• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERAMAH PARA USTADZ: Kajian Sosiolinguistik terhadap para Ustadz di Kawasan Perbatasan Bandung-Sumedang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERAMAH PARA USTADZ: Kajian Sosiolinguistik terhadap para Ustadz di Kawasan Perbatasan Bandung-Sumedang."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Isi

2.1 Gambaran Kajian Sosiolinguistik 11

2.2 Landasan Teori 12

2.2.1 Bilingualisme dan Kontak Bahasa 12

2.2.2 Wujud Bahasa dan Variasinya 14

2.2.3 Variasi bahasa dalam konteks pemilihan bahasa 16

2.2.4 Kode dan Variasi Kode dari bahasa yang sama 19

2.2.5 Alih Kode (Code Switching) 20

2.2.6 Campur Kode (Code Mixing) 22

2.2.7 Faktor-Faktor Penyebab Alih Kode atau Campur Kode 25

2.2.8 Tipe-Tipe Alih dan Campur Kode 30

2.2.9 Fungsi-Fungsi Alih dan Campur Kode 31

2.3 Konsep Dasar Ceramah dalam Agama Islam 32

(2)

2.3.3 Ceramah Sebagai Salah Satu Metode Dakwah 36

2.4 Beberapa Penelitian Terdahulu 37

BAB III METODE PENELITIAN 40

3.2.2 Analisis dan Pembahasan Data 48

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN 50

4.1 Data 1 50

d. Faktor Penyebab Alih Kode Berdasarkan

Hasil Wawancara 59

d. Faktor Penyebab Campur Kode Berdasarkan

Hasil Wawancara 77

4.1.2.3 Tipe-Tipe Alih dan Campur Kode 78

4.1.2.4 Fungsi-Fungsi Alih dan Campur Kode 80

(3)

4.2.1.1 Responden 81

d. Faktor Penyebab Alih Kode Berdasarkan

Hasil Wawancara 91

d. Faktor Penyebab Campur Kode Berdasarkan

Hasil Wawancara 102

4.2.2.3 Tipe-Tipe Alih dan Campur Kode 104

4.2.2.4 Fungsi-Fungsi Alih dan Campur Kode 105

4.3 Data 3 106

d. Faktor Penyebab Alih Kode Berdasarkan

Hasil Wawancara 115

e. Tipe Alih Kode 115

f. Fungsi Alih Kode 117

(4)

b. Tataran Campur Kode 126

c. Sifat Campur Kode 128

d. Faktor Penyebab Campur Kode Berdasarkan

Hasil Wawancara 128

4.3.2.3 Tipe-Tipe Alih dan Campur Kode 129

4.3.2.4 Fungsi-Fungsi Alih dan Campur Kode 131

4.4 Hasil Analisis dan Temuan 132

4.4.1 Alih Kode 133

4.4.2 Campur Kode 135

4.4.3 Tipe-Tipe Alih dan Campur Kode 138

4.4.4 Fungsi-Fungsi Alih dan Campur Kode 139

4.5 Pembahasan 139

4.5.1 Karakteristik Bahasa Penceramah 140

4.5.2 Respon Masyarakat terhadap Bahasa Penceramah 144

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 147

5.1 Simpulan 147

5.2 Saran 150

Pustaka Rujukan 151

Lampiran-Lampiran 154

(5)

Daftar Tabel

Tabel 4.1 Data Alih Kode Pada Transkrip 1 48

Tabel 4.2 Data Campur Kode Pada Transkrip 1 49

Tabel 4.3 Data Alih Kode Pada Transkrip 2 52

Tabel 4.4 Data Campur Kode Pada Transkrip 2 54

Tabel 4.5 Data Alih Kode Pada Transkrip 3 57

Tabel 4.6 Data Campur Kode Pada Transkrip 3 59

Tabel 4.7 Kata-Kata dalam Campur Kode Pada Data 1 71

Tabel 4.8 Frasa-Frasa dalam Campur Kode Pada Data 1 72

Tabel 4.9 Kalimat-Kalimat dalam Campur Kode Pada Data 1 72

Tabel 4.10 Kata-Kata dalam Campur Kode Pada Data 2 82

Tabel 4.11 Frasa-Frasa dalam Campur Kode Pada Data 2 83

Tabel 4.12 Kalimat-Kalimat dalam Campur Kode Pada Data 2 83

Tabel 4.13 Kata-Kata dalam Campur Kode Pada Data 3 93

Tabel 4.14 Frasa-Frasa dalam Campur Kode Pada Data 3 94

Tabel 4.15 Kalimat-Kalimat dalam Campur Kode Pada Data 3 94

Tabel 4.16 Hasil Analisis untuk Jenis Alih Bahasa 97

Tabel 4.17 Hasil Analisis untuk Tataran Alih Bahasa 97

Tabel 4.18 Hasil Analisis untuk Jenis Campur Bahasa 99

(6)

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Transkrip Ceramah 1 151

Lampiran 2 Transkrip Ceramah 2 164

Lampiran 3 Transkrip Ceramah 3 175

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Bahasa adalah salah satu faktor yang menjadi ciri pembeda antara manusia dengan

makhluk lainnya. Bahasa merupakan alat dalam komunikasi dan interaksi yang

dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

adalah sebuah alat eksklusif yang penting bagi manusia. Karena itu, bahasa

menjadi salah satu bidang kajian yang banyak ditelaah dalam upaya peningkatan

kualitas hidup manusia. Sapir (1921:7) menegaskan bahwa “ Language is a purely

human and noninstinctive method of communicating ideas, emotions, and desires

by means of a system of voluntarily produced symbols”.

Ditinjau dari perannya sebagai salah satu bidang kajian, bahasa

digolongkan sebagai bentuk kajian yang tidak akan pernah habis karena bahasa

adalah bagian yang tak terpisahkan dari dinamika kehidupan manusia. Kenyataan

ini dapat dibuktikan melalui fenomena dewasa ini, di mana ilmu pengetahuan dan

teknologi berkembang pesat. Arus informasi yang cepat melalui faktor globalisasi

menuntut manusia untuk terus menerus melakukan usaha peningkatan diri.

Dalam ranah bahasa, upaya peningkatan diri ini direfleksikan dalam

berbagai cara. Salah satunya adalah upaya untuk menguasai bahasa asing.

Cepatnya pertukaran arus teknologi dan informasi ditengarai sebagai sebab

banyaknya orang yang merasa perlu menguasai dua bahasa atau bahkan lebih.

(8)

plurilingual; that is, many speakers may use more than one language, however we

define language”.

Bagaimanapun, poin terpenting untuk dapat menggunakan dua bahasa

adalah bahwa seseorang harus menguasai kedua bahasa sama baiknya. Bahasa

pertama adalah bahasa ibu (B1), dan bahasa kedua adalah bahasa lain (B2). Chaer

dan Aguistina (1995: 115) memperjelas gagasan ini bahwa menguasai dua bahasa

dapat berarti menguasai dua sistem kode, dua dialek atau ragam dari bahasa yang

sama.

Fenomena bilingualisme ini tentunya mendorong para pengguna bahasa

untuk senantiasa berhadapan dengan pilihan bahasa. Pilihan bahasa telah

berkembang menjadi sebuah peristiwa sosial yang tidak hanya dipengaruhi oleh

berbagai faktor linguistik semata, namun pula oleh berbagai faktor di luar

linguistik. Secara sosial, pilihan bahasa sangat memiliki keterkaitan dengan

kondisi atau situasi sosial di mana masyarakat berada. Berbagai macam perbedaan

dapat mempengaruhi pilihan bahasa seseorang ketika berbicara. Misalnya

perbedaan usia, tingkat pendidikan, dan status sosial seseorang dapat

mempengaruhi pilihan seseorang dalam penggunaan bahasa sebagai alat sosial.

Berbagai pengaruh sosial maupun situasional terhadap pilihan bahasa

tersebut akan mempengaruhi kondisi yang mendorong terciptanya variasi-variasi

pilihan bahasa (Deumert dan Mesthrie, 1991:28). Gejala kebahasan semacam ini

tentunya merupakan gejala sosial yang menarik untuk dikaji secara ilmiah.

Penggunaan bahasa dalam bentuk lisan tentunya memiliki banyak tujuan.

(9)

sarana alih informasi dan pengetahuan dari seorang penutur kepada para

pendengarnya. Salah satu lapisan masyarakat yang memiliki kepentingan

tersendiri dengan tuturan yang baik ialah para pemuka agama, karena tanggung

jawab sosial yang diembannya menuntutnya untuk dapat menunjukkan wujud

kebaikan berbahasa melalui pilihan kata, maupun tuturan-tuturan menarik yang

membuat banyak orang mendengarkannya. Ini tentunya dapat dipahami sebagai

alasan mengapa para pemuka agama dituntut untuk memiliki kemampuan

mengolah kata dan kalimat demi menghasilkan tuturan yang baik dan menarik,

sehingga berkesan dan diingat oleh umat. Dengan demikian, pendengar dapat

merasakan dan meresapi ajaran agama dengan baik pula.

Fenomena ini memungkinkan seorang pemuka agama mencoba

menggunakan berbagai macam bahasa sesuai dengan kreativitas yang ingin

dimunculkan ketika melakukan kontak dengan umat, saat memberikan

ceramah-ceramah maupun tuntunan lainnya. Dalam hal ini, tentunya ada yang

menggunakan variasi-variasi bahasa sebagai penunjang komunikasi.

Para pemuka Agama Islam, atau ustadz, merupakan pemuka agama yang

dihadapkan pada umat yang multietnis dengan latar belakang aneka ragam bahasa.

Dengan adanya bermacam-macam bahasa daerah (selanjutnya disebut BD) di

Indonesia, menjadikan BD menjadi salah satu penunjuk identitas suatu etnis.

Walaupun memiliki bermacam-macam BD, salah satu ciri yang menonjol dari

identitas umat Islam ialah adanya kesamaan kultur dalam memandang posisi para

ulama atau ustadz sebagai pembimbing umat, sebagai warasatul anbiyya atau

(10)

Sangat menarik sekali rasanya jika menelisik bagaimana para ustadz

menggunakan bahasa dalam melaksanakan kapasitasnya sebagai pembimbing

umat. Bahasa yang mereka gunakan, tak pelak akan memengaruhi ketertarikan

umat dalam memahami ajaran agamanya. Karena itulah, penelitian atas variasi

bahasa dan latar belakang penggunaan variasi yang digunakan oleh para ustadz

akan sangat menarik untuk dikaji.

1.2Identifikasi Masalah Penelitian

Batasan masalah perlu dirumuskan sebagai identifikasi atas uraian masalah pada

bagian sebelumnya. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dapat memiliki

arah dan tujuan yang pasti.

Penelitian ini adalah penelitian bidang sosiolinguistik, khususnya variasi

bahasa. Rahardi (2001), Sumarsono dan Paina (2002), Rokhman (2002), dan

Chaer dan Agustina (2004) mengemukakan bahwa ada tiga jenis pilihan bahasa

dalam kajian sosiolinguistik. Pertama yang disebut variasi dalam bahasa yang

sama (variation within the same language atau intra language variation). Kedua

yang disebut alih kode (code switching). Jenis ketiga adalah campur kode

(code-mixing).

Pada penelitian ini yang diteliti dibatasi pada pilihan variasi kode yang

digunakan oleh para ustadz. Adapun masalah dalam penelitian ini dirumuskan

(11)

1.3Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian

Setelah identifikasi atas masalah penelitian, masalah dalam penelitian ini

dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1. Apa jenis alih kode dan campur kode yang terjadi dalam ceramah para ustadz

di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang?

2. Pada tataran apa saja alih kode dan campur kode itu terjadi?

3. Apa saja ciri alih kode dan campur kode tersebut?

4. Apa faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode dan campur

kode tersebut?

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa rumusan yang telah

dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan penelitian. Maka, tujuan tersebut adalah

sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan jenis alih kode dan campur kode yang terjadi dalam ceramah

para ustadz di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang.

2. Mendeskripsikan tataran terjadinya alih kode dan campur kode tersebut.

3. Mendeskripsikan ciri-ciri alih kode dan campur kode tersebut.

4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode

(12)

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan, baik untuk

Program Studi Linguistik SPs UPI khususnya, maupun masyarakat luas pada

umumnya. Beberapa manfaat yang diharapkan akan muncul melalui penelitian ini

ialah sebagai berikut.

1. Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah penelitian terhadap

pemakaian bahasa tulis melalui pendekatan sosiolinguistik.

2. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya

yang berkenaan dengan sosiolinguistik, khususnya dalam penelitian tentang

pilihan bahasa.

3. Menambah sumber bacaan, memperkarya ilmu pengetahuan dan dapat

digunakan sebagai bahan perbandingan kepada peneliti-peneliti lainnya yang

ingin menganalisis bidang sosiolinguistik, khususnya yang berhubungan

dengan pilihan bahasa.

1.6Metode Penelitian

1.6.1 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan

menganalisis data mulai dari tahap pengumpulan, penyusunan, serta analisis dan

interpretasi atas data (Surakhmad, 1980). Metode deskriptif ini dipilih dengan

(13)

tataran, ciri, dan faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode dan campur

kode.

1.6.2 Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah para ustadz di kawasan

perbatasan Bandung-Sumedang. Populasi pada penelitian ini secara kuantitatif

jumlahnya relatif besar. Cakupan yang besar ini tentunya tidak mungkin dapat

dijangkau seluruhnya. Dalam menghadapi situasi semacam ini, perlu diambil

sejumlah populasi untuk ditetapkan menjadi sampel yang menjadi sumber data

sesungguhnya (Alwasilah 2009: 145). Untuk itu, sampel penelitian ini mengambil

3 orang ustadz dengan metode purposive sample.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara memeriksa sumber data. Dalam hal ini, digunakan

metode simak (Sudaryanto, 1993) dengan menyimak seluruh kode bahasa dalam

sumber data. Setelah metode simak dilakukan, pengambilan data akan diambil

dengan pencatatan pada kartu data (Moleong, 1993).

1.6.4 Teknik Analisis Data

Segera setelah data terkumpul, analisis akan dilakukan dengan cara induktif,

mendekatkan data dan temuan pada teori landasan, sebagaimana yang dijabarkan

oleh Djajasudarma (1993). Maka, langkah-langkah dalam analisisnya adalah

(14)

1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk alih dan campur kode.

2. Menghitung frekuensi alih dan campur kode dan mengurutkan

hasilnya.

3. Mengidentifikasi bentuk alih dan campur kode yang paling dominan.

4. Mencari keterkaitan fungsi campur kode dengan fenomena komunikasi

lintas budaya.

5. Menarik kesimpulan.

1.7Definisi Operasional

Di dalam penelitian ini, ada beberapa definisi yang digunakan dalam tataran

operasional penelitian. Beberapa definisi tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Kode : sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya

memiliki kekhasan yang selaras dengan latar

belakang, relasi dengan lawan tutur, dan

situasi tutur (Poedjosoedarmo, 1982:30).

2. Campur kode : pemakaian dua bahasa atau lebih dengan

saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang

satu ke dalam bahasa lain secara konsisten

(Kachru dalam Umar, 1994: 14; dan

Nababan, 1991: 32).

3. Alih kode : penggunaan bahasa oleh seorang

dwibahasawan, yaitu penggunaan lebih dari

(15)

bertutur dengan cara memilih salah satu kode

bahasa disesuaikan dengan keadaan (Hudson,

1996: 51-53).

4. Jenis alih kode : jenis-jenis dalam alih kode yang dapat

berupa alih bahasa, alih ragam bahasa, alih

tingkat tutur (Hymes, 1964).

5. Tataran alih kode : tataran dalam alih kode yang dapat berupa

tataran fonologi, fonem, tataran kata atau

frase (Hymes, 1964).

6. Sifat alih kode : sifat-sifat alih kode yang terdiri atas alih

kode sementara dan alih kode tetap atau

permanen (Hymes, 1964).

7. Faktor penyebab alih kode : Faktor yang menjadi penyebab terjadinya

alih kode, antara lain pribadi pembicara,

hubungan pembicara dengan mitra

pembicara, topik atau subtopik (Hymes,

1964).

8. Jenis campur kode : jenis-jenis dalam campur kode yang dapat

berupa campur bahasa, campur ragam

bahasa, campur tingkat tutur (Hymes, 1964).

9. Tataran campur kode : tataran dalam campur kode yang dapat

berupa tataran fonologi, fonem, tataran kata

(16)

10. Sifat campur kode : sifat-sifat campur kode yang terdiri atas

campur kode sementara dan campur kode

tetap atau permanen (Hymes, 1964).

11. Faktor penyebab campur kode : Faktor yang menjadi penyebab

terjadinya campur kode, antara lain pribadi

pembicara, hubungan pembicara dengan

mitra pembicara, topik atau subtopik

(Hymes, 1964).

1.8Sistematika Pelaporan

Laporan hasil penelitian ini akan disampaikan dalam lima bab sebagai berikut.

1. Bab I, terdiri atas latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian,

pertanyaan-pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kerangka teoretis, metodologi penelitian, dan sistematika laporan.

2. Bab II, terdiri atas kajian atas teori landasan yang digunakan dalam penelitian

ini.

3. Bab III, terdiri atas tujuan penelitian, batasan, kerangka analisis, dan metode

penelitian.

4. Bab IV, terdiri atas laporan atas penemuan dan pembahasan hasil temuan pada

penelitian.

(17)

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Penelitian dalam bidang kajian sosiolinguistik tentunya memiliki ciri tersendiri

dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): “Different

academic disciplines have developed different field research traditions, and there

is not always consisteny even within a discipline”.Untuk itu, bab ini menyajikan

langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian berdasarkan beberapa referensi

yang terkait dengan penelitian sosiolinguistik, khususnya yang berkenaan dengan

penanganan penelitian variasi bahasa. Bab metode penelitian ini dibagi menjadi

dua pokok bahasan, yaitu objek penelitian dan metode penelitian.

3.1 Objek Penelitian

Pada subbab objek penelitian ini dibahas dua hal utama, yaitu (1) lokasi

penelitian, dan (2) populasi dan sampel.

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian variasi bahasa pada beberapa ustadz di

kawasan perbatasan Bandung-Sumedang. Perbatasan Bandung-Sumedang yang

dicakup dalam penelitian ini adalah konsentrasi yang paling ramai pada garis

perbatasan Bandung-Sumedang, kawasan yang terdiri atas dua kecamatan, yakni

Kecamatan Cileunyi (Kabupaten Bandung) dan Kecamatan Jatinangor (Kabupaten

(18)

Jalur di antara Cileunyi-Jatinangor tersebut merupakan alur lalu lintas

utama, di mana jalan raya yang menghubungkan kawasan Bandung-Sumedang

berada. Penelitian berlangsung selama dua bulan, terhitung sejak tanggal 1

Februari 2011 sampai dengan 30 Maret 2011.

3.1.2 Populasi dan Sampel

Alwasilah (2009: 142) menjelaskan bahwa dalam memilih dan menentukan data

pada suatu penelitian tergantung kepada masalah yang diselidiki. Dalam hal ini,

penentuan populasi dan sampel sangat penting untuk menunjukkan karakter data

yang digunakan.

Nawawi (1993: 72) membagi populasi penelitian ke dalam dua jenis, yakni

populasi homogen dan populasi heterogen. Populasi homogen merupakan sumber

data yang unsur-unsurnya memiliki ciri atau karakter yang sama. Sementara,

populasi heterogen merupakan sumber data yang memiliki ciri atau karakter yang

beragam. Atas dasar tersebut, populasi pada penelitian ini adalah populasi

homogen. Kajian atas variasi bahasa yang dilakukan pada penelitian ini hanya

mencakup suatu kelompok masyarakat tertentu, dalam hal ini kalangan ustadz di

kawasan perbatasan Bandung-Sumedang.

Populasi pada penelitian ini secara kuantitatif jumlahnya relatif besar.

Cakupan yang besar ini tentunya tidak mungkin dapat dijangkau seluruhnya.

Dalam menghadapi situasi semacam ini, perlu diambil sejumlah populasi untuk

ditetapkan menjadi sampel yang menjadi sumber data sesungguhnya (Alwasilah

(19)

representatif. Sampel dianggap bersifat representatif apabila terdiri atas beberapa

unsur yang memiliki seluruh sifat populasi, sekalipun berjumlah jauh lebih sedikit

dibandingkan populasi (Alwasilah, 2009: 146).

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk memaparkan variasi

bahasa di kalangan para ustadz di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang, serta

faktor-faktor sosial yang menentukannya, maka sampel penelitian ini merupakan

tuturan-tuturan para ustadz tersebut yang ditemukan pada konteks-konteks

sosial-keagamaan yang bersangkutan. Dalam hal ini, ceramah merupakan tuturan yang

relevan karena saat memberikan ceramah itulah, ustadz menjalankan

peransosialnya sebagai ustadz.

Jenis pengambilan sampel pada penelitian ini ialah jenis Purposive

Accidental Sampling dengan jenis penelitian purposive sample. Accidental

sampling atau dikenal pula sebagai incidental sampling, merupakan metode

pengambilan sampel dengan cara memilih beberapa elemen yang dijumpai

(Alwasilah, 2009: 145-146; Hadi, 2001:80-81; Supranto, 1997:67). Pada teknik

sampling ini, hanya individu atau kelompok masyarakat yang kebetulan dijumpai

atau dapat dijumpai pada ranah yang telah ditentukan saja yang diinvestigasi.

Sesungguhnya ada beberapa kalangan ahli yang berpendapat bahwa teknik

penentuan sampel ini hanya memberikan hasil penelitian yang kasar dan tidak

dapat memberikan taraf keyakinan yang tinggi. Akan tetapi, untuk kesesuaian

dengan tujuan penelitian ini maka kemungkinan tersebut diatasi dengan

pemerataan tempat atau ranah penelitian (Alwasilah, 2009: 144). Dengan adanya

(20)

yang maksimal tentang variasi bahasa, serta faktor sosial yang menentukannya.

Selain itu, penentuan sampel penelitian ini menggunakan jenis purposive sample

convenience (Alwasilah, 2009: 145), di mana jenis sampel didasarkan atas ciri-ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, yaitu tuturan pada

kalangan ustadz yang ditemui.

Dengan mengacu kepada landasan pengambilan sampel di atas, penelitian

ini menetapkan sampel sejumlah 3 (tiga) ceramah dari 3 (tiga) orang ustadz yang

berdomisili di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang. Sampel pertama diambil

dari ceramah seorang ustadz berusia 38 (tiga puluh delapan) tahun yang berprofesi

sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi di kawasan Jatinangor, Sumedang.

Untuk selanjutnya, ustadz ini diberi kode U#1. Riwayat pendidikan U#1 mencapai

jenjang Strata 3. Sejak remaja, U#1 dikenal sebagai aktivis dakwah yang sering

diundang untuk menyampaikan ceramah di berbagai tempat. Ceramah U#1 yang

diambil sebagai sampel dilakukan di sebuah mesjid yang terletak tidak jauh dari

tempatnya bekerja.

Sampel kedua diambil dari ceramah seorang ustadz berusia 44 (empat

puluh empat) tahun yang berprofesi sebagai pedagang makanan di kawasan

Cileunyi, Bandung. Untuk selanjutnya, ustadz ini diberi kode U#2. Riwayat

pendidikan U#2 mencapai jenjang Strata 1. U#2 adalah seorang aktivis organisasi

kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar di Indonesia. Ceramah U#2 yang diambil

sebagai sampel dilakukan di sebuah mesjid di kawasan Cileunyi, tidak jauh dari

(21)

Sampel ketiga diambil dari ceramah seorang ustadz muda berusia 29 (dua

puluh sembilan) tahun yang berprofesi sebagai karyawan swasta di kawasan

Sayang, Sumedang. Untuk selanjutnya, ustadz ini diberi kode U#3. Riwayat

pendidikan U#3 mencapai jenjang Strata 1. U#3 adalah seorang aktivis partai

politik (parpol) Islam di Indonesia. Ceramah U#3 yang diambil sebagai sampel

dilakukan di sebuah mesjid di kawasan Tanjungsari, Sumedang.

3.2. Metode Penelitian

Trudgill (1974: 34-35) memandang bahwa bahasa merupakan fenomena sosial

memiliki kaitan erat dengan struktur dan nilai-nilai sosial yang berlaku di tengah

masyarakat. Ini menyebabkan variasi bahasa pada masyarakat dwibahasa sangat

berhubungan dengan nilai-nilai sosial-budaya yang berlaku di tengah masyarakat

tersebut. Atas dasar pertimbangan ini, kajian penelitian ini menggunakan

pendekatan penelitian lapangan (field reseach) dalam bidang sosiolinguistik.

Pendekatan Sosiolinguistik ini dipusatkan pada model etnografi

komunikasi dari Hymes (1972) dengan menggunakan data kualitatif. Karakter

kualitatif pada penelitian ini berkenaan dengan data yang tidak berupa

angka-angka, tetapi berupa kualitas bentuk verbal yang berwujud tuturan (Moleong,

1996: 29).

Tuturan yang merupakan data penelitian ini terealisasi di dalam penggalan

tuturan di kalangan ustadz di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang. Data

verbal yang berupa penggalan tuturan ini tidak dikuantifikasi. Karena itu, dalam

(22)

Ancangan deskriptif digunakan di dalam penelitian ini untuk tujuan yang

berkenaan dengan topik penelitian. Dalam hal ini, tujuan penelitian adalah untuk

memaparkan atau memberikan gambaran mengenai variasi bahasa dlam hal kode

pada masyarakat dwibahasa, terutama di kalangan ustadz di kawasan perbatasan

Bandung-Sumedang. Hal ini dilandaskan kepada Djajasudarma (2006:16) bahwa

deskripsi merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat

alamiah data tersebut. Melalui ancangan tersebut, paparan dan argumentasi

tentang variasi bahasa dalam hal kode di kalangan ustadz di kawasan perbatasan

Bandung-Sumedang merupakan target penelitian ini.

Paparan dan argumentasi tersebut selanjutnya dibagi ke dalam tiga bagian,

yakni

1. wujud variasi dan faktor penentu pemilihan kode di kalangan ustadz di

kawasan perbatasan Bandung-Sumedang;

2. variasi alih kode dan campur kode di kalangan ustadz di kawasan perbatasan

Bandung-Sumedang; dan

3. faktor sosial yang menjadi penentu alih kode dan campur kode di kalangan

ustadz di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang.

Analisis atas objek kajian pada penelitian ini ditempuh melalui tiga

langkah penting, yakni (1) pengumpulan data; (2) analisis data; dan (3) penyajian

(23)

3.2.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian dari langkah yang dilakukan peneliti untuk

mendapatkan data yang diperlukan. Nawawi (1991:13) menjelaskan bahwa

metode pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian memungkinkan

pemecahan masalah secara valid dan terpercaya dan pada akhirnya dapat

memungkinkan generalisasi yang obyektif.

Langkah pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode

observasi atau disebut juga metode simak (lih. Sudaryanto, 1993; dan Alwasilah,

2009). Metode observasi merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan

mengamati objek kajian dalam konteksnya. Metode ini dilakukan dengan

mengamati perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur.

Penggunaan metode ini dijalankan pada suatu perilaku berbahasa yang

dapat benar-benar dipahami jika ia disaksikan di dalam situasi yang sebenarnya

yang berada di dalam konteks yang lengkap (Gunarwan, 2001:22). Menurut Wray

et.al (1998:186), metode observasi merupakan metode yang dilakukan dengan

cara mengumpulkan data tanpa adanya manipulasi data. Maksudnya adalah

peneliti melakukan observasi pada saat terjadinya suatu kejadian tanpa adanya

usaha untuk mengendalikan atau menentukan kejadian tersebut.

Selanjutnya, metode observasi penelitian ini menggunakan teknik simak.

Melalui teknik ini, peneliti juga berupaya untuk menyimak tuturan tanpa ikut serta

dalam suatu peristiwa tutur. Dalam hal ini, peneliti hanya menyimak tuturan dari

(24)

Penerapan metode observasi ini menggunakan teknik dasar sadap, dengan

memperoleh data melalui penyadapan, dalam hal ini dilaksanakan dengan

merekam penggunaan bahasa dalam peristiwa tutur yang alami. Teknik ini

dijalankan untuk mendapatkan tuturan yang alami dan tidak dibuat-buat.

Teknik rekam dilakukan dengan cara yang sedemikian rupa agar tidak

mengganggu proses tuturan yang terjadi oleh penutur. Pada saat perekaman

peristiwa tutur sedang terjadi, peserta tutur tidak menyadari bahwa tuturannya

sedang direkam, pemberitahuan dan permohonan izin baru dilaksanakan

setelahnya. Dengan demikian data yang diperoleh adalah data yang akurat.

Di dalam mengamati perilaku orang-orang yang terlibat di dalam suatu

peristiwa tutur, peneliti tidak sekedar melihat dan menyaksikan, namun juga harus

mencatat hal-hal yang relevan, terutama bentuk perilaku setiap partisipan di dalam

peristiwa tutur itu. Untuk memudahkan pencatatan itu, dalam penelitian ini

digunakan lembar pengamatan yang berisi keterangan-keterangan ringkas yang

dapat diisi dengan cepat oleh peneliti.

Selain menggunakan metode observasi, metode wawancara juga

digunakan di dalam penelitian ini. Gunarwan (2001:44) mengemukakan bahwa

metode wawancara menggunakan sejumlah pertanyaan untuk menjaring informasi

atau data dari responden atau informan.

Pada penelitian ini, digunakan metode wawancara tidak terstruktur di

mana peneliti hanya mempersiapkan beberapa pertanyaan pokok seperti yang

pernah digunakan oleh Gunarwan (2001) dalam penelitiannya tentang penggunaan

(25)

Wawancara pada penelitian ini terutama difokuskan untuk mengetahui

tujuan-tujuan dan alasan-alasan dilakukannya alih dan campur kode oleh para

ustadz. Dengan kata lain, wawancara berfungsi sebagai alat konfirmasi analisis

atas tujuan dan alasan dilakukannya alih dan campur kode tersebut.

3.2.2 Analisis dan Pembahasan Data

Analisis dan pembahasan data merupakan tahapan selanjutnya setelah

pengumpulan data. Kaidah dan simpulan aspek-aspek variasi kode bahasa pada

kalangan ustadz di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang dianalisis dengan

menggunakan metode analisis kontekstual (Bailey, 2007: 113).

Metode analisis kontekstual diterapkan pada data dengan mendasarkan,

memperhitungkan, dan mengaitkan data kepada konteks. Konteks itu sendiri

merupakan suatu sarana pemerjelas maksud yang berupa situasi yang

berhubungan dengan suatu kejadian (Rustono, 1999:20; Arimi, 2006:8).

Analisis data penelitian ini selanjutnya dilakukan melalui beberapa

langkah sebagai berikut.

1. Reduksi data, ialah melakukan identifikasi keragaman variasi bahasa dalam

hal kode. Di dalam tahap ini, hasil rekaman diputar ulang untuk

mengidentifikasi dan memilah hasil rekaman berdasarkan kode yang

digunakan di dalam peristiwa tutur. Reduksi data ini bertujuan untuk

mendapatkan data-data yang masuk dalam kategori penelitian, yakni tuturan

yang mengandung unsur variasi bahasa dalam hal kode di kalangan para

(26)

2. Transkripsi data. Setelah data direduksi, penelitian melalui tahap transkripsi

data secara ortografis pada data yang masuk dalam kategori penelitian. Dalam

hal ini, cara yang dilakukan ialah dengan menuliskan data-data yang dapat

didengar dari hasil rekaman (Wray et.al, 1998:201). Pada transkripsi data ini,

hanya hal-hal yang relevan dengan penelitian saja yang ditranskripsikan.

Dengan kata lain, tidak semua hasil rekaman ditranskripsikan, misalnya

transkripsi fonetik tuturan.

3. Setelah dilakukan transkripsi hasil rekaman, langkah selanjutnya adalah

pengelompokan kategori data yang berasal dari hasil rekaman dan catatan

lapangan. Pengelompokan ini dilakukan dengan cara mengelompokkan data

yang berasal dari keragaman kode. Pada bagian ini, hasil wawancara juga

digunakan untuk mengkonfirmasi beberapa hal yang menjadi hasil analisis

data yang diperoleh dari pengamata langsung.

4. Langkah terakhir adalah penyimpulan variasi bahasa dalam hal kode.

Pada penelitian ini, penyajian hasil analisis data dilakukan dengan

menggunakan metode informal. Metode informal ini menggunakan penyajian

(27)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Di dalam Bab I telah dikemukakan bahwa tujuan penelitian ini ialah untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang terkait dengan jenis alih kode

dan campur kode yang terjadi dalam ceramah para ustadz di kawasan perbatasan

Bandung-Sumedang; tataran terjadinya alih kode dan campur kode tersebut;

ciri-ciri alih kode dan campur kode tersebut; dan faktor-faktor yang menjadi penyebab

terjadinya alih kode dan campur kode tersebut.

5.1 Simpulan

Pada analisis dan pembahasan dalam bab sebelumnya, kaidah dan simpulan

aspek-aspek variasi kode bahasa pada kalangan ustadz di kawasan perbatasan

Bandung-Sumedang telah mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan data

kepada konteks. Hasil dari analisis dan pembahasan tersebut sekurangnya dapat

dirangkai ke dalam beberapa simpulan.

1. Jenis peralihan yang terjadi dalam ceramah para ustadz di kawasan perbatasan

Bandung-Sumedang adalah alih bahasa. Peralihan bahasa yang paling

dominan pada ketiganya adalah alih bahasa Indonesia ke bahasa Sunda karena

kode dasar bahasa Indonesia dipergunakan secara konsisten oleh para ustadz.

Peralihan yang mencakup penggunaan bahasa Inggris dan Arab juga

(28)

2. Tataran terjadinya alih kode yang umum menunjukkan bahwa tataran kalimat

menjadi tataran yang paling dominan. Walau demikian, alih kode pada tataran

frasa dan kata juga ditemukan pada ketiga responden.

3. Ciri-ciri alih kode sangat menekankan kepada peralihan yang fungsional. Ini

ditunjukkan dengan peralihan ke dalam bahasa Sunda yang signifikan, sebagai

fungsi penyampaian yang efektif untuk jama’ah yang mayoritas dari etnis

Sunda.

4. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode meliputi faktor

keagamaan, sebagai faktor yang dominan, dan faktor psikologis. Sejalan

dengan peran ustadz sebagai pihak yang menyampaikan ajaran agama,

peralihan ke dalam bahasa Arab menjadi dominan. Faktor psikologis yang

menjadi faktor lainnya memicu peralihan ke bahasa Sunda sebagai upaya

yang disengaja untuk mendekatkan penyampaian dengan penyimak yang

mayoritas adalah etnis Sunda. Selain itu, peralihan yang berulang ke dalam

kode bahasa Sunda kemungkinan diyakini dapat lebih menyampaikan maksud

yang hendak disampaikan oleh ustadz.

5. Jenis campur kode yang terjadi dalam ceramah para ustadz di kawasan

perbatasan Bandung-Sumedang adalah campur bahasa. Campur bahasa paling

dominan adalah campur bahasa Indonesia dengan bahasa Arab. Penggunaan

bahasa Arab memiliki alasan yang sangat khusus karena bahasa Arab adalah

bahasa yang dipergunakan dalam Al Quran, kitab suci umat Islam. Maka

campuran dengan bahasa Arab menjadi sesuatu yang tak terhindarkan dan

(29)

6. Tataran terjadinya campur kode yang umum adalah tataran kata. Walau

demikian, alih kode pada tataran frasa dan kalimat juga ditemukan pada ketiga

responden.

7. Ciri-ciri campur kode sangat menekankan kepada penggunaan konsep-konsep

agama yang tentunya tersirat melalui istilah-istilah berbahasa Arab. Selain itu

ciri juga menekankan kepada penggunaan konsep-konsep keilmuan melalui

istilah-istilah berbahasa Inggris dan ciri yang menekankan kepada lokalitas

melalui ungkapan-ungkapan berbahasa Sunda.

8. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya campur kode mencakup

faktor keagamaan; faktor psikologis; faktor keilmuan; dan faktor kebiasaan

atau prestise. Faktor keagamaan dipicu oleh ungkapan-ungkapan berbahasa

Arab dalam campuran untuk menegaskan konsep-konsep agama yang sedang

dibicarakan. Sementara, faktor psikologis sangat dimungkinkan dalam

masyarakat bilingual, mengingat bahasa Indonesia dan bahasa Sunda

sama-sama digunakan oleh penutur maupun kelompok yang menjadi mitra tuturnya,

dalam hal ini ustadz dan jama’ah. Faktor keilmuan tersirat melalui kata atau

istilah berbahasa Inggris yang dilakukan untuk lebih menegaskan cakupan

ilmu yang menjadi sisipan dalam tuturan-tuturan yang dibuat para ustadz.

Sedangkan faktor kebiasaan atau prestise tampak dari campur kode dengan

frasa-frasa atau kata-kata yang sebenarnya memiliki padanan yang lazim

(30)

5.1 Saran

Penelitian tentang alih dan campur kode sebagai strategi komunikasi dapat

memberikan banyak implikasi kepada perkembangan ilmu linguistik secara

umum. Untuk itu, penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong munculnya

penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan alih dan campur kode.

Sekurangnya ada beberapa saran yang relevan dengan kepentingan ini.

Pertama, penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang

berhubungan dengan masalah pemilihan kode di kalangan para ustadz dengan

lokalitas konteks di kawasan perbatasan Bandung-Sumedang. Pada tataran

masyarakat secara umum, penelitian semacam ini masih memiliki daya jangkau

yang luas. Karena itu, penelitian ini masih memerlukan tindak lanjut dengan

penelitian lain yang serupa namun pada ruang lingkup lain, baik yang lebih sempit

maupun yang lebih luas. Dengan penelitian lainnya, analisis yang dilakukan dapat

lebih mengeksplorasi masalah-masalah pemilihan bahasa secara umum.

Kedua, perspektif sosiolinguistik memungkinkan adanya fenomena

diglosia pada masyarakat dwibahasa, terutama pada masyarakat tutur di kawasan

perbatasan Bandung-Sumedang yang diteliti dalam penelitian ini. Untuk itu,

penelitian lanjut juga dapat melakukan kajian yang lebih mendalam pada

subyek-subyek lain. Penelitian seperti ini sangat bermakna dalam upaya pembinaan dan

pengembangan bahasa–bahasa di kawasan ini.

Ketiga, mengingat adanya kekhawatiran akan pergeseran dan kepunahan

bahasa daerah, penelitian selanjutnya mungkin dapat mempertimbangkan konsep

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, Carol A. (2007). A Guide to Qualitative Field Research. London: Sage

Publication.

Beardsmore, Hugo Baetens. 1982. Bilingualisme: Basic Principles. Brusel:Vrije

Universiteit.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 1995. Sosiolinguistik Suatu Perngantar.

Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta : Rineka Cipta.

Deumert, Ana dan Mesthrie, Rajend. 2009. “Language Variation and Change

dalam C. Smith (ed.) Introducing Sociolinguistics. Edinburgh:

Edinburgh University Press

Djadjasoedarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian

dan Kajian. Bandung: Eresco

Essien, Okon (1995) “The English language and code-mixing: A case study of the

phenomeno In Ibibio”. dalam Ayo Bambose, A. Banjo and A. Thomas

(ed.), New Englishes, a Western African Perspective. Ibadan, Nigeria:

Mosuro, 269–83.

Gumperz, JJ. 1977. The Sociolinguistics significance of conversational code

switching. RELC Journal, 8(23): 13-25

Hymes, D. 1964. “Toward Ethnographies of Communicative Events”. dalam PP.

(32)

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi dan Sikap Bahasa. Yogyakarta: Kanisius

Kristen. 1986. The Linguistics Encyclopedia. London: Routledge (Ed).

Moleong, J. Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Markhamah. 2000. Etnik Cina: Kajian Linguis Kultural. Surakarta :

Muhammadiyah University Press.

Mufidah, Nida 2006. “Perilaku Berbahasa Santri Ponpes Darul Hijrah Cindai Alus

Kabupaten Banjar.” Artikel pada Jurnal Khazanah, Vol. V. No. 06

November-Desember 2006, 25-30

Nababan, P.W.J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Poplack, S. 1980. “Sometimes I’ll start a sentence in English y termino en

Espanol: Toward a typology of code switching”. Linguistics, 18-11

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik Kode dan Alih Kode. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Rusyana, Yus. 1989. Perihal Kedwibahasaan (Bilingualisme). Jakarta: Depdikbud

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press.

Surakhmad, Winarno. 1980. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito

(33)

Tagliamonte, Sali A. (2006). Analysing Sociolinguistic Variation. New York:

Cambridge University Press.

Umar, Azhar. 1994. Sosiolinguistik dan Psikolinguistik : Suatu Pengantar.

Medan: Pustaka Widyasarana.

Referensi

Dokumen terkait

karena dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “ Kajian Alih Kode dan Campur Kode pada Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari ” dengan baik sesuai dengan yang

Tri Indah Kusumawati :Campur kode dalam novel Para Priyayi karya Umar Kayam, kajian sosiolinguistik, 2004 USU e-Repository © 2008... Tri Indah Kusumawati :Campur kode dalam novel

Tujuan penelitian in i adalah untuk mendeskripsikan : (1) bentuk alih kode dan campur kode; (2) penyebab terjadinya alih kode dan campur kode; dan (3) dampak terjadinya

Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode dan Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa di Pasar Gagan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali ... Faktor yang Melatarbelakangi Alih

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam

Indonesia Faktor penyebab terjadinya campur kode pada konteks pertuturan ini adalah menunjukkan identitas suatu kelompok, hal ini menunjukakan sikap penutur yang

Merangkum beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah suatu penggantian kode bahasa satu ke bahasa lain saat proses komunikasi, sedangkan campur kode

Faktor penyebab digunakannya alih kode dan campur kode dalam Novel Mimpi Bungsu karya Vanny Chrisma W adalah: 1, sesama suku Jawa agar memudahkan dalam menerima maksud tuturan dari