• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran. Oleh: GRACE ELIZABETH ROMORANI SIGUMONRONG NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran. Oleh: GRACE ELIZABETH ROMORANI SIGUMONRONG NIM:"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

GRACE ELIZABETH ROMORANI SIGUMONRONG NIM: 140100208

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

SKRIPSI

Oleh:

GRACE ELIZABETH ROMORANI SIGUMONRONG NIM: 140100208

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah pada Perempuan Dewasa Usia Reproduktif di Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. dr. Tengku Kemala Intan M.Pd, M.Biomed selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

3. dr. Yunita Sari Pane, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini

4. dr. Sri Amelia, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Kedua orang tua yang penulis hormati dan sayangi John Ferry Habonaran Sigumonrong dan Rona Sinitta Sinaga yang telah banyak memberikan dorongan moral, doa, dan materil dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kedua saudara kandung yang penulis sayangi Ferliro Daniel Namalo Sigumonrong dan Stephanie Imani Sigumonrong yang telah memberikan dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman saya, Bella, Cynthia, Debby, Dina, Femmy, Grace Setia, Heppy, Kinia, Monica, Natalia, Yenny yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

(4)

9. Saudara, kerabat dan teman-teman angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, 23 November 2017 Hormat Saya,

Grace Elizabeth R Sigumonrong

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SINGKATAN ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK….. ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Untuk Masyarakat ... 4

1.5.2 Untuk Bidang Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Status Gizi ... 5

2.1.1 Definisi status gizi ... 5

2.1.2 Pengukuran status gizi ... 5

2.1.2.1 Indeks antropometri ... 5

2.1.2.2 Laboratorium ... 6

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi status gizi ... 6

2.1.3.1 Faktor langsung ... 7

2.1.3.2 Faktor tidak langsung ... 7

2.2 Indeks Massa Tubuh ... 8

2.2.1 Cara pengukuran indeks massa tubuh ... 8

2.2.2 Kategori indeks massa tubuh ... 8

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi indeks massa tubuh ... 9

2.2.4 Indeks massa tubuh berlebih ... 10

2.2.4.1 Mekanisme ... 10

2.2.4.2 Komplikasi ... 12

2.3 Gula Darah ... 13

2.3.1 Regulasi gula darah ... 13

2.3.2 Metabolisme gula darah ... 14

2.3.3 Pengukuran gula darah ... 17

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi gula darah ... 17

(6)

2.3.5 Kadar gula darah naik ... 17

2.3.5.1 Penyebab ... 17

2.3.5.2 Komplikasi ... 18

2.4 Hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah ... 18

2.5 Kerangka Teori ... 19

2.6 Kerangka Konsep ... 19

2.7 Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel ... 20

3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel ... 21

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4.1 Teknik ... 21

3.4.2 Metode ... 22

3.4.3 Alat ... 22

3.5 Definisi Operasional ... 23

3.6 Analisa Hasil ... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 25

5.2.1 Distribusi Jenis Kelamin Responden ... 25

5.2.2 Distribusi Usia Responden ... 25

5.2.3 Distribusi Indeks Massa Tubuh Responden ... 26

5.2.4 Distribusi Kadar Gula Darah Responden ... 26

5.3 Hasil Analisis Data ... 27

5.3.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah ... 27

5.3.2 Hubungan Usia dengan Indeks Massa Tubuh ... 29

5.3.3 Hubungan Usia dengan Kadar Gula Darah ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1 Kesimpulan ... 31

6.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(7)

DAFTAR SINGKATAN

ACP : Acyl Carrier Protein ATP : Adenosina trifosfat CO2 : Karbon dioksida

DXA : Dual energy X-ray Absorptiometry FAD : Flavin Adenin Dinukleotida

FADH2 : Flavin Adenin Dinukleotida Hidogren FIGLU : Formiminoglutamic acid

GCU : Glucose, Cholesterol, Uric Acid GTP : Guanosin Trifosfat

H+ : ion Hidrogen

H2O : Dihidrogen monoksida HbA1c : Hemoglobin A1c

HDL : High Densisty Lipoprotein IMT : Indeks Massa Tubuh Ko-A : Koenzim A

LDL : Low Densisty Lipoprotein Mg/dl : miligram per desiliter Mmol/mol : milimol per mol

NADH : Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen

O2 : Oksigen

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1 Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

T-PA : Tissue-Plasminogen Activator

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori indeks massa tubuh menurut WHO ... 8

Tabel 2.2 Kategori indeks massa tubuh menurut Depkes RI ... 9

Tabel 2.3 Kategori kadar gula darah menurut Diabetes.co.uk ... 17

Tabel 4.1 Jadwal penelitian ... 25

Tabel 4.2 Rencana anggaran dana penelitian ... 26

Tabel 5.1. Karakteristik Responden Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

Tabel 5.2. Karakteristik Responden Penelitian berdasarkan Usia ... 28

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 28

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah ... 29

Tabel 5.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah ... 29

Tabel 5.6 Distribusi Usia Responden terhadap Indeks Massa Tubuh... 31

Tabel 5.7 Distribusi Usia Responden terhadap Kadar Gula Darah ... 32

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus pertama sintesis asam lemak ... 13

Gambar 2. Regulasi gula darah oleh hormon insulin ... 14

Gambar 3. Metabolisme glukosa ... 18

Gambar 4. Kerangka teori penelitian ... 19

Gambar 5. Kerangka konsep penelitian ... 19

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Format Biodata Penulis

Lampiran B Halaman Pernyataan Orisinalitas Lampiran C Ethical Clearance

Lampiran D Surat Ijin Penelitian

Lampiran E Lembaran Penjelasan Kepada Subjek Penelitian Lampiran F Surat Pernyataan Persetujuan Subjek Penelitian Lampiran G Formulir Data Responden

Lampiran H Tabel Data Penelitian Lampiran I Dokumentasi Penelitian Lampiran J Data Induk Hasil Penelitian Lampiran K Data Hasil Penelitian

(11)

ABSTRAK

Pendahuluan: Indeks massa tubuh merupakan salah satu parameter status gizi yang sering dilakukan.

Status gizi tidak normal, berlebihan ataupun buruk, dapat menyebabkan peningkatan ataupun penurunan kadar gula darah. Melalui survey pendahuluan, ditemukan pada umumnya perempuan dewasa usia reproduktif di Desa Kota Galuh berkerja sebagai ibu rumah tangga dan memiliki gaya hidup yang kurang aktif. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada perempuan usia reproduktif di desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Metode: Penelitian analitik cross sectional ini dilakukan pada 117 perempuan dewasa usia reproduktif di Desa Kota Galuh, dengan metode wawancara dan pengamatan dari hasil pengukuran menggunakan alat-alat tertentu yang khusus dipersiapkan sebagai parameternya. Akan diperoleh data responden berdasarkan jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh dan kadar gula darah. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara usia dengan indeks massa tubuh, usia dengan kadar gula darah, serta indeks massa tubuh dengan kadar gula darah. Hasil: Analisis bivariat menggunakan metode chi-square menunjukkan hasil yang signifikan (P<0,05) pada semua hubungan yang diteliti, yaitu hubungan antara usia dengan indeks massa tubuh, usia dengan kadar gula darah, serta indeks massa tubuh dengan kadar gula darah. Kesimpulan: Indeks massa tubuh mempengaruhi kadar gula darah, dan usia mempengaruhi baik indeks massa tubuh serta kadar gula darah.

Kata Kunci: Indeks Massa Tubuh, Kadar Gula Darah, Perempuan Usia Reproduktif

(12)

ABSTRACT

Introduction: Body mass index is one of the most frequently used nutritional status parameter.

Abnormal nutritional status, either excessive or malnutrition, cause many complications which can lower body’s performance, among them are increased or decreased of blood glucose level. Through prior survey, it is found that in general, women adult at reproductive age in Desa Kota Galuh works as wives and have sedentary lifestyle. Objectives: The purpose of this research is to know the correlation between body mass index and blood glucose level on women adult at reproductive age in Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Methods: This cross sectional analytic research is been done on 117 adult women at reproductive age, with interview and observation from measurement using specific tools as the parameters. Samples’ data such as gender, age, body mass index, and blood glucose level will be documented. Bivariate analysis with chi square will be used to know if there’s relation between age and body mass index, age and blood glucose level, also body mass index and blood glucose level. Result: Bivariate analysis using chi square shows significant difference (P<0,05) to all researched relation, which are relation between age and body mass index, age and blood glucose level, also body mass index and blood glucose level. Conclusion:

Body mass index affects blood glucose level, and age affects both body mass index and blood glucose level.

Keyword: Body Mass Index, Blood Glucose Level, Reproductive Age Woman

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Gizi adalah komponen-komponen kimiawi tubuh yang berasal dari konsumsi makanan. Makhluk hidup, termasuk manusia, memerlukan gizi untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan yang normal, memberikan nutrisi terhadap sel dan jaringan tubuh, memenuhi energi aktivitas fisik dan metabolisme tubuh, serta untuk meregulasi proses-proses biologis tubuh. Sangat penting memperhatikan kandungan gizi yang terdapat dalam makanan agar kebutuhan tercukupi sehingga tidak terjadi manifestasi klinis ke arah yang patologis (Insel et al., 2016).

Terpenuhinya kebutuhan gizi seseorang ditinjau melalui status gizinya.

Status gizi diukur melalui berbagai tes, antara lain dengan mengukur indeks massa tubuh dan tes laboratorium seperti tes serum vitamin B-12 serta serum folat (Sauberlich,1999). Pengukuran indeks massa tubuh didasarkan dari tinggi tubuh serta berat badan, merupakan tes status gizi yang paling sering dilakukan. Dengan perhitungan tertentu dapat disimpulkan orang tersebut malnutrisi, gizi tercukupi, atau obesitas (Hellman and Sproston, 2008).

Sumber gizi terdapat dalam jenis makanan yang dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung tiga komponen utama yaitu karbohidrat, protein, dan lipid.

Komponen-komponen ini akan didegradasi menjadi glukosa yang merupakan bahan utama energi untuk sel tubuh (Alberts et al., 2002).

Terdapat 3 langkah utama perombakan komponen tersebut. Langkah pertama adalah pemecahan molekul makanan oleh enzim-enzim pencernaan baik di ekstrasel sistem pencernaan maupun di organel intraselnya. Pada langkah ini molekul polimer dipecah menjadi monomer, misalnya dari molekul polisakarida dipecah menjadi glukosa. Setelah dipecah, molekul monomer tersebut memasuki sitosol untuk dikatabolisme. Langkah kedua yaitu glikolisis, terjadi di sitosol dan awal mitokondria. Hasil akhir langkah 2 adalah asetil ko-A, beberapa ATP dan NADH. Kemudian diikuti langkah ketiga yang berlangsung di mitokondria sel.

Pada proses ini terjadi oksidasi sempurna asetil Ko-A menjadi molekul H2O dan CO2, serta sejumlah besar ATP dan NADH. ATP dan NADH dari proses katabolisme inilah yang dipakai sebagai energi sel (Alberts et al., 2002).

(14)

Apabila terjadi ketidakseimbangan antara asupan gizi dan energi yang dikeluarkan, maka tubuh akan melakukan kompensasi. Asupan gizi yang berlebihan disertai dengan kurangnya aktifitas akan memicu proses biosintesa asam lemak dan penyimpanan adiposa di jaringan lemak. Apabila hal tersebut berlanjut, akan terjadi penumpukan jaringan lemak yang berlebihan. Penumpukan ini menyebabkan indeks massa tubuh meningkat sehingga berat badan berlebih dan dapat berlanjut menjadi obesitas (Wiley, 2013).

Indeks massa tubuh yang berada di atas ambang normal dapat meningkatkan resiko peningkatan total kolesterol, trigliserida, dan kadar gula dalam darah (American Diabetes Association, 2017). Peningkatan total kolesterol dan trigliserida dikaitkan dengan konsumsi makanan mengandung lemak jenuh dan berkolesterol tinggi yang sebelumnya mendasari kelebihan berat badan itu sendiri (NIH Medline Plus, 2012). Akibat dari peningkatan tersebut, terjadi resistensi insulin sehingga hati mengeluarkan lebih banyak glukosa sebagai kompensasinya.

Hal tersebut yang menyebabkan kadar gula darah turut naik (Scheiner, 2010).

Kadar gula darah didefinisikan sebagai pengukuran glukosa di aliran pembuluh darah. Pankreas memegang peranan penting dalam mengatur keseimbangan kadar gula darah, mensekresi hormon yang memecah glikogen menjadi glukosa apabila kadar gula darah terlalu rendah, ataupun mensekresi insulin apabila kadar gula darah terlalu tinggi (Magyar and Higbee Clarkin, 2014).

Secara umum, kadar gula darah sewaktu memiliki nilai di bawah 200mg/dl dan dapat terjadi peningkatan yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya stress, demam, makan berlebihan, kurang berolahraga, dehidrasi, dan pemakaian steroid (National Health Services Choices, 2017).

Berdasarkan data Global Health Observatory dari World Health Organization, 3.4 juta kematian di dunia tahun 2004 disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi. Kadar gula darah yang tinggi menyebabkan komplikasi berupa gangguan jantung dan gangguan endokrin seperti diabetes (World Health Organization, 2017). Diabetes sering dikaitkan dengan kadar gula darah yang meningkat akibat dari resistensi insulin dan kelebihan berat badan. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa pasien diabetes yang melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badannya berhasil memperlambat proses dari resistensi insulin tersebut. 70%-80% pasien berhasil menurunkan kadar gula darah hanya dengan menurunkan berat badan dan menjaga asupan makanan, tidak perlu lagi dibantu oleh obat-obatan (Lemberg and Cohn, 1999).

Secara global, pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 422 juta (8,5%) penderita diabetes. Jumlah ini sangat meningkat dibandingkan dengan jumlah penderita pada tahun 1980 yaitu 108 juta (4,7%). Pada tahun 2012, diperkirakan

(15)

2,2 juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi, 1,5 juta diantaranya disebabkan oleh diabetes. Peningkatan lebih cepat terjadi di negeri berkembang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah (World Health Organization, 2017).

Pada tahun 2015, ditemukan 10 juta kasus diabetes di Indonesia dengan prevalensi pada orang dewasa 6,2% dan diduga ada sekitar 5000 kasus yang belum terdiagnosa (International Diabetes Federation, 2017). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), prevalensi diabetes pada umur di atas 15 tahun di Sumatera Utara sendiri mencapai 1,8% (Badan Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia, 2013).

Berdasarkan penelitian Justia yang dilakukan pada guru-guru SMP Negeri 3 Medan, ditemukan peningkatan kadar gula darah pada mereka yang mengalami obesitas. Hal ini menggambarkan adanya hubungan linier antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah. (Justia, 2011).

Desa Kota Galuh merupakan salah satu daerah di kecamatan Perbaungan, kabupaten Serdang Bedagai. Terdapat 4 dusun dengan total jumlah penduduk 4117 orang. Jumlah perempuan tercatat sebanyak 2064 orang pada tahun 2016 (Kantor Kelurahan Desa Kota Galuh, 2016).Masyarakatnya terutama perempuan berusia reproduktif antara 18-59 tahun, rata-rata tidak bekerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Hal tersebut meningkatkan resiko indeks massa tubuh di atas normal dilihat dari kurangnya aktifitas fisik.

Berdasarkan data prevalensi yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis tertarik mengetahui indeks massa tubuh perempuan dewasa usia reproduktif di Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dan hubungannya dengan kadar gula darah.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada perempuan dewasa usia reproduktif di Desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3 HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah dipaparkan, hipotesis penelitian ini adalah “Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada perempuan dewasa usia reproduktif.”

(16)

1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada perempuan dewasa usia reproduktif di desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Melihat gambaran indeks massa tubuh perempuan dewasa usia reproduktif di desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

b. Melihat gambaran kadar gula darah perempuan dewasa usia reproduktif di desa Kota Galuh, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

c. Menganalisis hubungan usia dengan kadar gula darah.

d. Menganalisis hubungan usia dengan indeks massa tubuh.

e. Menganalisis hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah.

1.5 MANFAAT PENELITIAN 1.5.1 Untuk Masyarakat

1. Memberikan informasi kesehatan mengenai hubungan status gizi dengan kadar gula darah.

2. Memberikan data pada puskesmas setempat

3. Sebagai bahan program penyuluhan kesehatan terutama dalam pencegahan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan obesitas dan kadar gula darah

1.5.2 Untuk Bidang Penelitian

a. Merupakan pengalaman meneliti bagi penulis, serta mengasah kemampuan menganalisa dengan logis dan sistematis dalam prosesnya.

b. Memberikan data referensi pada penelitian berikutnya.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STATUS GIZI 2.1.1 Definisi status gizi

Status gizi adalah gambaran keadaan tubuh yang berkaitan dengan asupan makanan individu atau grup populasi tertentu. Status gizi dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dipengaruhi oleh tubuh sendiri, seperti halnya usia dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal merupakan pengaruh dari lingkungan luar, misalnya jumlah asupan makanan, higienitas makanan, aktivitas fisik, dan keadaan sosial ekonomi. Status nutrisi seseorang bisa optimal, akan tetapi bisa juga kurang, berlebih, bahkan malnutrisi. Status nutrisi yang optimal merupakan kunci hidup sehat, sedangkan malnutrisi menyebabkan meningkatnya resiko infeksi dan status gizi berlebihan dapat berujung pada obesitas (Kirch, 2008).

2.1.2 Pengukuran status gizi

Status gizi dapat diukur melalui teknik-teknik tertentu. Melalui pengukuran, didapatkan hasil yang dapat diklasifikasikan menjadi berbagai standar yang sudah ditentukan secara internasional. Melalui pengklasifikasian tersebut, akan didapatkan interpretasi hasil status gizi seseorang. Pengukuran status gizi sendiri dapat dibedakan menjadi pengukuran antropometri dan pengukuran laboratorium (Karwowski, 2000).

2.1.2.1 Indeks antropometri

Antropometri berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti manusia, dan metron yang berarti pengukuran. Secara keseluruhan antropometri berarti pengukuran dari manusia, baik yang bersifat statis maupun dinamis. Antropometri statis berupa pengukuran bentuk dan komposisi tubuh. Sedangkan antropometri dinamis merupakan penilaian gerakan dan kekuatan tubuh (Karwowski, 2000).

Teknik antropometri ada berbagai macam. Di antaranya ada pengukuran berat badan, tinggi badan, tinggi badan saat duduk, indeks Cormic, indeks massa tubuh, luas pinggang (bitrochanteric breadth), luas siku (elbow breadth), lingkar lengan atas, ketebalan lipatan kulit trisep, ketebalan lipatan kulit subskapular, dan area otot lengan atas. Metode serta alat pengukuran berbeda-beda tergantung

(18)

dengan umur pasien, kondisi kesehatan pasien, dan teknik pengukuran antropometri yang akan dikerjakan (Karwowski, 2000).

2.1.2.2 Laboratorium

Status gizi dapat dinilai melalui bermacam-macam proses metabolisme yang merupakan dasar dari pemeriksaan laboratorium. Melalui pemeriksaan laboratorium dapat menyediakan informasi komponen gizi spesifik serta batas kondisi gizi yang mendasari gejala-gejala patologis yang ada pada saat diperiksa.

Beberapa tes biokimia yang berguna untuk penilaian status gizi seseorang di antara lain: (Sauberlich, 1999)

1. Pengukuran gizi statis dari sampel darah, plasma, urin, leukosit seperti iodin, vitamin c, vitamin B-6, folat, dan riboflavin.

2. Pengukuran metabolit gizi di urin dan darah seperti asam 4-piridoksat, 4-pyridone.

3. Tes fungsional seperti tes enzim eritrosit: transaminase, transketolase, reduktase glutation.

4. Metabolit abnormal seperti homosistein, metimalonat, FIGLU.

5. Hasil asupan gizi seperti albumin dan hemoglobin.

6. Tes jumlah dan kejenuhan dari transferrin, tiamin, dan vitamin C.

Beberapa ahli mempunyai pendapat bahwa gejala-gejala samar seperti iritabilitas, insomnia, letargi, dan kesulitan berkonsentrasi merupakan cerminan kondisi fisiologis yang berkaitan dengan status gizi. Melalui pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan kondisi status gizi yang kurang baik sejak awal, sehingga tidak perlu menunggu ada manifestasi klinis yang lebih nyata selain beberapa gejala samar yang disebutkan sebelumnya (Sauberlich, 1999).

Pemeriksaan laboratorium dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Beberapa faktor internal di antaranya umur, jenis kelamin, menyusui, hamil, inflamasi, infeksi, dan trauma. Sedangkan faktor eksternal misalnya laboratorium yang digunakan, kelengkapan dan kondisi alat, serta keterampilan pemeriksa.

Oleh sebab itu dianjurkan untuk tidak membandingkan hasil laboratorium apabila ditemukan perbedaan dari faktor-faktor tersebut karena dapat menimbulkan kerancuan (Litchford, 2011).

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi status gizi

Status gizi dapat berubah secara dinamis tergantung dari faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung berhubungan dengan jumlah, jenis, higienitas dari asupan makanan. Faktor tidak langsung berhubungan dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi (Supariasa, 2012).

(19)

2.1.3.1 Faktor langsung

Faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung di antaranya adalah (Supariasa, 2012):

a. Konsumsi makanan

Porsi makan memegang peranan dalam status gizi. Porsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang memadai akan menyebabkan kenaikan berat badan. Sebaliknya, porsi makan yang kurang dengan aktivitas yang banyak akan menyebabkan penurunan berat badan.

b. Infeksi

Apabila asupan makanan kurang dan tidak dapat memenuhi kebutuhan aktivitas, orang tersebut akan lebih rentan terkena infeksi. Infeksi dapat menyebabkan perburukan gizi yang lebih lagi.

2.1.3.2 Faktor tidak langsung

Selain faktor langsung, terdapat faktor tidak langsung. Di antaranya (Supariasa, 2012):

a. Pendapatan

Faktor kedua yang memiliki peran dalam status gizi seseorang adalah pendapatannya. Pendapatan yang mencukupi berdampak pada kemampuan untuk membeli makanan yang lebih baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan gizi.

Seseorang yang memiliki pendidikan yang baik cenderung memiliki pengetahuan gizi yang memadai.

c. Sanitasi lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk mempengaruhi sanitasi makanan yang menyebabkan berbagai resiko infeksi. Infeksi yang sering dialami akibat sanitasi makanan yang buruk di antaranya infeksi saluran nafas dan diare.

d. Pengetahuan gizi

Pengetahuan akan pentingnya asupan gizi akan mempengaruhi sikap dan rasa peduli orang tersebut untuk mewujudkan kesehatan jasmani dan rohani.

(20)

2.2 INDEKS MASSA TUBUH

Tinggi dan berat badan merupakan pengukuran antropometrik yang sangat berguna karena kedua hal tersebut dapat menggambarkan ukuran tubuh secara keseluruhan. Hubungan antara tinggi dan berat badan, disebut indeks massa tubuh, digunakan untuk menilai status gizi dan gambaran komposisi lemak tubuh secara umum. Standar indeks massa tubuh beragam sesuai dengan usia pada perjalanan pertumbuhan seseorang (Depkes RI, 2011).

Indeks massa tubuh merupakan parameter gambaran komposisi lemak tubuh yang paling banyak digunakan belakangan ini karena pengukurannya yang praktis dan korelasinya cenderung sesuai. Parameter lain seperti pengukuran berat dalam air (underwater weighing) dan dual energy-x-ray absorptiometry (DXA) menggambarkan komposisi lemak dengan akurat, namun tidak sesuai dipakai dalam praktik klinis sehari-hari dikarenakan memerlukan harga yang mahal, peralatan yang kompleks, serta teknik yang kurang praktis (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2017).

2.2.1 Cara pengukuran indeks massa tubuh

Dalam menghitung indeks massa tubuh seseorang, harus dicari terlebih dahulu berat dan tinggi badan orang tersebut. Setelah dilakukan pengukuran, hitung indeks massa tubuh dengan menggunakan rumus (Hellman and Sproston, 2008):

𝐼 𝑇 = 𝑟 𝑡 𝑘𝑔

𝑡𝑖 𝑔𝑔𝑖 × 𝑡𝑖 𝑔𝑔𝑖 2.2.2 Kategori indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh yang sudah terlebih dahulu dihitung dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2017). Melalui pengelompokkan indeks massa tubuh kepada kategori-kategori berikut dapat diinterpretasikan status gizi dan gambaran komposisi lemak secara kasar dan cepat.

Tabel 2.1 Kategori indeks massa tubuh menurut WHO

Kategori Nilai indeks massa tubuh

Berat badan kurang (underweight) <18,5 Berat badan normal (normal weight) 18,5-24,9 Berat badan berlebih (overweight) 25-29,9

Obesitas ≥30

(21)

Adapun indeks massa tubuh khusus orang Indonesia sudah dikategorikan berdasarkan pengalaman klinis serta penelitian dari beberapa Negara berkembang yang dipublikasikan oleh Depkes RI dalam pedoman status gizi dewasa. Ambang indeks massa tubuh dikategorikan sebagai berikut (Depkes RI, 2011),

Tabel 2.2 Kategori indeks massa tubuh menurut Depkes

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4

Normal 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi indeks massa tubuh

Indeks massa tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu di antaranya (Salam, 2010):

a. Aktivitas fisik

Segala macam aktivitas membutuhkan energi yang diperoleh dari asupan makanan. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan aktivitas yang dikerjakan, akan terjadi mekanisme respons tubuh yaitu menyimpan ataupun mendegradasi asam lemak. Semakin berkembangnya jaman, teknologi yang diciptakan menambah kecenderungan gaya hidup kurang aktif bergerak. Misalnya saja, kebanyakan memainkan gadget daripada melakukan olahraga dan mengendarai mobil daripada memakai sepeda.

b. Asupan kalori dan lemak

Perubahan dalam pola diet dapat mengubah indeks massa tubuh seseorang.

Terlalu banyak memakan makanan yang mengandung lemak jenuh seperti junk food akan menyebabkan penimbunan lemak. Sedangkan pola makan yang tidak teratur dan jumlah makanan yang tidak adekuat menyebabkan turunnya berat badan.

c. Lingkungan

Obesitas dan berat badan berlebih lebih banyak ditemukan di kelompok dengan keadaan sosial-ekonomi yang rendah. Sosial-ekonomi mempengaruhi gaya hidup dan pengetahuan akan gizi sehat.

(22)

d. Genetik

Ada hubungan yang kuat antara genetik dengan obesitas dan distibusi jaringn lemak. Kecenderungan kurang beraktivitas yang merupakan faktor obesitas juga dapat merupakan turunan dari keluarga. Penelitian pada anak yang diadopsi menggambarkan indeks massa tubuh yang lebih mirip dengan orang tua biologis di kemudian hari dibandingkan dengan indeks massa tubuh orang tua yang mengadopsi mereka.

e. Psikologis

Keadaan stres dapat memicu perilaku makan dengan porsi yang lebih banyak dan tidak dapat dikontrol untuk beberapa saat. Perilaku makan seperti ini dikenal dengan binge eating. Kondisi lain seperti tidak percaya diri akan tubuhnya sendiri dapat memicu anoreksia dan bulimia.

f. Endokrin

Hormon dengan jumlah abnormal dapat mempengaruhi indeks massa tubuh. Misalnya, kelebihan hormon kortikosteroid, hipotiroid, malfungsi hipotalamik, penyakit hipofisis, dan polikistik ovarium.

g. Umur

Kejadian obesitas meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Obesitas hipetrofi (membesarnya sel adiposa, biasa pada dewasa) dan obesitas hiperplasia (meningkatnya jumlah sel adiposa, biasa pada anak-anak dan remaja) diduga memiliki keterkaitan.

h. Obat-obatan

Efek samping dari obat-obat seperti kortikosteroid, insulin, sulfonil urea, dan litium dapat mempengaruhi kerja tubuh serta nafsu makan.

2.2.4 Indeks massa tubuh berlebih

Indeks massa tubuh berlebih pada kehidupan sehari-hari lebih sering disebut kelebihan berat badan (overweight). Kelebihan berat badan merujuk pada peningkatan berat badan yang berada di atas standar indeks massa tubuh yang ideal. Indeks massa tubuh antara 25-29,9 dianggap berlebih sedangkan di atas 29,9 sudah dianggap obesitas (Mawi, 2004).

2.2.4.1 Mekanisme

Asupan makanan dengan porsi berlebih dan tidak seimbang dengan jumlah kalori yang dikeluarkan melalui aktivitas fisik menyebabkan berlangsungnya proses biosintesa asam lemak atau lipogenesis dan penyimpanan adiposa di jaringan lemak (Wiley, 2013). Lipogenesis mengubah glukosa yang berlebihan dan intermediat lain seperti piruvat, laktat, dan asetil KoA menjadi lemak (Vance, 2002). Proses ini berlangsung di sitosol sel, terdiri dari pengulangan berbagai

(23)

reaksi seperti kondensasi, reduksi, dehidrasi, dan reduksi kembali (Berg et al., 2002).

Dalam reaksi kondensasi, asetoasetil ACP terbentuk dari asetil ACP dan malonil ACP, serta CO2 dilepaskan. ATP memicu reaksi ini walaupun ia tidak terlibat secara langsung dalam prosesnya. ATP digunakan untuk proses karboksilasi asetil KoA menjadi malonil KoA. Energi bebas dalam malonil KoA dilepaskan dalam reaksi dekarboksilasi bersamaan dengan pembentukan asetoasetil ACP. Semua rantai karbon asam lemak yang mempunyai jumlah atom karbon yang ganjil berasal dari asetil KoA (Berg et al., 2002).

Tiga langkah selanjutnya dalam sintesa asam lemak mereduksi grup keto di C-3 menjadi grup metilen. Pertama, asetoasetil ACP direduksi menjadi D-3- hidroksibutiril ACP dengan NADPH sebagai agen pereduksi. Setelah itu masuk ke reaksi dehidrasi menghasilkan crotonyl ACP dan melepas molekul H2O.

Crotonyl ACP kemudian direduksi menjadi butiril ACP yang dikatalisir oleh enzim enoyl ACP reductase. Apabila reaksi ini sudah selesai, maka siklus pemanjangan pertama sudah terpenuhi (Berg et al., 2002).

Pada fase kedua dari sintesa asam lemak, butiril ACP melebur dengan malonil ACP untuk membentuk C6-β-ketoasil ACP. Reduksi, dehidrasi, dan reduksi selanjutnya akan mengubah C6-β-ketoasil ACP menjadi C6-asil ACP yang akan diproses lanjut dalam siklus elongasi yang ketiga. Senyawa ini akan dihidrolisis menjadi palmitat dan ACP dengan bantuan enzim tioesterase. Enzim tioesterase berperan untuk menentukan panjang rantai dari asam lemak (Berg et al., 2002).

(24)

Gambar 1. Siklus pertama sintesis asam lemak (Berg et al., 2002).

2.2.4.2 Komplikasi

Indeks massa tubuh yang melebihi batas normal akan menyebabkan berbagai macam komplikasi. IMT berlebih diyakini menyebabkan resiko diabetes mellitus meningkat beberapa kali lipat. Selain itu, IMT berlebih dikaitkan dengan hipertensi, dimana wanita yang obesitas ditemukan memiliki resiko hipertensi 3-6 kali disbanding dengan wanita dengan IMT normal. Penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung coroner juga sering dikaitkan dengan kelebihan IMT.

Kualitas hidup juga dapat berkurang dengan munculnya penyakit stroke, artritis, batu empedu, sulit bernafas, masalah kulit, infertilitas, masalah psikologis, mangkir kerja, dan pemanfaatan sarana kesehatan sebagai bagian dari komplikasinya. (Salam, 2010).

(25)

2.3 GULA DARAH

Gula darah merupakan keberadaan glukosa di dalam pembuluh darah seseorang (World Health Organization, 2017).Sel tubuh membutuhkan pasokan energi untuk menjalankan fungsi biologis demi kelangsungan hidupnya. Energi tersebut diambil dari energi ikatan-ikatan kimia salah satunya adalah gula darah (Alberts et al., 2002).

2.3.1 Regulasi gula darah

Untuk menjaga keseimbangan homeostasis, tubuh secara alami mengontrol kadar gula darah, yaitu sebuah proses yang sering disebut dengan regulasi gula darah. Pankreas bertugas mensekresi hormon yang mengubah glikogen menjadi glukosa saat gula darah terlalu rendah, atau mensekresi insulin saat gula darah terlalu tinggi.Di dalam darah, insulin meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa sehingga lebih banyak glukosa dapat memasuki sel. Insulin dalam hati dan otot akan mengaktifkan enzim yang mengkatalisis proses penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Selain itu insulin juga membantu meniadakan sumber lain glukosa seperti asam lemak dan asam amino dari dalam

darah (Magyar and Higbee Clarkin, 2014).

Gambar 2. Regulasi gula darah oleh hormon insulin. 1. Insulin mengurangi produksi prekursor glukoneogenik seperti gliserol, alanine, dan laktat, 2. Mengurangi aktivitas enzim glukoneogenik di hati, 3. Meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa di hati. Proses tersebut akan memberikan

dampak pada 4. Penurunan produksi glukosa di hati. 5. Insulin meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel yang difasilitasi oleh insulin sensitive glucose transporter (GLUT4) dan 6.

Mengurangi kompetisi oksidasi glukosa yang melibatkan 7. Inhibisi pelepasan NEFA dari jaringan adipose dan 8. Pengurangan ketogenesis di hati. 9. Insulin memfasilitasi penyimpanan glukosa

sebagai glikogen (Marshal et al., 2014).

(26)

Sedangkan saat kadar gula darah terlalu rendah, pankreas akan berhenti mengekskresikan insulin dan mulai memproduksi glukagon. Glukagon akan merangsang perombakan glikogen di hati kembali menjadi glukosa. Apabila glukosa dari perombakan glikogen belum cukup, akan terjadi perombakan asam lemak, gliserol, dan asam amino yang diaktifkan hormon lain. Pada saat melakukan olahraga berat yang memerlukan banyak glukosa sebagai energi, hormon adrenalin berperan dalam perombakan glikogen menjadi glukosa (Wright, 2000).

Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah pada penderita non-diabetes salah satunya adalah nutrisi. Kualitas dari makanan dan minuman, frekuensi makan, dan jumlah aktivitas fisik mempunyai efek yang signifikan (Magyar and Higbee Clarkin, 2014).

2.3.2 Metabolisme gula darah

Protein, lemak, dan polisakarida yang meupakan komposisi dalam makanan harus dipecah menjadi molekul yang lebih kecil agar sel dapat menggunakannya sebagai sumber energi ataupun sebagai sumber pembentukan molekul-molekul lainnya. Terdapat 4 tahap dalam metabolisme glukosa dalam perombakannya menjadi sumber energi bagi sel (Alberts et al., 2002).

Tahap pertama dalam perombakan molekul makanan dengan enzim adalah tahap pencernaan, yang terjadi baik di ekstrasel usus ataupun di organel khusus intrasel yaitu lisosom. Molekul polimer makanan dalam makanan akan dirombak menjadi subunit monomernya dibantuk oleh enzim. Protein menjadi asam amino, polisakarida menjadi glukosa, serta lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

Setelah dicerna, molekul tersebut masuk ke dalam sitosol sel, dimana proses oksidasi dimulai (Alberts et al., 2002).

Tahap kedua dalam perombakan molekul makanan adalah degradasi glukosa yang diketahui sebagai proses glikolisis yang berasal dari bahasa Yunani glukus berarti manis dan lusis berarti ruptur. Glikolisis memproduksi ATP tanpa keikutsertaan molekul oksigen. Proses ini terjadi di sitosol. Glukosa difosforilasi dengan ATP dengan enzim hexokinase untuk membentuk glukosa-6-fosfatase dengan ADP dan ion hidrogen. Muatan negative dari fosfat menutup jalan glukosa-6-fosfatase ke membran plasma sehingga glukosa tetap berada di dalam sel. Glukosa-6-fosfatase mengalami isomerasi menjadi fruktosa-6-fosfatase dengan bantuan enzim fosfoglukosa isomerase kemudian difosfolarisasi kembali menjadi fruktosa-1,6-bifosfat dengan bantuan enzim fosfofruktokinase. Pada proses ini dihasilkan ADP dengan ion hidrogen. Fruktosa-1,6-bifosfat yang memiliki 2 fosfat kemudian dipecah menjadi 2 dengan bantuan enzim aldolase

(27)

menjadi 2 molekul masing-masing dengan 3 rantai karbon dan 1 molekul fosfat yaitu dihidroksiaseton serta gliseraldehida 3-fosfat. Gliseraldehida 3-fosfat dapat langsung diproses sedangkan dihidroksiaseton fosfat harus diisomerasi terlebih dahulu menjadi gliseraldehida 3-fosfat dengan bantuan enzim triose fosfat isomerase. Kedua gliseraldehida 3-fosfat akan dioksidasi menjadi 1,3 bifosfogliserat dengan bantuan enzim gliseraldehida-3-fosfatase dehydrogenase dan menghasilkan NADPH pertama dalam proses glikolisis ini. Penambahan ADP pada molekul 1,3 bifosfogliserat akan menghasilkan 3-fosfogliserat dan ATP dengan bantuan enzim fosfogliserat kinase. Ikatan fosfat ester di 3-fosfogliserat yang berenergi hidrolisis rendah kemudian dipindahkan dari karbon 3 ke karbon 2 menjadi 2-fosfogliserat dengan bantuan enzim fosfogliserat mutase. Molekul air dipindahkan dari 2-fosfogliserat dengan bantuan enzim enolase menghasilkan fosfoenolpiruvat dan kemudian ditambah dengan ADP dan ion hidrogen dengan bantuan enzim piruvat kinase menjadi piruvat dan ATP (McArdle et al., 2006).

Walaupun tidak ada keterlibatan oksigen dalam proses glikolisis, oksidasi tetap berlangsung dengan elektron yang dipindahkan dari rantai karbon oleh NAD+. Dua molekul NADH dibentuk tiap 1 molekul glukosa dalam glikolisis dan piruvat yang terbentuk akan masuk ke dalam mitokondria untuk diproses lebih lanjut. Pada kondisi anaerobik, piruvat dan elektron NADH tetap berada dalam sitosol. Piruvat akan dikonversi menjadi zat produk tertentu seperti laktat. Dalam prosesnya, NADH memberikan elektronnya dan berubah kembali menjadi NAD+. Regenerasi NAD+ ini diperlukan untuk menjaga reaksi glikolisis (McArdle et al., 2006).

Pada tahap 3 diperlukan banyak molekul oksigen. Piruvat akan didekarboksilasi oleh 3 enzim di sel eukariotik mitokondria yang dinamakan kompleks dehydrogenase piruvat. Produknya adalah 1 molekul CO2, 1 molekul NADH, dan asetil KoA. Pada asetil KoA, 1 proton dipindah dan molekul tersebut menjadi bermuatan negatif, membentuk ikatan dengan rantai karbon dari molekul oksaloasetat menjadi S-sitril-koA intermediat dengan bantuan enzim sitrat sintase.

Setelah itu molekul H2O ditambahkan dan terbentuk sitrat. Sitrat akan diisomerasi dengan cara pengeluaran dan pemasukan kembali molekul H2O menjadi isositrat dengan bantuan enzim akonitase. Dari pengolahan isositrat dengan bantuan enzim isositrat dehydrogenase akan terbentuk senyawa oksalosuksinat intermediat dan NADH dan ion hidrogen. Senyawa yang baru terbentuk ini tidak stabil dan akan kehilangan CO2 membentuk α-ketoglutarat. Kompleks α-ketoglutarat dehydrogenase menyerupai kompleks enzim yang mengubah piruvat menjadi asetil KoA. Kompleks tersebut mengkatalisir oksidasi α-ketoglutarat menghasilkan NADH, CO2, dan ikatan tioester berenergi tinggi yang berikatan dengan koenzim A membentuk suksinil-KoA. Molekul fosfat dari cairan

(28)

menggantikan gugus KoA, menghasilkan suksinat dan GTP dengan bantuan enzim suksinil-KoA sintetase. Kemudian 2 atom hidrogen dari suksinat dilepas dan disumbangkan ke FAD menjadi FADH2 dan senyawa fumarat. Fumarat ditambah dengan molekul H2O dan terbentuklah senyawa malat yang kemudian akan dioksidasi menjadi oksaloasetat dengan bantuan enzim malat dehidrogenase (Starr et al., 2011).

Pada tahap terakhir, pembawa elektron yaitu NADH dan FADH2 memindahkan elektron yang didapat saat mengoksidasi molekul lainnya ke rantai transport elektron di membran dalam mitokondria. Energi yang dilepaskan elektron dalam proses ini digunakan untuk memompa proton sepanjang membran, mulai dari dalam sampai luar mitokondria. Munculah perbedaan gradien ion H+ yang akan menjadi sumber energi bagi sel. Elektron-elektron tersebut pada akhirnya akan disumbangkan ke molekul O2 yang difusi ke dalam mitokondria dan secara bertahap bergabung dengan ion H+ di sekitarnya membentuk molekul H2O. Setelah itu elektron tersebut akan mencapat titik energi terendahnya. Proses ini dinamakan fosforilasi oksidatif. Secara total, oksidasi sempurna dari 1 molekul glukosa menghasilkan 30 ATP, 2 ATP di dalamnya merupakan hasil dari proses glikolisis sendiri (Starr et al., 2011).

Gambar 3. Metabolisme gula darah (Alberts et al., 2002).

(29)

2.3.3 Pengukuran gula darah

Kadar gula darah plasma atau serum normal pada orang dewasa rata-rata berkisar antara 80 sampai 100 mg/dL. Sedangkan di cairan serebrospinal, kadar gula 60-70% dari kadar gula darah, berkisar antara 40-70 mg/dL. Setelah spesimen darah dikumpulkan untuk pemeriksaan glukosa dan dibiarkan dalam suhu ruangan sampai gumpalan terbentuk, enzim glikolisis dari sel darah akan menurunkan kadar gula dalam spesimen tersebut sekitar 7% dalam waktu sejam (Bishop et al., 1985).

Tabel 2.3 Kategori kadar gula darah menurut diabetes.co.uk

Plasma glucose test Normal Prediabetes Diabetes

Random Below 200 mg/dl N/A 200 mg/dl or more

Fasting Below 108 mg/dl 108 to 125 mg/dl 126 mg/dl or more 2 hours post-prandial Below 140 mg/dl 140 to 199 mg/dl 200 mg/dl or more

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi gula darah

Kadar gula darah sewaktu ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang memasuki dan meninggalkan aliran darah. Faktor yang secara garis besar mempengaruhinya adalah asupan makanan, kecepatan glukosa masuk ke dalam sel otot, jaringan lemak, dan organ lainnya, serta aktivitas hati dalam meregulasi kadar gula darah. Lima persen dari glukosa yang didapat dari makanan yang dikonsumsi disimpan menjadi glikogen di hati dan 30-40% diubah menjadi lemak. Sisanya dimetabolisme dalam otot dan jaringan lain. Selain itu, ada penurunan kadar gula darah sekitar 65 mg/dL pada laki-laki dan sekitar 40mg/dL pada wanita premenopause (Ganong, 1981).

2.3.5 Kadar gula darah naik

Kondisi kadar gula darah di atas kadar gula darah yang normal (saat puasa di bawah 126 mg/dL dan 2 jam setelah makan 200 mg/dL atau di bawah 48mmol/mol dan 6,5% pada tes HbA1c) sering disebut dengan hiperglikemia.

Apabila hiperglikemia sudah tidak terkontrol (>200 mg/dL), ada kemungkinan timbulnya manifestasi klinis berupa rasa haus, mulut kering, keinginan untuk buang air kemih lebih sering, lelah, pandangan kabur, berat badan turun, infeksi berulang (National Health Services Choices, 2017).

2.3.5.1 Penyebab

Pada umumnya penyebab hiperglikemia adalah hilangnya fungsi sel penghasil insulin di pankreas atau apabila tubuh menjadi resisten terhadap insulin

(30)

itu sendiri. Penyebab yang lain adalah mengkonsumsi makanan dengan kadar glukosa dalam jumlah berlebihan, stres secara mental seperti ansietas, gangguan fisik seperti adanya infeksi, luka atau habis mengalami operasi (The Global Diabetes Community).

2.3.5.2 Komplikasi

Hiperglikemia dapat menyebabkan komplikasi yang membahayakan.

Komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang. Termasuk dalam komplikasi jangka pendek adalah ketoasidosis dan sindroma hiperosmolar. Ketoasidosis mungkin terjadi apabila kadar gula darah meningkat di atas 270 mg/dL dan ditandai dengan gejala seperti muntah, dehidrasi, nafas berbau seperti buah, hiperventilasi, takikardi, kebingungan, bahkan koma. Selanjutnya apabila kadar gula darah terus meningkat sampai mencapai 600 mg/dL, akan muncul sindroma hiperosmolar dengan gejala seperti mulut kering, rasa haus yang ekstrim, kulit hangat tanpa adanya keringat, demam, bingung atau mengantuk, pandangan kabur, halusinasi, mual, dan kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Sedangkan hiperglikemia dalam jangka panjang meningkatkan resiko kerusakan organ seperti glaukoma, retinopati, katarak, neuropati, kerusakan jantung, stroke, gingivitis, nefropati, diare, bahkan koma (The Global Diabetes Community).

2.4 HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR GULA DARAH Pada penelitian Vittal BG, ditemukan ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah dengan koefisien korelasi Pearson r= +0,26 (Vittal et al., 2010).

Mekanisme indeks massa tubuh menyebabkan resistensi insulin masih belum pasti diketahui. Namun ada teori yang menyatakan bahwa indeks massa tubuh berlebih menyebabkan resistensi perifer pada uptake glukosa yang diperantarai insulin dan menurunkan sensitivitas sel beta pankreas pada glukosa (Vittal et al., 2010).

Pemberian resistin, hormon dari sel jaringan adiposa, menurunkan sementara netralisasi resistin meningkatkan uptake glukosa yang dibantu insulin ke jaringan adiposa. Oleh karena itu resistin diperkirakan sebagai hormon yang menghubungkan indeks massa tubuh berlebih dengan peningkatan kadar gula darah. Leptin diproduksi oleh jaringan adiposa dan disekresi sesuai dengan proporsi massa adiposa. Hormon tersebut memberiksan sinyal kuantitas lemak yang disimpan ke hipotalamus (Vittal et al., 2010). Beberapa penelitian menunjukkan leptin berhubungan dengan obesitas dan resistensi insulin

(31)

(Niswender and Magnuson, 2007). Defisit adiponektin memainkan peran dalam perkembangan resistensi insulin (Kadowaki et al., 2006).

2.5 KERANGKA TEORI

Menurut teori, faktor-faktor resiko seperti aktivitas fisik, asupan makanan, lingkungan, genetik, psikologis, endokrin, umur, obat-obatan dapat menyebabkan perubahan indeks massa tubuh. Peningkatan indeks massa tubuh sebagai parameter status gizi dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah

Gambar 4. Kerangka teori penelitian

2.6 KERANGKA KONSEP

Faktor independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel yang lain. Pada penelitian ini, faktor independen adalah indeks massa tubuh. Sedangkan faktor dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Faktor dependen pada penelitian ini adalah kadar gula darah.

Gambar 5. Kerangka konsep penelitian

Kadar gula darah Kadar gula

darah Aktivitas fisik

Asupan makanan Lingkungan Genetik Psikologis Endokrin Umur Obat-obatan

Indeks massa tubuh sebagai parameter status gizi

Indeks massa tubuh

Menyebabkan perubahan

Menyebabkan peningkatan

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik dengan menggunakan alat ukur berupa timbangan, pita ukur dan alat GCU test untuk melihat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan potong lintang (cross sectional) dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada saat yang sama (point time approach).

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Desa Kota Galuh Kelurahan Perbaungan Kecamatan Serdang Bedagai pada bulan Juli 2017.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian adalah perempuan dewasa usia reproduktif di Desa Kota Galuh Kelurahan Perbaungan Kecamatan Serdang Bedagai dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1. Jenis kelamin perempuan 2. Usia 18-59 tahun

3. Memiliki Kartu Tanda Pengenal (KTP) 4. Penduduk Desa Kota Galuh

5. Bekerja sebagai ibu rumah tangga

6. Memahami informed consent dan bersedia untuk ikut dalam penelitian

b. Kriteria eksklusi:

1. Memiliki penyakit kronis (hipertensi, diabetes) 2. Memiliki gangguan hemostasis

3. Mengkonsumsi obat diabetes 4. Indeks massa tubuh <18,5 kg/m2 5. Tidak bersedia ikut dalam penelitian

(33)

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang diambil datanya untuk diolah menjadi hasil penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa usia reproduktif yang merupakan bagian dari populasi. Untuk menentukan ukuran besarnya sampel yang mewakili populasi maka peneliti menggunakan perhitungan sampel minimal sebagai berikut (Dalawa, 2013):

= + 2

Keterangan:

N= besar populasi diambil dari data rekapitulasi jumlah penduduk (Kantor Kelurahan Desa Kota Galuh, 2016).

n= besar sampel d= tingkat kesalahan

Maka perhitungannya apabila:

N= 2064 d= 0,1= 10%

= 64

+ 64 , 2

= 95,38 dibulatkan menjadi minimal 96 orang

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA 3.4.1 Teknik

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu wanita Desa Kota Galuh berusia 18-59 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi yang sudah ditetapkan peneliti sebelumnya.

(34)

3.4.2 Metode

Pengumpulan data karakteristik responden dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara atau interview dan pengamatan kartu identitas, dimana peneliti mendapatkan informasi dalam bentuk lisan serta berhadapan muka dengan responden (face to face). Pada pelaksanaannya, peneliti akan menanyakan pertanyaan yang sebelumnya sudah dipersiapkan pada tabel data.

Teknik ini secara khusus disebut wawancara terpimpin atau structured interview (Notoatmodjo, 2012). Pencatatan akan dilakukan secara langsung setelah responden memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.

Sedangkan pengumpulan data berat badan, tinggi badan, serta kadar gula darah dilakukan secara langsung oleh peneliti menggunakan alat-alat pengukur khusus dan langsung dicatat pada tabel yang telah dipersiapkan peneliti sebelumnya. Pengukuran gula darah yang dilakukan peneliti merupakan pengukuran sewaktu (random).

3.4.3 Alat

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner berisi data umum subjek penelitian meliputi informasi tentang nama responden, umur, status menikah, riwayat penyakit, dan riwayat penggunaan obat. Selain itu untuk mengukur tinggi badan, digunakan timbangan injak digital merk GEA medical dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, dan kadar gula darah dengan menggunakan alat pengukur gula darah merk Easy Touch GCU test. Kemudian data yang diperoleh akan dimasukkan dalam tabel hasil yang sudah dipersiapkan peneliti.

(35)

3.5 Definisi operasional

No Definisi operasional Cara ukur Kategori Alat ukur Skala ukur 1 Usia adalah lamanya

keberadaan

seseorang diukur dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik

Menggunakan kartu identitas responden

a. Dewasa muda b.Dewasa tengah

c. Dewasa tua

Kartu identitas

Ordinal

2 Status menikah adalah kondisi seseorang menikah atau tidak secara legal

Menggunakan kartu identitas responden

a.Menikah b.Tidak menikah

Kartu identitas

Nominal

3 Berat badan adalah ukuran tubuh dalam sisi beratnya yang ditimbang dalam keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan

apapun.

Analisa alat Timbangan

injak digital

Rasio

4 Tinggi badan adalah jarak yang diukur dari tumit sampai puncak kepala dalam posisi berdiri tegak, pandangan lurus ke depan, dan kaki menapak pada alas

Analisa alat Pita ukur Rasio

5 Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan

seseorang

Hitung

dengan rumus

a. Underweight b. Normoweight c. Overweight d. Obesitas

Rumus yang sudah ditetapkan

Ordinal

6 Kadar gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah

Analisa alat a.Rendah b.Normal c.Tinggi

Alat pengukur gula darah

Ordinal

(36)

3.6 ANALISA HASIL

Analisa data akan dilakukan dengan analisa univariat dan analisa bivariat.

Analisa univariat dilakukan sebelum analisa bivariat untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian, misalnya distribusi frekuensi responden berdasarkan usia dan status menikah. Setelah itu dilakukan analisa bivariat pada dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.

Dalam penghitungan data, peneliti menggunakan uji hipotesis kai-kuadrat.

Uji kai-kuadrat merupakan jenis uji hipotesis yang paling sering digunakan dalam penelitian dan variabel yang diteliti hubungannya harus berada dalam kategori nominal. Pada penelitian ini, indeks massa tubuh dan kadar gula darah yang akan diteliti masing-masing merupakan data ordinal yang masuk ke dalam kategori nominal, sehingga peneliti memutuskan untuk memakai uji hipotesis kai-kuadrat (Sastroasmoro, 2013).

Data yang telah didapat langsung dari lapangan akan diolah menggunakan program komputer melalui berbagai tahapan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012):

1. Editing

. Editing dilakukan untuk memperbaiki isian formulir atau kuesioner dalam hal kelengkapan, jelas, terbaca, relevan dengan pertanyaan, konsistensi antara satu jawaban dengan jawaban lainnya.

2. Coding

Dalam memasukkan data, proses coding diperlukan untuk mempermudah proses pengerjaannya. Data yang ada diumpamakan menjadi bilangan-bilangan yang sudah ditentukan oleh peneliti sebelum akhirnya dimasukkan dalam program komputer.

3. Data entry atau processing

Setelah coding, data tersebut akan dimasukkan dalam program komputer untuk diolah untuk diinterpretasikan lebih lanjut.

4. Cleaning

Setelah data sudah dimasukkan, perlu dilakukan checking kembali untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya. Apabila hal-hal tersebut ditemukan, maka dilakukan pembetulan atau koreksi.

(37)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Balai Desa Kota Galuh, Kelurahan Perbaungan, Kecamatan Serdang Bedagai. Balai desa tepat bersebelahan dengan kantor kelurahan. Tempat ini strategis untuk dijadikan tempat penelitian karena dekat dari rumah penduduk sekitar sehingga penduduk dapat dengan mudah untuk diberitahukan informasi mengenai jadwal penelitian yang diadakan. Biasanya balai desa juga sering dipergunakan sebagai tempat penyuluhan, pemeriksaan kesehatan lansia, dan kegiatan pos pelayanan terpadu (Posyandu).

4.2 DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN 4.2.1 Distribusi Jenis Kelamin Responden

Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 117 orang dengan karakteristik seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.1. Karakteristik Responden Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi % Frekuensi

a. Laki-laki 0 0

b. Perempuan 117 100

Total 117 100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa seluruh 117 responden mempunyai jenis kelamin perempuan (100%).

4.2.2 Distribusi Usia Responden

Sedangkan untuk usia responden didapatkan sebaran data seperti pada tabel berikut:

(38)

Tabel 5.2. Karakteristik Responden Penelitian berdasarkan Usia

Usia Frekuensi % Frekuensi

a. Dewasa muda 35 29,9

b. Dewasa tengah 66 56,4

c. Dewasa tua 16 13,7

Total 117 100

Dapat dilihat dari tabel 5.2, terdapat 117 responden, di antaranya adalah 35 orang dewasa muda (29,9%), 66 orang dewasa tengah (56,4%), dan 16 orang dewasa tua (13,7%). Mayoritas responden merupakan dewasa tengah (36-55 tahun) sebanyak 66 orang (57,3%), dan yang paling sedikit merupakan dewasa tua (>55 tahun) sebanyak 16 orang (13,7%).

4.2.3 Distribusi Indeks Massa Tubuh Responden

Melalui pengukuran langsung berat badan dan tinggi badan terhadap responden, didapatkan data indeks massa tubuh dengan hasil perhitungan berat badan dan tinggi badan responden.

Distribusi responden berdasarkan indeks massa tubuhnya dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh Frekuensi % Frekuensi

Underweight 17 14,5

Normoweight 39 33,3

Overweight 19 16,2

Obesitas 42 35,9

Total 117 100

Dapat dilihat dari tabel 5.3, terdapat 117 responden, di antaranya adalah 17 orang berat badan kurang (underweight) (14,5%), 39 orang berat badan normal (normoweight) (33,3%), 19 orang berat badan berlebih (overweight) (16,2%), dan 42 orang obesitas (35,9%). Kebanyakan responden obesitas (IMT >27) sebanyak 42 orang (35,9%) dan yang paling sedikit berat badan kurang (underweight) (IMT

<18,5) sebanyak 17 orang (14,5%).

4.2.4 Distribusi Kadar Gula Darah Responden

Distribusi responden berdasarkan kadar gula darah yang telah diukur langsung pada saat penelitian dapat dilihat dari tabel berikut:

(39)

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah

Kadar Gula Darah Frekuensi % Frekuensi

Rendah 38 32,5

Normal 64 54,7

Tinggi 15 12,8

Total 117 100

Dilihat dari tabel 5.4, terdapat 117 responden, diantaranya adalah 38 orang dengan kadar gula darah rendah (32,5%), 64 orang dengan kadar gula darah normal (54,7%), dan 15 orang dengan kadar gula darah tinggi (12,8%). Kadar gula darah post prandial responden sebagian besar normal (KGD <140mg/dl) sebanyak 64 orang (54,7%), dan paling sedikit dengan kadar gula darah tinggi (KGD prediabetes 140-199 md/dL) sebanyak 15 orang (12,8%).

4.3 HASIL ANALISIS DATA

4.3.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah

Distribusi responden berdasarkan indeks massa tubuh terhadap kadar gula darah pada perempuan dewasa usia reproduktif Desa Kota Galuh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah

Kadar Gula Darah Total

Rendah Normal Tinggi Indeks

Massa Tubuh

Underweight 10 5 2 17

Normoweight 9 23 7 39

Overweight 10 27 2 19

Obesitas 9 29 4 42

Total 38 64 15 117

Dari tabel 5.5, diketahui dari perempuan dengan indeks massa tubuh kurang (underweight), terdapat 10 orang dengan kadar gula darah rendah, 5 orang dengan kadar gula darah normal, dan 2 orang dengan kadar gula darah tinggi.

Perempuan dengan indeks massa tubuh normal (normoweight), di antaranya terdapat 9 orang dengan kadar gula darah rendah, 23 orang dengan kadar gula darah normal, dan 7 orang dengan kadar gula darah tinggi. Perempuan dengan indeks massa tubuh berlebih (overweight), di antaranya terdapat 10 orang dengan kadar gula darah rendah, 27 orang dengan kadar gula darah normal, dan 2 orang

(40)

dengan kadar gula darah tinggi. Perempuan dengan indeks massa tubuh obesitas, di antaranya terdapat 9 orang dengan kadar gula darah rendah, 29 orang dengan kadar gula darah normal, dan 4 orang dengan kadar gula darah tinggi.

Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metode chi square didapatkan nilai Asymp. Sig sebesar 0,023. Nilai Asymp. Sig < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, yang artinya “Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada perempuan dewasa usia reproduktif di Desa Kota Galuh pada tahun 2017.”

Hal ini serupa dengan penelitian Kurniawan (2014). Penelitian cross sectional ini melibatkan 70 anggota kepolisian resor Karanganyar yang dicek gula darah post prandialnya. Didapatkan nilai p 0,016 (<0,05), sehingga disimpulkan ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah.

Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian Dalawa et al (2013). Pada penelitian cross sectional terhadap 63 masyarakat Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Manado untuk mencari hubungan status gizi yang diukur melalui indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa tersebut, didapatkan nilai p>0,05 sehingga disimpulkan bahwa indeks massa tubuh yang tinggi tidak menjamin kenaikan gula darah. Penelitian Arif et al (2013) pada 43 pegawai sekretariat daerah provinsi Riau juga menunjukkan nilai p 0,276, yang dapat diartikan tidak adanya hubungan bermakna antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah.

Salah satu perbedaan selain karakteristik responden (pekerjaan, aktivitas sehari-hari, gaya hidup) dari penelitian-penelitian tersebut adalah waktu pengukuran kadar gula darah pada sampel. Pada penelitian Dalawa dan Arif, pengukuran gula darah dilakukan setelah responden berpuasa. Sedangkan pada penelitian Kurniawan, gula darah diperiksa 2 jam setelah responden mengkonsumsi 75 gram gula yang dilarutkan dalam 250 ml air. Diduga kadar gula darah lebih dipengaruhi oleh jenis dan banyak makanan yang dikonsumsi responden sebelumnya daripada indeks massa tubuh.

Jenis makanan yang berbeda masing-masing dapat mempengaruhi kadar gula darah dengan berbeda pula. Perbedaan tersebut didasari oleh glycemic index dan glycemic load yang terkadung dalam makanan tersebut. Glycemic index adalah sistem penilaian untuk makanan yang mengandung karbohidrat. Melalui glycemic index, dapat diketahui seberapa cepat sumber karbohidrat tersebut menaikkan gula darah (Healthy Kaiser Permanente, 2017). Sedangkan melalui glycemic load, kita dapat mengetahui berapa banyak porsi dari suatu makanan yang dibutuhkan untuk menaikkan kadar gula darah (Diabetes.co.uk, 2017).

(41)

Selain perbedaan glycemic index dan glycemic load yang berbeda-beda dari tiap makanan, terdapat perbedaan regulasi kadar gula darah setelah mengkonsumsi makanan dari tiap individu. Melalui penelitian, ditemukan beberapa varian gen yang diduga mempengaruhi terhadap penurunan fungsi sel beta pankreas (National Institutes of Health, 2010).

4.3.2 Hubungan Usia dengan Indeks Massa Tubuh

Distribusi usia responden terhadap indeks massa tubuh pada perempuan dewasa usia reproduktif Desa Kota Galuh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6 Distribusi Usia Responden terhadap Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh Total

Underweight Normoweigth Overweight Obesitas Usia Dewasa

Awal

11 8 4 12 35

Dewasa Tengah

6 22 12 26 66

Dewasa Akhir

0 9 3 4 16

Total 17 39 19 42 117

Pada tabel 5.6, dapat dilihat pada perempuan dewasa awal, terdapat 11 orang dengan indeks massa tubuh kurang (underweight), 8 orang dengan indeks massa tubuh normal (normoweight), 4 orang dengan indeks massa tubuh berlebih (overweight), dan 12 orang obesitas. Pada perempuan dewasa tengah, terdapat 6 orang dengan indeks massa tubuh kurang (underweight), 22 orang dengan indeks massa tubuh normal (normoweight), 12 orang dengan indeks massa tubuh berlebih (overweight), dan 26 orang obesitas. Pada perempuan dewasa akhir, tidak terdapat perempuan dengan indeks massa tubuh kurang (underweight), 9 orang dengan indeks massa tubuh normal (normoweight), 3 orang dengan indeks massa tubuh berlebih (overweight), dan 4 orang obesitas.

Setelah dilakukan analisis menggunakan metode chi square untuk mengetahui apakah ada hubungan usia dengan indeks massa tubuh, didapatkan bahwa nilai Asymp. Sig sebesar 0,015 (< 0,05). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan usia. Indeks massa tubuh wanita usia dewasa Desa Kota Galuh cenderung naik seiring dengan bertambahnya usia.

Pada penelitian A Sartorio (2003) terhadap 486 laki-laki dan 812 wanita di Italia, ditemukan pertambahan umur sebagai efek positif signifikan terhadap berat

Gambar

Tabel 2.1 Kategori indeks massa tubuh menurut WHO
Tabel 2.2 Kategori indeks massa tubuh menurut Depkes
Gambar 1.  Siklus pertama sintesis asam lemak (Berg et al., 2002).
Gambar 2.  Regulasi gula darah oleh hormon insulin. 1. Insulin mengurangi produksi prekursor  glukoneogenik seperti gliserol, alanine, dan laktat, 2
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dan Volume Oksigen Maksimal (VO2 Maks) dengan metode Queen’s College Step Test pada remaja usia 13 – 15 tahun di SMPN 4 Sukoharjo..

Dari hasil output komputer dengan paket SPSS, memberikan deskriptif data total faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penurunan pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki sistem full day school tidak akan menimbulkan stres akademik pada siswa jika konsep full day school diterapkan dengan

Hasil ini sejalan oleh teori dari Wardani (2008) yang mengatakan bahwa produktivitas kerja merupakan hasil yang berkesinambungan antara individu tenaga kerja dengan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU DI KOTA MEDAN MENGENAI IMUNISASI DASAR DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR ANAK SELAMA MASA PANDEMI COVID 19 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif

Studi kasus dilakukan di Perusahaan Batik Rara Djonggrang Yogyakarta dengan memberikan kuesioner mengenai keluhan yang dialami pekerja pada bagian tubuh tertentu. Dalam

ANALISIS KADAR LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN CADMIUM (Cd) PADA IKAN MUJAIR ( Oreochromis mossambicus ) DI SUNGAI TAMBAKi. OSO KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO DAN