran Surabaya. 2015. P2TL & DINAS JAGA.

Surabaya: Politeknik Pelayaran Surabaya

Suprapto, Hadi. 2013. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/408875-ini-penyebab- tubrukan-kapal-bahuga-norgas. Diakses pada tanggal 05 April 2017.

Winardi, J. 2003. Teori Organisasi dan Pengornagisasian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pengertian penerapan adalah pemasangan, pengenaan, perihal mempraktekkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).. adalah mempraktekkan atau cara melaksanakan sesuatu

kapal di laut, sungai atau danau. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku petunjuk pelayaran serta di umumkan oleh instansi yang berewenang. Alur pelayaran digunakan

Membantu para kru kapal terutama kru dek untuk memahami tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap muatan ketika sedang melaksanakan dinas jaga pada saat

melaksanakan tugas jaga agar tidak terjadi kesalahan terhadap penataan muatan yang mengakibatkan keterlambatan bongkar muat yang akhirnya akan menimbulkan kerugian