• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASDELILAH /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MASDELILAH /IKM"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh MASDELILAH 127032018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(2)

ANALISIS IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masarakat dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh MASDELILAH 127032018/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

Judul Tesis : ANALISIS IMPLEMENTASI STRATEGI

PROMOSI KESEHATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Masdelilah Nomor Induk Mahasiswa : 127032018

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) Ketua

(Drs. Tukiman, M.K.M) Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus :12 Agustus 2014

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 12 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

ANALISIS IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PENCEGAHAN GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, September 2014

Masdelilah 127032018/IKM

(6)

i ABSTRAK

Gizi kurang dan gizi buruk pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan cukup mendapat perhatian saat ini. Diperkirakan 15% balita di dunia memiliki kekurangan berat badan. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi tersebut yaitu dilaksanakannya upaya pencegahan melalui pendekatan komprehensif, yang mengutamakan promosi kesehatan dan upaya penanggulangan berupa kegiatan pengobatan dan pemulihan.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis implementasi strategi promosi kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014. Jenis penelitian ini menggunakan mixed methods adalah gabungan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap 5 informan, dan pendekatan kuantitatif dengan mewawancarai 95 responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kegiatan advokasi sudah cukup baik yaitu dengan adanya komitmen dari kepala daerah untuk pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, namun berdasarkan survei 58,5% masyarakat menilai aspek advokasi dalam kategori tidak baik dan terdapat hubungan antara advokasi dengan partisipasi masyarakat. Implementasi kegiatan bina suasana dalam pencegahan gizi buruk pada balita belum maksimal terlihat dari pelaksanaan promosi kesehatan tentang pencegahan gizi buruk pada masyarakat secara langsung, jarang dilaksanakan dan 66,3 % masyarakat menilai aspek bina suasana dalam kategori tidak baik serta terdapat hubungan antara bina suasana dengan partisipasi masyarakat.

Implementasi kegiatan pemberdayaan masyarakat sudah dilaksanakan tetapi belum maksimal. Pendapat 76,8% masyarakat tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat berada dalam kategori tidak baik dan terdapat hubungan antara pemberdayaan masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita.

Variabel pemberdayaan masyarakat merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat (nilai odds ratio 4,439).

Disarankan untuk meningkatkan kegiatan advokasi kepada pemerintah daerah sehingga lebih memperoleh dukungan politik, terutama dukungan kebijakan dalam bentuk peraturan daerah, lebih meningkatkan kegiatan bina suasana dengan sasaran masyarakat langsung maupun melalui media. Lebih meningkatkan pembinaan terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sudah terbentuk.

Kata Kunci : Implementasi, Strategi Promosi Kesehatan, Partisipasi Masyarakat, Gizi Buruk

(7)

ii ABSTRACT

Undernutrition and severe malnutrition in under five year old children is one of the health problems currently receive enough attention. It is estimated that 15% of under five year old children throughtout the world were underweight. Various strategies have been developed to prevent and handle this nutrition problem by comprehensive approach, which prioritizes health promotion and by teartment and recovery.

The purpose of the study was to analyze the implementation of health promotion strategies (advocacy, social suppport, and empowerment) and its influence on community participation in the prevention of severe malnutrition in under five year old children in the working area of the Helvetia health center Medan in 2014.

This research used mixed methods approach is combined with qualitative in-depth interviews to the 5 informants, and quantitative approach by interviewing 95 respondents.

The result of the research showthat the implementation of advocacy activities is good enough, it could be seen from the chief areas commitment to prevention and handle of severe malnutrition, but based on the survey it was found that 58.5% of the population thought that the aspect of advocacy was in bed category and there was correlation between advocacy and community participation. The implementation of social suppport activities in the prevention of severe malnutrition in under five year old children was not maximized looks from the implementation of health promotion on prevention of severe malnutrition in the community was rarely done, and 66.3% of the population thought that the aspect of social suppport in the bad category and there was correlation between the social suppport with community participation. The implementation of community empowerment activities had been done well althought it was not maximal. 76.8% of the population thought that community empowerment activities was in bad category and there was correlation between community empowerment with community participation in the prevention of severe malnutrition in under five year old children. The variable of empowerment variables had the most dominat influence on community participation (odds ratio value of 4.439).

It is recommended that the local government increase the activity of advocacy so that political support, especially policy support in the farm or Government Regulation, can be obtained. It is also recommended that favorable atmosphere development for people through media should be activated and established community empowerment should be improved.

Keywords: Implementation, Health Promotion Strategy, Community Participation, Severe Malnutrition

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ” Analisis Implementansi Strategi Promosi Kesehatan dan Pengaruhnya terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dukungan dan bimbiingan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis dengan rendah hati mengucapkan terimakasih dan pengohormatan kepada :

1. Prof Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatankepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

iv

4. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Drs. Tukiman M.K.M yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Bidan Jaminan Kesehatan, Kefarmasian dan Sarana Kesehatan dan Kepala Seksi Sarana dan Peralatan Kesehatan dan rekan-rekan lainnya di Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala Puskesmas Helvetia dan staf yang telah memberikan data-data dan informasi terkait dengan penulisan tesis ini.

9. Para informan dan responden yang telah rela berbagi cerita dan pengalaman kepada penulis yang membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Teristimewa kepada ayahanda Burhanuddin Batubara, Ibunda Nurbaiti Lubis, kakak, abang dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan doa dan

(10)

v

motivasi yang tiada henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

11. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Minat Studi Promosi Kesehatan dan lmu Perilaku Angkatan Tahun 2012 yang telah membantu penulis selama pendidikan dan proses penulisan tesis serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam peyelesaian tesis ini.

Akhirnya Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2014 Penulis

Masdelilah 127032018/IKM

(11)

vi

RIWAYAT HIDUP

Masdelilah, lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 8 september 1980, beragama Islam, merupakan anak kelima dari 6 orang bersaudara dengan ayah bernama Burhanuddin Batubara, ibu bernama Nurbaiti Lubis dan sekarang penulis beralamat di Palem IV No. 123 Perumnas Helvetia Medan.

Pendidikan formal diawali dari SD Negeri 142438 Padangsidimpuan yang lulus pada tahun 1993, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Padangsidimpuan yang diselesaikan pada tahun 1996. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Padangsidimpuan dan berhasil lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis kemudian berkesempatan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi yakni di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang diselesaikan pada tahun 2004. Akhirnya pada tahun 2012, penulis kembali mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata 2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang berlangsung hingga saat ini.

Riwayat pekerjaan penulis diawali sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bwetugas sebagai staf Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2005 hingga sekarang.

(12)

vii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Hipotesis Penelitian ... 6

1.5.Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1.Pengertian Promosi Kesehatan ... 8

2.2.Promosi Kesehatan dan Perilaku ... 9

2.3.Visi dan Misi Promosi Kesehatan ... 12

2.4.Sasaran dan Ruang Lingkup Promosi Kesehatan ... 13

2.5.Strategi Promosi Kesehatan ... 17

2.5.1.Advokasi ... 19

2.5.2.Bina suasana (social suppport) ... 21

2.5.3.Pemberdayaan masyarakat (empowerment) ... 23

2.6.Partisipasi Masyarakat ... 26

2.7. Gizi Buruk ... 29

2.7.1.Klasifikasi Gizi Buruk ... 30

2.7.2.Dampak Gizi Buruk ... 32

2.7.3.Faktor Penyebab Gizi Buruk ... 33

2.7.4.Penilaian Status Gizi Balita ... 34

2.7.5.Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk ... 38

2.8. Landasan Teori ... 41

2.9. Kerangka Konsep ... 45

(13)

viii

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2. Waktu Penelitian ... 47

3.3. Pemilihan Informan ... 47

3.4. Populasi dan Sampel ... 47

3.4.1. Populasi ... 47

3.4.2. Sampel ... 48

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.5.1. Data Primer ... 48

3.5.2. Data Sekunder ... 49

3.6.Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.6.1. Uji Triangulasi Pada Penelitian Kualitatif ... 49

3.6.2. Validitas dan Reliabilitas ... 51

3.7. Variabel dan Defenisi Operasional ... 54

3.7.1. Variabel Bebas ... 54

3.7.2. Variabel Terikat ... 55

3.8. Metode Pengukuran ... 55

3.9. Metode Analisis Data ... 58

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

4.1.1. Keadaan Geografis ... 60

4.1.2. Demografis ... 61

4.1.3. Sumber Daya Kesehatan ... 63

4.2. Karakteristik Informan ... 66

4.3. Implementasi Strategi Promosi dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 67

4.3.1. Pendapat Informan tentang Kegiatan Advokasi pada Pencegahan Gizi Buruk Pada Balita ... 67

4.3.1.1 Pendapat Informan tentang Dukungan Politik dari Pengambil Kebijakan ... 67

4.3.1.2. Pendapat Informan tentang Ketertersediaan Dana atau Anggaran ... 68

4.3.1.3. Pendapat Informan tentang Ketertersediaan Sarana dan Prasarana ... 70

4.3.1.4. Pendapat Informan tentang Ketertersediaan Sumber Daya Manusia ... 71

4.3.1.5. Pendapat Informan tentang Ketertersediaan Pendataan dan Pelaporan ... 72

4.3.2. Pendapat Informan tentang Kegiatan Bina Suasana pada Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 73

(14)

ix

4.3.2.1 Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Promosi Kesehatan untuk Pencegahan Gizi Buruk pada

Masyarakat ... 73

4.3.2.2 Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Promosi Kesehatan untuk Pencegahan Gizi Buruk pada Tokoh Masyarakat atau Tokoh Agama ... 74

4.3.2.3 Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Lomba Balita Sehat ... 75

4.3.2.4 Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Promosi Kesehatan Melalui Media Cetak atau Elektronik ... 76

4.3.3. Pendapat Informan tentang Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat pada Pencegahan Gizi Buruk Pada Balita ... 77

4.3.3.1 Pendapat Informan tentang Pelaksanaan Kegiatan untuk Meningkatkan Gerakan Pemberdayaan Masyarakat ... 77

4.3.3.2. Pendapat Informan tentang Pemetaan Keluarga untuk Mengidentifikasi Keluarga yang Mempunyai Masalah Gizi ... 78

4.3.3.3. Pendapat Informan tentang Ketersediaan Kader Gizi Masyarakat ... 79

4.3.3.4. Pendapat Informan tentang Ketersediaan Pos Gizi .... 80

4.3.3.5. Pendapat Informan tentang Ketertersediaan Revitalisasi Posyandu ... 81

4.3.3.6. Pendapat Informan tentang Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) ... 82

4.3.3.7. Pendapat Informan tentang Kemitraan dengan LSM atau Organisasi Masyarakat Lainnya dalam Pencegahan Gizi Buruk ... 84

4.4. Karakteristik Responden ... 85

4.5. Strategi Promosi Kesehatan ... 86

4.5.1. Advokasi ... 86

4.5.2. Bina Suasana ... 88

4.5.3. Pemberdayaan Masyarakat ... 89

4.6. Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita . 91 4.7. Pengaruh Advokasi terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 93

4.8. Pengaruh Bina Suasana terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 94

4.9. Pengaruh Pemberdayaan Masyarakat terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 95

4.10. Analisis Variabel Strategi Promosi Kesehatan yang Paling Berpengaruh terhadap Partisipasi Masyarakat ... 96

(15)

x

BAB 5. PEMBAHASAN ... 99

5.1. Analisis Implementasi Advokasi dan Pengaruhnya terhadap Pencegahan Gizi Buruk bagi Balita ... 99

5.2. Analisis Implementasi Bina Suasana dan Pengaruhnya terhadap Pencegahan Gizi Buruk bagi Balita ... 106

5.3. Analisis Implementasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengaruhnya terhadap Pencegahan Gizi Buruk bagi Balita ... 113

5.4. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat ... 121

5.5. Variabel Strategi Promosi yang Paling Berpengaruh Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita .. 122

BAB 6. KESIMPULAN ... 126

6.1. Kesimpulan ... 126

6.2. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 131 LAMPIRAN

(16)

xi

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Perhitungan Validitas dan ReliabilitasKuesioner variabel Advokasi, Bina Suasana, Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi Masyarakat ... 53 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 58 4.1. Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2013 ... 62 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas

Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2013 ... 62 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Wilayah Kerja

Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2013 ... 63 4.4. Distribusi Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia

Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2013 ... 63 4.5. Distribusi Tenaga Kesehatan Pada Puskesmas Helvetia dan Pustu Tahun

2013 ... 64 4.6. Distribusi Fasilitas Kesehatan Pada Puskesmas Helvetia dan Pustu Tahun

2013 ... 65 4.7. Distribusi Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan

Medan HelvetiaTahun 2013 ... 66 4.8. Distribusi Karakteristik Informan ... 67 4.9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat

Pendidikan, Pekerjaan, Jumlah Anak dan Jumlah Balita ... 86 4.10 . Distribusi Uraian Kategori Advokasi Responden... 87 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Strategi Promosi Kesehatan Kategori

Advokasi ... 88 4.12. Distribusi Uraian Kategori Bina Suasana Responden ... 88

(17)

xii

4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Strategi Promosi Kesehatan Kategori Bina Suasana ... 89 4.14. Distribusi Uraian Kategori Pemberdayaan Masyarakat Responden ... 90 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Strategi Promosi Kesehatan Kategori

Pemberdayaan Masyarakat ... 91 4.16. Distribusi Uraian Kategori Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan

Gizi Buruk pada Balita ... 92 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Partisipasi Masyarakat dalam

Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 93 4.18. Pengaruh Advokasi terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan

Gizi Buruk pada Balita ... 94 4.19. Pengaruh Bina Suasana terhadap Partisipasi Masyarakat dalam

Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 95 4.20. Pengaruh Pemberdayaaan Masyarakat terhadap Partisipasi Masyarakat

dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 96 4.21. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Untuk Identifikasi Variabel

Bebas yang Paling Berpengaruh Terhadap Partisipasi Masyarakat dalam

Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 97

(18)

xiii

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Landasan Teori ... 44 2.2. Kerangka Konsep ... 45 4.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia ... 61

(19)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 135

2. Kuesioner ... 139

3. Transcript Wawancara Mendalam ... 143

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 181

5. Rekapitulasi Data (Master Data) ... 183

6. Hasil Uji Statistik ... 195

7. Foto Penelitian ... 214

(20)

xv

DAFTAR ISTILAH

1. Implementasi : Penerapan, pelaksanaan.

2. Startegi : Penetapan dari tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Promosi Kesehatan : Proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya.

4. Advokasi : Upaya atau proses untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders) dalam upaya pencegahan gizi buruk pada balita, yang diukur dari ketersediaan kebijakan (peraturan-peraturan, surat instruksi), sarana/prasarana, sumber daya manusia, sosialisasi, dan kelengkapan data, dana dan lain- lain.

5. Bina Suasana : Upaya untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu atau anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.

6. Pemberdayaan Masyarakat : Upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri masyarakat.

7. Partisipasi masyarakat : Ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat.

8. Pencegahan : Proses, cara mengahadapi atau menangkalagar sesuatu tidak terjadi.

(21)

xvi

9. Penanggulangan : Proses, cara menghadapi atau mengatasi sesuatu yang sudah terjadi.

10. Gizi buruk : Keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh.

11. Balita : Bawah Lima Tahun.

12. Posyandu : Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM), dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, guna memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk menunjang percepatan penurunan AKI dan AKB.

13. Kader Posyandu : Seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan Posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan.

14. Pos gizi : Tempat atau rumah yang digunakan untuk mengadakan kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi.

15. Kadarzi : Keluarga sadar gizi yaitu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.

16. Revitalisasi Posyandu : Upaya pemberdayaan posyandu kembali melalui upaya pemenuhan kebutuhan dasar posyandu seperti pemenuhan sarana (pedoman Posyandu, Modul Posyandu, media KIE, timbangan, dll), pemberdayaan kader, dan dana operasional Posyandu.

17. NICE : Nutrition Improvement Trough Community

Empowerment adalah Proyek Perbaikan Gizi Melalui Pemberdayaan Masyarakat yang didanai dari pinjaman lunak Bank Pembangunan Asia (ADB). Proyek dilaksanakan di enam provinsi di Indonesia.

(22)

xvii

18. Informan : Orang-orang dalam latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

19. Responden : Orang yang dapat merespon, memberikan informasi tentang data penelitian.

20. Pedoman Wawancara : Kumpulan pertanyaan untuk wawancara

(23)

i ABSTRAK

Gizi kurang dan gizi buruk pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan cukup mendapat perhatian saat ini. Diperkirakan 15% balita di dunia memiliki kekurangan berat badan. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi tersebut yaitu dilaksanakannya upaya pencegahan melalui pendekatan komprehensif, yang mengutamakan promosi kesehatan dan upaya penanggulangan berupa kegiatan pengobatan dan pemulihan.

Penelitian bertujuan untuk menganalisis implementasi strategi promosi kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014. Jenis penelitian ini menggunakan mixed methods adalah gabungan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap 5 informan, dan pendekatan kuantitatif dengan mewawancarai 95 responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kegiatan advokasi sudah cukup baik yaitu dengan adanya komitmen dari kepala daerah untuk pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, namun berdasarkan survei 58,5% masyarakat menilai aspek advokasi dalam kategori tidak baik dan terdapat hubungan antara advokasi dengan partisipasi masyarakat. Implementasi kegiatan bina suasana dalam pencegahan gizi buruk pada balita belum maksimal terlihat dari pelaksanaan promosi kesehatan tentang pencegahan gizi buruk pada masyarakat secara langsung, jarang dilaksanakan dan 66,3 % masyarakat menilai aspek bina suasana dalam kategori tidak baik serta terdapat hubungan antara bina suasana dengan partisipasi masyarakat.

Implementasi kegiatan pemberdayaan masyarakat sudah dilaksanakan tetapi belum maksimal. Pendapat 76,8% masyarakat tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat berada dalam kategori tidak baik dan terdapat hubungan antara pemberdayaan masyarakat dengan partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita.

Variabel pemberdayaan masyarakat merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat (nilai odds ratio 4,439).

Disarankan untuk meningkatkan kegiatan advokasi kepada pemerintah daerah sehingga lebih memperoleh dukungan politik, terutama dukungan kebijakan dalam bentuk peraturan daerah, lebih meningkatkan kegiatan bina suasana dengan sasaran masyarakat langsung maupun melalui media. Lebih meningkatkan pembinaan terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sudah terbentuk.

Kata Kunci : Implementasi, Strategi Promosi Kesehatan, Partisipasi Masyarakat, Gizi Buruk

(24)

ii ABSTRACT

Undernutrition and severe malnutrition in under five year old children is one of the health problems currently receive enough attention. It is estimated that 15% of under five year old children throughtout the world were underweight. Various strategies have been developed to prevent and handle this nutrition problem by comprehensive approach, which prioritizes health promotion and by teartment and recovery.

The purpose of the study was to analyze the implementation of health promotion strategies (advocacy, social suppport, and empowerment) and its influence on community participation in the prevention of severe malnutrition in under five year old children in the working area of the Helvetia health center Medan in 2014.

This research used mixed methods approach is combined with qualitative in-depth interviews to the 5 informants, and quantitative approach by interviewing 95 respondents.

The result of the research showthat the implementation of advocacy activities is good enough, it could be seen from the chief areas commitment to prevention and handle of severe malnutrition, but based on the survey it was found that 58.5% of the population thought that the aspect of advocacy was in bed category and there was correlation between advocacy and community participation. The implementation of social suppport activities in the prevention of severe malnutrition in under five year old children was not maximized looks from the implementation of health promotion on prevention of severe malnutrition in the community was rarely done, and 66.3% of the population thought that the aspect of social suppport in the bad category and there was correlation between the social suppport with community participation. The implementation of community empowerment activities had been done well althought it was not maximal. 76.8% of the population thought that community empowerment activities was in bad category and there was correlation between community empowerment with community participation in the prevention of severe malnutrition in under five year old children. The variable of empowerment variables had the most dominat influence on community participation (odds ratio value of 4.439).

It is recommended that the local government increase the activity of advocacy so that political support, especially policy support in the farm or Government Regulation, can be obtained. It is also recommended that favorable atmosphere development for people through media should be activated and established community empowerment should be improved.

Keywords: Implementation, Health Promotion Strategy, Community Participation, Severe Malnutrition

(25)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata (Depkes RI, 2004).

Mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut, dikembangkan paradigma pembangunan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa harus mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian program promosi kesehatan mendapat peran yang penting dalam pembangunan kesehatan dan penopang utama bagi setiap program kesehatan (Depkes RI, 2008).

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh dan untuk bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan

(26)

derajat kesehatannya serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah dan gangguan kesehatan tersebut terlanjur datang (Depkes RI, 2008).

Salah satu masalah atau gangguan kesehatan yang cukup mendapat perhatian saat ini adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita. Diperkirakan 15%

balita di dunia memiliki kekurangan berat badan, dan prevalensi tertinggi terdapat di Asia Selatan yaitu 1 dari 3 orang balita memiliki berat badan kurang. Dibeberapa negara, tercatat 1 dari 3 anak meninggal setiap tahunnya akibat buruknya kualitas gizi (Anonim, 2013).

Menurut data yang dirilis lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (2009), setiap 6 detik terdapat 1 balita di dunia yang meninggal karena gizi buruk dan kelaparan, dan 90% balita yang mengalami gizi buruk tersebut, berada di Afrika dan Asia. Hal ini membuat direktur organisasi pangan PBB Food and Agriculture Organization (FAO) meminta para pemimpin dunia untuk serius memperhatikannya.

Anak-anak yang mengalami gizi buruk itu merupakan bagian dari milliaran manusia di dunia yang kini terancam kelaparan (Anonim, 2009).

Masalah gizi kurang dan gizi buruk mendapat perhatian yang serius dunia, hal ini terlihat dari adanya kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang mendukung gerakan pencegahan dan

penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk, 2 dari 5 indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima) (Depkes RI, 2005).

(27)

Laporan akhir tahun 2012 Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat bahwa dari 23 juta balita di Indonesia, 8 juta jiwa atau 35% mengidap gizi buruk kategori stunting, sementara untuk kasus gizi buruk tercatat sebanyak 900 ribu bayi atau sekitar 4,5% dari total jumlah bayi di seluruh Indonesia (Solicha, 2013).

Dampak dari gizi buruk ini adalah kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak beranjak dewasa. Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan bahwa isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan

problem yang harus diatasi (Litbang, 2008).

Prevalensi kurang gizi secara nasional berdasarkan hasil Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) sudah terlihat ada penurunan. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010 atau turun sebesar 0,5%. Walau terjadi penurunan tetapi balita gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang perlu mendapat perhatian, bahkan jika di suatu daerah ditemukan gizi buruk > 1% maka termasuk masalah berat (Depkes RI, 2008).

Propinsi Sumatera Utara (2010), prevalensi gizi buruk sebesar 7,8%, dan gizi kurang 13,5%, hal ini menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk di Sumatera Utara masih lebih tinggi atau sekitar dua kali prevalensi gizi buruk nasional. Untuk Kota Medan, pada tahun 2012 ditemukan sebanyak 124 kasus gizi buruk, dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 yaitu menjadi 131 orang balita. Kasus terbanyak

(28)

ditemukan di kecamatan Medan Helvetia yaitu sebanyak 13 kasus. Tingginya kasus gizi buruk tersebut didukung karena dilaksanakan kegiatan secara aktif untuk menjaring balita gizi buruk melalui operasi timbang wajib yang dilaksanakan oleh seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu sehingga balita yang selama ini tidak pernah datang ke posyandu dapat terjaring pada saat operasi ini.

Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia.

Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan penyakit.

Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat kurang gizi (Sihadi, 2009).

Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji penyebab-penyebab gizi buruk dan bagaimana gizi buruk tersebut ditanggulangi, baik penanggulangan yang dilakukan oleh pihak keluarga balita yang terkena gizi buruk, juga oleh pemerintah (dalam hal ini adalah program penanggulangan gizi buruk yang diluncurkan oleh Departemen Kesehatan). Pengkajian gizi buruk ini tidak terlepas dari kejadian- kejadian gizi buruk yang terus bermunculan di berbagai daerah. Walaupun terkadang laporan gizi buruk terkadang kontradiktif, dimana gizi buruk dianggap seakan-akan sebagai aib yang harus disembunyikan atau terkadang menjadi sebuah masalah yang harus dimunculkan, tergantung kepentingan yang membuat laporan tersebut. Namun menurut instansi kesehatan formal, angka gizi buruk masih relatif tinggi.

(29)

Berbagai strategi telah dikembangkan untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi kurang dan gizi buruk yang ditemukan yaitu dengan dilaksanakannya upaya pencegahan melalui pendekatan komprehensif, yang mengutamakan promosi kesehatan (advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat), dan upaya penanggulangan berupa kegiatan pengobatan dan pemulihan bagi penderita gizi buruk.

Strategi promosi kesehatan yang sudah dilakukan di Kota Medan untuk pencegahan dan penanggulangan masalah gizi buruk adalah berupa dukungan kebijakan, salah satunya adalah dengan adanya “Pencanangan Medan Bebas Gizi Buruk Tahun 2015”di kecamatan Medan Labuhan tahun 2011. Dukungan dana dan prasarana, penyebarluasan informasi kesehatan tentang gizi balita melalui media cetak dan elektronik, pembentukan kader gizi masyarakat, supervisi gizi buruk dan pemberian makanan tambahan pada balita gizi kurang dan gizi buruk. Intervensi pemerintah terhadap pencegahan gizi buruk yang sudah dilakukan, belum berjalan dengan baik karena terkesan belum didukung oleh partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk. Kurangnya keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat dalam pencegahan gizi buruk dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap program pemerintah. Oleh karena itu upaya pencegahan gizi buruk pada balita harus melibatkan masyarakat sehingga masyarakat dapat bertanggungjawab dan ikut berperan aktif dalam pencegahan gizi buruk.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai analisis implementansi strategi promosi kesehatan yang telah dilakukan di Kota Medan selama ini (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan

(30)

pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi strategi promosi kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan apakah ada pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi strategi promosi kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) dan bagaimana pengaruh dari strategi promosi kesehatan tersebut terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.

1.4 . Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian, dapat dirumuskan, yaitu: ada pengaruh strategi promosi kesehatan (advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat) terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan tahun 2014.

(31)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam perencanaan strategi promosi kesehatan bagi Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Kesehatan Kota Medan dalam meningkatkan status gizi balita.

2. Masukan dalam pengembangan kebijakan promosi kesehatan dan program pembinaan gizi masyarakat, pada tingkat Kabupaten, Propinsi, maupun Pemerintah Pusat.

3. Bagi puskesmas hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tindakan korektif terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat akan peningkatan program pembinaan gizi masyarakat sehingga upaya dalam rangka menurunkan angka gizi buruk dapat tercapai secara optimal.

4. Diharapkan dapat memberi masukan dalam pengembangan konsep dan pengetahuan bidang manajemen promosi kesehatan, khususnya aspek strategi promosi kesehatan.

(32)

8 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Promosi Kesehatan

Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak hanya meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Maulana, 2009), sedangkan pengertian kesehatan menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti, kesehatan tidak hanya diukur dari aspek fisik mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo, 2010).

Hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2010).

Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu- individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat

(33)

kesehatannya. Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO, Indonesia merumuskan pengertian promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasana kesehatan (Depkes RI, 2005).

Batasan promosi kesehatan yang dirumuskan oleh Yayasan Kesehatan Victoria (Victorian Health Foundation-Australia, 1997) dalam Notoatmodjo (2010) menekankan bahwa promosi kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan perilaku (within people), tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perubahan tersebut tidak akan bertahan lama.

2.2. Promosi Kesehatan dan Perilaku

Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2 faktor utama yaitu faktor perilaku dan non perilaku (faktor sosial, ekonomi, politik dan sebagainya). Oleh sebab itu, upaya penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut. Upaya pemberantasan penyakit menular, penyediaan pelayanan kesehatan dan sebagainya adalah upaya intervensi terhadap faktor fisik (non perilaku). Sedangkan upaya intervensi terhadap

(34)

faktor perilaku menurut Notoatmodjo (2010) dapat dilakukan melalui 2 pendekatan, yakni :

a. Pendidikan (educational)

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarnnya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama karena perubahan melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama.

b. Paksaan atau tekanan (Coercion)

Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan meraka sendiri.

Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat, tetapi tidak akan langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka berperilaku seperti itu.

Berdasarkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dua pendekatan tersebut, maka pendekatan pendidikanlah paling cocok sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat, melalui faktor perilaku.

(35)

Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green (1980), perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni :

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi timbulnya perilaku dalam diri seorang individu atau masyarakat.

Faktor-faktor yang dimasukkan ke dalam kelompok faktor predisposisi diantaranya adalah pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial.

b. Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor pendukung perilaku adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan individu atau masyarakat. Faktor ini meliputi tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya.

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor yang memperkuat terjadinya suatu tindakan untuk berperilaku sehat diperlukan adalah perilaku petugas kesehatan dan dari tokoh masyarakat seperti lurah dan tokoh agama. Selain hal tersebut juga diperlukan ada tersedianya peraturan dan perundang-undangan yang memperkuat.

Berdasarkan 3 faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarahkan kepada 3 faktor tersebut.

(36)

2.3. Visi dan Misi Promosi Kesehatan

Visi promosi kesehatan (khususnya di Indonesia) tidak terlepas dari visi pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif secara sosial ekonomi. Oleh sebab itu, promosi kesehatan sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat di Indonesia harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan di Indonesia tersebut. Sehingga visi promosi kesehatan dapat dirumuskan sebagai masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).

Mewujudkan visi promosi kesehatan tersebut, maka diperlukan upaya-upaya.

Upaya-upaya untuk mewujudkan visi ini disebut sebagai misi promosi kesehatan.

Secara umum misi promosi kesehatan ini, seperti yang termuat dalam Ottawa Charter (1984) sekurang-kurangnya ada tiga hal yakni :

a. Advokat (Advocate)

Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan dari berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa program kesehatan yang dijalankan tersebut penting. Oleh sebab itu, perlu dukungan kebijakan atau keputusan dari para pejabat tersebut.

(37)

b. Menjembatani (Mediate)

Promosi kesehatan juga mempunyai misi sebagai mediator atau menjembatani antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain sebagai mitra. Dengan perkataan lain promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan.

Kemitraan sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor kesehatan mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu kompleks dan luas.

c. Memampukan (Enabling)

Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yakni masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik secara langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan hanya memberikan keterampilan-keterampilan kepada masyarakat agar mereka mandiri di bidang kesehatan.

2.4. Sasaran dan Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Maulana (2009) dalam bukunya “Promosi Kesehatan” menjelaskan sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci, dan jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Adapun sasaran dari adanya promosi kesehatan adalah individu/ keluarga, masyarakat, pemerintah/ lintas sektor/ politisi/ swasta dan petugas atau pelaksana program.

Sehubungan dengan hal itu, promosi kesehatan dihubungkan dengan beberapa tatanan, antara lain tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan institusi

(38)

kesehatan, tatanan tempat-tempat umum. Agar lebih spesifik menurut Maulana (2009, sasaran kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Sasaran primer, adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat paling besar dari perubahan perilaku tersebut.

b. Sasaran sekunder, adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder diharapkan mampu mendukung pesan-pesan yang disampaikan kepada sasaran primer.

c. Sasaran tersier, adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-pihak yang berpengaruh di berbagai tingkat (pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa/ kelurahan).

Selain membutuhkan sasaran yang jelas, maka promosi kesehatan juga harus mempunyai ruang lingkup. Sehingga semua berjalan dengan jelas. Berdasarkan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada tahun 1986, dalam bukunya maulana (2009) promosi kesehatan dikelompokkan menjadi lima area, yaitu:

a. Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan (health public policy)

Kegiatan ditujukan pada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang apa pun harus mempertimbangkan dampak kesehatan bagi masyarakat.

(39)

b. Mengembangkan jaring kemitraan dan lingkungan yang mendukung (create partnership and supportive environment)

Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini ditujukan kepada pemimpin organisasi masyarakat, serta pengelola tempat-tempat umum, dan diharapkan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik yang mendukung atau kondusif terhadap kesehatan masyarakat.

c. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service)

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi pelayanan diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek (melibatkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan) yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri.

Hal tersebut berarti pelayanan kesehatan lebih diarahkan pada pemberdayaan masyarakat.

d. Meningkatkan keterampilan individu (increase individual skills)

Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri atas kelompok, keluarga, dan individu. Kesehatan masyarakat terwujud apabila kesehatan kelompok, keluarga, dan individu terwujud. Oleh sebab itu, peningkatan keterampilan anggota masyarakat atau individu sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat memelihara serta meningkatkan kualitas kesehatannya.

(40)

e. Mamperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community action)

Derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara efektif, jika unsur-unsur yang terdapat di masyarakat tersebut bergerak bersama-sama. Memperkuat kegiatan masyarakat berarti memberikan bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan di masyarakat, sehingga lebih dapat berkembang.

Menurut Ewles dan Simnett (1994) dalam bukunya Maulana (2009), ada lima pendekatan promosi kesehatan, yaitu:

a. Pendekatan medik

Pendekatan ini mempunyai tujuan yaitu membebaskan dari penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan jantung. Pendekatan ini melihat intervensi kedokteran untuk mencegah atau meringankan kesakitan. Pendekatan ini memberikan arti penting terhadap tindakan pencegahan medik, dan merupakan tanggung jawab profesi kedokteran, membuat kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.

b. Pendekatan perubahan perilaku

Pendekatan ini bertujuan mengubah sikap dan perilaku individual masyarakat, sehingga mereka mengadopsi gaya hidup sehat. Pendekatan ini meyakinkan kita bahwa gaya hidup sehat merupakan hal penting bagi klien.

c. Pendekatan pendidikan

Pendekatan ini bertujuan memberikan informasi dan memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan atas dasar informasi yang ada.

(41)

d. Pendidikan berpusat pada klien

Tujuan dari pendekatan ini adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka.

e. Pendekatan perubahan sosial

Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan pada perilaku setiap individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada penempatan kesehatan dalam agenda politik diberbagai tingkat.

2.5. Strategi Promosi Kesehatan

Menurut Chandller (1996), strategi adalah penetapan dari tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ada tiga komponen dari defenisi Chandler yaitu adanya tujuan dan sasaran, adanya cara bertindak dan alokasi daya untuk mencapai tujuan itu (Salusu, 1996).

Kotten dalam Salusu (1996) mencoba menjelaskan mengenai tipe-tipe strategi. Tipe-tipe strategi yang ia kemukanan berikut ini sering dianggap sebagai suatu hirearki. Tipe-tipe strategi yang dimaksud adalah :

(42)

a. Strategi organisasi (corporate strategy)

Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif- inisiatif strategi yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan yaitu apa yang dilakukan untuk siapa.

b. Strategi program (program strategy)

Strategi ini lebih memberikan perhatian kepada implikasi-implikasi startagi dari program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila program tertentu diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.

c. Strategi pendukung sumber daya (resource support strategy)

Strategi ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber-sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya.

d. Strategi kelembagaan (institusional strategi)

Fokus dari strategi ini adalah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiataif strategi.

Kotten juga menambahkan bahwa terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam membagi strategi itu kedalam beberapa beberapa kategori, kita cukup diberi petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya satu. Disamping itu tiap-tiap strategi ini saling menopang sehingga merupakan suatu kesatuan kokoh yang mampu menjadikan organisasi sebagai lembaga yang kokoh pula, mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu. Setiap strategi yang telah dirumuskan

(43)

diharapkan dapat secepatnya diimplementasikan. Tidak hanya dapat diimplementasikan, akan tetapi juga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Strategi menurut Notoatmodjo (2010) adalah cara bagaimana mencapai atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut secara berhasil guna.

Berdasarkan rumusan WHO (1994) dan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:

2.5.1. Advokasi

Menurut Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik, melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Dengan kata lain advokasi adalah upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang dilakukan secara persuasif dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat (Notoatmodjo, 2010).

Sementara menurut Efendi dan Makhfudli (2009), advokasi yaitu pendekatan pimpinan dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Hasil yang diharapkan adalah kebijakan dan peraturan-peraturan yang mendukung untuk mempengaruhi terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat, serta adanya dukungan dana dan sumber daya lainnya. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain, pendekatan perorangan. Pendekatan tersebut seperti melalui lobi, dialog, negosiasi, debat, petisi, mobilisasi, seminar, dan lain-lain.

Advokasi menurut Depkes RI (2008) adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang merupakan

(44)

kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana dan lain-lain sejenis. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan (tidak tertulis) di bidangnya.

Tujuan dari adanya advokasi ada dua, yaitu umum dan khusus.

1. Tujuan umum: diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, keikut sertaan dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan usaha.

2. Tujuan Khusus:

a. Adanya pemahaman/ pengenalan/ kesadaran.

b. Adanya ketertarikan/ peminatan/ tidak penolakan.

c. Adanya kemauan/ kepedulian/ kesanggupan (untuk membantu/ menerima).

d. Adanya tindakan/ perbuatan/ kegiatan nyata (yang diperlukan).

e. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan).

Keluaran atau output advokasi dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yakni output dalam bentuk perangkat lunak dan output dalam bentuk perangkat keras (Notoatmodjo, 2010). Indikator output dalam bentuk perangkat lunak adalah peraturan-peraturan atau undang-undang sebagai bentuk kebijakan atau perwujudan dari komitmen politik terhadap program kesehatan, misalnya : undang-undang,

(45)

peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, peraturan daerah, surat keputusan gubernur, bupati, camat dan seterusnya.

Sedangkan indikator output dalam bentuk perangkat keras antara lain : a. Meningkatnya dana atau anggaran untuk pembangunan kesehatan.

b. Tersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan sebagainya.

c. Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasarana kesehatan misalnya air bersih, jamban keluarga atau jamban umum, tempat sampah dan sebagainya.

d. Dilengkapinya peralatan kesehatan seperti laboratorium peralatan pemeriksaan fisik dan lain sebagainya.

2.5.2. Bina Suasana (Social Suppport)

Menurut Effendi dan Makhfudli (2009), bina suasana yaitu penciptaan situasi yang kondusif untuk memberdayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat dapat tercipta dan berkembang jika lingkungan mendukung hal ini.

Dalam konteks ini lingkungan mencakup lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, dan politik.

Bina suasana menurut Depkes RI (2008) adalah upaya untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu atau anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimanapun dia berada (keluarga, dirumah, orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, majelis agama dan lain-lain bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.

(46)

Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana.

Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu (1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3) Pendekatan Masyarakat Umum, dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Bina suasana individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.

2. Bina suasana kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), kelompok keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi wanita, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang

(47)

telah peduli. Diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.

3. Bina suasana masyarakat umum, dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media-media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau

“penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan melalui: (1) Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerja sama lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita serta kelompok media massa; dan (2) Pengembangan penyelenggaraan penyuluhan, mengembangkan media dan sarana, mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal lain yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan.

2.5.3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Pemberdayaan adalah membantu individu untuk memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan

(48)

diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkunganya (Prijono, Pranarka, 1996).

Pemberdayaan masyarakat menurut Notoatmodjo (2009) adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung dengan tujuan utama yang ingin dicapai adalah agar terwujudnya kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri masyarakat. Bentuk dari pemberdayaan masyarakat antara lain: pelayanan kesehatan gratis, pemberian obat gratis, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk koperasi dan pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga.

Maulana (2009) membagi tujuan pemberdayaan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pemberdayaan masyarakat yaitu masyarakat mampu mengenali, memelihara, melindungi dan meningkatkan kualitas kesehatannya, termasuk jika sakit dapat memperoleh pelayanan kesehatan tanpa mengalami kesulitan dalam pembiayaannya. Tujuan khusus pemberdayaan masyarakat yaitu memahami dan menyadari pentingnya kesehatan, memiliki keterampilan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, memiliki kemudahan untuk menjaga kesehatan diri dan lingkunganya, berupaya bersama (bergotong-royong) menjaga dan meningkatkan kesehatan lingkungannya. Prinsip dari pemberdayaan masyarakat yaitu menumbuhkembangkan potensi masyarakat, menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan, mengembangkan

(49)

kegiatan kegotong-royongan di masyarakat, promosi pendidikan dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi setempat, upaya dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak, desentralisasi (sesuai dengan keadaan dan kebudayaan setempat).

Menurut Depkes RI (2008), pemberdayaan masyarakat adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge) dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Tujuan pemberdayaan masayarakat tersebut adalah menumbuhkan potensi masyarakat yang artinya segala potensi masyarakat perlu dioptimalkan untuk mendukung program kesehatan (Depkes RI, 2000).

Menurut Sumodingningrat (2004) pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status, mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.

Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui

(50)

tersebut adalah meliputi:

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mehantarkan pada kemandirian (Ambar, 2004).

Keluaran atau hasil yang diharapkan dalam pemberdayaan adalah (Depkes RI, 2000):

a. Tumbuh kembangnya berbagai upaya kesehatan bersumber daya masyarakat serta meningkatnya kemampuan dan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan.

b. Adanya upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat seperti Posyandu, dll.

c. Masyarakat menjadi peserta dana sehat/ JPKM.

2.6. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan

(51)

mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya (Notoatmodjo, 2007).

Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.

2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program- program pembangunan.

3. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

4. Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek/program agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.

5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri.

Gambar

Gambar 2.1. Landasan Teori Advokasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Implementasi Strategi

Referensi

Dokumen terkait

Probolinggo berasal dari pajak daerah dengan enam jenis sumber penerimaan, retribusi daerah dengan dua puluh enam jenis sumber penerimaan dan merupakan sumber PAD yang

Özellikle Avrupa’da ve Amerika’da son zamanlarda çok sıkça kullanılmaya başlanan Türkçe’de “içrek” sözcüğü ile karşılanan ezoterik sözcüğü içinde saklı

Berdasarkan RPS (Rencana Pembelajaran Semester) atau silabus semester genap 2015/2016, Kompetensi Dasar mata kuliah ini yaitu mampu memahami dialog singkat dalam

Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil

Kedua, Kualitas Layanan dari aspek kesederhanaan pelayanan sudah cukup baik ini dibuktikan melalui keterangan dari masyarakat yang mengatakan proses pelayanan administrasi

Alhamdulillahirabbil „alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi dan peran para pemangku kepentigan yaitu Instasi pemerintah, Swasta dan Masyrakat yang di kategorikan sebagai kelompok