• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LOCATION QUOTIEN DAN TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK, KABUPATEN TULUNGAGUNG, KABUPATEN KEDIRI, DAN KOTA BLITAR YANG TERDAPAT DI DALAM SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN VII (SWP VII) PROVINSI JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS LOCATION QUOTIEN DAN TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK, KABUPATEN TULUNGAGUNG, KABUPATEN KEDIRI, DAN KOTA BLITAR YANG TERDAPAT DI DALAM SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN VII (SWP VII) PROVINSI JAWA TIMUR."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana S-1

Program Studi Ekonomi Pembangunan

Oleh :

WIMBO BRAMANTYO

0811010028

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

KOTA BLITAR YANG TERDAPAT DI DALAM SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN VII (SWP VII) PROVINSI J AWA TIMUR.

Diajukan Oleh: WIMBO BRAMANTYO

0811010028/ FE/ IESP

Telah di pertahankan dan di terima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Univer sitas Pembangunan Nasional ”veteran” J awa Timur Pada Tanggal

Menyetujui,

Tim Penguji

Pembimbing Utama 1. Ketua

PROF.DR.SYAMSUL HUDA, SE, MT PROF.DR.SYAMSUL HUDA, SE, MT

2. Sekretaris

DRA.EC.NINIEK IMANINGSIH, MP 3. Anggota

DRS.EC.WIWIN PRIANA, MT Mengetahui,

DEKAN

(3)

Dengan memanjatkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, akhirnya penyusunan skripsi dapat diselesaikan dengan tepat pada waktunya dengan judul :

“ ANALISIS LOCATION QUOTIEN DAN TIPOLOGI DAERAH

KABUPATEN TRENGGALEK, KABUPATEN TULUNGAGUNG,

KABUPATEN KEDIRI, DAN KOTA BLITAR YANG TERDAPAT DI DALAM SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN VII (SWP VII) PROVINSI J AWA TIMUR.”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak PROF. Dr. SYAMSUL HUDA, SE, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan selama penyusunan skripsi dan tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada :

(4)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS), dan beberapa perpustakan Universitas-universitas negeri maupun swasta di Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusuna skripsi ini.

5. Kedua Orang Tua, Dr. H. Subagyo, SH. MM dan Dra. Susilowati, dan kakak-kakak, dr. Nadia Asmirtaria Mumpuni dan, Detanti Asmaningayu Pramesti, SH, yang telah memberikan dorongan semangat dan doa yang tulus kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan sebaik–baiknya.

6. Kepada Agnes Widiyarti, SE, dan Keluarga yang selalu memberikan dorongan semangat, bantuan, dan doa yang tulus sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Kepada saudara-saudara, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu karena telah banyak mendukung dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(5)

Mas Sedek perawat burung kawakan, yang telah banyak mendukung dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.

10.Kepada Opan, Robby Malapetaka, Farid (sanapon), Mas Harun, yang telah banyak memberikan pengalaman pengalaman sehingga penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsinya.

11.Kepada Juri Juri DEWA 99 BC, yang telah memberikan hiburan di saat penulis jenuh dengan skripsi, sehingga penulis bisa bersemangat dalam menyelesaikan skripsi dengan baik.

12.Dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat serta karuniaNya. Besar harapan bagi saya semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya.

Surabaya, Oktober 2013

(6)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Penelitian Terdahulu ... 6

2.1.1 Bagus Herwindro (Surabaya, 2000 : 14) ... 6

2.1.2 Idham Nurcholid (Surabaya, 2000 : 7) ... 7

2.1.3 Basuki (Yogyakarta, 2009 : 5) ... 8

2.1.4 Azhar (Nanggroe Aceh Darussalam, 2002 : 5) ... 9

2.2 Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 10

2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 10

2.2.2.1 Teori Ekonomi Neo Klasik ... 11

(7)

2.2.2.6 Teori Model Daya Tarik ... 14

2.2.3 Ukuran Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.2.4 Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah ... 15

2.2.5 Sumber Daya Perencanaan Pembangunan Daerah ... 16

2.2.6 Lingkungan Fisik Sebagai Sumber Daya Perencanaan ... 17

2.2.7 Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah ... 17

2.2.8 Pembangunan Daerah di Era Otonomi ... 18

2.2.9 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 19

2.2.9.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto ... 19

2.2.10. Teori Produk Domestik Regional Bruto ... 21

2.2.11. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita ... 22

2.2.12. PDRB Atas Dasar Harga Konstan ... 22

2.2.13. Sektor-sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto ... 25

2.2.14. Satuan Wilayah Pembangunan ... 34

2.2.15. Analisis Tipologi Daerah ... 36

2.2.15.1. Tipologi Daerah Berdasarkan HDI dan Pendapatan ... 39

2.2.15.2. Tipologi Daerah Berdasarkan HDI dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 40

2.2.16. Analisis Location Quotient(LQ) ... 40

(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.2. Pendekatan Penelitian ... 46

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 47

3.4. Teknik Penentuan Sampel ... 51

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.6. Teknik Analisis dan Pengolahan Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 55

4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur ... 55

4.1.2. Gambaran Umum Kab. Trenggalek ... 56

4.1.3. Gambaran umum Kab.TulungAgung ... 56

4.1.4. Gambaran umum Kota Blitar ... 56

4.1.5.Gambaran umum Kab.Kediri ... 57

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58

4.2.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur ... 58

4.2.2. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek ... 60

4.2.3. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Tulungagung ... 61

(9)

4.3.2. Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Trenggalek Tahun

2009 – 2011 ... 67

4.3.3. Analisis Location Quotient (LQ) Kabupaten Tulugagung Tahun 2009 – 2011 ... 69

4.3.4. Analisis Location Quotient (LQ) Kota Blitar Tahun 2009 – 2011 70 4.3.5. Analisis Location Quotient (LQ) Kab. Kediri Tahun 2009 – 2011 72 4.4. Analisis Tipologi Daerah ... 73

4.4.1. Analisis Tipologi Klassen Kab. Trenggalek Tahun 2009 – 2011 76

4.4.2. Analisis Tipologi Klassen Kab. Tulungagung Tahun 2009 – 2011 77 4.4.3. Analisis Tipologi Klassen Kota Blitar Tahun 2009 – 2011 ... 78

4.4.4. Analisis Tipologi Klassen Kab. Kediri Tahun 2009 – 2011 ... 79

BAB V ... 82

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

(10)

ABSTRAKSI

Proses otonomi daerah telah membawa Kabupaten/Kota untuk menata kembali potensi daerah yang belum tertata secara efektif. Pemerintah Daerah perlu melakukan kajian pengembangan wilayahnya sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan nilai tambah pengembangan kegiatan produktif lainnya, terutama untuk mendukung peningkatan potensi dan daya saing daerah.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui dari Sembilan sektor di Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, dan Kab. Kediri, manakah yang berpotensi mendorong laju pertumbuhan PDRB di Jawa Timur.kesembilan sektor tersebut adalah, sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor angkutan/komunikasi, sektor bank/keuangan/perum, dan sektor jasa. Dalam menganalisis data digunakan metode kualitatif atau menganalisis berdasarkan teori yang dibahas. Selain itu juga dengan metode kuantitatif dengan analisis Location Quotient (LQ) dan analisis

Tipologi Klassen.

Dengan melihat hasil perhitungan LQ dan Tipologi klassen yang didapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa selama tahun 2009 - 2011 menurut perhitungan LQ Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, dan Kab. Kediri tidak mengalami perubahan dalam sektor basis dan non-basisnya. Menurut perhitungan Tipologi Klassen untuk Kab. Trenggalek dan Kab. Tulungagung berada di kuadran III, Kota Blitar berada di kuadran I, sedangkan Kab. Kediri berada di kuadran IV.

(11)

1.1. Latar Belakang

(12)

1. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, dimana tingkat pertumbuhan GDP melebihi tingkat pertambahan penduduk pada suatu tahun.

2. Usaha untuk melakukan perombakan dan modernisasi dalam struktur perekonomian yang umumnya masih bersifat tradisional.

(13)

1. Sektor pertanian

2. Sektor pertambangan dan penggalian 3. Sektor industri pengolahan

4. Sektor listrik, gas dan air bersih 5. Sektor bangunan

6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi

8. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Sektor jasa-jasa

(Anonim, 2004 : 12)

Provinsi Jawa Timur adalah kontributor terbesar dalam PDRB setelah Jawa Barat, karena letak sumber-sumber ekonomi yang senantiasa dipisahkan oleh spasial / ruang, maka perkembangan ekonomi suatu daerah senantiasa berbeda dengan daerah lainnya. Demikian juga halnya dengan permasalahan perwilayahan pembangunan di Provinsi Jawa Timur. (Anonim, 2004 : 1)

(14)

Sembilan SWP tersebut, diantaranya adalah : SWP I Gerbangkertosusila; SWP II Madura dan kepulauan; SWP III Banyuwangi; SWP IV Jember sdan sekitarnya; SWP V Probolinggo, Lumajang; SWP VI Malang-Pasuruan; SWP VII Kab. Kediri dan sekitarnya; SWP VIII Madiun dan sekitarnya; dan SWP IX Tuban, dan Bojonegoro.

Dalam penelitian ini, daerah yang menjadi objek penelitian adalah Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kab. Kediri, Kota Blitar yang tergabung dalam satuan wilayah pembangunan VII .

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang yang sudah diuraikan, maka ada permasalahan yang diangkat yaitu :

1. Sektor apa sajakah yang merupakan sektor basis di Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Kediri ?

2. Sektor apa sajakah yang merupakan sektor non-basis di Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Kediri ?

3. Apakah Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Kediri dapat digolongkan kedalam tipologi daerah jenis cepat maju dan cepat tumbuh?

1.3. TUJ UAN PENELITIAN

(15)

2. Mengetahui sektor apa saja yang menjadi sektor non-basis di Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Kediri.

3. Untuk mengetahui jenis tipologi pada Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Kediri Provinsi Jawa Timur.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Secara umum, memberikan informasi kepada pembaca tentang potensi apa yang saja yang ada dan sektor apa saja yang menjadi unggulan di daerah tersebut, serta untuk menambah wawasan pembaca.

2. Secara khusus, sebagai tugas akhir perkuliahan si penyusun untuk meraih predikat sarjana.

3. Penelitian ini dapat menambah pembendaharaan perpustakaan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN “Veteran” Jawa Timur

(16)

2.1. Penelitian Terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah sektor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain :

2.1.1. Bagus Herwindro, ( 2000 )

(17)

Dari kedua analisis tersebut diatas, maka dapat disusun skala prioritas pembangunan sektor terpilih di Satuan Wilayah Pembangunan VII Jawa Timur, maupun di setiap daerah tingkat II dalam SWP VII Jawa Timur serta penentuan lokasi pembangunan tiap-tiap sektor.

2.1.2. Idham Nurcholid, ( 2000 )

(18)

Untuk mengetahui dan menguji ekspor sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi jawa timur, digunakan analisis regresi sederhana melalui dua model, yaitu model linier dan model log-ganda. Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh ekspor sektor basis terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah signifikan, baik yang dibentuk secara linier maupun non linier (model log-ganda). Selain itu, hasil analisis juga menunjukan bahwa hubungan antara ekspor sektor basis dengan pertumbuhan ekonomi jawa timur adalah positif. Hal ini berarti ekspor basis berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.

2.1.3. Basuki, ( 2009 )

(19)

2.1.4. Azhar, ( 2002 )

Tentang “Analisis Sektor Basis Dan Non Basis Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi sektor basis (sektor unggulan) dari tahun 1992 sampai dengan 2001 Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sektor pertanian dengan nilai LQ rata-rata sebesar 1,31, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,70 serta sektor industri pengolahan sebesar 1,17. Sedangkan menjadi sektor non basis (bukan unggulan) antara lain sektor listrik dan air minum dengan nilai LQ rata-rata sebesar 0,18, sektor bangunan sebesar 0,59, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 0,36, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,96, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 0,15 serta sektor jasa-jasa sebesar 0,67.

(20)

sektor ini juga merupakan sektor pendukung dalam pembentukan PDRB Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Petumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu (Wikipedia, 15/08/2013 : 10.46)

Pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam perekonomian yanng menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat dan kemakmuran masyarakat meningkat.

(Sukirno 2004 : 9)

Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai peningkatan kemampuan negara tensebut dalam menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya. Pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dari kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkan (Arsyad 2004 : 221).

2.2.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah

(21)

2.2.2.1. Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori Neo Klasik ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi ke daerah yang berupah rendah. Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme pasar akan menuju keseimbangan. Dalam hal ini, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang dihasilkan. Dalam posisi keseimbangan tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan permintaan.

Ketidakseimbangan (disequilibrium), seperti pasokan lebih besar dari permintaan, kekurangan konsumsi, atau terjadi pengangguran, keadaan ini dinilai kaum klasik sebagai suatu yang sifatnya sementara. Nanti akan ada suatu tangan yang tak kentara (invisiblehands) yang akan membawa perekonomian kembali pada sisi keseimbangan.

2.2.2.2. Teori Basis Ekonomi (Economic Basic Theory)

(22)

Teori basis ini dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah suatu sektor ekonomi yang dapat mengekspor barang dan jasa keluar daerah perekonomian. Sedangkan sektor non basis adalah sektor atau kegiatan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Teori ini didasarkan pada teori lokasi, yaitu pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh jenis lokasi yang selanjutnya dapat digunakan daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor, sehingga dalam menentukan strategi pembangunan harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimiliki guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah (Basuki 2009 : 7).

2.2.2.3. Teori Lokasi

(23)

lokasi tertentu untuk kegiatan produksi dan distribusi barang. (Basuki 2009 : 8).

2.2.2.4. Teori Tempat Sentral (Central Place Theory)

Teori tempat sentral menganggap bahwa ada semacam hirarki tempat (hierarchyof places) yang didukung oleh sejumlah tempat yang menyediakan sumber daya industri dan bahan baku. Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik daerah pedesaan maupun perkotaan. Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainya hanya sebagai daerah pemukiman. Seorang ahli ekonomi pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah (Basuki 2009 : 8).

2.2.2.5. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar mirip teori kausasi kumulatif. Dengan kata lain, kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan daerah-daerah tersebut. Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibandingkan daerah-daerah lainya.

(24)

2.2.2.6. Teori Model Daya Tarik (Attraction)

Teori model daya tarik adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat atau teori ini disebut juga teori daya tarik industri. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasar terhadap industrialis melalui pemberian subsidi dan intensif (Basuki 2009 : 8).

2.2.3. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi

Untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara perlulah dihitung pendapatang riil, yaitu produk nasional bruto riil atau produk domestik bruto riil. Dalam perhitungan pendapatan nasional dan komponen-komponennya menurut harga tetap yaitu pada harga-harga barang yang berlaku ditahun dasar yang dipilih.

Formula yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi adalah :

= − 100%

Keterangan:

= pendapatan nasional tahun t

(25)

2.2.4. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah

Perencanaan adalah suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu pada masa yang akan datang (Conyers & Hill, 1994).

Tujuan perencanaan menurut Mohammad Hatta adalah mengadakan suatu perekonomian nasional yang diatur, yang direncanakan tujuannya dan jalannya. Sedangkan menurut Widjojo Nitisastro, perencanaan pada dasarnya berkaitan dengan dua hal yaitu pertama adalah penentuan pilihan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan. Kedua, pilihan-pilihan diantara cara-cara alternatif yang efisien guna mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, untuk penentuan tujuan yang meliputi jangka waktu tertentu maupun bagi pemilihan cara-cara tersebut diperlukan kriteria tertentu yang sebelumnya harus dipilih terlebih dahulu.

(26)

Dalam usaha pelaksanaan pembangunan sekarang ini belum berjalan dengan baik karena perencanaan ekonomi yang ada belum dapat memberikan gambaran dari berbagai indikator ekonomi dalam suatu pembangunan. Perencanaan pembangunan ekonomi ini ditandai dengan adanya usaha untuk memenuhi ciri-ciri tertentu dan tujuan yang bersifat pembangunan tertentu. Hal ini yang membedakan perencanaan pembangunan dengan perencanaan-perencanaan yang lain.

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bukanlah perencanaan dari suatu daerah. Menurut Mudr ajat Kuncoro, perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber-sumber daya swasta secara bertanggung jawab (Arsyad 1999 : 297).

2.2.5. Sumber Daya Per encanaan Untuk Pembangunan Daerah

(27)

sumber daya yang utama dalam pembangunan daerahnya. (Arsyad 1999 : 298)

2.2.6. Lingkungan Fisik sebagai Sumber Daya Perencanaan

Pemerintah daerah biasanya memperhatikan masalah lingkungan fisik dan infrastruktur fisik yang tentu saja merupakan hal yang penting bagi dunia usaha dan industri. Sektor swasta biasanya memiliki keinginan-keinginan yang bersifat khusus maupun umum dan persyaratan-persyaratan tertentu untuk lingkungan fisik. Kebutuhan khusus biasanya mencakup jasa angkutan khusus atau jasa pembuangan limbah.

Bentuk-bentuk lingkungan fisik ini bisa dibuat sama. Dengan kata lain, pemerintah daerah bisa menyediakan jasa atau fasilitas khusus untuk memenuhi keinginan dunia usaha atau industri. Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi dari investasi sektor swasta adalah daya tarik (attraction) dari suatu daerah. Bentuk dari daya tarik ini sering disebut kualitas hidup yang sangat penting bagi dunia industri dan bagi pemerintah daerah memberikan posisi untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat (Arsyad,1999 : 299 ).

2.2.7. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah

(28)

ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, koordinator, fasilisator, dan stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunan daerah.

(Arsyad 1999 : 121).

2.2.8. Pembangunan Daerah di Era Otonomi

Ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri untuk lebih memajukan dan melakukan pembangunan di daerah masing-masing.

Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004; “Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

(29)

pengendalian dan evaluasi kebijakan pembangunan. Dengan demikian setiap daerah harus mampu berkreasi dan mengoptimalkan outputnya guna meningkatkan kemajuan dan kemandirian daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.

Aparatur pemerintah yang berkemampuan, sehingga masyarakat secara nyata memperoleh manfaat dari adanya otonomi. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah juga merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.(Anonim,2011: 24)

2.2.9. Pr oduk Domestik Regional Bruto (PDRB)

2.2.9.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Badan Pusat Statistik Pr ovinsi J awa Timur, Produk Domestik Regional Bruto dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari segi produksi, merupakan jumlah nilai produk akhir atau nilai tambah dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah itu dalam jangka waktu tertentu.

(30)

3. Ditinjau dari segi pengeluaran, merupakan pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap perubahan stock dan ekspor netto.

(Anonim 2006 : 4 – 5)

Definisi-definisi yang berhubungan dengan Produk Domestik Regional Bruto menurut beberapa pendapat, diantaranya :

1. Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksikan di suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu biasanya dalam 1 tahun. Oleh karena itu maka produk domestik regional bruto menujukkan kemampuan suatu daerah tertentu dalam menghasilkan pendapatan atau jasa kepada faktor-faktor yang ikut berperan serta dalam proses produksi didaerah setempat. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang tercermin dalam produk domestik regional bruto sangat besar pengaruhnnya terhadap besar kecilnya konsumsi masyarakat (Kuncoro 2006 : 25). 2. Produk Domestik Regional Bruto menurut Badan Statistik adalah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu dalam satu tahun.

(31)

2.2.10. Teori Pr oduk Domestik Regional Bruto

Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi AD atau AS. Titik perpotongan antara kurva AD dengan AS adalah titik keseimbangan ekonomi (equilibrium) yang menghasilkan suatu jumlah output agregat (Produk Domestik Bruto) tertentu dengan tingkat harga umum tertentu.

Melalui Gambar 1 dan 2 bisa dilihat bahwa pertumbuhan tersebut bisa disebabkan oleh pergeseran kurva penawaran (AS) (bagian a) dan pergeseran kurva permintaan (AD) (bagian b).

Gambar 1, Per mintaan Agregat di Dalam Posisi Keseimbangan

Sumber : (Tambunan, Tulus T. H. 2001. Perekonomian IndonesiaTeori dan Temuan

Empiris, Ghalia Indonesia, Jakar ta : 4)

Gambar 2, Penawaran Agr egat di Dalam Posisi Keseimbangan

Sumber : (Tambunan, Tulus T. H. 2001. Perekonomian IndonesiaTeori dan Temuan

(32)

Dari sisi AD, pergeseran kurvanya ke kanan yang mencerminkan permintaan didalam ekonomi meningkat bisa terjadi karena pendapatan agregat (PN), yang terdiri dari permintaan masyarakat (konsumer), perusahaan, dan pemerintah meningkat, sisi AD (pengguna PDB) terdiri dari empat komponen yakni konsumsi rumah tangga (c), investasi domestik bruto (pembentukan modal tetap dan perubahan stock) dari sektor swasta dan pemerintah (1) konsumsi / pengeluaran (G) dan ekspor netto, yakni ekspor barang dan jasa (X) minur impor barang dan jasa (M) (Tambunan 2001 : 5).

2.2.11. Pr oduk Domestik Regional Bruto Per Kapita

Bila Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di suatu wilayah, maka akan diperoleh suatu Produk Domestik Bruto per kapita. Dari keterangan diatas, maka dapat dinotasikan sebagai berikut :

PDRB Per kapita = GDP

Jumlah Penduduk

(Anonim 2011, Surabaya : 28)

2.2.12. Pr oduk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan

(33)

tambah sektoral/Produk Domestik Regional Bruto sektoral ataupun komponen penggunaan produk domestik regional bruto.

Pada dasarnya dikenal empat cara penghitungan nilai tambah atas dasar harga konstan. Masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut : a. Revaluasi

Dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah atas dasar harga konstan, diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara atas dasar harga konstan.

Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen input yang sangat banyak disamping itu data harga yang tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut. Oleh karena itu biaya antara atas dasar harga konstan biasanya diperoleh dari perkalian antara output atas dasar harga konstan masing-masing tahun dengan ratio tetap biaya antara terhadap output pada tahun dasar.

b. Ekstr apolasi

(34)

ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya, yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan subsektor, dan sektor yang dihitung.

Ekstrapolasi juga dapat dilakukan terhadap output atas dasar harga konstan, kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan nilai tambah atas dasar harga konstan.

c. Deflasi

Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan sebagainya, tergantung mana yang lebih cocok.

(35)

d. Deflasi Berganda

Dalam deflasi berganda yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk perhitungan output atas dasar harga konstan adalah IHK atau IHPB sesuai cakupan komoditinya, sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.

Dalam kenyataannya sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya antara, disamping karena komponennya terlalu banyak juga karena indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan harga konstan deflasi berganda belum banyak dipakai.

(Anonim, 2011 : 29)

2.2.13. Sektor-sektor dalam Pr oduk Domestik Regional Bruto

(36)

1. Pertanian.

Sektor pertanian ini dibagi menjadi enam bagian subsektor, yaitu: a. Tanaman bahan makanan

Subsektor ini mencakup komoditi bahan makanan. Meliputi beras, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedelai, sayur-sayuran, dan tanaman pangan lainnya.

b. Tanaman perkebunan rakyat

Komoditi yang dicakup adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat. Meliputi jambu mente, kelapa, kapuk, kapas, tembakau, kopi, dan cengkeh. Cakupan tersebut termasuk produk ikutannya dan hasil-hasil pengolahan sederhana seperti minyak kelapa, tembakau olahan, kopi olahan, dan teh olahan. c. Tanaman perkebunan besar

Kegiatan yang dicakup dalam subsektor ini adalah kegiatan yang memproduksi komoditi perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar. Meliputi karet, teh, kopi, coklat, minyak sawit, tebu, dan tanaman lainnya.

d. Peternakan dan hasil-hasilnya

(37)

diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong, ditambah perubahan stok populasi ternak dan eksport netto ternak.

e. Kehutanan

Subsektor kehutanan pencakup peenebangna kayu, pengambilan hasil-hasil hutan lainnya dan perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, dan arang. Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa damar, rotan, kulit kayu, kopal, akar-akaran, dan sebagainya. Hasil perburuan hewan seperti babi, rusa, penyu, buaya, ular, dan sebagainya, termasuk hasil kegiatan di subsektor ini

f. Perikanan

Komoditi yang dicakup adalah semua hasil dari perikanan laut, perairan umum, tambak, kolam sawah, serta pengolahan sederhana (penggaraman dan pengeringan ikan).

2. Pertambangan dan Penggalian.

(38)

3. Industri Pengolahan.

Sektor ini terdiri dari tiga subsektor, yaitu:

a. Industri Berat dan Sedang Ruang lingkup dan metode perhitungan nilai tambah bruto industri besar dan sedang atas dasar harga konstanberdasarkan survey tahunan.

b. Industri kecil dan kerajinan rumah tangga

Angka-angka output dan nilai tambah subsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga diperoleh dengan pendekata produksi yaitu dengan mengalikan rata-rata output per tenaga yang bekerja disubsektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga.

c. Industri pengilangan minyak

Data produksi industri pengilangan minyak seperti premium, minyak tanah, minyak diesel, avigas, avtur, dan sebagainya. 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

Data statistik yang disajikan adalah dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), Produksi Perubahan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum.

a. Listrik

(39)

b. Gas

Komoditi yang dicakup subsektor ini adalah gas produksi Perusahaan Negara Gas Surabaya.

c. Air Bersih

Subsektor ini mencakup air minum yang diusahakan perusahaan air minum.

5. Konstruksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi baik berupa pembangunan gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dan irigasi, maupun jaringan listrik, gas, telepon, air minum, dan sebagainya.

6. Perdagangan, Hotel, dan Restor an

Sektor ini mencakup tiga subsektor, yaitu: a. Perdagangan besar dan eceran

(40)

b. Hotel

Kegiatan ini mencakup semua hotel, baik berbintang maupun tidak serta berbagaii jenis penginapan lainnya.

c. Restoran

Karena belum tersedia data restoran secara lengkap, maka output dari subsektor ini diperoleh dari perkalian antara jumlah tenaga kerja yang bekerja di restoran dari hasil sensus penduduk tahun 1980 dan survey penduduk antar sensus 1985 (SUPAS 1985) beserta pertumbuhannya dengan output per tenaga kerja dari hasil survey khusus pendapatan regional. 7. Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang baik melalui darat, laut, udara, maupun sungai. Mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi.

a. Angkutan kereta api

Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan Perusahaan Umum Kereta Api.

b. Angkutan jalan raya

(41)

c. Angkutan laut/air

Subsektor angkutan laut/air meliputi kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan kapal yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran milik nasional, baik yang melakukan trayek dalam negeri maupun internnasional.

d. Angkutan udara

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan penumpang, barang, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan penerbangan yang dilakukan oleh penerbangan milik nasional.

e. Jasa penunjang angkutan

Meliputi kegiatan pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang dan berkaitan dengan kegiatan pengangkutan, seperti terminal dan parkir, ekspedisi, dan bongkar muat, penyimpanan dan perdagangan serta jasa penunjang angkutan lainnya.

1) Terminal dan Parkiran

(42)

2) Bongkar/Muat

Kegiatan bongkar/muat mencakup pemberian pelayanan bongkar muat angkutan barang melalui laut dan darat.

f. Komunikasi

Kegiatan yang dicakup adalah jasa Pos dan Giro serta Komunikasi.

1) Pos dan Giro

Kegiatan ini meliputi jasa pos dan giro seperti pegiriman surat, wesel, paket, jasa giro, jasa tabungan, dan sebagainya

2) Telekomunikasi

Kegiatan ini mencakup pemberian jasa dalam hal pemakaian hubungan telepon, telegrap, dan teleks.

3) Jasa Penunjang Komunikasi

Kegiatan subsektor ini mencakup pemberian jasa dan penyediaan fasilitas yang sifatnya menunjang kegiatan komunikasi, seperti wesel, warpostel, radio pager, telepon seluler/ponsel.

8. J asa Keuangan, Per sewaan, dan J asa Perusahaan

(43)

a) Bank

Angka nilai tambah bruto subsektor bank atas dasar harga berlaku diperoleh dari Bank Indonesia.

b) Lembaga Keuangan Bukan Bank

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi kegiatan asuransi, koperasi, yayasan dana pensiun, dan pegadaian.

c) Jasa Penunjang Keuangan

Kegiatan jasa penunjang keuangan meliputi berbagai kegiatan ekonomi antara lain: Bursa Efek Surabaya (BES), perdagangan valuta asing, perusahaan anjak piutang dan modal ventura.

d) Sewa Bangunan

Subsektor ini mencakup semua kegiatan jasa atas penggunaan rumah bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa memperhatikan apakah bangunan itu milik sendiri atau disewa.

e) Jasa Perusahaan

(44)

9. J asa-jasa

Sektor jasa-jasa dibagi menjadi beberapa subsektor, yaitu: a. Jasa pemerintah umum

Nilai tambah bruto subsektor ini terdiri dari upah dan gaji rutin pegawai pemerintah pusat dan daerah.

b. Jasa sosial dan kemasyarakatan

Subsektor ini mencakup jasa pendidikan,jasa kesehatan, serta jasa kemasyarakatan lainnya seperti jasa penelitian, palang merah, panti asuhan, yayasan pemeliharaan anak cacat, dan rumah ibadah.(Anonim 2007, Surabaya : 15)

2.2.14. SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN

Prioritas lokasi pembangunan dilakukan dengan melihat kondisi fisik alami dan sosial ekonomi penduduknya, sehingga diusahakan laju pertumbuhan dan pembangunan daerah dapat berjalan secara seimbang, sedangkan perwilayah pembangunan dan masing-masing pusat pengembangannya.

(45)

Timur khususnya Kab. Trenggalek, Kab. Tulungagung, Kota Blitar, Kab. Kediri.

Kabupaten Kediri, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungangung, dan Kotamadya Blitar menjadi wilayah / kawasan penyanggah (buffer zone) dari Kabupaten Kediri. Diantara masing-masing Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) dalam lingkup Jawa Timur antara lain:

1. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I: meliputi Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Mojokerto, Kotamadya Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan.

2. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II: meliputi Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Pamekasan.

3. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) III: meliputi Kabupaten Banyuwangi.

4. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IV: meliputi Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo.

5. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) V: meliputi Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kotamadya Probolinggo.

6. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VI: meliputi Kabupaten Malang, Kotamadya Malang, Kabupaten Pasuruan, Kotamadya Pasuruan. 7. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VII: meliputi Kabupaten

(46)

Blitar, Kabupaten Kediri, Kotamadya Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk.

8. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VIII: meliputi Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kotamadya Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi

9. Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) IX: meliputi Kabupaten Bojonegoro,dan Tuban.

(Anonim, 2007 : 7)

2.2.15. Analisis Tipologi Daerah

(47)

Pada pengertian ini, tipologi daerah dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan perbandingan pertumbuhan PDRB perkapita daerah dengan PDRB daerah yang menjadi acuan atau PDB perkapita (secara nasional), teknik yang digunakan untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah, menurut Sjafrizal, menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat klasifikasi pertumbuhan daerah, yaitu:

1. Kuadran I, daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income growing region). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi tertentu.

2. Kuadran II, daerah maju tapi tertekan (hight income low growth / retarted region). Daerah yang memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi tertentu.

3. Kuadran III, daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (rapid growth region). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan dengan provinsi tertentu,

4. Kuadran IV, daerah relatif tertinggal (relatively backwaard region). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan dengan provinsi tertentu.

(48)

Klasifikasi penggolongannya adalah sebagai berikut :

• yi

> y,ri > r

Keadaan dimana PDRB perkapita daerah lebih besar dari pada PDRB rata-rata daerah dan laju pertumbuhan ekonomi daerah i lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah atau yang bisa di sebut daerah cepat maju dan cepat tumbuh

yi >y,ri < r

Keadaan dimana PDRB perkapita daerah i lebih besar dari pada PDRB rata-rata daerah akan tetapi laju pertumbuhan ekonomi daerah i lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi, daerah ini bisa di sebut daerah cepat maju tapi tertekan

yi < y,ri > r

Keadaan dimana PDRB perkapita daerah lebih kecil dari pada PDRB rata-rata daerah, tetapi laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi, daerah tersebut adalah daerah berkembang cepat.

• yi < y,ri < r

(49)

PDRB daerah maupun rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah, daerah seperti ini tergolong daerah relatif tertinggal.

Keterangan :

r : pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan

y : PDRB daerah yang menjadi acuan

ri : pertumbuhan ekonomi

yi : PDRB perkapita daerah i

(Anonim 2011, Surabaya : 55)

2.2.15.1. Tipologi Daerah Berdasar kan HDI dan Pendapatan

Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu HDI (human development index)sebagai sumbu vertikal dan rata-rata Pendapatan perkapita sebagai sumbu hirizontal. Daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi,yaitu :

• Daerah dengan pendapatan dan pembangunan manusia yang tinggi (Kuadran I)

• Daerah dengan pendapatan tinggi namun pembangunan manusianya rendah (Kuadran II)

(50)

• Daerah relatif tertinggal, baik dalam pendapatan maupun pembangunan manusia (Kuadran IV)

2.2.15.2. Tipologi Daerah Berdasar kan HDI dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Tipologi daerah jenis ini, membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu HDI dan pertumbuhan ekonomidaerah. Dengan menentukan rata-rata HDI sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu :

• Daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia yang tinggi.(Kuadran I)

• Daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi pembangunan manusia yang rendah.(Kuadran II)

• Daerah dengan pembangunan manusia tinggi namun pertumbuhan ekonominya rendah.(Kuadran III)

• Daerah relatif tertinggal,baik dalam pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan mausianya.(Kuadran IV).

(Anonim 2011, Surabaya : 56)

2.2.16. Analisis Location Quotient(LQ)

(51)

membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau nasional.

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektorbasis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan yaitu kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

Analisis LQ merupakan suatu alat analisis untuk menunjukkan basis ekonomi suatu wilayah terutama dari kriteria kontribusi. Alat analisis ini juga dipakai untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah itu dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional atau nasional. Perhitungan basis tersebut menggunakan variabel PDRB wilayah atas suatu kegiatan dalam struktur ekonomi wilayah.

2.2.16.1. Kunggulan Metode LQ

Ada beberapa keunggulan dan metode LQ, antara lain:

1. Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung

(52)

2.2.16.2. Kelemahan Metode LQ

Beberapa kelemahan Metode LQ adalah:

1. Berasumsi bahwa pola permintaan di setiap daerah identik dengan pola permintaan bangsa dan bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor regional sarna dengan produktivitas tiap pekeIja dalam industri-industri nasional.

2. Berasumsi bahwa tingkat ekspor tergantung pada tingkat disagregasi.

Ada 3 (tiga) kategori hasil perhitunganLocation Quotient (LQ) dalam perekonomiandaerah, yaitu:

1) Jika nilai LQ > 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi lebih berspesialisasi dibandingkan dengan wilayah referensi. Artinya, sektor tersebut dalam perekonomian daerahdi wilayah studi memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagaisektor basis.

2) Jika nilai LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi kurang berspesialisasi dibandingkan dengan wilayah referensi. Sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor non basis.

3) Jika nilai LQ = 1, maka sektor yang bersangkutan baik di wilayah studi maupun di wilayah referensi memiliki peningkatan.

(53)

2.3. Kerangka Pikir

(54)

Gambar3 : Kerangka Konseptual

ANALISIS LQ

ANALISIS TIPOLOGI

• SEKTOR BASIS

• SEKTOR NON BASIS

• DAERAH CEPAT M AJU,CEPAT TUM BUH

• DAERAH M AJU TAPI TERTEKAN

• DAERAH BERKEM BANG CEPAT

• DAERAH RELATIF TERTINGGAL

K EBIJ A K A N

(55)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas, melihat dari latar belakang,hasil-hasil terdahulu dan juga landasar teori yang telah dijelaskan seperti diatas. Maka dapat ditarik beberapa hipotesis dari penelitian ini, sebagai berikut :

1. Diduga ada sektor yang menjadi sektor basis disetiap daerah tersebut (SWP VII) yang berpotensi mengekspor hasil industrinya ke daerah lain (dalam hal ini daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah SWASEMBADA)

2. Diduga ada sektor yang menjadi sektor non basis di setiap daerah tersebut (SWP VII) yang harus mengimpor dari daerah lain (dalam hal ini daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah minus)

(56)

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VII dengan variabel yang dikaji adalah total produksi yang dihasilkan dari setiap sektor yang dihitung dalam jutaan rupiah, yaitu meliputi: (a) Sektor pertanian; (b) Sektor Pertambangan dan Penggalian; (c) Sektor Industri Pengolahan; (d) Sektor Listrik dan Air Minum; (e) Sektor Bangunan; (f) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; (g) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (h) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (i) Sektor Jasa-jasa

3.2. Pendekatan Penelitian

(57)

sektor-sektor ekonomi yang potensional supaya lebih mempercepat pertumbuhan daerah, sehingga dapat menunjang perekonomian nasional.

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman empiris. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian terhadap variabel yang dibahas serta memudahkan dalam penerapan data yang digunakan.

Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang diamati, maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Analisis Location Quotient (LQ)

(58)

2. Analisis Tipologi Daerah

Sama seperti Analisis Location Quotient (LQ), didalam analisis Tipologi Daerah juga dipergunakan beberapa data dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur dan PDRB masing-masing daerah. PDRB dinyatakan dalam satuan jutaan rupiah. Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui daerah mana yang cepat maju di dalam Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VII.

a. PDRB Perkapita Daerah

Adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (dalam waktu satu tahun) daerah yang diteliti. Dalam hal ini adalah daerah dlam lingkup Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VII di Provinsi Jawa Timur. PDRB Perkapita Daerah dinyatakan dalam satuan juataan rupiah.

b. PDRB Daerah Yang Menjadi Acuan

Adalah rata-rata total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dan dalam waktu tertentu (dalam waktu satu tahun) daerah yang menjadi acuan. Dalam hal ini adalah Provinsi Jawa Timur dan dinyatakan dalam satuan jutaan rupiah.

c. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

(59)

tingkat pertumbuhan penduduk daerah yang diteliti. Dalam hal ini adalah daerah Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VII Provinsi Jawa Timur dinyatakan dalam satuan persen (%).

d. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Yang Menjadi Acuan

Adalah Kenaikkan PDRB Perkapita Daerah tanpa memandang apakah kenaikkan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari pada tingkat pertumbuhan penduduk daerah yang menjadi acuan. Dalam hal ini adalah provinsi Jawa Timur dan dinyatakan dalam satuan persen (%).

Definisi Operasional dan Pegukuran Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sembilan sektor dalam PDRB, yaitu:

a. Pertanian

Sektor ini terdiri dari segala macam hasil pertanian baik darat maupun perairan menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

b. Pertambangan dan Penggalian

(60)

c. Industri Pengolahan

Sektor ini terdiiri dari industri besar, industri kecil dan kerajinan rumah tangga, dan industri pengilangan minyak menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

d. Listrik, Gas, dan Air Bersih

Data statistik yang disajikan adalah dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), Produksi Perubahan Negara Gas, dan Perusahaan Daerah Air Minum menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

e. Kontruksi

Sektor konstruksi mencakup semua kegiatan pembangunan fisik konstruksi baik berupa pembangunan gedung, jalan, jembatan, terminal, pelabuhan, dan irigasi, maupun jaringan listrik, gas, telepon, air minum, dan sebagainya menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

(61)

g. Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang baik melalui darat, laut, udara, maupun sungai. Mencakup pula jasa penunjang angkutan dan komunikasi menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

h. Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan, dan jasa perusahaan menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

i. Jasa – jasa

Sektor ini mencakup jasa pemerintahan dan jasa sosial dan kemasyarakatan menurut data time series Produk Domestik Regional Bruto. Pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

3.4. Teknik Penentuan Sampel

(62)

mencakup seluruh Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) VII . Dalam kaitannya dengan seluruh variabel diatas.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan daa sekunder. Di dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, antara lain :

1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku literatur sebagai bahan pustaka yang dapat menunjang masukan yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Studi Lapangan

Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data sekunde yang diperlukan untuk penyusunan skripsi, data-data laporan, catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas pada lembaga-lembaga yang telah disebutkan diatas.

3.6. Teknik Analisis dan Pengolahan Data

(63)

Notasi yang digunakan dalam kedua teknik analisis dari penelitian ini adalah :

1. Location Quotient (LQ)

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektorbasis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan yaitu kesempatankerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

= ⁄

Keterangan :

Vaji = PDRB sektor kabupaten

Vaii = PDRB sektor provinsi

PDRBJ = PDRB total kabupaten PDRBI = PDRB total provinsi 2. Analisis Tipologi Daerah

Gambar : 4 Klasifikasi Daerah Tipologi Klassen

Sumber : (Kuncor o, Mudr ajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Er langga, J akar ta : 119)

PDRB Perkapit a (Jut aan Rupiah)

(64)

Keterangan:

r : Pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan

y : PDRB daerah yang menjadi acuan

ri : Pertumbuhan ekonomi daerah i

yi : PDRB perkapita daerah i

Kriterianya adalah :

1. Jika (yi>y , ri>r) maka daerah tersebut tergolong daerah cepat maju

dan cepat tumbuh.

2. Jika (yi>y , ri<r) maka daerah tersebut tergolong daerah maju tapi

tertekan.

3. Jika (yi<y , ri>r) maka daerah tersebut tergolong daerah yang

masih dapat berkembang dengan pesat.

4. Jika (yi<y , ri<r) maka daerah tersebut tergolong daerah yang

(65)

4.1. Deskr ipsi Objek Penelitian

4.1.1. Gambar an Umum Provinsi J awa Timur

Jawa Timur terletak antara 110.54 dan 115.57 BT, 5.37 dan 8.48 LS.

Dengan luas daratan mencapai 46.712,80 km2 dan terbagi dalam 37 wilayah

Kabupaten/Kota. Menurut kondisi geografisnya, Jawa Timur dibagi

menjadi 3 bagian: dataran tinggi (lebih dari 100 meter diatas permukaan

laut), sedang (45-100 meter diatas permukaan laut), dan rendah (dibawah

45 meter diatas permukaan laut). Jumlah penduduk jawa timur berdasarkan

sensus penduduk tahun 2010 mencapai 37.476.757 jiwa.

Berdasarkan letak geografis, kondisi sosio-kultur, potensi alam dan

infrastruktur, maka Jawa Timur dibagi menjadi 4 bagian:

1.Bagian Utara dan Pulau Madura, merupakan daerah pantai dan

dataran rendah serta daerah pegunungan kapur yang relatif kurang subur.

2.Bagian Tengah merupakan daaerah dataran rendah dengan

perbukitan dan gunung-gunung berapi yang relatif subur.

3.Bagian Selatan-Barat (Daerah Mataraman) merupakan daerah

pegunungan dengan gunung-gunung berbatu dan kapur yang relatif kurang

(66)

4.Bagian Timur, karena posisinya sebagai penghubung dengan Pulau

Bali dan Indonesia bagian timur, maka industri dan perdagangan

merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan.

4.1.2. Gambar an Umum Kab. Trenggalek

Trenggalek adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur,

Indonesia. Pusat pemerintahan berada di Trenggalek kota. Kabupaten ini

menempati wilayah seluas 1.205,22 km² yang dihuni oleh ±700.000 jiwa.

Letaknya di pesisir pantai selatan dan mempunyai batas wilayah sebelah

utara dengan Kabupaten Ponorogo, Sebelah timur dengan Kabupaten

Tulungagung, Sebelah selatan dengan pantai selatan, dan Sebelah barat

dengan Kabupaten Pacitan. Jarak tempuh antara Surabaya dengan Kab.

Trenggalek adalah ± 196 Km.

4.1.3. Gambar an umum Kab.TulungAgung

Kabupaten Tulungagung adalah satu kabupaten yang terletak di

Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Tulungagung terkenal sebagai satu dari

beberapa daerah penghasil marmer terbesar di Indonesia, dan terletak

terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur.

Jarak tempuh antara Surabaya dengan Kab. Tulungagung adalah ± 154

Km.

4.1.4. Gambar an umum Kota Blitar

(67)

sebelah selatan Surabaya. Kota Blitar terkenal sebagai tempat kelahiran

dan dimakamkannya Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Selain disebut sebagai Kota Patria, kota ini juga disebut sebagai

Kota PETA (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi,

Laskar PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang untuk pertama

kalinya pada tanggal 14 februari 1945 yang menginspirasi timbulnya

perlawanan menuju kemerdekaan di daerah lain. Jarak tempuh antara

Surabaya dengan Kota Blitar adalah ± 167 Km.

4.1.5. Gambar an umum Kab.Kediri

Kabupaten Kediri merupakan salah satu Kabupaten yang berada di

propinsi Jawa Timur, secara geografis diapit dua gunung besar yaitu

Gunung Kelud disebelah timur dan Gunung Wilis disebelah barat. Adapun

kondisi geografis pada bagian tengah wilayah Kabupaten Kediri adalah

DAS Brantas, yang membelah wilayah Kabupaten Kediri menjadi dua

bagian dengan hamparan persawahan ditepian Sungai Brantas yang sangat

subur. Posisi geografi Kabupaten Kediri terletak antara 111° 47' 05"

sampai dengan 112° 18' 20" Bujur Timur dan 7° 36' 12" sampai dengan 8°

0' 32 Lintang Selatan, Wilayah Kabupaten Kediri diapit oleh 5

Kabupaten, yakni : Sebelah Utara Jombang dan Nganjuk, Sebelah Timur

Jombang dan Malang, Sebelah Selatan Tulungagung dan Blitar, Sebelah

Barat Tulungagung dan Nganjuk. Kabupaten Kediri terdiri dari 26

Kecamatan, 343 Desa dan 1 Kelurahan, dengan luas wilayah ± 1.386,05

(68)

sebagian besar penduduk masih sangat bergantung pada sektor pertanian

sebagai mata pencaharian. Jumlah penduduk Kabupaten Kediri mencapai

± 1.475.815 jiwa. Jarak tempuh antara Surabaya dengan Kab. Kediri

adalah ± 123 Km.

4.2. Deskr ipsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran umum tentang

data-data serta perkembangan sektor ekonomi dalah Produk Domestik

Regional Bruto yang terdiri dari 9 (sembilan) sektor, yaitu sektor pertanian;

pertambangan dan penggalian; industri pengolahan,listrik dan air minum;

bangunan, perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi;

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa-jasa sehingga dapat

diketahui perbandingan pertumbuhan ekonomi antara Kab. Trenggalek, Kab.

TulungAgung, Kota Blitar, dan Kab. Kediri, Jawa Timur.

4.2.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi J awa Timur

Pada dasarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terdiri dari

sembilan sektor kontributor penting yang juga sangat berpengaruh terhadap

kenaikan atau penurunan PDRB suatu daerah tertentu. Begitu juga dengan

Provinsi Jawa Timur yang memiliki kesembilan sektor unggulan,

masing-masing sektor tersebut berperan penting untuk terus mendukung

perkembangan PDRB setiap tahunnya. Karena naik atau turunnya angka

(69)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jawa Timur setiap

tahun mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena pemerintah telah

berhasil memicu pertumbuhan ekonomi sektor-sektor pembangunan.

Berikut adalah perkembangan angka dalam Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Jawa Timur dalam kurun waktu 3 tahun, dapat dilihat dalam

tabel di bawah ini:

Tabel 1 : Produk Domestik Regional Bruto J awa Timur Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2009 – 2011

PERTANIAN 50.208.897 15,6 51.329.549 15 52.628.433 14,34

PERTAMBANGAN 7.104.817 2,21 7.757.320 2,27 8.228.632 2,24

INDUSTRI

PENGOLAHAN 83.299.893 25,88 86.900.779 25,4 92.171.191 25,12 LISTRIK DAN AIR

96.983.867 30,13 106.229.113 31 116.645.214 31,78

ANGKUTAN/

KOMUNIKASI 22.781.528 7,08 25.076.426 7,33 27.946.280 7,62

BANK/KEU/PERUM 17.395.394 5,4 18.659.490 5,45 20.186.109 5,5

J ASA 29.417.374 9,14 30.693.407 8,97 32.251.631 8,79

TOTAL 321.861.169 100 342.280.766 100 366.984.401 100

LAJ U

PERTUMBUHAN 5 6 7

Sumber : Badan Pusat Statistik - Diolah

Dari tabel 1 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto Jawa

Timur di setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada tahun 2009 Produk

Domestik Regional Bruto Jawa Timur sebesar Rp 321.861.169 juta, pada

(70)

342.280.766 juta, dan pada tahun 2011 Produk Domestik Regional Bruto

Jawa Timur sebesar Rp 366.984.401 juta, Untuk Produk Domestik Regional

Bruto Jawa Timur sektoral secara keseluruhan mengalami peningkatan.

Berdasarkan tabel PDRB Jawa Timur tahun 2009 - 2011 tersebut

menunjukkan perkembangan dua sektor yang lebih unggul diantara 9 sektor

yang ada, yakni sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan, Hotel, dan

Restoran.

4.2.2. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kab. Trenggalek

setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena

pemerintah Daerah telah berhasil memicu pertumbuhan ekonomi

sektor-sektor pembangunan. Berikut adalah perkembangan angka dalam Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab.Trenggalek dalam kurun waktu 3

tahun, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Dari tabel 2 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto Kab.

Trenggalek di setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada tahun 2009

Produk Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek sebesar Rp 2.889.713

juta, pada tahun 2010 Produk Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek

sebesar Rp 3.066.327 juta, dan pada tahun 2011 Produk Domestik

Regional Bruto Kab. Trenggalek sebesar Rp 3.264.437 juta, Untuk Produk

Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek secara keseluruhan mengalami

(71)

Dibawah ini merupakan tabel perkembangan Produk Domestik

Regional Bruto Kab. Trenggalek :

Tabel 2 : Produk Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2009 – 2011

SEKTOR

Sumber : Badan Pusat Statistik - Diolah

Dari data diatas dapat dilihat bahwa Kab. Trenggalek memiliki beberapa

sektor yang potensial menjadi sektor unggulan yaitu pada sektor Pertanian dan

Perdagangan, Hotel, Restoran.

4.2.3. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Tulungagung

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kab. Tulungagung

setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena pemerintah

(72)

pembangunan. Berikut adalah perkembangan angka dalam Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab. Tulungagung dalam kurun waktu 3

tahun, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Dibawah ini merupakan tabel perkembangan Produk Domestik

Regional Bruto Kab. Tulungagung :

Tabel 3 : Produk Domestik Regional Bruto Kab. Tulungagung Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2009 – 2011

SEKTOR

PENGOLAHAN 1.300.669 17,69 1.384.755 17,7 1.479.739 17,71

LISTRIK DAN AIR

Sumber : Badan Pusat Statistik - Diolah

Dari tabel 3 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto Kab.

Tulungagung di setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada tahun 2009

Produk Domestik Regional Bruto Kab. Tulungagung sebesar Rp 7.353.503

(73)

Bruto Kab. Tulungagung sebesar Rp 8.357.115 juta, Untuk Produk

Domestik Regional Bruto Kab. Tulungagung secara keseluruhan

mengalami peningkatan.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa Kab. Tulungagung memiliki

beberapa sektor yang potensial menjadi sektor unggulan yaitu pada sektor

Pertanian, Industri Pengolahan dan Perdagangan, Hotel, Restoran.

4.2.4. Produk Domestik Regional Bruto Kota Blitar

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kota Blitar setiap

tahun mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena pemerintah

Daerah telah berhasil memicu pertumbuhan ekonomi sektor-sektor

pembangunan. Berikut adalah perkembangan angka dalam Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Blitar dalam kurun waktu 3 tahun,

dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Dari tabel 4 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto Kota

Blitar di setiap tahunnya mengalami peningkatan, pada tahun 2009 Produk

Domestik Regional Bruto Kota Blitar sebesar Rp 927.579.411 juta, pada

tahun 2010 Produk Domestik Regional Bruto Kota Blitar sebesar Rp

986.211.845 juta, dan pada tahun 2011 Produk Domestik Regional Bruto

Kota Blitar sebesar Rp 1.051.197.105 juta, Untuk Produk Domestik

Regional Bruto Kota Blitar secara keseluruhan mengalami peningkatan.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa Kota Blitar memiliki beberapa sektor

yang potensial menjadi sektor unggulan yaitu pada sektor Perdagangan,

(74)

Dibawah ini merupakan tabel perkembangan Produk Domestik

Regional Bruto Kota Blitar :

Tabel 4 : Produk Domestik Regional Bruto Kota Blitar Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2009 – 2011

SEKTOR

PERTANIAN 65.409.034 7,05 68.592.712 6,96 71.850.276 6,84

PERTAMBANGAN 179.840 0,02 175.038 0,02 140.174 0,01

INDUSTRI

PENGOLAHAN 107.109.250 11,55 110.684.478 11,2 116.199.784 11,05

LISTRIK DAN AIR

BERSIH 14.843.848 1,6 15.597.376 1,58 16.342.739 1,55

BANGUNAN 40.564.378 4,37 44.267.906 4,49 47.049.658 4,48

PERDAGANGAN, HOTEL,

RESTORAN 277.649.190 29,93 301.918.830 30,6 328.122.694 31,21

ANGKUTAN/

KOMUNIKASI 123.896.924 13,36 131.120.691 13,3 141.312.859 13,44

BANK/KEU/PERUM 102.595.430 11,06 108.406.243 11 115.991.105 11,03

J ASA 195.331.517 21,06 205.448.571 20,8 214.187.816 20,38

TOTAL 927.579.411 100 986.211.845 100 1.051.197.105 100

LAJ U

PERTUMBUHAN 35 6 7

Sumber : Badan Pusat Statistik – Diolah

4.2.5. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Kedir i

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kab. Kediri setiap

tahun mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena pemerintah

Daerah telah berhasil memicu pertumbuhan ekonomi sektor-sektor

pembangunan. Berikut adalah perkembangan angka dalam Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab. Kediri dalam kurun waktu 3 tahun,

Gambar

Gambar 1, Permintaan Agregat di Dalam Posisi Keseimbangan
Gambar : 4 Klasifikasi Daerah Tipologi Klassen
Tabel 1 : Produk Domestik Regional Bruto Jawa Timur Atas Dasar
Tabel 2 : Produk Domestik Regional Bruto Kab. Trenggalek Atas Dasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsumen pada saat situasi beli dan tidak memiliki pengetahuan terhadap sebuah merek dengan sendirinya akan memilih merek produk yang memberikan promosi harga dan berasal dari

Pembangunan model teoritik perilaku pembelian konsumen tersebut dilakukan dengan menguji model empirik terpadu ( in- tegrated empirical model ) yang secara operasional dilakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persoalan hukum yang terjadi dalam pelimpahan wewenang dokter kepada bidan yg dilakukan melalui telepon serta tanggung jawab hukum bidan

Adapun ketentuan- ketentuan yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan antara

Return Saham Pada Periode Bullish dan Bearish Indeks Harga Saham.. Gabungan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan ,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Penerapan program Sekolah Lapang Iklim Tahap ke-3 dilihat dari aspek konteks capaian keberhasilannya adalah sangat

Pada penelitian dengan judul “Kesadaran Hukum Berjilbab Studi Komparasi Mahasiswi STAIN Kudus Dan UNISNU Jepara (Angkatan 2013)” ini peneliti menfokuskan penelitiannya

Latar belakang dari penelitian ini adalah motivasi karyawan untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual