• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan materi pelatihan metode pasien simulasi sebagai alat evaluasi KIE obat tuberkulosis di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan materi pelatihan metode pasien simulasi sebagai alat evaluasi KIE obat tuberkulosis di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MATERI PELATIHAN METODE PASIEN SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE OBAT TUBERKULOSIS DI FAKULTAS

FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi

Oleh :

Febry Nawacatur Kurnia Sari NIM : 138114139

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGEMBANGAN MATERI PELATIHAN METODE PASIEN SIMULASI SEBAGAI ALAT EVALUASI KIE OBAT TUBERKULOSIS DI FAKULTAS

FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi

Oleh :

Febry Nawacatur Kurnia Sari NIM : 138114139

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Pohon itu menghasilkan

buahnya pada setiap waktu

dengan seizin Tuhannya.”

Ibrahim [14]:25.

Karya ini kupersembahkan kepada ,

Tuhan Yang Maha Esa,

(6)

v PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Pengembangan Materi Pelatihan Metode Pasien Simulasi Sebagai Alat Evaluasi KIE Obat Tuberkulosis Di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dalam berbagai ilmu, pengetahuan, dan wawasan, serta bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk berdiskusi dan mengarahkann penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes, Ph.D., Apt. dan Ibu Putu Dyana Christasami, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas semua saran dan dukungan yang membangun.

3. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membekali penulis dengan Ilmu yang sudah diberikan selama proses perkuliahan.

4. Semua pihak yang telah bersedia membantu serta terlibat dalam penelitian sebagai responden dan observer.

5. Kedua orang tua ku Bapak Ratno Saputro dan Ibu Agoestiningsih, adikku Oviwasat Dwisaktica dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang dan cinta, dukungan, perhatian, kesabaran dalam membimbing penulis dari awal hingga berakhirnya penulisan ini.

6. Teman-teman seperjuangan skripsi Yunita, Fransisca Natasha Ernestiani, Yosephine Charisma Agrilia Sundoro, Kinanti Dita Pratiwi, Francisca Aninda Sarasita, dan Stephanie Afrillia yang selalu berjuang bersama dan saling memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu farmasi.

Yogyakarta, 7 Februari 2017

(7)
(8)
(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

DAFTAR ISI ... viii

Desain dan Subjek Penelitian ... 2

Tahap Persiapan ... 3

Tahap Implementasi Penelitian ... 4

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Pedoman Pelatihan Pasien Simulasi ... 5

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Checklist Penilaian KIE Skenario 1 ... 10

Lampiran 2. Checklist Penilaian KIE Skenario 2 ... 11

Lampiran 3. Lembar Pertama Checklist Pasien Simulasi Skenario 1... 12

Lampiran 4. Lembar Kedua Checklist Pasien Simulasi Skenario 1 ... 13

Lampiran 5. Lembar Pertama Checklist Pasien Simulasi Skenario 2... 14

Lampiran 6. Lembar Kedua Checklist Pasien Simulasi Skenario 2 ... 15

Lampiran 7. Informed Consent Apoteker ... 16

Lampiran 8. Informed Consent PSPA ... 17

Lampiran 9. Informed Consent Pasien Simulasi ... 18

Lampiran 10. Informed Consent Mahasiswa Farmasi ... 19

Lampiran 11. Hasil Penilaian KIE Mahasiswa Farmasi Kasus Tuberkulosis ... 20

Lampiran 12. Contoh Hasil Perhitungan Koefisien Cohen Kappa ... 21

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rata – rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 1 Kasus

Tuberkulosis ... 6 Gambar 2. Rata – rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 2 Kasus

(12)

xi ABSTRAK

Dalam praktik kefarmasian KIE penting untuk diberikan, namun sejauh ini peran apoteker dalam melakukan KIE tergolong rendah. Apabila ditinjau dari segi perguruan tinggi maka perlu dilakukan evaluasi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan apoteker dalam melakukan KIE. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengembangkan materi pelatihan pasien simulasi KIE dan metode dalam melatih pasien simulasi yang sesuai dengan skenario

role play KIE dalam pelayanan obat tuberkulosis.

Subjek penelitian berupa pasien simulasi yang dilatih sesuai kasus skenario tuberkulosis. Data berupa data kuantitatif dari checklist dan data kualititatif dari pengamatan peneliti terhadap performa pasien simulasi. Analisis data kuantitatif dari checklist dihitung menggunakan t-test tidak berpasangan karena penilaian KIE dilakukan oleh dua orang berbeda, dan perhitungan koefisien Cohen kappa untuk mengetahui konsistensi serta mengukur tingkat kesepakatan penilaian kedua penilai.

Hasil dari penelitian ini berupa 1.Pedoman pelatihan pasien simulasi 2.Skenario role play kasus tuberkulosis 3.Instrumen evaluasi 4.Performa pasien simulasi 5.Uji reliabilitas. Hasil

t-test tidak berpasangan skenario 1 tuberkulosis nilai p>1,000 dan pada skenario 2 tuberkulosis

nilai p>0,625. Nilai cohen kappa pada skenario 1 tuberkulosis 0,784 dan skenario 2 tuberkulosis 0,759. Diperoleh kesimpulan bahwa pasien simulasi dilatih satu per satu dan dilakukan perekaman video untuk menjamin performa pasien simulasi, dilakukan seleksi pasien simulasi untuk mendapat pasien simulasi terbaik dengan penilaian pada checklist. Checklist pasien simulasi telah disesuaikan dengan skenario yang dibuat. Performa pasien simulasi dilihat pula dari checklist penilaian KIE. Skenario role play dibuat berdasarkan literatur yang telah disesuaikan dengan Permenkes.

(13)

xii ABSTRACT

Communication, Information, and Education practice are essential in a pharmaceutical care, however, the role of pharmacists in practicing Communication, Information, and Education have been below the standard. In terms of higher education perspective, it is necessary to conduct a learning evaluation that can be utilized to improve the ability of pharmacists in practicing Communication, Information, and Education. The aim of this study was to develop training materials for Communication, Information, and Education simulation patient and methods in training simulation patient which is suitable for Communication, Information, and Education role play scenario in tuberculosis medication services.

Subjects in this study were simulated patients who have been trained to be suitable for the scenario of tuberculosis cases. The data were a quantitative data obtained from a checklist and qualitative data obtained from observation towards the performance of simulated patients. Analysis and quantitative data from the checklist were calculated using unpaired t-test due to Communication, Information, and Education assessment was conducted by two different investigators. Additionally, the Cohen's kappa coefficient measurement was carried out to determine the consistency and the degree of assessment agreement from both investigators.

The result of the study were: 1. Guidelines for simulation patient training; 2. Tuberculosis cases role play scenario; 3. Evaluation instruments; 4. Simulation patient performance; 5. Reliability test. The unpaired t-test result showed that the value of scenario 1 of tuberculosis was p>1.000, while the scenario 2 of tuberculosis was p>0.625. Also, the Cohen's kappa value were 0.784 and 0.7592 in scenario 1 and scenario 2 of Tuberculosis, respectively. It can be summarized from the study that the patient simulation training one by one and video recording was needed to ensure the performance of simulation patients. In addition to that, a selection for the patient simulation was done in order to obtain the best patient simulation based on the checklist scoring. The performance of simulation patients was determined by the checklist for Communication, Information, and Education assessment. The checklists for simulation have been adapted to the scenario, while the role play scenario was based on the literature which has been adapted to Regulation of Minister of Health of The Republic of Indonesia.

(14)

1 PENDAHULUAN

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan bagian dari serangkaian konseling yang berupa pelayanan dari apoteker terhadap pasien sebagai konsumen obat. Kesalahan pengobatan diharapkan dapat dicegah melalui KIE, apoteker juga dituntut agar dapat berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penetapan terapi dengan obat yang rasional. Standar pelayanan tersebut diharapkan dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik bagi pasien (Depkes RI, 2014).

Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan pengobatannya, diantaranya yaitu (a) pemahaman yang jelas mengenai indikasi dan bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter, (b) peringatan yang perlu diperhatikan berkaitan dengan proses pengobatan, (c) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien, (d) reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut, (e) penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluwarsa. Ketika melakukan konseling ke pada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya (Depkes RI, 2008).

Bedasarkan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) seorang apoteker sebaiknya mampu melakukan berbagai standar kompetensi yang telah ditetapkan, diantaranya yaitu harus mampu menyampaikan informasi bagi masyarakat (pasien) dengan tetap mengindahkan etika profesi kefarmasian. Dalam menyampaikan informasi apoteker harus memiliki kompetensi berupa mampu menyediakan materi informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan untuk pelayanan pasien serta mampu menyediakan edukasi sediaan farmasi kepada masyarakat (PPIAI, 2011).

Pada prakteknya dalam penelitian Adelina (2009) di Medan, melaporkan bahwa pada 85,82% pelayanan pasien dilakukan oleh asisten apoteker dan standar pelayanan kefarmasian di apotek masih dalam kategori kurang dengan persentase sebesar 42,74%. Di Surabaya profil kinerja apoteker pada kegiatan profesional adalah: (1) Skrining resep, sebanyak 21,4% kinerja rendah (2) Penyiapan obat, sebanyak 19,8% kinerja rendah (3) Informasi obat, konseling, dan monitoring, sebanyak 37,1% kinerja rendah dan (4) Promosi kesehatan dan pendidikan, sebanyak 54,5% kinerja rendah. Sehingga kinerja apoteker dalam praktek pelayanan kefarmasian belum memenuhi standar persyaratan (Adelina, 2009; Setiawan dan Faturrohmah, 2010).

Pada tahun 2013 WHO memperkirakan bahwa terdapat 6.800 kasus baru TBC dengan

Multi Drug Resisten (TB MDR) setiap tahunnya di Indonesia. Kasus TBC MDR terdiri dari

kasus TBC baru yang diperkirakan sebesar 2% sedangkan 12% dari kasus TBC pengobatan ulang. Diperkirakan juga bahwa lebih dari 55% pasien TBC MDR belum terdiagnosis atau mendapatkan pengobatan dengan tepat (Kemenkes RI, 2015). Prevalensi Multi Drug Resisten

Tuberculocis yang tidak sedikit ini sangat tergantung dari kepatuhan penderita. Ketidak patuhan

(15)

2

kesadaran penderita terhadap penyakitnya. Sehingga peran tenaga kesehatan sangat dibutuhkan, salah satunya adalah peran apoteker dalam memberikan komunikasi, informasi serta edukasi (KIE) pentingnya ketaatan dan penggunaan obat terhadap pasien TB agar target terapi dapat dicapai.

Sejauh ini pendidikan tinggi pada umumnya akan melakukan evaluasi terhadap keberhasilan silabus berupa, aktivitas diskusi, tugas kelompok ataupun individu, kuis, ujian tengah semester maupun ujian akhir semester (Ikawati dan Rahmawati, 2008; Nasif, dkk, 2012). Sedangkan dari sisi pendidikan tinggi, sebaiknya seorang calon apoteker diberi bekal untuk mampu mengidentifikasi masalah terkait obat dan alternatif solusinya, yang mana diharap mampu menjelaskan pedoman terapi untuk penanganan penyakit, melakukan analisis sesuai terapi dan mengidentifikasi masalah penggunaan obat serta solusinya. Selain itu calon apoteker juga diharap mampu melakukan pelayanan sediaan farmasi sesuai prosedur sehingga mampu melakukan review resep hingga mampu memberikan informasi tentang obat dan pengobatan kepada pasien baik pada pelayanan resep dan/atau swamedikasi (APTFI, 2013).

Pada penelitian ini, peneliti akan menawarkan cara evaluasi baru untuk mengevaluasi materi perkuliahan di pendidikan tinggi yang belum banyak digunakan, yaitu berupa pelatihan metode pasien simulasi. Keuntungan dari alat evaluasi ini yaitu mahasiswa farmasi dapat mempunyai gambaran kasus yang akan dihadapi di lapangan, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi secara langsung dengan berhadapan dengan pasien simulasi, serta dapat melatih kemampuan komunikasi mahasiswa. Sedangkan kerugian dari alat evaluasi ini yaitu harus dipersiapkan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan memerlukan sukarelawan untuk dijadikan pasien simulasi yang terlatih. Pada penelitian ini peneliti akan memberikan materi yang akan dilatihkan pada pasien simulasi berupa obat-obatan tuberkulosis, sebab penyakit tuberkulosis memiliki prevalensi yang cukup tinggi.

METODE PENELITIAN

Rancangan dan Subyek Penelitian

Penelitian mengenai Pelatihan Pasien Simulasi sebagai Alat Evaluasi Mahasiswa dalam Pelayanan KIE Obat Tuberkulosis di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental (kuasi eksperimental). Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental karena diberikan perlakuan terhadap subyek penelitian untuk memberikan suatu keadaan yang akan diteliti bagaimana akibatnya (Jaedun, 2011).

(16)

3 Tahap Persiapan

Pembuatan Pedoman Pelatihan

Pedoman pelatihan dibuat berdasarkan studi literatur yaitu Pharmacotherapy a

Phatophysiologic Approach eight edition (Dipiro, 2011), Pharmaceutical Care Untuk Penyakit

Tuberkulosis (Depkes RI, 2005) dan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Kemenkes RI, 2014) terkait tanda gejala serta pengobatan penyakit tuberkulosis.

Pembuatan Skenario

Pembuatan skenario kasus obat tuberkulosis berdasarkan studi literatur sejumlah dua skenario dan/atau pengamatan/pengalaman pribadi yang dilanjutkan dengan expert judgement dan bahasa, kemudian direvisi. Skenario kasus berjumlah dua macam, yang terdiri dari pelayanan obat tuberkulosis dengan resep terapi awal dan resep terapi lanjutan. Skenario kasus tersebut digunakan untuk pelatihan pasien simulasi dalam bentuk role play pengobatan tuberkulosis dan dibagikan kepada pemeran pasien sehari sebelum latihan dilakukan. Sebelum dilakukan role play terhadap pasien simulasi, skenario tuberkulosis yang digunakan melewati tahap validasi terlebih dahulu.

Pembuatan Instrumen Evaluasi

Pengembangan rubrik penilaian, rubrik penilaian dibagi menjadi dua, yaitu checklist penilaian untuk pasien simulasi dan checklist penilaian untuk KIE obat tuberkulosis. Checklist penilaian KIE obat tuberkulosis berdasarkan dengan studi literatur meliputi Permenkes No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan diperoleh dari Wijoyo (2016) yang telah disesuaikan dengan Permenkes sebagai validitas. Dan dilanjutkan dengan melakukan expert judgement dan uji bahasa terhadap observer independen.

Hasil checklist peniaian KIE, berupa data kuantitatif dimana poin-poin checklist dihitung dengan dua cara. Data kuantitatif dari pemeran pasien yang diperoleh dari nilai rata-rata kedua observer independen dibandingkan antara hari pertama dan hari kedua pelatihan. Data kualitatif merupakan data pendukung dari data kuantitatif. Analisis dan data kuantitatif dari checklist dihitung menggunakan t-test tidak berpasangan dikarenakan penilaian KIE dilakukan oleh dua orang yang berbeda, serta dilakukan perhitungan koefisien Cohen kappa untuk mengetahui konsistensi serta mengukur tingkat kesepakatan penilaian kedua observer independendan proses KIE. Apabila hasil t-test dan Cohen kappa tidak memenuhi standar maka mahasiswa farmasi yang dijadikan sebagai subjek uji diganti.

Pemilihan Pasien Simulasi

Pasien simulasi sebanyak lima orang dilatih sebagai pasien tuberkulosis dan diambil dua orang yang memenuhi kriteria untuk menjalankan peran KIE dengan mahasiswa farmasi. Pasien simulasi diminta agar menyerupai pasien yang sesunguhnya mulai dari mimik muka, cara berbicara, sikap dan perilakunya. Adapun kriteria inklusi pasien simulasi sebagai berikut : berusia minimal 18 tahun, bersedia untuk mengikuti beberapa kali pelatihan sebelum dinyatakan siap untuk menjadi pasien simulasi, bersedia untuk berpartisipasi dalam minimal 3 sesi rekaman video, dapat diandalkan dan tepat waktu dalam mengikuti setiap sesi pelatihan, mau dan mampu bekerja sama dalam tim, memiliki daya ingat yang baik, memiliki kemampuan untuk melakukan improvisasi, serta mamahami tujuan dari program pelatihan yang dilakukan.

(17)

4

konsisten pada setiap penilaian yang diberikan oleh observer dan peneliti, maka pasien simulai dinyatakan siap dan layak.

Tahap Implementasi Penelitian

Peneliti menjelaskan tentang latar belakang teori dari setiap skenario yang sesuai dengan literatur yang berisikan penjelasan penyakit tuberkulosis, gejala yang dirasakan, pengobatan yang diberikan dan terapi non farmakologi serta cara mencegah penularan kepada pemeran pasien simulasi. Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi bersama. Peneliti menjelaskan tugas kepada mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) sebagai pemeran apoteker.

Pemeran pasien simulasi dilatih satu per satu sesuai dengan kasus pada skenario oleh mahasiswa PSPA yang ditunjuk sebagai pelatih pasien simulasi, setelah pasien simulasi memahami skenario dan perannya maka pasien simulasi dipertemukan oleh mahasiswa PSPA yang berperan sebagai apoteker yang akan melakukan role play dengan pasien simulasi. Pasien simulasi akan dibiasakan sedemikian rupa sesuai dengan situasi dalam skenario agar dapat berperan menyerupai keadaan nyata dalam kehidupan. Selama melakukan role play dengan pemeran apoteker, performa pasien simulasi akan direkam dan dinilai oleh mahasiswa PSPA yang berperan sebagai observer dan peneliti. Hasil rekaman video diputar pada akhir sesi pelatihan untuk dilakukan evaluasi bersama dan untuk mengantisipasi apabila peneliti tidak dapat melakukan penilaian berupa checklist penilaian, terutama terhadap performa pemeran pasien simulasi.

Setelah pasien simulasi menjalani pelatihan, pasien simulasi akan dinilai oleh mahasiswa PSPA dan peneliti dengan mengisi checklist penilaian pasien simulasi untuk melihat perkembangan pasien dan kelayakan pasien untuk menjalankan tugasnya dalam praktik KIE. Proses pelatihan, role play, perekaman, penilaian hingga evaluasi ini dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan.

Setelah dua pasien simulasi terpilih untuk melakukan KIE dengan mahasiswa farmasi, maka dilakukan penilaian terhadap proses yang dilakukan selama KIE. Penilaian tersebut berupa checklist penilaian KIE yang diperoleh dari Wijoyo (2016) yang telah disesuaikan dengan Permenkes sebagai validitas.

Analisis Data

Hasil checklist penilaian pemeran pasien yang sudah bisa memenuhi nilai total checklist dan/atau memiliki nilai yang stabil serta konsisten berdasarkan yang diberikan oleh observer dan peneliti, maka pasien simulai dinyatakan siap dan layak. Checklist penilaian pasien simulasi antara skenario 1 dan 2 memiliki poin-poin yang berbeda tergantung dengan skenario kasus. Nilai maksimal atau nilai total dari checklist penilaian pasien simulasi skenario 1 adalah 14 poin sedangkan untuk skenario 2 adalah 13 poin.

(18)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini berupa pedoman pelatihan pasien simulasi, penilaian peforma pasien simulasi dan uji reliabilitas yang penejelasannya akan dijabarkan sebagai berikut :

Pedoman Pelatihan Pasien Simulasi

Pada pedoman pelatihan pemeran pasien simulasi berisi tentang tujuan pelatihan, waktu pelaksanaan, jumlah personil, skenario kasus dan instrumen. Pedoman pelatihan diberikan kepada pemeran pasien simulasi. Pedoman pelatihan merupakan landasan dan petunjuk yang digunakan untuk melatih pasien simulasi, hal tersebut agar dalam melakukan pelatihan pasien simulasi sesuai dengan KIE yang dimaksud dalam ranah penelitian ini. Setelah dilakukan seluruh pelatihan skenario maka pelatihan KIE dilanjutkan dengan melibatkan mahasiswa farmasi tingkat S1 dan praktisi apoteker sebagai penilai sesuai dengan yang tercantum pada dokumen pedoman pelatihan.

Skenario Pasien Simulasi untuk Obat Tuberkulosis

Skenario yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari studi literatur baik mengenai tanda gejala yang dialami oleh pasien tuberkulosis, obat yang sering digunakan untuk terapi serta panduan terapi tuberkulosis yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia. Skenario dibuat sedemikian rupa berdasarkan dengan salah satu kasus pasien tuberkulosis di rumah sakit swasta di Jawa Tengah serta Pharmacotherapy

a Phatophysiologic Approach eight edition (Dipiro, 2011) dan Pharmaceutical Care

Untuk Penyakit Tuberkulosis (Depkes RI, 2005) terkait tanda gejala serta pengobatan penyakit tuberkulosis. Hal tersebut dilakukan agar mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari keadaan yang sebenarnya mengenai kasus tuberkulosis dalam kehidupan nyata. Untuk menunjang skenario dan didapatkan keadaan yang sebenarnya maka dibutuhkan pasien simulasi yang telah dilatih berdasarkan kasus dalam skenario. Skenario kasus berperan penting untuk pasien simulasi agar pasien simulasi memiliki gambaran mengenai hal yang dilakukan dalam role play, skenario kasus juga memudahkan mahasiswa PSPA dalam melatih pasien simulasi.

Skenario yang dibuat telah sesuai dengan syarat KIE apoteker yang ditetapkan oleh Permenkes, yaitu diantaranya adalah ada tahap dimana peran apoteker menggunakan three prime questions untuk memulai konseling. Dan pada akhir konseling apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan (Depkes RI, 2014).

Instrumen Evaluasi

(19)

6

peneliti terdapat kolom komentar sebagai data kualitatifnya. Data kualitatif diperoleh dari pengamatan terhadap peserta pasien simulasi saat melakukan peran seperti mimik muka, cara berbicara, dan sikap serta perilaku.

Checklist penilaian pasien simulasi dibuat berdasarkan dengan studi literatur

meliputi Permenkes No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang telah disesuaikan dengan skenario kasus KIE tuberkulosis.

Performa Pasien Simulasi

Pasien simulasi diminta agar menyerupai pasien yang sesunguhnya mulai dari mimik muka, cara berbicara, sikap dan perilakunya. Pasien simulasi yang dilatih adalah yang berlatar belakang non kesehatan sebab untuk menghindari hasil penilaian yang bias dan menghindari adanya pendapat pribadi saat peneliti memberikan arahan dan menjelaskan tentang penyakit pada penelitian ini.

Dari lima pasien simulasi yang mengikuti pelatihan diseleksi dan dipilih dua terbaik, hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti untuk melakukan penelitian ini. Dua pasien simulasi yang memiliki nilai kuantitatif penuh dan/atau stabil serta memiliki nilai kualitatif yang mendekati real setting dipilih untuk berperan dengan mahasiswa farmasi.

Dari hasil penilaian dua pasien simulasi yang dipilih adalah pasien simulasi dua dan lima karena kedua pasien menunjukan nilai yang meningkat dan stabil bedasarkan data kuantitatif. Hal ini dapat dilihat pada grafik nilai rata-rata pasien simulasi pada skenario 1 kasus tuberkulosis (Gambar 1) grafik pasien simulasi 2 yang diwakili dengan warna kuning meningkat dari pertemuan pertama mendapat nilai 11,5 dan memperoleh nilai 13 pada pertemuan kedua dan ketiga. Sedangkan pasien simulasi 5 yang diwakili warna coklat menunjukan nilai 13 pada pertemuan pertama dan kedua selanjutnya memperoleh nilai 14 pada hari ketiga.

Gambar 1. Rata-rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 1 Kasus Tuberkulosis.

Sedangkan pada grafik nilai rata-rata pasien simulasi pada skenario 2 kasus tuberkulosis (Gambar 2) pasien simulasi 2 menunjukan nilai 13, pada pertemuan kedua 12,5 dan 13 pada pertemuan ketiga. Pasien simulasi 5 menunjukan nilai 13 pada pertemuan pertama, pada pertemuan kedua 12 dan 13 pada pertemuan ketiga. Meskipun nilai kedua pasien kurang stabil namun dari penilaian kualitatif nilai kedua pasien yang terpilih ini menunjukan hasil yang lebih baik dan menyerupai real setting dibandingkan dengan nilai ketiga pasien yang lainnya.

(20)

7

Gambar 2. Rata-rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 2 Kasus Tuberkulosis.

Berdasarkan penilaian kualitatif yang dilakukan pada kelima pasien simulasi, pasien simulasi dua dan lima menunjukan hasil yang lebih baik dan mendekati real setting. Mulai dari ekspresi, kontak mata, tanda gejala yang ditunjukan dan keaktifan pasien simulasi dalam bertanya tentang informasi obat kepada pemeran apoteker telah baik. Pengucapan artikulasi dan volume dalam berbicara pasien simulasi dua dan lima juga terdengar dengan jelas apabila dibandingan dengan pasien simulasi satu, tiga dan empat. Pasien simulasi satu, tiga dan empat selain kurang jelas dalam artikulasi dan volume berbicara ketiga pasien ini kurang dalam menunjukan ekpresinya. Pasien simulasi satu dan dua kurang aktif dalam bertanya kepada pemeran apoteker. Sehingga pasien simulasi dua dan lima yang dipilih dan dihadapkan dengan mahasiswa S1 farmasi untuk melakukan role play.

Uji Reliabilitas

Pasien simulasi sejumlah dua orang yang telah terpilih dihadapkan dengan mahasiswa farmasi untuk melakukan role play KIE. Dalam role play KIE, mahasiswa farmasi akan dinilai guna untuk melihat seberapa baik peran pasien simulasi dalam membantu performa mahasiswa farmasi dalam menyampaikan KIE pada pasien.

Komunikasi yang dilakukan selama KIE harus memiliki nilai yang baik dari tiap-tiap poinnya, penilaian terhadap performa setiap mahasiswa dilakukan dengan cara yang sama oleh kedua penilai (observer independen dan peneliti).

Dari hasil penilaian checklist KIE dihitung menggunakan t-test tidak perpasangan, perhitungan ini dilakukan guna untuk melihat perbedaan/membandingkan persepsi dalam penilaian antara dua penilai terhadap performa KIE. Dan dari penilaian yang dilakukan menunjukan hasil t-test pada skenario 1 tuberkulosis yaitu nilai p=1,000 sedangkan pada skenario 2 tuberkulosis yaitu nilai p=0,625 hal tersebut menunjukan bahwa t-test tidak berpasangan yang dilakukan berbeda tidak bermakna, yang berarti penilaian dari kedua penilai telah baik.

Hal tersebut juga dibuktikan dengan adanya nilai kesepakatan dari hasil penilaian kedua penilai yang dihitung dengan Cohen kappa sebagai reliabilitas. Uji Cohen kappa dilakukan pada penelitian ini sebagai uji reliabilitas, uji reliabilitas dilakukan guna untuk mengukur konsistensi. Cohen kappa memiliki keunggulan dapat melihat kemungkinan kesepakatan yang diharapkan dan tidak terpengaruh jumlah nilai 0 yang dimasukkan dalam tabel (Silcocks, 1983). Selain itu Cohen kappa juga digunakan untuk menilai kesepakatan antara dua peneliti dan adanya proporsi untuk kesepakatan koreksi (Cohen, 1960).

(21)

8

Apabila hasil koefisien Cohen kappa 0,61 sampai dengan 0,80 berarti menunjukan kesepakatan yang baik (Viera dan Garrett, 2005). Sedangkan menurut Zenk (2007) apabila nilai

Cohen kappa 0,60 sampai dengan 1,00 termasuk dalam gold standard nilai koefisien kappa

dalam kategori besar dan hampir sempurna. Dari penilaian yang dilakukan menunjukan hasil perhitungan rata-rata nilai Cohen kappa pada skenario 1 tuberkulosis yaitu 0,784 sedangkan pada skenario 2 tuberkulosis yaitu 0,759 sehingga hal tersebut menunjukan bahwa telah diperoleh kesepakatan yang baik diantara dua penilai pada penilaian performa KIE. Sehingga dapat dilihat apabila peran pasien simulasi dapat membantu performa mahasiswa farmasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini pasien simulasi dilatih satu per satu, dilakukan perekaman video untuk menjamin performa pasien simulasi, pasien simulasi diseleksi untuk mendapatkan yang terbaik. Checklist pasien simulasi berupa kuantitatif dan kualitatif yang telah disesuaikan dengan skenario. Performa pasien simulasi dilihat pula dari checklist penilaian KIE. Skenario dibuat berdasarkan studi literatur dan kasus nyata pasien tuberkulosis di salah satu rumah sakit swasta di Jawa Tengah serta disesuaikan dengan syarat KIE menurut Permenkes No.35 Tahun 2014.

Saran bagi penelitian selanjutnya, pada saat melakukan pelatihan pasien simulasi sebaiknya pasien yang sedang tidak melakukan role play dan pasien yang sedang melakukan

role play ditempatkan pada ruangan yang terpisah. Hal ini bertujuan agar pasien simulasi tidak

(22)

9 DAFTAR PUSTAKA

Adelina, 2009, Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Kota Medan Tahun 2008,

Skripsi Sarjana Pada Fakultas Farmasi USU Medan.

APTFI, 2013, Naskah Akademik Standar Kompetensi Lulusan Dan Standar Kurikulum Pendidikan Farmasi, http://www.aptfi.or.id/dokumen/2016/Kompetensi&KurAPTFI2013.

Cohen,J., 1960, Coefficient of agreement for nominal scales, Educational and Psychological

Measurement, 20: 37–46.

Depkes RI, 2008, Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety).

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Depkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Dipiro, J.T., dkk, 2011, Pharmacotherapy a Phatophysiologic Approach, edisi 8th, Mc Graw Hill, New York, 1931-1947.

Ikawati, Z., dan Rahmawati, F., 2008, Mata Kuliah Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan Pernafasan, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Jaedun, A., 2011, Metodologi Penelitian Ekxperimen, Fakultas Teknik UNY, Yogyakarta. Kemenkes RI, 2015, Pusdatin Tuberkulosis, Infodatin, (Tuberculosis), 1-7.

Nasif, H., dkk, 2012, Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) Mata Kuliah Farmasi Klinik & Komunitas, Fakultas Farmasi Universitas Andalas.

PPIAI, 2011, Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI), Ikatan Apoteker Indonesia.

Setiawan, C. D., dan Faturrohmah, A., 2010, Profile of Community Pharmacists’ Performance by

Pharmacy Team Perception, 1(1), 1-4.

Silcocks, 1983, Measuring Repeatability and Validity of Histological Diagnosis- A Brief Review With Some Practical Examples, J Clin Pathol, 36, 1269-1275.

Viera, A. J., dan Garrett, J. M.,2005, Understanding Interobserver Agreement: The Kappa Statistic,

Family Medicine, 37(5), 360-3.

(23)

10 LAMPIRAN

(24)
(25)

12

(26)

13

(27)

14

(28)

15

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

20

Lampiran 11. Hasil Penilaian KIE Mahasiswa Farmasi Kasus Tuberkulosis.

Kasus Tuberkulosis 1 Kasus Tuberkulosis 2 Mahasiswa Penilai

Rata-rata Nilai Kappa 0,784 Rata-rata Nilai Kappa 0,7592

(34)

21

(35)

22

(36)

23

BIOGRAFI PENULIS

Gambar

Gambar 2. Rata – rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 2 Kasus
Gambar 1 . Rata-rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 1 Kasus Tuberkulosis.
Gambar 2 . Rata-rata Nilai Performa Pasien Simulasi Skenario 2 Kasus Tuberkulosis.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi metode dan materi pelatihan yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi di

Metode pelatihan yang relevan dan efektif untuk pasien simulasi sebagai alat evaluasi pelayanan KIE obat rintis alergi dari mahasiswa farmasi yaitu (1) pelatihan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi metode dan materi pelatihan yang relevan untuk pasien simulasi terkait alat evaluasi mahasiswa farmasi di

Subyek penelitian pada penelitian ini yaitu pemeran pasien simulasi sebanyak 5 orang untuk pelatihan dan kemudian dipilih dua orang yang memenuhi kriteria untuk

Metode pelatihan yang relevan dan efektif untuk pasien simulasi sebagai alat evaluasi pelayanan KIE obat rintis alergi dari mahasiswa farmasi yaitu (1) pelatihan